Komposisi Karkas dan Sifat Fisik Daging Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Mengandung Limbah Tauge

RINGKASAN
YOGI MUJI KURNIAWAN. D14080074. 2013. Komposisi Karkas dan Sifat
FisikDaging Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan
Mengandung Limbah Tauge. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Petrnakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu M.Si.
Pembimbing Anggota : Muhamad Baihaqi, S.Pt, M.Sc.
Kelinci merupakan hewan mamalia yang memiliki beberapa keunggulan
dibanding ternak lainnya diantaranya kelinci mampu menghasilkan anak dalam
jumlah yang banyak (prolific), menghasilkan daging dengan kadar asam lemak tak
jenuh dan kolesterol yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
karakteristik, komposisi karkas dan sifat fisik daging kelinci lokal jantan muda yang
digemukkan dengan pakan mengandung limbah tauge sebagai dasar pengembangan
potensi kelinci sebagai alternatif sumber protein hewani.
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal yang berumur
12 minggu yang digemukkan selama 6 minggu. Pakan yang digunakan berupa
campuran antara limbah tauge dengan konsentrat dalam bentuk pelet. Pemberian
pakan dibagi menjadi empat perlakuan yaitu 100% konsentrat (P1), 85%
konsentrat+15% limbah tauge (P2), 70% konsentrat + 30% limbah tauge (P3), 55%
konsentrat + 45% limbah tauge (P4). Peubah yang diamati diantaranya adalah
karakteristik karkas (bobot potong, bobot karkas, bobot tubuh kosong, persentase

karkas panas) komposisi karkas (otot, tulang, lemak), bobot dan persentase potongan
komersial, distribusi komposisi karkas pada potongan komersial, bobot
danpersentase non-karkas, dan sifat fisik daging kelinci yang meliputi pH, susut
masak, daya mengikat air (DMA), dan keempukan. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data untuk karakteristik karkas,
komposisi karkas,bobot, persentase dan distribusi komposisi potongan komersial
serta bobot dan persentase non-karkas diolah dengan Analysis of Covariance atau
ANCOVA, sedangkan data sifat fisik daging kelinci diolah dengan Analysis of
Varianceatau ANOVA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian limbah tauge
tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik karkas (P>0,05). Hasil pada
pengujian komposisi karkas juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
(P>0,05). Bobot dan persentase potongan komersial kelinci tidak berbeda nyata
(P>0,05) pada semua potongan (foreleg, rack, loin, dan hindleg).
Distribusi
komposisi karkas (otot, lemak dan tulang) tidak berbeda nyata (P>0,05) pada
potongan komersial.Bobot dan persentase non-karkas menunjukkan respon yang
tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan nilai pH, DMA, keempukan dan susut masak
berturut-turut adalah 5,92, 115,1 mg, 7.933,59 gf, 33,82%. Hasil penelitian pada
daging kelinci menunjukkan bahwa perlakuan 0, 15, 30 dan 45 % limbah tauge pada

pakan hanya berpengaruh nyata (P0.05) on carcass characteristic. Result of all treatment on
carcass composition tested also showed no significant differences (P>0.05). Weight
and percentage of commercial rabbit cut were not significantly differences (P>0.05)
in all the commercial cut (foreleg, rack, loin and hindleg). Distributions of carcass
components (muscle, fat and bone) were not significantly (P>0.05) different each
commercial cuts. The weight and percentage of non carcass showed that not
significantly (P>0.05). The physical characteristis of rabbit meat showed that
significantly (P 0,05) terhadap bobot potong.
Bobot Tubuh Kosong
Bobot tubuh kosong didapatkan dari selisih antara bobot potong dengan
bobot isi rongga perut dan isi saluran pencernaan. Hasil analisis peragam dengan
menggunakan covariabel bobot badan awal menunjukkan bahwa kelinci lokal yang
dipelihara dengan pemberian pakan yang berbeda (P1, P2, P3 dan P4) memberikan
respon yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap bobot tubuh kosong kelinci.
Terdapat kecenderungan bobot tubuh kosong meningkat dengan peningkatan bobot
potong. Hal ini juga dimungkinkan karena bobot potong kelinci yang tidak berbeda
nyata, sehingga mengakibatkan bobot tubuh kosong yang tidak berbeda nyata.
Hasil dari bobot potongdan bobot tubuh kosong yang tidak nyata juga dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan bobot hidup dari kelinci yang tidak berbeda nyata.
Rataan pertumbuhan bobot hidup kelinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Kelinci pada Setiap Perlakuan
Perlakuan

PBBH (g/ekor/hari)

P1

17,14 ± 1,45

P2

12,14 ± 5,16

P3

17,40 ± 0,70

P4

14,21± 4,62


Rataan total

15,22 ± 2,51

Keterangan : P0 = 100% ransum komplit komersil (kontrol); P1 = 85% ransum komplit komersil +
15% limbah tauge kering udara; P2 = 70% ransum komplit komersil + 30% limbah
tauge kering udara; P3 = 55% ransum komplit komersil + 45% limbah tauge kering
udara.

Ransum komplit komersil dan ransum yang ditambah limbah tauge 15%,
30% dan 45% tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap

22

pertambahan bobot badan harian kelinci pada penelitian ini.Hal ini berarti bahwa
ransum yang ditambah limbah tauge 15%, 30% dan 45% menghasilkan pertambahan
bobot badan harian kelinci yang sama dengan ransum komplit komersil.
Bobot Karkas Panas dan Dingin
Bobot karkas menjadi salah satu hal yang menarik dalam karakteristik karkas,

ini dikarenakan nilai ekonomis yaitu jumlah karkas yang dihasilkan akan
menentukan harga dari karkas tersebut.

Bobot karkas panas didapatkan dari

penimbangan karkas sebelum proses chilling, sedangkan bobot karkas dingin
didapatkan dari penimbangan karkas setelah proses chilling.
Pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot
karkas panas dan dingin (P>0,05).Rataan bobot karkas panas dan dingin yang
didapatkan dalam penelitian ini masing-masing adalah 837,58 g dan 811,05 g. Bobot
karkas dingin lebih rendah dibandingkan bobot karkas panas karena adanya
penyusutan saat pendinginan dalan cooler.

Hasil ini masih lebih rendah

dibandingkan dengan penelitian Hutajulu dan Yunilas (2007) yang menghasilkan
rataan bobot karkas panas sebesar 935,32 g.

Pengaruh yang tidak nyata pada


penelitian ini disebabkan karena rataan bobot potong yang juga tidak bebeda nyata
sehingga bobot karkas yang dihasilkan tidak berbeda nyata pula. Produksi karkas
berhubungan dengan bobot badan karena peningkatan bobot badan akan diikuti
dengan peningkatan bobot potong dan bobot karkas. Soeparno (2005) menyatakan
bahwa bobot karkas dipengaruhi oleh bobot potong. Meningkatnya bobot potong
sejalan dengan meningkatnya bobot karkas pula, sehingga diharapkan bagian dari
karkas yang berupa daging menjadi lebih besar.
Persentase Karkas
Persentase karkas merupakan indikator nilai karkas yang biasanya digunakan
sebagai indikator komersil paling awal setelah penyembelihan. Persentase karkas
terhadap bobot potong didapatkan dengan cara membandingkan bobot karkas
terhadap bobot potong. Persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong didapatkan
dengan cara membandingkan bobot karkas terhadap bobot tubuh kosong. Hasil
anlisis peragam dengan menggunakan covariabel bobot badan awal menunjukkan
bahwa kelinci lokal yang dipelihara dengan pemberian pakan yang berbeda (P1, P2,

23

P3 dan P4) memberikan respon yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada persentase
karkas baik terhadap bobot potong maupun terhadap bobot tubuh kosong. Persentase

karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi ternak, bangsa, proporsi
bagian non-karkas, ransum, umur, jenis kelamin dan pengebirian (Davendra, 1977).
Data rataan persentase karkas terhadap bobot potong yang didapatkan dalam
penelitian ini adalah sebesar 48,30%, sedangkan rataan persentase karkas terhadap
bobot tubuh kosong yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebesar 57,80%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Farell dan Rahardjo (1984) yang
menyatakan bahwa rataan persentase bobot karkas yang diperoleh berkisar antara
43%-52%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Sitepu (2001) yang
mendapatkan rataan persentase karkas sebesar 40,80% selain itu persentase karkas
ini juga lebih tinggi dari hasil yang didapatkan oleh Laconi (1984) yang mempero