1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat telah memanfaatkan teknologi sebagai bagian utama dalam menjalankan roda kehidupan mereka baik dalam
melakukan usaha, bekerja, sekolah, bahkan menjadi gaya hidup bagi sebagian elemen masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi juga berperan penting dalam
perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
1
Untuk menunjang kemajuan teknologi itu maka di buatlah hukum telematika, sebagai pedoman dan dasar hukum bagi setiap perbuatan hukum masyarakat yang berkaitan
dengan Informasi dan Transaksi Elektronik ITE. Penggunaan teknologi yang marak saat ini menyulitkan pemisahan antara
teknologi informasi dan telekomunikasi. Hal ini disebabkan karena hukum telematika merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan
hukum informatika. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan
1
Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, huruf C.
mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
2
Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Oleh sebab itu Indonesia yang wajib membentuk
pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional. Tujuannya agar pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Hukum yang mengatur jaringan
informasi diperlukan
oleh masyarakat
untuk mengakses
dan mendistribusikan informasi, baik di dalam negeri maupun global.
3
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
4
Indonesia merupakan negara yang turut aktif dalam perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Oleh karena itu perkembangan hukum teknologi informasi di
Indonesia juga tetap memperhatikan perkembangan hukum ITE di dunia internasional. Antaralain, Singapura yang proses perkembangan hukum tersebut
menjadi latar belakang disusunnya skripsi ini dengan judul Pembuktian Dalam Transaksi Elektonik di Indonesia dan Singapura. Adapun masalah legal issue yang
akan dikaji dalam proposal ini antaralain kaidah dan asas-asas tentang pembuktian
2
Penjelasan UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999, Paragraf ke 2.
3
Hinca P, L.H. Pranoto, M. D. A. Siregar. Irfan Fahmi, Membangun Cyber Law Indonesia yang Demokratis, Jakarta, 2005, hal.,17.
4
Ibid.
yang berlaku di UU ITE dan UU Telekomunikasi Indonesia serta beberapa putusan pengadilan mengenai ITE perlu dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura dan
yurisprudensi tentang ITE. Kehadiran teknologi informasi telah merubah paradigma dalam kehidupan
manusia. Dalam aspek hukum perubahan paradigma ini berkaitan dengan penggunaan komputer sebagai media untuk melakukan kegiatan di dunia ITE khususnya
kejahatan, memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pembuktiannya. Meskipun secara substansi pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP dapat saja diupayakan untuk
mengakomodasikan modus kejahatan ITE.
5
Namun dalam hukum pidana terjadi perdebatan mengenai apakah masih relevan model pembuktian konvensional
dihadapkan pada kejahatan di dunia maya.
6
Pembuktian sebagai issue dalam perbandingan ini memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dalam kasus ITE dan Telekomunikasi
pembuktian dalam persidangan menjadi sedikit berbeda, pembuktian yang berkaitan dengan dunia maya menggunakan sarana internet.
Alat bukti yang dapat diterima di pengadilan adalah alat bukti yang relevan dengan apa yang akan dibuktikan. Alat bukti yang relevan adalah suatu alat bukti di
mana penggunaan alat bukti tersebut dalam proses pengadilan lebih besar kemungkinan akan dapat membuat fakta yang akan dibuktikan menjadi lebih jelas
5
Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime, Kencana, Makassar, 2012, hal., 18.
6
Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara Cyber Crime, Refika Aditama, Malang, 2005, hal., 104.
daripada jika alat bukti tersebut tidak digunakan.
7
Dengan demikian relevansi alat bukti tidak hanya diukur dari ada tidaknya hubungan antara alat bukti dengan fakta,
melainkan berkaitan apakah alat bukti ini dapat mengungkap fakta menjadi lebih jelas.
Seperti yang sudah diketahui bersama jika menggunakan sarana internet maka data-data jaringan internet atau komputer relatif sulit dan berbeda caranya untuk
ditemukan oleh aparat penegak hukum. Aparat relatif kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti untuk menjerat pelaku tindak pidana. Oleh karena itu UU ITE 2008
mengatur secara khusus mengenai alat bukti dalam Pasal 5. Dalam pasal 5 UU ITE Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik danatau hasil cetaknya
merupakan alat bukti yang sah. Kemudian dalam UU Telekomunikasi dalam Pasal 42 2, rekaman informasi yang dikirim dan atau diterima oleh jasa penyelenggara
telekomunikasi dapat diberikan kepada penyidik untuk keperluan proses peradilan pidana. Berdasarkan aturan dalam Pasal 5 UU ITE 2008 maka alat bukti konvensional
yang telah diatur dalam KUHAP dan KUHPerdata mengalami perubahan penambahan. Sedangkan dalam Pasal 6 ETA 2010 Singapura, alat bukti yang sah
dalam kasus transaksi elektonik adalah setiap informasi yang dibuat dalam bentuk catatan elektronik.
Selain alat bukti, hal yang juga penting diperhatikan adalah beban pembuktikan. Beban pembuktian onus terdapat dalam Pasal 7 UU ITE 2008 dan
Pasal 15 1 UU Telekomunikasi. Dalam pasal 7 UU ITE 2008, setiap orang yang
7
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Citra Adytia Bakti, 2012, hal., 27.
dalam kaitannya dengan informasidokumen elektronik menolak hak orang lain, maka ia wajib membuktikan atau memastikan bahwa informasidokumen elektronik yang
dimaksud dapat digunakan sebagai alasan timbulnya hak.
8
Untuk beban pembuktian UU Telekomunikasi dalam 15 1 dijelaskan bahwa pihak-pihak yang dirugikan
akibat kesalahan atau kelalaian dari penyelenggara telekomunikasi berhak mengajukan tuntutan ganti rugi. Apabila dibandingkan dengan ETA 2010 Singapura,
pengaturan mengenai beban pembuktian terdapat dalam Pasal 19. Dirumuskan dalam Pasal 19 ETA 2010, setiap proses yang melibatkan catatan elektronik harus dianggap
ada kecuali dibuktian sebaliknya pada waktu tertentu catatan elektronik tersebut telah diubah.
Perlu juga diketahui mengenai rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam ketiga peraturan mengenai ITE, sebagai bahan hukum dari penelitian
ini. Dalam UU Telekomunikasi 1999 rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang mengakibatkan kerugian serta
praktek monopoli, persaingan usaha, menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, dan kegiatan penyadapan
atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun kecuali untuk keperluan pembuktian.
Kemudian rumusan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum dalam UU ITE 2008 yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak yang
menimbulkan kerugian dan dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik. Sedangkan tindak pidana dan perbuatan melawan
8
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, Pasal 7.
hukum menurut ETA 2010 Singapura adalah mengakses informasi pribadi dan memberitahukan informasi tersebut tanpa adanya persetujuan dari si pemilik
informasi dan mengintersepsi jaringan dengan tujuan untuk mengakses informasi pribdi seseorang.
Matrix 1: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura
No Pumpunan
Indonesia Singapura
UU Telekomunikasi 1999
UU ITE 2008 ETA 2010
1 Pembuktian:
Alat Bukti
Pasal 42 2:
Rekaman informasi yang dikirim dan
atau diterima oleh penyelenggara
jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan
informasi yang
diperlukan untuk
proses peradilan
pidana.
Pasal 5 :
Informasi Elektronik danatau Dokumen
Elektronik danatau hasil
cetaknya merupakan alat bukti
hukum yang sah.
Pasal 6 :
For the avoidance of doubt, it is declared
that information shall not be denied
legal effect, validity or enforceability
solely on the ground that it is in the form
of an electronic record.
2 Pembuktian:
Beban Pembuktian
Pasal 15 1 :
Atas kesalahan dan atau
kelalaian penyelenggara
Telekomunikasi yang
menimbulkan kerugian,
maka pihak-pihak
yang dirugikan berhak
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada
penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 7 :
Setiap Orang yang menyatakan hak,
memperkuat hak
yang telah ada, atau menolak hak Orang
lain harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik
danatau Dokumen Elektronik
berasal dari
Sistem Elektronik
dan memenuhi syarat
Berdasarkan Peraturan
Perundang- undangan.
Pasal 19: In any proceedings
involving a secure electronic record, it
shall be presumed, unless evidence to
the
contrary is
adduced, that the secure
electronic record has not been
altered since
the specific point in time
to which the secure status relates.
Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
3 Electronik Transaction Act 2010 Singapura.
Variabel pembanding pertama adalah alat bukti. Alat bukti elektronik secara jelas telah diatur dalam UU Telekomunikasi 1999, UU ITE 2008, dan ETA 2010.
Dalam ke tiga peraturan ini menyatakan bahwa pengadilan tidak dapat menolak suatu alat bukti dengan alasan bahwa alat bukti tersebut adalah alat bukti elektronik.
Variabel pembanding kedua adalah beban pembuktian. Pengaturan tentang beban pembuktian di Indonesia dan di Singapura menyatakan bahwa setiap orang
yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain harus memastikan bahwa Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik berasal
dari Sistem Elektronik dan memenuhi syarat Berdasarkan Peraturan Perundang- undangan.
Matrix 2: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura
No Pumpunan
Indonesia Singapura
UU Telekomunikasi 1999
UU ITE 2008 ETA 2010
1 Penyidik
Pasal 44 1:
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Departemen
yang lingkup
tugas dan
tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik yang
diatur dalam Undang- Undang Hukum Acara
Pidana untuk
Pasal 43 1:
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah
yang lingkup
tugas dan
tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi
dan Transaksi
Elektronik diberi
wewenang khusus
sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud
Pasal 27:
The Controller
shall, subject to any general or
special directions of the Minister,
perform
such duties
as are
imposed and may exercise
such powers
as are
conferred upon
him by this Act or any other written
law.
melakukan penyidikan tindak
pidana di
bidang telekomunikasi.
dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak
pidana di
bidang ITE.
Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
3 Electronik Transaction Act 2010 Singapura.
Variabel pembanding ketiga adalah penyidikan. UU Telekomunikasi 1999 dan UU ITE 2008 mengatur tentang penyidik kasus ITE adalah penyidik POLRI,
penyidik khusus yaitu Pegawai Negeri Sipil yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi dan transaksi elektronik. Sedangkan dalam ETA 2010,
penyidik kasus transaksi elektronik adalah seseorang yang di tunjuk Menteri yang dianggap mampu membantu melaksanakan tujuan ETA 2010.
Matrix 3: Perbandingan Hukum ITE Indonesia dan Singapura
No Pumpunan
Indonesia Singapura
UU Telekomunikasi 1999
UU ITE 2008 ETA 2010
1 Waktu
berlakunya kontrak
PP 82 2012 Pasal 50 3
: Kesepakatan kontrak
dapat dilakukan
dengan cara
penerimaan yang
menyatakan persetujuan
dan penerimaan
danatau pemakaian objek oleh
Pengguna Sitem
Elektronik.
Pasal 20 :
Transaksi elektronik
pada saat penawaran yang
dikirim oleh
pengirim telah
di terima dan di setujui
oleh penerima dengan cara
memberikan pernyataan penerimaan
secara elektronik.
Pasal 13 2: The time of receipt
of an electronic communication is
the time when the electronic
communication becomes
capable of being retrieved
by the addressee at an
electronic address designated
by the addressee.
Sumber Tabel: diolah dari tiga UndangUndang; 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
3 Electronik Transaction Act 2010 Singapura.
Variabel pembanding keempat adalah waktu berlakunya kontrak elektronik. Dalam ETA 2010 suatu kontrak elektronik dinyatakan mulai berlaku sejak kontrak
tersebut telah dikirim dan dapat di unduh oleh penerima melalui alamat elektronik penerima. Sedangkan waktu berlakunya kontrak menurut UU Telekomunikasi 1999
dan UU ITE 2008 adalah ketika kontrak telah diterima dan penerima harus memberikan pernyataan penerimaan kepada pengirim kontrak.
Alasan dipilihnya keempat variable tersebut sebagai variabel dalam penelitian ini karena variabel yang telah diuraikan adalah elemen-elemen penting, setiap kali
orang hendak membicarakan mengenai hukum pembuktian. Demikian pula dengan yang dilakukan dalam skripsi ini. Keempat variabel tersebut dibandingkan dalam dua
hukum pembuktian dari dua sistem hukum yang berbeda.
1.2. Rumusan Masalah