Analisis Bivariat Hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di sma n 5 Surakarta Jurnal

commit to user 4 Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pengetahuan premenstrual syndrome No Pengetahuan Frekuensi Persentase 1 Baik 29 23,6 2 Cukup 70 56,9 3 Kurang 24 19,5 Jumlah 123 100 Sumber: Data Primer, 2015 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta tentang premenstrual syndrome dalam kategori cukup yaitu sebanyak 70 responden dengan persentase 56,9. Tabel 4.5 Distribusi frekuensi derajat premenstrual syndrome No Derajat premenstrual syndrome Frekuensi Persentase 1 Ringan 37 30,1 2 Sedang 81 65,9 3 Berat 5 4.1 Jumlah 123 100 Sumber: Data Primer, 2015 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar derajat premenstrual syndrome pada siswi kelas X di SMA N 5 Surakarta dalam kategori sedang sebanyak 81 responden dengan persentase 65,9.

B. Analisis Bivariat

Tabel 4.6 Tabulasi silang data dan uji statistik hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome Derajat premenstrual syndrome Jumlah R p Ringan Sedang Berat N N N N Pengetahu- an remaja putri tentang premenstr- ual syndrome Baik 22 17,89 7 5,69 29 23,58 Cukup 14 11,38 54 43,90 2 1,63 70 56,91 Kurang 1 0,81 20 16,26 3 2,44 24 19,51 0.470 0.000 Jumlah 37 81 5 123 100 Sumber: Data Primer, 2015 Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai R adalah 0.470 dan nilai p adalah 0.000. Nilai p 0.05 maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti bahwa “Ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta. Nilai R 0.470 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome commit to user 5 dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta dalam kategori sedang. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup dan derajat premenstrual syndrome termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 54 responden 43,90. PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik responden berdasarkan tahapan perkembangan remaja Kisaran umur remaja awal di SMA N 5 Surakarta adalah 14-15 tahun, sedangkan remaja tengah umurnya berkisar antara 16-17 tahun. Data penelitian ini sesuai menurut Sarwono 2006, yang menyatakan bahwa ada 3 tahap perkembangan remaja, yaitu : Remaja awal remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun, remaja tengah 13-15 tahun, dan remaja akhir 16-19 tahun. Menurut Anggrajani 2011, bertambahnya umur, pengalaman hidup semakin banyak, yang mana hal ini akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap gejala premenstrual yang dialaminya. Remaja awal memiliki gejala gangguan emosi dan gangguan perilaku yang lebih banyak daripada remaja tengah maupun akhir. Hal ini dikarenakan remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti remaja tengah maupun akhir Agbaria dkk, 2012. Menurut Notoatmodjo 2010 pada masa remaja, labilnya emosi menyebabkan seorang mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Premenstrual syndrome dialami oleh semua wanita dari awal masa remaja hingga dewasa, dan berakhir pada masa menopause Elvira, 2010. Riset menunjukan bahwa premenstrual syndrome menjadi lebih bermasalah di awal dan akhir fase siklus reproduksi yaitu pada pubertas dan menopause Freeman dalam Tanjung, 2009. Sesuai dengan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa premenstrual syndrome dapat terjadi pada wanita dengan usia produktif. 2. Karakteristik responden berdasarkan aktivitas olahraga Sebagian besar responden memiliki aktivitas olahraga rutin namun masih ada responden yang memiliki kebiasaan olahraga yang tidak rutin yaitu sebanyak 51 responden 41,5. Lubis 2013, menyatakan bahwa kurang olahraga dapat memperberat gejala premenstrual syndrome . Hal ini juga sesuai dengan Saryono 2009, yang menyatakan bahwa membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur dapat meringankan gejala premenstrual syndrome . Menurut Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga 2012, olahraga dan kesehatan sering dikaitkan, terutama untuk mencapai derajat kesehatan yang standar idealnya dibutuhkan waktu sebanyak 20-30 menit dengan frekuensi 3-5 kali seminggu commit to user 6 3. Karakteristik responden berdasarkan kebiasaan makan Sebagian besar remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda namun masih ada remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang tidak mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda yaitu sebanyak 48 responden 39. Hal ini sejalan dengan teori menurut Lubis 2013 yang menyatakan bahwa faktor kebiasaan makan seperti kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu memperberat gejala premenstrual syndrome . Menurut Saryono 2009, jenis makanan yang direkomendasikan bagi penderita premenstrual syndrome bervariasi pada setiap wanita. Penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia. B. Pengetahuan Premenstrual Syndrome Remaja putri di SMA N 5 Surakarta menunjukkan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 70 responden 56,9. Responden yang pengetahuannya termasuk dalam kategori baik maupun cukup sudah mampu menjawab pernyataan yang diberikan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh faktor tahapan perkembangan remaja dimana remaja putri di SMA N 5 Surakarta sebagian termasuk dalam kategori remaja tengah. Remaja tengah memiliki pola pikir yang lebih matang dibandingkan dengan remaja awal dimana kisaran umur remaja awal adalah 12-15 tahun dan remaja tengah 15-18 tahun. Hal ini sesuai menurut Budiman dan Riyanto 2013, yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Hasil wawancara yang dilakukan pada responden yaitu responden mengatakan sudah pernah mendapatkan penyuluhan terkait dengan kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang premenstrual syndrome, mendapat informasi dari teman yang pernah mengalaminya, serta dari hasil membaca buku maupun majalah. Selain itu pada mata pelajaran Bimbingan dan Konseling, bapak dan ibu guru memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi, memberikan nasehat- nasehat, alternatif jawaban tentang masalah yang dihadapi oleh siswi baik didalam kelas maupun diluar kelas atau di luar jam mata pelajaran tersebut. Hasil penelitian menunjukkan masih ada responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 24 responden 19,5. Berdasarkan data penelitian hal ini karna terdapat remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang termasuk dalam tahapan remaja awal, sesuai menurut Kartono yang menyatakan pada masa remaja awal 12-15 tahun, remaja sering merasa sunyi, ragu- ragu, dan tidak stabil. Selain itu, commit to user 7 Agbaria dkk 2011, menyatakan bahwa remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti halnya pada remaja tengah maupun akhir. Pengetahuan yang baik tentang premenstrual syndrome diharapkan remaja putri siap dalam menghadapi premenstrual syndrome serta dapat melakukan penanganan premenstrual syndrome setiap bulannya dengan benar, sehingga dapat meringankan gejala-gejala premenstrual syndrome. Hal ini sesuai dengan Widyastuti dalam Zulaikha 2010, yang menyatakan bahwa pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkannya. C. Derajat Premenstrual syndrome Sebagian besar siswi kelas X SMA N 5 Surakarta termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 81 responden 65,9, hal ini dikarenakan pengetahuan responden terkait dengan premenstrual syndrome termasuk dalam kategori cukup. Data penelitian menunjukkan responden dengan kategori derajat premenstrual syndrome berat dapat disebabkan oleh masih adanya responden yang memiliki pengetahuan kurang terkait dengan premenstrual syndrome , memiliki aktivitas olahraga yang tidak rutin, serta memiliki kebiasaan makan yang sering mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu. Hal ini didukung dengan teori menurut Lubis 2013, yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya gejala premenstrual syndrome antara lain usia, stresor, kebiasaan makan, kekurangan gizi, kebiasaan merokok dan kegiatan fisik yang berat dan kurang olahraga.

D. Hubungan Pengetahuan Remaja