PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Oleh NOVITA SARI

Ampas tebu, padatan produk samping dari industri gula tebu, mengandung lignoselulosa tinggi yang terdiri dari selulosa 46,3%, hemiselulosa 23,0% dan lignin 19,7%. Ampas tebu dapat dikonversi menjadi bioetanol setelah perlakuan awal menggunakan asam atau basa, dan kemudian difermentasi dengan mikroba. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan awal dengan natrium hidroksida dan hidrolisis dengan asam sulfat terhadap kadar gula reduksi ampas tebu. Dalam penelitian ini ada 2 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan pertama adalah perendaman ampas tebu menggunakan 1 M larutan NaOH pada suhu 121oC selama 15 menit. Perlakuan kedua adalah konsentrasi asam sulfat (H2SO4) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0; 0,05; 0,10; 0,20; dan 0,30 M. Sebanyak 1,5 gram ampas tebu kering dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL dan kemudian ditambahkan dengan 30 mL larutan NaOH 1,0 M, yang selanjutnya dipanaskan pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah penyaringan, residu dihidrolisis dengan H2SO4. Residu dan 1,5 gram ampas tebu tanpa


(2)

(4,2 mg/100 mL) dihasilkan dari ampas tebu yang langsung dihidrolisis dengan H2SO4 0,05 M pada suhu 121oC selama 15 menit.

Kata kunci : Ampas tebu, lignoselulosa, asam sulfat, gula reduksi, natrium hidroksida


(3)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ALKALI PRETREATMENT AND ACID HYDROLYSIS ON BAGASSE-REDUCED SUGAR AS RAW MATERIAL

OF BIOETHANOL By

NOVITA SARI

Bagasse, solid by product of sugar cane industries, contains high lignocellulose consisting of 46.3% cellulose, 23.0% hemicellulose and 19.7% lignin. The bagasse can be converted into bioethanol after pretreating with base and acid and then fermenting with microbes. The objective of this study was to find out the effects of sodium hydroxide pretreatment and sulfuric acid hydrolysis on bagasse reduced sugar. In this study, there were 2 treatments with 3 replications. The first treatment was submerssion bagasse into 0.50 M NaOH solution at a temperature of 121oC for 15 minutes. The second treatment was concentrations of sulphuric acid (H2SO4) that consisted of 5 levels, that are 0 M, 0.05 M, 0.10 M, 0.20 M, and 0.30 M. One and an half grams of dried and ground bagasse was put into 100 mL erlemeyer flash and then added with 30 mL 1.0 M NaOH solution. The flash was heated at a temperature of 121oC for 15 minutes. After filtering, the residue was hydrolyzed with H2SO4 solution. The residue as well as 1.5 g dried and ground bagasse without pretreating with NaOH was


(4)

analyze their reduced sugar content. The highest reduced sugar (4.20 ml/mL) was yielded when bagasse was directly, hydrolyzed with 0.05 M H2SO4 at a temperature of 121oC for 15 minutes.

Keywords : Bagasse, lignocellulose, sulphuric acid, reducing sugar, sodium hydroxide


(5)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Peningkatan kebutuhan energi (khususnya energi dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) disebabkan oleh pertambahan penduduk dan peningkatan kesejahteraan umat manusia khususnya di negara berkembang (Karakashev et al., 2007). Dalam lima tahun terakhir volume impor BBM selalu di atas 20 juta kilo liter, sekitar 30-35 persen dari total konsumsi. Pada tahun 2009 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 21.218.383 kL (Anonima, 2010). Kebutuhan BBM pada tahun 2011 mencapai 40.494.000 kL, sedangkan pada tahun 2012 konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan meningkat mencapai angka 47.000.000 kL yang sebelumnya asumsi volume BBM bersubsidi dalam APBN-Perubahan 2012 ditetapkan sebanyak 40.000.000 kL (Anonim, 2012), sedangkan kebutuhan BBM pada tahun 2015 diperkirakan menjadi 136.200.000 kL dan impornya menjadi 89.700.000 kL.

Untuk mengurangi impor dan ketergantungan terhadap BBM, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dituangkan pada Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006, Inpres Nomor 2 Tahun 2006, dan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 mengenai pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif (Hayun, 2008). Salah satu yang menjadi pilihan sebagai sumber energi pengganti minyak bumi adalah bioetanol yang dapat diproduksi dari bahan nabati dan dapat diperbarui.


(6)

Kemudian disusul dengan SK Dirjen Minyak dan Gas No. 3674/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 yang mengizinkan pencampuran bioetanol ke dalam gasoline hingga 10 % (Toharisman, 2008).

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku nabati. Pada saat ini, di Indonesia sedang dikembangkan bioetanol generasi kedua yaitu bioetanol berbahan baku biomasa limbah agroindustri yang mengandung selulosa dan hemiselulosa, seperti ampas tebu (Badger, 2002; Gomez et al., 2008).

Ampas tebu yang merupakan salah satu biomassa agroindustri yang mengandung selulosa dan hemiselulosa persediannya berlimpah dan harganya murah di Indonesia. Pada tahun 2009 tanaman tebu di Indonesia adalah 473.000 ha dan diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu menghasilkan 4,7 ton ampas tebu (Anonimb, 2010). Maka potensi ampas tebu nasional dari total luas tanaman tebu mencapai 2.223.100 ton ampas. Sementara, biomassa limbah agroindustri ini kurang dimanfaatkan di Daerah Lampung.

Ampas tebu tidak dapat langsung difermentasi oleh mikroba menjadi bioetanol karena mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin tinggi yang merupakan senyawa kompleks. Menurut Septiyani (2011), ampas tebu mengandung 45,96% selulosa, 20,37% hemiselulosa, dan 21,56% lignin. Senyawa kompleks ini harus didegradasi terlebih dahulu menjadi gula sederhana (hexosa dan atau pentosa) sebelum difermentasi oleh mikroba menjadi bioetanol. Degradasi biomasa limbah untuk menghasilkan gula sederhana ini dikenal dengan perlakuan awal (pre-treatment). Perlakuan awal secara basa untuk memisahkan


(7)

lignin dari selulosa dan hemiselulosa limbah agroindustri telah ditemukan yaitu dengan 1 M NaOH pada suhu 121oC selama 15 menit (Septiyani, 2011).

Selulosa dan hemiselulosa ampas tebu harus dihidrolisis menjadi gula sebelum dikonversi menjadi bioetanol. Hidrolisa asam dan hidrolisa enzimatik merupakan dua metode utama yang banyak digunakan khususnya untuk bahan-bahan lignoselulosa dari limbah pertanian (Mussantto dan Roberto, 2004). Hidrolisa selulosa secara enzimatik memberi yield etanol sedikit lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmquist dan Hahn-Hagerdal, 2000). Namun proses enzimatik merupakan proses yang paling mahal. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan hidrolisis secara asam, yaitu asam kuat (H2SO4) yang mampu menghidrolisis ikatan selulosa dan hemiselulosa pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu sehingga menghasilkan monomer gula dari selulosa dan hemiselulosa. Kondisi hidrolisis secara asam yang efektif dan efisien belum diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menemukan pengaruh perlakuan awal basa dan kondisi hidrolisis asam yang optimal.

B.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh perlakuan awal dengan natrium hidroksida dan hidrolisis dengan asam sulfat terhadap kadar gula reduksi ampas tebu.

C.Kerangka Pemikiran

Ampas tebu tidak dapat langsung difermentasi oleh mikroba menjadi bioetanol karena mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang membentuk


(8)

senyawa komplek. Senyawa komplek ini harus diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum difermentasi oleh mikroba agar bioetanol yang dihasilkan tinggi (Sutikno, et.al., 2010). Kandungan selulosa ampas tebu yang telah diberi perlakuan awal menggunakan NaOH 1 M pada suhu 121oC selama 15 menit menghasilkan kandungan selulosa sebanyak 64,78 %, kandungan hemiselulosa sebanyak 27,5 %, dan kandungan lignin sebesar 2,8 % (Septiyani, 2011).

Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentosa (xilosa, arabinosa, dan ribosa) dan heksosa (glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Hidrolisis selulosa secara asam bertujuan untuk menghasilkan glukosa. Asam dalam reaksi hidrolisis biasa disebut sebagai katalis, yaitu zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi (Lowry, 1987). Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh dan Karimi, 2007).

Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang ditemukan pertama kali pada tahun 1819 oleh Braconnot bahwa selulosa bisa dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam pekat. Hidrolisis ini menghasilkan gula yang tinggi dan dengan demikian akan menghasilkan etanol lebih tinggi dibandingkan hidrolisis asam encer. Namun hidrolisis asam pekat lebih membutuhkan biaya investasi dan pemeliharaan yang tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan hidrolisis menggunakan asam encer.

Hidrolisis asam encer merupakan metode hidrolisis yang banyak dikembangkan dan diteliti saat ini. Melalui teknik ini, selulosa bisa dikonversi


(9)

menjadi gula yang dapat dilakukan pada suhu rendah. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah murah (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada kisaran konsentrasi 2-5% (Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi ±160 oC.

Asam sulfat (H2SO4) merupakan jenis asam kuat yang mampu menghidrolisis lignoselulosa menjadi glukosa. H2SO4 dapat menghidrolisis hemiselulosa yang menghasilkan gula-gula pentosa dan heksosa (Girindra, 1990). Hasil penelitian Yulianingsih (2010), kadar gula reduksi yang dihasilkan dengan bahan baku jerami padi sebanyak 420.063 µg/mL dari hasil hidrolisis menggunakan asam sulfat (H2SO4) konsentrasi 0,05 M pada suhu 121 oC selama 15 menit.

Parameter konsentrasi asam, suhu, dan waktu hidrolisis merupakan parameter yang penting pada proses hidrolisis asam sehingga dapat meminimalkan produk inhibitor (senyawa-senyawa yang sifatnya beracun) dalam produksi bioetanol. Suhu harus dijaga untuk dapat menghidrolisa hemisellulosa dan menekan dekomposisi gula sederhana. Pada suhu dan tekanan tinggi, glukosa terdegradasi menjadi hidroksimetilfurfural, sementara xilosa akan terdegradasi menjadi furfural (Mussatto dan Roberto, 2004).

Faktor yang belum diketahui mengenai kondisi optimal hidrolisis asam adalah konsentrasi asam yang digunakan dan waktu hidrolisis yang optimal untuk menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa ampas tebu menjadi gula reduksi. Secara teoritis, konsentrasi asam yang tinggi menyebabkan selulosa dan hemiselulosa lebih mudah terdegradasi menjadi glukosa dan senyawa gula


(10)

lainnya, terlebih lagi dalam waktu yang lama, kontak antara ampas tebu dengan asam juga akan semakin besar sehingga reaksi hidrolisis berjalan lebih sempurna. Namun, seiring dengan tingginya konsentrasi dan waktu reaksi, senyawa lain yang dihasilkan juga semakin besar menyebabkan glukosa yang dihasilkan akan semakin menurun (Rachmaniah et al., 2009). Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi asam dan waktu hidrolisis yang optimal untuk mendapatkan gula reduksi dalam jumlah yang tinggi.

Hasil penelitian Orchidea (2010) dengan bahan baku ampas tebu menunjukkan kadar gula reduksi tertinggi dihasilkan pada konsentrasi H2SO4 sebesar 0,075 (w/w) dengan waktu hidrolisis 45 menit pada suhu 155oC yaitu sebanyak 59,1 g/g. Oleh karena itu pada penelitian ini ampas tebu diberi perlakuan awal terlebih dahulu dengan pengecilan ukuran, temperatur tinggi (121 o

C selama 15 menit) dan penambahan basa NaOH 1 M (1:20, b/v; Sutikno et al., 2010), sehingga komponen lignin dapat terlepas dari selulosa dan hemiselulosa dapat langsung dihidrolisis oleh asam sulfat (H2SO4) untuk menghasilkan gula reduksi yang optimal. Oleh karena itu, konsentrasi H2SO4 yang digunakan pada penelitian ini adalah 0 M, 0,05 M, 0,10 M, 0,20 M, dan 0,30 M. Dengan perlakuan tersebut, diharapkan jumlah gula reduksi yang dihasilkan dapat optimal.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi oleh mikroba dengan menggunakan bahan nabati yang mengandung bahan nabati pati, seperti dari jagung, ubi jalar atau ubi kayu. Secara lebih spesifik bioetanol adalah cairan yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari penguraian sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan kimia yang memiliki ada sifat kesamaan dengan minyak premium, karena terdapatnya unsur – unsur seperti karbon (C) dan hidrogen (H) (Khairani, 2007).

Bioetanol bermanfaat sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Pemanfaatan bioetanol ialah dengan mensubtitusi langsung pada bahan bakar premium (Samsuri et al., 2007). Bioetanol dapat dibuat etanol 99,5% atau

fuel grade ethanol yang bisa digunakan untuk campuran gasohol. Perbandingan jumlah etanol dan bensin dalam gasohol adalah 10% bioetanol dan 90% bensin (Gozan et al., 2007).

Bioetanol generasi pertama yang dibuat dari bahan nabati mengandung gula dan pati harganya masih relatif tinggi karena bahan bakunya juga digunakan sebagai bahan pangan dan pakan (Odling-Smee, 2007). Untuk menghindari


(12)

konflik antara penggunan gula dan pati untuk biofuel atau untuk pangan dan pakan, bioethanol generasi kedua perlu dikembangkan di Indonesia.

Bioetanol generasi kedua dibuat dari bahan nabati yang mengandung selulosa dan lingnin (Carere et al., 2008; Gomez et al., 2008). Untuk memproduksi bioetanol dari bahan lignoselulosa, menurut Howard et al. (2003) ada 4 tahap yang harus dilalui; yaitu (1) perlakuan awal (pretreatment) secara fisik, kimia, atau dan biologi, (2) hidrolisis polimer (selulosa, hemiselulosa, lignin) menjadi gula sederhana (heksosa, xilosa), (3) fermentasi gula oleh mikroba untuk menghasilkan ethanol, dan (4) pemisahan dan pemurnian ethanol yang dihasilkan (Gambar 4). Saat sekarang, produksi bioethanol dari bahan yang mengandung selulosa dan lignin belum efektif secara biaya (biayanya masih mahal) sebab secara teknis masih banyak hambatan yang harus dipecahkan (Gomez et al., 2008). Salah satu hambatan yang harus dipecahkan adalah teknik perlakuan awal (tahap ke 1) dan teknik hidrolisis selulosa dan lignin menjadi gula (tahap ke 2).

B. Ampas Tebu

Ampas tebu merupakan residu dari batang tebu setelah tebu dihancurkan dan diekstrak yang mengandung air, serat, dan sejumlah kecil padatan terlarut. Komponen ampas tebu tergantung dari varietas tebu, tingkat kemasakan, cara pemanenan, dan efisiensi akhir dari proses penggilingan (Paturau, 1982). Ampas tebu berasal dari tanaman tebu (Saccharum officinarum) yang termasuk dalam golongan tumbuh-tumbuhan berbiji satu (monocotyledonae).


(13)

Ampas tebu secara fisik terbagi menjadi dua fraksi yaitu fraksi serat panjang dan fraksi pith (gabus). Fraksi serat panjang terdiri dari serat-serat yang mempunyai dinding sel yang agak tebal dan relatif panjang, dan sebagian besar terdapat di sekitar pembuluh (vascular bundles) yang tersebar di dalam batang. Fraksi gabus terdiri dari sel-sel yang berdinding tipis, berasal dari jaringan dasar (parenkim) yang dalam tanaman berfungsi sebagai penyimpan gula (Muliah, 1975). Penampang melintang tebu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang melintang tebu Sumber : Biologi, 2009

Ampas tebu tidak dapat langsung difermentasi oleh mikroba menjadi biofuel karena mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang merupakan senyawa komplek lignoselulosa. Senyawa komplek ini harus didegradasi terlebih dahulu untuk melepaskan struktur lignin dan menyisakan selulosa dan hemiselulosanya lalu dihidrolisis menjadi gula sederhana sebelum difermentasi oleh mikroba menjadi bioetanol (Gambar 2).


(14)

Gambar 2. Skematik makro dan mikrofiblil dalam serat selulosa bahan

lignoselulosa dan pengaruh perlakuan awal terhadap hasil bioethanol Sumber : Taherzadeh and Karimi, 2007

Perlakuan awal terhadap biomasa limbah agroindustri sebelum difermentasi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Taherzadeh et al. (2007) menggolongkan perlakuan awal lignoselulosa untuk produksi bioetanol menjadi 3 kelompok besar; yaitu (1) perlakuan awal fisik (ball milling, two-roll milling,

hamér milling, colloid millling, vibro energy milling, hidrotermal, extrusion, expansion, pyrolysis, gamma-ray irradiation, electrón-beam irradiation, and microwave irradiation), (2) perlakuan awal fisikokimia dan kimia (Explotion:

steam explotion, ammonia fiber explosion/AFEX, CO2 explotion, SO2 explotion; Álkali: sodium hydroxide, ammonia, ammonia sulfite; Gas: chkoride dioxide, nitrogen dioxide; Acid: sulfuric acid, hydrochloric acid, phosphoric acid, sulfur dioxide; Oxidizing Agent: hydrogen peroxide, wet oxidation, ozone; Cellulos Solvents: cadoxen, CMCS; Solvent Extraction of Lignin: etanol-water extraction, benzene-watr extraction, ethylene glycol extraction, butanol-water extraction, swelling agent), (3) perlakuan awal biologi (actinomycetes, fungi), dan perlakuan menggunakan enzim. Pada biomassa lignoselulosa hanya selulosa dan hemiselulosa yang bisa diolah menjadi monosakarida untuk pembuatan etanol (Gozan et al., 2007).


(15)

C.Komponen Kimia Bahan Lignoselulosa

Bahan lignoselulosa yang terdapat di alam umumnya mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

1. Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Rumus empiris selulosa adalah (C6H12O5)n, n merupakan derajat polimerisasi yang jumlahnya antara 1.200-10.000 dan panjang molekulnya lebih kurang 5.000 nm.

Molekul selulosa terdiri dari beberapa molekul selulosa paralel yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang membentuk mikrofibril. Mikrofibril ini bersifat sangat kuat dan tidak dapat ditembus oleh air. Bagian ini disebut dengan bagian kristalin dari selulosa, sementara bagian yang mengandung sedikit hidrogen disebut amorf (Widyasari, 2011). Struktur selulosa disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Selulosa Sumber : Oktarina, 2009


(16)

2. Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah polisakarida yang berikatan dengan selulosa pada bagian tanaman. Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein, lignin, dan lebih mudah larut dalam larutan alkali dibandingkan dengan selulosa (Anindyawati, 2009). Hemiselulosa merupakan heteropolimer bercabang dari glukosa, xylosa, galaktosa, dan arabinosa (Cowling didalam Gaden et al. 1976). Rantai urutan hemiselulosa dapat terdiri dari satu macam monomer (homopolimer), misalnya xylan dan dapat juga dua atau lebih monomer, misalnya glukomanan (Fengel dan Wegener, 1995). Struktur hemiselulosa disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur hemiselulosa Sumber : Loebis, 2008

3. Lignin

Lignin merupakan fraksi non karbohidrat yang bersifat kompleks dan sulit dikarakterisasi. Lignin tersusun dari 3 jenil senyawa fenilpropana, yaitu koniferil alkohol, sinapil alkohol, dan kuramil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut tersusun secara random membentuk polimer lignin yang tidak beraturan yan menyebabkan proses degradasi menjjadi sangat kompleks (Widyasari, 2011).


(17)

Lignin membungkus mikrofibril selulosa dalam suatu matriks dan terikat secara kovalen pada selulosa maupun hemiselulosa. Adanya penumpukan lignin pada dinding sel tanaman menyebabkan dinding sel tanaman kaku, tidak mudah ditembus oleh air (Heigler di dalam Nevell dan Zeronian, 1985). Lignin yang bersifat hidrofobik dapat dioksidasi oleh larutan alkali atau bahan oksidator lain dan mudah larut dalam larutan sulfit pada keaaan biasa. Namun lignin tahan terhadap proses hidrolisis oleh asam-asam mineral (Tsao et al., 1978). Struktur lignin disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur lignin Sumber : Loebis, 2008

D.Hidrolisis Asam

Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis bertujuan untuk mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian


(18)

dari molekul memiliki ion hidrogen (H+) dan bagian lain memiliki ion hidroksil (OH-). Umumnya hidrolisis ini terjadi saat garam dari asam lemah atau basa lemah (atau keduanya) terlarut di dalam air.

Dalam kondisi normal hanya beberapa reaksi yang dapat terjadi antara air dan komponen organik. Penambahan asam, basa, atau enzim umumnya dilakukan untuk membuat reaksi hidrolisis dapat terjadi. Asam, basa, maupun enzim dalam reaksi hidrolisis disebut sebagai katalis, yakni zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi (Lowry, 1987). Hidrolisis secara kimiawi umumnya menggunakan asam. Hidrolisis secara asam ini memiliki kelebihan karena murah dan mudah digunakan.

Dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa diberi perlakuan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu yang menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan asam klorida (HCl).

Hidrolisis selulosa secara asam untuk menghasilkan gula, terbentuk pula 5-hidroksimetil-2-2 furfuraldehida atau disebut juga hidroksimetilfurfural (HMF) akibat penguraian glukosa dalam suasana asam pada suhu tinggi (Ulbricht et al., 1984). Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan asam encer.


(19)

E.Asam Sulfat

Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan, bersifat korosif, tidak berwarna, dan sangat reaktif. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan biji mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.

Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur oksida adalah produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar. Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida (Anonim, 2011).

Asam sulfat yang mendekati 100 % dapat dibuat, ia akan melepaskan SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3 %. Asam sulfat 98 % lebih stabil disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98 % umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Ada berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya (10 %) asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium, (33,53 %) asam baterai, (62,18 %) asam bilik atau asam pupuk, (73,61 %) asam menara atau asam glover, (97 %) asam pekat. Ada pula asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan dalam pembuatan pupuk. Mutu murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat warna (Anonim, 2011).


(20)

Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan dapat mendidih dan bereaksi dengan kuat. Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan kertas. Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang akan terlihat seperti efek pembakaran kertas (Anonim, 2011). Sifat-sifat asam sulfat antara lain memiliki titik didih 444,6 oC, entalpi penguapan j/g 278 (400 oC), densitas pada 140 oC 1,7865 g/ml (cair), viskositas pada 120 oC 0,0017 Pa.s, dan panas laten penguapan 200 oC sebesar 308,6 J/g (Taherzadeh et al., 2007).

F. Gula Reduksi

Gula reduksi merupakan jenis gula yang mampu mereduksi beberapa jenis ion seperti perak dan tembaga (Murhadi, 2005). Sifat mereduksi ini desebabkan oleh adanya gugus hidroksil, aldehid atau keton bebas dalam molekul karbohidrat (gula). Gula reduksi adalah semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida yang masih memiliki gugus hidroksil, aldehid atau keton bebas pada atom C1-nya (Poedjiati, 1994).

Monosakarida merupakan molekul karbohidrat yang tidak dapat dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Molekul ini merupakan molekul pembentuk oligosakarida dan polisakarida. Glukosa, fruktosa dan galaktosa merupakan beberapa jenis karbohidrat yang termasuk ke dalam kelompok monosakarida. Glukosa dan fruktosa biasa digunakan sebagai pemanis. Gula


(21)

pereduksi (glukosa, fruktosa) yang bereaksi dengan gugus amino pada suhu tinggi dan water activity rendah akan menimbulkan warna kecoklatan.

Salah satu monosakarida yang termasuk gula reduksi adalah glukosa. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut cincin piranosa, bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026% pada pH 7 (Anonimb, 2009). Struktur glukosa dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur glukosa Sumber : Anonim, 2009


(22)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Politeknik Negeri Lampung pada bulan Juli sampai dengan November 2012.

B. Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biomasa limbah agroindustri berupa ampas tebu yang diperoleh dari PT. Gunung Madu Plantation Lampung Tengah, asam sulfat (H2SO4) 1 N, asam sulfat (H2SO4) 72 %, natrium hidroksida (NaOH) yang diperoleh dari CV. Yona Kimia, aquadest, reagensia Nelson A, Nelson B dan reagensia arsenomolibdat yang didapatkan dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Unila.

Alat-alat yang digunakan antara lain Erlenmeyer 100 mL, mikropipet 1000µL (Thermo Scientific, Finnpipette F3), oven (Philip Harris Ltd), loyang, timbangan 4 digit (Mattler M3000 Swiszerlan), grinder, ayakan (40 mesh), baskom, shaker waterbath (Polyscience), inkubator (Memmert), kertas saring, jerigen, gelas ukur, tabung sentrifuse, kuvet spektrofotometer, gelas beker, spatula, alumunium foil, cawan porselin, desikator, corong, hot plate (Cimerec3),


(23)

autoklaf (WiseclaveTM), spektrofotometer (Milton Ray Company), DR 4000 (Shimanzu, USA), dan termometer.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dua tahapan, yaitu tahap perlakuan awal dan tahap hidrolisis asam. Tahap perlakuan awal terdiri dari perlakuan awal dengan basa (NaOH) terhadap bahan baku, sedangkan tahap hidrolisis asam selulosa dan hemiselulosa ampas tebu dilakukan dengan menggunakan kosentrasi asam sulfat 0 M, 0,05 M, 0,10 M, 0,20 M, dan 0,30 M. Kemudian data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara deskriptif.

D. Pelaksanaan Penelitian 1. Perlakuan Awal

a. Persiapan Bahan Baku

Ampas tebu dikeringkan sampai berat konstan menggunakan oven (Philip Harris Ltd) pada suhu 105oC. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dengan ukuran 40 mesh. Bahan baku yang sudah kering dengan ukuran 40 mesh selanjutnya disimpan dalam kondisi kering (Gambar 7).


(24)

Gambar 7 . Persiapan bahan baku

Sumber : Samsuri et al., 2007 yang telah dimodifikasi

b. Perlakuan Awal dengan Basa (NaOH)

Perlakuan awal bahan baku menggunakan metode Sutikno et al., (2010). Sampel ampas tebu dengan berat konstan dan ukuran 40 mesh ditimbang sebanyak 1,5 gram dimasukan dalam erlenmayer ukuran 100 mL, kemudian diberi larutan NaOH dengan kosentrasi 1 M sebanyak 30 mL. Setelah itu, sampel ampas tebu tersebut dihomogenisasi menggunakan shaker (Adolf Kuhner AG CH-4127) dengan kecepatan 100 rpm selama 3 menit dan dipanaskan dalam otoklaf (WiseclaveTM) pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu, sampel dicuci dan dibilas mengunakan aquades sebanyak 300 mL. Kemudian bagian padat dikeringkan dalam oven (Philip Harris Ltd) pada suhu 105oC selama 24 jam (Gambar 8).

Bahan baku (ampas tebu)

Pengeringan dengan oven suhu 105oC

Pengecilan partikel / ukuran dengan grinder

Penyimpanan pada suhu ruang Pengayakan (40 mesh)


(25)

Gambar 8. Perlakuan awal dengan basa (NaOH) Sumber : Sutikno et al., 2010

2. Hidrolisis Asam

a.

Perlakuan konsentrasi asam (H2SO4)

Ampas tebu ditimbang sebanyak 1,5 gram (untuk perlakuan awal basa dengan NaOH dan tanpa perlakuan awal basa dengan NaOH) dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 mL, kemudian ditambahkan 15 mL H2SO4 pada

masing-Homogenisasi dengan shaker 100 rpm selama 3 menit

Penyaringan dengan kertas saring

Pembilasan dengan aquadest 300 ml

Penambahan NaOH 1 M 30 mL (1:20 (b/v))

1,5 gram Ampas tebu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL

Perendaman di larutan NaOH pada suhu 121oC, 15 menit

filtrat


(26)

masing erlenmeyer dengan berbagai konsentrasi (0 M, 0,05 M, 0,10 M, 0,20 M, dan 0,30 M) dan dipanaskan dalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Kemudian filtrat dianalisis kadar gula reduksinya (Gambar 9).

Gambar 9. Perlakuan hidrolisis asam (H2SO4) Sumber : Taherzadeh et al., 2007 yang telah dimodifikasi

b. Perlakuan waktu hidrolisis (dengan variable tetap = suhu 100 oC)

Ampas tebu ditimbang sebanyak 1,5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian ditambahkan 15 mL H2SO4 dengan konsentrasi perlakuan terbaik dan dihidrolisis pada penangas air 100 oC selama 0, 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 menit. Kemudian diamati kadar gula reduksinya (Gambar 10).

Residu ampas tebu dan 1,5 gram ampas tebu dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 mL (5 erlenmeyer untuk residu yang telah diberi perlakuan awal NaOH dan 5 erlenmeyer untuk ampas tebu tanpa

perlakuan awal)

Ditambahkan 15 ml H2SO4 pada masing-masing erlenmeyer

dengan berbagai konsentrasi : 0 M, 0,05 M, 0,10 M, 0,20 M, dan 0,30 M

Dipanaskan pada suhu 121o

C, 15 menit


(27)

Gambar 10. Perlakuan waktu hidrolisis asam (H2SO4) Sumber : Taherzadeh et al., 2007 yang telah dimodifikasi

D. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah komponen lignoselulosa (lignin, hemiselulosa, dan selulosa) pada bahan baku (Chesson dalam Datta (1981)) dan kadar gula reduksi (Nelson-Somogy dalam Sudarmadji,

et al., (1984)). Analisis kadar lignin dilakukan untuk mengetahui kandungan lignin yang terdapat pada bahan baku. Analisis kadar selulosa, kadar hemiselulosa dilakukan untuk mengetahui kandungan selulosa dan hemiselulosa yang terdapat pada bahan baku. Sedangkan analisis gula reduksi bertujuan untuk mengetahui kadar gula reduksi yang terdapat pada sampel.

1,5 ampas tebu tanpa perlakuan awal dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ukuran 100 mL sebanyak 7

erlenmeyer

Ditambahkan 15 ml H2SO4 pada masing-masing erlenmeyer

dengan konsentrasi 0,05 M

Dihidrolisis pada penangas air (100oC) dengan berbagai waktu hidrolisis 0, 5, 10,15, 30, 45, dsn 60 menit


(28)

1. Analisis Komponen Lignoselulosa

Analisis komponen lignoselulosa menggunakan metode Chesson dalam Datta (1981). Pertama sampel ampas tebu dikeringkan dengan oven (Philip Harris Ltd) pada suhu 70oC sampai kadar air nya maksimal 5%. Kemudian ampas tebu sebanyak 1 gram dimasukan dalam erlenmayer 250 mL dan diberi penambahan aquadest sebanyak 150 ml lalu dipanaskan dengan menggunakan hot plate suhu 100oC selama 2 jam. Kemudian sampel disaring dengan kertas saring dengan penambahan aquadest sampai dengan volume filtrat 300 ml lalu keringkan residu dengan oven (Philip Harris Ltd) pada suhu 105oC sampai dengan berat konstan. Setelah didapat berat konstan. Maka didapatlah berat a. Residu (a) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml. Kemudian dipanaskan dengan hot plate suhu 100oC selama 1 jam. Lalu disaring dan residu dicuci dengan aquadest sampai dengan volume filtrat 300 ml dan dikeringkan dengan suhu 105oC sampai berat konstan. Maka didapatlah berat b.

Residu (b) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dengan penambahan H2SO4 72% sebanyak 10 ml lalu residu (b) direndam dan biarkan selama 4 jam pada suhu ruang, kemudian residu (b) diberi penambahan H2SO4 1 N sebanyak 150 ml dan dipanaskan dengan suhu 100oC selama 2 jam. Lalu sampel tersebut disaring dengan penambahan aquadest sampai dengan volume filtrat 400 ml dan keringkan dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan. Maka didapatlah berat c. Setelah didapat berat c, maka dilakukan pengukuran kadar abu dengan memasukkan residu (c) ke dalam furnace suhu 600oC selama 4 jam lalu ditimbang untuk mendapatkan berat d.


(29)

Kadar Hemiselulosa dapat dihitung dengan rumus : 100 b -a (%) sa Hemiselulo x Sampel Berat

Kadar Selulosa dapat dihitung dengan rumus:

100 c -b (%) Selulosa x Sampel Berat

Kadar Lignin dapat dihitung dengan rumus:

100 d

-c (%)

Lignin x

Sampel

Berat

2. Analisis gula reduksi ( Metode Nelson - Somogyi ) Penyiapan kurva standar

Larutan glukosa standar dibuat dengan melarutkan 10 mg glukose anhidrat/ dalam 100 mL air suling, dan dilakukan 6 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsetrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/100 mL. Lima tabung reaaksi disiapkan, masing-masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar tersebut di atas. Satu tabung diisi 1 mL air suling sebagai blanko, masing-masing tabung di atas ditambahkan 1 mL reagensia Nelson, dan semua tabung dipanaskan pada penangas air mendidih selama 20 menit. Semua tabung diambil dan segera didinginkan bersama-sama dalam gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25oC. Setelah dingin 1 mL reagensia Arsenomolybdat ditambahkan dan digojog sampai semua endapan CuSO4 yang ada larut kembali. Setelah semua endapan CuSO4 larut sempurna, 7 mL air suling ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan digojog sampai homogen. Optical density (OD) masing-masing larutan tersebut dibaca pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar dibuat yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan OD (Sudarmadji et al., 1984).


(30)

Penentuan Kadar Gula Reduksi Pada Contoh

Larutan contoh yang perlu diperhatikan bahwa larutan pada contoh ini harus jernih, karena itu bila dijumpai larutan contoh yang keruh atau berwarna maka perlu dilakukan penjernihan terlebih dahulu dengan menggunakan Pb-asetat atau bubur Aluminium hidroksida. Kemudian larutan contoh yang jernih tersebut diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih. Reagensia Nelson sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan selanjutnya diperlakukan seperti pada penyiapan kurva standar di atas. Jumlah gula reduksi dapat ditentukan berdasarkan OD larutan contoh dan kurva standar larutan glokosa.

Cara Pembuatan Reagensia 1. Reagensia Nelson

Reagensia Nelson A: 12,5 g Natrium karbonat anhidrat, 12,5 g garam Rochelle, 10 g Natrium bikarbonat dan 100 g Natrium sulfat anhidrat dilarutkan dalam 350 mL air suling kemudian diencerkan sampai 500 mL. Reagensia Nelson B: 7,5 g CuSO4. 5H2O dilarutkan dalam 50 mL air suling dan ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat. Reagensia Nelson dibuat dengan cara mencampur 25 bagian Reagensia Nelson A dan 1 bagian Reagensia Nelson B. Pencampuran dikerjakan pada setiap hari akan digunakan.

2. Reagensia Arsenomolybdat

Dua puluh lima gram Ammonium molybdat dilarutkan dalam 450 mL air suling dan ditambahkan 25 mL asam sulfat pekat. Pada tempat yang lain 3 g Na2HASO4. 7H2O dilarutkan dalam 25 mL air suling. Kemudian larutan ini


(31)

dituang ke dalam larutan yang pertama. Lalu disimpan dalam botol berwarna coklat dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Reagensia ini baru dapat digunakan setelah masa inkubasi tersebut, dan reagensia ini berwarna kuning.


(32)

PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

(Skripsi)

Oleh NOVITA SARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(33)

PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Oleh NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(34)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Penampang melintang tebu ... 9

2. Skematik makro dan mikrofibril dalam serat selulosa bahan lignoselulosa dan pengaruh perlakuan awal terhadap hasil bioetanol ... ... 10

3. Struktur selulosa ... 11

4. Struktur hemiselulosa ... 12

5. Struktur lignin ... 13

6. Struktur glukosa ... 17

7. Persiapan bahan baku ... 20

8. Perlakuan awal dengan basa (NaOH) ... 21

9. Perlakuan hidrolisis asam (H2SO4) ... 22

10. Perlakuan waktu hidrolisis asam (H2SO4) .... ... 23

11. Reaksi lignin menggunakan NaOH pada proses perlakuan awal (pretreatment) ... 29

12. Kadar gula reduksi hasil hidrolis ampas tebu sebelum dan setelah perlakuan awal basa (NaOH) 1 M dengan H2SO4 ... 30

13. Produk samping hasil degradasi lanjut monosakarida dari proses hidrolisis secara asam ... ... 32

14. Kadar gula reduksi hasil hidrolisis ampas tebu setelah direbus dalam larutan H2SO4 0,05 M pada suhu 100 oC selama 0 – 60 menit ... 34

15. Kurva standar (Pengukuran gula reduksi) ... 51


(35)

19. Pembilasan ampas tebu yang telah diberi pretreatment NaOH 1 M

dengan air suling (1:200 (b/v)) ... 53

20. H2SO4 pekat dalam botol ... 54

21. Perebusan sampel (analisis gula reduksi) ... ... 54

22. Sampel yang akan diukur absorbansinya ... ... 55

23. Pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer DR 4000 ... 55


(36)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Bioetanol ... 7

B. Ampas Tebu ... 8

C. Komponen Kimia Bahan Lignoselulosa ... 11

D. Hidrolisis Asam ... 13

E. Asam Sulfat ... 15

F. Gula Reduksi ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 18

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

B. Bahan dan Alat ... 18

C. Metode Penelitian ... 19

D. Pelaksanaan Penelitian ... 19

1. Perlakuan Awal ... 19


(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Perlakuan Awal Dengan Basa (NaOH) ... 28

B. Hidrolisis Asam ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Simpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 41


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1990. Kimia Kayu. Bahan Pengajaran Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.

Anindyawati, T. 2009. Prospek enzim dan limbah lignoselulosa untuk produksi bioetanol. http://isjd.lipi.go.id/admin/jurnal/7520793105_0215-9318.pdf. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2012.

Anonim. 2007. Apa itu Bioetanol?.http://www.nusantara-agro-industri.com. Diakses tanggal 6 Agustus 2012.

Anonim. 2008. Prospek dan arah pengembangan agribisnis tebu. http://agroinovasi.co.id. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2012.

Anonim. 2009. Glukosa. http://www. ristek.go.id. Diakses pada tanggal 10 September 2012.

Anonima. 2010. Prospek dan arah pengembangan agribisnis tebu. http://agroinovasi.co.id. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2012.

Anonimb. 2010. Pengembangan perkebunanan tebu menuju swasembada gula. http://www.datacon.co.id/Agri-2010Gula.html. Diakses pada tanggal 6 Februari 2013.

Anonim. 2011. Asam sulfat. http//www.dikawiwit06.blogspot.com. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2012.

Anonim. 2012. Konsumsi bbm bersubsidi bisa capai 47 juta kL. www.

Scribd.com/bahan-bakar-minyak. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2012. Badger, P.C. 2002. Ethanol from cellulose : A general review. P 17-21 In : J.

Janick and A. Whipkey (eds) Trenin new crop and new uses. ASHS Press, Alexandria, VA., USA.

Carere, C.R., Sparling, R., Cicek, N., and Levin, D.B. 2008. Third generation biofuel via direct cellulose fermentation. International Journal of Molecular Sciences, 9 (2): 1342-1360.


(39)

Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Terjemahan dari : Wood : Chemical, Ultrastructure, Reactions. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Girindra, A. 1990. Biokimia Jilid I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gomez, L.D., Steel-King, C.G., Mc Queen-Mason, J. 2008. Sustainable liquid

biofuels from biomass : the writing’s on the wall. New Phytologist (2008)

178 : 473-485.

Gozan, M., Samsuri, M., Siti, F., Bambang dan Nasikin. 2007. Sakarifikasi dan fermentasi bagas menjadi ethanol menggunakan enzim selulast dan enzim sellobiase. Jurnal Teknologi. Pp. 209-215.

Hayun, A. 2008. Prioritas pengembangan energi alternatif biofuel di Indonesia. http://geocities.com/markal_bppt/publish/biofbbm/.

Heradewi. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Skripsi. IPB. Bogor.

Howard, R. L., Abotsi, E., Jansen van Rensburg, E.L., and Howard, S. 2003. Lignocellulose biotechnology: issue of bioconvercion and enzyme production. African Journal of Biotechnology (2003), vol.2 (12) pp 602-619.

Iranmahboob, J., Nadim, F., and Monemi, S., 2002. Optimizing acid-hydrlysis: a critical step for production of ethanol from mixed wood chips. Biomass

and Bioenergy, 22: 401–404.

Karakashev, D., Thomsen, A.B., and Angelidaki, I. 2007. Anaerobic biotecnological approaches for production of liquid energi carriers from biomass. Biotechnol Lett (2007) 29:1005-1012.

Khairani, R. 2007. Tanaman jagung sebagai bahan bio-fuel. http://www.macklintmip-unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf. Diakses tanggal 6 Agustus 2012.

Loebis, E. H. 2008. Optimasi proses hidrolisis kimiawi dan enzimatis tandan kosong kelapa sawit menjadi glukosa untuk produksi etanol. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle//2008ehl_skripsi.pdf. Diakses pada tanggal 21 November 2012.

Lowry, T. H. 1987. Mechanism and Theory in Organic Chemistry Harper and Row Publishers, Inc. New York.


(40)

Muliah. 1975. Ampas tebu dan pengaruh penyimpanannya. BeritaSelulosa Vol. XI, No 1. Bandung.

Murhadi. 2005. Buku Ajar Kimia Hasil Pertanian. Universitas Lampung. 244 hlm. Mussatto, S.I., Roberto, I.C., 2004. Alternatives for detoxification of dilute-acid

lignocellulosic hydrolyzates for use in fermentative process: a review.

Bioresource Technology, 93, 1-10.

Nevell, T.P., dan S.H. Zeronian. 1985. Cellulose Chemistry and Its Applications. Ellis Herwood United. Chicester.

Odling-Smee, L. 2007. Biofuel bandwagon hits a rut. Nature 446:483.

Oktarina, I. 2009. Pengaruh Konsentrasi Dua Jenis Bahan Pemutih terhadap Sifat Kimia dan Warna Serat Batang Pisang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Palmquist, E and Hahn-Hageral, B. 2008. A Review: Fermentation of lignocellulosic hydrolysate II, inhibitor and mechanism of inhibitor; Bioresource Technol.

Paturau, J. M. 1982. By Products of Yeast Fermentations : An Introduction to Their Industrial Utilization. Elsevier Scientific Publ. Co., Amsterdam. Poedjiati, A. 1994. Dasar Dasar Biokimia (Edisi Revisi). UI-Press. Jakarta. Putri, F. Y. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Perendeman TKKS

(Elaeis guinensis JACQ) Terhadap Kadar Hemiselulosa, Selulosa, dan Lignin Untuk Produksi Biobutanol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 96 hlm.

Rachmaniah, O., Andi K. W., and Dedy R 2009. Acid hydrolysis pretreatment of bagasse-lignocellulosic material for bioethanol production. Departement of Chemical Engineering.

Rochmah, S.N., Widayati, R., dan Meirina, A.P. 2009. Biologi SMA/MA kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Samsuri, M., Gozam, M., Mardias, R., Baiquni, M., Hermansyah, H., Wijanarko, A., Prasetya, B, dan Nasikin, M. 2007. Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi Ethanol melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xilanase. Makara Teknologi. Vol. 11, No.1, April 2007 :17-24.


(41)

Satyanagalakshmi, K., Sindhu, R., Binod, P., Janu, K. U., Sukumaran, R. K., and Pandey, A. 2010. Bioethanol production from acid pretreated water

hyacinth by separate hydrolysis and fermentation. Journal of Scientific and Industrial Research. Vol. 70.

Septiyani, R. 2011. Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Inkubasi Enzim Selulase Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 53 hlm.

Sudarmadji, S., Bambang, H., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian edisi ketiga. Liberty. Yogyakarta.

Sun, Y., and Cheng, J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review. Bioresource Technol., 83: 1-11.

Sutikno, Hidayati, S., Nawansih, O., Nurainy, F., Rizal, S., Marniza., dan Arion, R. 2010. Tingkat Degradasi Lignin Bagas Tebu Akibat Perlakuan Basa Pada Berbagai Kondisi. Disampaikan Dalam Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna di Politeknik Negeri Lampung Pada Bulan April.

http://blog.unila.ac.id/sutiknounila/category/research-activities. Diakses pada tanggal 26 Juni. 2010.

Taherzadeh, M.J., and Karimi, K. 2007. Acid-based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials : A review. BioResources 2 (3): 472-499.

Toharisman, A. 2008. Sekali lagi: Etanol dari Tebu. http://sugarresearch.org. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2012.

Tsao, G.T., M. Ladisch, T.A., Hsu, B., and T. Chou. 1978. Fermentation

substrates from cellulosic material : Productions of fermentable sugar from cellulose material. Annual Report on Fermentation Processes 2: 1 -21. Ulbricht, R. J., J. Sharon dan J. Thomas. 1984. A Review of 5-

hydroxymethylfurfural (HMF) in parental solutions. Fundamental Appl. Toxicol. 4 : 843-853.

Widyasari, R. 2011. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Inkubasi Enzim Selulase untuk Menghidrolisis Selulosa dan Hemiselulosa TKKS menjadi Gula Reduksi sebagai Bahan Baku Bioetanol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 61 hlm.

Yulianingsih, H. 2010. Hidrolisis Jerami Padi Dengan Asam Sulfat Menjadi Glukosa Sebagai Bahan Baku Biorthanol Pengganti Bahan Bakar Minyak. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 52 hlm.


(42)

“ Ketenangan dan kebahagiaan Fikiran lebih baik

daripada Uang


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Perlakuan terbaik pada penelitian ini yaitu hidrolisis ampas tebu dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) 0,05 M pada suhu 121 oC selama 15 menit. Perlakuan ini menghasilkan gula reduksi sebesar 4,2 mg/100 mL.

B.Saran

Disarankan untuk menggunakan kertas saring pada saat menyaring dan mencuci ampas tebu setelah perlakuan awal dengan NaOH dan disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sampai proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol.


(44)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D.

Sekretaris : Ir. Marniza, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(45)

Judul Skripsi : PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Nama Mahasiswa : NOVITA SARI NPM : 0814051019

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D. Ir. Marniza, M.Si.

NIP. 19560114 198603 1 002 NIP. 19650705 199003 2 001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Ir. Susilawati, M.Si. NIP.19610806 198702 2 001


(46)

Karya ini persembahan untuk :

Ayahanda dan Ibunda tersayang


(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, pada tanggal 21 November 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Nazaruddin Timbas dan Ibu Saodah AR.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Bandar Jaya, Lampung Tengah pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2008.

Pada bulan September 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioenergi pada tahun 2012. Penulis dipercaya sebagai sekretaris Bidang Seminar dan Diskusi Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila) periode 2010-2011, anggota Bidang Seminar dan Diskusi HMJ THP FP Unila periode 2011-2012 dan sebagai Bendahara Umum Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia (IMTPI) periode 2010-2012. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah.


(48)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul Pengaruh Perlakuan Basa dan Hidrolisis Asam Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol’ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian yang telah membantu kelancaran studi penulis di Universitas Lampung;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian; 3. Bapak Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing Pertama atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;

4. Ibu Ir. Marniza, M.Si., selaku pembimbing kedua, atas bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi;

5. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasihat, masukan, dan arahan selama ini;

6. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku penguji atas saran, nasihat, motivasi dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan skripsi;


(49)

7. Ayahanda (Nazaruddin Timbas) dan Ibunda (Saodah AR) tercinta atas segala dukungan, dorongan, kasih sayang, serta doa yang selalu terucap di tiap sujudnya untukku;

8. Ayuk (Chika) dan adik (Arief) untuk semangat dan pengertian yang diberikan kepada penulis;

9. Abang (Indra Pratama P.A.) atas bantuan, semangat, dan do’a nya untuk membantu menyelesaikan skripsi ini;

10. Teman- teman THP 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas suka dan duka menghiasi kehidupan kampus penulis dan telah menjadi keluarga untuk penulis;

11. Para dosen THP staf di Laboratorium THP atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian.

Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis,


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D.

Sekretaris : Ir. Marniza, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(2)

Judul Skripsi : PENGARUH PERLAKUAN AWAL BASA DAN HIDROLISIS ASAM TERHADAP KADAR GULA REDUKSI AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Nama Mahasiswa : NOVITA SARI NPM : 0814051019

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D. Ir. Marniza, M.Si.

NIP. 19560114 198603 1 002 NIP. 19650705 199003 2 001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Ir. Susilawati, M.Si. NIP.19610806 198702 2 001


(3)

Karya ini persembahan untuk :

Ayahanda dan Ibunda tersayang


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, pada tanggal 21 November 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Nazaruddin Timbas dan Ibu Saodah AR.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Bandar Jaya, Lampung Tengah pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2008.

Pada bulan September 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioenergi pada tahun 2012. Penulis dipercaya sebagai sekretaris Bidang Seminar dan Diskusi Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila) periode 2010-2011, anggota Bidang Seminar dan Diskusi HMJ THP FP Unila periode 2011-2012 dan sebagai Bendahara Umum Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia (IMTPI) periode 2010-2012. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah.


(5)

i

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul Pengaruh Perlakuan Basa dan Hidrolisis Asam Terhadap Kadar Gula Reduksi Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol’ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian yang telah membantu kelancaran studi penulis di Universitas Lampung;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian; 3. Bapak Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing Pertama atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;

4. Ibu Ir. Marniza, M.Si., selaku pembimbing kedua, atas bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi;

5. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasihat, masukan, dan arahan selama ini;

6. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku penguji atas saran, nasihat, motivasi dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan skripsi;


(6)

ii 7. Ayahanda (Nazaruddin Timbas) dan Ibunda (Saodah AR) tercinta atas

segala dukungan, dorongan, kasih sayang, serta doa yang selalu terucap di tiap sujudnya untukku;

8. Ayuk (Chika) dan adik (Arief) untuk semangat dan pengertian yang diberikan kepada penulis;

9. Abang (Indra Pratama P.A.) atas bantuan, semangat, dan do’a nya untuk membantu menyelesaikan skripsi ini;

10. Teman- teman THP 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas suka dan duka menghiasi kehidupan kampus penulis dan telah menjadi keluarga untuk penulis;

11. Para dosen THP staf di Laboratorium THP atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian.

Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis,