Kajian Pola Hubungan Antara Sifat Fisik dan Komposisi Kimiawi Bahan Pakan Hijauan

KAJIAN POLA HUBUNGAN ANTARA SIFAT FISIK DAN
KOMPOSISI KIMIAWI BAHAN PAKAN HIJAUAN

HISAR PM SIMANJUNTAK

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pola
Hubungan Antara Sifat Fisik dan Komposisi Kimiawi Bahan Pakan Hijauan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Hisar PM Simanjuntak
NIM D24080342

ABSTRAK
HISAR PM SIMANJUNTAK. Kajian Pola Hubungan Antara Sifat Fisik dan
Komposisi Kimiawi Bahan Pakan Hijauan. Dibimbing oleh ANURAGA
JAYANEGARA dan M AGUS SETIANA.
Sifat fisik merupakan salah satu metode uji kualitas bahan baku yang
sangat penting selain uji secara kimia dan biologis yang dilakukan untuk
mengetahui kualitas bahan pakan. Dalam penelitian ini diamati sifat fisik dan
komposisi kimia bahan pakan hijauan gamal, kaliandra, lamtoro, indigofera,
trikantera, daun pepaya dan daun singkong serta hubungan antara sifat fisik dan
komposisi kimia bahan pakan tersebut. Penelitian dilakukan selama 2 bulan
dengan mengamati sifat fisik dan analisis proksimat dan van soest untuk
komposisi kimia bahan pakan hijauan. Diperoleh hasil berat jenis dipengaruhi
secara negatif oleh protein kasar (r = -0.654) dan positif oleh abu (r = 0.692)
berbeda nyata pada P < 0.05. Kerapatan tumpukan dipengaruhi secara negatif oleh
protein kasar (r = -0.522) berbeda nyata pada P < 0.05. Kerapatan pemadatan

tumpukan dipengaruhi secara negatif oleh protein kasar (r= -0.644) dan NDICP (r
= -0.767) berbeda nyata pada P < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa hubungan sifat
fisik dengan komposisi kimiawi bahan pakan hijauan berpengaruh kecil kecuali
pada protein kasar.
Kata kunci : bahan pakan hijauan, komposisi kimia, sifat fisik.
ABSTRACT
HISAR PM SIMANJUNTAK. Analysis of the Relation Between Physical
Properties and Chemical Composition of Forage. Supervised by ANURAGA
JAYANEGARA and M AGUS SETIANA.
The physical properties are indicator of testing the quality of raw material
which is very important in addition to chemical and biological tests. This research
observed physical properties and chemical composition of forage materials
Gliricidia sepium, Calliandra calothyrsus, Leucaena leucocephala, Indigofera sp,
Trichantera gigantea, Carica papaya, Manihot utilissima, and the relationship
between the physical properties and chemical composition of the feed materials.
The study was conducted for 2 months by measuring physical properties and
proximate and van soest for chemical composition analysis of forage. The results
showed that specific gravity was negatively affected by crude protein (r = - 0.654)
and positively affected by ash (r = 0.692) were significantly different at P < 0.05.
Bulk density negatively affected by crude protein (r = - 0.522) were significantly

different at P < 0.05. Bulk density compaction negatively affected by crude
protein (r = - 0.644) and neutral detergent insoluble crude protein (r = - 0.767)
were significantly different at P < 0.05. It can be concluded that the relationship
between physical properties and chemical composition of forage have a small
effect excepted for the crude protein.
Keywords : chemical composition, forage, physical properties

KAJIAN POLA HUBUNGAN ANTARA SIFAT FISIK DAN
KOMPOSISI KIMIAWI BAHAN PAKAN HIJAUAN

HISAR PM SIMANJUNTAK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Pola Hubungan Antara Sifat Fisik dan Komposisi Kimiawi
Bahan Pakan Hijauan
Nama
: Hisar PM Simanjuntak
NIM
: D24080342

Disetujui oleh

Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt,M.Sc
Pembimbing I

Ir. M Agus Setiana, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof. Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti S, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul Kajian Pola Hubungan Sifat Fisik dan Komposisi Kimiawi Bahan
Pakan Hijauan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bulan
September hingga Oktober 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan komposisi fisik dan kimia
bahan pakan hijauan serta pola hubungan antara sifat fisik dan komposisi kimia
bahan pakan hijauan tersebut. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, April 2014
Hisar PM Simanjuntak

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan

2

MATERI DAN METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Materi

2

Bahan

2


Peralatan

2

Metode

3

Sifat Fisik

3

Berat Jenis (Khalil 1999a)

3

Kerapatan Tumpukan (Khalil 1999a)

3


Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil 1999a)

3

Sudut Tumpukan (Khalil 1999b)

3

Komposisi Kimia

3

Kadar Air

3

Kadar Protein Kasar

4


Kadar Serat Kasar

4

Kadar Abu

4

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

5

Perlakuan

5

Peubah yang Diamati

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Sifat Fisik Bahan Pakan

5

Komposisi Kimia Bahan Pakan

7

Hubungan Sifat Fisik dengan Komposisi Kimia
SIMPULAN DAN SARAN

10
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

17

UCAPAN TERIMA KASIH

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Rataan komposisi sifat fisik bahan pakan hijauan.
Rataan komposisi kimia bahan pakan hijauan.
Rataan komposisi kimia bahan pakan hijauan
Matriks korelasi antara sifat fisik dan komposisi kimia bahan pakan.

6
7
8
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Anova pengaruh perlakuan terhadap berat jenis
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap berat jenis
Anova pengaruh perlakuan terhadap sudut tumpukan
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap sudut tumpukan
Anova pengaruh perlakuan terhadap kerapatan tumpukan
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap kerapatan tumpukan
Anova pengaruh perlakuan terhadap kerapatan pemadatan tumpukan
Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap kerapatan pemadatan
tumpukan

14
14
14
15
15
15
15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor
seperti pembiakan (breeding), pemberian pakan (feeding), dan manajemen. Jika
dilihat dari total biaya pada suatu produksi usaha peternakan unggas maka faktor
pakanlah yang memerlukan biaya paling besar yaitu sekitar 75%. Pakan memiliki
peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk
mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (seperti susu dan daging) serta
tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya
tahan tubuh dan kesehatan. Pakan yang sering diberikan pada ternak antara lain
berupa hijauan dan konsentrat (makanan penguat). Ternak ruminansia (pemamah
biak) seperti sapi, kerbau, kambing dan domba secara alami membutuhkan
hijauan berupa rumput-rumputan dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan
pakan yang penting bagi ternak ruminansia. Hijauan pakan ternak adalah semua
bentuk bahan pakan berasal dari tanaman atau rumput termasuk leguminosa baik
yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar
(Akoso 1996). Menurut Siregar (1994) hijauan diartikan sebagai pakan yang
mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam
ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber
utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan. Hijauan dapat diperoleh dari
hijauan liar (yang tidak sengaja ditanam atau tumbuh dengan sendirinya) ataupun
hijauan hasil budidaya (yang sengaja ditanam dan dipelihara). Hijauan makanan
ternak bisa berasal dari jenis rumput (Graminae), leguminosa dan hijauan dari
tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru dan lain sebagainya (AAK
1983).
Suatu usaha peternakan akan lebih mengefisienkan biaya dalam hal pakan
namun tetap harus memiliki kualitas yang baik sehingga tidak menimbulkan
kerugian, sehingga sektor pakan merupakan hal yang penting yang harus
diperhatikan dalam suatu usaha peternakan. Pada industri-industri pakan ternak,
industri-industri tersebut mempunyai produk berupa pakan ternak dengan kualitas
dan kuantitas yang berbeda. Bahan pakan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas ransum. Bahan pakan digunakan sebagai bahan baku
penyusun ransum atau bahan yang bisa diberikan secara langsung untuk dimakan
oleh ternak. Sifat fisik merupakan salah satu metode uji kualitas bahan baku yang
sangat penting selain uji secara kimia dan biologis yang dilakukan untuk
mengetahui kualitas bahan pakan. Sifat fisik bahan pakan merupakan faktor
penting dalam penyusunan ransum, pengolahan, penyimpanan, serta pengemasan
pakan dalam suatu industri peternakan. Sifat fisik merupakan sifat dasar yang
dimiliki oleh suatu bahan yang dapat dijadikan salah satu kriteria untuk
menetapkan mutu dan keefisienan proses produksi. Pengetahuan sifat fisik bahan
pangan telah banyak diteliti, tetapi sifat fisik bahan pakan sampai saat ini masih
sangat terbatas informasinya. Beberapa sifat fisik pakan yang penting, yaitu
kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, sudut tumpukan,
daya ambang dan faktor higroskopis. Khalil (1999) juga mengemukakan sifat fisik

2
yang perlu diperhatikan dalam bahan pakan antara lain berat jenis, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan, karena sifat-sifat
tersebut sangat terkait dengan proses penanganan dan pengolahan bahan pakan.
Melalui penelitian ini diharapkan peternak bisa menentukan komposisi kimia
suatu bahan pakan hijauan hanya dengan melihat komposisi fisik bahan pakan
hijauan tersebut maupun sebaliknya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati komposisi fisik dan kimia
hijauan bahan pakan serta pola hubungan antara sifat fisik dan komposisi kimiawi
bahan pakan hijauan tersebut.

MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan September-Oktober
2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Bahan
Penelitian ini menggunakan hijauan bahan pakan gamal (Gliricidia
sepium), kaliandra (Calliandra calothyrsus), lamtoro (Leucaena leucocephala),
indigofera (Indigofera sp), trikantera (Trichantera gigantea), daun pepaya (Carica
papaya), daun singkong (Manihot utilissima). Bahan pakan hijauan yang
digunakan dipanen dan dikeringkan di sinar matahari kemudian digiling, dari hasil
gilingan bahan pakan hijauan diambil masing-masing 2 kg yang akan digunakan
dalam penelitian.
Peralatan
Peralatan yang digunakan ialah alat uji fisik (corong, gelas ukur, mistar,
timbangan, pengaduk) dan alat uji proksimat untuk komposisi kimiawi uji kadar
air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein kasar, neutral detergent insoluble
crude protein (NDICP), acid detergent insoluble crude protein (ADICP), alat uji
van soest untuk uji neutral detergent fiber (NDF), acid detergent fiber (ADF)
serta peralatan lain yang menunjang kegiatan penelitian.

3
Metode
Sifat Fisik
Berat Jenis (Khalil 1999a)
Berat jenis diukur dengan prinsip perubahan volume air (hukum
Archimedes) pada gelas ukur. Sampel sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam gelas
ukur yang berisi 300 ml air kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat
penghilangan ruang udara antar partikel ransum. Berat jenis dihitung dengan
rumus:
Berat bahan (g)
Berat jenis (g ml-1) =
Perubahan volume aquades (ml)
Kerapatan Tumpukan (Khalil 1999a)
Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak
100 g ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat
ketinggiannya berdasarkan ketinggian yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan
tumpukan dihitung dengan rumus:
Berat bahan (kg)
Kerapatan tumpukan (kg m-3) =
Volume ruang (m3 )
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil 1999a)
Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti
kerapatan tumpukan tetapi volume sampel dibaca setelah dilakukan proses
pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak
berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus:
Berat bahan (kg)
Kerapatan pemadatan tumpukan (kg m-3) =
Volume setelah pemadatan (m3 )
Sudut Tumpukan (Khalil 1999b)
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel
pada ketinggian tertentu melalui corong yang dipasang pada kaki tiga sampai
sampel jatuh pada bidang datar yang beralaskan bidang datar. Pengukuran
diameter dilakukan dengan menggunakan mistar dan di sisi yang sama setiap
pengukuran. Satuan sudut tumpukan dinyatakan dalam derajat (°), sehingga
diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t), maka besar sudut tumpukan dihitung
dengan rumus:
2t
Sudut tumpukan = Cot
d
Komposisi Kimia
Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air bahan pada
saat awal dengan cara sampel yang akan diuji kadar air ditimbang sebanyak 5 g
dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven 105 °C selama 24 jam.
Perhitungan kadar air dengan menggunakan rumus:

4
Kadar air (%) =

Berat awal-Berat akhir
Berat awal

×100%

Protein Kasar
Sampel sebanyak 0.3 g dimasukkan ke dalam labu destruksi atau labu
Kjeldahl dan ditambahkan kira-kira 1 g katalis campuran selen pekat. Kemudian
campuran tersebut dipanaskan di atas api pembakar bunsen sampai tidak berbuih
lagi kemudian di destilasi lalu di titrasi dengan larutan NaOH. Perhitungan kadar
protein kasar dengan menggunakan rumus :
Volume Blanko – Volume NaOH x 14 x 6.25
×100%
Protein kasar (%) =
Berat awal
Kadar Serat Kasar
Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan
H2SO4 kemudian dipanaskan selama 15 menit. Setelah itu disaring dengan kertas
saring dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya cawan porselen
serta isinya dibakar dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600 °C.
Perhitungan kadar serat kasar dengan menggunakan rumus :
Berat awal-Berat akhir-Berat kertas
Serat kasar (%) =
×100%
Berat sampel
Kadar Abu
Sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan dan dipijarkan di atas nyala
bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik
untuk diabukan pada suhu 400–600 °C. Perhitungan kadar abu dengan
menggunakan rumus :
Berat awal-Berat akhir
Kadar abu (%) =
×100%
Berat awal
Uji Van Soest
Timbang bahan sampel sebanyak 0.5–1 g masukan kedalam gelas beaker
600 ml. Tambahkan 100 ml larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Letakkan
pada pemanas (hot plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas. Siapkan
gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan larutan
kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang terlarut cukup
dengan vakum yang rendah dayanya. Kemudian bagian padatnya bisa dimasukan
ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai semua sampel sesuai
dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali dengan
aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan minimal
selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari berikutnya)
pada suhu 105 °C dalam oven. Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering
residu NDF/ADF
Berat awal-Berat akhir
×100%
Kadar NDF/ADF (%) =
Berat awal
Untuk uji NDICP/ADICP dengan cara residu dari NDF/ADF diuji dengan
menggunakan prosedur uji protein seperti pada komposisi kimia.

5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7
perlakuan dengan 4 kali ulangan untuk uji fisik dan 2 kali ulangan untuk uji
proksimat dengan rumus :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan:
Yij
= Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Error (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j
Perlakuan
P1 = Gamal (Gliricidia sepium)
P2 = Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
P3 = Lamtoro (Leucaena leucocephala)
P4 = Indigofera (Indigofera sp)
P5 = Trikantera (Trichantera gigantea)
P6 = Daun pepaya (Carica papaya)
P7 = Daun singkong (Manihot utilissima)
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi sifat fisik yang terdiri
dari berat jenis (BJ), sudut tumpukan (ST), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan
pemadatan tumpukan (KPT) dan komposisi kimia yang terdiri dari berat kering
(BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), kadar abu (Abu), NDF, ADF, NDICP
dan ADICP. Analisis data yang diperoleh akan menggunakan analisis sidik ragam
(anova) untuk uji sifat fisik jika menunjukkan perbedaan yang signifikan
dilanjutkan dengan uji duncan dan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan
antara sifat fisik dengan komposisi kimia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Bahan Pakan
Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan yang
dapat dijadikan salah satu kriteria untuk menetapkan mutu dan efisiensi dalam
proses produksi. Pengetahuan sifat fisik bahan pangan telah banyak diteliti, tetapi
sifat fisik bahan pakan sampai saat ini masih sangat terbatas informasinya.
Menurut Kling dan Woehlbier (1983) dalam Khalil (1999a), ada tujuh sifat pakan
yang penting, yaitu ukuran partikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis.
Sifat fisik dan tekstur bahan menentukan parameter yang penting untuk
merancang alat proses (pengolahan), memenuhi syarat pengemasan, serta kondisi

6
penyimpanan (Wirakartakusumah 1992). Sutardi (1997) mengemukakan bahwa
keberhasilan pengembangan teknologi pakan, seperti pengadukan ransum, laju
aliran pakan dalam organ pencernaan, proses absorpsi dan deteksi kandungan
protein semuanya terkait erat dengan pengetahuan tentang sifat fisik pakan. Khalil
(1999) juga mengemukakan sifat fisik yang perlu diperhatikan dalam bahan pakan
antara lain berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan
sudut tumpukan, karena sifat-sifat tersebut sangat terkait dengan proses
penanganan dan pengolahan bahan pakan. Sifat fisik bahan pakan hijauan
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Rataan komposisi sifat fisik bahan pakan hijauan.
BJ (g ml-1)
ST (°)
KT (kg m-3)
KPT (kg m-3)
Gamal
0.69ab ±0.04 35.18bc ±0.39 332c ± 5.00
448c ± 5.00
Kaliandra
0.83c ±0.01 33.22a ±0.70 373d ± 5.00
500e ± 0.00
Lamtoro
0.88cd ±0.08 35.08bc ±0.80 338c ± 5.00
463cd ±26.3
Indigofera
0.72b ±0.01 35.84bc ±0.93 303b ± 5.00
403b ± 9.57
Trikantera
0.80c ±0.05 35.04bc ±2.16 283a ±12.58
385b ±17.32
Daun pepaya
0.92d ±0.09 36.68c ±0.64 368d ± 9.57
477d ±15.00
Daun singkong 0.61a ±0.03 34.19ab ±1.55 280a ± 0.00
363a ± 9.57
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata (P < 0.05); BJ = berat jenis; ST = sudut
tumpukan; KT = kerapatan tumpukan; KPT = kerapatan pemadatan
tumpukan.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan jenis hijauan
berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap sifat fisik bahan pakan hijauan. Berat jenis
adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis
memberikan pengaruh terhadap daya ambang dari partikel, homogenitas dan
merupakan faktor penentu dari densitas curah, penyampuran partikel dan
stabilitasnya dalam pencampuran pakan sehingga berat jenis memegang peranan
penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan (Kling
dan Woelhbier 1997 dalam Khalil 1999a). Penelitian ini memperoleh nilai berat
jenis dari bahan pakan berada pada kisaran 0.61-0.92 g ml-1. Nilai ini jika di
bandingkan dengan air maka komponen bahan pakan ini akan mengapung di
dalam air karena berat jenis air 1 g ml-1. Berat jenis dipengaruhi oleh komposisi
kimia bahan pakan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel
(Suadnyana 1998).
Sudut tumpukan merupakan sudut yang terbentuk antara bidang datar
dengan kemiringan tumpukan bahan ketika bahan di curahkan dari ketinggian
tertentu ke bidang datar. Sudut tumpukan menunjukkan kriteria dari partikel
bahan pakan ketika bergerak bebas, semakin bebas suatu partikel bergerak maka
sudut tumpukan yang dibentuknya semakin kecil. Geldart et al. (1990)
menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat
dan produktif untuk menunjukkan laju aliran bahan. Sudut tumpukan juga
berpengaruh dalam proses pemindahan dan pengangkutan bahan pakan. Nilai
sudut tumpukan dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu 20-30° termasuk
bahan yang sangat mudah mengalir, 30-38° termasuk bahan yang mudah mengalir,
38-45° termasuk bahan yang sedang dan 45-55° termasuk bahan yang sulit

7
mengalir. Nilai sudut tumpukan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berada
pada kisaran 33.22-36.68° termasuk kedalam kategori bahan yang mudah
mengalir yang artinya partikel bahan pakan yang digunakan dapat bergerak
dengan sangat bebas.
Kerapatan tumpukan (bulk density) adalah perbandingan antara berat
bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Menurut Wirakartakusumah et al.
(1992) kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga
udara yang terdapat diantara partikel-partikel bahan. Kerapatan tumpukan
mempengaruhi bahan pakan pada saat pencampuran, penakaran, dan penyimpanan.
Bahan pakan yang memiliki kerapatan tumpukan rendah (500 kg m-3) akan
membutuhkan waktu alir lebih lama sehingga dapat ditimbang dengan lebih teliti
dengan alat penimbang otomatis baik volumetris maupun gravimetris, sedangkan
bahan pakan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi (1000 kg m-3) bersifat
sebaliknya. Fasina dan Sonkhansanj (1993) mengemukakan bahwa nilai kerapatan
tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam
bahan, sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan
nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut.
Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan berat bahan
terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah mengalami proses pemadatan
seperti guncangan. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan
mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan dalam pencampuran bahan
pakan serta tempat penyimpanan dan pengemasan. Suadnyana (1998)
mengungkapkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan semakin
tingginya kandungan air. Penelitian ini mendapat kisaran nilai kerapatan
pemadatan tumpukan 363-500 kg m-3. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan ini
termasuk rendah sesuai dengan pendapat Khalil (1999) yang mengemukakan
bahwa bahan pakan hijauan memiliki nilai kerapatan yang rendah.
Komposisi Kimia Bahan Pakan
Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan
Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman
(Hartadi et al. 1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa
proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Komposisi
kimia bahan pakan hijauan disajikan pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2 Rataan komposisi kimia bahan pakan hijauan.
BK (%)
PK (%)
SK (%)
Abu (%)
Gamal
89.97 ±1.49
18.03 ±2.11
11.1 ±2.20
4.34 ±0.10
Kaliandra
90.72 ±1.13
20.97 ±0.95
15.1 ±0.93
7.81 ±0.03
Lamtoro
88.21 ±1.61
17.27 ±0.86
12.3 ±0.30
17.8 ±1.36
Indigofera
88.94 ±1.45
25.19 ±1.67
9.17 ±0.37
6.62 ±0.02
Trikantera
88.72 ±1.72
21.40 ±0.98
12.3 ±0.51
9.44 ±0.24
Daun pepaya
88.47 ±1.49
21.50 ±0.22
11.0 ±0.19
11.0 ±0.18
Daun singkong 89.89 ±1.04
29.60 ±0.34
10.4 ±1.79
6.92 ±0.05
Keterangan : BK= bahan kering; PK = protein kasar; SK = serat kasar; Abu =
kadar abu.

8
Tabel 3 Rataan komposisi kimia bahan pakan hijauan
NDF (%)
ADF (%) NDICP (%)
ADICP (%)
Gamal
41.33
31.35
11.36
5.22
Kaliandra
51.17
42.31
8.30
5.99
Lamtoro
49.49
29.18
9.07
2.94
Indigofera
64.46
50.47
12.22
8.52
Trikantera
54.64
36.13
9.84
5.46
Daun pepaya
62.01
51.49
10.94
8.07
Daun singkong
79.89
27.53
21.41
3.78
Keterangan : NDF = neutral detergent fibre; ADF = acid detergent fibre; NDICP
= neutral detergent insoluble crude protein; ADICP = acid detergent
insoluble crude protein.
Bahan kering (BK) merupakan salah satu hasil dari pembagian fraksi yang
berasal dari bahan pakan setelah dikurangi kadar air. Bahan kering digunakan
untuk perhitungan konsumsi bahan pakan pada ternak, semakin tinggi bahan
kering artinya kadar air bahan tersebut semakin kecil. Penelitian ini memperoleh
kandungan bahan kering bahan pakan pada kisaran 88.47-90.42% menunjukkan
bahwa bahan pakan memiliki kandungan air yang kecil ini disebabkan karena
bahan pakan dikeringkan dahulu pada sinar matahari kemudian di analisis jadi
akan berbeda jika dibandingkan dengan kandungan bahan kering pada bahan
segar. Protein kasar (PK) adalah nilai hasil bagi dari total nitrogen amonia dengan
faktor 16% atau hasil kali dari total nitrogen amonia dengan faktor 6.25. Faktor
16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen 16%. Kenyataannya
nitrogen yang terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari protein saja tetapi
ada juga nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein atau nitrogen non
protein (non–protein nitrogen / NPN). Dengan demikian maka nilai yang
diperoleh dari perhitungan diatas merupakan nilai dari apa yang disebut protein
kasar (Kamal 1998). Berdasarkan penelitian diperoleh kandungan protein kasar
(PK) pada kisaran 17.27-29.60%. Kandungan protein bahan pakan yang
digunakan termasuk tinggi karena bahan pakan yang digunakan pada penelitian
merupakan bahan pakan yang biasa digunakan sebagai sumber protein pada
ternak. Sumber protein adalah pakan yang mengandung kandungan protein yang
lebih tinggi dari kandungan nutrisi lain dan nutrisi selain protein hanya sebagai
pelengkap saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartadi et al. (1997) yang
menyatakan bahwa sumber protein adalah semua bahan pakan yang mempunyai
kandungan protein 20% atau lebih. Menurut Agus (2007) bahwa sumber protein
mengikutsertakan bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%
atau dinding sel kurang dari 35% dan protein sebesar 20% atau lebih.
Serat kasar adalah fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam
sulfat standar dan sodium hidroksida (Suparjo 2010). Piliang dan Djojosoebagio
(2002) mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa
bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan
basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Serat kasar terdiri dari
lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan
selulosa (Cherney 2000). Serat kasar sebagian besar berasal dari sel dinding
tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lu et al. (2005)
menambahkan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat digolongkan menjadi serat

9
kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak
mikroba rumen (Farida 1998). Penelitian ini memperoleh kisaran serat kasar
bahan pakan hijauan 9.17-15.1% termasuk kecil karena bahan pakan hijauan yang
digunakan termasuk kedalam umur muda sehingga kadar serat belum terlalu
tinggi.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan yang diperoleh dari sisa pembakaran senyawa
organik (Sudarmadji 1998). Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Analisa kadar abu bertujuan untuk
memisahkan bahan organik dan bahan anorganik. Kandungan bahan organik suatu
pakan terdiri atas protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN). Abu terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral
yang tidak larut dalam detergen (Cherney 2000). Penelitian memperoleh kisaran
kadar abu 4.34-17.8% maksudnya bahan pakan hijauan memiliki kandungan
mineral yang cukup tinggi.
Secara keseluruhan bahan pakan yang digunakan memiliki nilai nutrisi
yang baik namun pemberiannya pada ternak perlu dibatasi karena adanya zat
antinutrisi pada bahan pakan tersebut seperti pada gamal terdapatnya zat
antinutrisi tanin dan molekul alkanioid (Abrianto 2011). Gamal juga mengandung
kumarin, Soebarinoto (1986) menyatakan bahwa kumarin merupakan suatu zat
yang mengeluarkan bau khas dan dapat mengganggu pemanfaatan amonia oleh
mikroba dalam rumen. Kaliandra mengandung zat antinutrisi tanin yang
menyebabkan kecernaan kaliandra menjadi rendah. Lamtoro yaitu memiliki zat
antinutrisi tanin dan kandungan mimosin yang tinggi. Indigofera mengandung
tanin namun dalam kadar yang sangat rendah antara 0.6-1.4 ppm (jauh di bawah
taraf yang menimbulkan sifat antinutrisi) sehingga meningkatkan palatabilitas.
Tanaman Trichantera gigantea mengandung konsentrasi steroid dan senyawa
phenolic serta masuk dalam kategori tanin terhidrolisis. Rosales (1997)
menyatakan bahwa pada manusia Tricantera gigantea digunakan sebagai obat
merah dan sebagai minuman laktogenik bagi ibu hamil, sedangkan bagi ternak
dapat digunakan sebagai obat sakit kembung dan hernia untuk kuda serta
menyembuhkan penyakit retain placenta untuk sapi. Daun pepaya mengandung
tanin sebesar 1.5% menyebabkan protein pakan terlindungi dan tidak mampu
didegradasi oleh mikroba rumen secara optimal (Daryatmo et al. 2010). Daun
pepaya mengandung enzim papain yang berfungsi hampir sama dengan enzim
protease (enzim pemecah protein) dalam saluran pencernaan (Sarjuni 2006).
Hermawan (2007) menambahkan bahwa komposisi asam amino dalam
enzim papain cukup lengkap. Papain akan memecah atau mengurai protein secara
sempurna karena mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis subtrat dengan jalan
memutus ikatan peptida sehingga dihasilkan peptida sederhana dan asam amino
bebas (Muchtadi et al. 1992). Papain berguna untuk melunakkan daging,
menghaluskan kulit pada industri penyamakan kulit, bahan baku industri farmasi
dan kosmetik. Menurut Ayu (2002) daun singkong merupakan sumber protein
yang baik namun mengandung asam sianida (HCN) yang beracun sehingga harus
direbus dahulu selama 5 menit agar racun tersebut hilang. Selain itu, pada daun
singkong terdapat bahan aktif berupa tanin terkondensasi atau dikenal juga dengan
proantisianidin.

10
80
70

Persen (%)

60
50
40
30
20
10
0

Gambar 1. Persentase NDICP dan ADICP terhadap protein kasar (PK)
NDICP/PK,
ADICP/PK.
ADICP yaitu adalah fraksi protein tidak larut, yang tidak tersedia untuk
hewan karena kerusakan panas. ADICP disebut juga protein yang terikat untuk
fraksi ADF pakan. Protein yang telah rusak akibat panas dan tidak tersedia untuk
hewan sekitar 1% terjadi secara alami di hijauan. Gambar 1 menunjukkan nilai
protein yang tercerna dari bahan pakan pada ternak yaitu dengan menghitung
selisih dari total protein kasar dengan nilai dari ADICP dari penelitian ini
diperoleh bahwa daun singkong memiliki protein tercerna yang paling tinggi yaitu
sebesar 87.23%.
Hubungan Sifat Fisik dengan Komposisi Kimia
Hubungan sifat fisik dan komposisi kimia diperoleh dengan melakukan uji
lanjut analisis korelasi data komposisi kimia dan komposisi fisik bahan pakan
hijauan. Tabel 4 menunjukkan korelasi antara sifat fisik dan komposisi kimia
bahan pakan hijauan. BJ dipengaruhi secara negatif oleh PK (r = - 0.654) dan
dipengaruhi secara positif oleh Abu (r = 0.692) berbeda nyata pada P < 0.05. Nilai
negatif artinya peningkatan nilai BJ akan mengakibatkan penurunan pada nilai PK
demikian juga sebaliknya, sedangkan nilai positif artinya pada peningkatan nilai
BJ maka nilai kadar abu juga akan meningkat demikian juga sebaliknya. KT
dipengaruhi secara negatif oleh PK (r = - 0.522) berbeda nyata pada level P <
0.05, artinya setiap peningkatan nilai KT maka akan terjadi penurunan nilai PK.
KPT dipengaruhi secara negatif oleh PK (r = - 0.644) berbeda nyata pada P <
0.05, artinya setiap peningkatan nilai KPT maka akan terjadi penurunan nilai
protein kasar. KPT juga dipengaruhi secara negatif oleh NDICP (r = - 0.767)
berbeda nyata pada P < 0.05 yang artinya setiap peningkatan nilai KPT maka akan
terjadi penurunan nilai NDICP.

11
Tabel 4 Matriks korelasi antara sifat fisik dan komposisi kimia bahan pakan
BJ (g ml-1)
ST (°)
KT (kg m-3)
KPT (kg m-3)
tn
tn
tn
BK (%)
0.039
-0.358
0.152
0.277tn
PK (%)
-0.654*
-0.016tn
-0.522*
-0.644*
tn
tn
tn
SK (%)
0.423
-0.509
0.467
0.510tn
Abu (%)
0.692*
0.096tn
0.187tn
0.332tn
tn
tn
tn
NDF (%)
-0.363
-0.103
-0.476
-0.633tn
tn
tn
tn
ADF (%)
0.272
0.316
0.390
0.255tn
NDICP (%)
-0.668tn
-0.097tn
-0.579tn
-0.767*
tn
tn
tn
ADICP (%)
0.036
0.259
0.239
0.055tn
Keterangan : BJ = berat jenis; ST = sudut tumpukan; KT = kerapatan tumpukan;
KPT = kerapatan pemadatan tumpukan; BK = bahan kering; Abu =
kadar abu; PK = protein kasar; SK = serat kasar; NDF = neutral
detergent fibre; ADF = acid detergent fibre; NDICP = neutral
detergent insoluble crude protein; ADICP = acid detergent insoluble
crude protein; * = berbeda nyata pada P < 0.05; tn = tidak nyata.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa berat jenis memberikan
pengaruh terhadap PK dan Abu bahan pakan hijauan hal ini sesuai dengan
pendapat Gauthama (1998) bahwa berat jenis suatu bahan dipengaruhi oleh
komposisi kimia bahan. Protein ialah senyawa organik kompleks berbobot
molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida yang tersusun atas unsur karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen (N) dan terkadang mengandung S, P, dan
Fe (Sudarmadji 1989). Suadnyana (1998) mengungkapkan adanya variasi dalam
nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran
partikel dan karakteristik permukaan partikel, daya ambang dari partikel. Variasi
dalam nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan juga
dipengaruhi oleh ukuran partikel dan karakteristik partikel, sehingga pengaruh
disebabkan karena protein memiliki berat molekul tinggi dan struktur yang
kompleks yang diduga mempengaruhi ukuran partikel dan jenis permukaan
partikel bahan pakan. Kadar abu merupakan parameter pengukuran kadar mineral
dalam bahan pakan. Abu adalah sisa pembakaran dari suatu bahan apabila dibakar
sempurna pada suhu 500-600 °C selama beberapa waktu maka semua senyawa
organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap, sedang
sisanya yang tidak menguap inilah yang disebut abu atau campuran dari berbagai
oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung di dalam
bahannya. Mineral yang terdapat pada abu dapat juga berasal dari senyawa
organik misalnya fosfor yang berasal dari protein dan sebagainya (Kamal 1998).
NDICP adalah komponen protein, yang dinyatakan sebagai persentase dari
bahan kering, yang berhubungan dengan residu yang tersisa setelah melakukan
NDF dalam penentuan bahan baku pakan ternak. Hal ini kadang-kadang disebut
sebagai neutral detergent insoluble protein (NDIP) atau neutral detergent protein
(NDP). Hal ini juga dapat dinyatakan dalam Nitrogen atau "N", komponen protein
kasar dan disebut neutral detergent insoluble nitrogen (NDIN) atau hanya neutral
detergent nitrogen (NDN), sebuah perkiraan porsi dari protein tahan degradasi
rumen yang berpotensi tersedia untuk hewan. KPT dipengaruhi oleh NDICP
disebabkan NDICP merupakan termasuk protein yang terdapat pada dinding sel

12
bahan pakan maka dapat diduga memiliki struktur yang kompleks seperti protein
sehingga memiliki pengaruh terhadap KPT.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sifat fisik mempunyai pengaruh yang kecil terhadap komposisi kimiawi
bahan pakan hijauan kecuali pada protein kasar.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara lebih
spesifik pola hubungan antara sifat fisik dan komposisi kimiawi bahan pakan
hijauan.

DAFTAR PUSTAKA
[AAK] Aksi Agraris Kanisius. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan
Perah. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Abrianto P. 2011. Cara mengolah gamal untuk pakan ternak sapi [internet].
[diacu 2013 juli 2]. Tersedia dari http://www.duniasapi.com.
Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Anggorodi HR. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Ayu CC. 2002. Mempelajari kadar mineral dan logam berat pada komoditi
sayuran segar di beberapa pasar di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Cherney DJR. 2000. Characterization of forage by chemical analysis. Di dalam
Given DI, Owen I, Axford RFE, Omed HM. Forage Evaluation in Ruminant
Nutrition. Wollingford (US): CABI Publishing.
Daryatmo J, Hartadi H, Orskov ER, Kustantinah A, Nurcahyo W. 2010. In vitro
screening of various forages for anthelmintics activity on Haemonchus
contortus eggs. Di dalam: Advances in Animal Biosciences : Food, Feed,
Energy and Fibre from Land-A Vision for 2020. Proc.Of the BSAS and the
ARF Forum. Belfast (GB): Cambridge Univ Pr.
Fasina OD, Sokhansanj S. 1993. Effect of moisture on bulk handling properties of
alfalfa pellets. Can Agr Eng 35(4): 269-272.
Farida WR. 1998. Pengimbuhan konsentrat dalam ransum penggemukan kambing
muda di Wamena, Irian Jaya. Med Vet 5(2): 21-26.
Gautama P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral serta
hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

13
Hartadi H, Reksodiprodjo S, Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Bahan
Makanan Ternak Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Hermawan D. 2007. Penggunaan tepung daun pepaya (Carica papaya) dalam
ransum ayam arab terhadap produktivitas dan anticacing [tesis]. Semarang
(ID): Universitas Diponogoro.
Kamal M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada Univ Pr.
Khalil 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan, dan berat jenis. Med Pet 22(1):1-11.
Khalil 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor
higroskopis. Med Pet 22(1): 33-42.
Lu CD, Kawas JR, Mahgoub OG. 2005. Fiber digestion and utilization in goats.
Small Ruminant Res 60: 45-65.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morgan CA. 1995. Animal Nutrition.
5th Ed. New York (US): Lingman Scientific and Technical.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor (ID): IPB Pr.
Piliang WG, Djojosoebagio S. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. Bogor
(ID): IPB Pr.
Rosales M. 1997. Trichanthera gigantean (Humboldt & Bonpland) Nees : A
Review. Livestock Research for Rural Development [internet]. [diacu 2013
juli 2]. Tersedia dari http://www.cipav.org.co/Irrd/Irrd9/4/mauro942.htm.
Siregar SB. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suadnyana IW. 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap
perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Soebarinoto. 1986. Evaluasi beberapa hijauan leguminosa pohon sebagai sumber
protein untuk ternak ruminansia [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sudarmadji S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID):
Liberti.
Suparjo. 2010. Evaluasi Pakan Secara In Sacco [internet]. [diacu 2013 juli 2].
Tersedia dari http//www.jaja66.wordpress.com.
Sutardi T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak.
Makalah Orasi Ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada
Fakultas Peternakan. Bogor (ID): IPB Pr.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawiro KS, Lebdosoekoekojo S.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Bogor (ID): IPB Pr.

14

LAMPIRAN
Lampiran 1 Anova pengaruh perlakuan terhadap berat jenis.
Antar grup
Dalam grup
Total

Db
6
21
27

JK
0.293
0.065
0.358

KT
0.049
0.003

Fhit
15.725

F0.05
2.57

Keterangan : db
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
F0.05 = nilai F tabel pada taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05).
Lampiran 2 Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap berat jenis.
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
4
Daun singkong
4
.6125
Gamal
4
.6925
.6925
Indigofera
4
.7200
Trikantera
4
.8050
Kaliandra
4
.8350
Lamtoro
4
.8800
.8800
Daun pepaya
4
.9225
Sig.
.055
.493
.085
.293
Keterangan : N = Jumlah ulangan.
Lampiran 3 Anova pengaruh perlakuan terhadap sudut tumpukan.
Antar grup
Dalam grup
Total

Db
6
21
27

JK
29.528
28.723
58.251

KT
4.921
1.368

Fhit
3.598

F0.05
2.57

Keterangan : db
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
F0.05 = nilai F tabel pada taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05).

15
Lampiran 4 Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap sudut tumpukan.
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
Kaliandra
4
33.2150
Daun singkong
4
34.1925
34.1925
Trikantera
4
35.0400
35.0400
Lamtoro
4
35.0775
35.0775
Gamal
4
35.1775
35.1775
Indigofera
4
35.8350
35.8350
Daun pepaya
4
36.6775
Sig.
.250
.087
.088
Keterangan : N = Jumlah ulangan.
Lampiran 5 Anova pengaruh perlakuan terhadap kerapatan tumpukan.
Antar grup
Dalam grup
Total

Db
6
21
27

JK
34450
1050
35500

KT
5741.667
50

Fhit
114.883

F0.05
2.57

Keterangan : db
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
F0.05 = nilai F tabel pada taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05).
Lampiran 6 Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap kerapatan tumpukan.
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
4
Daun singkong
4
280.0000
Trikantera
4
282.5000
Indigofera
4
302.5000
Gamal
4
332.5000
Lamtoro
4
337.5000
Daun pepaya
4
367.5000
Kaliandra
4
372.5000
Sig.
.622
1.000
.329
.329
Keterangan : N = Jumlah ulangan.
Lampiran 7 Anova pengaruh perlakuan terhadap kerapatan pemadatan tumpukan.
Antar grup
Dalam grup
Total

db
6
21
27

JK
62992.857
4275
67267.857

KT
10498.81
203.571

Fhit
51.573

F0.05
2.57

Keterangan : db
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
F0.05 = nilai F tabel pada taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0.05).

16
Lampiran 8 Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap kerapatan pemadatan
tumpukan.
Subset
Perlakuan
N
1
2
3
4
5
Daun singkong
4
362.5000
Trikantera
4
385.0000
Indigofera
4
402.5000
Gamal
4
447.5000
Lamtoro
4
462.5000 462.5000
Daun pepaya
4
477.5000
Kaliandra
4
500.0000
Sig.
1.000
.097
.152
.152
1.000
Keterangan : N = Jumlah ulangan.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 07
Oktober 1990 dari Bapak R Simanjuntak dan Ibu R br
Siahaan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SD
Swasta Tunas Baru Batam pada tahun 1996-2000 dan
SD Negeri 064985 Medan pada tahun 2000-2002.
Penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 18
Medan dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan
pendidikannya di SMA Swasta ST Thomas 3 Medan dan
lulus pada tahun 2008.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut hisar.paulmorris@gmail.com
Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan (INTP), Fakultas Peternakan. Selama menjalani pendidikan akademik di
Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti berbagai kegiatan dan aktif di berbagai
organisasi di Institut Pertanian Bogor.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt,
M.Sc dan Bapak Ir. M Agus Setiana, MS selaku pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah sabar dan banyak memberikan saran. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. M Ridla, M.Agr selaku dosen
pembahas seminar hasil penelitian penulis dan Dr. Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si
selaku panitia seminar penulis pada 06 Maret 2014. Tidak lupa juga penulis
ucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, MS dan bapak
Muhammad Baehaqi S.Pt, M.Sc sebagai dosen penguji di sidang penulis dan Ibu
Dilla M Fassah, S.Pt, M.Sc selaku panitia sidang penulis pada 10 April 2014.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada program Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri atas dana yang diberikan untuk penelitian penulis. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Staf Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, yang telah
membantu selama penelitian ini dilaksanankan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada R Simanjuntak, N br
Sinaga, Hessy Putri Mariam Simanjuntak, Heni Ferari Mendez Simanjuntak, R
Simanjuntak (uda mia), A br Siburian (nanguda mia), Tamia, Amanda dan Samuel
selaku keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga menyampaikan
ucapan terima kasih kepada teman satu tim penelitian Zuhdan, Sari dan Leli yang
bersama-sama telah berjuang dalam penelitian ini serta kepada teman-teman
Agung, Ranto, Samuel, Handrio, Alex, Tunggul, Rodex, Joen, Arnod, Jaya,
Lundu dan Erik yang telah memberikan doa, semangat, motivasi dan kebersamaan
sampai selesainya tugas akhir ini.