ANALISIS RELOKASI PEDAGANG PASAR NGARSOPURO DI KOTA SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Mempersiapkan Tugas Akhir Skripsi dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

RUDI LAKSONO NIM. F0108112 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Skripsi dengan Judul :

“ANALISIS RELOKASI PEDAGANG PASAR NGARSOPURO DI KOTA SURAKARTA”

Surakarta, Januari 2013

Telah disetujui dan diterima oleh

Pembimbing,

Drs. Guntur Riyanto, Msi NIP. 19580927 198601 1 001

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.

Surakarta, Januari 2013

Drs. Supriyono, M.Si sebagai Ketua (…………………….) NIP. 19600221 198601 1 001

Dr. Guntur Riyanto, M.Si sebagai Pembimbing (…….……...……….) NIP. 19580927 198601 1 001

Drs. Sutanto, M.Si sebagai Sekretaris (…………………….) NIP. 19561129 198601 1 001 Drs. Sutanto, M.Si sebagai Sekretaris (…………………….) NIP. 19561129 198601 1 001

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak kesulitan ini dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, serta yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil yaitu:

1. Bp. DR. Wisnu Untoro selaku Dekan dan segenap pimpinan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bp. Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Bp. Drs. Guntur Riyanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih telah membimbing dan memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

4. Bp. Sutanto, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Lurah Pasar Ngarsopuro dan staf beserta seluruh padagang Pasar Ngarsopuro atas kerjasamanya sehingga penulis memperoleh data yang diperlukan.

kelancaran penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat saya @rezharoby @novaldarma dan terutama @pipipipiphy yang sudah seperti Dosen Pembimbing kedua terimakasih untuk semangat kekeluargaan selama ini.

9. Semua teman-teman EP 2008, Backpacker Solo dan Russian Roulette Futsal, See You On Top Guys.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

“Orang yang hebat bukanlah orang yang tidak pernah gagal, melainkan orang selalu bangkit setiap kali dia gagal”.

@rudilaksono

Karya tulis sederhana ini penulis persembahkankan untuk

Ibu, Ayah dan Kakak-kakak..

Keluarga Besar, Teman, Sahabat, Almamater,

dan para pembaca semuanya….

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Kerangka Pemikiran..................................................................... 29 Tabel 3.1

Jumlah Populasi dan Sampel…………………….……......…..... 33

Tabel 4.1

Luas Penggunaan Lahan Tiap Kecamatan

di Kota Surakarta Tahun 2011 ...................................................... 39 Tabel 4.2

Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2011....................................................... 41

Tabel. 4.3

Jumlah Pedagang di Pasar Ngarsopuro Menurut Jenis Dagangan Tahun 2012........................................... 44

Table 4.4

Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan

Untuk Pendapatan Pedagang......................................................... 45

Table 4.5

Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan

Untuk Keuntungan Pedagang........................................................ 46

Table 4.6

Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan

Untuk Jumlah Tenaga Kerja.......................................................... 47

Gambar 4.1 Peta Surakarta.................................................................................. 39

F0108112

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak relokasi pedagang kaki lima di kawasan Ngarsopuro ke lokasi yang baru di Pasar Ngarsopuro terhadap pendapatan, keuntungan dan jumlah tenaga kerja. Arti dampak relokasi disini adalah untuk mengetahui perubahan variabel-variabel yang sudah disebutkan diatas terhadap kondisi pedagang saat ini (di Pasar Ngarsopuro Surakarta) dengan cara membandingkan antara sebelum dan sesudah program relokasi.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pedagang di Pasar Ngarsopuro Surakarta sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur Dinas Pengeloaan Pasar dan BPS Kota Surakarta.

Penghitungan data diperoleh hasil t hitung sebagai berikut : a) variabel pendapatan (-10.320), b) variabel keuntungan (-11,852), variabel jumlah tenaga kerja (-

-1 : 39 diperoleh nilai 3,350. Asumsi t hitung > t tabel maka H 0 ditolak, dan ketiga variabel variabel tersebut

mengalami perubahan secara signifikan (H 1 diterima).

Pemerintah Kota Surakarta sebaiknya mengunakan strategi pada penelitian terdahulu yang dilakukan di Kota Yangzhou China yaitu dengan menggunakan dua tempat PKL yang direlokasi mendapatkan tempat baru dan tempat lama yang bersifat sementara. Cara yang digunakan adalah dengan meninggikan harga di tempat lama dan merekomendasikan tempat baru yang memiliki harga lebih murah sehingga konsumen secara perlahan-lahan juga akan ikut pindah ke tempat yang baru.

Kata kunci : Pendapatan, keuntungan, jumlah tenaga kerja

RUDI LAKSONO F0108112 ABSTRACT

The objective of research is to find out the effect of street seller relocation in Ngarsopuro area to the new location in Ngarsopuro Market on income, profit, and number of worker. The meaning of relocation effect here is to find out the change of variables mentioned above on the condition of sellers currently (in Ngarsopuro Market of Surakarta) by comparing before and after the relocation program.

This study employed primary and secondary data. The primary data was obtained from the result of interview with the seller in Ngarsopuro Market of Surakarta, while secondary data was obtained from Market Management Office and BPS of Surakarta City.

The data calculation was obtained from the t statistic result as follows: a) income (-10.320), b) profit (-11.852), worker number variables (-16.694) with t

-1: 39 with value of 3.350. It was assumed that t statistic > t table, therefore H 0 was not supported and the three variables changed significantly (H 1 was supported).

The Surakarta Municipal government should employed the strategy in previous studies carried out in Yangzhou city of China by using two places for the street seller relocated to get new place and temporary old place. The method used was to elevate the price in old place and to recommend the new place with cheaper price so that the consumer gradually moved to the new place.

Keywords: Income, profit, worker number.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian Indonesia pada saat ini bisa diukur oleh maraknya pembangunan pusat perdagangan. Keberadaan pusat perdagangan merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Menurut bentuk fisik, pusat perdagangan dibagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern.

Sisi kepentingan ekonomi, semakin meningkatnya jumlah pusat perdagangan, baik yang tradisional maupun modern mendorong terciptanya peluang kerja bagi banyak orang. Mulai dari jasa tenaga satuan pengamanan, penjaga toko, pengantar barang, cleaning service, hingga jasa transportasi. Kehadiran pusat berarti perdagangan ikut serta dalam mengentaskan masalah pengangguran dan kemiskinan.

Eksistensi pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, supermarket hingga hypermarket sedikit mengusik keberadaan pasar tradisional. Kesamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional telah menimbulkan persaingan antara keduanya. Menjamurnya pusat perbelanjaan modern dikhawatirkan akan mematikan keberadaan pasar tradisional yang merupakan refleksi dari ekonomi kerakyatan. Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau sehingga memberikan suasana yang tidak nyaman dalam berbelanja, ini merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional. Sebaliknya, pusat perbelanjaan modern memberikan suasana berbelanja yang nyaman serta dilengkapi pendingin ruangan Eksistensi pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, supermarket hingga hypermarket sedikit mengusik keberadaan pasar tradisional. Kesamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional telah menimbulkan persaingan antara keduanya. Menjamurnya pusat perbelanjaan modern dikhawatirkan akan mematikan keberadaan pasar tradisional yang merupakan refleksi dari ekonomi kerakyatan. Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau sehingga memberikan suasana yang tidak nyaman dalam berbelanja, ini merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional. Sebaliknya, pusat perbelanjaan modern memberikan suasana berbelanja yang nyaman serta dilengkapi pendingin ruangan

Pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah, mulai dari faktor desain, tata ruang, tata letak, dan tampilan yang tidak sebaik pusat perbelanjaan modern, alokasi waktu operasional yang relatif terbatas, kurangnya teknologi yang digunakan, kualitas barang yang kurang baik, kurangnya promosi penjualan, rendahnya tingkat keamanan, kesemrawutan parkir, hingga berbagai isu yang merusak citra pasar tradisional seperti maraknya informasi kecurangan-kecurangan dalam aktivitas penjualan dan perdagangan. Kompleksitas kelemahan pasar tradisional tersebut menyebabkan konsumen beralih dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

Pasar tradisional memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern yaitu adanya sistem tawar-menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional terdapat suatu komunikasi yang tidak akan ditemui di pusat perbelanjaan modern. Sistem tawar-menawar dalam transaksi jual beli di pasar tradisional membuat suatu hubungan tersendiri antar penjual dan pembeli. Berbeda dengan pusat perbelanjaan modern dimana harga barang sudah ditetapkan dan tidak ada komunikasi antara penjual dan pembeli.

Pasar tradisional sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah, selain merupakan salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat, juga untuk mempertahankan budaya lokal. Keberadaan pasar tradisional harus Pasar tradisional sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah, selain merupakan salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat, juga untuk mempertahankan budaya lokal. Keberadaan pasar tradisional harus

Program relokasi ini diarahkan untuk menerapkan dan mengadopsi manajemen pusat perbelanjaan modern, terutama berkaitan dengan penanganan kebersihan. Program relokasi ini diharapkan mampu mengatasi kelemahan utama pasar tradisional yang identik dengan masalah kotor, becek, dan bau sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah pengunjung pasar. Dengan bertambahnya jumlah pengunjung, maka diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pedagang. (Anak Agung Ketut Ayuningsasi, 2010).

Program revitalisasi dan relokasi pasar di Indonesia sebagian besar kurang berhasil. Seperti dalam penelitian Anak Agung Ketut Ayuningsasi 2010 yang berjudul Analisis Pendapatan Pedagang Sebelum dan Sesudah Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Denpasar. Dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pendapatan pedagang di Pasar Sudha Merta di desa Sidakarya. Data yang digunakan adalah data primer, terdiri dari pendapatan sebelum dan sesudah program revitalisasi pasar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan pedagang sebelum dan sesudah revitalisasi berbeda secara signifikan. Untuk meningkatkan pendapatan pedagang, disarankan untuk memperbaiki tidak hanya lingkungan pasar tradisonal tetapi juga distribusi barang, manajemen pasar dan teknik penjualan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Liu Et All 2006 menunjukkan adanya keberhasilan dalam program revitalisasi dan relokasi pasar. Penelitian tersebut

berjudul Pengaturan dan Strategi Revitalisasi Sektor Informal di Kota Yangzhou China. Pola pertumbuhan dan kondisi lapangan kerja informal dalam bentuk sementara, musimam, kasual, paruh waktu atau jam pekerjaan yang dibayar telah lama ada di China, meskipun pada skala yang lebih kecil dari tahun-tahun terakhir ini ditemukan di peternakan, di pabrik, di sektor pemerintah dan publik organisasi untuk pekerjaan tambahan dan dalam marjinal ekonomi swasta dan sekalipun terpinggirkan. Konsep penataan PKL di Kota Yangzhou menggunakan sistem 2 (dua) tempat yaitu PKL yang direvitalisasi tau direlokasi mendapatkan tempat baru atau tempat permanen dan tempat yang lama yang bersifat sementara. Cara yang diganakan adalah meninggikan harga di tempat lama dan mengarahkan konsumen ke tempat yang baru dengan harga yang lebih murah sehingga konsumen perlahan-lahan akan ikut berpindah ke pasar yang baru. Proses ini dibuat dewan pengawas relokasi yang akan menindak tegas pedagang yang melanggar aturan yang telah dibuat.

Di pasar yang lama hanya bersifat sementara hal ini bertujuan untuk memindahkan konsumen ke pasar yang baru, apabila pasar yang baru sudah mulai ramai maka secara resmi pasar PKL lama sudah ditutup. Konsep ini di Kota Yangzhou China terbukti berhasil. Di Kota Shanghai China konsep penataan PKL dengan cara merelokasi pedagang ke tempat yang lebih baik dan nyaman. Dalam penelitian ini para pedagang dipindahkan ke dalam sebuah mall atau gedung yang disediakan untuk pusat perbelanjaan. Pedagang kaki lima yang semula menempati ruang publik secara bertahap direlokasi ke dalam sebuah gedung dengan fasilitas lengkap yang dikonsepkan untuk pedagang sektor informal. Kesimpulan penelitian Di pasar yang lama hanya bersifat sementara hal ini bertujuan untuk memindahkan konsumen ke pasar yang baru, apabila pasar yang baru sudah mulai ramai maka secara resmi pasar PKL lama sudah ditutup. Konsep ini di Kota Yangzhou China terbukti berhasil. Di Kota Shanghai China konsep penataan PKL dengan cara merelokasi pedagang ke tempat yang lebih baik dan nyaman. Dalam penelitian ini para pedagang dipindahkan ke dalam sebuah mall atau gedung yang disediakan untuk pusat perbelanjaan. Pedagang kaki lima yang semula menempati ruang publik secara bertahap direlokasi ke dalam sebuah gedung dengan fasilitas lengkap yang dikonsepkan untuk pedagang sektor informal. Kesimpulan penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mempelajari lebih jauh mengenai relokasi pasar tradisional. Oleh sebab itu penulis akan mengangkat masalah ini menjadi tulisan ilmiah dengan judul “ANALISIS

RELOKASI PEDAGANG PASAR NGARSOPURO DI KOTA SURAKARTA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam analisis ini yaitu:

1. Apakah pendapatan pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan?

2. Apakah keuntungan pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan?

3. Apakah tenaga kerja pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari analisis ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah pendapatan pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan.

2. Untuk mengetahui apakah keuntungan pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan.

3. Untuk mengetahui apakah tenaga kerja pedagang di Pasar Ngarsopuro sebelum dan sesudah program relokasi pasar berbeda secara signifikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai prasyarat akademis untuk menempuh gelar sarjana Strata-1 di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan kebijakan, dalam hal ini pemerintah Kota Surakarta dalam membuat berbagai kebijakan berkaitan dengan pengembangan pasar tradisional.

3. Sebagai tambahan bahan referensi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pasar

Hendra Widi Utomo 2011 menjelaskan pasar merupakan tempat bertemunya penjual dengan pembeli. Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Dari definisi ini, ada empat poin penting yang menonjol yang menandai terbentuknya pasar, yaitu:

(1) Ada penjual dan pembeli. (2) Mereka bertemu di sebuah tempat tertentu.

(3) Terjadi kesepakatan di antara penjual dan pembeli, sehingga terjadi

jual beli atau tukar menukar. (4) Antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat. Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar tradisional adalah

pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan

Di dalam Perpres tersebut juga disebutkan bahwa toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran dengan bentuk minimarket, supermarket, atau department store. Dari sisi kelembagaan, perbedaan karakteristik pengelolaan pasar modern dan pasar tradisional nampak dari lembaga pengelolanya. Pada pasar tradisional, kelembagaan pengelola umumnya ditangani oleh Dinas Pasar yang merupakan bagian dari sistem birokrasi. Sementara pasar modern, umumnya dikelola oleh profesional dengan pendekatan bisnis. Selain itu, sistem pengelolaan pasar tradisional umumnya terdesentralisasi di mana setiap pedagang mengatur sistem bisnisnya masing-masing. Pada pasar modern, sistem pengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat mengatur standar pengelolaan bisnisnya.

Pasar adalah suatu institusi yang pada umumnya tidak berwujud secara fisik mempertemukan penjual dan pembeli suatu komoditas (barang dan jasa). Interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli akan menentukan tingkat harga suatu komoditas (barang dan jasa) dan jumlah atau kuantitas komoditas yang diperjualbelikan. Pasar dimana penjual dan pembeli melakukan interaksi dapat dibedakan menjadi pasar komoditas dan pasar faktor. Pasar komoditas

adalah interaksi antara penjual dan pembeli dari suatu komoditas dalam menentuan jumlah dan harga barang atau jasa yang diperjualbelikan. Pasar faktor adalah interaksi antara para pengusaha (pembeli faktor-faktor produksi) dengan para pemilik faktor produksi untuk menentukan harga (pendapatan) dan jumlah faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam menghasilkan barang-barang dan jasa yang diminta oleh masyarakat, sedangkan industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan komoditas yang sama atau sangat bersamaan yang terdapat dalam suatu pasar (Sugiarto dkk, 2002: 35 dalam Hendra Widi Utomo 2011).

2. Pengertian Relokasi Pasar Tradisional

Pengertian relokasi dalam kamus Indonesia diterjemahkan adalah membangun kembali tempat yang baru, harta kekayaan, termasuk tanah produktif dan prasarana umum di lokasi atau lahan lain. Dalam relokasi adanya obyek dan subyek yang terkena pajak dalam perencanaan dan pembangunan lokasi. Secara harafiah relokasi adalah penataan ulang dengan tempat yang baru atau pemindahan dari tempat lama ke tempat yang baru.

Persamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional menimbulkan persaingan antara keduanya dan juga menimbulkan modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Preferensi prioritas faktor internal, faktor eksternal, faktor bertahan, dan daya tarik pusat perbelanjaan modern menyebabkan pasar tradisional mengalami kondisi bertahan, kehancuran, maupun modernisasi. Ketiganya ini Persamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional menimbulkan persaingan antara keduanya dan juga menimbulkan modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Preferensi prioritas faktor internal, faktor eksternal, faktor bertahan, dan daya tarik pusat perbelanjaan modern menyebabkan pasar tradisional mengalami kondisi bertahan, kehancuran, maupun modernisasi. Ketiganya ini

Mudrajad Kuncoro 2008, isu utama yang berkaitan dengan perkembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut :

1. Jarak antara pasar tradisional dengan hypermarket yang saling berdekatan.

2. Tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) ke wilayah pemukiman.

3. Penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh ritel modern yang memberatkan pemasok barang.

4. Kondisi pasar tradisional secara fisik sangat tertinggal, maka perlu ada program kebijakan untuk melakukan pengaturan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, dikembangkan berbagai upaya untuk mengembangkan pasar tradisional. Salah satunya dilakukan dengan pemberdayaan pasar tradisional, antara lain dengan mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan.

3. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai penyalur barang dan jasa-jasa pertokoan (Okta dalam Rais, 1990 dalam Fransiska R Korompis, 2005 dalam Hendra Widi Utomo 2011). Adapun menurut McGee yang dikutip Fransiska R Korompis, 2005 dalam Hendra Widi Utomo, 2011 mendefinisikan pedagang kaki lima adalah “The people who offer goods or service for sale from public place, primarily streets and pavement” . Sedangkan menurut Maning dan Taju Effendi dalam Hendra Widi Utomo 2011 menyebutkan bahwa pedagang kaki lima adalah salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan kota di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin.

Breman 1988 dalam Nurani Dwi Okti 2010 dalam Hendra Widi Utomo 2011 pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kaki lima ini termasuk dalam sector informal, dimana merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hokum, hidup serba susah dan semi kriminal pada batas-batas tertentu.

Pedagang kaki lima adalah orang yang denga modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam Pedagang kaki lima adalah orang yang denga modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam

Pengertian atau bahasan tentang pedagang kaki lima sebagaimana dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian dari kelompok usah kecil yang bergerak di bidang atau sektor informal. Secara khusus, pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai salah satu bagian pendistribusian barang dan jasa yang belum mempunyai ijin, usahanya biasanya berpindah atau nomaden, belum mempunyai struktur organisasi yang jelas dan belum ada deskripsi tenaga kerja yang jelas cenderung masih bersifat kekeluargaan. (Hendra Widi Utomo, 2011).

4. Pendapatan

Pendapatan adalah total penerimaan yang dimiliki suatu unit usaha yang diperoleh dari hasil penjualan output. Penerimaan total adalah output dikali harga jual (Mankiw, 2006: 113). Dapat dihtung dengan rumus sebagai berikut:

TR = P . Q

Dimana:

TR = Tota Revenue (penerimaan total)

P = harga jual barang

Q = output

Pendapatan berpengaruh secara langsung terhadap keuntungan, semakn tinggi pendapatan maka se,akn tinggi keuntungan yang diperoleh, terjad hubungan positif antara pendapatan dan keuntungan. Hal ini dapat terlihat dari rumus keuntungan, yaitu:

= TR – TC

Dimana keuntungan merupakan selisih antara total pendapatan dan biaya total, maka terlihat jelas bahwa pendapatan berpengaruh terhadap keuntungan.

5. Meaning of profit

The term profit has been defined in different ways by different economists. In 1826, Von Thunen defined profit as the residue after deduction of interest, insurance for risk, and wages of management. Marshall also defined profit as the supply price of business power. Here, he included all above mentioned elements of profit (Agarwal, 1998:378).

Istilah laba ditetapkan dengan berbagai cara oleh ekonom yang berbeda. Pada tahun 1826, Von Thunen mendefinisikan keuntungan merupakan laba perusahaan setelah dikurangi pengeluaran. Marshall juga mendefinisikan keuntungan sebagai harga pasokan daya bisnis.

Keuntungan atau laba sebagai hasil pengembalian modal. Laba didapatkan dari selsh jumlah pendapatan dikurangi biaya-biaya yang Keuntungan atau laba sebagai hasil pengembalian modal. Laba didapatkan dari selsh jumlah pendapatan dikurangi biaya-biaya yang

TR = Total Revenue (penerimaan total)

TC = Total Cost (biaya total)

Semakin besar selisih jumlah penerimaan (TR) dan biaya (TC), maka semakin besar keuntungan yang diperoleh. Laba maksimum diperoleh jika perbedaan TR dan TC paling besar dan kombinasi tingkat output dan biaya marginal.

a. Gross Profit and Net Profit

Gross profit is the total return to the entrepreneur after paying rent and interest for the land and capital hired and wages for the labourers employment. In other words, it is equal to the excess of the receipts of a business over the actual expenses (explicit expenditure) incurred by the entrepreneur. In the popular sense, the word profit is used the sense of gross profit (Agarwal, 1998:378).

Keuntungan kotor adalah penerimaan total pengusaha setelah membayar sewa dan sewa tanah dan modal dipinjam dan upah pekerja (biaya). Dengan kata lain, sama dengan kelebihan uang yang masuk dalam bisnis atas biaya sebenarnya (pengeluaran eksplisit) dikeluarkan oleh pengusaha. Dalam arti popular kata keuntungan diartikan keuntungan kotor.

Net profit is not so expensive a term as gross profit. A reward accruing to the entrepreneur for his risk-taking function and his bargaining skill is known as net profit (Agarwal, 1998: 378).

Laba bersih ini tidak lebih banyak dari laba kotor. Laba kotor setelah dikurangi pajak inilah yang disebut laba bersih.

b. Normal Profit and Supernormal Profit

Some economists distinguish between normal profits and supernormal profits. According to them, normal profit is the minimum to induce the entrepreneur to remain in the business in the long-run (Agarwal, 1998:379).

Supernormal profit, on the other hand, is defined as the surplus over normal profit. It is attained by the super-marginal firms. The marginal firms gets only the normal profit, but determines the supernormal profit of the intramarginal firms. Unlike normal profit, the existence of supernormal profit is not a prerequisite for the existence of a Supernormal profit, on the other hand, is defined as the surplus over normal profit. It is attained by the super-marginal firms. The marginal firms gets only the normal profit, but determines the supernormal profit of the intramarginal firms. Unlike normal profit, the existence of supernormal profit is not a prerequisite for the existence of a

Beberapa ekonom membedakan antara keuntungan normal dan keuntungan supernormal. Menurut Adam Smith laba pengusaha dibedakan menjadi dua yaitu: (i) Laba Norma, yang meliputi bunga modal milik pengusaha dan balas jasa keahlian. (ii) Laba Supernormal, yang berupa balas jasa atau resiko yang ditanggungnya.

Di sisi lain, keuntungan supernormal yang didefinisikan sebagai kelebihan di atas keuntungan normal. Tidak seperti keuntungan normal, keberadaan keuntungan supernormal adalah tidak diperlukan adanya perusahaan karena selama perusahaan mendapatkan keuntungan normal, ini akan tetap dalam industri.

6. Principal Agent

In the standard economic treatment of the principal-agent problem, compensation systems serve the dual function of allocating risk and rewarding productive work. A tension between these two function arises when the agent is risk averse, for providing the agent with effective work incentives often forces him to bear unwanted risk. Existing formal models that have analyzed this tension, however, have produced only limited result. It remains a puzzle for this theory that employment contracts so often specify fixed wages and more generally that incentives within appear to be so muted, especially In the standard economic treatment of the principal-agent problem, compensation systems serve the dual function of allocating risk and rewarding productive work. A tension between these two function arises when the agent is risk averse, for providing the agent with effective work incentives often forces him to bear unwanted risk. Existing formal models that have analyzed this tension, however, have produced only limited result. It remains a puzzle for this theory that employment contracts so often specify fixed wages and more generally that incentives within appear to be so muted, especially

Di dalam standar penafsiran ekonomi masalah prinsip keagenan, sistem kompensasi melayani dua fungsi alokasi risiko dan penghargaan produktivitas kerja. Teori keagenan diartikan sebagai hubungan antara manajemen perusahaan dengan pemilik usaha dimana dalam hubungan tersebut terdapat kontrak bahwa satu orang atatu lebih pemilik usaha memerintah manajemen perusahaan untuk melakukan jasa atas nama pemilik dan memberi wewenang manajemen untuk membuat keputusan terbaik bagi pemilik perusahaan.

7. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan berarti memberikan sumber-sumber, pengetahuan dan keterampilan kepada orang-orang untuk menentukan diri mereka sendiri di masa mendatang untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat itu sendiri. Ketergantungan kepada siapa pun bahkan kepada pekerja sosial dihindari dalam proses pengembangan masyarakat guna mencapai tujuan pemberdayaan tersebut. Sebagai roh dan semangat pengembangan masyarakat, pemberdayaan adalah kata kunci yang sangat berguna untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam skema jangka Pemberdayaan berarti memberikan sumber-sumber, pengetahuan dan keterampilan kepada orang-orang untuk menentukan diri mereka sendiri di masa mendatang untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat itu sendiri. Ketergantungan kepada siapa pun bahkan kepada pekerja sosial dihindari dalam proses pengembangan masyarakat guna mencapai tujuan pemberdayaan tersebut. Sebagai roh dan semangat pengembangan masyarakat, pemberdayaan adalah kata kunci yang sangat berguna untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam skema jangka

Ife (1995: 56) dalam Edi Suharto, 2009 pemberdayaan ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan (power) dari kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged). “Empowerment aims to increase the power of disadvantaged),” tulis Ife. Berdasarkan pernyataan ini, pemberdayaan pada dasarnya menyangkut dua kata kunci, yakni power dan disadvantage. Dua istilah tersebut kan dijelaskan di bawah ini:

1. Kekuasaan

Realitas yang terjadi dalam masyarakat, antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain saling terjadi kompetisi yang tidak menguntungkan. Kelompok masyarakat yang berpunya cenderung mempunyai kekuasaan yang absolut. Elit politik yang menguasai jalannya suatu pemerintahan di masyarakat juga menjadi aktor sehingga mampu menguasai siapa saja. Relasi-relasi yang tercipta dalam masyarakat akhirnya menjadi tidak adil dan saling mendominasi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Terdapat beberapa pandangan kenapa sampai relasi sosial tidak adil yang menimbulkan ketidakberkuasaan salah satu kelompok masyarakat ini, antara lain:

· Perspektif Pluralis. Kelompok pluralis memandang bahwa kompetisi menjadi hal yang tidak terhindarkan dalam masyarakat. Merujuk konseop demokrasi, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam kehidupan sosial dan ekonomi.akan tetapi, karena kemampuan masing-masing orang tidak sama, kompetisi melahirkan pemenang dan

tentunya pihak yang kalah. Dalam pandangan kaum pluralis, prose permberdayaan berarti membantu kelompok yang kalah tersebut agar dapat berkompetisi secara efektif.

· Perspektif Elit. Kaum elit memandang bahwa politik bukanlah permainan di mana semua pemain mempunyai kesempatan yang sama untuk menang. Kekalahan kelompok masyarakat dalam berkompetisi adalah akibat tidak adanya kekuatan politik yang memadai. Padahal kekuatan politik sangat menentukan kemenangan dan kekalahan. Menurut perspektif ini proses pemberdayaan berarti menggabungkan

diri dengan kekuatan politik yang ada sehingga dapat berjuang dalam tingkat elit untuk meraih kemenangan dan kekuasaan.

· Perspektif Struktural. Berbeda dari dua pandangan sebelumnya (pluralis dan elit), menurut pandangan structural ketidakberkuasaan

dan ketidakberuntungan masyarakat terjadi karena adanya struktur sosial dan politik yang menindas. Struktur yang sudah terbentuk tidak memungkinkan adanya peluang masyarakat untuk maju dan mempunyai kekuasaan dantekat untuk maju dan memperjuangkan dan ketidakberuntungan masyarakat terjadi karena adanya struktur sosial dan politik yang menindas. Struktur yang sudah terbentuk tidak memungkinkan adanya peluang masyarakat untuk maju dan mempunyai kekuasaan dantekat untuk maju dan memperjuangkan

· Perspektif Pasca Struktural. Sebagaimana pandangan kaum post- strukturalis, pasca structural membidik wacana (discourse) ataupun konstruksi pengetahuan sebagai sumber dominasi. Oleh sebab itu, pemberdayaan berarti suatu upaya yang konsisten dan ilmiah untuk melakukan perubahan terhadap wacana dan konstruksi pengetahuan.

Diskriminasi gender, misalnya, terjadi karena adanya dominasi wacana dan konstruksi pemahaman gender yang timpang. Ketidakberkuasaan tidak dapat diperoleh secara efektif tanpa ada upaya melawan dan mengubahwacana tersebut sehingga tercipta tatanan sosial yang lebih adil.

2. Kekurangberuntungan

Lemahnya kekuatan yang dimiliki salah satu kelompok masyarakat menyebabkan mereka menjadi kurang beruntung (disadvantage). Setidaknya ada tiga macam kelompok masyarakat yang kurang beruntung tersebut:

· Pertama, merugi secara struktural. Misalnya ketimpangan kelas, dominasi jenis kelamin, diskriminasi ras, kemiskinan, pengangguran

dan sebagainya.

· Kedua, merugi karena faktor alami. Misalnya lanjut usia, cacat, masyarakat terasing, masyarakat pedalaman, gay/lesbian.

· Ketiga, merugi karena faktor personal. Misalnya, orang yang sedih karena ditinggal orang yang dicintai, masalah keluarga, krisis

identitas, masalah seks, kesepian, malu dan sejumlah masalah pribadi lainnya.

Ife (1995: 63) dalam Edi Suharto, 2009 setidaknya ada tiga strategi yang dapat diterapkan untuk dapat memberdayakan masyarakat, yakni: perencanaan dan kebijakan (policy and planning), aksi sosial dan politik (social and political action), dan peningkatan kesadaran dan pendidikan (education and consciousness raising).

Pemberdayaan melalui perencanaan dan kebijakan dilakukan untuk mengembangkan perubahan dan institusi sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber kehidupan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Ketidakberdayaan sering kali terjadi karena adanya sumber kehidupan yang terbatas. Perencanaan dan kebijakan yang berpihak dapat dirancang untuk dapat menyediakan sumber kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai suatu keberdayaan. Misalnya, membuka lapangan pekerjaan yang luas atau penerapan upah minimum regional yang tinggi dapat diberikan dalam rangka mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.

Pandangan kelompok ‘elit’ sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kesenjangan sosial dan ekonomi terjadi karena faktor politik. Kebijakan untuk kesejahteraan rakyat ditentukan oleh kekuatan politik. Sayangnya tidak jarang ditemukan sistem politik yang tertutup dan tidak memberikan masyarakat peluang untuk berpartisipasi. Aksi sosial dan politik diarahkan agar sistem politik yang tertutup tersebut diubah sehingga memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem politik. Adanya keterlibatan masyarakat secara politik membuka peluang yang besar dalam memperoleh kondisi keberdayaan.

Terakhir, strategi pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan pendidikan. Masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu sering kali tidak menyadari penindasan yang terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan diperparah dengan tidak adanya keterampilan untuk bertahan hidup secara ekonomi dan sosial. Untuk menghadapi masalah ini peningkatan kesadaran dan pendidikan dapat diterapkan. Contohnya, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana struktur-struktur penindasan terjadi atau memberikan sarana dan keterampilan agar mencapai perubahan secara efektif (Edi Suharto, 2009).

B. Penelitian Terdahulu

1. Hutabarat 2009, Kehadiran pasar modern Brastagi Supermarket terhadap pasar tradisional Sei Sikambing di Kota Medan menyebutkan bagaimana dampak dari kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana perkembangan pasar modern dengan pasar tradisional di Kota Medan?

b. Bagaimana aspek jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin lama pedagang tradisional di Kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern?

Variabel yang digunakan adalah jumlah pedagang, jumlah jam buka, jumlah omset, sirkulasi barang dan margin laba. Alat analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan uji t untuk dua sampel yang berpasangan (paired sample test). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pasar modern di Medan mengalami perkembangan sejak tahun 2000 sampai tahun 2009 yang cukup besar, yaitu sebesar 69,07%. Sedangkan untuk jumlah pasar tradisional di Kota Medan tidak terdapat perubahan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 yaitu sebesar 69 buah.

b. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang, rata-rata laba margin pedagang buah-buahan da rata-rata margin laba pedagang sayur-sayuran di pasar tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Brastagi Supermarket.

c. Terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah- buahan dan pedagang sayuran yang cenderung menurun di pasar tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Modern Brastagi Supermarket.

2. Wijayanti 2008, Dampak Revitalisasi Pasar terhadap Interaksi Sosial dan Pendapatan Pedagang di Pasar Legi Kota Blitar, menyebutkan bagaimana pelaksanaan revitalisasi di pasar tersebut, bagaimana kondisi fisik dan keramaian pasar setelah direvitalisasi dan bagaimana dampak interaksi sosial serta pendapatan pedagang di pasar tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

a. Pelaksanaan revitalisasi Pasar Legi dilaksanakan pada tahun 2003 hingga Oktober 2004, pelaksanaan revitalisasi awalnya juga diwarnai dengan kerusuhan-kerusuhan yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah, pada akhirnya para pedagang menyetujui dilaksanakannya revitalisasi. Selama pelaksanaan revitalisasi para pedagang dipindahkan di tempat relokasi yang letaknya tidak jauh dari lokasi pasar yaitu jalan mawar, jalan kerantil, jalan mayang, jalan merdeka dan di belakang pasar (terminal lama Kota Blitar).

b. Setelah dilaksanakannya revitalisasi pasar menjadi bersih, rapi, aman dan nyaman. Pedagang yang berjualan dalam pasar bertambah dari 1111 pedagang menjadi 1738 pedagang, sehingga terjadi kenaikan jumlah pedagang sebesar 627 pedagang. Kondisi pasar setelah revitalisasi menjadi tampak lebih sepi karena keberadaan pedagang kaki lima yang tidak mau b. Setelah dilaksanakannya revitalisasi pasar menjadi bersih, rapi, aman dan nyaman. Pedagang yang berjualan dalam pasar bertambah dari 1111 pedagang menjadi 1738 pedagang, sehingga terjadi kenaikan jumlah pedagang sebesar 627 pedagang. Kondisi pasar setelah revitalisasi menjadi tampak lebih sepi karena keberadaan pedagang kaki lima yang tidak mau

c. Pelaksanaan revitalisasi Pasar Legi memberikan dampak positif dan negatif. Dengan adanya revitalisasi, interaksi sosisal dan pendapatan pedagang juga mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari tidak adanya perkumpulan para pedagang setelah dilaksanakannya revitalisasi, jika dilihat dari segi ekonominya, pendapatan pedagang yang kiosnya berada di dalam pasar banyak mengalami penurunan, sehingga para pedagang tidak hanya mengandalkan hidupnya dengan berjualan di Pasar Legi. Sedangkan pedagang yang letak kiosnya berada di luar/lokasi strategis mengalami kenaikan pendapatan.

3. Xinmeng 2001, The Informal Sector and Rural Urban Migration A Chinese Case Study sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 pedagang atau imigran ke kota di China masih sangat besar. Terdapat dua alasan yang mendasari tentang penelitian ini yaitu yang pertama adalah konsep dari penelitian yang mencakup kegiatan ekonomi sektor informal dan alasan yang kedua adalah diduga peran sektor informal sangat bergantung pada tahapan pembangunan ekonomi dan lingkungan lembaga ekonomi. Sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu : upah yang rendah, bergerak di industri atau jenis usaha kecil, bersifat kekeluargaan bebas masuk ke dalam pasar (freedom of entry), tidak ada kepastian hubungan tenaga kerja dengan 3. Xinmeng 2001, The Informal Sector and Rural Urban Migration A Chinese Case Study sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 pedagang atau imigran ke kota di China masih sangat besar. Terdapat dua alasan yang mendasari tentang penelitian ini yaitu yang pertama adalah konsep dari penelitian yang mencakup kegiatan ekonomi sektor informal dan alasan yang kedua adalah diduga peran sektor informal sangat bergantung pada tahapan pembangunan ekonomi dan lingkungan lembaga ekonomi. Sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu : upah yang rendah, bergerak di industri atau jenis usaha kecil, bersifat kekeluargaan bebas masuk ke dalam pasar (freedom of entry), tidak ada kepastian hubungan tenaga kerja dengan

Permintaan akan jasa sektor informal di China sangat kurang di jasa industri sebelum perbaikan sistem ekonominya. Perbaikan sistem ekonomi mengubah keadaan ini, tetapi surplus permintaan untuk jasa bisnis makro seperti penjual eceran, penjahit, tukang reparasi dan rumah makan masih terdapat surplus permintaan. Keadaan ini menyediakan untuk para imigran beberapa kesempatan kerja di sektor informal. Dengan keistimewaan tersebut antara sektor formal dan informal di China dapat ditarik beberapa hipotesis. Pertama pekerja di sektor formal diduga tidak mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang bekerja di sektor informal. Hipotesis yang kedua setelah hipoteisi yang pertama di sektor informal khususnya untuk pekerja itu sendiri diduga tidak memberikan kesempatan kerja untuk imigran. Metodologi yang digunakan adalah dengan multinominal logit. Multinominal logit model dikhususkan pada variabel- variabel yang mempengaruhi permintaan pekerjaan dan penawaran pekerjaan.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan variabel dependen adalah upah, variabel independennya yaitu: lama belajar (pendidikan), pengalaman kerja, pengalaman di luar bidang pertanian, lama hari dalam pelatihan formal, variabel dummy (petani atau bukan sebelum migrasi), status pernikahan dan jumlah anak. Jumlah perpindahan dari desa ke kota di China cukup besar. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diuji Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan variabel dependen adalah upah, variabel independennya yaitu: lama belajar (pendidikan), pengalaman kerja, pengalaman di luar bidang pertanian, lama hari dalam pelatihan formal, variabel dummy (petani atau bukan sebelum migrasi), status pernikahan dan jumlah anak. Jumlah perpindahan dari desa ke kota di China cukup besar. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diuji

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

a. Kualitas individual yang lebih tinggi dalam peningkatan tenaga kerja karena lebih mudahnya untuk mendapatkan pekerjaan dalam mendirikan perusahaan sendiri di sektor informal daripada mendapatkan pekerjaan di perusahaan orang lain.

b. Kebanyakan imigran yang bekerja di kota lebih memilih untuk pindah dari sektor informal ke sektor formal. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan upah di sektor informal dilakukan dengan adanya kesempatan mendapatkan pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang bagi para imigran.