Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan kolonial Belanda pada abad 19 telah mengubah sistem pertanian pangan menjadi sistem perkebunan. Perubahan sistem terjadi karena, Belanda beranggapan bahwa perkebunan lebih menguntungkan bagi perekonomian pemerintahan Belanda. Akibat dari peristiwa tersebut banyak tanaman pangan yang digantikan dengan tanaman perkebunan. Jenis tanaman yang ada di perkebunan pada saat itu antara lain teh, tembakau, kopi, tebu, dan nila yang laku keras dalam pasaran dunia Mubyarto,1992:15. Perkebunan pada zaman kolonial dianggap hanya memberikan keuntungan bagi Belanda dan merugikan sebagian besar masyarakat Indonesia karena menimbulkan pemerataan kemiskinan. Rakyat dipekerjakan secara paksa di perkebunan-perkebunan dengan upah yang rendah sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu juga pekerja perkebunan diberatkan dengan peraturan-peraturan yang ada. Akibat peristiwa tersebut banyak terjadi kelaparan hingga kematian Purwanto, 2006. Berhasilnya penanaman teh di perkebunan Wanayasa Purwakarta dan Raung Banyuwangi telah membuka jalan usaha perkebunan Jawa. Penanaman teh di perkebunan Jawa dilakukan oleh Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson pada tahun 1827. Penanaman di kedua perkebunan cukup berhasil, sehingga tahun 1828 terdapat kurang lebih 180 Ha 2 tanaman teh dengan produksi sekitar 8000 Kg teh kering. Keadaan tersebut membuktikan penanaman teh di perkebunan Jawa cukup berhasil, sehingga pada masa itu menjadi salah satu komoditi yang wajib ditanam oleh masyarakat Jawa Http:Travelogue.multiply.comjournal. Sistem perkebunan berkembang pesat setelah berakhirnya sistem tanam paksa. Tahun 1870 merupakan kurun waktu amat penting bagi perkembangan perkebunan di Indonesia, yakni tahun diumumkannya Agrarische Wet. Undang-undang Agraria memberi kesempatan para investor dari Belanda maupun Eropa untuk menyewa tanah yang luas. Para investor asing dapat menyewa tanah milik pemerintah selama 75 tahun, sedangkan milik rakyat 5-20 tahun. Sejak berlakunya undang-undang tersebut banyak orang asing dari Eropa maupun Belanda yang berdatangan ke Indonesia khusunya di daerah Jawa untuk menanamkan modalnya dan mengembangkan usahanya Nasikun, 1991: 17. Produksi perkebunan teh di Indonesia mengalami pasang surut. Keadaan tersebut dapat dibuktikan dengan hasil produksi pada tahun 1870- 1910 mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada tahun 1930-1939 hasil produksi mengalami penurunan. Naik turunnya produksi disebabkan adanya persaingan kuantitas dan kualitas produksi teh di dunia Rofiq, 1998:13-14. Indonesia pada abad 20 pernah menjadi salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia setelah India dan Sailan. Perkebunan di Indonesia pada saat itu mengalami perkembangan yang pesat dan sebagai salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar. Penghasilan perkebunan teh di 3 Indonesia pada saat itu mencapai 74000 ton teh kering. Dari jumlah penghasilan teh pada saat itu membuktikan bahwa produksi perkebunan teh di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tajam. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil perkebunan teh Indonesia setiap tahunnya terus meningkat Muljana, 1983: 5. Banyak perkebunan-perkebunan pada zaman era penduduk Jepang yang tidak mendapatkan perawatan, karena dianggap kurang menguntungkan bagi pemerintahan Jepang antara lain perkebunan teh, kopi, dan tembakau. Ketiga perkebunan tersebut digantikan ke tanaman pangan dan jarak. Pergantian tanaman di perkebunan tersebut terjadi karena, Jepang beranggapan bahwa ketiga perkebunan tersebut hanya sebagai tanaman penikmat saja. Akibat dari pergantian tersebut banyak perkebunan teh, kopi, dan tembakau yang mengalami kerusakan Notosusanto,1984: 42-43. Proses pengambilalihan perusahaan-perusahaan asing Belanda dilakukan oleh pemerintahan Indonesia berlangsung secara spontan dan Unilateral langsung dan menyeluruh. Proses ini berlangsung sejak bulan Desember 1957 yang dikenal sebagai proses “Nasionalisasi perusahaan- perusahaan asing”. Beberapa contoh perusahaan asing yang ada di Indonesia dan diambilalih oleh pemerintahan RI antara lain Perkebunan teh Kaligua, Semugih, Batujumus, dan Getas Kartodirdjo, 1991:174. Proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda pada tanggal 27 Desember 1957 berlangsung secara damai salah satu perkebunan yang dinasionalisasi pada saat itu adalah Perkebunan teh 4 Semugih. Keadaan Perkebunan teh Semugih setelah dinasionalisasi tahun 1957-1958 cenderung mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi teh di Perkebunan Semugih terjadi karena banyaknya para tenaga kerja dari bangsa Belanda yang kembali, hal ini menyebabkan kekurangan tenaga ahli Sugiyanti, 2007: 23-24. Perkebunan teh Kaligua dinasionalisasi pada akhir tahun 1957. Keadaan Perkebunan teh Kaligua sebelum dinasionalisasi mengalami kerusakan namun setelah dinasionalisasi mengalami perbaikan-perbaikan dan berkembang lagi dengan baik, karena dirawat oleh Kodam VII Diponegoro yang bekerja sama dengan PT. Sidorejo Brebes. Hasil produksi pada tahun tersebut 90 untuk ekspor dan 10 untuk lokal. Perkembangan Perkebunan teh Kaligua selanjutnya dari tahun ketahun semakin membaik hal tersebut dapat dilihat dari hasil perkebunan teh yang setiap tahunnya terus meningkat. Produksi Perkebunan Kaligua pada tahun 1990 meningkat dengan menghasilkan teh terbanyak yaitu sebesar 6.518.041 Kg yang terdiri dari jumlah produksi basah dan kering Hartanto, 2009:4-7. Perkebun teh Kaligua berada di Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah. Terletak diantara 108,30’ – 109,30’ Bujur Timur dan 6,30’-7,30’ Lintang Selatan. Memiliki topografi landai, miring sampai berbukit-bukit dan berbatuan terjal. Perkebunan memiliki ketinggian antara 1500-2050 M dari permukaan laut serta beriklim basah, dengan suhu udara minimum 2º C, suhu udara maksimum 31º C, Suhu udara rata-rata 18ºC, dan curah hujan cukup tinggi. 5 Perkebunan teh Kaligua didirikan pada tahun 1879 oleh perusahaan NV. Cultur Onderneming Belanda. Perwakilan di Indonesia ditunjuk Van Jonh Pletnu yang berkedudukan di Batavia. Dalam Perkebunan Kaligua juga terdapat pabrik teh yang didirikan oleh Van De Jong pada tahun 1889 Hartanto, 2008:3-6. Pergantian nama dan pengelolaan perkebunan mengalami perubahan, hal ini terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi. Masa pengelolaan Perkebunan teh Kaligua dari zaman Jepang sampai sekarang antara lain sebagai berikut: a. Pada tahun 1942-1948 dikelola oleh pemerintahan Jepang. b. Pada tahun 1951-1957 dikelola oleh sebuah perusahaan swasta dari Tegal. c. Pada tahun 1958-1964 dikelola oleh Kodam VII Diponegoro bekerja sama dengan PT. Sidorejo Brebes dengan hasil panen 90 untuk ekspor dan 10 untuk lokal. d. Pada tahun 1964-1968 dikelola oleh Perusahaan Perkebunan Negara PPN aneka tanaman yang berkantor pusat di Semarang. e. Pada tahun 1968-1972 PPN berubah menjadi PPN XVIII. f. Pada tahun 1972-1975 dengan PP.No 23 th. 1972 LN No: 31 Th 1972 PPN XVIII berubah menjadi PTP XVIII Persero. g. Pada tahun 1995 Perkebunan Kaligua digabung dengan Perkebunan Semugih Kabupaten Pemalang dengan kedudukan kantor adminstrasinya di Semugih. 6 h. Pada tahun 1996-1999 melalui rekontruksi perkebunan-perkebunan Negara yang tertuang dalam PP No: 14 tahun 1996 pengolahan Perkebunan Semugih dan Kaligua yang semula di bawah PTP XVIII Persero diubah menjadi PTP Nusantara IX Persero yang berkantor pusat di Surakarta. i. Pada tahun 1999 hingga sekarang dengan dikeluarkannya SK Direksi No. PTPN IX.0SK1491999.SM tanggal 1 Juli 1999, kebun tersebut dipisah kembali dengan Kebun Semugih dan pengelolaannya berdiri sendiri dengan pimpinan seorang Administratur Hartanto, 2008:4 . Banyak perkebunan di Indonesia yang dijadikan sebagai agrowisata, karena keindahan paronama alamya. Perkebunan tebu Sondokoro merupakan salah satu perkebunan yang dijadikan sebagai agrowisata yang berada di Desa Ngijo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar mempunyai dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi terhadap masyarakat. Adanya agrowisata Sondokoro telah merubah kehidupan sosial masyarakat Desa Ngijo. Perubahan sosial masyarakat ditunjukan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan dan kesehatan. Perubahan fasilitas jalan utama menambah frekuensi keluar-masuknya kendaraan umum menuju Desa Ngijo, sedangkan perubahan ekonomi yang dirasakan masyarakat adalah terjadinya peningkatan pendapatan keuangan, membuka peluang usaha masyarakat, memberikan peningkatan kesejahteraan bagi kehidupan ekonomi, dan terbukanya peluang lapangan kerja baru Setyowati, 2009. 7 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui apakah Perkebunan teh Kaligua memberi pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Pandansari Kecamatan Paguyangan. Oleh karena itu, penulis ingin mengkajinya dalam skripsi yang berjudul : “Keberadaan Perkebunan Teh Kaligua Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pandansari Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Pada Tahun 1990 -2000”.

2. Rumusan Masalah