Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis Trajektori Tahun 2009- 2010 di Laut Timor

POLA SIRKULASI PERMUKAAN DAN ANALISIS
TRAJEKTORI TAHUN 2009-2010 DI LAUT TIMOR

AGITHA SAVERTI JASMINE

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Sirkulasi
Permukaan dan Analisis Trajektori Tahun 2009-2010 di Laut Timor adalah benar
karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir usulan skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Agitha Saverti Jasmine
NIM C54100045

ii

ABSTRAK
AGITHA SAVERTI JASMINE. Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis
Trajektori Tahun 2009-2010 di Laut Timor. Dibimbing oleh AGUS SALEH
ATMADIPOERA.
Laut Timor merupakan wilayah perairan luas yang mencakup dangkalan
Sahul serta Celah Timor (Timor Passage) yang sempit dan dalam di sisi selatan
Pulau Timor – Rote, dimana partisi terbesar (51%) dari rerata transport Arus
Lintas Indonesia (Arlindo) mengalir sepanjang waktu ke Samudera Hindia melalui
Celah Timor ini. Akan tetapi, di kawasan dangkalan Sahul pola sirkulasinya
bersifat musiman karena pengaruh seretan angin Monsun. Sehingga interaksi
antara Arlindo yang kuat dan persisten dengan sirkulasi di dangkalan Sahul
diduga dapat mempengaruhi pola persebaran bahan pencemar, terutama terkait
dengan kejadian kecelakaan tumpahan minyak mentah dari anjungan Montara di
kawasan lepas pantai Laut Timor. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola

sirkulasi permukaan Laut Timor antara 2009-2010, serta pola trajektori
(Lagrangian) massa air dari lokasi kebocoran minyak Montara antara September November 2009. Data deret-waktu rataan-harian keluaran model sirkulasi laut 3dimensi dari INDESO dengan resolusi horizontal sekitar 9 km dianalisis dengan
fungsi orthogonal emphirik (EOF), serta analisis trajektori kualitatif dengan tools
Ariane. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur spasial sirkulasi permukaan
di Laut Timor dicirikan oleh kontras dua regim dengan energi kinetik yang kuat di
sepanjang pita Celah Timor sebagai representasi arus kuat Arlindo Timor, dan
energi kinetik yang relatif lemah dari sirkulasi musiman di dangkalan Sahul. Pola
distribusi spasial suhu dan salinitas juga terlihat konsisten, dimana sebaran
salinitas dan suhu tinggi berada di dangkalan Sahul, tetapi suhu dan salinitas
relatif rendah berada Celah Timor. Variasi temporal energi kinetik arus dan suhu
didominasi oleh fluktuasi skala semi-tahunan, tetapi salinitas berfluktuasi secara
tahunan. Hasil analisis trajektori Lagrangian massa air permukaan dengan posisi
awal di lokasi anjungan minyak Montara dalam rentang waktu SeptemberNovember 2009 (kejadian bocornya minyak mentah dari anjungan Montara)
menunjukkan bahwa dalam waktu 30 hari pertama, pola trajektori massa air
permukaan dari lokasi anjungan berbentuk zigzag yang berbelok kearah selatan,
kemudian berbelok kembali kearah baratlaut dengan lintasan trajektori yang relatif
pendek yang diduga karena adanya pusaran arus yang relative lemah. Akan tetapi,
dalam 30 hari kedua, lintasan trajektori massa air mengarah ke timurlaut,
kemudian masuk ke wilayah sumbu utama Arlindo Celah Timor, sehingga
terbawa dengan cepat hampir kearah barat mengikuti perlintasan Arlindo ke

Samudera Hindia. Pola trajektori massa air permukaan tersebut diduga berkaitan
dengan pola dispersi tumpahan minyak, dimana sebagian besar bahan pencemar
tersebut terbawa oleh arus kuat Arlindo Timor kearah barat.
Kata kunci: Sirkulasi Permukaan, Analisis Trajektori, Laut Timor, Arlindo Timor,
INDESO, Tumpahan Minyak Montara

iii

ABSTRACT
AGITHA SAVERTI JASMINE. Surface Layer Circulation and Trajectory
Analysis between 2009-2010 in the Timor Sea. Supervised by AGUS SALEH
ATMADIPOERA.
Timor Sea consists of a region that includes the wide and shallow Sahul
Shelf and the deep and narrow Timor Passage in the southern side of the Timor –
Rote Islands, where the largest partition (51%) of the mean transport of the
Indonesian Troughflow (ITF) to the Indian Ocean passes through the Timor
Passage. However, in the Sahul Shelf the seasonal circulation pattern is
predominant. Thus, interaction between strong and persistent ITF and surface
circulation in the Sahul Shelf is expected to influence pollutants dispersion, for
example, in the case of oil spill accidents from the Montara ridge offshore Timor

Sea. The objective of this study is to investigate the surface circulation patterns
between 2009-2010, as well as the trajectory analysis (Lagrangian) of water mass
from the Montara oil spill location between September and November 2009. The
daily average time-series data of the 3- dimensional ocean circulation model
output from the INDESO with a horizontal resolution of 9 km were analyzed by
using the emphirical orthogonal function (EOF), and qualitative trajectory
analysis were performed with Ariane tools. The result showed that the spatial
structure of the surface circulation in the Timor Sea is characterized by a contrast
of two regimes: one with a strong kinetic energy along the Timor Passage band,
depicted as the ITF Timor jet, and the other as a relatively weak kinetic energy of
seasonal reversal circulation in the Sahul Shelf. The spatial distribution of
temperature and salinity is also consistent, where distribution of salty and warmer
water confine within the Sahul Shelf, but relatively fresher and colder water mass
occupy in the Timor Passage. The temporal variation of kinetic energy and
temperature is dominated by semi-annual fluctuation, but the salinity is annual
oscillation. Trajectory analysis of surface water mass with initial position in the
Montara oilfield location showed that within the first 30 days, the trajectory
pattern is indicated by the zigzag-shaped pattern where the pathflows turned
southward, then turned back northwestward with a relatively short trajectory
distance because of the relatively weak eddies. However, within the last next 30

days, the pathflow trajectory of the water mass pointed to the northeast, then
entered into the main axis of the ITF Timor, and advected quickly westward
following the ITF pathways into the Indian Ocean. The pattern of surface water
mass trajectory is supposed to be associated with the oil spill dispersion pattern,
where most of oil dispersants have been carried away by strong and persistent ITF
Timor westward into the Indian Ocean.
Keywords: Surface circulation, Trajectory analysis, Timor Sea, ITF Timor,
INDESO, Oil spill’s Montara.

iv

v

POLA SIRKULASI PERMUKAAN DAN ANALISIS
TRAJEKTORI TAHUN 2009-2010 DI LAUT TIMOR

AGITHA SAVERTI JASMINE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

vii

Judul Skripsi : Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis Trajektori Tahun 20092010 di Laut Timor
Nama
: Agitha Saverti Jasmine
NIM
: C54100045


Disetujui oleh

Dr.Ir. Agus Saleh Atmadipoera, DESS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah sirkulasi dan
trajektori massa air dengan judul Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis
Trajektori Tahun 2009-2010 di Laut Timor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus S. Atmadipoera
DESS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya MSc selaku Ketua Departemen dan Dosen
Penguji, Bapak Dr Ir Henry M. Manik ST selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Bapak Dr Ir Tri Prartono MSc selaku Gugus Kendali Mutu. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tim proyek INDESO atas
kesediaannya dalam memberikan data model, Muhammad Iqbal, Priska
Widyastuti, dan Erik Munandar yang telah membantu dalam melakukan penelitian
serta teman-teman Laboratorium Osenografi Fisika, ITK 47 dan MIT atas
kerjasama dan semangatnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Papa, Mama, dan Ivan serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Agitha Saverti Jasmine
C54100045

ix


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang



Perumusan Masalah




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Sumber Data Penelitian


3

Pengolahan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Pola Sirkulasi dan Distribusi Suhu dan Salinitas Permukaan

12

Variabilitas Samuderawi Laut Timor

16

Pola Trajektori Massa Air dalam Periode Tumpahan Minyak Montara
(September-November 2009)

18

SIMPULAN DAN SARAN

25 

DAFTAR PUSTAKA

26 

RIWAYAT HIDUP

28

x

DAFTAR TABEL
1 Konfigurasi Model dalam Namelist pada Ariane lagrangian offline toolbox

8

DAFTAR GAMBAR
1 Batimetri didomain model Laut Timor ............................................................... 3
2 Diagram alir pembuatan model trajektori pada Ariane lagrangian offline
toolbox
9
3 Validasi pada wilayah awal trajektori tahun 2009-2010 (a), dan korelasi 2
dimensi data SPL satelit dan data SPL model INDESO (b)
10
4 Validasi arus model INDESO
11
5 Pola arus permukaan dan sebaran suhu permukaan laut rata-rata 2009 (a)
dan 2010 (b), standar deviasi 2009 (c) dan 2010 (d)
13
6 Pola arus permukaan dan sebaran salinitas rata-rata 2009 (a) dan 2010 (b),
standar deviasi 2009 (c) dan 2010 (d)
14
7 Variabilitas Spasial (kiri) dalam joule dan temporal (kanan) arus permukaan 16
8 Variabilitas Spasial (kiri) dan temporal (kanan) Suhu Permukaan Laut (T)
pada mode 1 EOF (tanpa satuan)
17
9 Variabilitas Spasial (kiri) dan temporal (kanan) Salinitas (S) pada mode
1 EOF (tanpa satuan)
18
10 Pola trajektori partikel pada 15 September (a), 25 September (b), 5 Oktober
(c), 15 Oktober (d), 25 Oktober (e), 4 November (f), dan 14 November (g)
pada kedalaman 1 meter
20
11 Pola trajektori partikel berdasarkan waktu pergerakan partikel pada 15
September (a), 25 September (b), 5 Oktober (c), 15 Oktober (d), 25 Oktober
(e), 4 November (f), dan 14 November (g) pada kedalaman 1 meter
21
12 Pola suhu trajektori partikel pada 15 September (a), 25 September (b),
5 Oktober (c), 15 Oktober (d), 25 Oktober (e), 4 November (f), dan 14
November (g) pada kedalaman 1 meter
23
13 Pola salinitas trajektori partikel pada 15 September (a), 25 September (b),
5 Oktober (c), 15 Oktober (d), 25 Oktober (e), 4 November (f), dan 14
November (g) pada kedalaman 1 meter
24
14 Hasil analisis trajektori tumpahan minyak Montara Tim FPIK IPB
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara geografis Laut Timor berada di antara Pulau Timor dan bagian utara
Benua Australia serta memiliki karakteristik perairan yang khas sebagai salah satu
pintu keluar Arlindo (Arus Lintas Indonesia) terbesar dengan membawa massa air
dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Massa air Arlindo keluar melalui
Celah Timor (Timor passage) sebesar 7,5Sv (Sprintall et al. 2009). Laut Timor
memiliki luas perairan sekitar 610.000km2 dengan lebar perairan sekitar 480km2
(Safitri et al. 2012), sedangkan kedalaman perairan rata-rata kurang dari 250m
akibat pengaruh kontur paparan Sahul yang mendominasi 2/3 wilayah Laut Timor
(Atmadipoera et al. 2010). Sebagai wilayah perairan beriklim tropis, massa air
Laut Timor memiliki kondisi suhu yang tinggi, salinitas rendah, dan densitas yang
tinggi yang cenderung fluktuatif bergantung pada pengaruh musim.
Pada tahun 2009 terjadi kebocoran pada ladang minyak Montara, Australia.
Kebocoran ini ditemukan pada tanggal 21 Agustus 2009 dan berlangsung hingga
November 2009 pada titik lokasi 12̊ 40’ 20,5’’ LS dan 124̊ 32’ 22,3’’ BT (ASA
2010). Kejadian ini menyebabkan semburan minyak menyebar melewati Australia
hingga terdeteksi berada di perairan Laut Timor, Indonesia. Hasil survey udara
oleh tim ASA (Applied Science Asociate) tahun 2010, memperkirakan luasan
tumpahan minyak sekitar 400 bbls per hari atau 64.000 Liter per hari. Tumpahan
minyak yang terdeteksi berjenis light crude dengan API Gravity sebesar 35̊-45̊,
merupakan jenis minyak ringan (Hyne 2001). Faktor-faktor seperti arus
permukaan, angin, gelombang, topografi dasar, pasang surut, dan densitas minyak
mempengaruhi penyebaran tumpahan minyak (Badejo et al. 2004).
Berbagai model telah dikembangkan untuk memodelkan kejadian tumpahan
minyak, antara lain King et al. (2010) meneliti pola pergerakan tumpahan minyak
dengan tambahan komponen pasut dan arus permukaan sebagai sumber
observasinya, González et al. (2008) mengaplikasikan model trajektori terhadap
tumpahan minyak di Teluk Biscay. Pendekatan pemodelan dilakukan dengan
analisis trajektori partikel massa air permukaan yang mungkin berpengaruh
terhadap pergerakkan tumpahan minyak. Hal ini diperkuat dengan adanya asumsi
large-scale circulation yang mempengaruhi pergerakan minyak. Perkembangan
teknologi komputasi serta pemodelan numerik sudah mulai berkembang, salah
satunya adalah Ariane yang merupakan suatu perangkat untuk menganalisis
metode lagrangian. Analisis lagrangian didefinisikan sebagai analisis dalam
mengamati pergerakan massa air dalam waktu tertentu dari suatu titik (Emery dan
Thomson 1997). Ariane dikembangkan oleh Bruno Blanke dan Nicolas Grima
dari Laboratorium Oseanografi Fisik, Universitas Brest dengan penggunaan
variabel (u,v,w) sehingga dapat dikomputasi menjadi trajektori 3 dimensi (Sala et
al. 2013). Pemodelan ini telah banyak diaplikasikan dalam mempelajari fenomena
yang terjadi di bidang kelautan. Sala et al. (2013) melakukan penelitian dengan
menggunakan Ariane dalam mengkaji pergerakan partikel pasif dari beberapa
lokasi dan perbedaan kedalaman. Kajian penelitian ini menitikberatkan pada
pergerakkan partikel massa air dan kondisi fisik perairan seperti arus, suhu, dan
salinitas serta keterkaitannya terhadap tumpahan minyak di Laut Timor pada

2
periode September – November 2009. Analisis terhadap pergerakkan partikel
massa air terhadap fenomena tumpahan minyak di Laut Timor sangat bermanfaat
untuk memprediksi dan menjelaskan pengaruh fisik perairan terhadap
pergerakkan tumpahan minyak pada suatu wilayah. Oleh karena itu perlunya
kajian mengenai karakteristik fisik perairan serta analisis lagrangian massa air
secara mendalam.
Perumusan Masalah
Kejadian tumpahan minyak dari sumur Montara di Laut Timur telah terjadi
pada rentang tahun 2009-2010. Diasumsikan bahwa penyebaran tumpahan
minyak dari sumur Montara dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti sirkulasi
skala-besar, arus pasut, seretan angin dan juga karakteristik minyak itu sendiri.
Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkaji melalui pendekatan analisis citra,
serta analisis lainnya tanpa memperhitungkan pengaruh beberapa kondisi
Oseanografi, sehingga diperlukan penelitian melalui pemodelan sirkulasi laut dan
analisis trahejtori untuk mengetahui secara jelas mekanisme persebaran partikel
massa air sebagai representasi tumpahan minyak. Penelitian ini dilakukan untuk
mencoba menjawab beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1. Bagaimana pola sirkulasi permukaan Laut Timor pada tahun kejadian
tumpahan minyak Montara 2009-2010?
2. Bagaimana variabilitas temporal dan struktur spasial aspek fisik perairan
(arus, suhu, dan salinitas) berdasarkan analisis kualitatif Emphirical
Orthogonal Function (EOF) ?
3. Bagaimana pola trajekori partikel massa air permukaan di Laut Timor dan
kaitannya dengan persebaran tumpahan minyak Montara pada rentang
waktu September – November 2009?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji pola sirkulasi permukaan di Laut Timor,
melihat sturktur spasial dan variabilitas temporal dari kondisi arus, suhu dan
salinitas permukaan Laut Timor serta menganalisis trajektori massa air dalam
periode tumpahan minyak Montara pada September hingga November 2009.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi karakteristik oseanografi fisik
(arus permukaan, suhu, salinitas, serta massa air) di Laut Timor dan sekitarnya,
berdasarkan hasil keluaran model laut INDESO dan prediksi pola sebaran massa
air di sekitar Laut Timor. Hasil penelitian merupakan aplikasi model yang didapat
secara cepat dan akurat dengan menggunakan perangkat Ariane lagrangian offline toolbox. Model yang digunakan dapat diaplikasikan secara luas di perairan
Indonesia serta dapat dilakukan prediksi dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Informasi prediksi dapat digunakan untuk menanggulangi dampak
terjadinya tumpahan minyak, khususnya pada wilayah sekitar perairan Laut Timor.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2014 dengan domain
model berada di sekitar perairan Laut Timor dan anjungan minyak Montara
dengan koordinat 8̊-15̊ LS dan 117̊-130̊ BT (Gambar 1). Domain model dipilih
berdasarkan daerah yang mencakup wilayah tumpahan minyak di sekitar Laut
Timor. Pemrosesan data dilaksanakan di Laboratorium Oseanografi Fisika,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Batimetri didomain model Laut Timor (Sumber: General Bathymetric
Chart of The Oceans (Gebco))
Sumber Data Penelitian
Data penelitian bersumber dari hasil reanalysis simulasi model sirkulasi
laut INDESO berupa data arus (komponen zonal u dan meridional v), suhu, dan
salinitas dalam 3 dimensi. Keluaran model tersebut digunakan untuk simulasi
secara off-line untuk analisis trajektori Ariane dengan grid mengikuti batas lateral
global pada resolusi horizontal 1/12˚ (sekitar 9.25km) dan resolusi vertikal terdiri
dari 50 level kedalaman. Penelitian ini hanya membatasi di kedalaman dekat
permukaan (antara permukaan dan 15m). Seluruh analisis data ini hanya
digunakan 15 level kedalaman. Validasi model menggunakan data citra satelit
suhu permukaan laut berupa harian dari 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010 serta
data arus hasil pengukuran ADCP oleh ATSEA tahun 2010 (Herlisman et al.
2011).

4
Keluaran Model INDESO: Arus laut (zonal u dan meridional v), Suhu, dan
Salinitas
Data arus, suhu, dan salinitas merupakan data harian simulasi model
sirkulasi laut yang dikembangkan oleh INDESO (Infrastructure Development for
Space Oceanography) dengan menggunakan sistem simulasi OGCM (Ocean
General Circulation Model) pada model NEMO-OPA (http://indeso.web.id/).
Model NEMO-OPA terdiri atas masukkan data berupa data batimetri, koordinat,
tinggi muka laut, suhu, salinitas, masukkan bahang, tegangan angin, pasang surut,
dan masukkan air tawar yang kemudian dapat digunakan dalam mempelajari dasar
dinamika laut serta interaksi antar komponennya. Model indeso dikembangkan
oleh perancis (Mercator Ocean) dengan menggunakan simulasi akurasi tinggi
untuk sirkulasi laut diseluruh dunia (http://indeso.web.id/). Data keluaran terdiri
atas data zonal (u) dan meridional (v) untuk arus, dan data sebaran horizontal
untuk suhu dan salinitas dengan grid mengikuti batas lateral global pada resolusi
horizontal 1/12˚ dan resolusi vertikal terdiri dari 50 level kedalaman. Seluruh
analisis data ini menggunakan 15 level kedalaman yaitu pada kedalaman 1-15m.
Data Citra Satelit Suhu Permukaan Laut
Data suhu permukaan laut yang digunakan berupa data altimetri yang
diperoleh dari satelit Aqua MODIS yang dikembangkan oleh NASA (National
Aeronautics and Space Administration) dengan pengambilan data berupa
komposit harian pada tahun 2009-2010. Data ini diperoleh pada website
http:/coastwatch.pfeg.noaa.gov/erdapp/ yang dikembangkan oleh NOAA.
Pengolahan dan Analisis Data
Model INDESO
Analisis data awal dilakukan dengan visualisasi struktur arus, suhu, dan
salinitas secara spasial dan analisis keluaran Model INDESO berupa komponen
arus (u,v), suhu dan salinitas dalam rata-rata dan standar deviasi selama 20092010. Model INDESO merupakan versi regional dari model sirkulasi laut global
NEMO-OPA dan dikembangkan oleh Perancis (http://indeso.web.id/) dengan
simulasi resolusi tinggi dan akurat. Nilai rata-rata tahunan komponen arus (u,v),
suhu, dan salinitas ditentukan dengan persamaan (Emery dan Thomson 1997):
�=

!
!

!
!!! �! ...................................................(1)

Untuk menentukan nilai standar deviasi data digunakan persamaan:
�! =  

!
!!!

�=
dimana:
�!
s
N
�!

= Ragam
= Standar deviasi
= Banyak data
= Nilai data x ke –i

!
!!!(�!

�!

− �)! ........ ...............................(2)

5


= Rata-rata nilai x

Pengolahan data dan visualisasi dilakukan dengan perangkat lunak Ferret.
Variabel vozocrtx digunakan dalam visualisasi komponen zonal, vomecrty untuk
komponen meridional, votemper untuk komponen suhu permukaan laut, dan
vosaline untuk komponen salinitas.
Analisis EOF (Emphirical Orthogonal Function)
Analisis EOF merupakan analisis statistik kuantitatif yang digunakan
untuk melihat struktur spasial dan variabilitas temporal dari data deret waktu (time
series). Metode ini menghasilkan pola spasial yang disebut EOF dan deret waktu
EOF yang disebut Principle Components (Björnsson dan Venegas 1997). EOF
menggunakan fungsi orthogonal dan operasi dasar matriks dalam representasi
deret waktu pada suatu lokasi. Metode EOF yang digunakan dalam penelitian ini
mengikuti persamaan-persamaan yang dikembangkan oleh Hannachi et al. (2007)
dengan menentukan anomali data serta kovarians dari matriks. Kovarian terdiri
dari beberapa bagian dari poin grid yang menjelaskan varian maksimum.
=
dimana :

n-1
X’
T

!
!!!

� !! � ! .....

...............................(3)

= Kovarians dari matriks X’
= Derajat kebebasan
= Susunan matriks
= Transpose

Kovarian menentukan arah a =(a1,a2,.........,ap)T sehingga X’a memiliki
variabilitas maksimum sehingga ragam pada deret waktu terpusat X’a adalah :
Var (X’a)=

!
!!!

| � ! a |! =

!
!!!

(� ! a)! (X’a) = aT∑a.......................(4)

Penyelesaian persamaan membutuhkan vektor a dalam satuan sehingga
dihasilkan :
���!  a!

a , �. �. �! � = 1....................................(5)

Solusi mudahnya berupa eigen value problem (EVP) :
� = ⋋ �.....

...............................(6)

Matriks kovarian ∑ berupa simetrikal dan diagonal. Matriks kovarian juga
berupa semidefinite dengan nilai EVP positif. Eigen value umumnya digunakan
untuk menulis perbedaan dengan perhitungan sebagai berikut :
!""⋋!
!
!!!⋋!

%........

............................(7)

6
Proyeksi pada bidang anomali X’ ke-k pada EOF ak yaitu ck = X’ ak yang
berupa principle components (PC) ke-k =
ck(t) =

!
!
!!! �

�, � �! (�)......... ..........................(8)

Pada analisis EOF dilakukan pembagian data menjadi 10 mode, dengan
mengambil 1 hingga 2 mode dengan nilai terbesar sebagai sampel perbandingan
yang mencakup lebih dari 90% data dengan nilai pembatas dan vektor pembatas
terbesar. Tampilan berupa spasial dengan EOF dan temporal dengan Principle
Components dapat mengetahui perbandingan anomali tiap variabel yang berada
pada wilayah penelitian. Analisis temporal (Principle Components) menggunakan
filter data dengan metode hanning window dalam pembobotan genap.
Dalam menampilkan variabilitas arus digunakan persamaan dalam
mendapatkan energi kinetik (EK) dengan rumus :
!

EK (joule) = �(u2+v2)..
!

.................................(9)

dimana referensi massa jenis (� ) sebesar 1024 kg m-3 (Silverthorne dan Toole
2009), arus zonal didefinisikan dalam u dan arus meridional dalam v.
Analisis Trajektori
Konfigurasi model dibangun menggunakan Ariane lagrangian off-line
toolbox yang dioperasikan pada Fortran dan memiliki kelebihan dalam analisa
skala global dan regional (Blanke et al. 1999). Ariane dapat terintegrasi dan
digunakan untuk menganalisa simulasi dengan beberapa model sirkulasi seperti
OPA OGCM dan ROMS (Regional Oceanic Modelling System). Dalam kompilasi
dan instalasi Ariane dibutuhkan netcdf versi 3.6.0 dengan modul Intel Fortran
untuk kompilasi dalam sistem operasi Ubuntu Linux. Analisis menggunakan
algoritma massa dengan menghitung trajektori sebenarnya dari beberapa gaya
dengan penggunaan persamaan dikretisasi grid tipe C (Arakawa), melalui
persamaan trajektori (http://www.univ-brest.fr/lpo/ariane) :
�! �! +   �! �! +   �! �! = 0...

...............................(10)

dimana Tx, Ty, dan Tz menunjukkan arah arus (dalam satuan Sverdrups), sedangkan
i, j, dan k mengacu pada indeks grid. Arah arus berdasarkan pada sumbu vertikal,
zonal maupun meridional. Integrasi Transport secara vertikal atau zonal
didefinisikan dalam Ψh dan Ψyz dengan persamaan :
�! Ψ! = ∑! �! ................................................(11a)
�! Ψ! = −∑! �!
kemudian,
�! Ψ!" = ∑! �! ................................................(11b)
�! Ψ!" = −∑! �!

7

Variabel �! dan �!" menunjukkan pergerakkan dalam proyeksi yang dipilih.
Titik awal mendefinisikan kondisi awal dari partikel yang menyerupai kontur
pada proyeksi lintasan sebenarnya. Pemilihan proyeksi horizontal dan
penambahan proyeksi lainnya akan membantu dalam menentukan gerak yang
tepat pada massa air.
Ariane dapat dioperasikan dalam komputasi dengan jumlah besar serta
melakukan berbagai diagnosa antara lain secara qualitative (dengan beberapa
partikel), quantitative (dengan banyak partikel), dan integrasi forward dan
backward. Simulasi model Ariane pada penelitian ini mengggunakan diagnosa
kualitatif dalam OPA-NEMO. Data yang diperoleh dari hasil keluaran Model
INDESO perairan Laut Timor pada September 2009 – September 2010 antara lain
vektor arus (zonal (u) dan meridional (v)), suhu, salinitas, dan grid mesh mask.
Langkah awal dalam eksperimen trajektori dilakukan dengan membuat
konfigurasi (Tabel 1). Hal ini dilakukan dalam file namelist yang berisikan nama
file yang dijadikan input model (berupa netcdf file), parameter yang digunakan,
dan spesifikasi model. Pada model trajektori, luasan domain model menyesuaikan
data hasil keluaran Model INDESO dengan LMt (bujur geografis) 157 dan JMt
(lintang geografis) 87. Penggunaan model dengan mode kualitatif dimana output
trajektori tidak memperhitungkan perpindahan volume. Integrasi pada trajektori
model dilakukan secara forward dengan alur temporal bergerak maju. Frekuensi
yang digunakan dalam kalkulasi posisi trajektori dengan pengambilan data harian
dalam detik (86400).
Pengaturan pada namelist (Tabel 1) dilakukan sebagai langkah awal dalam
penentuan model yang diinginkan dengan pergerakan trajektori model dari 15
September selama 2 bulan (60 Hari). Sampel waktu yang digunakan dalam
pengambilan berjarak 10 hari, hal ini terkait dengan kejadian tumpahan minyak
pada lokasi yang sama yang terjadi pada akhir Agustus dan berlangsung selama 2
bulan. Tahap selanjutnya adalah memproses variabel yang telah diatur pada
namelist dengan perintah mkseg0 yang dioperasikan dalam terminal. Keluaran
dari tahap ini adalah file segrid dalam format ASCII yang mendefinisikan
wilayah darat dan laut dalam model yang kemudian dilakukan pembatasan
terhadap wilayah indikasi model.
Tahap selanjutnya adalah menjalankan perintah mkseg. Perintah ini
menghasilkan file baru berupa region_limits yang merupakan batas maksimum
dan minimum dari wilayah model yang ditentukan pada segrid dan section.txt
merupakan batas keseluruhan dari model. Pada tahap ini dilakukan inisialisasi
posisi dalam file initial_position.txt untuk menentukan titik awal trajektori pada
model sebanyak 25 titik dalam kuadran 5x5 pada kedalaman 1m. Tahap terakhir
dalam Ariane adalah menjalankan perintah Ariane pada terminal dan
menghasilkan file ariane_trajectories_qualitative.nc yang berisikan titik
koordinat, variabel masukkan seperti suhu, salinitas, dan densitas yang
disesuaikan dengan pola trajektori yang terbentuk dari hasil model Ariane
lagrangian. Hasil ini kemudian divisualisasikan melalui perangkat Ferret dan
MATLAB.

8
Tabel 1

Konfigurasi Model dalam Namelist pada Ariane lagrangian offline
toolbox

Indeks
Key_Roms

Ntfic

Keterangan
Penentuan proses komputasi (Roms
atau OPA NEMO)
TRUE
Nilai salinitas, suhu dan densitas
dimasukkan
kedalam
diagnosa
lagrangian
Qualitative Tipe model
Forward
Integrasi model terhadap waktu
Nobin
Untuk mendiagnosa posisi inisial dari
model
1000
Jumlah maksimum dari partikel
trajektori
86400
Kesesuaian unit dalam detik (biasanya
1 hari)
10
Waktu pengambilan sampel

Tcyc

10

Key_Approximatesigma

TRUE

Zsigma

2000

Delta_T

86400

Frequency

1

Nb_Output

60

Key_Region

TRUE

Imt
Jmt
Kmt

157
87
50

Lmt
Key_Periodic

15
FALSE

Key_Computew

TRUE

Key_Jfold

FALSE

Key_Partialsteps

TRUE

Key_Alltracers

Mode
Forback
Bin
Nmax
Tunit

Mode
FALSE

Waktu referensi yang digunakan untuk
penentuan umur partikel
Komputasi nilai densitas dari suhu dan
salinitas
Referensi kedalaman dalam kalkulasi
nilai densitas
Menentukan kesesuaian unit dalam
detik, misal : 86400 untuk 1 hari
Frekuensi dalam kalkulasi posisis
trajektori (harian)
Nilai output maksimum dengan
keluaran harian
Reduksi waktu dan memori pada CPU
saat menjalankan eksperimen model
Jumlah titik sumbu X dalam data model
Jumlah titik sumbu Y dalam data model
Jumlah level kedalaman dalam data
model
Nilai awal pada model
Mengatur periodesitas dalam Sumbu X
(Bujur)
Komputasi Transport vertikal dari
integrasi vertikal pada konvergensi 2
Dimensi
Sumbu Y (Lintang) berdasarkan grid
OPA-ORCA
Langkah parsial

9
Pada Ferret hanya melihat pola trajektori yang dihasilkan sesuai atau tidak.
Visualisasi lengkap dilakukan pada software MATLAB dengan melakukan
plotting dari file netcdf yang diintegrasikan dengan plot arus pada waktu yang
sama. Visualisasi yang dihasilkan pada MATLAB berupa analisis trajektori
partikel yang bergerak pada 15 September 2009, 25 September 2009, 5 Oktober
2009, 15 Oktober 2009, 25 Oktober, 4 November 2009, dan 14 November 2009.
Pada MATLAB juga dapat diketahui kondisi suhu, salinitas, densitas, kedalaman,
dan waktu pada saat partikel tersebut bergerak. Script MATLAB yang digunakan
telah terintegrasi dengan Ariane mode qualitative yang digunakan dalam
pengolahan model trajektori dengan resolusi tinggi.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan model trajektori pada Ariane lagrangian
offline toolbox
Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran model
INDESO berupa suhu permukaan laut pada variabel votemper dalam data suhu
model dengan data suhu permukaan laut satelit. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat akurasi dan keterkaitan hasil keluaran model dengan data
pengukuran real-time. Kegiatan validasi suhu dilakukan dengan metode korelasi
dua dimensi yang dilakukan dalam Ferret dengan mode klimatologi .
Analisis korelasi ini dilakukan untuk melihat seberapa besar keeratan
(closeness) antara kedua data tersebut yang ditampilkan secara spasial dalam 2
dimensi. Gambaran spasial korelasi antara suhu model dengan suhu permukaan
laut dari citra satelit menunjukkan korelasi yang tinggi pada wilayah laut dengan
nilai lebih dari 0.98 (Gambar 3a). Hal ini dapat dikatakan bahwa model
mereproduksi secara baik dalam menggambarkan hasil observasi satelit. Data
suhu model dan suhu permukaan laut dari citra satelit yang digunakan dalam
validasi berupa data komposit harian selama dua tahun pengamatan (2009-2010).
Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa model memiliki akurasi yang baik

10
untuk dilakukan analisis lanjutan dan merepresentasikan kondisi yang mendekati
sebenarnya pada wilayah studi. Hasil validasi secara temporal pada wilayah awal
trajektori (Gambar 3b) menujukkan adanya fluktuasi suhu akibat pengaruh
musiman. Grafik suhu meningkat pada saat Musim Barat dan mengalami
penurunan saat memasuki Musim Timur.

a

b

Gambar 3 Validasi pada wilayah awal trajektori tahun 2009-2010 (a), dan
korelasi 2 dimensi data SPL satelit dan data SPL model INDESO (b).
Kotak hitam pada korelasi 2 dimensi menujukkan lokasi validasi pada
wilayah awal trajektori
Arus permukaan pada model INDESO juga divalidasi menggunakan arus
hasil pengukuran ADCP oleh ATSEA (Harlisman et al. 2011). Arus model berupa
arus horizontal pada koordinat 124,5°BT dan 11°LS dengan rataan harian dalam
bulan Mei 2010 pada kedalaman 20 meter, sedangkan hasil pengukuran berupa
data per jam pada kurun waktu 10-14 Mei 2010. Hasil model menujukkan pola
arus selama 1 bulan bergerak ke arah barat daya (Gambar 4a). Pola ini sesuai
dengan pengukuran ATSEA tahun 2010 (Harlisman et al. 2011) pada 5 titik

11

Kecepatan (m/s)

stasiun (Gambar 4c) pada kedalaman serupa dengan pergerakkan arus cenderung
ke arah selatan dan barat daya. Kedua hal ini dipengaruhi oleh pergerakkan
Arlindo secara kontinu pada wilayah Celah Timor dan pengaruh muson tenggara
yang bertiup pada selatan Indonesia.

Rentang waktu
data ADCP

Waktu (hari)
(a)
Stasiun 1
Stasiun 3
Stasiun 5
Stasiun 7
Stasiun 8
(b)

(c)
Gambar 4 Validasi arus model INDESO. Hasil rataan harian model INDESO
(4a) divalidasi dengan arus hasil pengukuran ADCP oleh ATSEA
(Harlisman et al. 2011) (4b) pada stasiun 1,3,5,7, dan 8 (4c). Data arus
didapatkan pada kedalaman 20 meter

12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Sirkulasi dan Distribusi Suhu dan Salinitas Permukaan
Karakteristik perairan Laut Timor dipengaruhi oleh variasi musiman serta
pola sirkulasi skala besar berupa arus lintas Indonesia (Arlindo). Arlindo
merupakan suatu fenomena pergerakkan massa air dingin dari Samudera Pasifik
menuju Samudera Hindia. Wilayah Laut Timor terletak pada selatan ekuator
dimana terjadi pergerakan angin muson barat laut pada musim barat (Desember –
Februari) dan angin muson tenggara pada musim timur (Juni – Agustus) yang
berubah secara periodik tiap tahunnya. Kejadian ini menyebabkan terjadinya
perubahan musiman pada beberapa parameter seperti arus, suhu, salinitas dan
densitas secara musiman.
Rata-rata pola gerak arus permukaan di Laut Timor relatif konstan dilihat
secara annual maupun seasonal. Pada tahun 2009 (Gambar 5a dan 6a) dan tahun
2010 (Gambar 5b dan 6b) angin muson yang terjadi sepanjang tahun di Laut
Timor membalikkan arah dan menggerakkan massa air (Transport ekman) ke arah
tertentu. Selain itu terdapat gerak arus permukaan bercabang dari barat Australia
menuju Laut Timor akibat divergensi antar cabang. Pergerakkan arus pada 2/3
wilayah Laut Timor dipengaruhi paparan sahul dengan topografi relatif lebih
dangkal dibandingkan sekitarnya. Pada muson transisi I (Maret – Mei) pola gerak
arus dari arah barat Australia mulai melemah seiring dengan masuknya
pergerakan angin dari arah Timur, adanya gerak Arlindo dari Laut Banda menuju
Laut Sawu, serta dorongan arus dari Laut Banda dan Laut Arafuru pada pesisir
pulau Timor bagian selatan semakin kuat. Arlindo yang bergerak dari Laut Timor
dan Laut Sawu kemudian bertemu dan membawa massa air yang lebih besar
menuju Samudera Hindia.
Pergerakkan Arlindo bercabang terlihat pada Laut Sawu akibat eksistensi
pulau Sawu, sehingga terjadi pelemahan kecepatan disekitar pulau. Di sisi barat
terjadi perputaran arus ke arah timur akibat adanya pulau Sumba. Musim timur
yang terjadi pada Juni – Agustus dipengaruhi gerak angin muson tenggara,
sehingga semakin memperkuat gerak arus menuju wilayah barat laut. Masukkan
arus yang kuat dari Laut Banda di sisi utara dan selatan pulau Timor dengan
kecepatan mencapai 1m/s, sedangkan pada sisi selatan Laut Timor terjadi pola
arus memutar berlawanan arah jarum jam. Hal ini dikarenakan pengaruh gaya
spiral ekman yang menggerakkan arus ke arah kiri (bagian selatan ekuator) dari
arah datangnya angin.
Transport Arlindo pada wilayah Celah Timor secara intensif bergerak ke
arah Samudera Hindia. Kecepatan arus di Celah Timor sangat kuat dan melemah
pada wilayah paparan (Gambar 5a, 5b, 6a, dan 6b). Gerak Arlindo yang bercabang
ke arah barat dari Laut Flores kemudian menuju Laut Banda akibat eksistensi
pulau Timor menambah masukan air dan kecepatan arus yang berada di Laut
Timor pada musim timur. Menurut Wrytki (1987) aliran tertinggi dari Arlindo
ditemukan pada saat muson tenggara (musim timur) pada bulan Juni hingga
Agustus. Aliran terendah terjadi pada Desember hingga Februari, hal ini berkaitan
dengan pola pergerakan Arlindo yang bergerak dari timur (Samudera Pasifik) ke
arah barat (Samudera Hindia).

13

A

B

C

D
Gambar 5 Pola arus permukaan dan sebaran suhu permukaan laut rata-rata 2009
(a) dan 2010 (b), standar deviasi 2009 (c) dan 2010 (d)

14

A

B

C

D

Gambar 6 Pola arus permukaan dan sebaran salinitas rata-rata 2009 (a) dan 2010
(b), standar deviasi 2009 (c) dan 2010 (d)

15
Intensitas Arlindo yang dipengaruhi angin muson barat laut dan angin
muson timur terus menggerakkan arus di selatan pulau Timor ke arah barat
menuju Samudera Hindia. Gerak arus seperti ini terus berlangsung saat memasuki
musim timur (Juni) dan pada bulan Agustus intensitas Arlindo terus menguat
(Gambar 5a, 5b,6a, dan 6b). Arus dari Laut Sawu dan Laut Timor kemudian
bertemu dan diteruskan menuju Samudera Hindia, dengan kecepatan arus dari
Laut Timor mencapai 0,3m/s dan dari Arafuru mencapai 0,8m/s (Rizal et al.
2009). Memasuki musim peralihan II (September – November) kecepatan Arlindo
permukaan menguat di bulan September namun terjadi penurunan kecepatan di
bulan berikutnya. Hal ini dipengaruhi dorongan angin musim barat yang bergerak
berlawanan dari wilayah barat menuju timur. Adanya pergerakkan arus yang
masuk dari Samudera Hindia menuju Celah Timor akibat pergerakkan angin
muson barat yang meningkatkan transportasi Ekman ke arah utara.
Eksistensi Ashmore reef pada bagian selatan pulau Rote mengakibatkan
pembelokkan arus ke arah selatan kemudian terdorong menuju Samudera Hindia.
Adanya penghalang dari karang ashmore melemahkan pergerakkan arus
disekitarnya (Gambar 5a, 5b, 6a, dan 6b). Resirkulasi arus permukaan dan angin
mempengaruhi intesitas sebaran suhu permukaan laut dan salinitas perairan. Suhu
permukaan Laut Timor pada tahun 2010 cenderung lebih rendah dibandingkan
pada tahun 2009 dengan kisaran rata-rata < 29°C, sedangkan salinitas cederung
tinggi dengan kisaran rata-rata 34psu – 35psu. Pada musim barat radiasi matahari
lebih tinggi pada Bumi Bagian Selatan (BBS) dibandingkan musim timur
sehingga menyebabkan suhu perairan Laut Timor meningkat. Pranowo (2012)
menyatakan adanya aliran utama percampuran antara arus dari Laut Arafura dan
Laut Banda yang disebut Arlindo atau Indonesian Through-flow. Eksistensi
Arlindo yang membawa massa air dingin dari Laut Banda dan Laut Arafura
bercabang menuju Laut Timor mempengaruhi sebaran suhu permukaan laut yang
cenderung rendah.
Fenomena upwelling di sepanjang tahun yang memiliki varibilitas
musiman yang menunjukkan derajat suhu yang lebih rendah dibandingkan
sekitarnya. Dalam perata-rataan tahunan, kondisi suhu permukaan laut pada tahun
2010 cenderung lebih rendah sebesar 28,4°C dengan salinitas sebesar 34,7psu
dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 29°C dengan salinitas sebesar 34,6psu. Hal
ini mengindikasikan adanya pengaruh dari fenomerna ENSO. Pada saat El Nino
cenderung suhu lebih rendah, dan salinitas lebih tinggi. Hal ini dapat diungkapkan
akibat adanya kekosongan masa air di wilayah Indonesia timur yang
menyebabkan upwelling dengan suhu yang rendah dan menaikkan massa air
dengan salinitas tinggi ke permukaan. Kondisi suhu permukaan pada Celah Timor
cenderung lebih rendah dibandingkan pada wilayah paparan sedangkan salinitas
permukaan perairan pada wilayah Laut Timor cenderung lebih tinggi pada
wilayah Celah Timor. Transport Arlindo membawa massa air bersalinitas tinggi
dari bagian dalam perairan Indonesia sepanjang musim. Puncak salinitas tertinggi
terjadi pada musim Timur (Juni-Agustus) dengan karakteristik suhu yang rendah
pada kurun waktu 2009-2010.
Perbedaan salinitas yang tinggi pada saat musim timur dan musim barat
terkait dengan fenomena upwelling (Musim Timur) dan downwelling (Musim
Barat) yang terjadi di wilayah Laut Timor. Selain itu perubahan struktur salinitas
musiman di Laut Timor dipengaruhi perubahan angin muson. Pada saat musim

16
barat bertiup muson barat laut yang ditandai dengan salinitas rendah, sedangkan
pada musim timur terjadi pergerakan muson tenggara dengan karakteristik
salinitas tinggi dengan perairan yang kaya nutrien. Selain itu salinitas maksimum
dipengaruhi masukan air bersalinitas tinggi dari Selat Makassar dan perairan
Indonesia bagian tengah (Atmadipoera et al. 2009). Hasil spasial standar deviasi
arus dan suhu permukaan Laut Timor pada 2009-2010 tertinggi terjadi pada
wilayah sekitar pantai barat Australia dan Pulau Sumba dengan nilai deviasi
mencapai 2, sedangkan pada wilayah Laut Timor pada kedua tahun tersebut
sebesar 1. Pada tahun 2010 (Gambar 6c dan 6d) terjadi peningkatan standar
deviasi ke wilayah yang lebih luas dan mengarah ke Samudera Hindia. Secara
umum dapat dikatakan bahwa suhu permukaan laut di wilayah sekitar Laut Timor
cenderung fluktuatif pada kedua tahun tersebut (Gambar 5c dan 5d).

Variabilitas Samudrawi Laut Timor
Gambaran variabilitas komponen arus ditunjukkan pada Gambar 7 melalui
persamaan energi kinetik dari data arus zonal dan meridional. Energi kinetik pada
wilayah Laut Timor mencapai 380 joule (Gambar 7a). Hal ini menunjukkan
adanya pergerakkan Arlindo dengan intensitas yang tinggi pada wilayah Laut
Timor dan Selat Ombai. Pada wilayah lain seperti utara Australia cenderung
rendah. Hal ini disebabkan arus yang bergerak diwilayah tersebut tidak sebanding
dengan intensitas Arlindo. Arus lintas Indonesia bergerak dari arah timur (Pasifik)
menuju barat (Hindia), pengaruh musim jelas mempengaruhi intensitas Arlindo
yang ditunjukkan pada hasil time series energi kinetik arus. Variabilitas arus pada
wilayah Laut Timor cenderung tinggi saat terjadinya peralihan ke musim timur
(Gambar 7b).

Timur ke Barat

(a)

(b)

Gambar 7 Variabilitas Spasial (a) dalam joule dan temporal (b) arus permukaan
Pergerakkan angin muson tenggara membawa massa air Arlindo dengan
pergerakkan yang cepat melewati Laut Timor. Pada bentuk spasial terlihat
komponen arus zonal lebih dominan pengaruhnya dibandingkan komponen
meridional (Gambar 7a). Hal ini dikarenakan pergerakan arus yang kontinu
bergerak dari timur menuju barat.

17
Variabilitas spasial dan temporal dari suhu permukaan laut hasil olahan
EOF, menunjukkan kisaran nilai dari -30 hingga 1,7 (Gambar 8a). Pada mode-1
pola spasial cenderung lebih homogen pada wilayah Laut Timor dan cenderung
fluktuatif pada wilayah Selat Ombai dan sekitar pesisir Pulau Timor dan Pulau
Rote. Hasil analisis temporal pada mode-1 (Gambar 8b) memperlihatkan adanya
siklus musiman (seasonal) dan hal ini diduga akibat pengaruh musiman dari
pergantian angin muson barat dan muson timur.
Dari hasil analisis temporal (Gambar 8b) dengan mode-1 didapatkan nilai
eigen untuk explained variance sebesar 99% dan hal ini menunjukkan mode-1
memiliki variasi yang paling mewakili dan berpengaruh pada wilayah pengamatan.
Berdasarkan pada pola spasial (Gambar 8a), nilai yang cenderung mendekati
positif menunjukkan bahwa perairan tersebut bersifat homogen. Pada permukaan
suhu cenderung berfluktuatif akibat pengaruh angin, pengadukan massa air, dan
serta pergerakan Arlindo. Pada wilayah selatan Laut Timor (paparan benua
Australia), nilai variabilitas spasial lebih bernilai negatif (heterogen) hal ini terkait
kedalaman perairan yang lebih dangkal dibandingkan sekitarnya yang
mempengaruhi perubahan suhu.

(a)

(b)

Gambar 8 Variabilitas Spasial (a) dan temporal (b) Suhu Permukaan Laut (T)
pada mode 1 EOF (tanpa satuan)
Gambar 9 menunjukkan hasil analisis salinitas EOF awal spasial dan
temporal. Mode-1 memperlihatkan rentang nilai variabilitas tinggi dari -35,4
hingga -32,4. Pada Laut Timor hingga mendekati Pantai Barat Australia
cenderung memiliki nilai negatif yang jauh lebih rendah disbanding sekitarnya.
Berdasarkan bentuk temporal analisis EOF awal mode-1 (Gambar 9b)
menunjukkan nilai eigen tertinggi untuk explained variance sebesar 100% yang
artinya variasi tersebut telah sepenuhnya mewakili hasil analisis. Pola yang
terbentuk menunjukkan siklus musiman (Gambar 9b), pengaruh peralihan menuju
musim timur cederung meningkatkan variabilitas salinitas permukaan perairan
pada wilayah pengamatan. Sedangkan memasuki musim barat terjadi penurunan
yang cukup signifikan, amplitudo yang ditampilkan pada mode-1 bernilai negatif
(Gambar 9b). Variabilitas spasial (Gambar 9a) menunjukkan anomali negatif
(lebih tawar) pada wilayah selatan Laut Timor, sedangkan pada wilayah pesisir

18
Pulaut Timor, Pulau Rote serta Selat Ombai memiliki nilai anomali positif.
Adanya masukan massa air dari wilayah Laut Banda yang terbawa oleh Arlindo
mempengaruhi varibilitas salinitas permukaan di wilayah Laut Timor.

(a)

(b)

Gambar 9 Variabilitas Spasial (a) dan temporal (b) Salinitas (S) pada mode 1
EOF (tanpa satuan)

Pola Trajektori Massa Air dalam Periode Tumpahan Minyak Montara
(September - November 2009)
Simulasi model trajektori massa air didapatkan melalui analisis trajektori
Ariane pada wilayah pengamatan di sekitar anjungan minyak Montara dan Pulau
Rote. Lagrangian partikel dalam model ini tidak menggambarkan difusi horizontal
atau percampuran secara vertikal namun merepresentasikan adveksi horizontal
serta keterkaitan massa air terhadap penyebaran tumpahan minyak di Laut Timor
akibat anjungan minyak Montara. Titik awal pergerakan massa air diambil dalam
kuadran 5x5 pada 123°48’BT-124°16’BT dan 12°6’LS-12°3’LS sebanyak 25 titik.
Pergerakkan massa air pada suatu permukaan berkaitan dengan arus permukaan
pada wilayah yang diamati.
Gerakan massa air laut merupakan resultan dari beberapa gaya yang
bekerja terhadap permukaan kolom dan dasar air laut yang kemudian
menghasilkan vektor yang memiliki besaran kecepatan dan arah. Sirkulasi Laut
Timor dan trajektori partikel mensimulasikan variasi arus dan komponen pada
massa air seperti suhu dan salinitas. Berdasarkan model trajektori partikel, selang
partikel rilis setiap 10 hari dimulai dari tanggal 15 September hingga 14
November yang menunjukkan profil secara horizontal pada kedalaman 1m.
Pengambilan titik awal berdasarkan lokasi anjungan minyak Montara sehingga
model trajektori dapat digunakan untuk menganalisa pola pergerakan tumpahan
minyak pada wilayah Laut Timor yang diakibatkan oleh Anjungan minyak
Montara selama 72 hari (ASA 2009). Pada Gambar 10a (15 September 2009)
terlihat 25 titik awal partikel bergerak mengikuti pola gerak arus permukaan ke
arah barat. Sifat minyak yang diam akan cederung mengikuti pola gerak arus yang
diumpamakan sebagai partikel yang dirilis dalam model.

19
Pergerakan partikel terjadi dalam 1 hari (86400 detik) (Gambar 11a)
dengan umur partikel sebesar 10 yang menunjukkan bahwa terjadi pergerakan
partikel pada beberapa titik, namun terdapat pula titik lain yang tidak mengalami
pergerakan dengan waktu tempuh sebesar 0. Hal ini dipengaruhi perbedaan
kecepatan arus pada tiap titik pengamatan. Massa air mendapat pengaruh dari
perubahan musim. Musim peralihan pada wilayah Laut Timor mempengaruhi
fluks bahang dan fluks garam yang tersimpan pada air laut. Suhu massa air pada
titik trajektori (Gambar 12a) hari pertama berkisar pada 28,2°C – 28,4°C dengan
salinitas (Gambar 13a) sebesar 34,5psu. Suhu yang tinggi dan salinitas rendah
cenderung mempengaruhi densitas potensial menjadi lebih rendah (Kawamura et
al. 2007). Adapun suhu yang tinggi menjadi indikasi yang mempengaruhi
penguapan dari tumpahan minyak akibat radiasi matahari yang cukup besar. Pada
25 september 2009 (Gambar 10b) terlihat pola gerak arus ke arah selatan dan
partikel bergerak mengikuti arah yang sama. Hal serupa diungkapkan Destila
(2009) dengan menggunakan pendekatan angin sebagai penggerak. Berdasarkan
titik trajektori, gerak massa air pada hari pengamatan ke-10 mengalami perubahan
suhu (Gambar 12b) dengan kisaran 27,5°C hingga 28,4°C dan salinitas (Gambar
13b) sebesar 34,5psu – 34,7psu.
Berdasarkan waktu tempuh partikel yang terlihat pada gambar 11b,
dalam rentang waktu rilis 10 hari, partikel telah bergerak sejauh 0,5° ke arah
selatan. Distribusi angin dari arah timur menuju barat membangkitkan arus ke
arah yang serupa. Pada bulan September – November dipengaruhi oleh musim
peralihan dari musim timur ke musim barat. Terdapat pergerakkan ke arah timur
dan berbelok ke arah barat akibat pengaruh dorongan arus ke arah timur dari
pantai barat Australia kemudian terdorong oleh Arlindo menuju Samudera Hindia.
Dorongan Arlindo yang kuat menggerakkan massa air ke arah barat secara
continuous hal ini terkait dengan pengaruh musim timur dimana terjadi
pergerakan angin muson tenggara. Gerak partikel pada 5 Oktober 2009 (Gambar
10c) cenderung masih mengikuti pola arus, namun terdapat pergerakkan ke arah
barat akibat adanya dorongan arus dari pesisir barat Australia. Begitupun
pergerakkan partikel yang ditunjukkan 10 hari kemudian sebelumnya, adapun
gerak partikel pada hari ke 20 berada sejauh 0,5° dari posisi semula.
Terkait dengan tumpahan minyak Montara, pergerakkan minyak
menyebar cukup cepat mengikuti arus permukaan, seperti hasil pengamatan ASA
(2009). Komponen fisik massa air pada titik trajektori dengan rata-rata suhu
(Gambar 12c) sebesar 28°C, sedangkan salinitas (Gambar 13c) cenderung
meningkat saat menjauhi titik awal trajektori. Pola gerak partikel yang
ditunjukkan pada gambar 10d (15 Oktober) memperlihatkan gerak partikel serupa
menuju ke arah barat sedangkan pada 25 Oktober (Gambar 10e) menujukkan
perubahan gerak kea rah timur hal ini disebabkan oleh adanya dorongan arus ke
arah timur laut akibat perubahan gerak angin yang mendorong arus ke arah
berl