94 Bab 2. Sistem Persamaan Linier
2; 10;
11; 4
T
, dengan
A =
LU
adalah
B B
2 4
4 1
5 5
3 2
3 1
3 1
4 2
2 1
C C
A =
B B
1 1
2 1
1 1
3 1
1 2
2 3
1 2
1 1
C C
A B
B 2
4 4
3 3
3 4
2 3
1 C
C A
2.4 Galat dalam Penyelesaian SPL
Reliabilitas penyelesaian suatu SPL yang diperoleh dengan suatu metode numerik merupakan hal yang sangat penting dan perlu mendapat per-
hatian. Kecuali terjadi kasus bahwa semua perhitungan melibatkan bi- langan bulat atau rasional, eliminasi Gauss menyangkut galat pembulatan
atau pemotongan di dalam operasi aritmetika, yang mengakibatkan galat dalam hampiran penyelesaian yang diperoleh. Apabila perhitungan di-
lakukan dengan MATLAB, mungkin Anda menemukan bahwa hasil per- hitungan mungkin “hampir” sama dengan penyelesaian eksak. Hal ini
dikarenakan MATLAB menggunakan tingkat keakuratan dengan presisi ganda sampai 15 atau 16 angka signifikan dalam operasi-operasi aritme-
tika. MATLAB menggunakan besaran
eps untuk menyatakan galat setiap
bilangan yang dapat disajikan olehnya. Artinya, eps
adalah harga mutlak penyelesaian terkecil dari relasi
1 +
6= 1
. Jadi, untuk setiap hasil perhi-
MATLAB menggunakan besaran
eps untuk
menyatakan galat setiap bilangan yang
dapat disajikan olehnya. Artinya,
eps adalah harga mutlak
penyelesaian terkecil dari relasi
1 +
6= 1
.
tungan
x
, galat relatifnya,
je x
=xj
, tidak akan pernah kurang daripada eps
. Jelas bahwa proses penyelesaian suatu SPL akan menghasilkan akumulasi
dari galat-galat minimum tersebut. Pembagian dengan suatu bilangan yang sangat kecil, atau pengurangan dua buah bilangan yang hampir
sama dapat menghasilkan efek penurunan tingkat keakuratan hasil secara dramatis. Konsep norm dan bilangan kondisi suatu matriks, yang akan
dijelaskan di bawah ini, merupakan alat yang berguna untuk mengesti- masi akumulasi galat yang terjadi dalam penyelesaian SPL
Ax =
b
. Kita mulai dengan memisalkan
x
adalah hampiran penyelesaian hasil perhitngan SPL
Ax =
b
dan
x
adalah penyelesaian eksaknya. Galat hampiran
x
adalah
e x
= x
x:
Selanjutnya, definisikan
r =
b A
x:
Pengantar Komputasi Numerik c
Sahid 2004 – 2012
2.4 Galat dalam Penyelesaian SPL 95
Besaran ini disebut residu di dalam penghampiran
b
oleh
A x
. Jelaslah apabila
x =
x
, maka
r =
. Oleh karena
Ae x
= Ax
x =
Ax A
x =
b A
x =
r
, maka diperoleh hubungan
Ae x
= r
:
Jadi, galat
e x
memenuhi suatu SPL dengan matriks koefisien
A
, dan vektor residu,
r
, sebagai vektor konstanta. Dalam praktek, nilai galat
e x
mungkin tidak diketahui, karena kita tidak tahu
x
, namun nilai residu
r
, sebagai hampiran nilai
b
, adalah dike- tahui dihitung dari definisinya. Oleh karena itu diperlukan adanya relasi
antara galat
e x
dan residu
r
. Untuk ini diperkenalkan pengertian ukuran besar panjang vektor dan matriks.
Ukuran besar panjang suatu vektor
x n1
, ditulis dengan notasi
jxj
, dan matriks
A nn
, ditulis dengan
jjAjj
didefinisikan
3
sebagai
Pengertian norm suatu vektor dan matriks
jxj =
max 1in
jx i
j; jjAjj
= max
1in P
n j
=1 ja
ij j:
2.21
T
EOREMA
2.2.
Misalkan
A
matriks nonsingular. Maka penyelesaian-penyelesaian
Ax =
b
dan
A x
= b
memenuhi
jjx xjj
jxj jjAjj:jjA
1 jj
jjb bjj
jbj :
2.22
B
UKTI
: Dengan mengurangkan kedua SPL
Ax =
b
dan
A x
= b
diperoleh
Ax x
= b
b x
x =
A 1
b b:
Dengan menggunakan sifat norm, dipenuhi hubungan
jx xj
jjA 1
b bjj
jjA 1
jj:jb bj:
3
Terdapat beberapa definisi norm lain, namun definisi tersebut cukup untuk keperluan pembahasan hal di atas.
Pengantar Komputasi Numerik c
Sahid 2004 – 2012
2.4 Galat dalam Penyelesaian SPL 97
Untuk
n =
4
misalnya, matriks Hilbert dan inversnya berturut-turut adalah
H 4
= B
B 1
1=2 1=3
1=4 1=2
1=3 1=4
1=5 1=3
1=4 1=5
1=6 1=4
1=5 1=6
1=7 1
C C
A ;
H 1
4 =
B B
16 120
240 140
120 1200
2700 1680
240 2700
6480 4200
140 1680
4200 2800
1 C
C A
Dengan meggunakan rumus norm 2.21 dan rumus bilangan kondisi 2.23, didapatkan
K =
jjH 4
j jjH
1 4
jj =
25 12
13620 =
2800;
yang cukup besar. Untuk melihat bahwa matriks Hilbert memang sangat sensitif terhadap
perubahan kecil pada elemen-elemennya, kita ambil hampiran
H 4
sampai lima angka signifikan, yakni
H 4
= B
B 1:0000
0:50000 0:33333
0:25000 0:50000
0:33333 0:25000
0:20000 0:33333
0:25000 0:20000
0:16667 0:25000
0:20000 0:16667
0:14286 1
C C
A :
Invers matriks hampiran
H 4
tersebut adalah
H 1
4 =
B B
16:2479 122:722
246:488 144:195
122:722 1229:9
2771:31 1726:12
246:488 2771:31
6650:06 4310:0
144:195 1726:12
4310:0 2871:15
1 C
C A
:
Terlihat bahwa galat pada
H 4
terjadi pada tempat desimal keenam, sedangkan beberapa galat pada
H 1
4
terjadi pada tempat desimal kedua. Berarti telah terjadi perubahan angka signifikan yang cukup berarti pada
H 1
4
dibandingkan pada
H 4
. MATLAB memiliki fungsi
cond yang dapat digunakan untuk menghi-
tung bilangan kondisi suatu matriks. MATLAB juga menyediakan fungsi hilb
untuk menghasilkan matriks Hilbert, dan fungsi invhilb
untuk menghitung invers matriks Hilbert. Cobalah Anda gunakan MATLAB untuk mengkonfir-
masikan penjelasan di atas dan untuk menyelesaikan SPL
H 4
x =
b
, dengan
b =
[1; 1;
1; 1℄
T
. Dari perhitungan
H 1
4
di atas terlihat bahwa penyelesaian eksak SPL tersebut adalah
Pengantar Komputasi Numerik c
Sahid 2004 – 2012
2.4 Galat dalam Penyelesaian SPL 99
3. a Selesaikan SPL
f5x +
7y =
0:7; 7x
+ 10y
= 1g
dan SPL per- tubasinya
f5x +
7y =
0:69; 7x
+ 10y
= 1:01g
. b Hitung bilangan kondisi matriks koefisien SPL tersebut.
c Gambarkan kurva kedua persaamaan linier pada SPL pertama. Jelaskan efek perubahan ruas kanan secara geometris. Jelaskan
sifat kondisi sakit moderat SPL tersebut secara geometris. 4. Hitunglah bilangan kondisi matriks
A =
1 1
; 6=
1:
Kapan matriks
A
menjadi berkondisi sakit? Jelaskan dalam hubun- gannya dengan penyelesaian SPL
Ax =
b
Bagaimanakah hu- bungan bilangan kondisi matriks
A
dan determinannya? 5. Tunjukkan bahwa bilangan kondisi suatu matriks selalu lebih besar
atau sama dengan 1 6. Tulislah fungsi MATLAB
kond untuk menghitung bilangan kondisi
suatu matriks
A
berdasarkan rumus norm 2.21 dan rumus bilangan kondisi 2.23. Gunakan fungsi
kond untuk menghitung bilangan
kondisi matriks-matriks koefisien dalam latihan ini. Bandingkan hasilnya jika Anda menggunakan fungsi
cond yang sudah tersedia
di sistem MATLAB. 7.
a Gunakan MATLAB untuk menghasilkan matriks
A n
= B
B B
B B
1 1
1 1
::: 1
1 1
1 :::
1
.. .
. .. ..
.
::: 1
1 :::
1 1
C C
C C
C A
untuk
n =
3; 5;
10
. b Hitunglah
A 1
n
secara eksplisit, dan hitunglah dengan MAT- LAB untuk
n =
3; 5;
10
. c Hitunglah bilangan kondisi matriks
A n
. d Tentukan penyelesaian SPL
A n
x =
b
dengan
b =
n +
2; n
+ 3;
:::; 1;
T
dan
b =
n +
2; n
+ 3;
:::; 1;
T
. Pengantar Komputasi Numerik
c Sahid 2004 – 2012
102 Bab 2. Sistem Persamaan Linier
piran pertama terhadap penyelesaian SPL tersebut adalah
x 1
= 3=5
= 0:6
x 2
= 25=11
= 2:2727
x 3
= 11=10
= 1:1
x 4
= 15=8
= 1:8750
Sekarang dengan menggunakan nilai-nilai ini pada ruas kanan persa- maan P5 – P8, kita dapat menghitung hampiran kedua. Proses ini da-
pat diulang-ulang sampai keakuratan hampiran yang diinginkan tercapai. Berikut adalah hasil proses iterasi dengan menggunakan komputer
Tabel 2.2: Hasil iterasi P5, P6, P7, P8
n x
1 x
2 x
3 x
4 1
0:6 2:27273
1:1 1:875
2 1:04727
1:71591 0:805227
0:885227 3
0:932636 2:05331
1:04934 1:13088
4 1:0152
1:9537 0:968109
0:973843 5
0:988991 2:01141
1:01029 1:02135
6 1:0032
1:99224 0:994522
0:994434 7
0:998128 2:00231
1:00197 1:00359
8 1:00063
1:99867 0:999036
0:998888
Setelah iterasi ke-8 diperoleh hampiran penyelesaian
x =
1:00063; 1:99867;
0:999036; 0:998888
T :
Bandingkan dengan penyelesaian eksaknya, yakni
x =
1; 2;
1; 1
T
. C
ONTOH
2.14.
Selesaikan SPL berikut ini dengan menggunakan metode Iterasi Jacobi.
2x 1
x 2
+ 10x
3 =
11 3x
2 x
3 +
8x 4
= 11
10x 1
x 2
+ 2x
3 =
6 x
1 +
11x 2
x 3
+ 3x
4 =
25
Pengantar Komputasi Numerik c
Sahid 2004 – 2012
106 Bab 2. Sistem Persamaan Linier
menjadi persamaan ketiga dan keempat, metode Jacobi ternyata berhasil mem- berikan penyelesaian tersebut, sebagaimana terlihat pada hasil keluaran MAT-
LAB berikut ini.
A=[10 -1 2 0;-1 11 -1 3;2 -1 10 0;0 3 -1 8] A =
10 -1
2 -1
11 -1
3 2
-1 10
3 -1
8 b=[6;25;-11;-11]
b = 6
25 -11
-11 X0=[-2;1;3;-1];
[X,g,H]=jacobiA,b,X0,T,N X =
1.1039 2.9965
-1.0211 -2.6263
g = 1.0e-004
0.0795 0.2004
0.0797 0.1511
H = -2.0000
1.0000 3.0000
-1.0000 0.1000
2.6364 -0.6000
-1.3750 0.9836
2.6023 -0.8564
-2.4386 1.0315
2.9494 -1.0365
-2.4579 1.1022
2.9426 -1.0114
-2.6106 1.0965
2.9930 -1.0262
-2.6049 1.1045
2.9895 -1.0200
-2.6256 1.1030
2.9965 -1.0220
-2.6236 1.1040
2.9956 -1.0209
-2.6264 Pengantar Komputasi Numerik
c Sahid 2004 – 2012
2.5 Iterasi Jacobi 107
1.1037 2.9966
-1.0212 -2.6260
1.1039 2.9964
-1.0211 -2.6264
1.1039 2.9965
-1.0211 -2.6263
1.1039 2.9965
-1.0211 -2.6263
1.1039 2.9965
-1.0211 -2.6263
Iterasi Jacobi konvergen dengan menggunakan batas toleransi 0.0001 sete- lah iterasi ke-13. Penyelesaian yang diberikan persis sama dengan yang di-
hasilkan dengan metode langsung. Hampiran penyelesaian SPL kita adalah
X =
1:1039 2:9965
1:0211 2:6263
T
.
Catatan:
Dari contoh di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa urutan per-
Syarat metode iterasi Jacobi konvergen
adalah bahwa matriks koefisien
A
bersifat
dominan secara diagonal
.
samaan di dalam suatu SPL sangat berpengaruh terhadap penampilan metode iterasi Jacobi. Kalau kita amati lebih lanjut contoh di atas, ke-
konvergenan iterasi Jacobi pada strategi kedua dikarenakan kita telah mengubah susunan SPL sedemikian hingga elemen-elemen
a ii
meru- pakan elemen-elemen terbesar pada setiap baris. Dengan kata lain, apa-
bila matriks koefisien
A
merupakan matriks dominan secara diagonal, maka metode iterasi Jacobi akan konvergen. Suatu matriks
A
berukuran
n n
dikatakan dominan secara diagonal apabila
ja ii
j ja
i;1 j
+ :
: :
+ ja
i;i 1
j +
ja i;i+1
j +
: :
: +
ja i;n
j
untuk
i =
1; 2;
: :
: ;
n:
LATIHAN 2.5
1. Tentukan di antara SPL-SPL di bawah ini mana yang apabila dise- lesaikan dengan metode iterasi Jacobi konvergen. Selesaikan SPL-
SPL tersebut dengan menggunakan program MAATLAB jacobi
dengan menggunakan hampiran awal vektor nol, batas toleransi 0.00001, dan maksimum iterasi 10. Hitunglah galat pada setiap ham-
piran penyelesaian yang Anda dapatkan dengan membandingkan dengan penyelesaian eksaknya.
a
4x 1
+ x
2 =
1 x
1 4x
2 +
x 3
= 1
x 2
4x 3
+ x
4 =
1 x
3 4x
4 =
1
Pengantar Komputasi Numerik c
Sahid 2004 – 2012
2.6 Iterasi Gauss-Seidel 111
Tabel 2.3: Hasil iterasi untuk
x 1
,
x 2
,
x 3
, dan
x 4
n x
1 x
2 x
2 x
4 1
0:6 2:32727
0:987273 0:878864
2 1:03018
2:03694 1:01446
0:984341 3
1:00659 2:00356
1:00253 0:998351
4 1:00086
2:0003 1:00031
0:99985
dengan
L
dan
U
berturut-turut adalah matriks segitiga bawah dan atas dengan diagonal nol dan
D
matriks diagonal. Maka persamaan 2.26 dapat ditulis dalam bentuk
X k
= D
1 b
LX k
U X
k 1
= D
+ LX
k =
b U
X k
1 =
X k
= D
+ L
1 b
U X
k 1
;
yang menghasilkan
Rumus iterasi matriks
Gauss–Seidel
X k
= D
+ L
1 U
X k
1 +
D +
L 1
b:
2.27 Suatu iterasi matriks
Pengertian iterasi matriks stasioner.
Iterasi Gauss–Seidel bersifat stasioner.
X k
= M
k X
k 1
+ C
k b
2.28
dikatakan stasioner jika
M k
dan
C k
tidak tergantung pada
k
, sehingga iterasinya dapat ditulis dalam bentuk
X k
= M
X k
1 +
C b:
2.29 Jelas bahwa metode iterasi Gauss–Seidel bersifat stasioner dengan
M =
D +
L 1
U
dan
C =
D +
L 1
.
Kekonvergenan Iterasi Matriks
Penyelesaian SPL
AX =
b
merupakan titik tetap iterasi matriks 2.28. Ini
artinya,
X =
A 1
b
dapat digunakan untuk mengganti masukan maupun Pengantar Komputasi Numerik
c Sahid 2004 – 2012
112 Bab 2. Sistem Persamaan Linier
keluaran pada persamaan iterasi 2.28, yakni
X =
A 1
b =
M k
A 1
b +
C k
b =
M k
X +
C k
b:
Dari kesamaan ini didapatkan
M k
X =
X C
k b:
2.30 Sekarang, misalkan
e k
adalah galat hampiran ke-
k
,
e k
= X
X k
2.31 Dengan menggunakan 2.28 dan 2.30 diperoleh
e k
= X
M k
X k
1 +
C k
b =
M k
X M
k X
k 1
= M
k X
X k
1 =
M k
e k
1 :
.. .
= M
k M
k 1
: :
: M
1 e
;
dengan
e
adalah galat hampiran awal. Untuk iterasi matriks stasioner termasuk iterasi Gauss–Seidel matriks galat hampiran ke-
k
adalah
e k
= M
k e
:
2.32 Dengan menggunakan sifat norm kita dapatkan
je k
j jjM
k j:je
j:
2.33 Iterasi matriks 2.28 dikatakan konvergen jika
lim k
1 e
k =
O
. Dari pertidaksamaan terakhir jelas bahwa hal ini akan dipenuhi jika
jjM jj
1
. Teorema berikut ini memberikan kriteria kekonvergenan iterasi Gauss–
Seidel.
T
EOREMA
2.3 K