Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan pada Ayam Lokal Indonesia dan Persilangannya

KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA
AYAM LOKAL INDONESIA DAN PERSILANGANNYA

RIA PUTRI RAHMADANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Gen
Hormon Pertumbuhan pada Ayam Lokal Indonesia dan Persilangannya adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Ria Putri Rahmadani
NIM D14100010

ABSTRAK
RIA PUTRI RAHMADANI. Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan pada Ayam
Lokal Indonesia dan Persilangannya. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI dan
SRI DARWATI.
Ayam lokal memiliki potensi genetik yang bernilai ekonomis tinggi seperti
produksi daging dan telur, kemampuan bertahan terhadap iklim tropis yang lebih
panas serta daya tahan terhadap penyakit. Gen hormon pertumbuhan pada ayam
(chicken growth hormone atau cGH) memiliki peran yang penting dalam
mengatur pertumbuhan dan metabolisme sehingga keragaman dari gen cGH
berpotensi memiliki pengaruh terhadap sifat ekonomisnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen cGH pada beberapa populasi
ayam lokal Indonesia dan persilangannya serta ayam ras pedaging dan ras petelur.
Keragaman gen cGH intron 4 dianalisa pada 229 sampel darah ayam yang terdiri
dari ayam kampung, pelung, sentul, ras pedaging, ras petelur, merawang, ras

pedaging x kampung, kampung x ras pedaging, sentul x kampung dan pelung x
sentul. Primer khusus didesain untuk mengamplifikasi sekuen DNA target.
Sekuen yang teramplifikasi dipotong menggunakan enzim restriksi MspI dan
menghasilkan 2 alel yaitu A dan B dengan frekuensi 0.88-0.96 dan 0.04-0.12
kecuali pada ayam ras petelur hanya ditemukan 1 alel yaitu A dengan frekuensi
1.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen cGH|MspI pada ayam kampung,
pelung, sentul, ras pedaging, merawang, ras pedaging x kampung, kampung x ras
pedaging, sentul x kampung dan pelung x sentul bersifat polimorfik, sedangkan
ayam ras petelur bersifat monomorfik. Populasi ayam lokal Indonesia dan
persilangannya yang dianalisa pada penelitian ini memiliki keragaman genetik
yang rendah namun tetap berada pada kesetimbangan Hardy-Weinberg.
Kata kunci: ayam lokal, cGH, keragaman, MspI, PCR-RFLP

ABSTRACT
RIA PUTRI RAHMADANI. Polymorphism of Growth Hormone Gene in
Indonesia Local Chiken and The Crossbred. Supervised by CECE SUMANTRI
and SRI DARWATI.
Indonesia local chickens have genetic potency with high ecomonic value
such as meat and egg production, adapted in tropic and strong immunity. The
chicken growth hormone (cGH) gene has a crucial role in controlling growth and

metabolism, leading to potential correlations between cGH gene polymorphism
and economic traits. This study aimed to identify the cGH gene polymorphism
and find out the variation of gene at several local chickens, the crossbred,
commercial meat type and layer. Polymorphism in intron 4 of cGH gene was
studied in 229 chicken blood samples consisted of kampung, pelung, sentul,
commercial meat type, layer, merawang, commercial meat type x kampung,
kampung x commercial meat type, sentul x kampung and pelung x sentul chickens.
A specific primer set was used to amplify a fragment of growth hormone locus

using PCR. PCR products were digested with MspI restriction endonucleases.
The amplified fragment digested with MspI enzyme revealed 2 alleles A and B
with the frequency of 0.88-0.96 and 0.04-0.12, except in layer chickens only had 1
allele A with the frequency of 1.00. The results showed that cGH gene in MspI
locus at kampung, pelung, sentul, commercial meat type, merawang, commercial
meat type x kampung, kampung x commercial meat type, sentul x kampung and
pelung x sentul chickens were polymorphics, except the layer chickens was
monomorphics. The population of Indonesia local chicken and the crossbred that
was studied in this research had low heterozygosity value but it was still in the
Hardy-Weinberg equilibrium.
Key words: cGH, MspI, local chicken, PCR-RFLP, polymorphism


KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA
AYAM LOKAL INDONESIA DAN PERSILANGANNYA

RIA PUTRI RAHMADANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan pada Ayam Lokal
Indonesia dan Persilangannya

Nama
: Ria Putri Rahmadani
NIM
: D14100010

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Pembimbing I

Dr Ir Sri Darwati, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (


)

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 ini ialah ayam
lokal Indonesia, dengan judul Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan pada Ayam
Lokal Indonesia dan Persilangannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
dan Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku dosen pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Pipih Suningsih Effendi, Amd SPt, Eryk
Andreas, SPt MSi, Shelvi, SSi, Dadang dan Ilyas dari Laboratorium Pemuliaan
dan Genetika Ternak, yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama (Sri Maharani), papa
(Syaiful Firmadi), oma (Warnius), opa (Murice), adik-adik (Irfan dan Adit) serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada
teman-teman IPTP 47 khususnya sahabat terbaik Jafar, Laras, Anita, Ica, Ishfi,
Fender, Angga, Nenik, Puspita, Nisa, Dita dan Lita atas segala bantuan dan
dukungannya. Terima kasih juga kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)
atas beasiswa Bidik Misi yang telah diperoleh selama 8 semester. Semoga hasil

penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Ria Putri Rahmadani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi
Prosedur
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen Growth Hormone (GH|MspI)

Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip GH|MspI
Heterozigositas
Kesetimbangan Hardy-Weinberg
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
1
2
2
2
2
3
4

5
5
8
9
10
10
11
12
15

DAFTAR TABEL
1 Frekuensi alel dan frekuensi genotip gen cGH pada ayam lokal Indonesia
2 Nilai heterozigositas harapan dan nilai heterozigositas pengamatan
3 Hasil analisa keseimbangan Hardy-Weinberg dengan uji chi-kuadrat

8
9
9

DAFTAR GAMBAR

1 Visualisasi hasil amplifikasi gen cGH ayam lokal Indonesia dengan
panjang 367 pb pada gel agarose 1.5%
2 Posisi penempelan primer dan titik potong enzim MspI pada sekuen gen
cGH berdasarkan Gen Bank (nomor akses: D10484.1)
3 Visualisasi hasil PCR-RFLP gen cGH|MspI ayam lokal Indonesia pada
gel agarose 2% dengan genotip AA (367 pb), BB (259 pb, 108 pb) dan
AB (367 pb, 259 pb, 108pb)

5
6

7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam lokal memiliki potensi genetik yang bernilai ekonomis tinggi seperti
produksi daging dan telur dengan segmentasi pasar yang khusus, kemampuan
bertahan terhadap iklim tropis yang lebih panas serta sistem imun yang lebih baik.
Pemanfaatan ayam lokal di Indonesia sampai saat ini masih terfokus pada taraf
budidaya sehingga ayam lebih banyak digunakan sebagai final stock penghasil

daging dan telur. Belum banyak upaya yang serius dan kontinyu untuk
memanfaatkan ayam lokal sebagai bahan baku genetik guna membentuk ayam
unggul. Penelitian yang intensif terhadap ayam lokal melalui program pemuliaan
sifat-sifat ekonomis disertai dengan seleksi yang terarah akan mampu
meningkatkan mutu genetiknya.
Identifikasi keragaman suatu gen dilakukan untuk memperoleh marka
genetik yang dapat mempermudah seleksi secara molekuler dan salah satu
metodenya adalah PCR-RFLP. PCR (polymerase chain reaction) merupakan
reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA menggunakan enzim
dan oligonukleotida sebagai primer pada mesin thermal cycler (Muladno 2010).
Green (1998) menyatakan bahwa RFLP merupakan fragmen DNA hasil
pemotongan enzim endonuklease untuk berbagai individu. Marker DNA RFLP
memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi dan digunakan untuk mengidentifikasi
gen-gen yang mengkode sifat-sifat penting, salah satunya gen hormon
pertumbuhan.
Gen hormon pertumbuhan pada ayam atau dikenal dengan chicken growth
hormone (cGH) merupakan salah satu gen penting yang dapat mempengaruhi
performa ayam karena fungsinya yang penting dalam pertumbuhan dan
metabolisme. Gen cGH terletak pada kromosom lq4 dan memiliki panjang 3 901
pb yang terdiri dari 5 ekson dan 4 intron (Tanaka et al. 1992). Nilai ekonomis
dari gen cGH berdasarkan analisa Kuhnlein et al. (1997) pada 12 bangsa ayam
White Leghorn non inbreed menggunakan PCR-RFLP dengan 3 situs MspI dan 1
situs SacI dilaporkan terdapat alel yang berlokasi pada intron 1, 3 dan 4 yang
berpengaruh terhadap produksi telur serta resisten terhadap penyakit marek dan
avian leukosis. Makhsous et al. (2013) menemukan 1 lokus SacI pada gen cGH
intron 4 dalam populasi ayam lokal Iran yang berasosiasi dengan produksi telur
dan laju bertelur. Biangxue et al. (2003) juga menemukan 1 lokus MspI pada gen
cGH intron 4 dalam populasi ayam lokal China yang berasosiasi dengan
kecepatan pertumbuhan otot dada dan lemak abdominal. Oleh karena itu, gen
cGH dapat digunakan sebagai gen penanda genetik pada proses seleksi untuk
meningkatkan performa ayam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keragaman gen cGH intron 4 yang
terletak pada kromosom lq4 pada ayam lokal Indonesia dan persilangannya serta
ayam ras pedaging dan ras petelur sebagai kontrol dengan metode PCR-RFLP.

2
Ruang Lingkup Penelitian
Identifikasi keragaman gen cGH ayam lokal Indonesia dan persilangannya
serta ayam ras pedaging dan ras petelur pada intron 4 menggunakan metode PCRRFLP dengan enzim restriksi MspI.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari Desember
2013 sampai Februari 2014.
Materi
Sampel
Sampel yang digunakan sebagai sumber DNA adalah darah ayam sebanyak
229 sampel yang berasal dari 10 jenis ayam yaitu ayam kampung (29 sampel),
pelung (5 sampel), sentul (32 sampel), ras pedaging (11 sampel), ras petelur (14
sampel), merawang (23 sampel), ras pedaging x kampung (12 sampel), kampung
x ras pedaging (33 sampel), sentul x kampung (50 sampel) dan pelung x sentul
(20 sampel). Ayam merupakan koleksi dari Laboratorium Pemuliaan dan
Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel darah yaitu EDTA,
alkohol 70% dan kapas. Alat yang dibutuhkan yaitu tabung ependorf 1.5 mL,
spuit 3 mL dan spidol permanen.
Bahan yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA yaitu sampel darah, NaCl
0.2%, SDS (sodium dodesil sulfat) 10%, proteinase 5 mg mL-1, 1 x STE (sodium
tris EDTA), fenol, CIAA (klorofom iso amil alkohol), NaCl 5M, ETOH (etanol
alkohol) absolut, ETOH 70% dan TE (tris elusion) 80%. Alat yang dibutuhkan
yaitu tabung ependorf 1.5 mL, 1 set pipet mikro beserta tipnya, vortex, centrifuge,
inkubator dan freezer.
Bahan yang dibutuhkan untuk amplifikasi DNA yaitu sampel DNA, primer
forward 5’-GCCTGGGAGCAAACAAACCC-3’ dan reverse 5’-CCATGACACT
TCAGCTGCAGC-3’, DW (air destilasi) dan GoTaq® Green Master Mix. Alat
yang dibutuhkan yaitu 1 set pipet mikro beserta tipnya dan mesin thermal cycler.
Bahan yang dibutuhkan untuk pemotongan DNA yaitu DNA hasil PCR, DW,
buffer tango dan enzim restriksi MspI. Alat yang dibutuhkan yaitu 1 set pipet
mikro beserta tipnya dan inkubator.
Bahan yang dibutuhkan untuk elektroforesis yaitu agarose, 0.5 x TBE (tris
borat EDTA), EtBr (etidium bromid) dan DNA pengukur yang berukuran 100 pb.
Alat yang dibutuhkan yaitu timbangan, pipet mikro beserta tipnya, gelas piala,

3
microwave, hotplate, tray pencetak gel, tank elektroforesis (mupid), power supply
100 V dan UV transilluminator dilengkapi kamera polaroid.
Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Ayam dikondisikan di lokasi pengambilan darah. Bagian sayap kiri ayam di
sekitar vena axillaris dibersihkan dari bulu dan kotoran menggunakan alkohol
70% kemudian darah diambil menggunakan spuit.
Darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam tabung ependorf 1.5 mL
yang telah diisi dengan EDTA. Darah dihomogenkan segera agar tidak beku.
Sampel darah kemudian disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4 ºC.
Ekstraksi DNA
Metode ekstraksi DNA berdasarkan Sambrook et al. (1989) yaitu tabung
ependorf 1.5 mL yang akan digunakan diberi label terlebih dahulu. Sebanyak 20
µL sampel darah dimasukkan ke dalam tabung ependorf 1.5 mL, kemudian
ditambahkan 1 000 µL NaCl 0.2%, dihomogenkan, didiamkan selama 5 menit lalu
disentrifugasi pada kecepatan 8 000 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Bagian
supernatan yang terbentuk dibuang.
Sebanyak 40 µL SDS 10%, 10 µL proteinase 5 mg mL-1 dan 1 x STE
ditambahkan sampai 400 µL kemudian dikocok pelan dalam inkubator suhu 55 ºC
selama 2 jam. Sebanyak 400 µL fenol, 400 µL CIAA dan 40 µL NaCl 5 M
ditambahkan lalu dikocok pada suhu ruang selama 1 jam kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan
ke dalam tabung ependorf baru menggunakan pipet sebanyak 400 µL. Sebanyak
800 µL ETOH absolut dan 40 µL NaCl 5M ditambahkan ke dalam tabung lalu
dilakukan freezing over night.
Sampel yang telah didiamkan dalam freezer kemudian didiamkan pada suhu
ruang lalu disentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit. Bagian
supernatan dibuang lalu ditambahkan 800 µL ETOH 70% dan disentrifugasi pada
kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit kemudian bagian supernatan dibuang
kembali. Sampel didiamkan di ruang terbuka sampai alkohol kering lalu
sebanyak 100 µL TE 80% ditambahkan kemudian DNA dapat disimpan dalam
freezer sampai akan digunakan.
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP)
Primer diencerkan menggunakan TE primer sesuai komposisi yag
ditentukan. Sebanyak 25 µL forward dicampur degan 25 µL reverse lalu
ditambahkan 50 µL DW dalam tabung ependorf 1.5 mL kemudian disentrifugasi.
Cocktail larutan PCR dibuat dengan campuran primer, GoTaq® Green Master
Mix dan DW sesuai dengan perhitungan jumlah sampel yang akan diamplifikasi
lalu cocktail dihomogenkan dan disentrifugasi. Sampel dimasukkan ke dalam
tabung 0.2 mL sebanyak 2 µL lalu ditambahkan cocktail sebanyak 14 µL
kemudian dimasukkan ke dalam mesin thermal cycler dengan suhu penempelan
primer 60 ºC.

4
Cocktail larutan untuk pemotongan dibuat dengan campuran DW, buffer
tango dan enzim restriksi MspI sesuai dengan perhitungan jumlah sampel yang
akan dipotong lalu dihomogenkan dan disentrifugasi. Sampel sebanyak 5 µL
dimasukkan ke dalam tabung 0.5 mL lalu ditambahkan cocktail sebanyak 2 µL
lalu disentrifugasi dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37 ºC.
Elektroforesis
Hasil ekstraksi, amplifikasi dan pemotongan dielektroforesis dengan
persentase gel agarose yang berbeda. Sampel hasil ekstraksi dielektroforesis
dengan gel agarose 1% yang terdiri dari 0.2 g agarose, 20 mL TBE dan 1.8 µL
EtBr. Hasil amplifikasi dielektroforesis dengan gel agarose 1.5% yang terdiri dari
0.3 g agarose, 20 mL TBE dan 1.8 µL EtBr.
Hasil pemotongan dielektroforesis dengan gel agarose 2% yang terdiri dari
0.4 g agarose, 20 mL TBE dan 1.8 µL EtBr. Gel ditunggu hingga mengeras
selama 10 menit. Sebanyak 5 µL sampel yang akan dielektroforesis dimasukkan
ke dalam sumur sel. Sumur yang pertama diisi DNA pengukur yang berukuran
100 pb. Elektroforesis dilakukan menggunakan mupid dengan arus 100 V selama
30 menit lalu divisualisasi menggunakan UV transilluminator.
Analisis Data
Frekuensi Genotip dan Frekuensi Alel
Frekuensi genotip (xii) dapat diketahui melalui perbandingan jumlah genotip
tertentu pada setiap sampel (Nei dan Kumar 2000) dengan rumus sebagai berikut:
nii
xii =
N
Frekuensi alel (xi) adalah rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel
pada suatu lokus dalam populasi, dengan rumus sebagai berikut:
xi =

2nii + ∑ nij
2N

Keterangan:
= frekuensi genotip ke- ii
xii
= frekuensi alel ke- i
xi
= jumlah individu bergenotip ii
nii
= jumlah individu bergenotip ij
nij
N
= jumlah sampel

Heterozigositas
Keragaman genetik diketahui melalui perkiraan heterozigositas pengamatan
yang diperoleh dengan rumus Weir (1996) sebagai berikut:
n ij
Ho = ∑i≠j
N

Keterangan:
Ho = heterozigositas pengamatan
nij = jumlah individu heterozigot
N = jumlah individu yang diamati

Heterozigositas harapan (He) berdasarkan frekuensi alel (Nei dan Kumar
2000) dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

5
q

He = 1 − ∑i=1 xi2

Keterangan:
He = nilai heterozigositas harapan
xi² = frekuensi alel ke- i
q
= jumlah alel

Keseimbangan Hardy-Weinberg
Keragaman Hardy-Weinberg dapat diketahui dengan menggunakan chikuadrat (Hartl dan Clark 1997):
X2 = ∑

(O−E)2
E

Keterangan:
X2 = uji chi-kuadrat
O = jumlah genotip pengamatan
E = jumlah genotip harapan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen Growth Hormone (GH|MspI)
Gen cGH pada ayam lokal Indonesia dan persilangannya berhasil
diamplifikasi menggunakan primer forward 5’-GCCTGGGAGCAAACAAACCC
-3’ dan reverse 5’-CCATGACACTTCAGCTGCAGC-3’ dengan panjang produk
PCR 367 pb. Hasil amplifikasi gen cGH yang diperoleh dari gel agarose 1.5%
ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Visualisasi hasil amplifikasi gen cGH ayam lokal Indonesia dengan
panjang 367 pb pada gel agarose 1.5%. M (marker 100 pb) dan 1-12
(sampel DNA ayam lokal)
Keberhasilan amplifikasi gen cGH pada intron 4 sebesar 100%. Proses
amplifikasi terjadi sesuai prinsip PCR yang diawali dengan tahap denaturasi DNA
menjadi rantai tunggal (denaturation), penempelan primer (annealing) dan
pemanjangan primer (extension) yang terjadi di dalam mesin thermal cycler

6
(Muladno 2010). Umumnya sebelum proses PCR dimulai, dilakukan pre
denaturasi yang pada penelitian ini dilakukan pada suhu 95 ºC selama 5 menit.
Tujuan pre denaturasi adalah untuk meyakinkan bahwa molekul DNA target yang
ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar terdenaturasi (Sulandari dan Zein
2003).
Proses selanjutnya yaitu denaturasi DNA pada suhu 95 ºC selama 10 detik.
Denaturasi adalah proses pembelahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal.
Suhu umum untuk denaturasi DNA berkisar 94-95 ºC selama 30 detik sesuai
dengan banyaknya nukleotida G/C. Apabila DNA target mengandung banyak
nukleotida G/C maka suhu denaturasi dapat ditingkatkan (Sulandari dan Zein
2003). Proses berikutnya adalah penempelan primer pada suhu yang lebih rendah
yaitu 60 ºC selama 20 detik. Suhu penempelan primer pada penelitian ini berbeda
dengan Makhsous et al. (2013) yaitu pada suhu 62 ºC untuk primer forward dan
54 ºC untuk primer reverse selama 30 detik. Hal ini dikarenakan produk PCR
pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan produk PCR pada penelitian
Makhsous et al. (2013) yaitu 367 pb. Suhu penempelan primer ditentukan oleh
panjang primer yang digunakan, semakin panjang primer maka semakin tinggi
suhu penempelan primernya (Sulandari dan Zein 2003). Posisi penempelan
primer pada sekuen gen cGH berdasarkan Gen Bank (nomor akses: D10484.1)
ditampilkan pada Gambar 2.
1
51
101
151
201
251
301
351

gcctgggagc
gtggtgcccc
gtttgagctg
gggggctctg
tgcaatcctt
ttctgtgatc
gttccatgat
gacacttcag

aaacaaaccc
atccctggag
gtggggggc
agatcccttc
gaaggtccct
cttaaggtcc
ctcagaggcc
ctgcagc

tccgtcctga
gtcccaaggc
cccagcccca
caacacaacc
tccaacccaa
cttccaaccc
ccttcccacc

cattttcgat
catggatgga
tggccagggg
atgctgtgat
cggtgccacg
aaccatgcca
caaccacgcc

cagaaaagtt
gccctgggca
gtgagacggg
tccacagccc
attccatggt
tcattccatg
gtgattccat

forward : 5’-gcctgggagcaaacaaaccc-3’
reverse : 5’-ccatgacacttcagctgcagc-3’

Gambar 2 Posisi penempelan primer dan titik potong enzim MspI pada sekuen gen
cGH berdasarkan Gen Bank (nomor akeses: D10484.1)
Primer yang telah menempel pada target kemudian mengalami ekstensi atau
pemanjangan pada suhu 72 ºC selama 30 detik. Pemanjangan terjadi karena
primer dengan bantuan enzim DNA polimerase membentuk untaian DNA yang
sesuai dengan runutan DNA yang terbelah dengan kecepatan penyusunan
nukleotida antara 35-100 nukleotida per detik (Sulandari dan Zein 2003). Proses
akhir yaitu pos ekstensi dengan suhu 72 ºC selama 5 menit untuk memastikan
bahwa semua hasil PCR berbentuk untai ganda. Ketiga tahapan utama yang
terdiri dari denaturasi, penempelan dan pemanjangan primer merupakan 1 siklus
termal. Jumlah siklus termal yang dilakukan pada penelitian ini adalah 35 siklus
sehingga jumlah fragmen yang diamplifikasi adalah 235.
Pemotongan fragmen DNA selanjutnya dilakukan menggunakan enzim
MspI dengan situs potong c|cgg. Suhu inkubasi yang digunakan adalah 37 ºC
selama 16 jam. Hasil visualiasi PCR-RFLP pada gen cGH yang terlihat pada gel
agarose 2% ditampilkan pada Gambar 3.

7

Gambar 3 Visualisasi hasil PCR-RFLP gen cGH|MspI ayam lokal Indonesia pada
gel agarose 2% dengan genotip AA (367 pb), BB (259 pb, 108 pb) dan
AB (367 pb, 259 pb, 108pb). M (marker) dan 1-13 (sampel DNA
ayam lokal)
Berdasarkan hasil visualisasi dengan gel agarose 2% ditemukan 1 titik
potong oleh enzim restriksi MspI pada basa ke-108 (basa ke- 745 pada intron 4
atau basa ke- 3 197 pada sekuen lengkap gen cGH berdasarkan Tanaka et al.
(1992). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Makhsous et al.
(2013) pada ayam petelur Iran yaitu terjadi pemotongan oleh enzim restriksi MspI
pada basa ke- 3 093, basa ke- 3 189, basa ke- 3 197 dan basa ke- 3 293 dari
sekuen lengkap gen cGH. Titik potong enzim MspI yang ditemukan pada
penelitian ini berada pada basa ke- 3 197 dengan produk PCR berada pada basa
ke- 3 091 sampai basa ke- 3 452 dari sekuen lengkap gen cGH.
Hasil genotyping menunjukkan bahwa terjadi mutasi pada basa ke- 109.
Mutasi yang terjadi adalah mutasi transisi yaitu perubahan basa antar basa purin
atau antar basa pirimidin (Hardjosubroto 2001). Mutasi yang ditemukan pada
penelitian ini adalah perubahan basa pirimidin yaitu timin (T) menjadi sitosin (C).
Penelitian ini menemukan 3 macam genotip yaitu AA, BB dan AB, dengan
2 alel yaitu A dan B. Alel A jika tidak terpotong dan alel B jika ada 1 titik potong
pada basa ke- 108 sehingga muncul 2 pita pada basa ke- 108 dan basa ke- 259.
Genotip AA diidentifikasi jika tidak ada pemotongan oleh enzim MspI sehingga
hanya muncul 1 pita hasil produk PCR dengan panjang 367 pb. Genotip BB jika
ada 1 titik potong pada basa ke- 108 sehingga akan muncul 2 pita yang berada
pada basa ke- 259 dan basa ke- 108. Genotip AB ditandai dengan munculnya 3
pita pada basa ke- 367, basa ke- 259 dan basa ke- 108. Ayam dengan genotip AA
dan BB disebut homozigot. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tetuanya
mewariskan alel yang sama yaitu kedua tetua mewariskan alel A pada individu
yang bergenotip AA, demikian halnya untuk individu yang bergenotip BB
memperoleh alel B dari kedua tetuanya. Individu yang bergenotip AB disebut
heterozigot. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tetuanya mewariskan alel yang
berbeda yaitu alel A dan B (Noor 2010).

8
Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip GH|MspI
Berdasarkan hasil genotyping diketahui bahwa sampel yang dianalisa yaitu
ayam kampung, pelung, sentul, ras pedaging, merawang, ras pedaging x kampung,
kampung x ras pedaging, sentul x kampung dan pelung x sentul memiliki alel
polimorfik, sedangkan ayam ras petelur memiliki alel monomorfik. Berikut hasil
perhitungan frekuensi genotip dan frekuensi alel dari semua sampel ayam
disajikan pada Tabel 1.

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 1 Frekuensi alel dan frekuensi genotip gen cGH
Genotip
Jenis Ayam
AA
AB
BB
Kampung
0.83 (24) 0.17 (5) 0.00 (0)
Pelung
0.80 ( 4) 0.20 (1) 0.00 (0)
Sentul
0.84 (27) 0.16 (5) 0.00 (0)
Ras Pedaging
0.91 (10) 0.09 (1) 0.00 (0)
Ras Petelur
1.00 (14) 0.00 (0) 0.00 (0)
Merawang
0.91 (21) 0.09 (2) 0.00 (0)
Ras Pedaging x Kampung
0.84 (10) 0.08 (1) 0.08 (1)
Kampung x Ras Pedaging
0.91 (30) 0.09 (3) 0.00 (0)
Sentul x Kampung
0.92 (46) 0.08 (4) 0.00 (0)
Pelung x Sentul
0.90 (18) 0.10 (2) 0.00 (0)

A
0.91
0.90
0.92
0.95
1.00
0.96
0.88
0.95
0.96
0.95

Alel
B
0.09
0.10
0.08
0.05
0.00
0.04
0.12
0.05
0.04
0.05

Hasil analisa menunjukkan bahwa semua populasi ayam memiliki 2 genotip
yaitu AA dan AB kecuali ayam ras petelur yang hanya memiliki 1 genotip yaitu
AA dan ayam ras pedaging x kampung yang memiliki 3 genotip yaitu AA, AB
dan BB. Munculnya genotip BB pada 1 individu ayam ras pedaging x kampung
dapat terjadi karena individu tersebut memperoleh alel yang berbeda dari kedua
tetuanya (Noor 2010).
Frekuensi genotip merupakan proporsi suatu genotip relatif terhadap semua
genotip yang ada dalam suatu populasi (Noor 2010). Hardjosubroto (2001)
menjelaskan bahwa frekuensi genotip adalah peluang munculnya genotip tersebut
dalam populasi. Secara keseluruhan, frekuensi genotip AA pada semua populasi
ayam lebih besar daripada frekuensi genotip AB. Hasil analisa ini sejalan dengan
hasil analisa Makhsous et al. (2013) bahwa frekuensi genotip AA pada ayam
lokal Iran tipe petelur juga lebih besar dibandingkan genotip lainnya yaitu 0.338.
Merujuk pada pengertian frekuensi genotip menurut Hardjosubroto (2001), maka
peluang munculnya genotip AA pada ayam lokal Indonesia dan persilangannya
yang dianalisa pada penelitian ini lebih besar dibandingkan genotip AB.
Suatu alel bersifat polimorfik apabila memiliki frekuensi alel sama dengan
atau kurang dari 0.99 (Nei 1987). Berdasarkan hasil genotyping diketahui bahwa
nilai frekuensi alel A pada semua populasi (kecuali ayam ras petelur) berkisar
antara 0.88-0.96, sedangkan nilai frekuensi alel B berkisar antara 0.04-0.12. Hal
ini menunjukkan bahwa gen cGH pada lokus MspI bersifat polimorfik dan dapat
dipergunakan sebagai marka seleksi pertumbuhan dan produksi, kecuali pada
ayam ras petelur bersifat monomorfik karena nilai frekuensi alelnya mencapai
1.00. Penelitian yang dilakukan oleh Makhsous et al. (2013) terhadap ayam lokal
Iran juga menunjukkan bahwa frekuensi alel A lebih besar dibandingkan alel B

9
dan C yaitu sebesar 0.599. Hasil penelitian Nie et al. (2002) pada 20 populasi
ayam lokal China menunjukkan bahwa frekuensi alel A lebih besar dibandingkan
alel B, C, D dan E yaitu bekisar antara 0.455-0.948. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Bingxue et al. (2003) menemukan bahwa terdapat perubahan basa
timin (T) menjadi sitosin (C) pada gen cGH|MspI intron 4 dari populasi ayam
persilangan ras pedaging dan silky. Mutasi ini berasosiasi dengan pertumbuhan
otot dada dan lemak abdominal. Individu yang bergenotip BB (mutasi) memiliki
laju pertumbuhan dan bobot otot dada yang lebih tinggi (6.64%; 105.78 g)
dibandingkan individu bergenotip AB dan AA, sedangkan individu bergenotip AB
memiliki laju pertumbuhan dan bobot otot dada yang lebih tinggi (6.59%; 103.25
g) dibandingkan individu bergenotip AA (6.22%; 93.06 g).
Kecepatan
pertumbuhan otot dada berkorelasi negatif dengan kecepatan pertumbuhan lemak
abdominal. Individu yang bergenotip BB memiliki kecepatan pertumbuhan lemak
abdominal terendah (1.98%) diikuti oleh genotip AB (2.66%) dan genotip AA
(3.21%).
Heterozigositas
Heterozigositas dapat digunakan untuk mengukur keragaman genetik suatu
populasi. Nilai heterozigositas dari populasi ayam yang dianalisa pada penelitian
ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai heterozigositas harapan dan nilai heterozigositas pengamatan
n
Heterozigositas
Heterozigositas
No.
Jenis Ayam
(ekor)
harapan (He)
pengamatan (Ho)
1 Kampung
29
0.16
0.17
2 Pelung
5
0.18
0.20
3 Sentul
32
0.15
0.16
4 Ras Pedaging
11
0.10
0.09
5 Ras Petelur
14
0.00
0.00
6 Merawang
23
0.07
0.09
7 Ras Pedaging x Kampung
12
0.21
0.08
8 Kampung x Ras Pedaging
33
0.10
0.09
9 Sentul x Kampung
50
0.15
0.08
10 Pelung x Sentul
20
0.10
0.10
Nilai heterozigositas penting diketahui untuk mendapatkan gambaran
keragaman genetik suatu populasi. Nilai heterozigositas dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jumlah sampel, jumlah alel dan frekuensi alel (Allendorf
dan Luikart 2006). Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 2
diketahui bahwa nilai heterozigositas harapan (He) dan heterozigositas
pengamatan (Ho) pada semua populasi ayam tidak berbeda. Nilai Ho pada semua
populasi ayam (kecuali ayam ras petelur) yang dianalisa pada penelitian ini berada
pada kisaran 0.08-0.17, berarti nilai heterozigositas berada di bawah 0.5 dan
menggambarkan rendahnya keragaman genetik pada populasi tersebut (Allendorf
dan Luikart 2006).

10
Kesetimbangan Hardy-Weinberg
Analisa kesetimbangan Hardy-Weinberg dilakukan menggunakan uji chikuadrat. Perhitungan Hardy-Weinberg disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisa kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan uji chi-kuadrat
No.
Jenis Ayam
n (ekor)
X² hitung
X² tabel
tn
1
Kampung
29
1.04
3.84
2
Pelung
5
1.20tn
3.84
tn
3
Sentul
32
1.04
3.84
4
Ras Pedaging
11
1.50tn
3.84
5
Ras Petelur
14
tn
6
Merawang
23
1.04
3.84
7
Ras Pedaging x Kampung
12
1.33tn
3.84
tn
8
Kampung x Ras Pedaging
33
1.25
3.84
9
Sentul x Kampung
50
1.02tn
3.84
tn
10 Pelung x Sentul
20
1.05
3.84
Keterangan: tn = tidak nyata (P