Hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di sma n 5 Surakarta Jurnal

(1)

commit to user

1

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PREMENSTRUALSYNDROME DENGAN DERAJAT PREMENSTRUAL

SYNDROME DI SMA N 5 SURAKARTA Husniyati Sajalia *)

Program Studi DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

*) email: sajalia@gmail.com Abstrak

Latar Belakang: Pengetahuan tentang premenstrual syndrome erat kaitannya dengan kemampuan mengetahui derajat premenstrual syndrome untuk remaja putri guna menangani gejala premenstrual syndrome yang dialami. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang

premenstrualsyndrome dengan derajat premenstrual syndrome.

Metode: Jenis penelitian kuantitatif dengan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan proportionate

random sampling sejumlah 123 responden. Instrumen penelitian menggunakan

kuesioner. Analisis data menggunakan uji kendall-tau (t) dengan bantuan SPSS. Hasil: Pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta sebagian besar dalam katagori cukup yaitu 70 responden (56,9%) dan untuk derajat premenstrual syndrome sebagian besar dalam katagori sedang yaitu 81 responden (65,9%). Hasil analisis dengan uji kendall-tau (t) diperoleh nilai nilai R= 0.470 dan nilai p= 0.000.

Kesimpulan: Ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual

syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta.

Correlation Between Female Adolescents’ Knowledge Of Premenstrual

Syndrome And Premenstrual Syndrome Level At State Senior Secondary School 5 Of Surakarta

Abstract

Background: Knowledge of premenstrual syndrome is closely related to the female adolescent’s ability to know the pre-menstrual syndrome level as to deal with the pre-menstrual syndrome symptoms that they experience. Objective to investigate the female adolescents’ knowledge of premenstrual syndrome and the premenstrual syndrome level.

Method: This research used the observational analytical quantitative method with the cross-sectional design. The samples of research consisted of 123 respondents and were taken by using the proportionate random sampling. The data of research were collected through questionnaire and statistically analyzed by using the


(2)

commit to user

2

Result: 70 respondents (56.9%) had the knowledge of pre-menstrual syndrome in the fair category, and 81 respondents (65.9%) had the pre-menstrual syndrome level in the medium category. The result of analysis with the Kendall-Tau (t) formula shows that the value of R was 0.470, and the p-value was 0.000.

Conclusion: There was a correlation between the female adolescents’ knowledge of premenstrual syndrome and the premenstrual syndrome level at State Senior Secondary School 5 of Surakarta.

PENDAHULUAN

Premenstrual syndrome adalah

kumpulan gejala fisik, emosional, psikologis yang dialami wanita selama fase luteal setiap siklus menstruasi (7-14 hari menjelang menstruasi). Sekitar 75% wanita mengeluhkan gejala premenstrual

syndrome dan 30% wanita

memerlukan pengobatan (Nurmiaty dkk, 2011). Sekitar 80% hingga 95% perempuan antara 16-45 tahun mengalami gejala-gejala

premenstrual syndrome yang dapat

mengganggu (Wijaya dalam Zulaikha, 2010).

Menurut Hapsari dalam Irwana (2010), premenstrual syndrome

sangat mengganggu karena hampir semua perempuan mengalaminya. Namun, banyak juga perempuan yang mengalami kesulitan untuk mengenali

premenstrual syndrome terutama bagi

mereka yang baru mengenal konsep

premenstrual syndrome. Oleh karena

itu, pengetahuan tentang

premenstrual syndrome erat kaitannya

dengan kemampuan mengetahui derajat premenstrual syndrome untuk wanita guna menangani gejala

premenstrual syndrome yang

dialaminya.

Hasil studi pendahuluan di SMA N 5 Surakarta, dengan melakukan wawancara terhadap 10 siswi di SMA N 5 Surakarta, semua remaja putri yang sudah menstruasi mengalami gejala premestrual

syndrome, serta dapat diketahui

bahwa remaja putri sudah mengetahui tentang premestrual syndrome,

mengetahui gejala-gejala premestrual

syndrome, maupun

penatalaksanaannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada siswi di SMA N 5 Surakarta dengan judul “Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Premenstrual

Syndrome dengan Derajat

Premenstrual Syndrome”.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian kuantitatif menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional. Penellitian ini dilakukan di

SMA N 5 Surakarta pada bulan Desember 2014 - Mei 2015.

Populasi aktual dalam penelitian ini adalah siswi kelas X

SMA N 5 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 176 siswi dan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah proportionate

random sampling dengan jumlah

sampel 123 responden.. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang diberikan kepada responden untuk mengukur tingkat pengetahuan


(3)

commit to user

3

premenstrual syndrome dan kuesioner

untuk mengetahui derajat

premenstrual syndrome. Kuesioner

pengetahuan premenstrual syndrome

dan derajat premenstrual syndrome

masing-masing berjumlah 31 pernyataan yang telah melalui uji validitas dengan menggunakan rumus

pearson product moment. Uji

validitas dan reliabilitas dilaksanakan di SMA N 6 Surakarta pada tanggal 1 April 2015. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan rumus korelasi kendall-tau (t) dengan bantuan komputerisasi. HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi tahapan perkembangan remaja No Tahapan Frekuensi Persentase (%)

1 Remaja awal 54 43,9

2 Remaja tengah 69 56,1

3 Remaja akhir 0 0

Jumlah 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta berada pada

tahapan remaja tengah yaitu sebanyak 69 responsen dengan persentase 56,1%.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi aktivitas olahraga

No Aktivitas Olahraga Frekuensi Persentase (%)

1 Rutin 72 58,5

2 Tidak rutin 51 41,5

Jumlah 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas olahraga putri remaja kelas X di SMA N 5 Surakarta

dalam kategori rutin yaitu sebanyak 72 responden (58,5%).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kebiasaan makan

No Kebiasaan Makan Frekuensi Persentase (%) 1 Siswi yang mengurangi konsumsi gula, garam,

kopi, teh, serta minuman besoda 75 61 2 Siswi yang tidak mengurangi konsumsi gula,

garam, kopi, teh, serta minuman besoda 48 39

Jumlah 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta mengurangi konsumsi

gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda yaitu sebanyak 75 responden dengan persentase 61%.


(4)

commit to user

4

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pengetahuan premenstrual syndrome

No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 29 23,6

2 Cukup 70 56,9

3 Kurang 24 19,5

Jumlah 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta

tentang premenstrual syndrome dalam kategori cukup yaitu sebanyak 70 responden dengan persentase 56,9%. Tabel 4.5 Distribusi frekuensi derajat premenstrual syndrome

No Derajat premenstrual syndrome Frekuensi Persentase (%)

1 Ringan 37 30,1

2 Sedang 81 65,9

3 Berat 5 4.1

Jumlah 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar derajat premenstrual

syndrome pada siswi kelas X di SMA

N 5 Surakarta dalam kategori sedang sebanyak 81 responden dengan persentase 65,9%.

B. Analisis Bivariat

Tabel 4.6 Tabulasi silang data dan uji statistik hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome

Derajat premenstrual syndrome

Jumlah R p

Ringan Sedang Berat

N % N % N % N %

Pengetahu-an remaja

putri tentang

premenstr-ual syndrome

Baik 22 17,89 7 5,69 0 0 29 23,58

Cukup 14 11,38 54 43,90 2 1,63 70 56,91 Kurang 1 0,81 20 16,26 3 2,44 24 19,51

0.470 0.000

Jumlah 37 81 5 123 100

Sumber: Data Primer, 2015

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai R adalah 0.470 dan nilai p adalah 0.000. Nilai p < 0.05 maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti bahwa “Ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual

syndrome dengan derajat

premenstrual syndrome di SMA N 5

Surakarta. Nilai R 0.470 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome


(5)

commit to user

5 dengan derajat premenstrual

syndrome di SMA N 5 Surakarta

dalam kategori sedang.

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan cukup dan derajat premenstrual

syndrome termasuk dalam kategori

sedang yaitu sebanyak 54 responden (43,90%).

PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden

1. Karakteristik responden berdasarkan tahapan perkembangan remaja

Kisaran umur remaja awal di SMA N 5 Surakarta adalah 14-15 tahun, sedangkan remaja tengah umurnya berkisar antara 16-17 tahun. Data penelitian ini sesuai menurut Sarwono (2006), yang menyatakan bahwa ada 3 tahap perkembangan remaja, yaitu : Remaja awal (remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun), remaja tengah (13-15 tahun), dan remaja akhir (16-19 tahun). Menurut Anggrajani (2011), bertambahnya umur, pengalaman hidup semakin banyak, yang mana hal ini akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap gejala premenstrual yang dialaminya.

Remaja awal memiliki gejala gangguan emosi dan gangguan perilaku yang lebih banyak

daripada remaja tengah maupun akhir. Hal ini dikarenakan remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti remaja tengah maupun akhir (Agbaria dkk, 2012). Menurut Notoatmodjo (2010) pada masa remaja, labilnya emosi menyebabkan seorang mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu.

Premenstrual syndrome

dialami oleh semua wanita dari awal masa remaja hingga dewasa, dan berakhir pada masa menopause (Elvira, 2010). Riset menunjukan bahwa premenstrual

syndrome menjadi lebih

bermasalah di awal dan akhir fase siklus reproduksi yaitu pada pubertas dan menopause (Freeman dalam Tanjung, 2009). Sesuai dengan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa premenstrual

syndrome dapat terjadi pada wanita

dengan usia produktif. 2. Karakteristik responden

berdasarkan aktivitas olahraga Sebagian besar responden memiliki aktivitas olahraga rutin namun masih ada responden yang memiliki kebiasaan olahraga yang tidak rutin yaitu sebanyak 51 responden (41,5%).

Lubis (2013), menyatakan bahwa kurang olahraga dapat memperberat gejala premenstrual

syndrome. Hal ini juga sesuai

dengan Saryono (2009), yang

menyatakan bahwa membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur dapat meringankan gejala

premenstrual syndrome. Menurut

Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (2012), olahraga dan kesehatan sering dikaitkan, terutama untuk mencapai derajat kesehatan yang standar idealnya dibutuhkan waktu sebanyak 20-30 menit dengan frekuensi 3-5 kali seminggu


(6)

commit to user

6 3. Karakteristik responden

berdasarkan kebiasaan makan Sebagian besar remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda namun masih ada remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang tidak mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda yaitu sebanyak 48 responden (39%). Hal ini sejalan dengan teori menurut Lubis (2013) yang menyatakan bahwa faktor kebiasaan makan seperti kadar gula tinggi, garam, kopi, teh,

coklat, minuman bersoda, dan susu memperberat gejala premenstrual

syndrome.

Menurut Saryono (2009), jenis makanan yang direkomendasikan bagi penderita

premenstrual syndrome bervariasi

pada setiap wanita. Penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia.

B. Pengetahuan Premenstrual Syndrome

Remaja putri di SMA N 5 Surakarta menunjukkan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 70 responden (56,9%). Responden yang pengetahuannya termasuk dalam kategori baik maupun cukup sudah mampu menjawab pernyataan yang diberikan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh faktor tahapan perkembangan remaja dimana remaja putri di SMA N 5 Surakarta sebagian termasuk dalam kategori remaja tengah. Remaja tengah memiliki pola pikir yang lebih matang dibandingkan dengan remaja awal dimana kisaran umur remaja awal adalah 12-15 tahun dan remaja tengah 15-18 tahun. Hal ini sesuai menurut Budiman dan Riyanto (2013), yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Hasil wawancara yang dilakukan pada responden yaitu

responden mengatakan sudah pernah mendapatkan penyuluhan terkait dengan kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang premenstrual

syndrome, mendapat informasi dari

teman yang pernah mengalaminya, serta dari hasil membaca buku maupun majalah. Selain itu pada mata pelajaran Bimbingan dan Konseling, bapak dan ibu guru memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi, memberikan nasehat-nasehat, alternatif jawaban tentang masalah yang dihadapi oleh siswi baik didalam kelas maupun diluar kelas atau di luar jam mata pelajaran tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan masih ada responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 24 responden (19,5%). Berdasarkan data penelitian hal ini karna terdapat remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang termasuk dalam tahapan remaja awal, sesuai menurut Kartono yang menyatakan pada masa remaja awal (12-15 tahun), remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, dan tidak stabil. Selain itu,


(7)

commit to user

7 Agbaria dkk (2011), menyatakan bahwa remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti halnya pada remaja tengah maupun akhir.

Pengetahuan yang baik tentang

premenstrual syndrome diharapkan

remaja putri siap dalam menghadapi

premenstrual syndrome serta dapat

melakukan penanganan premenstrual

syndrome setiap bulannya dengan

benar, sehingga dapat meringankan gejala-gejala premenstrual syndrome.

Hal ini sesuai dengan Widyastuti dalam Zulaikha (2010), yang menyatakan bahwa pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkannya. C. Derajat Premenstrual syndrome

Sebagian besar siswi kelas X SMA N 5 Surakarta termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 81 responden (65,9%), hal ini dikarenakan pengetahuan responden terkait dengan premenstrual

syndrome termasuk dalam kategori

cukup.

Data penelitian menunjukkan responden dengan kategori derajat

premenstrual syndrome berat dapat

disebabkan oleh masih adanya responden yang memiliki pengetahuan kurang terkait dengan

premenstrual syndrome, memiliki

aktivitas olahraga yang tidak rutin, serta memiliki kebiasaan makan yang sering mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu. Hal ini didukung dengan teori menurut Lubis (2013), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya gejala premenstrual

syndrome antara lain usia, stresor,

kebiasaan makan, kekurangan gizi, kebiasaan merokok dan kegiatan fisik yang berat dan kurang olahraga. D. Hubungan Pengetahuan Remaja

Putri tentang Premenstrual Syndrome dengan Derajat Premenstrual Syndrome

Tabel 4.6 menunjukkan hasil sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup dengan derajat

premenstrual syndrome sedang

sebanyak 54 responden (43,9%), responden yang memiliki pengetahuan baik dengan derajat

premenstrual syndrome ringan

sebanyak 22 responden (17,89%), dan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan derajat

premenstrual syndrome berat

sebanyak 3 responden (2,44%).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih ada responden yang memiliki pengetahuan baik namun termasuk dalam kategori derajat premenstrual

syndrome sedang yaitu sebanyak 7

responden (5,69%) dan masih ada responden yang pengetahuannya cukup yang termasuk dalam kategori derajat premenstrual syndrome berat sebanyak 2 responden (1,63%). Berdasarkan data penelitian hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang sering mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu. Selain itu terdapat


(8)

commit to user

8 responden dengan pegetahuan kurang namun termasuk dalam kategori derajat premenstrual syndrome ringan yaitu sebanyak 1 responden (0,81%), berdasarkan data penelitian hal ini dikarenakan responden tersebut termasuk dalam tahapan remaja tengah yang mana pola pikir remaja tengah lebih matang dari pada remaja awal (Agbaria dkk, 2012). Selain itu, hal tersebut juga dapat disebabkan oleh faktor kebiasaan makan, responden memiliki kebiasaan mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu sehingga dengan kebiasaan tersebut dan dibarengi dengan olahraga yang teratur dapat meringankan gejala

premenstrual syndrome yang

dialaminya. Hal ini sesuai dengan Saryono (2009), yang menyatakan bahwa penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia.

Membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur, olahraga seperti berenang dan berjalan kaki, tarik nafas dalam dan releksasi juga meringankan rasa tidak nyaman.

Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan premenstrual

syndrome. Berolahraga dapat

menurunkan stres dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolahraga ketika mereka mengalami

premenstrual syndrome dapat

membantu relaksasi dan tidur di malam hari (Saryono, 2009).

Hasil analisis data yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan

premenstrual syndrome dengan

derajat premenstrual syndrome

menggunakan uji korelasi statistik

kendall-tau (t) didapakan nilai R

adalah 0,470 dan p= 0.000. Nilai p < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual

syndrome dengan derajat

premenstrual syndrome di SMA N 5

Surakarta. Nilai R = 0,470 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome

dengan derajat premenstrual

syndrome di SMA N 5 Surakarta

dalam kategori sedang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang premenstrual

syndrome di SMA N 5 sebagian besar

dalam kategori cukup yaitu 70 responden (56,9%). Derajat

premenstrual syndrome di SMA N 5

Surakarta sebagian besar dalam

kategori sedang yaitu 81 responden (65,9%). Dari hasil analisis statistik menggunakan rumus korelasi

kendall-tau (t) diperoleh nilai R= 0.470 dan

p= 0.000. Nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang

premenstrual syndrome dengan

derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta. Nilai R= 0.470


(9)

commit to user

9

menunjukkan kekuatan hubungan dalam kategori sedang. Saran

1. Bagi institusi

Bagi institusi khususnya guru BK SMA N 5 Surakarta agar dapat memberikan informasi seperti konseling maupun penyuluhan secara rutin terkait dengan kesehatan reproduksi kepada siswi khususnya tentang

premenstrual syndrome dengan

bekerja sama dengan petugas kesehatan.

2. Bagi remaja

Bagi para remaja putri yang masih mengalami gejala

premenstrual syndrome

diharapkan dapat melakukan olahraga secara rutin,

mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, dan minuman besoda menjelang menstruasi sehingga dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome. 3. Bagi peneliti

Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menambahkan beberapa faktor lain yang berhubungan dengan

premenstrual syndrome seperti

faktor stressor, status gizi, kurang olahraga dan jenis olahraga yang dapat mempengaruhi premenstrual

syndrome, serta kegiatan fisik

yang berat. DAFTAR PUSTAKA

Anggrajini F., 2011. Korelasi faktor risiko dengan derajat keparahan

Premenstrual Syindrome pada

Dokter Perempuan.

http://journal.unair.ac.id/filerPD F/Risk%20Factor%20and%20S everity%20on%20PMS_fenny.p df (8 Juli 2015).

Anna LK., 2013. Berapa Frekuensi Ideal Olahraga dalam Seminggu.

http://health.kompas.com/read/2 013/07/08/1154569/Berapa.Fre kuensi.Ideal.Olahraga.dalam.Se minggu (28 Januari 2015).. Budiman dan Riyanto., 2013. Kapita

Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika. pp 3-6.

Elfira SD., 2010. Sindrom Pra-menstruasi, Normalkah?.

http://obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=35 (28 Januari 2015).

Kasdu D., 2008. Solusi Problem

Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa

Swara. pp 17-8.

Lubis N., 2013. Psikologi Kespro

Wanita dan Perkembangan

Reproduksinya. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. pp 22-3.

Notoatmodjo S., 2010. Promosi

Kesehatan dan Ilmu P erilaku.

Jakarta: Rineka Cipta. pp 27. Numiaty dkk., 2011. Perilaku Makan

dengan Kejadian Sindrom

Premenstruasi pada Remaja. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 27 No 2. pp 75-82.

Riwidikdo H., 2010. Statistik

Kesehatan.Yogyakarta: Mitra

Cendekia Press. pp 139-55. Saryono & Sejati W., 2009. Sindrom

Pramenstruasi: Mengungkap

Tabir Sensitifitas Perasaan


(10)

commit to user

10 Yogyakarta: Nuha Medika. pp 49-71.

Sugiyono., 2012. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta. pp 102. Tanjung AS., 2009. Hubungan antara

Asupan Zat Gizi dengan

Derajat premenstrual syndrome (P MS) Wanita Usia Subur pada

Mahasiswi UNS. Universitas

Sebelas Maret.

Wijayanti F., 2014. Hubungan

Pengetahuan Dengan Sikap

Dalam Menghadapi

Premenstrual Syndrome Pada

Siswi SMA Negeri 1

Kedunggalar.

http://digilib.stikes-aisyiyah.ac.id/gdl.php?mod=bro wse&op=read&id=stkaisyiyahs ka--fitriawija-181 (22 Januari 2015).

Wiknjosastro., 2010. Ilmu

Kandungan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp 103-4

Zulaikha., 2010. Hubungan

pengetahuan kesehatan

reproduksi remaja putri

terhadap sikap menghadapi

premenstrual syndrome di SMA

N 5 surakarta. Universitas


(1)

commit to user

5 dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta dalam kategori sedang.

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan cukup dan derajat premenstrual syndrome termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 54 responden (43,90%).

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

1. Karakteristik responden

berdasarkan tahapan

perkembangan remaja

Kisaran umur remaja awal di SMA N 5 Surakarta adalah 14-15 tahun, sedangkan remaja tengah umurnya berkisar antara 16-17 tahun. Data penelitian ini sesuai menurut Sarwono (2006), yang menyatakan bahwa ada 3 tahap perkembangan remaja, yaitu : Remaja awal (remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun), remaja tengah (13-15 tahun), dan remaja akhir (16-19 tahun). Menurut Anggrajani (2011), bertambahnya umur, pengalaman hidup semakin banyak, yang mana hal ini akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap gejala premenstrual yang dialaminya.

Remaja awal memiliki gejala gangguan emosi dan gangguan perilaku yang lebih banyak

daripada remaja tengah maupun akhir. Hal ini dikarenakan remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti remaja tengah maupun akhir (Agbaria dkk, 2012). Menurut Notoatmodjo (2010) pada masa remaja, labilnya emosi menyebabkan seorang mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu.

Premenstrual syndrome dialami oleh semua wanita dari awal masa remaja hingga dewasa, dan berakhir pada masa menopause (Elvira, 2010). Riset menunjukan bahwa premenstrual syndrome menjadi lebih bermasalah di awal dan akhir fase siklus reproduksi yaitu pada pubertas dan menopause (Freeman dalam Tanjung, 2009). Sesuai dengan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa premenstrual syndrome dapat terjadi pada wanita dengan usia produktif. 2. Karakteristik responden

berdasarkan aktivitas olahraga Sebagian besar responden memiliki aktivitas olahraga rutin namun masih ada responden yang memiliki kebiasaan olahraga yang tidak rutin yaitu sebanyak 51 responden (41,5%).

Lubis (2013), menyatakan bahwa kurang olahraga dapat memperberat gejala premenstrual syndrome. Hal ini juga sesuai dengan Saryono (2009), yang

menyatakan bahwa membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur dapat meringankan gejala premenstrual syndrome. Menurut Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (2012), olahraga dan kesehatan sering dikaitkan, terutama untuk mencapai derajat kesehatan yang standar idealnya dibutuhkan waktu sebanyak 20-30 menit dengan frekuensi 3-5 kali seminggu


(2)

commit to user

6 3. Karakteristik responden

berdasarkan kebiasaan makan Sebagian besar remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda namun masih ada remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang tidak mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, serta minuman besoda yaitu sebanyak 48 responden (39%). Hal ini sejalan dengan teori menurut Lubis (2013) yang menyatakan bahwa faktor kebiasaan makan seperti kadar gula tinggi, garam, kopi, teh,

coklat, minuman bersoda, dan susu memperberat gejala premenstrual syndrome.

Menurut Saryono (2009),

jenis makanan yang

direkomendasikan bagi penderita premenstrual syndrome bervariasi pada setiap wanita. Penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia.

B. Pengetahuan Premenstrual

Syndrome

Remaja putri di SMA N 5 Surakarta menunjukkan sebagian besar mempunyai pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 70 responden (56,9%). Responden yang pengetahuannya termasuk dalam kategori baik maupun cukup sudah mampu menjawab pernyataan yang diberikan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh faktor tahapan perkembangan remaja dimana remaja putri di SMA N 5 Surakarta sebagian termasuk dalam kategori remaja tengah. Remaja tengah memiliki pola pikir yang lebih matang dibandingkan dengan remaja awal dimana kisaran umur remaja awal adalah 12-15 tahun dan remaja tengah 15-18 tahun. Hal ini sesuai menurut Budiman dan Riyanto (2013), yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Hasil wawancara yang dilakukan pada responden yaitu

responden mengatakan sudah pernah mendapatkan penyuluhan terkait dengan kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang premenstrual syndrome, mendapat informasi dari teman yang pernah mengalaminya, serta dari hasil membaca buku maupun majalah. Selain itu pada mata pelajaran Bimbingan dan Konseling, bapak dan ibu guru memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi, memberikan nasehat-nasehat, alternatif jawaban tentang masalah yang dihadapi oleh siswi baik didalam kelas maupun diluar kelas atau di luar jam mata pelajaran tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan masih ada responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sebanyak 24 responden (19,5%). Berdasarkan data penelitian hal ini karna terdapat remaja putri kelas X di SMA N 5 Surakarta yang termasuk dalam tahapan remaja awal, sesuai menurut Kartono yang menyatakan pada masa remaja awal (12-15 tahun), remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, dan tidak stabil. Selain itu,


(3)

commit to user

7 Agbaria dkk (2011), menyatakan bahwa remaja awal belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan seperti halnya pada remaja tengah maupun akhir.

Pengetahuan yang baik tentang premenstrual syndrome diharapkan remaja putri siap dalam menghadapi premenstrual syndrome serta dapat melakukan penanganan premenstrual syndrome setiap bulannya dengan

benar, sehingga dapat meringankan gejala-gejala premenstrual syndrome. Hal ini sesuai dengan Widyastuti dalam Zulaikha (2010), yang menyatakan bahwa pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkannya.

C. Derajat Premenstrual syndrome

Sebagian besar siswi kelas X SMA N 5 Surakarta termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 81 responden (65,9%), hal ini dikarenakan pengetahuan responden terkait dengan premenstrual syndrome termasuk dalam kategori cukup.

Data penelitian menunjukkan responden dengan kategori derajat premenstrual syndrome berat dapat disebabkan oleh masih adanya responden yang memiliki pengetahuan kurang terkait dengan

premenstrual syndrome, memiliki aktivitas olahraga yang tidak rutin, serta memiliki kebiasaan makan yang sering mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu. Hal ini didukung dengan teori menurut Lubis (2013), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya gejala premenstrual syndrome antara lain usia, stresor, kebiasaan makan, kekurangan gizi, kebiasaan merokok dan kegiatan fisik yang berat dan kurang olahraga.

D. Hubungan Pengetahuan Remaja

Putri tentang Premenstrual

Syndrome dengan Derajat

Premenstrual Syndrome

Tabel 4.6 menunjukkan hasil sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup dengan derajat premenstrual syndrome sedang sebanyak 54 responden (43,9%), responden yang memiliki pengetahuan baik dengan derajat premenstrual syndrome ringan sebanyak 22 responden (17,89%), dan responden yang memiliki pengetahuan kurang dengan derajat premenstrual syndrome berat sebanyak 3 responden (2,44%).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih ada responden yang memiliki pengetahuan baik namun termasuk dalam kategori derajat premenstrual syndrome sedang yaitu sebanyak 7 responden (5,69%) dan masih ada responden yang pengetahuannya cukup yang termasuk dalam kategori derajat premenstrual syndrome berat sebanyak 2 responden (1,63%). Berdasarkan data penelitian hal ini dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang sering mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu. Selain itu terdapat


(4)

commit to user

8 responden dengan pegetahuan kurang namun termasuk dalam kategori derajat premenstrual syndrome ringan yaitu sebanyak 1 responden (0,81%), berdasarkan data penelitian hal ini dikarenakan responden tersebut termasuk dalam tahapan remaja tengah yang mana pola pikir remaja tengah lebih matang dari pada remaja awal (Agbaria dkk, 2012). Selain itu, hal tersebut juga dapat disebabkan oleh faktor kebiasaan makan, responden memiliki kebiasaan mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung kadar gula tinggi, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, dan susu sehingga dengan kebiasaan tersebut dan dibarengi dengan olahraga yang teratur dapat meringankan gejala premenstrual syndrome yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan Saryono (2009), yang menyatakan bahwa penurunan asupan gula, garam dan karbohidrat dapat mencegah edema, penurunan konsumsi kafein, teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia.

Membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur, olahraga seperti berenang dan berjalan kaki, tarik nafas dalam dan releksasi juga meringankan rasa tidak nyaman.

Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan premenstrual syndrome. Berolahraga dapat menurunkan stres dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolahraga ketika mereka mengalami premenstrual syndrome dapat membantu relaksasi dan tidur di malam hari (Saryono, 2009).

Hasil analisis data yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome menggunakan uji korelasi statistik kendall-tau (t) didapakan nilai R adalah 0,470 dan p= 0.000. Nilai p < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta. Nilai R = 0,470 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta dalam kategori sedang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome di SMA N 5 sebagian besar dalam kategori cukup yaitu 70 responden (56,9%). Derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta sebagian besar dalam

kategori sedang yaitu 81 responden (65,9%). Dari hasil analisis statistik menggunakan rumus korelasi kendall-tau (t) diperoleh nilai R= 0.470 dan p= 0.000. Nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan remaja putri tentang premenstrual syndrome dengan derajat premenstrual syndrome di SMA N 5 Surakarta. Nilai R= 0.470


(5)

commit to user

9

menunjukkan kekuatan hubungan dalam kategori sedang.

Saran

1. Bagi institusi

Bagi institusi khususnya guru BK SMA N 5 Surakarta agar dapat memberikan informasi seperti konseling maupun penyuluhan secara rutin terkait dengan kesehatan reproduksi kepada siswi khususnya tentang premenstrual syndrome dengan bekerja sama dengan petugas kesehatan.

2. Bagi remaja

Bagi para remaja putri yang masih mengalami gejala premenstrual syndrome diharapkan dapat melakukan olahraga secara rutin,

mengurangi konsumsi gula, garam, kopi, teh, dan minuman besoda menjelang menstruasi sehingga dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome. 3. Bagi peneliti

Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menambahkan beberapa faktor lain yang berhubungan dengan premenstrual syndrome seperti faktor stressor, status gizi, kurang olahraga dan jenis olahraga yang dapat mempengaruhi premenstrual syndrome, serta kegiatan fisik yang berat.

DAFTAR PUSTAKA

Anggrajini F., 2011. Korelasi faktor risiko dengan derajat keparahan Premenstrual Syindrome pada

Dokter Perempuan.

http://journal.unair.ac.id/filerPD F/Risk%20Factor%20and%20S everity%20on%20PMS_fenny.p df (8 Juli 2015).

Anna LK., 2013. Berapa Frekuensi Ideal Olahraga dalam Seminggu.

http://health.kompas.com/read/2 013/07/08/1154569/Berapa.Fre kuensi.Ideal.Olahraga.dalam.Se minggu (28 Januari 2015).. Budiman dan Riyanto., 2013. Kapita

Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. pp 3-6.

Elfira SD., 2010. Sindrom Pra-menstruasi, Normalkah?.

http://obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=35 (28 Januari 2015).

Kasdu D., 2008. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara. pp 17-8.

Lubis N., 2013. Psikologi Kespro Wanita dan Perkembangan Reproduksinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. pp 22-3.

Notoatmodjo S., 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu P erilaku. Jakarta: Rineka Cipta. pp 27. Numiaty dkk., 2011. Perilaku Makan

dengan Kejadian Sindrom

Premenstruasi pada Remaja.

Berita Kedokteran Masyarakat

Vol 27 No 2. pp 75-82.

Riwidikdo H., 2010. Statistik Kesehatan.Yogyakarta: Mitra Cendekia Press. pp 139-55. Saryono & Sejati W., 2009. Sindrom

Pramenstruasi: Mengungkap Tabir Sensitifitas Perasaan Menjelang Menstruasi.


(6)

commit to user

10 Yogyakarta: Nuha Medika. pp 49-71.

Sugiyono., 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. pp 102. Tanjung AS., 2009. Hubungan antara

Asupan Zat Gizi dengan Derajat premenstrual syndrome (P MS) Wanita Usia Subur pada Mahasiswi UNS. Universitas Sebelas Maret.

Wijayanti F., 2014. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap

Dalam Menghadapi

Premenstrual Syndrome Pada Siswi SMA Negeri 1 Kedunggalar.

http://digilib.stikes-aisyiyah.ac.id/gdl.php?mod=bro wse&op=read&id=stkaisyiyahs ka--fitriawija-181 (22 Januari 2015).

Wiknjosastro., 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp 103-4

Zulaikha., 2010. Hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri terhadap sikap menghadapi premenstrual syndrome di SMA N 5 surakarta. Universitas Sebelas Maret.