PENGARUH PENAMBAHAN TINGKAT TEPUNG GAPLEK PADA PEMBUATAN SILASE LIMBAH SAYURAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN SIFAT KIMIAWI SILASE

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN TINGKAT TEPUNG GAPLEK PADA PEMBUATAN SILASE LIMBAH SAYURAN TERHADAP KUALITAS

FISIK DAN SIFAT KIMIAWI SILASE Oleh

Decka Wira Bangsa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang terbaik dari penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda pada pembuatan silase limbah sayuran terhadap tekstur, warna, aroma, pH, kardar NH3, dan nilai fleigh silase. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu R0 limbah sayuran tanpa suplementasi, R1 penambahan tepung gaplek 5%, R2 penambahan tepung gaplek 10% , R3 penambahan tepung gaplek 15%, dan R4 penambahan tepung gaplek 20%. Hasil penelitian menunjukkan penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap tekstur dan nilai fleigh akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna, aroma, pH, dan kadar NH3 silase. Perlakuan tanpa penambahan suplementasi (R0) merupakan perlakuan terbaik yang mempengaruhi tekstur silase dan penambahan tepung gaplek 20% (R4) dari bahan kering udara merupakan perlakuan terbaik yang memengaruhi nilai fleigh silase.


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITIONING DIFFERENT LEVELS OF CASSAVA FLOUR IN THE PRODUCTION OF VEGETABLE WASTE SILAGE TO QUALITY OF PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTIC OF

SILAGE By

Decka Wira Bangsa

The purpose of this research was to determine the effect and the best silage from the addition of different levels of cassava flour in the production of vegetable waste silage for texture, color, aroma, pH, Content of NH3, and value of silage fleigh. This research used a completely randomized design (CRD) with five treatments and three replications. The treatment in this research, namely vegetable waste without supplementation R0, R1 addition of 5% cassava flour, R2 addition of 10% cassava flour, R3 addition of 15% cassava flour, and R4 addition of 20% cassava flour. The result showed that the additioning of different levels of cassava flour was significant (P <0.01) on texture and value fleigh but not significant (P> 0.05) to color, aroma, pH, and content of NH. Treatment without supplementation (R0) was the best treatment that affects the texture of silage and the addition of 20% cassava flour (R4) of air-dried material was the best treatment that affect the value of fleigh silage.


(3)

PENGARUH PENAMBAHAN TINGKAT TEPUNG GAPLEK PADA PEMBUATAN SILASE LIMBAH SAYURAN TERHADAP KUALITAS

FISIK DAN SIFAT KIMIAWI SILASE (Skripsi)

Oleh

Decka Wira Bangsa

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Peternakan

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 17 Agustus 1992, putra kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak Elzhivago Tabaqjaya dan Ibu

Bernawati Sobirin. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pembina pada tahun 1998; sekolah dasar di SD Kartika Jaya II-5Bandar Lampung pada tahun 2005; sekolah menengah pertama di SMPN 23Bandar Lampung padatahun 2008; sekolah menengah atas di SMAN 6 Bandar Lampung pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa pugung Raharjo, Lampung Timur pada Januari—Februari 2014 dan penulis juga melaksanakan Praktik Umum di BBPTU-HPY Baturraden, Purwokerto pada Juli--Agustus 2014. Selama masastudi penulis pernah menjadi Sekertaris Umum Himpunan

Mahasiswa Peternakan (HIMAPET). Penulis juga pernah menjadi asisten

praktikum mata kuliahManajemen Usaha Ternak Unggas, dan Manajemen Usaha Ternak Perah.


(7)

viii

PERSEMBAHAN

Alhamdulilahhirobbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT

atas segala rahmat, hidayah-Nya, dan sholawat serta salam selalu

dijunjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri

tauladan dan pemberi syafa’at di hari akhir.

Kupersembahkan sebuah karya dengan penuh cinta dan

perjuangan sebagai rasa sayang dan baktiku kepada kedua orang

tuaku yang selalu membimbing, menyayangi dan mendoakanku.

Semoga dapat mengobati rasa lelahnya dalam membesarkan dan

mendidikku hingga akhir.

Dan terima kasih setulus hati kuucapkan kepada kakak, adik,

seluruh keluarga dan para sahabat yang senantiasa mengiringi

langkahku dengan doa dan dukungan dalam menuntut ilmu.

Terima kasih teruntuk seseorang yang setia menyemangati dan

memotivasiku dalam memperjuangkan cita-cita. Semoga kita dapat

disatukan dalam indah cinta-Nya.

Kepada segenap guru dan dosen, kuucapkan terima kasih tak

terhingga untuk segala ilmu berharga yang diajarkan sebagai

wawasan dan pengalaman.

Serta almamater tercinta yang selalu kubanggakan, yang turut

mendewasakan sikap dan pikiranku.


(8)

MOTO

“Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya.”

(HR. Muslim)

“Quit is not an option. You gotta keep on kepping on. Life’s a garden, dig it, make it work for you. You never give up.”

(Joe Dirt)

“KESATRIA MENGATAKAN APA YANG MEREKA MAKSUDKAN, DAN MELAKUKAN APA YANG MEREKA KATAKAN. MEREKA MEMBUAT

JANJI DAN BERANI MENEPATINYA.”

(TOYOTOMI HIDEYOSHI)

Telanlah kegagalan, rasa kecewa, dan sakit

hati, mereka adalah guru terbaik yang akan

mengubahmu menjadi

lebih baik.”


(9)

viii SANWACANA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia, ridho dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat serta pengikutnya, semoga mendapatkan syafa’at di hari akhir.

Kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan

penelitian dan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.P., selaku Dekan Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., selaku Ketua Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

3. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P., selaku Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, nasihat, kritik dan saran selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S., selaku Pembimbing Anggota atas gagasan, saran, bimbingan,nasehat, dan segala bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi;

5. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S., selaku Pembahas atas kritik saran, dan masukan yang positif kepada penulis serta segala bentuk bantuan selama masa studi dan penyusunan skripsi;


(10)

ix

6. Ibu Ir. Nining Purwaningsih selaku Pembimbing Akademik atas nasehat, saran, motivasi, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalankan masa studi;

7. Bapak Liman, S.Pt., M.Si., selaku kepala Labotatorium Nutrisi dan Makanan Ternak dan Mbak Ratna selaku asisten laboratorium, atas izin penggunaan laboratorium serta bantuan dan bimbingannya selama penelitian;

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, atas ilmu yang diberikan selama masa studi serta staff administrasi dari Jurusan Peternakan dan Fakultas Pertanian;

9. Ayah Elzhivago Tabaqjaya dan Ibu Bernawati Sobirin tercinta serta kakak Elang Ricard Bellapaty dan adik Sheilla Ramadhany Elzhivago yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perahtian, nasihat dan kesabaran serta materil bagi penulis untuk dapat menyelesaikan studinya;

10.Ridwan Annas dan Ramadhan Agung Zulfikar terimakasih sahabat sejati untuk seluruh suka dan duka yang selalu kita lalui sejak kecil hingga tua kelak;

11.Devi Desnita dan Tri Atika rekan seperjuangan dalam penelitian, terimakasih atas persaudaraan dan bantuannya selama melaksanakan penelitian ini; 12.Teman-teman terbaikku Arista Pribadi, Depo Kurniawan, Dimas Cahyo K.,

Fakhri Aji A., Miftahudin, Solihin, Konita Lutfiana, Istiana Pratiwi, Putri Handayani, Dea Fitri A., Hermawan, Dwi Haryanto, Frandy Febrianthoro Angga Alvianto, M. Riswanda, Rahmat Nurdiyanto, Riki Dwi H, Ayu Astuti, Dina Sari D., Nia Yulianti , Citra Nindya K., Komalasari, dan Siti Unayah atas kekeluargaan, persahabatan, motivasi yang diberikan kepada penulis;.


(11)

x

13.Keluarga besar Angkatan 2011” (Ade Irma, Aji, Ali, Amita, Apri, Arie, Atikah, Bastian, Bekti, Bowo, Budi, Citra, Dea, Dimas R,Edwin, Eko, Fitri, Fitrya, Fauzan, Fery, Fitri Y, Gusma, Haekal, Putu, Imah, Jenny, Laras,

Lasmi, Linda, Septia, Lisa, Maria, Okta, Putri, Retno, Restu,, Sarina, Sakroni) atas suasana kekeluargaan dan kenangan indah selama masa studi serta

motivasi yang diberikan pada penulis;

14.Seluruh kakak-kakak (Angkatan 2009 dan 2010)serta adik-adik (Angkatan 2012, 2013 dan 2014) jurusan peternakan—atas persahabatan dan

motivasinya;

15.Sekar Puteri Hiroko, Terimakasih untuk selalu memahami, memberikan dukungan, dan seamngat serta meluangkan waktunya disaat penulis mengalami kesulitan;

Penulis Berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Pasar ... 6

B. Tepung Gaplek ... 8

C. Deskripsi Silase ... 9

D. Uji Organoleptik ... 12

a. Warna... 12

b. Aroma ... 13

c. Tekstur ... 13

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 15


(13)

xiii

C. Metode Penelitian ... 15

a. Rancangan penelitian ... 15

b. Peubah yang diamati ... 16

c. Analisis data ... 16

D. Prosedur Penelitian ... 16

a. Pembuatan silase ... 16

b. Uji organoleptik ... 18

c. Pengukuran pH ... 20

d. Analisis kadar NH3 ... 20

e. Perhitungan nilai fleigh ... 21

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kualitas Fisik Silase Limbah Sayuran ... 23

a. Tekstur ... 23

b. Warna... 25

c. Aroma ... 27

B. Perngaruh Perlakuan Terhadap Sifat Kimiawi Silase Sayuran ... 28

a. Nilai pH silase limbah sayuran ... 28

b. Kadar NH3silase limbah sayuran ... 30

c. Nilai fleigh silase limbah sayuran ... 32

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi limbah sayuran klobot, buncis, kol, dan

sawi putih ... 8

2. Kandungan nutrisi tepung gaplek ... 8

3. Kriteria penilaian silase ... 12

4. Komposisi limbah sayuran ... 17

5. Asumsi nilai tekstur pada silase limbah sayuran ... 23

6. Asumsi nilaiwarna pada silase limbah sayuran ... 25

7. Asumsi nilaiaroma pada silase limbah sayuran ... 27

8. pH silase limbah sayuran ... 28

9. Kadar NH3silase limbah sayuran ... 30

10. Nilai fleigh silase limbah sayuran ... 32

11. Hasil uji organoleptik tektur silase limbah sayuran ... 39

12. Analisis ragam tekstur silase limbah sayuran ... 39

13. Uji BNT pada tekstur silase limbah sayuran ... 40

14. Hasil uji BNT pada tekstur silase limbah sayuran ... 40

15. Hasil uji organoleptik warna silase limbah sayuran ... 41

16. Analisis ragam warna silase limbah sayuran ... 41


(15)

xv

18. Analisis ragam aroma silase limbah sayuran ... 42

19. pH silase limbah sayuran ... 42

20. Analisis ragam ph silase limbah sayuran ... 43

21. Kadar NH3 silase limbah sayuran ... 43

22. Analisis ragam kadar NH3silase limbah sayuran ... 43

23. Perhitungan nilai fleigh silase limbah sayuran... 44

24. Nilai fleigh silase limbah sayuran ... 44

25. Analisis ragam nilai fleigh silase limbah sayuran ... 44

26. Uji BNT pada tekstur silase limbah sayuran ... 45


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak perlakuan ... 16

2. Contoh formulir uji organoleptik ... 19

3. Survei pasar dan pengumpulan sampel ... 46

4. Pembuatan silase limbah sayuran ... 47

5. Penyimpanan silase limbah sayuran ... 48

6. Uji organoleptik oleh panelis ... 48

7. Pengukuran pH silase limbah sayuran ... 48

8. Analisis kadar bahan kering silase limbah sayuran ... 49


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Aktivitas di pasar tradisional menghasilkan limbah, kebayakan adalah limbah sayuran. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang. Limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol, ampas kelapa parut dan masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya.

Limbah sayuran yang terbuang dan belum dimanfaatkan, menyebabkan jumlah limbah yang berlebihan mengakibatkan polusi. Dampak limbah terhadap manusia dan lingkungan dapat dikategorikan dalam tiga aspek yaitu dampak terhadap kesehatan, lingkungan, dan dampak secara sosial ekonomi (Gelbert dkk.,1996). Limbah sayuran dapat diolah menjadi pakan ternak sehingga menghasilkan daging pada ternak dan pupuk organik dari kotoran ternak. Hal tersebut dapat mengakibatkan nilai tambah yang diperoleh akan lebih tinggi sekaligus dapat


(18)

2 memecahkan pencemaran lingkungan dan mengatasi kekurangan pakan ternak. Menurut Saenab (2010), bahwa limbah sayuran berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan.

Salah satu pengolahan pakan ternak adalah silase. Silase adalah pakan hijauan yang difermentasi secara anaerob yang bertujuan untuk pengawetan. Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilage diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilage,

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat, dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Komar, 1984). Menurut Lubis (1992) kandungan karbohidrat mudah larut dari tepung gaplek 78,4%. Perbedaan dari kandungan karbohidrat mudah larut dalam setiap akselerator memengaruhi kualitas silase yang dihasilkan.

Silase yang berkualitas baik dapat ditentukan salah satunya melalui kualitas fisik silase. Kualitas fisik silase yang baik dihasilkan melalui proses pembuatan silase yang baik. Penambahan akselerator seperti tepung gaplek akan menunjang proses pembuatan silase. Penambahan akselerator dengan tingkat yang berbeda akan menghasilkan kualitas fisik yang berbeda-beda, sehingga diharapkan terdapat


(19)

3 tingkat penambahan tepung gaplek yang menghasilkan silase kualitas terbaik untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia khususnya.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh penambahan tingkat tepung gaplek terhadap tekstur, warna, aroma, pH, kardar NH3, dan nilai fleigh silase limbah sayuran sebagai pakan ternak;

2. mengetahui tekstur, warna, aroma, pH, kadar NH3, dan nilai fleigh silase yang terbaik dari silase limbah sayuran dengan penambahan tingkat tepung gaplek.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peternak untuk dapat memanfaatkan limbah sayuran sebagai pakan alternatif bagi ternak

ruminansia. Hal ini akan mengatasi permasalahan kurangnya hijauan atau rumput untuk pakan ternak ruminansia dan produktivitas ternak ruminansia akan

meningkat.

D. Kerangka Pemikiran

Ternak ruminansia memiliki permasalahan utama dalam pengembangan produksi, yaitu sulitnya memenuhi ketersediaan pakan secara berkesinambungan baik kualitas maupun kuantitasnya, karena ternak ruminansia sangat tergantung pada pakan hijauan. Hijauan pakan ternak dapat berupa hijauan yang sengaja ditanam, limbah industri pertanian, maupun limbah pasar yang berupa hijauan. Limbah


(20)

4 pasar yang mendominasi adalah limbah sayuran, limbah sayuran sendiri banyak menumpuk di tempat pembuangan sampah.

Limbah sayuran dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Limbah sayuran memiliki kekurangan yaitu mengandung anti nutrisi berupa alkaloid dan rentan oleh

pembusukan sehingga perlu dilakukan pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam susunan ransum ternak (Rusmana dkk., 2007). Teknologi pengolahan pakan yang dapat diterapkan pada pengolahan limbah sayuran salah satunya adalah pengolahan limbah sayuran menjadi silase. Pengolahan pakan menjadi silase bertujuan untuk memperpanjang masa simpan. Proses pembuatan silase akan bekerja optimal apabila diberi penambahan

akselerator. Akselerator dapat berupa karbohidrat mudah larut seperti tepung gaplek. Pemberian akselerator dapat mempengaruhi kualitas fisik silase.

Silase limbah sayuran dibuat dari limbah sayuran di pasar yang tidak

dimanfaatkan. Proses pembuatan silase adalah dengan menjemur masing-masing sayuran yang bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga 65%--75% dan disimpan selama 21 hari pada kondisi anaerob. Penambahan tepung gaplek sebagai akselerator juga dilakukan untuk mengoptimalkan proses pembuatan silase. Penambahan tepung gaplek diberikan dengan tingkat yang berbeda untuk mengetahui tingkat pemberian tepung gaplek yang terbaik untuk menghasilkan silase limbah sayuran dengan kualitas fisik yang terbaik.

Penelitian ini dilakukan penyusunan pembuatan silase dengan penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda. Penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda diharapkan akan menghasilkan warna, aroma, tekstur, pH, kadar NH3,


(21)

5 dan nilai fliegh silase limbah sayuran yang berbeda, sehingga akan diperoleh silase limbah sayuran yang terbaik dari beberapa komposisi penambahan tepung gaplek.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. terdapat pengaruh tingkat penambahan tepung gaplek yang berbeda pada silase limbah sayuran terhadap kualitas fisik, pH, kadar NH3, dan nilai fleigh;

2. terdapat tingkat penambahan tepung gaplek terbaik pada silase limbah sayuran terhadap kualitas fisik, pH, kadar NH3, dan nilai fleigh.


(22)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Pasar

Menurut Apriadji (1990) dan Sutamihardja (1978), limbah atau sampah

merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto (1983), mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu menurut bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang mudah

membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik.

Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah pasar yang banyak mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang,


(23)

7 seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol, dan lain-lain. Namun yang lebih berpeluang digunakan sebagai bahan pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah limbah sayuran karena selain ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar air yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-buahan sehingga jika limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk pakan ternak maka bahan pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk (Hadiwiyoto, 1983).

Limbah sayuran di pasar umumnya terdiri dari sisa sisa sayur yang tidak terjual dan potongan sayur yang tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Walaupun ketersediaan limbah pasar cukup melimpah bahkan merupakan sampah penyebab polusi lingkungan, limbah sayuran belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan secara maksimal, karena limbah sayuran sangat mudah busuk. Padahal limbah sayuran didalamnya masih mengandung zat-zat makanan yang dapat

dimanfaatkan oleh ternak. Menurut Retnaningtyas (2004), pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara pengurangan sumber (search reduction), penggunaan kembali, pemanfaatan (recycling), pengolahan (treatment) dan pembuangan. Sebagai pakan pendukung, tentu saja sampah tersebut akan lebih aman digunakan sebagai pakan apabila di proses terlebih dahulu, misalnya dengan cara

pengeringan atau fermentasi (Widyawati dan Widalestari, 1996). Menggunakan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah menjadi bahan pakan dalam bentuk seperti tepung dan silase yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Upaya ini dapat menutupi berkurangnya pasokan hijauan sebagai bahan utama pakan ternak, akibat tingginya pengalihan lahan pertanian ke nonpertanian.


(24)

8 Berikut ini adalah kandungan nutrisi secara lengkap dari limbah sayurar pasar yaitu klobot, buncis, kol, dan sawi putih.

Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah sayuran klobot, buncis, kol, dan sawi putih Sayuran %BK %PK %LK %SK %Abu %BETN Klobot 44,16 4,31 2,19 29,49 6,59 57,39 Buncis 9,03 25,13 2,53 26,08 6,63 39,61 Kol 16,36 18,68 2,95 22,92 10,79 44,64 Sawi putih 6,17 23,00 2,55 16,74 21,10 36,59 Sumber: Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2014.

B.Tepung Gaplek

Tepung gaplek merupakan hasil dari pengeringan singkong yang kemudian dihaluskan. Tepung gaplek merupakan bahan pakan yang termasuk dalam kelas sumber energi dengan total nutrisi yang dapat dicerna (TDN) cukup besar yaitu 78,50 % (Fathul dkk., 2013). Dikarenakan tingginya kandungan pati pada tepung gaplek maka diharapkan dapat menjadi sumber energi bagi pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga proses penurunan pH silase berlangsung lebih cepat.

Penggunaan tepung gaplek sebanyak 5% pada pembuatan silase rumput kolonjono mampu mempertahankan bahan kering silase yang dihasilkan (Kurnianingtyas dkk., 2012). Berikut ini adalah kandungan nutrisi tepung gaplek secara lengkap. Tabel 2. Kandungan nutrisi tepung gaplek

%BK %PK %LK %SK %Abu %BETN

93,80 1,37 4,59 3,59 0,63 84,25 Sumber: Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2014.


(25)

9 C.Deskripsi Silase

Silase merupakan hijauan yang sengaja diawetkan melalui proses fermentasi secara tanpa udara/oksigen atau anaerob dalam suatu tempat yang disebut silo (Fathul dkk., 2013).

Materi tumbuhan akan tetap aktif secara biologis pada saat ensilase. Terdapat tiga kategori aktivitas tanaman yang sangat penting terhadap kualitas silase, yaitu respirasi, pemecahan protein (proteolisis), dan pemecahan hemiselulosa (aktivitas hemiselulase). Respirasi merupakan suatu proses dimana tanaman menggunakan energi untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Pada proses ini dibutuhkan gula dan oksigen yang kemudian akan menghasilkan energi, panas, dan air. Respirasi tanaman berguna untuk menghilangkan oksigen dan menciptakan lingkungan yang anaerobik (Ratnakomala, 2009).

Akan tetapi, respirasi yang berlebihan tidak diharapkan karena hal tersebut dapat mengurangi kandungan energi dari silase akibat meningkatnya pembentukan panas dan menghabiskan gula yang diperlukan untuk fermentasi bakteri asam laktat. Pada saat silo dalam kondisi anaerobik, sel-sel tanaman akan terurai (lisis) dalam beberapa jam. Pada saat lisis banyak enzim yang akan keluar termasuk diantaranya protease dan hemiselulase. Kedua enzim ini akan mengakibatkan penurunan kandungan nutrisi silase (Ratnakomala, 2009).

Keberhasilan pembuatan silase tergantung dari besarnya populasi bakteri asam laktat, sifat fisik antara lain karbohidrat, temperatur, pH dan juga perbandingan antara sumber karbohidrat dan protein. Kadar air bahan untuk pembuatan silase


(26)

10 sebaiknya berkisar dari 65 - 75% (Bolsen, 1985). Bila kadar air lebih rendah dari 65%, keadaan anaerob sukar dicapai sehingga jamur akan tumbuh. Namun bila kadar air lebih dari 75%, Clostridia dapat berkembang biak sehingga banyak dihasilkan asam butirat dan senyawa-senyawa nitrogen yang terlarut yang akan menurunkan kandungan nutrisi yang dihasilkan. Untuk mencapai kadar air yang dianjurkan perlu dilakukan pelayuan dahulu sebelum bahan dibuat silase.

Pembuatan silase dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas, dan jerami padi;

2. penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, dan molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak;

3. kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991).

Proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan, yaitu:

1. fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan yang berada di antara partikel tanaman


(27)

11 tanaman, mikroorganisme aerob, dan fakultatif aerob seperti yeast dan

enterobacteria untuk melakukan proses respirasi;

2. fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari

komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan sempurna maka bakteri asam laktat sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8—5;

3. fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua;

4. fase feed-out atau fase aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjadi (Stefani dkk., 2010).

Karakteristik silase yang baik yakni:

1. warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan, sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman;

2. bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam, bebas dari bau manis, bau ammonia, dan bau H2S;

3. tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. tidak menggumpal, tidak lembek, dan tidak berlendir;

4. keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan bebas jamur (Utomo, 1999).

Kualitas silase dapat dinyatakan dengan Nilai Fleigh (NF) dan dihitung berdasarkan formula Kilic (1984): NF = 220 + (2 × % BK – 15) – (40 × pH).


(28)

12 Kriteria penilaian kualitas silase menurut nilai Fleigh-nya dibedakan menjadi: 85—100 menyatakan kualitas silase sangat baik; 60—80 untuk silase berkualitas baik; 55—60 digolongkan agak baik; 25—40 tergolong berkualitas sedang; dan <20 tergolong sangat buruk.

Penilaian kualitas silase berdasarkan ada tidaknya jamur, pH, aroma, dan kandungan N- NH3. Penilaian kualitas silase dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Kriteria penilaian silase

Kriteria

Penilaian Silase Baik Sekali Baik Sedang Buruk Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak

Bau Asam Asam Kurang asam Busuk pH 3,2 – 4,2 4,2 – 4,5 4,5 – 4,8 > 4,8 Kadar N-NH3 < 10% 10 – 15% < 20% > 20% Departemen Pertanian, 1980.

D.Uji organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mujtu

komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata, hidung, mulut, dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subyektif karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1990).

a. Warna

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain

dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan


(29)

13 teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno,1995).

b. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk data, menghasilkan aroma. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat mutlak.

c. Tekstur

Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu tekstur masih jelas, seperti alamnya. Apabila kadar air hijauan pada saat dibuat silase masih cukup tinggi, maka tekstur silase dapat menjadi lembek. Agar tekstur silase baik, hijauan yang akan dibuat silase diangin-anginkan terlebih dahulu, untuk menurunkan kadar airnya. Selain itu, pada saat memasukkan hijauan ke dalam silo, hijauan dipadatkan dan diusahakan udara yang tertinggal sedikit mungkin.

Rahayu (1998) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik atau kamoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subyektif dan orang yang menjadi panel disebut panelis.


(30)

14 Penilaian bahan pakan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk yakni:

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi

tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasapahit pada bagian belakang lidah.


(31)

1215

III. METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada November 2014– Januari 2015.

B.Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah daun kol, sawi putih, kelobot, buncis, tepung gaplek, Aquadest, H3BO3, Na2CO3, danH2SO4. Alat yang digunakan adalah nampan, timbangan, kertas label, erlenmeyer, pH meter, oven, cawan petri, pisau, blender , kantong plastik, formulir panelis, satu set peralatan analisis kadar NH3 dengan metode micro difuse conway.

C. Metode Penelitian a. Rancangan Penelitian

Ransum yang disusun pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu:


(32)

16 R1 = limbah sayuran + tepung gaplek (5% dari bahan kering udara);

R2 = limbah sayuran + tepung gaplek (10% dari bahan kering udara); R3 = limbah sayuran + tepung gaplek (15% dari bahan kering udara); dan R4 = limbah sayuran + tepung gaplek (20% dari bahan kering udara). Adapun tata letak unit percobaan penelitian ini adalah

R1U2 R3U3 R1U1 R4U1 R0U1

R3U1 R4U1 R0U2 R2U1 R0U3

R4U1 R2U2 R1U3 R2U3 R3U2

Gambar 1. Tata letak perlakuan yang diterapkan

b. Peubah yang Diamati

Peubah yang akan diamati dalam penelitian ini adalah kualitas fisik silases dengan uji organoleptik yang terdiri dari tesktur, warna, aroma; pH; kadar NH3, nilai Fleigh.

c. Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila hasil analisis ragam dari peubah yang nyata atau sangat nyata pengaruhnya oleh perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

D. Prosedur Penelitian a. Pembuatan Silase

 Menyediakan limbah sayuran berupa sawi putih, daun kol, kelobot jagung, dan daun buncis. Limbah sayuran pasar yang digunakan merupakan


(33)

17 campuran dari limbah sayuran yang diambil langsung dari hasil

pembuangan masing-masing pedagang di pasar tradisional. Kriteria dari masing-masing limbah adalah sayuran yang belum membusuk karena sudah tidak layak lagi untuk dijadikan pakan ternak.

 Limbah sayuran segar kemudian dicacah dengan ukuran ±3-5 cm. Kemudian melakukan penjemuran di bawah sinar matahari atau

menggunakan oven pada cacahan sayuran segar hingga kadar air tersisa sekitar 65% menjadi kering udara.

 Limbah sayuran yang telah dicacah dicampur hingga homogen dengan proporsi yang sama yakni:

Tabel 4. Komposisi limbah sayuran

No. Limbah sayuran Persentase (%)

1. Daun kol 25

2. Sawi putih 25

3. Kelobot jagung 25

4. Buncis 25

Total 100

dan dibagi menjadi 15 bagian masing masing sebanyak 1 kg untuk 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan.

 Sayuran yang telah homogen lalu ditambahkan dengan masing-masing perlakuan tepung gaplek (5%, 10%, 15%, dan 20%) bahan kering udara  Bahan-bahan yang telah tercampur homogen masing-masing dimasukkan

ke dalam kantung plastik kemudian dipadatkan dan diikat lalu disimpan pada suhu ruang dan selama 21 hari.


(34)

18  Setelah 21 hari, silase dibuka dan dilakuakan pengukuran persentase

jamur, uji oragnolpetik silase, pengukuran pH, pengukuran kadar NH3, perhitungan nilai fleigh.

b. Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Uji ini dilaksanakan untuk mengetahui kualitas fisik silase yaitu tekstur, warna, dan aroma.

 menyiapkan 10 orang panelis yaitu mahasiswa yang sudah pernah melihat silase dalam keadaan sehat 20 menit sebelum pengujian;

 menyiapkan silase (R0, R1, R2, R3, R4);

 membuka kemasan silase dan menyajikan kepada 10 panelis secara bergantian;

 panelis menilai sampel berdasarkan 3 tingkat warna, aroma, dan tekstur pada formulir beriku:


(35)

19

Gambar 2. Contoh formulir uji organoleptik Nama Panelis :

Tanggal Pengujian : Jenis sampel yang diuji :

Perlakuan Peubah Skala Penilaian

1 2 3

R0 Tekstur Warna Aroma R1 Tekstur Warna Aroma R2 Tekstur Warna Aroma Tekstur R3 Warna

Aroma Tekstur R4 Warna

Aroma

Keterangan: diberi tanda (√) pada kolom skala penilaian menurut saudara Skala penilaian.

 Tekstur: 1,00 = lembek (menggumpal, berlendir, dan berair); 2,00 = agak lembek (agak menggumpal, terdapat lendir); 3,00 = padat (tidak

menggumpal, tidak berlendir, remah).

 Warna: 1,00 = coklat sampai hitam; 2,00 = hijau gelap; 3,00 = hijau kekuningan.


(36)

20

c. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan cara:

 menimbang 20g sampel dan menambahkan 100 ml aquadest, kemudian membelender sampel;

 menyaring cairan sampel yang telah diblande ke dalam erlenmayer;  menilai pH silase dengan menggunakan pH meter.

d. Analisis Kadar NH3

Kandungan NH3 diukur dengan menggunakan metode micro diffuse conway:  menimbang 20g sampel dan menambahkan 100 ml aquadest, kemudian

memblender sampel;

 menyaring cairan sampel yang terlah diblander ke dalam erlenmayer;  mengambil dan meletakkan cairan sampel di sebelah kanan cawan conway  kemudian meletakan 1 ml asam borat 2% dan menambahkan indikator

metilred metilblue 2:1 di dalam cawan conway;

 menyuntikkan 1ml larutan Na2CO3 jenuh di sebelah kiri cawan conway;  menutup cawan conway dan membiarkan selama 24 jam pada suhu ruang;  setelah 24 jam pada suhu ruang, ammonium borat dititrasi dengan larutan

H2SO4 0.0143 N sampai terjadi perubahan warna menjadi warna asal larutan asam borat yang dipakai;


(37)

21 N-Amonia = (ml titrasi x N H2SO4 x 1000)mM.

e. Penghitungan Nilai Fleigh

Sebelum dilakukan penghitungan nilai fleigh, dilakukan pengukuran kadar air dan pH silase.

1. Pengukuran kadar air silase

 memanaskan cawan petri selama 15 menit dengan suhu 1350C;  mendinginkan cawan petri ke dalam desikator selama 15 menit;  menimbang bobot cawan petri (A);

 menambahkan sampel silase ke cawan petri dan dicatat bobotnya (B);  memanaskan cawan petri berisi sampel silase di dalam oven dengan

suhu 1350C selama 2 jam;

 mendinginkan cawan petri berisi sampel silase ke dalam desikator selama 15 menit;

 menimbang bobot cawan petri berisi sampel silase setelah dipanaskan (C);

 kemudian kadar air silase dihitung dengan menggunakan rumus:

kadar air (%):

.

2. Pengukuran pH silase

 menimbang 20 gram silase dan dimasukkan ke dalam blender;

 menambahkan 100 ml aquades ke dalam blender kemudian dihaluskan selama 1 menit;


(38)

22  silase yang telah halus dituang ke dalam erlenmeyer kemudian pH

diukur dengan menggunakan indikator pH paper;

 mencocokkan hasil pada pH paper dengan roda warna pH universal;  mencatat pH silase pada lembar blanko;

 mengulangi langkah-langkah tersebut untuk semua perlakuan. 3. Nilai fleigh dihitung menggunakan rumus (Killic, 1984):


(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap tekstur dan nilai fleigh akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna, aroma, pH, dan kadar NH3 silase;

2. perlakuan tanpa penambahan suplementasi (R0) merupakan perlakuan terbaik yang mempengaruhi tekstur silase dan penambahan tepung gaplek 20% (R4) dari bahan kering udara merupakan perlakuan terbaik yang memengaruhi nilai fleigh silase.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis yakni perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pembuatan silase limbah sayuran dengan tingkat kadar air yang bebeda terhadap kualitas fisik dan sifat kimiawi.


(40)

35

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, L. 2002. Daun Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) sebagai Hijauan Substitusi Rumput Lapang pada Ternak Domba Ekor Gemuk. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat. Jakarta.

Bolsen, K. K. 1985. New Technology in Forage Conservation Feeding System. Proceeding of The XV International Grassland Kongress, Page 24-31. Church, D.C. and W.G.Pond. 1980. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed Departemen Pertanian. 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen

Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor.

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gelbert, M., D. Prihanto, dan A. Suprihatin. 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan ”Wall Chart”. Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Kaiser, A.G. 1984. The Influence of Silage Fermentation nn Animal Production. Proc. Of Nat. Workshop. New South Wales. Australia.

Kilic, A. 1984. Silo Yemi (Silage Feed). Bilgehan Press. Izmir, Turkey. Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak.

Yayasan Dian Grahita. Jakarta.

Kurnianingtyas, I.B., P. R. Pandansari, I. Astuti, S.D. Widyawati, dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Pengaruh Macam Akselerator Terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi, dan Biologis Silase Rumput Kolonjono. Tropical Animal Husbandry Vol. 1 No. 1. Universitas Sebelas Maret. Semarang. Halaman 7—14.


(41)

36

Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB: Bogor.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Pembangunan, Jakarta.

Mardiah, E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel (Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.

McDonald, P., R.A. Edwards and J.F.D Greenhalgh. 1984. Animal Nutrition. Longman John Willey and Sons. Ltd. New York.

McDonald, P., R. A., Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition, 6th Ed. Prentice Hall, London.

Pioner Development Foundation. 1991. Silage Technology. A.Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pacific Inc. :15 – 24. Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik.

Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ratnakomala, S. 2009. Menabung Hijauan Pakan Ternak dalam Bentuk Silase.

Bioteknologi LIPI, Bogor. Bio Trends Vol. 4 No. 1.

Rahmawati, F. 2008. Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Apel Merah (Pyrus malus) Secara in Vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Retnaningtyas. 2004. Mengelola Lingkungan lewat UKM Berbasis Limbah. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0508/ukm2.html (16 Oktober 2014).

Rusmana, D., Abun dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta. Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Slottner, D. and J. Bertilsson. 2006. Efect of Ensiling Technology on Protein

Degradation during Ensilage. Anim Feed Sci. Technol.127:101-111. Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil


(42)

37

Stefani, J. W. H., F. Driehuis, J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silage Fermentation Processes and Their Manipulation: 6-33. Electronic Conference on Tropical Silage. Food Agriculture Organization.

Sun, Z.H., Liu, S.M., Tayo, G.O., Tang, S.X., Tan, Z.L., Lin, B., He, Z.X., Hang, X.F., Zhou, Z.S., Wang, M.. 2009. Effects of Cellulase or Lactic Acid Bacteria on Silage Fermentation and in Vitro Gas Production of Several Morphological Fractions of Maize Stover. Anim. Feed Sci. Technol. 152, 219–231.

Sutamihardja, R. T. M. 1978. Kualitas dan pencemaran lingkungan. Laporan Masalah Khusus Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Thalib, A., J. Bestary., Y.widyawati, dan D. Suherman. 2000. Pengaruh

Perlakuan Silase Jerami Padi dengan Mikrobia Rumen Kerbau Terhadap Daya Cerna dan Ekosistem Rumen Sapi. JITTV Vol 5(1): 276-281 Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wallace, R.J. and C. Chesson. 1995. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Winheim. Ithaca and London.

Widyawati, E. dan Y. Widalestari. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Penerbit Trubus. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Woolford, M. K, 1984. The Silage Fermentation. Marcel Dekker Inc. New York. USA.


(1)

21 N-Amonia = (ml titrasi x N H2SO4 x 1000)mM.

e. Penghitungan Nilai Fleigh

Sebelum dilakukan penghitungan nilai fleigh, dilakukan pengukuran kadar air dan pH silase.

1. Pengukuran kadar air silase

 memanaskan cawan petri selama 15 menit dengan suhu 1350C;  mendinginkan cawan petri ke dalam desikator selama 15 menit;  menimbang bobot cawan petri (A);

 menambahkan sampel silase ke cawan petri dan dicatat bobotnya (B);  memanaskan cawan petri berisi sampel silase di dalam oven dengan

suhu 1350C selama 2 jam;

 mendinginkan cawan petri berisi sampel silase ke dalam desikator selama 15 menit;

 menimbang bobot cawan petri berisi sampel silase setelah dipanaskan (C);

 kemudian kadar air silase dihitung dengan menggunakan rumus:

kadar air (%):

.

2. Pengukuran pH silase

 menimbang 20 gram silase dan dimasukkan ke dalam blender;

 menambahkan 100 ml aquades ke dalam blender kemudian dihaluskan selama 1 menit;


(2)

22  silase yang telah halus dituang ke dalam erlenmeyer kemudian pH

diukur dengan menggunakan indikator pH paper;

 mencocokkan hasil pada pH paper dengan roda warna pH universal;  mencatat pH silase pada lembar blanko;

 mengulangi langkah-langkah tersebut untuk semua perlakuan. 3. Nilai fleigh dihitung menggunakan rumus (Killic, 1984):


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. penambahan tingkat tepung gaplek yang berbeda berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap tekstur dan nilai fleigh akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna, aroma, pH, dan kadar NH3 silase;

2. perlakuan tanpa penambahan suplementasi (R0) merupakan perlakuan terbaik yang mempengaruhi tekstur silase dan penambahan tepung gaplek 20% (R4) dari bahan kering udara merupakan perlakuan terbaik yang memengaruhi nilai fleigh silase.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis yakni perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pembuatan silase limbah sayuran dengan tingkat kadar air yang bebeda terhadap kualitas fisik dan sifat kimiawi.


(4)

35

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, L. 2002. Daun Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) sebagai Hijauan Substitusi Rumput Lapang pada Ternak Domba Ekor Gemuk. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Apriadji, W. H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat. Jakarta.

Bolsen, K. K. 1985. New Technology in Forage Conservation Feeding System. Proceeding of The XV International Grassland Kongress, Page 24-31. Church, D.C. and W.G.Pond. 1980. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed Departemen Pertanian. 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen

Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor.

Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gelbert, M., D. Prihanto, dan A. Suprihatin. 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan ”Wall Chart”. Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Indayu, Jakarta.

Kaiser, A.G. 1984. The Influence of Silage Fermentation nn Animal Production. Proc. Of Nat. Workshop. New South Wales. Australia.

Kilic, A. 1984. Silo Yemi (Silage Feed). Bilgehan Press. Izmir, Turkey. Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak.

Yayasan Dian Grahita. Jakarta.

Kurnianingtyas, I.B., P. R. Pandansari, I. Astuti, S.D. Widyawati, dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Pengaruh Macam Akselerator Terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi, dan Biologis Silase Rumput Kolonjono. Tropical Animal Husbandry Vol. 1 No. 1. Universitas Sebelas Maret. Semarang. Halaman 7—14.


(5)

36 Kurtanto, T. 2008. Reaksi Maillard pada Produk Pangan. IPB: Bogor.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Pembangunan, Jakarta.

Mardiah, E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel (Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.

McDonald, P., R.A. Edwards and J.F.D Greenhalgh. 1984. Animal Nutrition. Longman John Willey and Sons. Ltd. New York.

McDonald, P., R. A., Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition, 6th Ed. Prentice Hall, London.

Pioner Development Foundation. 1991. Silage Technology. A.Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pacific Inc. :15 – 24. Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik.

Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ratnakomala, S. 2009. Menabung Hijauan Pakan Ternak dalam Bentuk Silase.

Bioteknologi LIPI, Bogor. Bio Trends Vol. 4 No. 1.

Rahmawati, F. 2008. Pengaruh Vitamin C Terhadap Aktivitas Polifenol Oksidase Buah Apel Merah (Pyrus malus) Secara in Vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Retnaningtyas. 2004. Mengelola Lingkungan lewat UKM Berbasis Limbah. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0508/ukm2.html (16 Oktober 2014).

Rusmana, D., Abun dan D. Saefulhadjar. 2007. Pengaruh Pengolahan Limbah Sayuran secara Mekanis terhadap Kecernaan dan Efisiensi Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, Bandung.

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta. Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Slottner, D. and J. Bertilsson. 2006. Efect of Ensiling Technology on Protein

Degradation during Ensilage. Anim Feed Sci. Technol.127:101-111. Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil


(6)

37 Stefani, J. W. H., F. Driehuis, J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silage

Fermentation Processes and Their Manipulation: 6-33. Electronic Conference on Tropical Silage. Food Agriculture Organization.

Sun, Z.H., Liu, S.M., Tayo, G.O., Tang, S.X., Tan, Z.L., Lin, B., He, Z.X., Hang, X.F., Zhou, Z.S., Wang, M.. 2009. Effects of Cellulase or Lactic Acid Bacteria on Silage Fermentation and in Vitro Gas Production of Several Morphological Fractions of Maize Stover. Anim. Feed Sci. Technol. 152, 219–231.

Sutamihardja, R. T. M. 1978. Kualitas dan pencemaran lingkungan. Laporan Masalah Khusus Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Thalib, A., J. Bestary., Y.widyawati, dan D. Suherman. 2000. Pengaruh

Perlakuan Silase Jerami Padi dengan Mikrobia Rumen Kerbau Terhadap Daya Cerna dan Ekosistem Rumen Sapi. JITTV Vol 5(1): 276-281 Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wallace, R.J. and C. Chesson. 1995. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Winheim. Ithaca and London.

Widyawati, E. dan Y. Widalestari. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Penerbit Trubus. Agrisarana, Jakarta.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Woolford, M. K, 1984. The Silage Fermentation. Marcel Dekker Inc. New York. USA.