Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor)

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT
(STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN
TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

INDAH TRI RIANTIKA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontinuitas
Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Indah Tri Riantika
NIM E14100008

ABSTRAK
INDAH TRI RIANTIKA. Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri
Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya). Dibimbing oleh HARDJANTO.
Industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya yang telah berumur >5 tahun tidak berkembang secara signifikan.
Walaupun demikian, banyak industri pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5
tahun terus bermunculan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan
masyarakat terhadap produk olahan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Data penggunaan

dan kebutuhan bahan baku diperoleh menggunakan metode recalling pada tahun
2011 sampai dengan 2014 (Juni). Kemudian, dikaitkan dengan potensi hutan
rakyat yang ada pada Desa Cibatok 1 dan Ciatuteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
serta Desa Tapos 1 dan Situ Daun Kecamatan Tenjolaya. Terdapat dua jenis
industri pengolahan kayu rakyat di lokasi penelitian yang tidak memiliki
keterkaitan produktifitas secara signifikan. Ketersediaan bahan baku industri
penggergajian kayu rakyat tidak kontinu dan industri sekunder adalah kontinu.
Kata kunci: bahan baku, hutan rakyat, industri kayu

ABSTRACT
INDAH TRI RIANTIKA. The Availability Of Continuity Raw Materials The
Community Wood Processing Industry. (Case Study in Cibungbulang and
Tenjolaya District). Supervised by HARDJANTO.
The community wood processing industry in Cibungbulang and Tenjolaya
District, Bogor Regency have aged >5 years does not evolved significantly.
However, many community wood processing industry ≤5 years old were
emerging. This is due to the high demand for wood products. The object of this
research is to analyze continuity of community wood stock in Cibungbulang and
Tenjolaya District, Bogor Regency. Data and material obtained using recalling
methods from 2011 to 2014 (June). Then, associated with the potential for

community forest in the Cibatok 1 and Ciatuteun Ilir Village of Cibungbulang
District, Tapos 1 and Situ Daun Village of Tenjolaya District. There are have two
type of the community wood industry research sites that do not have significant
productivity linkages. Raw materials community wood industry stock is not
continue and secondary industry is continue.
Keyword : raw material, community forest, wood industry.

ABSTRAK
INDAH TRI RIANTIKA. Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri
Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya). Dibimbing oleh HARDJANTO.
Industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya yang telah berumur >5 tahun tidak berkembang secara signifikan.
Walaupun demikian, banyak industri pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5
tahun terus bermunculan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan
masyarakat terhadap produk olahan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Data penggunaan
dan kebutuhan bahan baku diperoleh menggunakan metode recalling pada tahun
2011 sampai dengan 2014 (Juni). Kemudian, dikaitkan dengan potensi hutan

rakyat yang ada pada Desa Cibatok 1 dan Ciatuteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
serta Desa Tapos 1 dan Situ Daun Kecamatan Tenjolaya. Terdapat dua jenis
industri pengolahan kayu rakyat di lokasi penelitian yang tidak memiliki
keterkaitan produktifitas secara signifikan. Ketersediaan bahan baku industri
penggergajian kayu rakyat tidak kontinu dan industri sekunder adalah kontinu.
Kata kunci: bahan baku, hutan rakyat, industri kayu

ABSTRACT
INDAH TRI RIANTIKA. The Availability Of Continuity Raw Materials The
Community Wood Processing Industry. (Case Study in Cibungbulang and
Tenjolaya District). Supervised by HARDJANTO.
The community wood processing industry in Cibungbulang and Tenjolaya
District, Bogor Regency have aged >5 years does not evolved significantly.
However, many community wood processing industry ≤5 years old were
emerging. This is due to the high demand for wood products. The object of this
research is to analyze continuity of community wood stock in Cibungbulang and
Tenjolaya District, Bogor Regency. Data and material obtained using recalling
methods from 2011 to 2014 (June). Then, associated with the potential for
community forest in the Cibatok 1 and Ciatuteun Ilir Village of Cibungbulang
District, Tapos 1 and Situ Daun Village of Tenjolaya District. There are have two

type of the community wood industry research sites that do not have significant
productivity linkages. Raw materials community wood industry stock is not
continue and secondary industry is continue.
Keyword : raw material, community forest, wood industry.

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU
INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT
(STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN
TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

INDAH TRI RIANTIKA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai bulan Februari 2015
ini ialah Industri Pengolahan Kayu Rakyat, dengan judul Kontinuitas
Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS
selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
dan seluruh keluarga, serta teman-teman atas doa dan dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Indah Tri Riantika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Objek

3

Jenis Data


3

Metode Pengumpulan Data

3

Pengolahan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Karakteristik Responden

5

Potensi Hutan Rakyat


7

Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat

8

Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu
Rakyat

10

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Ketersediaan Bahan Baku
Industri Pengolahan Kayu Rakyat Dalam Lingkup Kecamatan
Cibungbulang dan Tenjolaya

14

Dinamika Asal Usul Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

19


SIMPULAN DAN SARAN

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1
2
3

Karakteristik responden untuk masing-masing desa contoh
Potensi hutan rakyat sengon berdasarkan kelas diameter
Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat

6
8
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14

Rata-rata penggunaan bahan baku industri penggergajian di
Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Rata-rata penggunaan bahan baku industri penggergajian di
Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Persentase penggunaan bahan baku industri penggergajian di
Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Persentase penggunaan bahan baku industri penggergajian di
Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di
Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di
Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan
baku industri penggergajian kayu rakyat di Kecamatan
Cibungbulang
Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan
baku industri penggergajian kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya

10
11
12
13
14
15
16
17

18
19

Dinamika asal usul bahan baku industri penggergajian kayu rakyat
di Kecamatan Cibungbulang

20

Dinamika asal usul bahan baku industri penggergajian kayu rakyat
di Kecamatan Tenjolaya

20

Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di
Kecamatan Cibungbulang

21

Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di
Kecamatan Tenjolaya

22

DAFTAR LAMPIRAN

1

Kuisioner Karakteristik Petani Hutan Rakyat

26

2

Kuisioner Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat

27

3

Gambar Kecamatan Cibungbulang

28

4

Gambar Kecamatan Tenjolaya

29

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan kayu rakyat di
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor tidak terjadi secara
signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2010
sampai dengan 2013 bahwa industri primer di Kecamatan Cibungbulang
berjumlah satu unit industri Primer dengan jumlah tenaga kerja 30 orang tahun
2010 dan 2011, 50 orang tahun 2012, dan 100 orang tahun 2014 serta mesin
utama berjumlah 1 unit mesin. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor tahun 2012 sampai dengan 2013 bahwa industri primer di
Kecamatan Tenjolaya berjumlah dua unit industri primer dengan jumlah tenaga
kerja 2 orang dan mesin utama sebanyak 1 unit mesin.
Ditengah kondisi pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan
kayu rakyat yang telah berumur >5 tahun masih stagnan, banyak industri
pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5 tahun terus bermunculan. Industri
tersebut adalah industri primer (industri penggergajian) dan indutri sekunder
(industri kusen, pintu, dan jendela) yang masih sedikit dokumentasi
keberadaannya. Berdasarkan survei pra penelitian dan keterangan dari penyuluh
pertanian dan kehutanan BP3K Cibungbulang dapat diketahui bahwa industri
sekunder di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya terus bermunculan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
industri pengolahan kayu, salah satunya adalah bahan baku yang merupakan
faktor produksi utama industri pengolahan kayu. Industri pengolahan kayu rakyat
yang berada di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor Barat
dengan potensi hutan rakyat yang cenderung mengalami peningkatan dari sisi
jumlah produksi/tahun. Hal tersebut diketahui berdasarkan data Badan Pusat
Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 bahwa produksi hutan rakyat di
Kecamatan Cibungbulang secara berurutan yaitu 138.53 m3, 188.76 m3, 271.77
m3, 244.71 m3 dan 479.72 m3 . Kemudian, berdasarkan Badan Pusat Statistik
tahun 2008 sampai dengan 2012 Kecamatan Tenjolaya memiliki produksi hutan
rakyat secara berurutan 125.71 m3, 182.39 m3, 242.5 m3, 258.37 m3, dan 472 m3.
Produksi hutan rakyat yang cenderung meningkat belum mampu
memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat yang ada.
Berdasarkan data hasil survei pra penelitian dapat diketahui bahwa kebutuhan
bahan baku industri primer tahun 2014 di Kecamatan Cibungbulang sebanyak 5
616 m3/tahun dan Kecamatan Tenjolaya sebanyak 12 000 m3/tahun. Hal tersebut
menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan kayu
rakyat sebagai bahan baku industri pengolahan kayu rakyat, karena produksi
hutan rakyat masih belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri

2
berdasarkan kapasitas terpasang mesin. Oleh karena itu, penelitian ini melihat dari
sisi kontinuitas ketersediaan bahan baku yang selama ini dialami oleh industri
pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten
Bogor.

Rumusan Masalah

1.

2.

3.

Permasalahan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini antara lain:
Adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan terhadap kayu
rakyat sebagai bahan baku pengolahan kayu rakyat. Kondisi ini disebabkan
adanya kecenderungan permintaan lebih besar dari pada persediaan.
Keberadaan hutan rakyat yang selama ini merupakan usaha sampingan,
mengakibatkan muncul kekhawatiran bahwa bahan baku yang dibutuhkan
industri pengolahan kayu rakyat tidak dapat dipenuhi oleh hutan rakyat
setempat.
Ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat dari hutan rakyat
setempat tidak kontinu, sehingga industri akan berupaya mendatangkan bahan
baku dari berbagai wilayah. Hal ini berkaitan dengan upaya industri
mempertahankan eksistensinya.

Tujuan

1.
2.

3.

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
Menganalisis kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu
rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.
Mengukur besarnya kontribusi hutan rakyat di desa contoh (Cibatok 1 dan
Ciaruteun Ilir serta Situ Daun dan Tapos 1), terhadap ketersediaan bahan
baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya.
Menganalisis dinamika asal usul bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2014
di Desa Ciaruteun Ilir dan Cibatok I untuk Kecamatan Cibungbulang serta Desa
Situ Daun dan Tapos I untuk Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

3
Alat dan Objek
Penelitian ini menggunakan alat antara lain meteran, haga hipsometer, alat
tulis, tally sheet, dan kalkulator. Kemudian, objek dalam penelitiaan ini antara lain
petani hutan rakyat di Desa Ciaruteun Ilir dan Cibatok I untuk Kecamatan
Cibungbulang, serta Desa Situ Daun dan Tapos I untuk Kecamatan Tenjolaya,
serta industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya
Kabupaten Bogor.

Jenis Data

1.

2.

Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, meliputi:
Data primer
a. Petani hutan rakyat
 Identifikasi petani hutan rakyat: nama responden, umur, pendidikan,
pekerjaan tetap, dan tanggungan dalam keluarga.
b. Potensi hutan rakyat
 Identifikasi hutan rakyat: luas hutan rakyat setiap responden, dan umur
tanaman.
 Pengukuran potensi hutan rakyat: tinggi bebas cabang dan diameter
pohon (Dbh).
c. Industri pengolahan kayu rakyat
 Identifikasi perusahaan: nama pemilik, tahun berdiri, jenis mesin yang
dimiliki, dan kapasitas terpasang mesin utama.
Data sekunder
 Data monografi dan peta administrasi Kabupaten Bogor.
 Data monografi dan peta administrasi Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya.
 Data profil industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.
 Data keadaan dan potensi hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya.

Metode Pengumpulan Data
1.

Petani hutan rakyat
Lokasi dan petani hutan rakyat sebagai responden dipilih secara
purposive sampling, berdasarkan potensi hutan rakyat yang dimiliki dari segi
luasan dan pengelolaan yang dilakukan. Petani hutan rakyat secara
keseluruhan ada 60 petani dari empat desa contoh. Data primer terkait petani
hutan rakyat diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuisioner
terhadap responden yang terpilih.

4
2.

3.

Potensi hutan rakyat
Pengukuran potensi hutan rakyat dilakukan dengan inventarisasi
potensi pada masing-masing hutan rakyat yang dimiliki oleh petani hutan
rakyat. Inventarisasi dilakukan pada petak ukur berbentuk lingkaran dengan
luas 0,1 ha untuk lahan dengan luasan >0,1 ha dan sensus untuk lahan dengan
luasan ≤0,1 ha. Pengambilan data berupa tinggi bebas cabang dan diameter
pohon (Dbh).
Industri pengolahan kayu rakyat
Industri primer dan sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan
Cibungbulang dan Tenjolaya yang menjadi reponden diperoleh secara sensus.
Selanjutnya, data primer terkait industri dan bahan baku diperoleh melalui
wawancara dengan metode recalling menggunakan kuisioner yang telah
disiapkan sebelumnya.

Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis untuk
menjawab semua tujuan yang diinginkan.
1. Analisis karakteristik petani
Analisis karakteristik responden dilakukan melalui analisis tabulasi,
yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan tetap, dan tanggungan keluarga.
Berbagai variabel di atas dikaitkan dengan motivasi petani hutan rakyat
dalam pengembangan hutan rakyat yang akan berpengaruh terhadap
ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan kayu rakyat.
2. Analisis potensi hutan rakyat
Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat dilakukan melalui rumus
sebagai berikut:

d
t
x
f


Volume kayu:

= diameter pohon
= tinggi pohon (tinggi bebas cabang)
= volume kayu
= angka bentuk
Volume desa contoh
∑[ ⁄
Masing-masing petani :

Masing-masing desa :
Keterangan:
Vhap
̅ hap
Vhad
Lpu

̅

̅

⁄∑

]

= Total volume petani hutan rakyat
= Rata-rata volume petani hutan rakyat
= Total volume masing-masing desa
= Luas petak ukur

5
Lhrp
Lhrd

3.

4.

5.

6.

= Luar hutan rakyat yang dimiliki masing-masing petani
= Luas hutan rakyat yang dimiliki masing-masing desa
Hasil dari pengolahan data diarahkan untuk menjelaskan potensi hutan
rakyat yang dapat diharapkan kontribusinya terhadap ketersediaan bahan
baku industri pengolahan kayu rakyat sekitar.
Analisis karakteristik industri pengolahan kayu rakyat
Analisis karakteristik industri pengolahan kayu rakyat diperoleh
melalui analisis tabulasi yang meliputi kepemilikan, jenis usaha, tahun
berdiri, bentuk usaha, jenis peralatan, dan kapasitas terpasang industri.
Berbagai variabel di atas digunakan untuk menjelaskan kebutuhan bahan
baku industri pengolahan kayu rakyat baik jenis maupun jumlah.
Analisis kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
Hasil analisis akan tertuang dalam bentuk grafik berdasarkan data
tabulasi. Data kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan rakyat
dikaitkan dengan keseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan
baku yang selama ini digunakan oleh industri.
Analisis kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri
pengolahan kayu rakyat dalam lingkup Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya.
Hasil analisis akan tertuang dalam bentuk diagram yang menunjukkan
peran hutan rakyat di lokasi indutri berdiri terhadap ketersediaan bahan baku
yang selama ini digunakan oleh industri pengolahan rakyat tersebut.
Analisis dinamika asal bahan baku industri pengolahan kayu rakyat
Analisis dinamika asal usul bahan baku diperoleh melalui analisis tren
jumlah wilayah asal bahan baku pada setiap industri. Hasil analisis akan
tertuang dalam bentuk grafik dinamika asal bahan baku industri pengolahan
kayu rakyat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Analisis karakteristik petani hutan rakyat dilakukan terhadap 60 responden
yang seluruhnya merupakan petani hutan rakyat pada dua desa contoh di masingmasing kecamatan contoh. Analisis karakteristik petani hutan rakyat dilakukan
berdasarkan variabel umur, pendidikan, pekerjaan dan tanggungan keluarga yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat motivasi petani hutan rakyat dalam
mengembangkan hutan rakyat yang dimiliki (Waluyo et al. 2010). Motivasi
merupakan faktor yang sangat diperlukan, karena salah satu masalah yang selama
ini dihadapi dalam pengembangan hutan rakyat adalah sumberdaya manusia
sebagai pelaku dan pembina usaha hutan rakyat yang masih terbatas (Winarno
2007). Analisis karakteristik responden berdasarkan empat variabel tersaji pada
Tabel 1.

6
Tabel 1 Karakteristik petani hutan rakyat untuk masing-masing desa contoh
Karakteristik

Umur (thn)

Total
Pendidikan

Total
Pekerjaan

Total
Tanggungan
Keluarga
(orang)
Total

Desa
Ciaruten
Tapos
ilir
1
0
0
3
2
4
5
8
8

20-30
31-40
41-50
>50

Cibatok
1
0
5
3
7

Situ
Daun
0
2
5
8

SD
SMP
SMA
PT

7
1
5
2

11
2
2
0

10
1
2
2

9
2
4
0

Petani
Buruh
PNS/Pensiunan
Wirausaha

1
4
1
9

7
3
0
5

6
1
2
6

4
3
3
5

0-3
4-6
>6

6
9
0

9
6
0

5
10
0

3
12
0

Persentase
(%)
0
20
28.33
51,67
100
61.67
10
21.67
6.67
100
30
18.33
10
41.67
100
38.33
61.67
0
100

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani hutan rakyat pada
seluruh desa contoh berusia >50 tahun yang tergolong usia lanjut. Usia petani
yang tergolong lanjut akan berpengaruh terhadap tingkat produktiviatas petani
yang cenderung menurun. Apabila produktivitas dari petani hutan rakyat sendiri
menurun, maka kontribusi hutan rakyat juga akan menurun, yang akan
mempengaruhi ketersediaan bahan baku dan produktivitas industri pengolahan
kayu rakyat.
Pada variabel tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa sebagian besar
petani hutan rakyat pada seluruh desa contoh berpendidikan setingkat sekolah
dasar yaitu 61,67%. Desa Tapos 1 merupakan desa dengan tingkat pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) terbesar yaitu 5 responden. Kemudian Desa
Cibatok 1 dan Tapos 1 merupakan desa yang memiliki petani hutan rakyat dengan
tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) terbesar yaitu 2 petani. Tidak adanya
pengetahuan yang cukup dari petani tentang pengelolaan hutan rakyat dan
pemasaran hasil kayu rakyat yang baik akan menjadi faktor yang mendukung
menurunnya minat petani dalam mengembangkan hutan rakyat sebagai usaha
yang berpotensi menambah pendapatan mereka. Umumnya petani lebih
mengembangkan usaha jangka pendek yang lebih cepat menghasilkan.
Pada variabel pekerjaan petani hutan rakyat menunjukkan bahwa usaha
hutan rakyat merupakan pekerjaan sampingan. Hal tersebut terlihat dari 41,67%
pekerjaan utama responden pada seluruh desa contoh adalah wirausaha, 30%
petani, 18,33% buruh, dan 10% PNS. Karakteristik petani hutan rakyat tersebut
menunjukkan bahwa posisi hutan rakyat sebagai usaha sampingan yang belum
mendapatkan perhatian lebih, akan mengakibatkan produktivitas hutan rakyat
tidak dapat ditargetkan dengan pasti, sehingga kontribusi hutan rakyat terhadap
ketersediaan dan produktivitas industri pengolahan kayu rakyat akan sangat
dinamis

7
Jumlah tanggungan keluarga petani hutan rakyat umumnya sekitar 4-6
orang. Desa Situ Daun merupakn desa dengan tanggungan keluarga 4-6 orang
yang tertinggi. Jumlah tanggunagan keluarga akan berpengaruh terhadap usahan
hutan rakayat. Dimana semakin banyak tanggungan keluarga maka pola berfikir
responden akan lebih kearah usaha yang lebih cepat menghasilkan. Hal tersebut
tentu akan menurunkan kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku
dan produktivitas industri pengolahan kayu rakyat, sehingga permintaan
masyarakat akan produk kayu rakyat akan sulit dipenuhi oleh industri pengolahan
kayu rakyat.
Menurunnya kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku
bagi industri pengolahan kayu rakyat disekitarnya, akan menyebabkan
ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan kayu rakyat akan semakin
berkurang, sehingga menghambat proses produksi. Bahan baku merupakan salah
satu faktor produksi yang memegang peranan penting, karena kekurangan bahan
baku dapat mengakibatkan terhentinya suatu proses produksi Reksohadiprojo dan
Sudarno (1984), Assauri (1978).

Potensi Hutan Rakyat
Potensi standing stock hutan rakyat diukur terhadap jenis sengon yang
merupakan jenis dominan pada lokasi penelitian. Menurut Greeneconomics
Indonesia (2004) bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer
hasil hutan, harus diperhatikan kemampuan daya dukung hutan secara lestari.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui potensi hutan rakyat saat ini di
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya. Pengukuran dilakukan untuk
mengetahui ketersediaan bahan baku yang dapat diharapkan bagi industri
pengolahan kayu rakyat
Hutan rakyat umumnya berada pada lahan-lahan kering seperti sawah,
pekarangan, kebun, talun, serta ladang/tegakan (LP IPB 1990 dalam Hardjanto
2000). Hal tersebut sesuai dengan kondisi yang ada pada lokasi penelitian.
Berikut potensi standing stock hutan rakyat dengan jenis sengon di desa contoh
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya dapat dilihat pada Tabel 2.

8
Tabel 2 Potensi hutan rakyat sengon di masing-masing desa contoh pada
Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya berdasarkan kelas diameter
Kelas
Diameter
(cm)

Cibatok
1

0-4.9
5-9.9
10-19.9
>20
Total

4 283
7 722
9 290
1 585

0-4.9
5-9.9
10-19.9
>20
Total

22.81
161.83
711.84
397.62

Lokasi
Cibungbulang
Tenjolaya
Ciaruteun
Total
Situ Daun
Tapos 1
Ilir
Jumlah pohon (batang)
3 735
8 017
10 131
742
5 556
13 278
13 731
23 374
2 216
11 507
11 725
23 036
243
1 828
8 845
1 327
34 630
Volume (m3)
17.48
40.29
57.99
6.58
382.17
544
299.21
467.72
89.5
801.34
937.98
1 147.56
57.04
454.66
2 247.9
389.94
1 840.29

Total

10 873
37 104
34 761
10 173
92 912
64.57
766.93
2 085.54
2 637.8
5 554.82

Pada Tabel 2 terlihat bahwa potensi total standing stock di Desa Tapos 1
(20 ha) dan Situ Daun (16 ha) Kecamatan Tenjolaya sebesar 92 912 batang atau
5 554.82 m3, lebih besar dibandingkan dengan Desa Cibatok 1 (16 ha) dan
Ciaruteun Ilir (14.4 ha) Kecamatan Cibungbulang, dengan potensi sebesar 34 630
batang atau 1 840.29 m3.
Besarnya potensi hutan rakyat di desa contoh Kecamatan Tenjolaya
dibandingkan dengan potensi hutan rakyat di desa contoh Kecamatan
Cibungbulang disebabkan oleh pengelolaan kelompok tani di desa contoh
Kecamatan Tenjolaya lebih baik dibandingkan pengelolaan kelompok tani di desa
contoh Kecamatan Cibungbulang. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kegiatan
yang telah diadakan pada kelompok tani di desa contoh Kecamatan Tenjolaya
terkait pengembangan hutan rakyat, dibandingkan dengan kelompok tani di desa
contoh Kecamatan Cibungbulang. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masing-masing kelompok tani. Menuurt
Sylviani (2005) bahwa pemberian program pelatihan teknis dan non teknis serta
penguatan kelembagaan terhadap masyarakat dan stakeholder oleh fasilitator
tingkat daerah, melalui bimbingan teknis disemua sektor dapat meningkatkan
potensi sumberdaya manusia.

Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat
Industri pengolahan kayu rakyat dapat didefinisikan sebagai suatu usaha
dengan kegiatan mengubah kayu rakyat menjadi barang jadi/setengah jadi baik
secara mekanis atau tidak, untuk menjadi suatu barang yang bernilai (Rufaidah
2009). Lokasi industri pengolahan kayu rakyat di dua kecamatan contoh selalu
didekat jalan/pinggir jalan agar kegiatan aksesbilitas dapat dilakukan dengan
mudah, sehingga biaya yang terkait hal tersebut dapat diminimalisasi. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Abdullah (2007) bahwa penempatan lokasi industri

9
pengolahan kayu oleh pengusaha kayu olahan didasarkan atas ketersediaan bahan
baku, biaya perolehan bahan baku, biaya pemasaran, dan biaya tenaga kerja.
Berdasarkan jenis bahan baku yang digunakan industri yang ada terbagi dalam
dua jenis yaitu industri primer dan industri sekunder. Karakteristik industri
pengolahan kayu rakyat di dua kecamatan contoh tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat
Jenis industri

Nomer
industri

Primer

1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Sekunder

Total

Primer

Sekunder

Total

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
11

Tahun
berdiri

Jumlah
pegawai
(orang)
Cibungbulang
1995
30
1998
2
2000
1
1980
1
1995
4
2011
2
1995
2
2005
1
2011
3
2011
8
1995
3
2006
2
2014
2
2005
2
2010
2
2008
2
2011
1
1990
2

2012
2012
2006
2005
2014
2011
2009
2014
2002
2010
2013

Tenjolaya
4
4
12
4
2
10
5
2
2
2
2

Jumlah
mesin
utama (unit)

Kapasitas
terpasang mesin
(m3/bulan)

1
-

468
-

1
1
1
1
1
-

200
200
200
200
200
-

Tabel 3 dapat diketahui bahwa industri pengolahan kayu rakyat di lokasi
penelitian berjumlah 29 industri yang dapat digolongkan kedalam dua jenis
industri yaitu industri primer dan industri sekunder berdasarkan bahan baku yang
digunakan dan jenis produk yang dihasilkan.
Berdasarkan tahun berdiri setiap industri, terlihat bahwa terdapat industri
baru yang terus bermunculan dengan tahun berdiri 2011-2014 atau industri yang
berumur ≤4 tahun. Sedangkan, kondisi industri yang telah lama dengan tahun
berdiri kurang dari tahun 2000 atau industri yang berumur >4 tahun tidak

10
mengalami perkembangan yang berarti, terlihat dari jumlah mesin utama (industri
primer) yang tidak bertambah sejak awal berdiri Sumarni dan Soeprihanto (1991).
Industri primer di Kecamatan Cibungbulang tergolong industri sedang dan
di Kecamatan Tenjolaya tergolong rumah tangga hingga kecil. Sedangkan,
industri sekunder di dua kecamatan contoh tergolong industri kerajinan rumah
tangga hingga kecil. Seperti yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik dalam
Rufaidah (2009) bahwa industri pengolahan di Indonesia dapat digolongkan
kedalam jenis industri rumah tangga apabila memiliki 1-4 karyawan, industri kecil
apabila memiliki 5-19 karyawan, dan sedang apabila memiliki 20-99 karyawan,
tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang
digunakan.

Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

a.

Industri Primer

Bahan Baku (m3)

Analisis kontinuitas ketersediaan bahan baku dilakukan untuk mengetahui
keseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan baku yang selama ini
digunakan oleh industri pengolahan kayu rakyat pada dua kecamatan contoh.
Rata-rata kebutuhan dan penggunaan bahan baku industri primer kayu rakyat di
Kecamatan Cibungbulang disajikan pada Gambar 1.
120
100
80
60
40
20
0
2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 1 Rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan
Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan bahan baku
industri primer di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sebesar 104.17
m3/bulan/industri, tahun 2012 sebesar 86.17 m3/bulan/industri, tahun 2013 sebesar
80.17 m3/bulan/industri, dan tahun 2014 sebesar 76.49 m3/bulan/industri. Ratarata penggunaan bahan baku yang semakin menurun menunjukkan bahwa
ketersedian bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang semakin
terbatas. Selain itu, berdasarkan data penggunaan bahan baku empat tahun
terakhir terlihat bahwa penggunaan bahan baku masih jauh dibawah kapasitas

11
terpasang mesin utama yaitu 468 m3/bulan atau 5 616 m3/tahun (Tabel 3). Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa ketersedian bahan baku industri primer di
Kecamatan Cibungbulang selama ini belum kontinu.
Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri primer di Kecamatan
Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 2.
45
Bahan Baku (m3)

40
35
2011

30
25

2012

20
2013

15
10

2014

5
0
1

2

3

4

5

Nomer Industri

Gambar 2 Rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan
Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan bahan baku
industri primer di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sebesar 41.13
m3/bulan/industri, tahun 2012 sebesar 33 m3/bulan/industri, tahun 2013 sebesar
51.79 m3/bulan/industri, dan tahun 2014 sebesar 33.59 m3/bulan/industri. Ratarata penggunaan bahan baku industri primer tersebut masih dibawah kapasitas
terpasang mesin utama yaitu 1 000 m3/bulan atau 12 000 m3/tahun (Tabel 3).
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku industri primer di
Kecamatan Tenjolaya belum kontinu.
Pada hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa ketersediaan
bahan baku industri primer di dua kecamatan contoh belum mampu memenuhi
penggunaan bahan baku yang selama ini dilakukan oleh industri primer tersebut.

b. Industri Sekunder
Keberadaan industri primer merupakan stimulator timbulnya industri kayu
lanjutan (sekunder dan tersier), karena produk yang dihasilkan oleh industri
primer dapat digunakan secara langsung sebagai bahan baku industri kayu
lanjutan, seperti yang dikemukakan oleh Darmawan et al (2011) bahwa adanya
industri primer dapat merangsang timbulnya industri lanjutan. Sehingga secara

12
tidak langsung terjadi keterkaitan antara produktivitas industri primer dengan
industri sekunder yang ada di lokasi penelitian.
Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat
di Kecamatan Cibungbulang dapat dilihat pada Gambar 3.
20

18

16

Bahan Baku (m3)

14
2011
12
2012
10
2013
8
2014
6

4

2

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17

Nomer Industri

Gambar 3 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 3 terlihat rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder
di Kecamatan Cibungbulang cenderung konstan. Kebutuhan bahan baku tahun
2011 sebesar 2.96 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2012 sebesar 2.97 m3
kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2013 sebesar 3.14 m3 kayu gergajian/ bulan/
industri, dan tahun 2014 sebesar 2.93 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri. Selain
itu, penggunaan kata “kebutuhan” menunjukan bahwa selama ini penggunaan
bahan baku oleh industri sekunder telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing

13
industri sekunder tersebut. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan
bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang adalah kontinu.
Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri sekunder di Kecamatan
Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 4.
180

160

140

Bahan Baku (m3)

120

100
2011
80

2012
2013

60

2014
40

20

0
1

2

3

4

5

6

Nomer Industri

Gambar 4 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 4 terlihat bahwa rata-rata kebutuhan bahan baku industri
sekunder di Kecamatan Tenjolaya cenderung konstan. Pada tahun 2011 sebesar
6.83 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2012 sebesar 42.63 m3 kayu
gergajian/ bulan/ industri, tahun 2013 sebesar 34.78 m3 kayu gergajian/ bulan/
industri, dan tahun 2014 sebesar 30.87 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri. Selain
itu, penggunaan kata “kebutuhan” menunjukan bahwa selama ini penggunaan
bahan baku oleh industri sekunder telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing
industri sekunder tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan
baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya adalah kontinu..
Pada hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa ketersediaan
bahan baku industri sekunder di dua kecamatan contoh telah mampu memenuhi
kebutuhan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri sekunder tersebut.

14
Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Ketersediaan Bahan Baku Industri
Pengolahan Kayu Rakyat

a.

Industri Primer

Pengukuran kontribusi hutan rakyat di desa contoh (Cibatok 1 dan Ciaruteun Ilir
serta Situ Daun dan Tapos 1), terhadap ketersediaan bahan baku industri
pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya, dilakukan
untuk seluruh industri pengolahan kayu rakyat pada kecamatan contoh (sensus)
secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui peran hutan rakyat di
wilayah industri berdiri terhadap ketersediaan bahan baku yang selama ini
digunakan oleh industri tersebut. Kontribusi hutan rakyat di Kecamatan
Cibungbulang terhadap ketersediaan bahan baku industri primer pengolahan kayu
rakyat di kecamatan tersebut tersaji pada Gambar 5.

48.6%

51.4%

47%
53%

2012

2011

40.5%

49.8%

50.2%

59.5%

2013

2014

Keterangan:
Dalam Kecamatan Cibungbulang
Luar Kecamatan Cibungbulang dalam Kabupaten Bogor

Gambar 5 Persentase penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan
Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa kontribusi hutan rakyat di
Kecamatan Cibungbulang terhadap penggunaan bahan baku industri primer
selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 46.6%, yaitu 48.6% pada tahun
2011, 47% pada tahun 2012, 40.5% pada tahun 2013, dan 50.2% pada tahun 2014.
Penggunaan bahan baku oleh industri primer di Kecamatan Cibungbulang

15
sebagian besar berasal dari wilayah dalam Kabupaten Bogor, namun dari luar
Kecamatan Cibungbulang.
Kondisi penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya
cenderung sama dengan Kecamatan Cibungbulang. Penggunaan bahan baku
sebagian besar berasal dari kayu rakyat walaupun didatangkan dari wilayah luar
Kecamatan Tenjolaya. Agar lebih jelas, penggunaan bahan baku industri primer di
Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada
Gambar 6.
54%
46%

48.7%

51.3%

2012

2011

44.9%
55.1%

2013

66.6
%

33.4
%
2014

Keterangan:
Dalam Kecamatan Tenjolaya
Luar Kecamatan Tenjolaya dalam Kabupaten Bogor

Gambar 6 Persentase penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan
Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 6 terlihat bahwa kontribusi hutan rakyat di Kecamatan
Tenjolaya terhadap penggunaan bahan baku industri primer selama empat tahun
contoh rata-rata mencapai 45.8%, yaitu 48.7% tahun 2011, 46% tahun 2012,
55.1% tahun 2013, dan 33.4% tahun 2014. Meskipun demikian, penggunaan
bahan baku sebagian besar masih berasal dari wilayah luar Kecamatan Tenjolaya
dengan jenis kayu rakyat yang digunakan.
Berdasarkan Gambar 5 dan 6 dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan
bahan baku oleh industri primer di kecamatan contoh sebagian besar berasal dari
wilayah dalam Kabupaten Bogor. Namun, persentase yang terbesar berasal dari
wilayah luar kecamatan contoh. Hal tersebut menunjukan bahwa potensi hutan
rakyat di kecamatan contoh baik Kecamatan Cibungbulang maupun Kecamatan
Tenjolaya belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer di

16
sekitarnya. Wilayah di luar Kabupaten Bogor tidak berperan dalam pemenuhan
kebutuhan bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang
dan Tenjolaya. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki
industri primer, sehingga tidak dapat menjangkau bahan baku yang letaknya jauh
atau hanya dapat mengelola bahan baku di sekitar lokasi industri (Hariadi 1989)
dan (Perhutani 2009) dalam (Nadeak 2009). Efisiensi dan optimalisasi industri
diarahkan agar perusahaan memperoleh keuntungan melalui penekanan biaya
operasional dan peningkatan manfaat dari pengolahan hasil (Sulaeli 2009).

b. Industri Sekunder
Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri sekunder di kecamatan
contoh. Kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri
sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai
dengan 2014 dapat dilihat pada Gambar 7.
3.9 %

13.5%
8%

13.1%
83%

78.5%

2012

2011

5%

16.7%

78.3%

2013

15.7%
84.3%

2014

Keterangan:
Dalam Kecamatan Cibungbulang
Luar Kecamatan Cibungbulang dalam Kabupaten Bogor
Luar Kabupaten Bogor

Gambar 7 Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
Pada Gambar 7 terlihat bahwa kebutuhan bahan baku industri sekunder di
Kecamatan Cibungbulang empat tahun terakhir sebagian besar dipenuhi dari luar

17
Kabupaten Bogor, yaitu 83% tahun 2011, 78.5% tahun 2012, 78.3% tahun 2013,
dan 84.3% tahun 2014. Sedangkan, hutan rakyat di kecamatan asal industri
berperan memenuhi kebutuhan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu
rakyat selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 4.2%, yaitu 3.9% pada
tahun 2011, 8% pada tahun 2012, 5% pada tahun 2013, dan 0% pada tahun 2014.
Kontribusi hutan rakyat dari dalam Kecamatan Tenjolaya terhadap
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri sekunder setempat menunjukkan
kondisi yang hampir sama dengan Kecamatan Cibungbulang. Kontribusi hutan
rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu
rakyat di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 dapat dilihat
pada Gambar 8.

11%
22.5%

1.3%
23.6%
75.1%

66.5%

2011

2012

3.6%

1.8%

23.4%
43.2%
55%

73%

2013

2014

Keterangan:
Dalam Kecamatan Tenjolaya
Luar Kecamatan Tenjolaya dalam Kabupaten Bogor
Luar Kabupaten Bogor

Gambar 8

Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014.

Gambar 8 menunjukkan bahwa hutan rakyat setempat memberikan
kontribusi terhadap kebutuhan bahan baku selama empat tahun contoh rata-rata
mencapai 4.4%, yaitu 11% pada tahun 2011, 1.3% pada tahun 2012, 3.6% pada
tahun 2013, dan 1.8% pada tahun 2014. Besarnya kontribusi hutan rakyat
setempat jauh lebih kecil dibandingkan dengan wilayah di dalam Kabupaten

18
Bogor dan wilayah luar Kabupaten Bogor. Wilayah dalam Kabupaten Bogor lebih
dominan dalam penyediaan bahan baku industri sekunder dibandingkan dengan
wilayah luar Kabupaten Bogor. Namun, bahan baku yang digunakan bukan
berasal dari hutan rakyat di wilayah tersebut, melainkan dari toko perkayuan di
daerah Bubulak Bogor Kota.
Berdasarkan Gambar 7 dan 8 dapat diketahui bahwa potensi hutan rakyat
setempat tidak berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri
sekunder di kecamatan contoh. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar bahan
baku yang dibutuhkan oleh industri sekunder bukanlah jenis kayu yang dihasilkan
oleh hutan rakyat setempat. Sehingga industri harus mendatangkan sebagian besar
bahan baku dari luar Kabupaten Bogor dan sedikit bahan baku dari hutan rakyat
sekitar.
Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku antara industri
sekunder dengan industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya
menunjukkan bahwa pada saat ini belum adanya keterkaitan produktivitas yang
signifikan antar industri tersebut. Melihat kondisi tersebut, maka potensi hutan
rakyat setempat difokuskan berkontribusi pada ketersediaan bahan baku bagi
industri primer.
Perbandingan standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri
primer di Kecamatan Cibungbulang disajikan pada Gambar 9.
6000

Volume (m3)

5000
4000

Kebutuhan bahan baku
industri

3000
2000

Potensi standing stock

1000
0
0

2

4

6

8

Tahun

Gambar 9 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku
industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang.
Pada Gambar 9 terlihat bahwa setiap tahunnya terjadi “gap” yang cukup
besar antara potensi standing stock di desa contoh Kecamatan Cibungbulang
dengan kebutuhan bahan baku industri primer yang ada di kecamatan tersebut.
Potensi standing stock diperoleh dari Desa Ciatureun Ilir dan Cibatok 1 sebesar 1
839.2 m3 pada tahun ke 1 (pada saat dilakukan pengukuran), 1 744.9 m3 tahun ke
2, 3 734.8 m3 tahun ke 3, 3 023.1 m3 tahun ke 4, 1 382 m3 tahun ke 5, dan potensi
standing stock di dua desa contoh tersebut akan habis pada tahun ke 6. Potensi

19
standing stock di desa contoh belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku
industri primer secara keseluruhan disetiap tahunnya, dengan kebutuhan industri
primer kayu rakyat sebesar 468 m3/bulan atau 5 616 m3/tahun. Potensi yang ada
hanya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam hitungan waktu
beberapa bulan saja atau dengan kata lain belum mampu mensuplai secara terus
menerus.
Kondisi yang serupa juga terjadi pada perbandingan potensi standing stock
dengan kebutuhan bahan baku industri Primer di Kecamatan Tenjolaya, seperti
pada Gambar 10.
14000

Volume (m3)

12000
10000
Kebutuhan bahan baku
industri

8000
6000

Potensi standing stock

4000
2000
0
0

2

4

6

8

Tahun

Gambar 10 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku
industri primer kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya.
Pada Gambar 10 terlihat disetiap tahunnya terjadi “gap” yang cukup besar
antara potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri primer di
Kecamatan Tenjolaya. Potensi standing stock Desa Situ Daun dan Tapos 1
Kecamatan Tenjolaya sebesar 5 369.2 m3 pada tahun ke 1 (pada saat dilakukan
pengukuran), 4 158 m3 tahun ke 2, 8 591.1 m3 tahun ke 3, 6 527.5 m3 tahun ke 4,
1 438.6 m3 tahun ke 5, dan potensi standing stock hutan rakyat di dua desa contoh
tersebut akan habis pada tahun ke 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi
standing stock di Desa Situ Daun dan Tapos 1 Kecamatan Tenjolaya belum
mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer di kecamatan tersebut
secara keseluruhan, dengan kebutuhan industri primer kayu rakyat sebesar 1 000
m3/bulan atau 12 000 m3/tahun. Potensi yang ada hanya mampu memenuhi
kebutuhan bahan baku industri dalam kurun waktu beberapa bulan saja.
Hutan rakyat pada umumnya belum dapat memberikan hasil yang lestari
yang disebabkan oleh kelas umur yang terdapat pada areal hutan rakyat tidak
menyebar secara merata dan tidak lengkap (Terry 2000) dalam (Mile 2010). Salah
satu cara untuk menutupi “gap” agar kebutuhan bahan baku terpenuhi adalah
industri harus mendatangkan bahan baku dari luar wilayah asal industri (Pribadi
2001), (Risnasari 2001). Perbandingan ini mengasumsikan bahwa seluruh potensi
hutan rakyat yang ada mensuplai kebutuhan bagi industri primer.

20
Dinamika Asal Usul Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

a.

Industri Primer

Dinamika asal usul bahan baku hubungan antara jumlah kecamatan asal
bahan baku dengan tahun pengambilan data agar dapat diketahui perubahan
jumlah kecamatan asal bahan baku yang selama ini industri gunakan, sehingga
terlihat apakah membentuk tren yang linier atau non linier. Dinamika asal usul
bahan baku pada industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang
disajikan pada Gambar 11.
Rata-rata jumlah
kecamatan asal bahan
baku

7
6
5
4
3
2
1
0
2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 11

Dinamika asal usul bahan baku industri primer kayu rakyat di
Kecamatan Cibungbulang

Rata-rata jumlah
kecamatan asal bahan
baku

Gambar 11 menunjukkan bahwa bahan baku industri primer di Kecamatan
Cibungbulang rata-rata berasal dari 4 hingga 6 kecamatan yaitu Cibungbulang,
Tenjolaya, Pamijahan, Rumpin, Leuwiliang, dan Ciampea. Pada hasil analisis
terlihat jumlah kecamatan asal bahan baku industri primer di Kecamatan
Cibungbulang menunjukkan tren non linier yang cenderung menurun. Pada
dasarnya rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku sudah banyak, sehingga asal
usul bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang dapat dikategorikan
dinamis. Hal yang serupa terjadi pada dinamika asal usul bahan baku di
Kecamatan Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 12.
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 12 Dinamika asal usul bahan baku industri primer kayu rakyat di
Kecamatan Tenjolaya

21
Gambar 12 menunjukkan bahwa dinamika asal usul bahan baku industri
primer kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya cukup tinggi. Hal tersebut terlihat
dari tren rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku non linier yang cenderung
meningkat setiap tahunnya. Kecamatan asal bahan baku industri primer di
Kecamatan Tenjolaya rata-rata berjumlah 4 sampai dengan 7 kecamatan, yaitu
Cibungbulang, Tenjolaya, Pamijahan, Jasinga, Rumpin, Leuwiliang, dan
Ciampea.
Pada tahun 2014 tren rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku
mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh pengambilan data pada tahun
2014 hanya dilakukan sampai bulan Juni, sehingga masih ada kemungkinan
terjadi penambahan jumlah kecamatan asal bahan baku pada tahun 2014.
Tingginya dinamika asal usul bahan baku industri primer di Kecamatan
Cibungbulang dan Tenjolaya menunjukkan bahwa masih kurangnya peran hutan
rakyat setempat sebagai tumpuan ketersediaan bahan baku industri tersebut.
Sehingga, memaksa industri primer mendatangkan bahan baku dari berbagai
daerah agar kuantitas dan kwalitas bahan baku yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
Selain itu, tingginya biaya pengangkutan dan minimnya modal menjadikan
industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya hanya mampu
mengolah bahan baku dari wilayah sekitar lokasi berdirinya industri tersebut,
sehingga industri primer tersebut memilih berproduksi dibawah kapasitas
terpasang mesin, hingga terkadang tidak melakukan kegiatan produksi.

b. Industri Sekunder
Hal yang berbeda terlihat pada dinamika asal usul bahan baku pada
industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan
Tenjolaya. Perbedaan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Dinamika asal
usul bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan
Cibungbulang dapat dilihat pada Gambar 13.
Rata-rata jumlah kecamatan
asal bahan baku

2,5
2
1,5
1
0,5
0
2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 13 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di
Kecamatan Cibungbulang
Gambar 13 menunjukkan bahwa selama empat tahun terakhir bahan baku
industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang rata-rata
didatangkan dari beberapa wilayah utama yang konsisten, terlihat dari grafik yang

22

Rata-rata jumlah kecamatan
asal bahan baku

membentuk garis linier. Bahan baku sebagian besar berasal dari Bubulak Bogor
Kota dan Lampung dengan jenis kamper dan jenis kayu keras lainnya. Sedangkan,
bahan baku dari wilayah lainnya seperti dalam kecamatan contoh didatangkan
hanya ketika ada pesanan, terutama untuk jenis kayu hutan rakyat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa asal usul bahan baku industri sekunder di Kecamatan
Cibungbulang cenderung kurang dinamis.
Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada dinamika asal usul bahan
baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya.
Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di
Kecamatan Tenjolaya dapat dilihat pada Gambar 14.
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 14 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di
Kecamatan Tenjolaya
Gambar 14 menunjukkan bahwa bahan baku industri sekunder di
Kecamatan Tenjolaya berasal dari beberapa wilayah yang konsisten. Hal tersebut
terlihat dari grafik yang membentuk garis linier. Bahan baku sebagian besar
berasal dari Bubulak Bogor Kota dan Ciomas dengan jenis kayu keras.
Sedangkan, wilayah yang lainnya berperan sebagai pemasok bahan baku hanya
ketika terdapat pesanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa asal usul bahan baku
industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang cend