ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK (Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
(Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

Skripsi

Oleh,
BUDI PRANOTO

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

ABSTRACT
THE ANALYSIS OF PUBLIC POLICY FORMULATION
(A CASE STUDY OF KOPINDO TRADITIONAL TRADER RELOCATION
TO TEJOAGUNG MARKET IN METRO CITY)
By
BUDI PRANOTO
The background of this research was coming from the relocation of traditional
market of Kopindo; which is done by local government of Metro City. The

relocation deemed necessary by the local government because the sidewalks; that
initially for pedestrian; has converted into a stall trade by traditional trader. The
trader of traditional market of Kopindo will be relocated to Tejoagung market.
However, this action considered harmful to the trader because the new place
(Tejoagung market) is quiet; there are few buyers in this new place. The complaints
from the traders are inevitable. The questions arise; how is the public policy
formulation in deciding the new location for relocation to Tejoagung market? Who
is the actor who takes benefits from traditional market relocation plan to new
location of Tejoagung market?
The aims of this research are (1) to describe the process of formulating the public
policy in determining the new location for relocation of Kopindo traditional market
to Tejoagung market; and (2) to observe the actor who takes benefits from
traditional market trader relocation plan to new location of Tejoagung market? The
descriptions of the aims of the research are expected to give more information about
the shortcomings in this policy that cause refusal from the traditional trader of
Kopindo. The method of this research is descriptive qualitative method. The
researcher used data taken directly from observations of the relocation location
which is in Tejoagung market.
The traders refuse to be relocated to Tejoagung market because the place is quiet,
only few buyers in this new place, their incomes are drastically decrease. The

traditional traders decided to stay in sidewalks of previous location in Kopindo
traditional market. Researcher concluded that there is a mistake, or might be an
error before the realization of this policy; that is in the process of policy
formulation. Policy formulation for relocation should involve the policy target,
which is the traditional trader of Kopindo. But in this case, local government did
not involve them in formulating the policy. The actors that involve in policy
formulation for relocation are merely the local government.
Keyword: Policy Formulation

Budi Pranoto

ABSTRAK
ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
(STUDI KASUS RELOKASI PEDAGANG TRADISIONAL KE PASAR
TEJOAGUNG KOTA METRO)

Oleh
BUDI PRANOTO

Penelitian ini berangkat dari masalah relokasi pedagang yang dilakukan oleh

pemerintah Kota Metro. Relokasi dirasa perlu dilakukan oleh pemerintah Kota
Metro karena trotoar sebagai tempat berjalan pejalan kaki beralih fungsi menjadi
lapak berdagang. Relokasi akan dilakukan di Pasar Tejoagung yang dianggap
merugikan karena sepi pembeli yang menimbulkan protes yang dilakukan oleh
para pedagang. Maka, timbul pertanyaan Bagaimanakah proses formulasi
kebijakan publik dalam penentuan lokasi Pasar Tejoagung? Dan Siapakah aktor
yang diuntungkan dan rugikan dalam rencana relokasi pedagang tradisional ke
Pasar Tejoagung?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Pendeskripsian tentang proses
formulasi kebijakan publik dalam penentuan lokasi Pasar Tejoagung, dan (2)
Melihat aktor yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana relokasi pedagang
tradisional ke Pasar Tejoagung. Sehingga, dapat dilihat letak kekurangan dalam
kebijakan ini yang menyebabkan penolakan dari para pedagang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Peneliti banyak menggunakan data yang diambil dari pengamatan
terhadap lokasi reokasi yang menyebabkan terjadinya penolakan para pedagang
untuk direlokasi.
Pedagang melakukan penolakan untuk direlokasi di Pasar Tejoagung karena sepi
pembeli, sehingga pendapatan mereka menurun. Para pedagang memutuskan
untuk tetap menempati trotoar untuk berdagang di pasar lama yang menjadi

daerah target relokasi. Dari masalah tersebut, peneliti menyimpulkan ada
kesalahan sebelum realisasi kebijakan, yaitu proses formulasi kebijakan. Relokasi
kebijakan yang seharusnya melibatkan target kebijakan, tenyata tidak dilakukan
dalam kebijakan ini. Aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan relokasi,
hanya sektor pemerintah.
Kata kunci: Formulai Kebijakan

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
(Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

Oleh,
BUDI PRANOTO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA ADMINISTRASI NEGARA
pada
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Purwosari, sebuah desa yang
sekarang menjadi kelurahan yang terletak di kecamata
Metro Utara Kota Metro pada tanggal 6 September 1990,
putra pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Suprapto
dan Ibu Titik Sumiyati. Penulis mengawali pendidikan di
Taman Kanak-Kanak Dharma Putra Purwosari pada tahun
1995, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1 Purwosari dikala
itu, yang sekarang menjadi SD Negeri 4 Metro Utara pada tahun 1996 dan lulus 6
tahun pelajaran kemudian pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Metro dan lulus pada tahun 2005.
Dilanjutkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Metro sampai
lulus pada tahun 2008. Penulis kemudian ikut dan lulus Seleksi Masuk Nasional
Perguruan Tinggi Negeri (SMNPTN) pada tahun 2008 dan diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Sekretaris Bidang Data dan
Informasi Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA) Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, serta tergabung dalam Ikatan
Mahasiswa Administrasi Negara Sumatra (IMANSTRA). Selama menjadi
mahasiswa penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang diadakan di
kampung halaman.

PERSEMBAHAN

Dengan semua kekurangan dan kelemahan penulis, dan dengan
mengucapkan “Alhamdulillahirobbil’alamin” kupersembahkan karya
sederhana ini untuk:

bapak dan ibuku tersayang

Terimakasih untuk kesabaran yang tak terhingga dan kasih sayang yang tak
ternilai, materi yang berkecukupan, dan telah memberikan segala sesuatunya
Untuk diriku dari masa kandungan sampai sekarang ini,


Adikku, minto agus prabowo

Yang secara tidak langsung memberikan semangat serta memberikan do’a sampai
akhir perjuangan study sarjana ku ini.

Semoga kebaikannya diberikan balasan rahmat dan hidayah dari
ALLAH SWT

SERTA PARA PENDIDIK, FISIP DAN ALMAMATER UNILA

SANWACANA
dengan mengucapkan syukur Alhadulillahirobbil’alamin penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas ridho, rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya
yang berlimpah untuk penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Formulasi Kebijakan Publik (Studi Kasus Relokasi
Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung)”, sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelas sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Terwujudnya skripsi ini, telah melibatkan bantuan banyak pihak, sehingga dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan, penghormatan dan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara dan juga sekaligus pembimbing utama, terimakasih atas segala
bimbingannya, kebaikan, perhatian dan waktu yang telah diberikan kepada penulis
dengan segala kritik dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Noverman Duadji, M.Si, selaku pembahas dan penguji yang telah
banyak memberikan krikikan dan saran serta semangat yang bermanfaat
kepada penulis sebagai upaya untuk memperbaiki kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam skripsi yang dibuat penulis.

3. Bapak Fery Triatmojo, SAN. MPA selaku pembimbing pembantu, terimakasih atas
bimbingannya, perhatian, kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis,
serta motivasi yang diberikan terus menerus yang sangat berarti bagi penulis.

4. Ibu Meiliyana, S.I.P, M.A, selaku pembimbing akademik, terimakasih atas semua
perhatiaannya, kebaikannya dan motifasinya yang sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Unila yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.


6. Keluarga ku, Bapak, Ibu, Adik yang sangat kusayangi, terimakasih untuk semua
dukungan yang diberikan dan selalu menemani saat suka maupun duka. Serta
Bulek, Paklek, Bude, Pakde dan adik sepupu serta keponakan, terimakasih atas
kesabaran kalian dan dukungannya. Permohonan maaf kepada Bapak tercinta,
maaf karena tidak bisa memberikan kebahagian ini lebih cepat.

7. Teman-teman jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2007 serta teman
seperjuangan ASEPUDIN (Angkatan ke Sepuluh Ilmu Administrasi
Negara) Reza, Bayu, Irma, Susi Simbolon, Linda, Tiara, Rosta, Rahma,
Rima, Beni, Topan dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu
atas kenangan yang berharga. Kemudian kepada Step, Handri, Yesi, Intan
dan Nanda (kecil),

yang selalu ada saat suka maupun duka sampai

penyelesaian skripsi ini, semoga hal ini tetap terjaga dan sukses untuk kita
semua.
8. Adik tingkat 2009, 2010 dan seterusnya atas pertemanan, candaan dan juga
dukungannya.

9. Teman teman sepermainan, Yan, Asep, Ferry, Adi Nug, Hamid, Efrijal,
Angga, Agung, Iir, Radit, Gatot, Intan, Safitri serta Devi. Atas dukungan,

semangat, candaan, keinsengan kalian yang membuat hari-hari lebih
bermakna.
10. Guru-guru serta Staf SMP Negari 1 Punggur atas dukungannya, serta semua
pihak yang pernah menjadi bagian dalam hidup penulis yang terus
memberikan semangat serta warna bagi penulis. Semoga kita semua
menjadi orang yang sukses.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat beberapa
kekurangan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Metro, 28 September 2015
Penulis,

Budi Pranoto

PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:

l. Karya tulis saya, SkripsilLaporan akhir ini adalah asli

dan belurn pernah

diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana/Ahli Madya), baik
Universitas Lampung maupun di perguruan tingg lainnya.

Karya tulis ini murni gagasan, nmlusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3.

Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarangnya dan dicanturnkan dalam daftar pustaka.
4.

Pemyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan apabila

di kemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh dari karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
notma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Bandar Lampung, 23 September 2015
pernyataan,

Budi Pranoto

NPM.081604t022

i

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi .............................................................................................................. i
Daftar Tabel......................................................................................................... iii
Daftar Gambar .................................................................................................... iv
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 9
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 12
2.1 Tijauan Mengenai Kebijakan Publik .......................................................... 12
A. Pengertian Kebijakan Publik ................................................................ 13
B. Agenda Kebijakan ................................................................................ 14
C. Dimensi Kebijakan Publik .................................................................... 15
D. Jenis-Jenis Kebijakan Publik ................................................................ 17
2.2 Tijauan Mengenai Perumusan Kebijakan ................................................... 18
A. Definisi Formulasi Kebijakan .............................................................. 19
B. Proses Formulasi Kebijakan ................................................................. 20
C. Aktor-Aktor Perumus Kebijakan .......................................................... 24
D. Model-Model Perumusan Kebijakan .................................................... 28
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Formulasi Kebijakan ........ 31
F. Proses Publik dalam Formulasi ............................................................. 33
2.3 Tinjauan Tentang Opini Publik .................................................................. 35
2.4 Tinjauan Tentang Ekonomi Politik ............................................................ 36
A. Definisi Ekonomi Politik ...................................................................... 37
B. Hubungan Ekonomi Publik dengan Kebijakan Politik ......................... 39
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 41
3.1 Tipe dan Pendekatan Penelitian ................................................................. 41
3.2 Fokus Penelitian ......................................................................................... 43
3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 44
3.4 Sumber Data ............................................................................................... 45
3.5 Teknik Analisis Data .................................................................................. 48
3.6 Teknik Keabsahan Data.............................................................................. 50

ii

PENYAJIAN DATA ............................................................................................ 54
4.1 Gambaran Umum Kota Metro .................................................................... 54
4.2 Gambaran Umum Formulasi Kebijakan Relokasi Pedagang ..................... 61
4.3 Penyajian Data ............................................................................................ 63
PEMBAHASAN ................................................................................................... 74
5.1 Pembahasan formulasi kebijakan ............................................................... 74
5.2 Pihak yang Diuntungkan dan Dirugikan .................................................... 86
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 89
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 89
5.2 Saran ........................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Administrasi Kota Metro..........................................................57
Gambar 2 : Protes para pedagang yang dilakukan di
rumah dinas Walikota Metro ............................................................72

i

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Informan dari Pihak Pemerintah ...........................................................45
Tabel 2: Informan dari Pihak non-Pemerintah ....................................................45
Tabel 3: Dokumen yang Digunakan dalam Penelitian ........................................48
Tabel 4: Hasil Triangulasi Sumber .....................................................................51
Tabel 5: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan Kecamatan di Kota Metro Tahun 2011 ............................56
Tabel 6: Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di
Kota Metro, 2011 ..................................................................................58
Tabel 7: Penduduk Kota Metro Berdasarkan Kelompok Umur dan
Kecamatan, 2011...................................................................................59
Tabel 8: Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas di Kota Metro
Menurut Lapangan Usaha, 2011 ...........................................................60

MOTO

Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan
kesiapan
(Thomas A. Edison)

Jangan membawa yang berat-berat. Ketahui batasan diri dan berusaha
semaksimal mungkin. Kesempatan dan peluang dicari bukan dinanti.
(Suprapto, Ayah tercinta)

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah kemiskinan di Indonesia sudah lama sekali terjadi dan belum ada langkah
yang berhasil untuk menyelesaikannya. Upaya pembangunan dilakukan terus
menerus demi tercapainya pemerataan kesejahteraan. Pembangunan merupakan
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan kepada kebijakan. Pembangunan
merupakan tempat dimana suatu kebijakan beroperasi. Sedangkan kebijakan
memberikan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan publik menurut Nugroho
(2011:145) “merupakan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan
hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan”.
Kemudian menurut Nugroho (2011:411), “akar dari kebijakan publik adalah
politik”. Sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan perkembangan
filosofi politik terkini untuk memahami medan dimana kebijakan publik berada.
Lebih lanjut menurut Nugroho, “kebijakan publik muncul di tengah konflik, dan
sebagian besar untuk mengatasi konflik yang telah, sedang, dan yang akan
terjadi”. Menurut Nugroho (2011:412) konflik adalah “perbenturan dua atau lebih
kekuatan yang dikarenakan sejumlah perbedaan kepentingan”. Tarik menarik

2
kepentingan yang dilakukan oleh elite politik yang menghasilkan persetujuanpersetujuan yang hanya menguntungkan kelompok-kelompok kepentingan
tersebut.
Pemahaman konflik sebagai perbedaan kepentingan lebih tepat dan menarik
apabila dilihat dari bidang politik. Perbedaan kepentingan dalam politik dapat
menimbulkan berbagai pemecahan masalah yang penuh kesepakatan-kesepakatan
antar kelompok yang berkepentingan. Hal tersebut dikatakan baik jika yang
menjadi tujuan utama adalah kesejahteraan masyarakat umum, namun jika hanya
beberapa kelompok saja hanya akan membuat masalah yang akan diselesaikan
menjadi lebih rumit dan menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, formulasi
kebijakan harus mendapat perhatian ekstra agar tarik menarik kepentingan dapat
diminilaisasikan.
Formulasi kebijakan merupakan suatu rangkaian dalam pembuatan kebijakan
publik. Formulasi merupakan hal terpenting dalam proses kebijakan publik karena
menurut Dunn dalam Agustino (2008:97) “hasil akhir dari kebijakan yang
ditetapkan dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi oleh publik, dan
dengan formulasi yang benar, maka sebagian besar masalah tersebut telah
terselesaikan”. Namun tidak semua masalah dapat dikatakan sebagai masalah
kebijakan. Masalah kebijakan biasanya berkaitan antara masalah yang satu dengan
masalah kebijakan yang lainnya.
Penjelasan masalah kebijakan yang diungkapkan Dunn di atas merupakan alasan
kenapa formulasi kebijakan merupakan hal terpenting dari rangkaian pembuatan
kebijakan. Jika kita salah memahami masalah kebijakan, yang muncul adalah

3
pemecahan yang benar untuk masalah yang salah, atau pemecahan yang salah
untuk masalah yang benar, atau bahkan pemecahan yang salah pada masalah yang
salah. Untuk dapat menyelesaikan masalah yang dirasakan masyarakat,
seharusnya para pembuat kebijakan harus dapat memahami masalah yang sedang
terjadi, sehingga dapat menghasilkan pemecahan yang benar untuk masalah yang
benar.
Masalah yang diangkat oleh peneliti adalah relokasi pedagang tradisional ke Pasar
Tejoagung Kota Metro dimana dalam pengambilan keputusan tersebut tidak
mengikutsertakan masyarakat dalam hal ini adalah pedagang tradisional. Tidak
dilibatkannya masyarakat dalam pengambilan keputusan ini berakibat kepada
penolakan yang dilakukan oleh pedagang tradisional terhadap rencana relokasi
tersebut. Dari hasil pra-riset yang dilakukan pada tanggal 19 Juli 2012 oleh
peneliti, para pedagang menilai bahwa lokasi pembangunan Pasar Tejoagung
tidak strategis, akses kendaraan yang kurang memadahi dan sepinya pembeli
menjadi alasan bagi pedagang untuk memilih menolak rencana pemerintah dalam
upaya relokasi pedagang tradisional tersebut.
Rencana relokasi pedagang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh pemerintah.
Sekitar bulan Juli tahun 2011 pemerintah mencoba menertibkan pedagang dengan
memindahkan ke lantai dua gedung Cendrawasih. Gedung Cendrawasih masih
dalam wilayah pusat kota atau dekat dengan lokasi pedagang tradisional
sebelumnya. Namun, setelah 1 minggu menempati lokasi baru tersebut, pedangan
memilih untuk kembali ke lokasi asal mereka. Hal itu dikarenakan sepinya

4
pembeli dibandingkan dengan lokasi lama. Dan sekarang pemerintah mencoba
menertibkan kembali namun dengan lokasi yang berbeda.
Letak pasar tradisional yang tadinya berada di pusat kota akan dipindahkan ke
Pasar Tejoagung yang sangat jauh dari pusat kota dan lebih dekat ke perbatasan
antara Kota Metro dan Lampung Timur. Dari hasil pra-riset tanggal 10 Oktober
2012 yang dilakukan peneliti dengan beberapa pedagang, terdapat fakta yang
mengejutkan dimana sebelumnya petugas yang meminta pedagang pindah
menyatakan bahwa pasar siap digunakan, tapi kenyataanya lapak atau tempat
berdagang belum siap digunakan bahkan para pedagang diharuskan membangun
sendiri lapak mereka sendiri. Selain masalah pasar yang belum siap, di pusat kota
letak pasar tradisional sebelumnya akan dibangun Metro Mega Mall. Dari kondisi
ini muncul pertanyaan apakah rencana relokasi ini hanya akan “mengucilkan”
pedagang tradisional? Apakah rencana relokasi pasar tradisional hanya
menguntungkan pihak Metro Mega Mall atau Pemerintah saja?
Perumusan kebijakan dari Kementrian Perdagangan yang diturunkan ke
pemerintah Kota Metro untuk dibuat program pembangunan Pasar Tejoagung
terkesan buru-buru. Hal ini dapat dilihat dari persiapan maupun kondisi bangunan
serta rencana akan dilaksanakannya relokasi yang direncanakan bulan November
2012. Pertanyaan yang harus dijawab mengenai perumusan kebijakan ini adalah
bagaimana proses formulasi kebijakan ini dibuat? Terdapat beberapa nilai yang
harus diingat dalam formulasi kebijakan salah satunya yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah partisipasi masyarakat, dan mengutamakan kepentingan
umum.

5
Partisipasi masyarakat diperlukan untuk mengurangi adanya pengambilan
keputusan yang hanya memihak terhadap kelompok tertentu saja. Dengan
keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan terlebih kebijakan tersebut
menyangkut

kesejahteraan

masyarakat,

diharapkan

dapat

menjadi

titik

penyeimbang dari para elite politik. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan
kebijakan sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bab XI pasal 96 ayat 1 yang
menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam ayat
selanjutnya yaitu ayat 3 dan 4 dijelaskan bahwa masyarakat yang dimaksudkan
dalam ayat 1 sebelumnya adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundangundangan dan untuk memudahkan masayarakat dalam memberikan partisipasinya,
setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.
Selain Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011, terdapat juga dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 237 ayat 3
menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertuli dalam pembentukan Perda, yang kemudian direvisi menjadi UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang. Dari kedua undang-undang diatas menjelaskan bahwa
setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dalam

6
memberikan masukan kepada pemerintah terhadap undang-undang atau peraturan
daerah yang akan dibuat.
Peraturan

Menteri

Negara

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

Nomor:

PER/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi,
Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam BAB IV poin ke- 6 menyatakan perumusan
kebijakan terdapat proses publik salah satunya adalah diskusi dengan para pihak
yang terkait langsung dengan kebijakan atau yang terkena impak (impact)
langsung, atau juga yang disebut sebagai kelompok sasaran. Lebih lanjut
dijalaskan bahwa diskusi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
verifikasi secara sosial dan politik dari kelompok masyarakat yang terkait secara
langsung.
Selain mengenai keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan, lokasi
tempat pembuatan Pasar Tejoagung dinilai kurang strategis. Peraturan Daerah
Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011-2031 yang juga merupakan rujukan dalam pembuatan pasar tersebut,
dalam pasal 9 ayat 4 tentang strategi pengembangan pusat-pusat perdagangan dan
jasa guna meningkatkan daya saing kota dijelaskan bahwa pemerintah harus
menetapkan dan mengintesifkan kawasan perdagangan dan jasa skala lokal dan
regional di pusat kota sebagai kawasan strategis kota.
Terdapat berbagai kesenjangan yang terjadi dengan masalah yang terjadi jika
dilihat dengan undang-undang diatas. Undang-undang maupun peraturan menteri
jelas menyatakan bahwa masyarakat sebagai sasaran kebijakan mempunyai hak

7
dalam memberikan suaranya, aspirasinya dalam pengambilan keputusan. Namun,
yang terjadi dilapangan berdasarkan data pra-riset pada tanggal 19 Juli 2012,
pedagang yang sebagai sasaran kebijakan tidak dilibatkan dalam diskusi
pembuatan kebijakan tersebut. Dan juga, mengenai lokasi pembangunan pusat
perdagangan, dalam kenyataan yang terjadi dilapangan dan penilaian dari
pedagang, bahwa lokasi tersebut bukan merupakan lokasi yang strategis dengan
alasan berada di pinggir kota dan akses transportasi yang tidak mendukung.
Lokasi yang tidak mendukung tidak mencerminkan adanya pengutamaan
kesejahteraan kepada pedagang.
Berbagai masalah yang timbul setelah dilakukannya relokasi atau setelah
implementasi kebijakan relokasi. Protes dari para pedagang menjadi tindakan
yang nyata yang dapat dilakukan oleh pedagang. Mereka protes dan melakukan
demonstrasi bukan karena menolak untuk direlokasi melainkan lokasi yang dipilih
sebagai tempat relokasi yang menjadi dasar utama penolakan oleh pedagang. Para
pedagang tidak menolak untuk direlokasi, mereka sadar dengan lokasi berdagang
selama ini yang tidak sesuai dengan semestinya karena menggunakan trotaor
adalah salah. Sehingga mereka mendukung relokasi tetapi tidak dilakukan di Pasar
Tejoagung.
Dengan salah satu masalah yang diungkapkan diatas, kita dapat melihat kembali
tentang formulasi dari kebijakan relokasi tersebut. Terlihat jelas bahwa terdapat
kesalahan dalam proses formulasi terutama adalah tahap agenda kebijakan.
Tahapan-tahapan yang dijelaskan Winarno (2012: 123) Pertama, perumusan
masalah. Kedua, agenda kebijakan. Ketiga, pemilihan alternatif kebijakan untuk

8
memecahkan masalah. Keempat, penetapan kebijakan. Dalam tahap agenda
kebijakan seharusnya melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan untuk peran
serta memberikan pendapat mereka sehingga menjadi alternatif-alternatif
kebijakan yang nantinya bisa dipilih oleh pemerintah sebagai kebijakan.
Kebijakan-kebijakan

mengenai

partisipasi

masyarakat

dan

pengutamaan

kesejahteraan masyarakat umum yang telah diungkapkan diatas, terdapat teori
yang sependapat dengan hal tersebut. Seperti menurut Habermas dalam Parson
(2008:113) mengatakan bahwa “dalam demokrasi, seseorang bisa mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah suatu fungsi dari opini publik”. Opini publik
dalam pembuatan kebijakan dapat dilaksanakan dengan adanya partisipasi dari
masyarakat. Seperti dijelaskan diatas, bahwa masyarakat atau pedagang tidak
dilibatkan, maka sikap keras menentang relokasi dilakukan pedagang. Terlebih
mengenai kondisi yang tidak layak, membuat para pedagang tidak mau
menempati pasar baru tersebut.
Pendapat lain mengenai kebijakan yang seharusnya diungkapkan Suharto
(2010:60) bahwa “untuk mengatasi masalah-masalah seperti yang diungkapkan
diatas, kebijakan yang dibuat seharusnya dapat menunjang peningkatan taraf
hidup dan menjamin keadilan sosial”. Tempat relokasi pedagang yang jauh dari
pusat kota membuat pedagang mengalami penurunan pendapatan. Sehingga jika
dilihat dari pendapat Suharto diatas, kebijakan ini tidak sesuai dengan pendapat
mengenai kebijakan yang seharusnya. Selain jarak yang jauh dari pusat kota,
jumlahnya juga tidak mencangkup jumlah pedagang yang akan di relokasi.
Pedagang yang harus direlokasi dan ditambah dengan pedagang dari daerah

9
sekitar membuat pedagang tidak tertampung di Pasar Tejoagung. Daya tampung
Pasar Tejoagung yang hanya mencapai 180 pedagang, tetapi jumlah pedagang
yang menempati pasar tersebut mencapai 400 pedagang. 1
Masalah diatas yang perlu dipertanyaakan selain bagaimana proses formulasinya
karena melihat protes yang dilakukan setelah dilakukan tahap implementasi
kebijakan. Formulasi kebijakan yang seharusnya sudah melibatkan masyarakat
sehingga protes yang nantinya terjadi tidak besar setelah dilakukan implementasi.
Kemudian juga melihat tentang pihak yang diuntungkan dan dirugikan dengan
adanya kebijakan tersebut. Disamping lokasi pasar tradisional yang sekarang ini
cukup padat sehingga terlihat tidak teratur, juga karena dibangunnya Metro Mega
Mall di dekat lokasi pasar tradisional tersebut. Kemudian muncul pertanyaan
“apakah rencana relokasi ini hanya akan mengucilkan pedagang tradisional?
Apakah rencana relokasi pasar tradisional hanya menguntungkan pihak Metro
Mega Mall atau Pemerintah saja?” Pertanyaan mengenai siapa yang diuntungkan
dan dirugikan tersebut dapat dilihat dari segi Ekonomi Politik. Menurut
pernyataan Staniland (2003: 3) bahwa “pendekatan ekonomi politik didalam
analisisnya terdapat pertanyaan-pertanyaan politik esensial seperti siapa yang
diuntungkan, siapa yang dirugikan, dan bagaimana”. Dengan menggunakan
pendekatan ekonomi politik, diharapkan dalam melihat suatu kebijakan bukan
hanya melihat apakah kebijakan tersebut baik bagi masyarakat tetapi lebih jauh
lagi mengenai siapa yang diuntungkan dengan adanya kebijakan publik tersebut.

1

http://www.lampungpost.com/index.php/ruwa-jurai/23995-penataan-pasar--400-pkl-di-tengahkota-direlokasi-ke-tejoagung.html diakses pada 26 Juli 2012

10
Dari masalah yang timbul dalam implementasi kebijakan seperti yang sudah
dipaparkan diatas, peneliti menganggap bahwa terjadi kesalahan yang terdapat
dalam tahap perumusan kebijakan, sehingga topik perumusan kebijakan yang
dikaji dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik menjadi tema yang
menarik. Karena dalam perumusan kebijakan, merupakan proses yang penting
dari rangkaian proses pembuantan kebijakan. Untuk itulah peneliti mengangkat
topik ini untuk menjadi karya tulis dengan judul Analisis Formulasi Kebijkan
Publik dengan studi kasus pada relokasi pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung
Kota Metro.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas, maka rumusan masalah yang akah diteliti dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakan proses formulasi kebijakan publik dalam penentuan lokasi
relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL)?
2. Siapakah pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana relokasi
pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam proses formulasi
kebijakan publik tentang penentuan lokasi relokasi Pedagang Kaki Lima
(PKL).

11
2. Menganalisis pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana
relokasi padagang tradisional ke Pasar Tejoagung.

1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini mampu memperkaya
khazanah keilmuan Ilmu Administrasi Negara terutama mengenai proses
formulasi kebijakan, stakeholder dalam formulasi kebijakan dan persan
serta masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan relokasi Pedagang
Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan
evaluasi bagi Pemerintah Kota Metro terkait dalam formulasi Peraturan
Daerah mengenai relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro..

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mengenai Kebijakan Publik
Tinjauan mengenai kebijakan publik dibutuhkan untuk membahas masalah yang
diangkat oleh peneliti. Dalam tinjauan ini, terdapat berbagai pertanyaan yang akan
dijawab terkait dengan masalah penelitian, seperti Apa yang dimaksud dengan
kebijakanpublik? Bagaimanakah agenda kebijakan dibuat?Dimensi dari kebijakan
publik? Bagaimanakah Jenis-jenis kebijakan publik? Untuk menjawab berbagai
pertanyaan tersebut, berikut akan diuraikan.
A. Pengertian Kebijakan Publik
Jemes E. Anderson (1979) dalam Hadiati (2010) mengatakan “Public Policies are
those policies developed by governmental bodies and officials”, dapat diartikan
bahwa Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah2. Kebijakan yang dimaksudkan oleh
Jemes tersebut merupakan kebijakan yang murni dibuat oleh pemerintah, atau
elite politik. Implikasi dari kebijakan publik ini adalah berorientasi pada tujuan,
berisi pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat, memiliki sifat memaksa
(otoritatif).

2

http://www.untagsmg.ac.id/fisip/mimbar-administrasi/100?task=view diakses pada 27 Juli 2012

13
David Easton (1953) dalam Hadiati (2010) mengatakan “Public Policy is the
authoritative allocation of values for whole society”, dapat diartikan bahwa
Kebijakan Publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh
anggota masyarakat3. Dari pengertian kebijakan oleh Easton, menjelaskan bahwa
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan seharusnya melibatkan langsung
masyrakat yang menghadapi masalah yang akan diselesaikan dengan adanya
kebijakan tersebut. Bagaimanapun juga, masyarakat lah yang mengetahui masalah
yang sebenarnya terjadi.
Pendapat mengenai kebijakan yang telah diungkapkan diatas terdapat perbedaan
yang terlihat. Jika Anderson dari penjelasan diatas mengungkapkan bahwa yang
berhak memutuskan kebijakan adalah pemerintah atau elite politik, dimana
pendapat dari masyarakat dapat dikesampingkan, sedangkan menurut Easton,
dalam

suatu

kebijakan

publik,

masyarakat

mempunyai

peran

dalam

pembentukannya. Kedua pendapat tersebut sama benar jika ditempatkan pada
situasi yang benar. Pendapat Jemes sangat cocok apabila diterapkan dalam
permasalahan yang membutuhkan penanganan yang cepat seperti menyangkut
keamanan Negara. Sedangkan pendapat Easton diharapkan diterapkan apabila
mengambil keputusan yang menyangkut mengenai kesejahteraan masyarakat, atau
dalam penanganan keadaan sosial. Namun, dalam praktiknya, pengambilan
keputusan yang menyangkut kondisi sosial ekonomi, seringkali diambil hanya
elite politik saja. Sedangkan masyarakat seringkali dianggap tidak memiliki hak
suara. Hal tersebut sependapat dengan pertanyaan Page dalam Putra (2004:58)
mengenai kebijakan publik dan opini publik yaitu: seberapa besar dampak dari
3

http://www.untagsmg.ac.id/fisip/mimbar-administrasi/100?task=view diakses pada 27 Juli 2012

14
opini publik terhadap pembuatan kebijakan? Dan Apakah opini publik itu hanya
dipolitisasi atau benar-benar dijadikan landasan pembuatan kebijakan publik?
Kesimpulan dari dua pendapat diatas adalah, kebijakan publik adalah suatu
tindakan pemerintah dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi masyarakat
baik yang sudah terjadi, sekarang maupun yang akan datang dengan sepenuhnya
mempertimbangkan pendapat dari masyarakat yang berkenaan langsung dan dapat
diputuskan sepihak oleh pemerintah apabila masalah yang dihadapi membutuhkan
penanganan yang cepat yang menyangkut keamanan maupun kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
B. Agenda Kebijakan
Permasalahan yang tengah disorot oleh pemerintah dan ditentukan bahwa masalah
tersebut adalah masalah kebijakan, maka yang akan dilakukan pemerintah adalah
membuat agenda kebijakan. Penentuan agenda kebijakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk opini publik. Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Parson (2008:113) bahwa “agenda kebijakan sangat dipengaruhi oleh opini publik
dan kekuatan publik”. Oleh karena itu, opini publik adalah sebuah konsep yang
perkembangannya mengikuti perkembangan politik dimana opini publik muncul.
Opini publik yang berkembang dimasyarakat mengenai suatu masalah atau isu
juga sangat dipengaruhi oleh peran dari media masa. Dikemukakan oleh
McCombs dan Shaw dalam Parson (2008:115) menyimpulkan bahwa “media
berperan penting dalam penentuan agenda, yakni mempunyai kekuatan untuk
menentukan topik mana yang akan didiskusikan”. Media berkembang dengan
sangat cepat dan sangat berpengaruh di masyarakat melalui berita yang

15
ditayangkan di media. Berita yang ditayangkan di media mempengaruhi opini
yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, media sangat mempengaruhi
agenda kebijakan.
Pendapat McCombs dan Shaw yang dikemukakan diatas mendapat tambahan
yang sedikit berbeda dari Rogers dan Dearing dalam Person (2008:116) bahwa
“kita harus membedakan tiga jenis agenda: media, pulbik, dan kebijakan”. Ketiga
jenis tersebut saling berkaitan satu sama lainnya dan merupakan proses yang
interaktif yang membuat berbeda dengan pendapat McCombs dan Shaw. Pendapat
McCombs dan Shaw yang menyatakan bahwa media mempengaruhi penetapan
agenda, sedangkan pendapat Rogers dan Dearing menyatakan bahwa setiap
agenda dapat saling mempengaruhi agenda-agenda yang lainnya. Maka dari itu,
sebaiknya pemerintah memperhatikan terlebih dahulu bagaimana opini publik,
agenda media maupun agenda kebijakan itu sendiri sebelum menentukan
kebijakan.
C. Dimensi Kebijakan Publik
Menurut Bridgeman dan Davis dalam Suharto (2008: 5) menerangkan bahwa
“kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yaitu
sebagai tujuan, sebagai pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum, dan
sebagai hipotesis".
1. Kebijakan publik sebagai tujuan.
Kebijakan adalah a means to an end atau alat untuk mencapai sebuah
tujuan. Kebijakanpublik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan
publik. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah
yang didesain utuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh
publik sebagai konstituen pemerintah. Sebuah kebijakan tanpa tujuan tidak
memiliki arti, bahkan tidak mustahil akan menimbulkan masalah baru.

16
Sebagai contoh, telah ditetapkan kebijakan yang tidak mempunyai tujauan
yang jelas, maka program yang ditetapkan untuk dilaksanakan juga
menjadi berbeda-beda, ini akan berdampak pada strategi pencapaian yang
menjadi kabur.Karenanya, kebijakan yang baik akan menghindari jebakan
ini dengan jalan merumuskan secara eksplisit
a. Pernyataan resmi mengenai pilihan-pilihan tindakan yang akan
dilakukan
b. Model sebab dan akibat yang mendasari kebijakan
c. Hasil-hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Proses perumusan kebijakan yang efektif adalah memperhatikan
keselarasan antara usulan kebijkana dengan agenda dan strategi besar
pemerintah.
2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal
Pilihan tindakan dalam kebijakan bersifat legal atau otoritatif karena
dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan.
Keputusan itu mengikat para pegawai negeri untuk bertindak atau
mengarahkan pilihan tindakan atau kegiatan seperti menyiapkan rancangan
undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dipertimbangkan oleh
parlemen atau mengalokasikan anggaran guna mengimplementasikan
program tertentu.
Meskipun demikian, keputusan-keputusan legal belum tentu dapat
direalisasikan seluruhnya. Selalu saja ada rusang atau kesenjangan antara
harapan dan kenyataan, atara yang sudah direncanakan dengan apa yang
dapat dilaksanakan. Kebijakan sebagai keputusan yang legaljuga tidak
berarti baha pemerintah selalu memiliki kewenangan dalam menangani
berbagai isu. Dalam konteks ini, adalah penting mengembangkan proses
kebijakan yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga dapat
menjamin bahwsa usulan dan aspirasi masyarakat dapat diputuskan secara
teratur dan mencapai hasil baik.
Kebijakan publik lahir
yangkompleks. Gagasan
kepentingan para politisi,
birokrat, serta intervensi
warga negara.

dari dunia politik yang melibatkan proses
dapat muncul dari berbagai sumber, seperti
lembaga-lembaga pemerintah, interpretasi para
kelompok-kelompok kepentingan, media, dan

3. Kebijakan sebagai hipotesis
Kebijkan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab
dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi
mengenai perilaku. Kebijakan yang dibuat harus ampu menyatukan
perkiraan-perkiraan mengenai keberhasilan yang akan dicapai dan
mekanisme mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Namun demikian,
kebijakan bukan lah laboratorium tempat uji coba.

17
Kebijakan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji oleh
lingkungan dimana ia diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan
menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membuat
asumsi-asumsi dan model kebijkan. Sebuah proses kebijak yang baik
biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para
pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang
mendukung keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi di
dalamnya.
Memahami kebijakan sebagai hipotesis memerlukan kalkulasi-kalkulasi
ekonomi dan sosial dari para penasihat dan pembuat kebijakan. Pembuat
kebijakan yang baik didasari kemampuan dalam memahami pelajaranpelajaran dari pengalaman-pengalaman kebijakan, serta kemampuan
menerapkan pelajaran itu dalam langkah perumusan kebijakan. Namun,
karena banyaknya “pemain” dan kepentingan dalam perumusan sebuah
kebijakan, mengintegrasikan pengalaman penerapan kebijakan dengan
perbaikan kebijakan berikutnya tidak selalu mudah untuk dilakukan.
Dari ketiga dimensi yang telah dikemukakan diatas, semuanya saling melengkapi
dan satu sama lain dan mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika melihat
proses pembuatan kebijakan, pembuatan kebijakan adalah pengambilan keputusan
yang diambil oleh lembaga yang legal, berdasarkan hipotesis dari masalah yang
dihadapi dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
D. Jenis-Jenis Kebijakan Publik
Jenis-jenis kebijakan menurut Nugroho (2011: 150) yang pertama adalah
“kebijakan yang menetapkan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan
dari pembatasan-pembatasan”. Kebijakan jenis ini sebagian besar berkenaan
dengan hal-hal yang regulatif atau restriktif dan deregulatif atau non-restriktif.
Menurut jenis ini, pemerintah hanya mengurusi kegiatan yang bersifat strategis
baik yang mampu dilaksanakan oleh masyarakat terlebih lagi kegiatan yang tidak
mampu dilaksanakan oleh masyarakat.

18
“Jenis yang kedua adalah adalah kebijakan alokatif dan distributif”. Kebijakan
kedua ini biasanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran
atau keuangan publik. Fungsi alokatif dalam kebijakan ini menurut Musgrave dan
Musgrave (1989) dalam Nugroho (2011: 150) bertujuan mengalokasikan barangbarang publik dan mekanisme alokasi barang dan jasa yang tidak bisa dilakukan
melalui mekanisme pasar, sedangkan fungsi distributif berkenaan dengan
pemerataan kesejahteraan termasuk perpajakan.
2.2 Tinjauan Mengenai Perumusan Kebijakan
Formulasi kebijakan bukanlah tindakan yang sederhana. Formulasi kebijakan
merupakan proses yang sangat penting dari rangkaian proses pembuatan
kebijakan. Dalam formulasi kebijakan, terdapat proses penyelesaian masalah yang
sedang terjadi. Dapat dikatakan bahwa formulasi kebijakan dapat menyelesaikan
sebagian besar masalah yang sedang terjadi apabila dilaksanakan dengan benar.
Dalam pembahasan mengenai formulasi kebijakan, disini akan disampaikan
mengenai definisi dari formulasi kebijakan, proses formulasi kebijakan, aktoraktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan tersebut, bagaimana model-model
yang dapat dipakai dalam menyelesaikan atau yang dipakai dalam hal ini
Pemerintah Kota Metro, Faktor-faktor yang mempengaruhi proses formulasi
kebijakan, dan juga tentang langkah-langkah formulasi kebijakan yang melibatkan
publik dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara.
A. Definisi Formulasi Kebijakan
Hal terpenting dalam proses kebijakan publik adalah formulasi atau perumusan
kebijakan. Proses formulasi kebijakan menurut Agustino (2008: 96) adalah

19
“bagaimana para analis kebijakan dapat mengenal masalah-masalah publik yang
dibedakan dengan masalah-masalah privat.” Formulasi kebiajakan menurut
Tjokroamidjojo dalam Islamy (2001: 24) merupakan “suatu proses pemgambilan
pilihan dari suatual ternatif yang dilakukan secara terus menerus dan tidak pernah
selesai”.
Lebih lanjut lagi mengenai definisi tentang formulasi kebijakan, Udoji dalam
Syamsuri (2012) mengemukanan bahwa
“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible
solutions into political demands, channelling those demands into the political
systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action,
legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”
yang kurang lebih berarti Seluruh proses mengartikulasikan dan mendefinisikan
masalah, merumuskan solusi yang mungkin menjadi tuntutan politik, penyaluran
tuntutan ke dalam sistem politik, mencari sanksi atau legitimasi dari program
pilihan tindakan, legitimasi dan pelaksanaan, pengawasan dan peninjauan (umpan
balik). 4
Kedua pendapat yang telah dijelaskan di atas, menggambarkan bahwa perumusan
kebijakan merupakan proses mendefinisikan masalah yang kemudian dirumuskan
menjadi solusi untuk diseleksi mana solusi atau alternatif kebijakan yang akan
diambil untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika kita salah memahami masalah
kebijakan, sehingga yang muncul adalah pemecahan yang benar untuk masalah
yang salah, atau pemecahan yang salah untuk masalah yang benar, atau bahkan
pemecahan yang salah pada masalah yang salah. Untuk dapat menyelesaikan

4

http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/06/formulasi-kebijakan.html
september 2012

diakses

pada

11

20
masalah yang dirasakan masyarakat, seharusnya para pembuat kebijakan harus
dapat memahami masalah yang sedang terjadi, sehingga dapat menghasilkan
pemecahan yang benar untuk masalah yang benar.

B. Proses Formulasi Kebijakan
Proses formulasi kebijakan menurut Suharto (2008: 27) meliputi identifikasi isu,
merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi, menetapkan keputusan,
menerapkan kebijakan, melakukan evaluasi. Penjelasan dari keenam proses
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi isu kebijakan
Isu-isu kebijakan ini pada hakikatnya merupakan permasalahan sosial yang
aktual, mempengaruhi banyak orang, dan mendesak untuk dipecahkan.
Isu-isu tersebut biasanya muncul berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan perguruan tinggi atau organisasi non-pemerintah. Selain aktual
dan mendesak untuk dipecahkan, isu biasanya semakin mencuat jika
didukung oleh pemberitaan media massa yang beragam dan terus menerus.
Dari semua isu atau masalah sosial, tidak semua bisa menjadi isu
kebijakan. Sedikitnya ada empat prasyarat agar masalah bisa teridentifikasi
sebagai sebuah isu kebijakan:
a. Disepakati banyak pihak. Sebuah masalah kebijakan dianggap layak
dijadikan isu kebijakan jika banyak pihak yang berpengaruh memiliki
pandangan dan kesepakatan yang relati sama.
b. Memiliki prospek akan solusinya. Meskipu sebuah masalah menarik
perhatian pemerintah, namun tidak otomatis menjadi isu kebijakan.
Pemerintah biasanya akan mempertimbangkan apakah masalah

21
tersebut dapat dipecahkan? Apakah tersedia sumberdaya untuk
merespon masalah itu?
c. Sejalan dengan pertimbangan politik. Meskipun sebuah masalah sosial
secara ekonomi layak dipecahkan, misalnya, tetapi jika tidak
menguntungkan secara politis maka para pembuat kebijakan seringkali
mengurungkan niatnya.
d. Sejalan dengan ideologi. Kerangka ideologi partai politik yang
berkuasa seringkali merupakan landasan bagi pemerintah untuk
memutuskan apakah masalah A akan diprioritaskan, sementara
masalah B akan ditunda atau dibatalkan menjadi isu kebijakan.
2. Merumuskan agenda kebijakan
Identifikasi dan perdebatan mengenai isu-isu di a