Performance Accountability of civil society organizations ( Case Study at Indonesian Young Enterpreneur Association of Kota Bandar Lampung Representative office)

(1)

ABSTRACT

Performance Accountability of civil society organizations ( Case Study at Indonesian Young Enterpreneur Association of Kota Bandar Lampung Representative office)

By Agusetiawan

The emergence of young generation was marked by the emergency of some young generation association (OKP) such as Indonesian Young Enterpreneur Association (HIPMI). HIPMI is an association which concern with enterpreneurship and expected to participate on the development of it among young people. HIPMI of Kota Bandar Lampung Representative office (BPC HIPMI Kota Bandar Lampung) is also expected on youth capacity building in term of Enterpreneurship in Bandar Lampung region through various kinds of program created by HIPMI. The high number of poverty, high unemployment rate and least number of UMKM at Kota Bandar Lampung shows a mismatch of the role of OKPs that actually OKPs are expecting to help government on reducing poverty by improving Enterpreneurship capacity among societies especially among young people. By this situation, researcher is interested on research about performance accountability of OKPs especially BPC HIPMI Kota Bandar Lampung.

This research used qualitative methods approach. The research result shows that performance accountability of civil society organizations which is conducted by BPC HIPMI Kota Bandar Lampung has not been going well yet, especially in term of professional and legal accountability. Those can be seen from : democracy accountability that has been run well professional accountability that doesn’t run yet and legal accountability doesn’t run either Keywords : performance accountability, Civil Society Organizations.


(2)

ABSTRAK

AKUNTABILITAS KINERJA ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

(Studi Kasus di BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar lampung)

Oleh Agusetiawan

Indonesia mencatat, kemunculan generasi muda tersebut ditandai dengan adanya beberapa perkumpulan para generasi muda atau organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Munculnya ditandai dengan adanya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Salah satu masalah yang ada di segi ekonomi Indonesia adalah mengenai kewirausahaan. OKP sebagai wadah generasi muda diharapkan ikut berpartisipasi di dalam pengembangannya. OKP yang memiliki konsentrasi mengenai kewirausahaan adalah HIPMI. Pada pasal 3 Peraturan Organisasi HIPMI Nomor : I/PO/HIPMI/VI/2012 tentang petunjuk pelaksanaan pengelolaan organisasi, Salah satunya yaitu di Kota Bandar Lampung adalah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung. BPC Hipmi Kota Bandar Lampung diharapkan partisipasinya juga di dalam pengembangan kapasitas kepemudaan dalam masalah kewirausahaan di kota ini melalui berbagai program yang diciptakan. Tingginya angka kemiskinan, angka pengangguran dan masih sedikitnya sejumlah UMKM di Kota Bandar Lampung menyebabkan ketidaksesuaian dengan peran Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dimana peran OKP diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kemauan masyarakat terutama para pemuda untuk berwirausaha. Dengan adanya ketidaksesuaian yang peneliti dapat dengan peran OKP maka peneliti berusaha untuk meneliti dari segi akuntabilitas kinerja OKP itu sendiri.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan, pengolahan, analisis, dan pemeriksaan keabsahan data. Berdasarkan hasil penelitian, Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Kewirausahaan yang dilaksanakan pada BPC HIPMI Kota Bandar Lampung, belum berjalan baik (khususnya dalam akuntabilitas profesional dan akuntabilitas legal). Hal tersebut dapat dilihat dari 3 akuntabilitas, yaitu Pada akuntabilitas demokrasi telah berjalan, Pada akuntabilitas profesional tidak berjalan, dan Pada akuntabilitas legal tidak berjalan.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1991 di Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penulis tumbuh dan dibesarkan di sebuah keluarga sederhana dari pasangan Bapak Ujang Rusli dan Ibu Fatmawati. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar, Tanjung Karang, Bandar Lampung dari tahun 1997 hingga tahun 2003. Kemudian penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-Kautsar dari tahun 2003 hingga 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 5 Bandar Lampung dari tahun 2006 hingga 2009. Setelah lulus di bangku SMA.

Akhirnya dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila. Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan berorganisasi dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA). Pada periode 2011/2012, penulis tercatat sebagai sebagai Kabid Minat dan Bakat dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA).


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT Kupersembahkan karyaku ini untuk:

Bapakku tercinta Ujang Rusli dan Widi Prasetya, Ibuku tercinta Fatmawati dan Ismaria,

Kakakku dan Adik-Adikku tersayang Ade Kelana, Melati Marliana dan Aditya

Keponakanku Keisha Safitri

Para dosen dan guruku, serta Almamater tercinta, Yang telah memberi dukungan dan do’a


(8)

(9)

MOTO

“Barang siapa menolong agama ALLAH, niscaya ALLAh akan menolong mu dan

meneguhkan kedudukan mu.” (Qur’an Surat Muhammad; 7)

“Lihatlah orang

-orang yang dibawahmu dalam urusan harta dunia, dan jangan

sekali;kali melihat yang berada diatasmu, supaya kamu tidak meremehkan karunia

ALLAH yang diberikan kepadamu “ (Rasulullah SAW)

Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan

baginya jalan ke surga

(HR. Muslim)

Berusahalah untuk Tidak Menjadi Manusia yang Berhasil tapi Berusahalah

Menjadi Manusia yang Berguna

(Albert Einstein)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 7

C. TujuanPenelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Konsep Akuntabilitas Kinerja ... 10

1. Kinerja ... 10

1.1. Pengertian Kinerja ... 10

1.2. Jenis-jenis Kinerja ... 11

1.3. Pengukuran Kinerja ... 14

1.4. Elemen-elemen Pokok Kinerja ... 16

2. Akuntabilitas ... 17

2.1. Pengertian Akuntabilitas ... 17

2.2. Jenis Akuntabilitas ... 19

2.3. Lingkungan Akuntabilitas ... 21

2.4. Kendala-kendala Akuntabilitas ... 26

2.5. Faktor-faktor keberhasilan Akuntabilitas... 29

C. Organisasi Masyarakat Sipil ... 31

1. Pengertian Organisasi Masyarakat Sipil ... 31

2. Lingkup Kegiatan Organisasi Masyarakat Sipil ... 34


(11)

D. Kewirausahaan ... 37

1. Pengertian Kewirausahaan ... 37

2. Tujuan Kewirausahaan ... 38

3. Sasaran Kewirausahaan... 39

4. Asas Kewirausahaan ... 40

5. Manfaat Kewirausahaan ... 40

E. Kerangka Pikir ... 43

III. METODE PENELITIAN ... 46

A. Tipe Penelitian ... 46

B. Fokus Penelitian ... 46

C. Informan Penelitian ... 47

D. Lokasi Penelitian ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 50

G. Teknik Keabsahan Data ... 52

IV. GAMBARAN UMUM ... 55

A. Gambaran Umum BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 55

1. Sejarah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 56

2. Visi dan Misi BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 57

3. Struktur BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 58

4. Program Kerja BPC HIPMI Kota Bandar Lampung ... 75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78

A. HIPMI sebagai Organisasi Masyarakat Sipil ... 78

B. Deskripsi Hasil Penelitian Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 81

1. Akuntabilitas Demokrasi ... 81

2. Akuntabilitas Profesional ... 91

3. Akuntabilitas Legal ... 93

C. Pembahasan Hasil Penelitian Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 96

1. Akuntabilitas Demokrasi ... 96

2. Akuntabilitas Profesional ... 101

3. Akuntabilitas Legal ... 103

D. Deskripsi Lingkungan Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 106

E. Deskripsi Kendala-kendala dan Faktor-faktor keberhasilan Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil ... 109


(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Model Kerangka Pikir ... . 45 2. Logo HIPMI ... 59 3. Kegiatan Musyawarah Cabang HIPMI di bulan April ... 79 4. Pengurus dan Anggota HIPMI dalam acara Musyawarah Cabang

Bulan April ... 80 5. Anggota HIPMI sedang mengikuti pemaparan Rapat Kerja pengurus

HIPMI ... 83 6. Lokakarya program kerja HIPMI ... 90


(14)

(15)

(16)

LAMPIRAN 1 :

PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung Fokus: Akuntabilitas demokrasi

1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung terhadap anggota-anggotanya dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

2. Apakah pernah ada pelanggaran oleh anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan? 3. Apakah sanksi yang diberikan jika ada anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia

Kota Bandar Lampung yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

4. Bagaimanakah pengaturan yang ditetapkan oleh pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

5. Apakah prioritas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

Fokus: Akuntabilitas Profesional

1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung memiliki kode etik dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

2. Bagaimanakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

Fokus: Akuntabilitas Legal

1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung bertanggung jawab kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

2. Bagaimana bentuk tanggung jawab Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan? 3. Kapan dilaksanakannya bentuk tanggung jawab Himpunan Pengusaha Muda

Indonesia Kota Bandar Lampung kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?


(17)

LAMPIRAN 2 :

PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Anggota Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung

Fokus: Akuntabilitas demokrasi

1. Apakah ada bentuk tanggung jawab yang diberikan pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

2. Apakah pernah ada pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

3. Apakah pernah ada yang diberikan sanksi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

4. Apakah pimpinan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung menetapkan pengaturan dalam pelaksanaan kegiatan

pengembangan kewirausahan?

5. Apasajakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan

kewirausahan?

Fokus: Akuntabilitas Profesional

1. Apakah anda mengetahui kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan

kewirausahan?

2. Apasajakah bentuk kode etik Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan

kewirausahan?

Fokus: Akuntabilitas Legal

1. Apakah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kota Bandar Lampung

pernah melaksanakan tanggung jawab dalam pelaksanaan kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?

2. Kapan dilaksanakan tanggung jawab dalam pelaksanaan kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kewirausahan?


(18)

SUSUNAN PENGURUS BADAN PENGURUS CABANG

HIMPUNAN PENGUSAHA MUDA INDONESIA KOTA BANDAR LAMPUNG

MASA BAKTI 2010-2013

A.BADAN PENGURUS CABANG

Ketua Umum Fauzan Sibron

Ketua Bidang Organisasi Dan Hukum Nova Irawan

Ketua Bidang Pembinaan Usaha Yanwar Irawan

Ketua Bidang Perdagangan Reza Adhitya

Ketua Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral Surprus Putra

Ketua Bidang Tekhnologi Informasi Faishal Fuadi

Ketua Bidang Infrastruktur Dan Properti Virmansyah

Ketua Bidang Perhubungan Hendra Mukri

Sekretaris Umum Yandra Hardiansyah

Wakil Sekretaris Oman Cik Ardi

Wakil Sekretaris Hesti Feritasari


(19)

Bendahara Umum Ihdy Varry Cakradinata

Wakil Bendahara Romi Purnomo

Wakil Bendahara Nizar Romas

KOMPARTEMEN-KOMPARTEMEN

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum

Komp. Organisasi Keanggotaan Dan Kaderisasi Endah Barliyantho

Komp. Pemberdayaan Daerah, Badan

Otonom Dan Kelembagaan Fauzan

Komp. Kerjasama Antar Lembaga Hendry Caisinjer

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Pembinaan Usaha

Komp.Konsultasi Usaha Dan Asuransi Dila Meilinda

Komp. Jasa Keuangan, Investasi,Dan Pasar Modal Ivan Yusadinandra

Komp. Bantuan Hukum Arnal Sembiring

Komp. Bina UKM Dan Koperasi Amrulloh Ahmad L. Hakim

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Perdagangan

Komp. Industri Arif Natapraja

Komp. Perdagangan Rudi Putra Nuril Hakim


(20)

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam

Komp. Pertambangan Dan Energi M. Dalton Saputra

Komp. Kelautan dan Perikanan Aryono Agus Prasetyo

Komp. Peternakan Donny Irawan

Komp. Pertanian Desta Pandu Wibowo

Komp. Kehutanan Willy Lesmana Putra

Komp. Perkebunan Rolan Nurfa

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Tekhnologi Informasi

Komp. Media Massa Adhitya Saputra

Komp. Telekomunikasi Awa Melindra

Komp. Telematika Naldi Rinara

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Properti

Komp. Perhotelan Arienaldo Rahman

Komp. Konstruksi dan Real Estate Rudy Hartana

Komp. Infrastruktur M. Nasir Jusuf

Komp. Perkantoran A. Oloan Hasibuan

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Perhubungan

Komp. Pariwisata dan Lingkungan Hidup Turki

Komp. Transportasi Muh. Gatot


(21)

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum

Departemen Organisasi Syamsu Hidayat

Departemen Keanggotaan Dan Kaderisasi Jaidin

Departemen Pemberdayaan Daerah Ahmad Nasir

Departemen Kerjasama Antar Lembaga Agus Nandang Priyanto

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Pembinaan Usaha

Departemen Jasa Keuangan Ika Sulistyowati Irawan

Departemen Investasi,Dan Pasar Modal Ari Wibowo

Departemen Bina UKM Dan Koperasi Darmalita

Departemen Bantuan Hukum Ade Rizal

Departemen Konsultasi Usaha Dan Asuransi Aria Mawar Sita

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Perdagangan

Departemen Industri Umar

Departemen Perdagangan Dalam Negeri Somas Almayasir

Departemen Perdagangan Luar Negeri Tommi Fernando

Departemen Pergudangan Budi Indarto

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam

Departemen Pertanian Yeni Ferini

Departemen Perkebunan Rafli

Departemen Pertambangan Lucky Ariyandi

Departemen Energi Mustafa Ibnu Hariyandi


(22)

Departemen Kehutanan Dimas Prama Putra

Departemen Peternakan Melianti

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Tekhnologi Informasi

Departemen Media Cetak Maria

Departemen Media Elektronik M. Aditya Karya

Departemen Telematika Adiansyah

Departemen Industri Kreatif Andri

Departemen Hubungan Kemasyarakatan Rizal Pandika

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Properti

Departemen Perhotelan Adinda Fitri

Departemen Konstruksi dan Rancang Bangun Irene Fransiska

Departemen Perkantoran Regika Christy

Departemen Real Estate Mia Ayunda Sari

Departemen Infrastruktur Christopan Dewansyah

Departemen Dalam Lingkup Kerja Bidang Perhubungan

Departemen Pariwisata Norma Yulianti

Departemen Ekspedisi Riki Kusuma

Departemen Lingkungan Hidup Dwi Lastono

Departemen Kebudayaan Mad Yani


(23)

SUSUNAN PENGURUS BADAN PENGURUS CABANG

HIMPUNAN PENGUSAHA MUDA INDONESIA KOTA BANDAR LAMPUNG

MASA BAKTI 2013-2016

A.BADAN PENGURUS CABANG

Ketua Umum Naldi Rinara S. Rizal, SE.,MM.

Ketua Bidang Organisasi Dan Hukum Wiriawan Sada Melindra

Ketua Bidang Ekonomi Dan Keuangan Surprus P. Prabowo

Ketua Bidang Perindustrian Dan Perdagangan Ihdi Varry Cakradinata

Ketua Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral Herwan SDA

Ketua Bidang Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nova Irawan

Ketua Bidang Infrastruktur Dan Properti Khairul Seray

Ketua Bidang Agribisnis Dan Kelautan Nizar Romas

Ketua Bidang UKM Dan Koperasi Dafryan Anggara

Sekretaris Umum Aditya Saputra

Wakil Sekretaris Habrin Trimadhika

Wakil Sekretaris Fitra Al Farisi


(24)

Bendahara Umum Oman Cik Ardi Indrawan

Wakil Bendahara Hikmah Sarah Putri

Wakil Bendahara Romi Purnomo

Wakil Bendahara Amrullah Ahmad Elhakim

KOMPARTEMEN-KOMPARTEMEN

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Organisasi Dan Hukum

1. Komp. Organisasi Keanggotaan Dan Kaderisasi MGS Edwar

2. Komp. Pemberdayaan Daerah, Badan

Otonom Dan Kelembagaan Rezky Wirmandy

3. Komp. Pendidikan Dan Pelatihan Randy Pramana

4. Komp. Hubungan Senior Rudi Hartono

5. Komp. Hukum Dan GCG M. Iqbal Chadafi

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Ekonomi Dan Keuangan

1. Komp. Perbankan Lembaga Keuangan

Bukan Bank Arie Wibowo

2. Komp. Investasi, Asuransi Dan Pasar Berjangka Firman Ismail

3. Komp. Kebijakan Ekonomi Fiskal Dan Moneter Giri Akbar

4. Komp. Ekonomi Syariah Gerry Izaputra

5. Komp. Pasar Modal Khairiah Ilyas


(25)

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Industri, Perdagangan Dan Perhubungan

1. Komp. Perdagangan Luar Negeri Dan

Pengembangan Ekspor Nonoral Dimas Pramana

2. Komp. Perdagangan Dalam Negeri Maris Yuliana

3. Komp. Logistik Dan Distribusi Andri Saputra

4. Komp. Perhubungan Dan Transportasi Wahyudi

5. Komp. Waralaba Lucky Trisantama

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Sumber Daya Alam, Energi Dan Mineral

1. Komp. Minyak, Gas Dan Energi Ahmad Firman Adhitama

2. Komp. Pertambangan Andri Surya Praja

3. Komp. Energi Terbarukan Yoza Cripta Utama

4. Komp. Industri Penunjang Energi

Dan Sumber Daya Alam Ario Saputra

5. Komp. Industri Penunjangan Sumber Daya Alam Debby Ayuza

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif

1. Komp. Telekomunikasi Dan Telematika Muhammad Najib

2. Komp. Kehumasan Dan Media Regika Christie

3. Komp. Industri Kreatif berbasis design

(Design, Fashion. Arsitektur) Fezza Zastadika

4. Komp. Industri kreatif berbasis Elektronik


(26)

5. Komp. Industri Kreatif berbasis Budaya

(Kuliner, Kerajinan, Pasar Barang Seni, Musik,

Seni Pertunjukan) Pipit Taufani

6. Komp. Industri Berbasis Media

(Penerbitan, Percetakan, Dan Periklanan) Erwin Warga Negara

7. Komp. Pariwisata Dan Promosi Utari Hardiyanti Setiawan

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Infrastruktur Dan Properti

1. Komp. Pengembangan Infrastruktur Darat Daniel Jack Canierie

2. Komp. Sumber Daya Air Dan Irigasi Erick Saputra

3. Komp. Pengembangan Sarana Pemukiman

dan Tata Ruang Auriela

4. Komp. Penunjang Infrastruktur Dan Properti Farouk Maulana

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang Agribisnis Dan Kelautan

1. Komp. Pertanian Dan Perkebunan Fitrah Abung Mukmin

2. Komp. Peternakan Dan Pertahanan Pangan Hendry Dwi Kurniawan

3. Komp. Pengelolaan Dan Pemasaran

Produk Agribisnis Reza Singagerda

4. Komp. Perikanan Dan Kelautan Nusantara

Kompartemen Di bawah Lingkup Kerja Bidang UMKM Dan Koperasi

1. Komp. Pembinaan Pengusaha Pemula Andini

2. Komp. Pembinaan UKM Dan Koperasi Derry Zeldianto

3. Komp. Pengembangan Pemodalan UKM Farhan Wasdi


(27)

Dan Koperasi


(28)

Tabel Triangulasi

Fokus Penelitian Sumber Data

Interview Dokumentasi Observasi

1. Democratic Accountability

- Adanya pelaporan hasil kinerja organisasi BPC

HIPMI Kota Bandar

Lampung kepada

Musyawarah Cabang yang diselenggarakan di akhir kepengurusan.

- Pada Musyawarah Cabang

disebutkan bahwa program kerja yang terlaksana 5

(lima), faktor yang

menyebabkan adalah

Minimnya kesadaran

kader.

- Gambar 3. Kegiatan

Musyawarah Cabang

HIPMI di bulan April

- Gambar 4. Pengurus

dan Anggota HIPMI

dalam acara

Musyawarah Cabang

Bulan April

- Tabel hasil program

kerja yang terealisasi oleh BPC HIPMI Kota

Bandar Lampung

periode 2010-2013

- Gambar 5. Pengurus

HIPMI sedang

- Musyawarah Cabang ke IV

HIPMI Kota Bandar

Lampung tanggal 22 april 2013

- hasil evaluasi musyawarah cabang BPC HIPMI Kota Bandar Lampung

- visi BPC HIPMI Kota

Bandar Lampung periode

2010-2013 yaitu

membangun Masyarakat

Kota Bandar Lampung

yang Makmur dan Sejahtera


(29)

- Pemerintah Kota Bandar Lampung, Partner HIPMI dan sektor swasta turut diundang dalam kegiatan Musyawarah Cabang BPC

HIPMI Kota Bandar

Lampung.

- Adanya pemberian

tanggung jawab kepada

para anggota sebelum

adanya pelaksanaan

program kerja.

- Ketua umum mempunyai

hak prerogatif untuk

memberiakn tugas kepada anggota-anggotanya.

- Rapat pengurus yang

dilaksanakan BPC HIPMI Kota Bandar Lampung

berkumpul untuk

membicarakan Rapat

Kerja HIPMI

- Gambar 6. Anggota

HIPMI sedang

mengikuti pemaparan Rapat Kerja pengurus HIPMI

- AD/ART HIPMI

Kewirausahaan dan

Kemandirian Ekonomi

dalam rangka Memasuki Era Pasar Bebas dan misi BPC HIPMI Kota Bandar Lampung periode 2010-2013 yaitu:

a. Meningkatkan peran serta

HIPMI Kota Bandar

Lampung kepada

masyarakat di semua

lapisan khususnya

masyarakat dunia usaha dalam bentuk program kerja nyata.


(30)

dilakukan terkait pelaksanaan program kerja

baik konsep maupun

teknis pelaksanaan.

- Program kerja yang

diciptakan didasarkan

untuk mencapai tujuan pokok yang termuat di dalam AD/ART dan visi misi ketua umum

modal kerja bagi pelaku usaha sektor rill / UKMK. c. Bersinergi antara HIPMI

Kota Bandar Lampung

dengan kalangan

Pemerintah / kalangan

birokrat dalam

pengaplikasian

program-program kerja Hipmi Kota Bandar Lampung.

d. Meningkatkan peran serta

pemuda dalam proses

pembangunan di Kota


(31)

pemberian pemahaman

guna meningkatkan

keterampilan hidup/ life skill.

e. Menciptakan iklim usaha yang kondusif guna menarik investor dalam dan luar negeri sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda di kota Bandar Lampung.

- pokok-pokok program BPC

HIPMI Kota Bandar

Lampung sebagai berikut: 1. Penataan organisasi 2. Pembinaan anggota


(32)

3. Partisipasi publik 2. Professional

Accountablity

- Adanya pedoman

organisasi dan AD/ART di dalamnya yang mengatur tentang kode etik.

- Kegiatan safari ramadhan

dan panti asuhan,

workshop maupun diskusi

diciptkan untuk

mengenalkan HIPMI

kepada Masyarakat dan

menambah wawasan

kepada siswa dan

mahasiswa dalam

kewirausahaan.

-- AD/ART HIPMI

- pedoman organisasi

HIPMI

- Adanya Pedoman

Organisasi sebagai landasan kode etik HIPMI

- Adanya AD/ART HIPMI

3. Legal

Accountability

- HIPMI berkoordinasi

dengan KNPI sebagai

- Gambar 8. Lokakarya

program kerja HIPMI

- Adanya


(33)

induk organisasi dan

sebagai perpanjangan

tangan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

- BPC HIPMI Kota Bandar

Lampung melaksanakan

Loka karya dan

memberikan hasil tahunan kepada KNPI.

- Berdasarkan

Undang-Undang Republik

Indonesia, BPC HIPMI Kota Bandar Lampung

berhak melaksanakan

kegiatan pengembangan

kewirausahaan.

- Undang-Undang

Republik Indonesia

tentang Kepemudaan

Bandar Lampung yang

dijabarkan dalam

Musyawarah cabang HIPMI yaitu:

1. Masih kecilnya kucuran kredit perbankan, akibat masih tingginya resiko, terutama karena instabilitas kondisi sosial dan budaya

serta kondisi makro

ekonomi.

2. Masih adanya keterbatasan sarana dan infrastruktur

pembangunan di daerah


(34)

3. Sistem dan kebijakan

perpajakan yang

memberatkan para

pengusaha.

4. Tingginya tingkat suku bunga lembaga keuangan di

daerah ini, semakin

menyulitkan pengusaha

dalam hal permodalan

terutama modal kerja.

5. Peningkatan angka

pengganguran dari waktu ke waktu.


(35)

dengan karyawan dalam hubungan industri.

7. Tidak adanya pola

kerjasama yang saling

menguntungkan antara

industri besar dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

8. Pengelolaan badan usaha yang tidak profesional,

mengakibatkan semakin

menumbuh suburkan pola usaha yang bersifat kolutif, korupsi dan nepotisme.


(36)

9. Terbatasnya jumlah dan

jenis pekerjaan yang

disediakan oleh pemerintah, terutama berkaitan dengan proyek-proyek

pembangunan.

10.Lemahnya sumber daya

profesional didaerah ini, mengakibatkan pengusaha lokal sulit bersaing ditingkat nasional.


(37)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat yang banyak. Hal tersebut berimplikasi dalam kebutuhan manusia yang juga tinggi. Baik materiil dan spiritual. Berbagai segi kehidupan juga dijalankan, seperti : segi pendidikan, ekonomi, hukum, budaya, dan lain-lain. Keseluruhan segala macam segi kehidupan tersebut memiliki implikasi. Setiap sektor harus mengalami proses dan pencapaian yang baik, jika tidak maka hal tersebut kemungkinan akan berdampak buruk.

Tulang punggung dalam menjalankan tongkat estafet kehidupan Indonesia, khususnya dalam seluruh segi kehidupan adalah generasi muda. Sejak sebelum Indonesia merdeka, generasi muda telah memiliki peran penting. Walaupun ketika di zaman tersebut, generasi muda mengalami banyak permasalahan yang dialami. Sebagai contoh, dalam segi pendidikan, para generasi muda mengalami keterbatasan dalam akses mengikuti jenjang pendidikan (baik dasar, menengah,


(38)

2

atau atas), dalam segi ekonomi, keterbatasan dalam hal memperoleh pekerjaan yang layak serta memunculkan inovasi pekerjaan, dan permasalahan tersebut terjadi pula dalam segi kehidupan yang lain. Oleh karena itu, muncul beberapa generasi muda yang memiliki daya juang tinggi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Indonesia mencatat, kemunculan generasi muda tersebut ditandai dengan adanya beberapa perkumpulan para generasi muda atau organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). OKP pada masa sebelum Indonesia merdeka antara lain : Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Boedie Oetomo, dan lain-lain. Akhirnya, adanya OKP tersebut mewabah sampai pada masa pasca Indonesia merdeka sampai kini. Munculnya ditandai dengan adanya, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Pemuda Katholik, Purna Paskibraka Indonesia, Reformasi Demokrasi, Pemuda Justitia, Generasi Muda Kosgoro, dan lain-lain.

Berdasarkan adanya beberapa OKP yang disebutkan di atas, Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2009 (UU RI No. 40 Tahun 2009) tentang kepemudaan untuk mengatur mengenai pembangunan kepemudaan. Pada pasal 3 UU RI No. 40 Tahun 2009, di jelaskan bahwa pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan


(39)

3

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu masalah yang ada di segi ekonomi Indonesia adalah mengenai kewirausahaan. OKP sebagai wadah generasi muda diharapkan ikut berpartisipasi di dalam pengembangannya. Di jelaskan pada Pasal 27 ayat ayat 1 dan 2 UU RI No. 40 Tahun 2009, bahwa : 1. pengembangan kewirausahaan pemuda dilaksanakan sesuai dengan minat, bakat, potensi pemuda, potensi daerah, dan arah pembangunan nasional. 2. Pelaksanaan pengembangan kewirausahaan pemuda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, atau organisasi kepemudaan. OKP yang memiliki konsentrasi mengenai kewirausahaan adalah HIPMI. Pada pasal 3 Peraturan Organisasi HIPMI Nomor : I/PO/HIPMI/VI/2012 tentang petunjuk pelaksanaan pengelolaan organisasi dijelaskan bahwa HIPMI memiliki 5 (lima) tugas yaitu :

1. Tugas Pokok HIPMI adalah membina, memajukan, dan mengembangkan generasi muda pengusaha menjadi pengusaha yang profesional, kuat, tangguh dan global dalam sektor usaha yang ditekuni.

2. HIPMI juga ikut berperan serta dalam mensukseskan proses pembangunan nasional maupun daerah menuju terciptanya masyarakat yang makmur dan berkeadilan.

3. Fungsi HIPMI adalah organisasi kader pengusaha nasional serta wadah untuk memperjuangkan aspirasi ekonomi para Pengusaha Muda Indonesia. 4. Kegiatan HIPMI adalah meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan kewirausahaan anggota, penyebaran informasi usaha dalam arti yang luas, dan pengembangan profesionalisme dalam berusaha.


(40)

4

5. Mengembangkan sistem demokrasi ekonomi, dan memupuk semangat serta kesadaran nasional para pengusaha muda untuk berjiwa patriot pejuang serta bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik.

Dalam penyebaran tanggung jawab organisasi HIPMI, HIPMI membentuk badan pengurus cabang (BPC) di tiap daerah diseluruh Provinsi yang ada di Indonesia. Khusus sebagai pelaksana dan penanggung jawab di Kota Bandar Lampung adalah BPC HIPMI Kota Bandar Lampung. BPC Hipmi Kota Bandar Lampung diharapkan partisipasinya juga di dalam pengembangan kapasitas kepemudaan dalam masalah kewirausahaan di kota ini melalui berbagai program yang diciptakan.

Menurut Fauzan Sibron (Ketua BPC HIPMI Kota Bandar Lampung periode 2010-2013) di dalam buku “Bunga Rampai Perjalanan Hipmi Lampung”, program utama yang dilaksanakan oleh BPC HIPMI Kota Bandar Lampung dalam partisipasinya mengembangkan kewirausahaan adalah pengembangan fasilitasi interkoneksi (network) antar anggota, mengembangkan fasilitas arus informasi pengetahuan (knowledge). dan mengembangkan akses birokrasi serta pendanaan. Lewat ketiga program ini, Hipmi diharapkan dapat menciptkan pengusaha muda yang mandiri, dan dapat menjawab tantangan zaman globalisasi ini.

HIPMI dalam pelaksanaan program-program tersebut, melakukan hubungan kerjasama dengan organisasi mahasiswa intra kampus. Sebagai contoh pada kegiatan stadium general yang diadakan bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung pada tanggal 28 April 2010. Kegiatan ini bertemakan, “Memulai Bisnis Dengan Kebebasan Finansial”.


(41)

5

Kondisi Bandar Lampung memiliki letak strategis yaitu berada diujung Selatan Pulau Sumatera dan menghadap langsung kearah Teluk Lampung, dengan luas wilayah ±197,22 km2. Secara demografi, penduduk kota Bandar Lampung terdiri dari berbagai suku bangsa Heterogen, dari hasil proyeksi jumlah penduduk dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung per-oktober tahun 2011 sebanyak 1.311.240 jiwa. Keuntungan sebagai ibukota Provinsi Lampung tidak lah cukup bagi kota Bandar lampung, hal ini dikarenakan jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi di Provinsi Lampung. Data badan pusat statistik tahun 2011 yang mencatat bahwa jumlah penduduk miskin yang berada di kota Bandar Lampung mencapai 121,6 ribu jiwa. Angka tersebut mungkin sangat lah tinggi jika dibandingkan dengan Kota Metro dan Kota Way kanan, Kota Metro sendiri tercatat 19 ribu jiwa jumlah penduduk miskin dan way kanan tercatat 72,5 ribu jiwa warga miskin. (data BPS Provinsi Lampung).

Di sisi lain, jumlah pengganguran usia 15 tahun keatas yang dilansir badan pusat statistik Provinsi Lampung mencapai 47 825 jiwa. Jumlah pengganguran di kota bandar lampung menjadi jumlah terbesar di antara kabupaten atau kota lain di Provinsi Lampung (Data BPS Tahun 2012). Untuk menggurangi jumlah penduduk miskin serta menekan jumlah pengganguran di kota Bandar Lampung, Pemerintah dituntut untuk memperluas lapangan kerja dengan memberdayakan Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). Salah satunya dengan memberikan modal usaha pengembangan usaha yang mampu menyerap angkatan kerja. Seperti yang dilansir oleh SuaraKomunitas.com ( diakses tanggal 8 mei 2013)


(42)

6

“Jika Pemkot Bandar Lampung tidak segera berupaya menurunkan tingkat pengangguran yang ada masyarakat akan kesulitan mencukupi kebutuhan hidupnya karena menganggur. hal ini akan menimbulkan efek negatif, yaitu sebagian masyarakat akan berpikiran sempit dalam memilih pekerjaan dan mempertinggi tingkat kriminalitas.”

Jumlah Usaha mikro kecil menengah di kota bandar lampung masih sangat lah kurang. Pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) dan UKM Kota Bandar Lampung mencatat tahun 2010 sedikitnya ada 710 unit industri rumah tangga di Kota Tapis Berseri ini. (www.Tribun lampung.co.id di akses tanggal 8 mei 2013). Idealnya jumlah UMKM di Kota Bandar Lampung memiliki dua persen atau ± 262.248 jiwa dari jumlah populasi jiwa di daerah tersebut. Hal ini menjadi ketimpangan antara jumlah yang ada, sehingga diperlukan perhatian lebih Pemerintah terhadap Organisasi Masyarakat Sipil yang berkonsentrasi pada kewirausahaan agar terjadi sinergisitas kinerja untuk mencapai target idealnya.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat tingginya angka kemiskinan, angka pengangguran dan masih sedikitnya sejumlah UMKM di Kota Bandar Lampung. Hal tersebut tidak sesuai dengan peran Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dimana peran OKP diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kemauan masyarakat terutama para pemuda untuk berwirausaha. Dengan adanya ketidaksesuaian yang peneliti dapat dengan peran OKP maka peneliti berusaha untuk meneliti dari segi akuntabilitas kinerja OKP itu sendiri. Terkait hal tersebut partisipasi yang dilaksanakan memiliki pertanggungjawaban dalam bentuk akuntabilitas. Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan riset


(43)

7

mengenai akuntabilitas kinerja Organisasi Masyarakat Sipil yang nantinya dilakukan studi pada Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia kota Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian-uraian yang telah peneliti paparkan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah akuntabilitas kinerja himpunan pengusaha muda Indonesia Kota Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan dan menganalisis akuntabilitas kinerja himpunan pengusaha muda Indonesia Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan atau Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis adalah sebagai masukan bagi pengembangan konsep Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia yang dalam hal ini mengetahui akuntabilitas kinerja Organisasi Masyarakat Sipil.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada instansi terkait dalam akuntabilitas kinerja Organisasi Masyarakat Sipil.


(44)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini, sebagai referensi dalam pemilihan topik penelitian. Diantaranya yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan Ivanaly (2007), dengan tujuan penelitian untuk

mendeskripsikan dan menganalisis Peranan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dalam mengembangkan nilai-nilai masyarakat demokratis. Berdasarkan hasil penelitian, nilai-nilai masyarakat demokratis yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antar warga, kesetaraan gender, kedaulatan rakyat, rasa percaya (trust) dan kerjasama telah dikembangkan dan diterapkannya dalam menjalankan organisasi. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh LSM Malang Corruption Watch (MCW) dalam mengembangkan nilai-nilai masyarakat demokratis adalah : kurangnya respon masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan menerima pendapat, dalam kebebasan berkelompok masih kurangnya masyarakat yang sadar akan pentingnya berkelompok, kurangnya partisipasi masyarakat dan minimnya rasa sense of belonging (rasa


(45)

9

memiliki), masih banyaknya masyarakat yang merasa dirinya lebih dari yang lain atau merasa superior, kurangnya SDM perempuan yang mau melibatkan diri dalam kegiatan yang mengandung nilai-nilai masyarakat demokratis, kurangnya perhatian dan akuntabilitas dari birokrasi, adanya krisis kepercayaan terhadap pihak LSM, dan kurangnya kerjasama antara elemen masyarakat, pemerintah dan LSM.. Penelitian ini menjadi referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai akuntabilitas kinerja pada organisasi masyarakat sipil yang terfokus pada peningkatan ekonomi masyarakatnya.

2. Penelitian selanjutnya tentang Negara dan Civil Society dalam Masalah Disintegrasi Bangsa oleh Yunizir Djakfar Tahun (2010). Berdasarkan Hasil penelitian Civil society tidak hanya berhenti di aspek perdebatan, namun hendaknya juga mampu secara cerdas dan jelas, memberikan sumbangsih pengabdian kepada masyarakat. Konsep Civil Society memiliki ciri yang otonomi, kemandirian, dan bersikap kritis. Civil society dan negara mempunyai hubungan sebagai partner yang saling melengkapi. Dan Civil Society memiliki Peran dalam pemberdayaan yang nyata dalam mendukung keutuhan negara yang mestinya juga dilaksanakan, tidak hanya pada wilayah dialektika konseptual. Penelitian ini juga menjadi sumbe referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai akuntabilitas kinerja pada organisasi masyarakat sipil yang terfokus pada peningkatan ekonomi masyarakatnya.


(46)

10

B. Konsep Akuntabilitas Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dan akuntabilitas, sehingga suatu organisasi dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Menurut Donald dan Lawton dalam Keban (1995: 60) pengukuran kinerja suatu organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan penilaian tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organiasi.

Akuntabilitas terkait dengan kinerja organisasi, karena hal inilah yang membedakan akuntabilitas dengan cara-cara yang lebih tradisional dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan suatu kebijakan atau program ( Keban, 1995: 58). Dengan adanya akuntabilitas diharapkan kinerja organisasi meningkat. Karena dalam akuntabilitas, organisasi dihadapkan pada kewajiban yang harus dilaksanakan secara benar dan baik dan dapat mempertanggungjawabkan dari tugas tersebut sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu, lebih jelasnya akan dibahas lebih detail tentang kinerja dan akuntabilitas sebagai berikut :

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja menurut A. Dale Timple (1992:231) dipersamakan dalam

Bahasa Inggris yaitu “performance”. Kata performance sendiri bila dilihat dalam

Kamus Bahasa Inggris diartikan sebagai daya guna, prestasi atau hasil ( Echols dan Shadily, 1986:97 ). Sehubungan dengan pernyataan hal diatas, Aman Sudarto


(47)

11

(1999:2) menjelaskan bahwa kinerja adalah sebagai hasil atau unjuk kerja dari suatu orang yang dilakukan oleh individu, yang dapat ditujukan secara konkrit dan dapat diukur. Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah perbuatan, penampilan, prestasi, daya guna dan unjuk kerja dari suatu organisasi atau individu yang dapat ditujukan secara nyata dan dapat diukur.

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program serta kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategis suatu organisasi. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai (Mahsun, 2006:25).

Dari pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.

b. Jenis-jenis Kinerja

Kinerja suatu organisasi, baik yang bergerak di bidang yang beroerntasi mencari keuntungan, organisasi pemerintah atau organisasi pendidikan semuanya tergantung kinerja dari peserta organisasi yang bersangkutan. Meskipun setiap organisasi memiliki ragam tujuan yang berbeda di nilai berkinerja baik bila meraih keberhasilan. Dan hal ini disebabkan etos kerja dalam bentuk kinerja karyawan sebagai pelaku organisasi yang baik. Keberhasilan organisasi dengan ragam kinerja tergantung kepada kinerja para peserta organisasi yang bersangkutan. Unsur manusialah yang memegang peranan sangat penting dan


(48)

12

menentukan keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi ada tiga jenis kinerja yakni (Sedarmayanti, 2004: 74):

1. Kinerja strategik

Kinerja strategik biasanya berkaitan dengan strategi dalam penyesuaian terhadap ligkungannya dan kemampuan di mana suatu organisasi berada. Biasanya kebijakan strategik dipegang oleh top manajer karena menyangkut strategi menghadapi pihak luar, dan juga kinerja strategik harus mampu membuat visi kedepan tentang kondisi makro ekonomi negara yang berpengaruh pada kelangsungan organisasi.

2. Kinerja administratif

Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi. Termasuk didalmnya tentang struktur administratif yang mengatur hubungan otoritas (wewenang) dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan atau bekerja pada unit-unit kerja yang terdapat dalam organisasi. Disamping itu, kinerja administratif berkaitan dengan kinerja dari mekanisme aliran informasi antar unit kerja dalam organisai,agar tercapai sinkronisasi kerja antar unit kerja.

3. Kinerja operasional

Kinerja operasional berkaitan dengan efektifitas penggunaan setiap sumber daya yang digunakan organisasi.Kemampuan mencapai efektifitas penggunaan sumberdaya (modal, bahan baku, teknologi dan lain-lain) tergantung kepada sumberdaya manusia yang mengerjakan.


(49)

13

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis kinerja ditekankan pada kemampuan organisasi dalam penyesuaian di lingkungan organisasi tersebut berada, kemampuan mengatur wewenang dan tanggung jawab di dalam organisasi, dan efektivitas penggunaan sumber daya.

Sedangkan menurut Aman Sudarto (1999:3) Ada beberapa jenis kinerja, yaitu :

1. Kinerja organisasi, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari organisasi dan dapat dipengaruhi oleh kinerja sebagai alat ukur, sehingga ukuran kinerja tersebut dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi orang.

2. Kinerja proses, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari bekerjanya mekanisme kerja organisasi dipengaruhi oleh kinerja individu dan membutuhkan standart kinerja sebagai alat ukur sehingga ukuran kinerja lebih bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi organisasi.

3. Kinerja individu, yaitu hasil kerja konkrit dan dapat diukur dari hasil kerja individu (produktivitas kerja), dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam diri individu yang membutuhkan standart kerja sebagai alat ukur sehingga ukuran kinerja bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi individu.

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis kinerja menekankan pada pengukuran kinerja baik dari kinerja organisasi, mekanisme organisasi, dan kinerja individu.


(50)

14

c. Pengukuran Kinerja

Menurut Robertson dalam mahsun (2006:25) pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman dalam mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Sedangkan Whittaker dalam mahsun (2006:25) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Sedangkan menurut adisasmita (2011:91) pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja merupakan penghubung antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas.tanpa adanya pengukuran kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atas pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan disusunya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan operasional dapat diukur, maka dapat diharapkan pembenaran yang logis dan argumentasi yan tepat untuk mengatakan bahwa suatu pelaksanaan program instansi tersebut berhasil atau tidak.

Dalam hubungan pengukuran kinerja, beberapa hal penting perlu mendapat penekananan, yaitu (Adisasmita, 2011:92) :


(51)

15

1. Penetapan indikator kinerja

Penetapan kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data dan informasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan atau program. Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome),manfaat (benefit), dan dampak (impact), serta indikator proses jika diperlukan untuk menunjukan proses manajemen kegiatan yang telah terjadi.

2. Penetapan capaian kinerja

Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja dari pelaksanaan kegiatan atau program dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah. Pencapaian indikator-indikator tersebut tidak terlepas dari proses penyusunan kebijakan atau program yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan.

3. Formulir pengukuran kinerja

Untuk memudahkan melakukan evaluasi atas kesesuain dan keselarasan antara kegiatan dan program, atau antara program penunjangan dengan program utama atau program yang lebih rendah dengan program yang lebih tinggi, atau anatara kebijakan instansi yang lebih rendah dengan kebijakan instansi yang lebih tinggi, dapat digunakan fomulir pengukuran kinerja.


(52)

16

d. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja

Menurut mahsun (2006:55) elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:

1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.

Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.

2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. indikator dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factory) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). indikator kinerja merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis.

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, penyimpangan nol.


(53)

17

Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.

4. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

2. Akuntabilitas

a. Pengertian Akuntabilitas

Pertanggungjawaban secara tradisional istilah tersebut memiliki makna sebagai kemampuan untuk memberikan jawaban terhadap perilaku atau tindakan seseorang (Jabbra & Dwivedi, 1989 : 5). Akuntabilitas menurut Widodo

(2001:30) didefinisikan sebagai perwujudan kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Menurut penjelasan Inpres No. 7 Tahun 1999, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan atau hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai


(54)

18

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku (LAN, 2000:6).

Akuntabilitas dapat dipahami sebagai bentuk pertanggung jawaban yang mengacu pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung jawab dan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggungjawab. Dalam arti luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah untuk memeberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mahsun, 2006: 83).

Sedangkan menurut Kumorotomo (1992: 145) menyatakan bahwa akuntabilitas atau pertanggungjawaban dalam administrasi publik mengandung tiga konotasi yaitu :

1. Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas, akuntabilitas berperan jika suatu lembaga harus bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan tertentu. Dalam akuntabilitas ini terbagi dua bentuk yaitu, akuntabilitas eksplisit dan akuntabilitas implisit.

2. Pertanggungjwaban sebagai sebab-akibat, muncul bila suatu lembaga diharuskan untuk mempertanggungjawabkan jalannya suatu urusan.

3. Pertanggungjawaban sebagai kewajiban, muncul apabila seseorang bertanggung jawab dalam artian kewajiban untuk melakukan sesuatu.


(55)

19

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.

b. Jenis Akuntabilitas

Menurut Samuel Paul dalam Adisasmita (2011:81) akuntabilitas dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Democratic Accountability

Akuntabilitas demokratis merupakan gabungan antara administrative dan politic accountability. Pemerintah yang akuntabel atas kinerja dan semua kegiatannya kepada pemimpin politik. Penyelenggaraan pelayanan publik akuntabel kepada pimpinan instansi masing-masing. Dalam kontek ini pelaksanaan akuntabel dilakukan secara berjenjang dari pimpinan bawah ke pimpinan tingkat tinggi secara herarkhi.

2. Professional Accountability

Dalam akuntabilitas profesional, pada umumnya para pakar, profesional dan teknokrat melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan norma-norma dan standar profesinya untuk menentukanpublic interest atau kepentingan masyarakat.


(56)

20

3. Legal Accountability

Berdasarkan berdasarkan katagori akuntabilitas legal ( hukum ), pelaksana ketentuan hukum disesuaikan dengan kepentingan public goods dan public service yang merupakan tuntutan ( demand) masyarakat ( customer ). Dengan akuntabilitas hukum, setiap petugas pelayanan publik dapat diajukan ke pengadilan apabila mereka gagal dan bersalah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diharapkan masyarakat. Kesalahan dan kegagalan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat akan terlihat pada laporan akuntabilitas legal.

Pendapat lain yang membagi akuntabilitas, seperti yang dikemukakan Wahyudi Kumorotomo (1992:153-155) bentuk pertanggungjawaban etis dan pertanggungjawaban rasional. Selain itu tipe sistem pertanggungjawaban dibagi menjadi :

1. Pertangungjawaban birokratis.

2. Pertanggungjawaban legal, berdasarkan pada keterkaitan antara pengawas pihakpihak di luar lembaga dengan anggota-anggota organisasi yaitu seseorang individu atau kelompok yang mempunyai kekuatan untuk membebankan sanksisanksi hukum atau menuntut kewajiban formal tertentu. 3. Pertanggungjawaban profesional, dicirikan oleh penempatan control atas

aktivitas-aktivitas organisasional ditangan para pejabat yang punya kepakaran atau keterampilan khusus dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

4. Pertanggungjawaban politis, yang dicirikan dengan adanya tingkat kepekaan atau daya tanggap terhadap kepentingan publik, sehingga yang muncul sebagai pertanyaan bagi para administrator adalah untuk siapa mereka bertindak sedangkan warga pemilih yang mestinya diwakilkan adalah


(57)

21

masyarakat umum, pejabat-pejabat terpilih maupun generasi-generasi yang akan datang.

Sedangkan Lembaga Administrasi Negara membedakan akuntabilitas menjadi tiga macam yaitu :

1. Akuntabilitas Keuangan, merupakan pertanggungjawaban mengenai

integritas keuangan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 2. Akuntabilitas manfaat, pada dasarnya memberikan perhatian kepada hasil

kegiatan pemerintahan.

3. Akuntabilitas prosedural, yaitu pertanggungjawaban mengenai apakah suatu

prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah

mempertimbangkan masalah moralitas, etika kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan (LAN, 2000:154).

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menggunakan jenis akuntabilitas menurut Samuel Paul. Jenis akuntabilitas tersebut terdiri atas Democratic Accountability, Professional Accountability, Legal Accountability.

c. Lingkungan Akuntabilitas

Lingkungan akuntabilitas yang optimal merupakan salah satu akuntabilitas yang proaktif dimana di dalam individu, tim, dan organisasi memiliki fokus pada pencapaian hasil yang besar daripada sekedar menggambarkan cara-cara untuk menjelaskan hasil yang buruk yang diperoleh. Menurut Mahsun (2006: 90) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyusun lingkungan akuntabilitas yang baik, yaitu:


(58)

22

1. Leadership

Leadership menjadi hal penting dalam suatu lingkungan. Kepemimpinan diacu sebagai individu atau group dalam suatu posisi yang memiliki wewenang untuk mengendalikan dan mengarahkan orang lain. Sesuatu mengenai kepemimpinan yang dapat dilaksanakan untuk membangun dan memperkenalkan akuntabilitas lingkungan adalah :

(1) Mengarahkan dengan contoh (2) Harus memiliki komitmen (3) Jalur yang bersih

(4) Menjadi seseorang yang mampu menjawab yang baik/menjadi tempat bertanya.

(5) Menggunakan pertimbangan yang bijaksana atau baik.

2. Reciprocation

Dengan menggunakan konsep Reciprocation accountability, seseorang atau group atau organisasi dengan yang menerima wewenang dan seseorang atau group atau organisasi dengan yang menerima delegasi tanggung jawab akan dapat melaksanakan apa yang dimaksud dengan quid pro quo relationship. Yakni yang memiliki wewenang tanggungjawab untuk memberikan kecukupan arahan, pedoman, dan sumber daya begitu juga usaha untuk menghilangkan atau mengurangi kinerja.

3. Equity

Equity of fairness merupakan pusat perhatian dari konsep akuntabilitas. Asumsi terhadap akuntabilitas harus selalu dipelihara dan didukung oleh kepemimpinan


(59)

23

organisasi. Ketidakwajaran seharusnya dihindari karena hal itu akan merusak kepercayaan dan kredibilitas organisasi.

4. Trust

Kewajaran akan mengarah pada trust (kepercayaan), dan kepercayaan menunjukan adanya kewajaran. Jika satu atau dua bagian/pihak saling tidak percaya satu sama lain maka ada kemungkinan kelemahan transparansi, dan hubungan yang demikian akan mengalami kegagalan.

5. Transparency

Transparency merupakan kondisi adanya keterbukaan secara penuh, juga merupakan salah satu elemen penopang akuntabilitas. Transparansi berarti bahwa individu, group, atau organisasi dalam hubungan akuntabilitas diarahkan tanpa adanya kebohongan atau motivasi yang tersembunyi, dan bahwa seluruh informasi kinerja lengkap dan tidak memiliki tujuan menghilangkan data yang berhubungan dengan masalah tertentu.

6. Clarity

Clarity (kejelasan) juga merupakan salah satu elemen penopang akuntabilitas. Agar individu atau group melaksanakan wewenang dan/atau memenuhi tanggung jawab, mereka perlu gambaran yang jelas mengenai apa saja yang mereka akan laksanakan atau penuhi dan hasil apa yang diharapkan.


(60)

24

7. Balance

Balance yang dimaksud adalah keseimbangan antara akuntabilitas dan otoritas, antara ekspektasi dan kapasitas, dan antara upah dan kinerja.

8. Ownership

Kinerja yang optimal dapat dicapai dengan memberikan Ownership atas setiap tindakan pada individu-individu dan group. Rasa kepemilikan akan meningkatkan perilaku, tanggung jawab, dan sikap. Pengembangan rasa kepemilikan pada individu dan group dapat dicapai melalui proses yang disebut menting. Proses menting adalah :

(1) Komitmen

Komitmen merupakan poin awal dalam menumbuhkan rasa kepemilikan. Manajemen harus menunjukan pada induvidu atau group dan juga harus memperoleh komitmen mereka untuk mencapai ekspetasi kinerja.

(2) Persetujuan

Persetujuan atas hubungan akuntabilitas ini harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum kerja dilaksanakan. Jika ada persetujuan, maka akan ada kejelasan dan pemahaman yang lebih baik. Tnpa hal itu maka akan muncul ketidakpastian dan ketiadaan akuntabilitas. Sebagai tambahan persetujuan tersebut akan membuat seseorang atau group memiliki keterikatan dan tanggung jawab atas kontrak yang telah disepakati.


(61)

25

(3) Keterlibatan

Keterlibatan dalam proses perencanaan dan proses pelaksanaan kerja, dan aktivitas lain akan mampu membangun rasa pemilikan adanya bertanggung jawab terhadap proses dan aktivitas tersebut.

(4) Pemberdayaan

Pemberdayaan diibaratkan sebagai pertalian darah atas pembagian wewenang antara manajemen dengan individu dan group. Pemberdayaan individu dan group merupakan bentuk keterlibatan, dan hal ini menciptakan rasa pemilikan serta meningkatkan komitmen.

(5) Investasi

Tingkat investasi organisasi (pelatihan, sumber daya kerja, upah, dan sebagainya) pada karyawan menunjukan suatu tingkatan bahwa organisasi memiliki komitmen pada karyawan.

(6) Usaha yang berkelanjutan

Usaha yang berkelanjutan akan memberikan peluang pada karyawan untuk berbuat lebih baik dan hanya dengan jalan tersebut keberlangsungan kerja saat ini akan meningkat dan akan menunjukan kemampuan untuk mencapai kinerja yang lebih baik.

(7) Penghargaan

Penghargaan kinerja merupakan kunci lingkungan akuntabilitas. Hal ini merupakan sal;ah satu konsekuensi akuntabilitas. Ketika karyawan mengetahui penghargaan erat kaitannya dengan kinerja mereka, maka


(62)

26

mereka akan komit terhadap pelaksanaan kinerja dan memiliki rasa pemilikan terhadap setiap tindakannya.

9. Consequence

Konsekuensi dapat berupa penghargaan atau sanksi. Konsekuensi membantu mendorong pelaksanaan wewenang, pemenuhan tanggung jawab, dan peningkatan kinerja. Dalam membangun kerangka konsekuensi jika tidak berjalan sesuai dengan arah kerangka tersebut maka akan memiliki dampak uang menurunkan makna dan tingkat pentingnya akuntabilitas.

10. Consistency

Penerapan yang inkonsiten terhadapa kebijakan, prosedur, sumber daya, dan atau konsekuensi dalam suatu organisasi akan menurunkan atau melemahkan lingkungan akuntabilitas dan kredibilitasnya.

11. Follow-up

Bagian-bagian yang melakukan review atas hasil memerlukan pertimbangan apakah pencapaian hasil tersebut sesuai dengan ekspetasinya dan lingkungan yang ada, dan kemudian mengakuinya sebagai usaha yang tercapainya sepenuhnya. Hubungan akuntabilitas tanpa follow-up merupakan hasil yang jelas tidak lengkap dan tidak efektif.

d. Kendala-kendala Akuntabilitas

Menurut Mahsun (2006:83) dalam mengimplementasikan akuntabilitas pada umumnya menemui kendala yang justru akan menciptakan kesehatan dan


(63)

27

hubungan akuntabilitas yang tidak efektif. Beberapa hal yang menjadi kendala akuntabilitas yaitu :

1. Agenda atau rencana yang tidak transparan

Agenda atau rencana yang disusun secara tidak transparan akan mengarahkan organisasi dalam suatu kondisi yang hanya menguntungkan perseorangan. Akuntabilitas mensyaratkan transparansi dan transparansi berarti keterbukaan.

2. Favoritsm

Favoritsm merupakan isu yang licik. Manajemen dapat saja melakukan kinerja secara lebih unggul dan meninggalkan karyawan yang lainnya. Favoritsm tidak mendukung inklusivitas dan kerja tim, padahal terwujudnya akuntabilitas memerlukan kedua hal tersebut.

3. Kepemimpinan yang lemah

Komitmen kepemimpinan untuk membangun suatu lingkungan yang memiliki akuntabilitas merupakan hal yang krusial. Tanpa kepemimpinan yang kuat, hasil kinerja akan kurang dari yang diharapkan.

4. Kekurangan sumber daya

Hal ini akan menjadi kurang berguna jika individu atau tim tidak didukung sumber daya untuk melaksanakan pekerjaannya. Untuk memperoleh hasil yang baik atas kinerjanya, organisasi harus melakukan investasi pada karyawan mereka.


(64)

28

5. Lack of Follow-Through

Ketika manajemen mengatakan bahwa mereka akan mengerjakan sesuatu dan mereka tidak akan mengerjakan sesuatu, hal ini berarti manajemen mengatakan pada karyawan bahwa manjemen tidak dapat dipercaya untuk menindaklanjuti. 6. Garis wewenang dan tanggung jawab kurang jelas

Jika garis wewenang dan tanggung jawab anggota organisasi ditetapkan dengan tidak jelas maka akan sulit untuk menentukan letak akuntabilitasnya. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab merupakan inti dari suatu bentuk hubungan akuntabilitas.

7. Kesalahan Penggunaan data

Informasi kinerja harus lengkap dan memiliki kredibilitas serta harus dilaporkan secara tepat waktu. Tanpa menggunakan data secara menyeluruh akan mendatangkan pemahaman yang kurang bermakna atas kinerja dan hal ini akan menjadi tidak berarti bagi organisasi.

Sedangkan menurut Agus Suryono (2001:5) dampak dari adanya akuntabilitas adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sehingga kredibilitas pemerintahan dapat diakui dan keberadaannya akan selalu didambakan. Hal itu menyebabkan masyarakat untuk ikut peduli dan memberikan partisipasinya dalam setiap program pemerintahan. Akan tetapi dalam prakteknya menjalankan asas akuntabilitas, sering kali mendapat hambatan-hambatan, hal-hal yang dapat menghambat dari akuntabilitas adalah :


(65)

29

1. Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan sangat mempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organisasi publik.

2. Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang sering tidak kondusif dan melanggar peraturan yang telah ditetapkan.

e. Faktor-faktor keberhasilan akuntabilitas

Menurut Adisasmita (2011: 87) untuk mencapai keberhasilan akuntabilitas perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini:

1. Kepemimpinan yang berkemampuan.

Untuk menyelenggarakan akuntabilitas yang baik di instansi pemerintah diperlukan pemimpin yang sensitif, responsif, dan akuntabel serta transparan kepada bawahannya maupun kepada masyarakat.

2. Debat publik.

Sebelum kebijakan disyahkan seharusnya dilakukan debat publik terlebih dahulu untuk memperoleh masukan yang maksimal. Dengan demikian akan diketahui apa dan bagaimana indikator kinerja yang harus dicapai organisasi, masyarakat akan memberikan banyak masukan.


(66)

30

3. Koordinasi.

Koordinasi yang baik di dalam organisasi atau instansi maupun antar instansi pemerintah sangat diperlukan bagi tumbuh berkembangnya akuntabilitas.

4. Otonomi.

Otonomi yang dimaksud pada teknis pelaksanaan kebijakan, tetapi harus tetap terpadu dengan kebijakan nasional. Instansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan menurut caranya sendiri yang dianggap paling efektif dan efisien bagi pencapaian tujuan organisasi.

5. Dapat diterima oleh semua pihak.

Tujuan dan makna dari akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka kepada semua pihak sehingga standar dan aturannya dapat diterima semua pihak.

6. Negoisasi.

Harus dilakukan negoisasi nasional mengenai perbedaan-perbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah.

7. Perlu pemahaman masyarakat.

Penerimaaan masyarakat akan sesuatu hal yang baru akan banyak dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat terhadap hal baru tersebut. Pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat, sehingga akan dapat diperoleh ekspetasi dan bagaimana tanggapan mereka mengenai hal tersebut.

8. Adaptasi secara terus menurus.

Sistem akuntabilitas harus secara terus menurus responsif terhadap setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.


(67)

31

Dalam modul LAN dan BPKP (2000:35) akuntabilitas yang efektif memiliki ciri-ciri antara lain :

1. Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh (dalam arti tanggungjawab terhadap tugas pokok dan fungsi instansi, serta program pembangunan yang telah dipercayakan kepadanya, termasuk penyelenggaraan BUMN / BUMD yang berada dibawah kewenangannya.

2. Mencakup aspek yang menyeluruh mengenai aspek intregritas keuangan, ekonomis dan efisiensi, efektifitas dan prosedur.

3. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja individu maupun untuk organisasi.

4. Akuntabilitas harus dibangun dengan sistem informasi yang handal, untuk menjamin keabsahan, akurasi, obyektifitas dan ketepatan waktu penyampaian informasi.

5. Adanya penilaian yang obyektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu instansi.

6. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian asas akuntabilitas.

C. Organisasi Masyarakat Sipil

1. Pengertian Organisasi Masyarakat Sipil

Organisasi adalah sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama (Mahsun, 2006: 1). Sedangkan menurut Thoha (2007: 34) organisasi merupakan tata hubungan sosial. Dalam hal ini seorang individu


(68)

32

melakukan proses interaksi dengan sesamanya di dalam organisasi, baik antara pimpinan dan anggota maupun antar anggota sendiri. Organisasi mempunyai pembatasan-pembatasan tertentu. Setiap anggota organisasi yang melakukan hubungan interaksi dengan yang lainnya tidaklah didasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi mereka dibatasi oleh peraturan tertentu. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Organisasi adalah wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersama-sama dan merealisasikan tujuannya.

Menurut Syamsudin (1998: 12) Masyarakat sipil atau civil society diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi sosial yang memiliki ciri-ciri antara lain : kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika yang disepakati secara bersama- sama. Sedangkan menurut Sumarto (2004: 17) Civil society adalah ruang tempat kelompok-kelompok sosial dapat eksis dan bergerak. Secara umum yang dimaksud dengan kelompok sosial meliputi Organisasi Non-Pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat, institusi masyarakat di akar rumput, media, institusi pendidikan, asosiasi profesi, organisasi keagamaan, dan lain-lain yang secara keseluruhan dapat menjadi kekuatan penyeimbang dari pemerintah maupun sektor swasta.

Civil society merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Keterlibatan aktif elemen ini merupakan salah satu syarat penting bagi terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses–proses pengambilan keputusan.


(69)

33

Istilah civil society sering diterjemahkan dengan istilah masyarakat madani atau masyarakat sipil.

Tim ICCE (2000: 244) mendefinisikan civil society sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggap sebagai anti tesis dari negara. Maka negara harus dibatasi sampai sekecil–kecilnya dan merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan umum. Dengan demikian, maka civil society menurut Paine adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.

Civil society mewujud dalam berbagai organisasi atau asosiasi yang dibuat oleh masyarakat di luar pengaruh negara. Civil society yang mengejawantah dalam berbagai wadah sosial politik di masyarakat seperti yang disebutkan oleh Tim ICCE (2000:158), yaitu:

(1) Partai politik yang independen

(2) Lembaga swadaya masyarakat yang bukan perpanjangan tangan dari kekuatan luar secara terselubung

(3)Pers yang bebas, yang berperan sebagai social control (kontrol sosial) (4)Perguruan tinggi yang memerankan diri sebagai moral force (kekuatan

moral) untuk menyalurkan berbagai aspirasi masyarakat serta mengkritisi berbagai kebijaksanaan pemerintah

Sesuai karakteristiknya lembaga masyarakat nirlaba pada umunya membawa misi penguatan dan pemberdayaan masyarakat di luar negara dan sektor swasta, yang


(70)

34

merupakan substansi gagasan dan praksis hidup masyarakat sipil (Hikam: 1996). Konsep civil society pada kerangka good governance, masyarakat memiliki hak atas informasi, mempunyai hak untuk menyampaikan usulan dan juga mempunyai hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan, baik melalui lembaga perwakilan, pers maupun penyampaian secara langsung dalam bentuk dialog–dialog terbuka dengan LSM, partai politik, organisasi massa atau institusi lainnya.

Berdasarkan uraian di atas maka civil society adalah salah satu agent of development yang domainnya terpisah dari negara dan sektor bisnis, memiliki hak untuk berpartisipasi dan menentukan arah pembangunan yang mengejawantah dalam wadah sosial politik dalam masyarakat seperti, lembaga swadaya masyarakat (LSM), parta politik, organisasi massa dan lain-lain.

2. Lingkup Kegiatan Organisasi Masyarakat Sipil

Menurut Sumarto (2004: 36) ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil dalam proses partisipasi menuju good governance di indonesia, yaitu:

(1) Peningkatan kesadaran

Mendorong kesadaran eksekutif dan legislatif agar lebih membuka diri terhadap partisipasi warga serta mendorong permintaan yang lebih besar untuk partisipasi dan akuntabilitas dengan meningkatkan kesadaran warga tentang kebutuhan dan mereka berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan publik.


(71)

35

(2) Advokasi Kebijakan

Membangun legal framework berupa kebijakan dan peraturan yang mendorong partisipasi, mendorong proses yang lebih partisipatoris dalam penyusunan peraturan dengan melibatkan stakeholder, memberikan insetif atau penghargaan terhadap inovasi untuk mendorong partisipasi, mendorong terbentuknya berbagai partnership antara pemerintah dan kompenen civil society dengan jalan mendesain dan melakukan uji coba proyek-proyek inovatif dan partisipatif, memantau proyek atau program pemerintah, serta mempengaruhi kebijakan dan strategi lembaga-lembaga donor internasional tentang partisipasi dan governance.

(3) Pengembangan Institusi

Mendorong terbentuknya forum warga, memperbaiki kualitas partisipasi, memperkuat jaringan antar non goverment organization di daerah agar terjadi share learning antar institusi sehingga menjadi lebih efektif menjalankan perannya mendorong goog governance, membangun strategic linkage dengan lembaga donor internasional, mendampingi komunitas mencari alternatif pembiayaan untuk membiayai rencana yang telah disusun secara partisipatoris, serta memfasilitasi upaya penguatan institusi melalui civic education untuk membangun kesadaran, mengembangakan kekuatan dan mengasah keterampilan berpartisipatif secara efektif.

(4) Pengembangan Kapasitas

Mengembangkan berbagai metode alternatif dan teknik-teknik partsipasi, menyediakan fasilitator terampil untuk memfasilitasi proses partisipasi,


(1)

114

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka ditarik kesimpulan bahwa Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Kewirausahaan yang dilaksanakan pada BPC HIPMI Kota Bandar Lampung, belum berjalan baik (khususnya dalam akuntabilitas profesional dan akuntabilitas legal). Hal tersebut peneliti jabarkan sebagai berikut :

1. Pada akuntabilitas demokrasi telah berjalan. Hal tersebut dapat diamati dari adanya :

a. Pertanggung jawaban BPC HIPMI Kota Bandar Lampung kepada Musyawarah Cabang dan dijelaskan bahwa musyawarah cabang merupakan badan kekuasaan tertinggi organisasi tingkat cabang HIPMI.

b. Akuntabilitas demokrasi yang dilaksanakan oleh para anggota BPC HIPMI Kota Bandar Lampung kepada para pimpinan pengurus.

2. Pada akuntabilitas profesional tidak berjalan. Hal tersebut dapat diamati dengan tidak berjalannya pelaksanaan pedoman organisasi dan kode etik organisasi yang telah terdapat di dalam ART HIPMI dan digunakan


(2)

115

sebagai norma-norma dan standar kerja BPC HIPMI Kota Bandar Lampung.

3. Pada akuntabilitas legal tidak berjalan, hal tersebut dikarenakan walaupun BPC HIPMI Kota Bandar Lampung melaporkan aktivitasnya kepada KNPI sebagai induk OKP di Kota Bandar Lampung tetapi dalam pengembangan kewirausahaan tidak berjalan baik.

B. Saran

Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan dalam penelitian mengenai Akuntabilitas Kinerja Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Kewirausahaan yang dilaksanakan pada BPC HIPMI Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut :

1. Hendaknya para pemimpin BPC HIPMI Kota Bandar Lampung memiliki komitmen untuk membangun suatu lingkungan yang memiliki stabilitas yang baik.

2. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya melakukan proses pengembangan kapasitas terhadap para anggota.

3. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya mengoptimalkan terkait media sosialisasi organisasi. Dalam hal ini berbentuk Website, Jurnal, Jejaring Sosial, dan lain-lain.

4. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya melakukan rapat konsolidasi pengurus dan anggota yang rutin dalam jangka waktu yang lebih intens.

5. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya melakukan konsolidasi dengan lembaga eksternal (Pemerintah, OKP, dan lembaga profesi lainnya).


(3)

116

6. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya perlu mengadakan forum-forum yang bertujuan meningkatkan kemampuan anggota.

7. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya berkoordinasi dengan Pimpinan Pusat dan daerah mengenai pembagian tugas yang jelas dan terstruktur.

8. BPC HIPMI Kota Bandar Lampung hendaknya membuat suatu inovasi dan berani menciptakan program kerja, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Daryanto. 2012. Pendidikan Kewirausahaan. Yogyakarta: Gava Media.

Din Syamsuddin, 1999, Etika Agama dalam membangun Masyarakat Madani, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Echlos, Jhon. M. dan Hassan Shadily. 1986. Kamus Umum Bahasa Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung.

Hikam, M. 1996. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Jabbra, Joseph. G. dan O. P. Dwivedi. 1989. Publik Service Accountability, A Comparative Perspective Connecticut : Kumarian Press. Inc.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Ed. 1 Cet 2. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

LAN dan BPKP, Modul I. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance.

Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Rajawali pers.

Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: UI Press

Moelong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(5)

Sumarto Sj, Hetifah. 2004. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sunyoto, Danang. 2013. Kewirausahaan Untuk Kesehatan. Jakarta: Nuha Medika. Sutarto. 2006. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Suryono, Agus. 2001. “Budaya Birokrasi Pelayanan Publik”. Jurnal Administrasi Negara. Vol. 1 No. 2. Malang. Jurusan Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Administrasi. Universitas Brawijaya.

Timple, A. Dale. 1992. Kinerja. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Tim ICCE. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Mausia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.

Wibowo, Agus. 2011. Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi. Surabaya. Insan Cendikiawan.

Yeremias T. Keban. 1995. ”Forecasting Dalam Analisis Kebijakan.” Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Undang-undang, Karya Ilmiah dan Dokumen lainnya

Djakfar,Yunizir. 2010. Negara dan Civil Society dalam Masalah Disintegrasi Bangsa (Tesis). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung: Bandralampung

Ivanaly. 2007. Peran LSM Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Masyarakat Demokratis (Studi di LSM Malang Corruption Watch) (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Brawijaya: Malang.

Website: www.BPS.com Tentang Data Angka Kemiskinan dan Pengangguran, diakses pada tanggal 8 mei 2013.

http://lampung.tribunnews.com Tentang Jumlah UMKM di Kota Bandarlampung, di akses tanggal 8 mei 2013.

www.suarakomunitas .com Tentang Upaya Penekanan Tingkat Pengangguran, diakses tanggal 8 mei 2013.


(6)

http://www.tempo.co/read/news/2013/02/18/090462035/Minim-Jiwa-Kewirausahaan-di-Indonesia diakses pada tanggal 10 mei 2013

http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779, diakses pada tanggal 17 mei 2013 http://www.radarlampung.co.id/read/metro-bisnis/58256-hipmi-gandeng-bank-lampung diakses pada tanggal 20 juni 2013

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan.