11
3. Menolong pasien untuk menemukan masalah yang sedang dialaminya dan membantu
pasien untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga dapat menerima kenyataan
yang memang harus di alaminya.
4. Dalam peranya sebagai penyembuh, hal-hal tersebut harus diperhatikan serta
dijalankan seiring dengan fungsi pendeta sebagai seorang penyembuh. Keempat aspek ini harus bisa berjalan secara bersamaan.
23
2.6 Pasien Terminal Illness
Illness
adalah konsep psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif seseorang tentang ketidaksehatan atau keadaan tubuh yang
dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman subjektif,
illness
bersifat individual. Seseorang yang memiliki penyakit belum tentu dipersepsi oleh seseorang tetapi orang lain juga
dapat merasakannya. Pada umunya penyakit terminal adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan
akhirnya meninggal dunia. Ini berarti penyakit terminal adalah penyakit yang akan membawa penderita ke ajalnya. Sebagian ahli menganggap orang yang menderita
penyakit terminal apabila kondisi penyakitnya tidak mengalami perubahan yang berarti dan tidak ada obat atau sarana penyembuhan yang dapat diupayakan sehingga
mungkin orang akan meninggal dalam 12 bulan ke depan.
24
Tahap terminal ini dimulai dengan adanya serangan penyakit-penyakit akut dan ini berlangsung dalam konsisi pasien sadar atau tidak sadar. Kondisi pasien yang
dimaksud adalah secara psikis pasien merasa dan mengetahui akan keadaan dirinya yang sebenarnya sehingga mengadakan respon terhadap prospek kematian, sedangkan
keadaan yang tidak sadar adalah suatu kondisi dimana pasien berada dalam keadaan yang tidak mengerti dan tidak merasa apa yang sedang terjadi dengan dirinya
25
Menurut penulis keadaan ini adalah keadaan dimana penderita masih sadar tetapi tidak mampu melakuan apa-apa. Pasien mengetahui bahwa kematian akan
menjadi hal berikutnya dalam proses keadaanya tersebut. Oleh sebab itu, suatu kondisi dimana proses pengobatan kepada orang terminal lebih berfokus terhadap obat-obat
23
Martin Aart van Beek. Konseling Pastoral: Sebuah buku Pegangan bagi para Penolong di Indonesia, Semarang, 1987
24
Elisabeth.Kubler. Death:The Final Stage Grwoth, Englewood Cliffs: New Jersey, 1975
25
D.B Bromley. The psychologist of human Ageing, Michell and Company: Inggris, 1974
12
penenang serta penanganan rawat jalan dirumah. Hal ini dilakukan agar mengurangi rasa sakit, perawatan yang meningkat serta memberikan ketenagan kepada pasien
menjelang kematiannya. Semua proses ini harus diperhatikan sebagai wujud tindakan mengatasi rasa cemas terhadap kematian yang nantinya dirasakan oleh pasien.
Individu yang menghadapi penyakit serius atau menjelang kematian sering beralih ke pengobatan yang bukan hanya fisik melalui pengobatan medis,tetapi juga
melalui dukungan emosional dan spiritual. Kebanyakan pasien menemukan perawatan fisik mereka harus menjalani operasi, kemoterapi, radiasi, dan tak ada habisnya biopsi
tindak lanjut sangat berat. Kesadaran mereka dan kecemasan tentang penyakit mereka dan kemungkinan nyata kematian mengirimkan banyak orang ke dalam krisis
eksistensial. Dari krisis yang mereka rasakan timbul reaksi emosional yang terjadi dalam diri penderita yang dijelaskan oleh Elisabeth Kubler-Ross sebagai berikut
26
: 1.
Denial
menyangkal: Penyangkalan bagi penderita penyakit
terminal
menjadi penting dan sangat diperlukan, karena hal ini akan membantu pasien menyadari bahwa
kematian itu tidak dapat dihindari. Penderita sering kali menyangkal bahwa ia memiliki penyakit yang bisa membawanya ke kematian. Meskipun ia menyadari
bahwa kematian bisa datang secara tiba-tiba kepada setiap orang, namun seringkali ia mencoba membuang pemikiran yang menakutkan tersebut.
2.
Anger
kemarahan: setelah ia menyadari bahwa penyakit itu memang benar, maka ia mulai membandingan yang harus menderita itu siapa. Pasien bisa marah dalam
menghadapi fakta ini. Ia kemudian mulai mengingat sejarah kesehatannya, bagaimana ia tadinya begitu kuat, banyak memiliki prestasi tapi mengapa ia justru mengalami hal
tersebut, mengapa bukan orang lain saja? Kemarahan itu bukan saja sangat mungkin terjadi bahkan tak dapat dihindarkan.
3.
Bargaining
tawar-menawar : tawar- menawar ini dilakukan untuk “mengubah” hati
Tuhan. Sering terungkap dalam kalimat nazar “kalau nanti saya sembuh, saya berjanji akan taat beribadah dan melayani”. “saya akan memberikan seluruh hidup saya untuk
Tuhan”.
4.
Depression
depresi: disini reaksi fisiknya menjadi sangat lamban, tetap memusuhi orang lain, masih memiliki rasa bersalah dan tidak memiliki semangat hidup lagi. Ada
dua jenis depresi yaitu yang bersifat reaktif dan persiapan:
26
Elisabeth. Kubler.OnDeath and dying, The Macmilan Company: New York,1969
13
Reaktif:yaitu karena depresi itu yang menyebabkan sangat kecewa sehingga ia kehilangan minat untu berdoa,makan, baca alkitab
Persiapan: yaitu mempersiakan diri terhadap hari esok yang akan menimpanya. Tetapi disamping itu, ada rasa takut dan cemas terhadap
keluarga, pekerjaan dan segala sesuatu yang ditinggalan. 5.
Acceptance
menerima: sebelum konseli bergumul antara kenyataan dan khayalan. Dalam tahap ini konseli benar-benar pasrah terhadap apa yang menimpanya. Dia bisa
menerima keadaan penyakitnya yang membawanya kepada kematian dan menolak percya bahwa adanya kesembuhan atau mujizat.
Dari reaksi emosional yang paparan oleh Elisabeth Kubler-Ross, menurut penulis reaksi ini adalah suatu proses yang wajar yang di lalui oleh seorang pasien
dengan keadaan terminal. Dengan reaksi demikian pasien maupun tenaga medis serta konselor bisa menolong serta membantu mengatasi keadaan serta perasaan yang
dirasakan. Dengan mengetahui tahap-tahap diatas dapat membantu para konselor maupun pendeta untuk menentukan sikap dan menyesuaikan diri dengan situasi
penderita dengan demikian bisa membantu dan mendampingi dalam tahap-tahap tersebut.
27
2.7 PERAN PENDETA