Risiko Kredit Landasan Teori .1

22

2.1.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain logaritma natural total aset Nasution dan Setiawan, 2007 dan Kimathi et al., 2015, logaritma natural total penjualan Nuryaman, 2008, kapitalisasi pasar Halim, dkk. 2005. Foedz 1994 dalam Mardiyah 2001 menjelaskan bahwa pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar large firms, perusahaan sedang medium firms, perusahaan kecil small firms. Penentuan ukuran perusahaan ini adalah berdasarkan kepada total aset perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow di masa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator pemerintah akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum.

2.1.9 Risiko Kredit

Pengertian kredit menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, adalah penyediaan uang atau tagihan dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 23 Pengertian risiko kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1125PBI2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit timbul akibat debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada bank yang mengakibatkan bank menderita kerugian. Aset perbankan yang diperhitungkan dengan bobot persentase tertentu sebagai faktor risiko adalah Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR. Ketentuan persentase faktor risiko pada masing-masing aset sebagai dasar perhitungan ATMR telah ditentukan melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 523DPNP tanggal 29 September 2003. Pada aturan tersebut, kredit yang diberikan kepada pihak lain termasuk ke dalam kelompok aset yang mempunyai bobot risiko 100 persen. Hal ini berarti bahwa risiko kredit merupakan risiko tertinggi dalam perbankan. Pengukuran risiko berhubungan dengan pengukuran return, karena bank menghadapi risiko yang mungkin timbul disebabkan dalam rangka mendapatkan return Mawardi, 2005 Rasio keuangan yang digunakan dalam mengukur risiko kredit adalah Non Peforming Loan NPL. NPL menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah, sehingga semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit bank atau mengindikasikan bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi. Bank sebaiknya mengontrol kebijakan kreditnya untuk menekan rasio NPL Lata, 2014. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 131PBI2011 tentang Penilaian Tingkat 24 Kesehatan Bank Umum menyatakan bahwa apabila nilai NPL lebih tinggi dari 5, maka bank dikatakan tidak sehat. 2.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, tinjauan pustaka, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini, maka dapat dinyatakan rumusan hipotesis sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan Leverage merupakan kebijakan perusahaan dalam menentukan proporsi pendanaan utang untuk membiayai kebutuhan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston 2007:523 semakin bertambahnya utang maka risiko keuangan yaitu biaya kebangkrutan juga akan meningkat, namun masih bisa ditutupi dengan penghematan pajak apabila pemanfaatan utang tersebut belum mencapai titik optimal. Berdasarkan trade off theory posisi utang yang optimal adalah penambahan manfaat dari utang yang seimbang dengan biaya kebangkrutan yang timbul, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi apabila jumlah utang masih bertambah, sehingga manfaat dari utang lebih kecil seiring semakin meningkatnya biaya kebangkrutan, akan memperbesar risiko keuangan dan akan menimbulkan kondisi kesulitan serta menurunnya nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo dan Aisjah 2012 menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian Afza dan Tahir 2012, Chen 2011 dan Susanti 2010 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. 25 Penggunaan utang dalam membiayai investasi perusahaan akan memunculkan risiko keuangan. Risiko keuangan merupakan kemungkinan yang akan terjadi apabila perusahaan tidak dapat menutupi biaya yang timbul akibat utang yang berupa bunga Susanti, 2010:33. Penggunaan utang pada tingkat dimana pembayaran angsuran dan beban bunga lebih besar daripada manfaat utang, maka akan menurunkan nilai perusahaan karena akan meningkatkan risiko perusahaan dan dapat menyebabkan financial distress Agustina, 2008:66. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H 1 : Leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan

2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan