7
Informal Bidang Perdagangan dan Jasa di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Semarang Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana profil usaha sektor informal bidang perdagangan dan jasa di
Lingkungan Kampus Universitas Negeri Semarang Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ?
2. Bagaimana kondisi infrastruktur, biaya lokasi, lingkungan bisnis, dan tenaga
kerja sektor informal bidang perdagangan dan jasa di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Semarang Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1.
Untuk mengetahui dan menganalisis profil usaha sektor informal bidang perdagangan dan jasa di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Semarang
Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. 2.
Untuk mengetahui dan menganalisis kondisi infrastruktur, biaya lokasi, lingkungan bisnis, dan tenaga kerja sektor informal bidang perdagangan dan
jasa di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Semarang Desa Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.
8
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitan ini diharapkan dapat menambah wawasan khasanah ilmu
pengetahuan di bidang ekonomi tentang analisis lokasi usaha. b.
Dapat sebagai bahan informasi kajian untuk penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam tentang permasalahan yang terkait.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi bagi para pelaku usaha dalam menentukan lokasi usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya.
9
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Lokasi
2.1.1. Pengertian Lokasi
Dalam menentukan lokasi, perusahaan harus berusaha menentukan suatu lokasi strategis yang mempunyai potensi untuk dapat memaksimumkan penjualan
atau labanya. Pengertian lokasi menurut Manullang 1990 adalah merupakan tempat dimana individu atau perusahaan melakukan aktivitas-aktivitasnya.
Kadariyah 2001 mendefinisikan lokasi sebagai suatu tempat kegiatan usaha untuk rumah tinggal yang dipilih untuk memperoleh keuntungan yang lebih
daripada tempat lain. Sedangkan Lupiyoadi 2001, lokasi berarti berhubungan dengan dimana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi. Lokasi
merupakan suatu tempat dimana perusahaan melakukan kegiatan operasionalnya guna pencapaian tujuan yang diinginkan perusahaan.
2.1.2. Teori Lokasi
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial,
serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Lokasi berbagai
kegiatan seperti rumah tangga, pertokoan, pabrik, pertanian, pertambangan, sekolah, dan tempat ibadah tidaklah asal saja atau acak berada di lokasi tersebut,
10
melainkan menunjukkan pola dan susunan yang dapat diselidiki dan dapat dimengerti Tarigan, 2005.
2.1.3. Teori Lokasi Menurut Von Thunen
Dewasa ini yang dianggap sebagai bapak teori lokasi adalah Von Thunen 1783-1850. Nama lengkapnya adalah Johann Heinrich Von Thunen. Orang
inilah yang pertama kali mengemukakan teori lokasi modern. Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State 1826, Von Thunen menjabarkan
mengenai ekonomi keuangan spatial economics yang menghubungkan teori ini dengan teori sewa theory of rent. Von Thunen adalah orang pertama yang
membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi dan jarak Von Thunen dalam P. Eko Prasetyo, 2003.
Von Thunen memutuskan penentuan daerah lokasi untuk berbagai jenis pertanian. Jenis pertanian yang dapat diusahakan ditentukan oleh harga penjualan,
biaya produksi dan biaya angkutan antar lokasi pertanian dan daerah perkotaan. Setiap keuntungan yang ingin dicapai oleh petani yang bersangkutan tergantung
dari ketiga variabel tersebut yang dapat dinyatakan dalam model K= N – P + A dimana K adalah keuntungan, N adalah imbalan yang diterima petani dan dihitung
atas dasar satuan tertentu misalnya hektar, P adalah biaya produksi dihitung atas dasar sama dengan N dan A adalah besarnya biaya angkutan.
Menurut Von Thunen, semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktivitasnya masing-masing dimana ini bergantung pada lokasi dari pasar
pusat kota. Jadi model Von Thunen adalah membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah
11
memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurangi biaya transportasi dan biaya produksi. Pada saat ini, tentu saja hubungan ini sangat sulit
diterapkan pada keadaan yang sebenarnya, tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola
penggunaan tanah pertanian regional Von Thunen dalam P. Eko Prasetyo, 2003.
2.1.4. Penentuan Lokasi Usaha Menurut Weber
Teori penentuan lokasi usaha dengan biaya minimum pertama kali dikemukakan oleh Weber pada tahun 1909. Alfred Weber adalah seorang ahli
ekonomi Jerman yang memiliki buku berjudul “Uberden Standortder Industrien” pada tahun 1909. Kemudian buku itu diterjemahkan dalam Bahasa Inggris pada
tahun 1929 oleh C.J. Friedrich dengan judul “Alfred Weber’s Theory of Location of Industries”. Jika Von Thunen dikenal dengan teori lokasi kegiatan pertanian,
maka Weber menganalisis lokasi kegiatan industri. Teori Alfred Weber mendasarkan bahwa keputusan pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip
minimisasi biaya, karena pada waktu itu yang berkembang adalah industri manufaktur, maka Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung
pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum Weber dalam P. Eko Prasetyo, 2003.
Menurut Weber, ada 3 faktor lokasi pokok yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi usaha yaitu 1 bahan mentah, 2 tenaga kerja, 3 pasar
bagi produk yang dihasilkan. Keputusan pemilihan lokasi itu didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut:
12
1. Hanya terkonsentrasi satu jenis transportasi dan konsumen terkonsentrasi pada
beberapa tempat. 2.
Lokasi produksi hanya ada di satu tempat, kondisi pasar adalah persaingan sempurna.
3. Jika menggunakan lebih dari satu bahan mentah seperti air, pasir, batu bata
maka bahan mentah itu memadai dan tersedia dimana-mana. 4.
Tenaga kerja tidak menyebar secara merata tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas.
Berdasarkan asumsi diatas, menurut Weber ada 3 faktor penentu utama lokasi industri yaitu: 1 biaya transportasi, 2 upah tenaga kerja, 3 kekuatan
aglomerasi atau deaglomerasi. Biaya transportasi dan upah tenaga kerja merupakan faktor fundamental umum yang menentukan lokasi dimana total biaya
transportasi dan tenaga kerja yang paling minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Selanjutnya karena terdapatnya konsentrasi tenaga
kerja murah yang memadai dan gejala aglomerasi, maka biaya angkutan dianggap sebagai penentu pertama dan utama lokasi industry Weber dalam P. Eko
Prasetyo, 2003.
2.1.5. Teori Lokasi Pendekatan Pasar Losch
August Losch menerbitkan sebuah buku dalam bahasa Jerman pada tahun 1939 yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1954 dengan judul The
Economics of Location. Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang digarapnya. Makin jauh dari pasar,
konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi
13
tempat penjualan pasar semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan penerimaan terbesar. Atas
dasar pandangan di atas Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar August Losch dalam Tarigan, 2005.
2.1.6. Model Penentuan Lokasi Menurut Both, Terry dan Rawstron
Berbeda dengan Von Thunen, Weber dan Losch, model Both, Terry dan Rawstron cenderung lebih lengkap dalam mengungkap faktor-faktor penentu
lokasi artinya masih banyak faktor-faktor penentu keputusan lokasi usaha yaitu pasar, bahan mentah, tenaga kerja, fasilitas transportasi jalan dan alat
transportasi, bahan baku, sumber energi listrik, batubara, dll, air, tempat pembuangan limbah, ketersediaan dan kedekatan dengan lembaga keuangan,
tingkat pendidikan dan budaya masyarakat setempat serta besarnya pajak ditempat tersebut Both, Terry dan Rawstron dalam P. Eko Prasetyo, 2003.
Setiap faktor tersebut kemudian dirangking menurut tingkat kepentingannya sesuai dengan jenis usaha yang akan dialokasikan. Setelah itu,
dilakukan identifikasi tempat-tempat yang memenuhi syarat sebagai lokasi berdasarkan faktor-faktor tersebut. Selanjutnya dari berbagai alternatif tempat
tersebut akan dipilih salah satu score di tiap-tiap tempat terhadap faktor lokasi tersebut. Keputusan penentuan lokasinya adalah mengambil tempat yang
mempunyai score terbesar yang dipilih sebagai lokasi. Ahli lain seperti Jucius, Terry dan Rawstron, model keputusan penentuan
lokasinya cenderung menggunakan faktor biaya dan keuntungan sebagai dasar dalam pemilihan lokasi usahanya. Menurut Jucius dan Terry, model keputusan penentuan
14
pemilihan lokasi usaha, faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah biaya dan keuntungan usaha yang diharapkan expected cost and expected yield di tempat itu.
Jika ada beberapa tempat sebagai alternatif, maka akan dipilih tempat yang memberikan keuntungan total bersih yang terbesar, sedangkan menurut Rawstron,
bahwa lokasi yang paling optimum dari perusahaan adalah pada tempat dimana total biayanya terendah. Total biaya yang dimaksud Rawstron adalah biaya tenaga kerja,
bahan baku, perolehan tanah, pemasaran dan perolehan modal usaha Jucius, Terry dan Rawstron dalam P. Eko Prasetyo, 2003.
2.1.7. Teori Lokasi Memaksimumkan Laba
Teori Weber hanya melihat sisi produksi sedangkan teori Losch hanya melihat sisi permintaan. Permasalahan ini diselesaikan oleh D.M. Smith dengan
mengintrodusir konsep biaya rata-rata average cost dan penerimaan rata-rata average revenue yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi
adalah sama maka dapat kurva per unit produksi average cost yang bervariasi dengan lokasi. Di sisi lain dapat pula dibuat kurva average revenue yang terkait
dengan lokasi. Kemudian kurva itu digabung dan dimana terdapat selisih average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi, itulah lokasi yang memberikan
keuntungan maksimal. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut ini :
A O B Lokasi
Gambar 2.1. Lokasi yang Memberikan Keuntungan Maksimal AC
AR
15
Lokasi yang memberikan keuntungan adalah antara A dan B yang optimal adalah pada titik O. Lebih ke kiri dari titik A atau lebih kekanan dari titik B
perusahaan akan menderita kerugian. Pilihan lokasi bukanlah berbentuk garis continue seperti pada gambar 2.1. Pilihan itu adalah bersifat diskrit, artinya akan
ada pilihan beberapa lokasi dan di masing-masing lokasi dapat dibuat pasangan antara average cost dan average revenue pada lokasi tersebut. Diantara pasangan
tersebut kita dapat memilih selisih positif terbesar apabila average revenue dikurangi average cost D.M. Smith dalam Tarigan, 2005.
Mc Grone dalam Tarigan 2005 berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian
yang tinggi dan dalam analisis dinamik. Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di masa depan pada tiap lokasi, biaya
relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan pertimbangan lain membuat model maksimalisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan. Selain itu, pengusaha
mungkin saja lebih memberikan perhatiannya pada maksimalisasi keuntungan untuk pertumbuhan jangka panjang dari pertumbuhan jangka pendek dan ini
mungkin saja menyebabkan diterapkannya suatu keputusan tentang lokasi yang berlainan. Pengusaha bisa saja memilih lokasi yang dalam jangka panjang
diperkirakan lebih aman walaupun dengan biaya operasi rutin yang sedikit mahal. Menurut Isard dalam Tarigan 2005 masalah lokasi merupakan
penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Keuntungan relatif dari lokasi bisa saja
sangat dipengaruhi pada tiap waktu oleh faktor dasar: a biaya input atau bahan
16
baku; b biaya transportasi; c keuntungan aglomerasi. Diantara berbagai biaya tersebut, jarak dan aksesibilitas tampaknya merupakan pilihan terpenting dalam
konteks tata ruang. Jadi Isard menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan
lokasi. Richardson dalam Tarigan 2005 mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi
atau perusahaan cenderung untuk berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna meminimumkan
resiko. Faktor unsur ketidakpastian minimum dapat diperoleh pada pusat kegiatan sehingga keputusan lokasi didasarkan pada kriteria lain selain keuntungan dan
biaya-biaya langsung. Dalam hal ini, baik kenyamanan maupun keuntungan aglomerasi merupakan penentu lokasi yang penting, yang menjadi daya tarik
lokasi yang lebih kuat daripada sumber daya alam, sumber tenaga kerja upah rendah, dan elemen kunci yang lain dari teori lokasi tradisional.
2.1.8. Teori Pemilihan Lokasi Secara Komprehensif
Apabila hendak membangun atau mengembangkan sebuah usaha baru pada lokasi tertentu, pengusaha harus melakukan apa yang dinamakan studi kelayakan
finansial. Dalam melakukan sebuah studi kelayakan finansial, selain melakukan hitungan atas data masa kini, harus pula dibuat berbagai proyeksi yang hasilnya
turut menentukan hasil perhitungan akhir. Selain melakukan perhitungan studi kelayakan finansial, atas dasar ketetapan pemerintah ataupun keinginan para
pemberi dana bank, pengusaha juga harus melakukan studi kelayakan ekonomi dan studi dampak lingkungan. Hal ini untuk melihat bahwa proyek itu tidak hanya
17
memberi keuntungan kepada pengusahanya tetapi juga memberi manfaat yang lebih besar dibanding kerugian yang ditimbulkannya kepada ekonomi nasional
dan kepada lingkungan Tarigan, 2005. Menetapkan site tempat sebuah usaha, pertama-tama harus mempelajari
peraturan yang ada, yaitu dimana saja usaha tersebut boleh dibangun. Terkadang ada pilihan antara berlokasi pada industrial estate kawasan industri yang sudah
mendapat izin dari pemerintah atau diluar industrial estate. Kedua pilihan itu harus dihitung terlebih dahulu kerugian dan keuntungannya, bukan hanya dari
sudut keuangan tapi juga dari sudut keamanan dan sikap masyarakat. Apabila memilih diluar kawasan industri maka diantara lokasi yang diperbolehkan, harus
disurvei bahwa daya dukung lahan, termasuk jenis tanah, ketinggian dari permukaan laut, kemiringannya, bukan daerah yang terkena banjir, tanah longsor,
dan lainnya sehingga masih sesuai untuk lokasi usaha yang hendak dibangun. Diantara lokasi yang memungkinkan, harus dipilih yang paling efisien. Dalam hal
ini, perlu dibandingkan tingkat harga tanah dengan kemudahan yang dapat diperoleh apabila berlokasi disitu. Harus dihitung besarnya ongkos transportasi
untuk input dan output, kemudahan memperoleh tenaga kerja yang sesuai, kemudahan memperoleh fasilitas pendukung lainnya, kenyamanan pekerja dan
lain-lain. Dalam menganalisis masing-masing faktor diatas, tidak cukup hanya berdasarkan pada keadaan masa kini, artinya harus dapat diramalkan perubahan
yang bakal terjadi di masa yang akan datang, baik perubahan yang disebabkan oleh faktor yang datang dari luar maupun perubahan karena perusahaan mulai
beroperasi di daerah tersebut Tarigan, 2005.
18
2.1.9. Jenis-jenis Lokasi Usaha
Menurut Manullang 1990 lokasi usaha dapat dibedakan menjadi empat: 1.
Letak atau lokasi usaha yang terikat pada alam Letak atau lokasi usaha yang terikat pada alam adalah lokasi usaha yang
tidak dapat dipengaruhi oleh manusia melainkan tergantung atau terikat pada alam.
2. Letak atau lokasi usaha berdasarkan sejarah
Dimana suatu usaha yang menjalankan aktivitasnya di suatu tempat atau daerah tertentu yang hanya dapat dijelaskan berdasarkan sejarah.
3. Letak atau lokasi usaha berdasarkan kebijaksanaan pemerintah
Letak atau lokasi usaha berdasarkan kebijaksanaan pemerintah ditentukan oleh pemerintah terlebih dahulu.
4. Letak atau lokasi usaha yang dipengaruhi faktor ekonomi
Letak atau lokasi usaha yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi adalah bahwa suatu usaha atau perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya
mempertimbangkan faktor ekonomi yang ada ditempat tersebut.
2.1.10. Kriteria Lokasi Usaha Strategis
Pengertian tempat strategis dapat berbeda antara satu jenis usaha lainnya. Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap
beberapa faktor Tjiptono, 2006 yaitu: 1
Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum.
19
2 Visibilitas, lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.
3 Lalu lintas traffic, dimana ada dua yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a. Banyaknya orang yang berlalu lalang bisa memberikan peluang besar
terjadinya impuls buying. b.
Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa menjadi hambatan, misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran atau ambulans.
4 Tempat parkir yang luas dan aman.
5 Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha
dikemudian hari. 6
Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan misalnya warung makan yang berdekatan dengan daerah-daerah kos, asrama
mahasiswa atau perkantoran. 7
Persaingan, yaitu lokasi pesaing misalnya dalam menentukan lokasi wartel, perlu mempertimbangkan apakah dijalan atau daerah yang sama banyak pula
terdapat wartel lainnya. 8
Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang tempat reparasi bengkel kendaraan bermotor berdekatan dengan pemukiman penduduk.
2.1.11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Lokasi
Pemilihan lokasi menjadi sangat rumit dengan adanya globalisasi tempat kerja. Globalisasi terjadi karena perkembangan 1 ekonomi pasar dan jasa 2
komunikasi internasional yang lebih baik, 3 perjalanan udara, laut, darat serta pengangkutan yang lebih cepat dan dapat diandalkan, 4 semakin mudahnya arus
kas antar negara dan 5 perbedaan biaya tenaga kerja yang tinggi Render, 1997.
20
Faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan oleh pengusaha dalam memilih lokasi baru diantaranya yaitu kebutuhan dasar, seperti listrik, air dan sebagainya
haruslah tersedia. Lahan yang cukup, tingkat kepadatan lalu lintas disekitar lokasi perusahaan, taraf hidup masyarakat disekitar lingkungan usaha harus benar-benar
dipertimbangkan. Faktor terpenting dari itu semua adalah pendapat dari tenaga kerja terhadap lokasi kerja yang baru.
Ada kalanya perusahaan mempertimbangkan untuk berlokasi didaerah yang memiliki sarana pendukung usaha, seperti zona dagang dan program pelatihan
kerja. Faktor demografi dan ekonomi seperti tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat per kapita, serikat pekerja, upah minimum regional, industri primer
dan industri lain yang mungkin dapat berkembang disana juga dapat menjadi pertimbangan jangka panjang perusahaan. Tahap akhir dalam proses pemilihan
lokasi adalah memilih lokasi yang spesifik dalam suatu komunitas. Perusahaan harus memilih satu lokasi yang paling cocok untuk pengangkutan dan
penerimaan, penetapan zona, peralatan, ukuran dan biaya. Tabel 2.1.
Pertimbangan dan Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Lokasi Keputusan Negara
Keputusan NegaraMasyarakat
Keputusan Lokal Peraturan, sikap, stabilitas
dan rangsangan pemerintah
Keinginan Perusahaan Ukuran dan biaya lokasi
Isu-isu budaya dan ekonomi
Segi-segi yang menarik dari wilayah
tersebut Sistem transportasi
udara, kereta, laut dan jalan bebas
hambatan atau tol.
Lokasi pasar Ketersediaan tenaga
kerja, biaya, sikap terhadap serikat
pekerja Pembatasan
penetapan zona
21
Ketersediaan tenaga kerja, sikap produktivitas, dan
biaya Biaya dan
ketersediaan utilitas keperluan listrik, air
dan sebaginya Dekat tidaknya
jasapasokan yang dibutuhkan.
Ketersediaan pasokan, komunikasi dan energi.
Peraturan lingkungan hidup daerah dan
nasional Isu-isu dampak
lingkungan
Tingkat kurs valuta asing Rangsangan dari
pemerintah Jarak relatif antara
bahan baku dengan konsumen
Biaya tanah atau pembangunan fasilitas
Sumber: Barry Render. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi.2001. Selain globalisasi, menurut Render 1997, juga terdapat faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pengambilan keputusan lokasi, yaitu: 1.
Produktivitas Tenaga Kerja Berkaitan dengan keputusan lokasi, pertimbangan manajemen mungkin
dirangsang oleh rendahnya tingkat upah tenaga kerja di wilayah itu. Meskipun demikian, tidak hanya tingkat upah saja yang perlu dipertimbangkan,
produktivitaspun harus menjadi bahan pertimbangan. Karyawan yang kurang terlatih, berpendidikan rendah atau dengan
kebiasaan bekerja yang buruk bukan merupakan hal yang baik bagi perusahaan, walaupun upah tenaga kerjanya rendah. Demikian pula, karyawan yang tidak
dapat atau sering mangkir di tempat kerjanya tidak akan menjadi keputusan yang baik, walaupun upahnya rendah. Biaya tenaga kerja per unit terkadang disebut
juga kandungan tenaga kerja dari produk.
22
2. Kurs Valuta Asing
Walaupun tingkat suku bunga dan produktivitas mungkin membuat berbagai negara terlihat ekonomis. Tingkat kurs valuta asing yang tidak
diinginkan dapat menghapuskan penghematan yang telah terjadi. Meskipun demikian, kadangkala perusahaan dapat mengambil keuntungan dari tingkat kurs
tertentu yang dianggap baik dengan merelokasi atau mengekspor ke negara lain dan satu hal yang perlu diingat bahwa nilai dari mata uang asing diberbagai
negara terus menerus berfluktuasi. 3.
Biaya Biaya lokasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu biaya yang terlihat
dan biaya yang tidak terlihat. Biaya yang terlihat adalah biaya-biaya yang langsung dapat diidentifikasi dan secara tepat ditentukan jumlahnya. Biaya-biaya
ini mencakup biaya tenaga kerja, utility, bahan baku, pajak, dan penyusutan dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasi oleh manajemen dan bagian akuntansi.
Selain itu, biaya-biaya seperti transportasi bahan baku, transportasi barang jadi dan pembangunan pabrik merupakan unsur-unsur biaya lokasi keseluruhan.
Biaya tidak terlihat adalah biaya-biaya yang tidak mudah ditentukan angkanya. Biaya-biaya ini mencakup kualitas pendidikan, fasilitas angkutan
umum, sikap masyarakat terhadap industri dan terhadap perusahaan itu sendiri, seperti mutu dan sikap karyawan yang akan dipekerjakan, termasuk juga mutu
variabel hidup, seperti iklim dan kelompok-kelompok olahraga, yang mungkin mempengaruhi proses rekruitmen yang dilakukan oleh bagian personalia.
23
4. Sikap
Sikap dari pemerintah pusat, daerah dan lokal terhadap kepemilikan oleh swasta, penetapan zona, dan polusi serta stabilitas karyawan mungkin akan terus
berubah. Sikap pemerintah pada saat keputusan lokasi dibuat mungkin tidak bertahan lama. Terlebih lagi, manajemen mungkin akan menemukan bahwa sikap-
sikap demikian ini dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan.
2.1.12. Langkah-langkah Dalam Pemilihan Lokasi
Menurut Sriyadi dalam Surya Perdhana 2006, cara pemilihan lokasi yang lebih pragmatis menggunakan tiga langkah sebagai berikut: Pertama, memilih
wilayah daerah secara umum. Untuk ini ada lima faktor sebagai dasar yaitu 1 dekat dengan pasar, 2 dekat dengan bahan baku, 3 tersedianya fasilitas
pengangkutan, 4 terjaminnya pelayanan umum seperti penerangan listrik, air, bahan bakar dan 5 kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan. Kedua,
memilih masyarakat tertentu di wilayah yang dipilih pada pemilihan tingkat pertama. Pilihan didasarkan atas enam faktor: 1 tersedianya tenaga kerja secara
cukup dalam jumlah dan tipe skill yang diperlukan, 2 tingkat upah yang lebih murah, 3 adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer
dalam hal bahan baku, hasil produksi, buruh dan tenaga terampil yang dibutuhkan, 4 adanya kerjasama yang baik antar sesama perusahaan yang ada, 5 peraturan
daerah yang menunjang, dan 6 kondisi kehidupan masyarakat yang menyenangkan. Ketiga, memilih lokasi tertentu. Pertimbangan utama pada
langkah ini adalah soal tanah. Adakah tanah yang cukup longgar untuk bangunan,
24
halaman, tempat parkir dan tidak boleh dilupakan adanya kemungkinan untuk perluasan.
Menurut Wasis dalam Surya Perdhana 2006 , faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan lokasi usaha secara ekonomis adalah sebagai
berikut: a.
Keadaan Pasar Keadaan pasar yaitu keadaan dimana perusahaan tersebut dapat lebih dekat
dengan konsumen. Perusahaan didirikan tidak untuk hari ini saja, tetapi untuk jangka panjang. Untuk itu perlu dipelajari apakah pasar bagi produknya masih
akan cukup lama. Kemungkinan-kemungkinan apakah yang bisa terjadi pada waktu yang akan datang yang dapat mempengaruhi pasar.
b. Keadaan Bahan Dimana suatu perusahaan tersebut dapat mengolah hasil lanjut sumber
bahan mentah. Apakah tempat itu cukup banyak tersedia bahan yang diperlukan perusahaan sehingga bahan tidak perlu diambil dari tempat lain.
c. Supply tenaga kerja yang tersedia Faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja dan penekanan biaya produksi.
d. Terdapat fasilitas transportasi dan sarana jalan Suatu faktor yang dipengaruhi suatu kegiatan yang meliputi kereta api, truk
dan angkutan jalan raya pengangkutan melalui air, pengangkutan melalui udara.
25
e. Terdapat pembangkit tenaga listrik Faktor dimana terdapat sumber pembangkit tenaga listrik yang dibutuhkan
untuk menjalankan mesin-mesin serta penerangan secara keseluruhan. f. Faktor-faktor lain
Lingkungan usaha yang nyaman, soal iklim, sikap masyarakat peraturan pemerintah dan intensitas persaingan.
Pemilihan lokasi sangat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan perusahaan, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Lokasi mempunyai pengaruh besar pada
laba keseluruhan perusahaan. Sekali manajemen terikat untuk beroperasi disuatu lokasi tertentu, banyak biaya yang timbul dan sulit untuk dikurangi. Biaya lokasi
pabrik baru berada di wilayah dengan biaya energi yang besar, maka manajemen yang baik dengan strategi penekanan biaya energi yang luar biasapun pasti akan
beroperasi dengan merugi. Demikian pula dengan SDM, biaya-biaya tenaga kerja di lokasi mahal, kurang terlatih atau etos kerjanya buruk, maka perusahaan tidak
akan memperoleh keuntungan. Dengan demikian, kerja keras yang dilakukan manajemen untuk mencari lokasi fasilitas yang optimal merupakan investasi yang
baik. Keputusan strategis yang diambil tergantung dengan jenis bisnis yang
dilakukan oleh perusahaan. Untuk keputusan lokasi industri, strategi yang ditempuh adalah minimalisasi biaya, sedangkan untuk bisnis eceran dan
pelayanan jasa profesional strategi yang digunakan terfokus pada maksimalisasi pendapatan. Strategi penempatan lokasi gudang dapat dipertimbangkan sebagai
26
kombinasi biaya dan kecepatan pengiriman. Secara umum, tujuan strategi lokasi adalah memaksimalkan keuntungan dari lokasi tersebut.
2.2. Sektor Informal
Sektor informal itu sendiri, pertama kali diperkenalkan Keith Hart seorang peneliti dari Universitas Manchester di Inggris yang kemudian muncul dalam
penerbitan ILO tahun 1972 httpwww.google.comsektor-informal-indonesia: pdf11072009.
Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:
1. Sah, terdiri atas: a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder yaitu pertanian, perkebunan yang
berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain. b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar yaitu perumahan, transportasi,
usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain. c.
Distribusi kecil-kecilan yaitu pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.
d. Transaksi pribadi yaitu pinjam-meminjam,pengemis. e. Jasa yang lain yaitu pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang
sampah, dan lain-lain. 2. Tidak sah, terdiri atas:
a. Jasa kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barang- barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, dll.
27
b. Transaksi yaitu pencurian kecil pencopetan, pencurian besar perampokan bersenjata, pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain httpwww.google.
comsektor informal: permasalahan dan upaya mengatasinyapdf1107 2009.
Ekonomi informal terdiri dari unit-unit ekonomi yang termarjinalisasi dan pekerja-pekerja yang memiliki karakteristik: mengalami defisit yang parah dalam
hal pekerjaan yang layak, defisit dalam hal standar perburuhan, defisit dalam hal produktivitas dan kualitas pekerjaan, defisit dalam hal perlindungan sosial dan
defisit dalam hal organisasi dan hak suara. Dengan mengurangi defisit yang dimiliki oleh ekonomi informal, diharapkan akan dapat meningkatkan gerakan
kearah kegiatan-kegiatan yang diakui, terlindungi dan formal didalam kerangka perekonomian utama dan yang memenuhi peraturan ILO dalam Suprobo, Tarigan
dan Weiss, 2007. Becker dalam Suprobo, Tarigan dan Weiss 2007, mengemukakan bahwa
secara umum ekonomi informal adalah bagian dari ekonomi pasar yang tidak punya aturan dan tidak formal, yang memproduksi barang dan jasa untuk dijual
atau untuk memperoleh pendapatan lain. Dengan demikian istilah ‘ekonomi informal’ mengacu kepada seluruh kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pekerja
dan unit-unit ekonomi, baik dalam hukum maupun dalam praktek, yang tidak terlindungi atau tidak cukup terlindungi oleh aturan-aturan formal.
Becker dalam Suprobo, Tarigan dan Weiss 2007, lebih lanjut menyatakan bahwa definisi ekonomi informal dapat dibuat menjadi beberapa kriteri karena
sifatnya yang heterogen yaitu:
28
1 Definisi berdasarkan atas kegiatan unit ekonomiperusahaan Definisi ini adalah definisi yang paling tradisional diantara beberapa
definisi yang ada. Usaha yang bersifat informal mempunyai karakteristik yaitu jarang mengikuti peraturan yang berlaku untuk mereka seperti mengenai
pendaftaran, pembayaran pajak, kondisi pekerjaan dan lisensi untuk beroperasi. Perusahaan informal tidak hanya mereka yang mempekerjakan pekerja tetapi
termasuk juga mereka yang dimiliki dan dijalankan sendiri oleh seseorang yang bekerja sebagai pekerja mandiri. Dengan demikian pedagang jalanan, supir taxi
dan pekerja yang bekerja dirumah yang dibayar berdasarkan jumlah yang dihasilkan, semuanya dianggap sebagai unit usaha. Pemilik usaha biasanya
menyiapkan keuangan sendiri dengan resiko sendiri. Mereka juga jarang memiliki sistem akuntansi.
2 Definisi berdasarkan atas kategori ketenagakerjaan Ketenagakerjaan informal adalah seluruh jenis pekerjaan yang memberikan
pendapatan, baik pekerjaan mandiri dan pekerjaan dengan gaji, yang tidak diakui, diatur, atau dilindungi oleh hukum dan peraturan yang ada. Disini termasuk juga
pekerjaan yang tidak memberikan penghasilan didalam perusahaan yang menghasilkan pendapatan.
Ekonomi informal dapat digambarkan melalui kategori jenis pekerjaan sebagai berikut :
a
Pekerja mandiri self-employed, contohnya adalah own-account worker, pemimpin usaha keluarga dan pekerja keluarga yang tidak dibayar.
29
b
Pekerja yang bergaji, contohnya pegawai perusahaan informal, pekerja tidak tetap tanpa majikan yang tetap, pekerja rumahan, pembantu RI yang
dibayar, pekerja sementara dan paruh waktu, dan pekerja yang tidak terdaftar.
c
Majikan, contohnya pemilik perusahaan dan pemilik yang menjalankan usaha informal.
3 Definisi berdasarkan atas lokasi pelaku ekonomi informal. Definisi ini didasarkan atas gambaran lokasi dimana pekerja informal
bekerja. Kategori-kategorinya adalah : a Pekerja yang bekerja di rumah home-based workers :
• Pekerja rumah yang tidak bebas:
- Bekerja di rumah, diluar perusahaan yang membeli barang produksi
mereka yaitu dengan perjanjian sebelumnya, sepakat untuk men-supply barang atau jasa ke perusahaan tertentu.
- Memperoleh pendapatan melalui pembayaran trehadap apa yang diproduksi.
Iidak mempekerjakan pekerja secara teratur. •
Pekerja rumah yang bebas, adalah mereka yang bekerja di rumah dan menyalurkan hasil produksi dan jasanya kepada pembeli yang prospektif.
Karakteristik mereka adalah sebagai pekerja mandiri dan memiliki sifat dari pekerja account workers.
b Pedagang asongan jalanan dan pedagang kakilima di pinggir jalan. c
Pekerja musiman atau pekerja sementara di lokasi sekitar bangunan atau jalan yang sedang dikerjakan.
30
d Mereka yang bekerja diantara jalanan dan rumah, contohnya pemulung.
Chen dalam Suprobo, Tarigan dan Weiss 2007, mengemukakan bahwa terjadinya perubahan pandangan terhadap sektor informal sebagai akibat dari
terjadinya perubahan lingkungan dari sektor informal tersebut. Pandangan yang baru dibandingkan dengan pandangan yang lama adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Pandangan Baru dan Pandangan Lama atas Sektor Informal
Pandangan Lama Pandangan Baru
1. Sektor informal adalah
sektor tradisional yang akan hilang dengan
pertumbuhan dan adanya perindustrian
modern 1. Sektor informal akan tetap ada dan tumbuh
bersama industri yang semakin modern.
2. Produktivitas sektor
informal rendah. 2. Sektor informal merupakan penyedia kesempatan
kerja dan produksi barang dan jasa bagi mereka yang berpendapatan rendah. Sumbangannya
terhadap GDP juga cukup besar.
3. Keberadaannya
terpisah dengan sektor formal.
3. Ada kaitan dengan sektor formal, mereka produksi, berdagang, mendistribusikan jasa untuk
sektor formal.
4. Sebagai tempat
penampung kelebihan tenaga kerja.
4. Sebagian besar sektor informal yang muncul
belakangan adalah karena berkurangnya kesempatan kerja di sektor formal atau karena
perubahan dari pekerjaan sektor formal menjadi informal.
5. Umumnya terdiri dari
pedagang jalanan dan produsen skala kecil.
5. Terdiri dari jenis pekerjaan yang sangat luas, mulai dari buruh lepas di sektor konstruksi dan
pertanian hingga pekerja sementara dan paruh waktu, serta pekerja rumah di bidang teknologi
tinggi.
6. Umumnya pekerja
sektor informal adalah wiraswasta yang
mengelola usaha yang ilegal dan tidak
terdaftar karena menghindari peraturan
dan pajak. 6. Terdiri dari pekerja non-standar dengan upahgaji,
wiraswasta dan pekerja mandiri yang memproduksi barang dan jasa yang legal.
Kebanyakan wiraswasta dan pekerja mandiri tersebut setuju dengan upaya-upaya untuk
mempermudah pendaftaran dan membayar biaya transaksi serta mengikuti peraturan;pekerja non-
standar juga setuju untuk memenuhi hak-hak
31
pekerja dan pekerjaan yang lebih stabil. 7.
Pekerjaan informal pada umumnya terdiri
dari kegiatan untuk mempertahankan hidup
sehingga tidak perlu masuk dalam
kebijakan perekonomian.
7. Ekonomi informal tidak hanya terdiri dari kegiatan untuk bertahan hidup, tapi juga mencakup
perusahaan stabil dan bisnis yang berkembang dinamis. Pekerja informal tidak hanya mereka
yang bekerja sendiri tapi juga termasuk mereka yang menerima gaji. Seluruh jenis pekerjaan
informal dipengaruhi oleh kebijakan perekonomian yang ada.
Menurut Hidayat 1987, di Indonesia sudah ada kesepakatan tentang 11 ciri pokok sektor informal sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha
tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal.
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima. 5.
Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor. 6.
Teknologi yang digunakan bersifat primitif. 7.
Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.
8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan
pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.
9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man enterprise dan kalau
32
mengerjakan buruh berasal dari keluarga. 10.
Sumber dana modal usaha yang umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi.
11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat desa
dan kota berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah httpwww.google.comsektor informal: permasalahan dan upaya
mengatasinya.files:pdf11072009.
2.2.1. Perdagangan
Perdagangan adalah kegiatan penyaluran barang dari produsen ke konsumen melalui kegiatan membeli dan menjual barang. Kegiatan pokok dalam
perdagangan adalah membeli barang dari produsen atau pedagang lain, menjual barang kepada pedagang lain dan atau konsumen.
1. Jenis-jenis perdagangan menurut cara mencari keuntungan atau profit yaitu:
a. Pedagang yang berdagang dalam mencari keuntungan dapat menempuh
berbagai cara yaitu perbedaan waktu menjual dan membeli, perbedaan tempat menjual dan membeli, serta memanfaatkan musim tertentu.
b. Dalam kegiatan perdagangan, yang penting dan harus diperhatikan bagi
pihak pembeli maupun penjual yaitu jenis barang dan kualitasnya, jumlah barang,harga barang beserta potongan harga,syarat pembayaran, dan syarat
penyerahan barang. 2.
Jenis-jenis pedagang berdasarkan tingkat kegiatan, jangkauan pemasaran dan jumlah barang yang diperdagangkan yaitu sebagai berikut:
33
a. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli barang dalam jumlah besar
dari produsen dan menjualnya kepada pegadang kecil atau pedagang eceran, contohnya grosir, agen.
b. Pedagang kecil yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar
kemudian menjualnya kepada konsumen langsung, contohnya kios, warung, toko.
c. Pedagang antar negara yaitu pedagang yang membeli barang dari suatu
negara dan menjualnya ke negara lain. Pedagang antar negara dapat dibedakan yaitu eksportir, importer dan pedagang transito
http:google.com.files.wikipedia.orgwikiperdagangan.
2.2.2. Jasa
Menurut Kotler dalam Lupiyoadi 2001, jasa merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada
dasarnya tidak berwujud dan idak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Jasa juga bukan
merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktivitas dan aktivitas-aktivitas tersebut tidak berwujud.
Menurut Kotler dalam Lupiyoadi 2001, ada empat karakteristik produk jasa yaitu:
1. Intangibility: jasa bersifat abstrak dan intangible tidak berwujud.
2. Heterogenityvariability: jasa bersifat non-standar dan sangat variabel
berubah-ubah.
34
3. Inseparability: jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang
bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam prosesnya. 4.
Perishability daya tahan: jasa tidak dapat disimpan dan tidak memiliki daya tahan yang lama karena sifatnya tergantung dari fluktuasi permintaan.
Menurut Converse 1992, macam-macam jasa dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Personalized services
Personal services adalah jasa yang sangat mengutamakan pelayanan orang dan perlengkapannya, seperti tukang cukur, salon kecantikan, laundry, foto.
Sementara itu, yang sangat perlu diperhatikan dalam pemasaran jasa antara lain adalah, lokasi yang baik, menyediakan fasilitas dan suasana yang menarik,
serta nama baik yang bersangkutan. Dalam marketing personal services diusahakan supaya timbul semacam patronage motive yaitu keinginan untuk
menjadi langganan tetap. Contohnya patronage ini bisa timbul di dalam usaha laundry, karena kebersihan, layanan yang ramah tamah dan sebagainya.
2. Financial services
Financial services terdiri dari: a Banking services Bank.
b Insurance services Asuransi. c Investment securities Lembaga penanaman modal.
d Public utility and Transportation services. Perusahaan public utility mempunyai monopoli secara alamiah, misalnya
perusahaan listrik, air minum. Para pemakainya terdiri dari: Domestic
35
consumer konsumen lokal, Commercial and office perkantoran dan perdagangan, Municipalities kota praja, pemda. Sedangkan dalam
transportation services, meliputi: kereta api, kendaraan umum, pesawat, dsb. 3.
Entertainment Yang termasuk dalam kelompok ini adalah usaha-usaha dibidang olahraga,
bioskop, gedung-gedung pertunjukan, dan usaha-usaha hiburan lainnya. Metode marketing yang dipakai adalah sistem penyaluran langsung dimana
karcis dijual di loket-loket. 4.
Hotel services Hotel merupakan salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan. Dalam hal ini
hotel perlu mengadakan kegiatan bersama dengan tempat-tempat rekreasi, hiburan, travel biro, dan sebagainya
http:google.com.files.produk jasa,
pengertian,karakteristik dan jenisnya.
2.3. Kerangka Berpikir
Cruz dalam Surya Perdhana 2006 mengemukakan bahwa dalam memilih suatu lokasi usaha sebaiknya dipilih lokasi yang sarana atau prasarana
infrastrukturnya baik serta banyak memiliki tenaga kerja potensial. Tingkat pendidikan, ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan kondisi ekonomi lokal
dapat menjadi faktor penentu kesuksesan usaha, demikian pula dengan kondisi jalan yang baik, sehingga dapat mendukung kegiatan transportasi antara supplier
dan perusahaan. Sarana telekomunikasi yang baik juga dapat menunjang kegiatan suatu usaha. Dalam melakukan seleksi lokasi usaha kita sebaiknya melakukan
36
Lokasi Usaha Kondisi
Infrastruktur
Peluang Usaha: -
Perdagangan -
Jasa Lingkungan
Bisnis Biaya
Lokasi Tenaga
Kerja
Pendapatan Usaha
langkah-langkah sebagai berikut: 1 melakukan seleksi lokasi dan memasukkannya ke dalam daftar, 2 mengeliminasi lokasi yang kira-kira dapat
menghambat kemajuan bisnis, dan 3 membuat perbandingan lokasi.
Untuk memperjelas jalannya penelitian yang akan dilaksanakan, perlu disusun kerangka pemikiran mengenai konsepsi tahap-tahap penelitiannya secara
teoritis. Kerangka pemikiran teoritis dibuat berupa skema sederhana yang menggambarkan secara singkat proses pemecahan masalah yang dikemukakan
dalam penelitian. Skema sederhana yang dibuat diharapkan memberi gambaran mengenai jalannya penelitian secara keseluruhan yang dapat diketahui secara jelas
dan terarah. Kerangka pemikiran teoritis ditunjukkan pada bagan di bawah ini:
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Penelitian
37
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya Arikunto,2006:160. Adapun metode dalam
penelitian ini mencakup tentang populasi dan sampel penelitian, variabel, instrumen pengumpul data, uji instrumen validitas, reliabilitas dan teknik
analisis data.
3.1. Populasi