Analisis Pengaruh Product Dan Service Quality Badan Litbang Pertanian Terhadap Perceived Value, Kepuasan Dan Loyalitas Penerima Lisensi

ANALISIS PENGARUH PRODUCT DAN SERVICE QUALITY
BADAN LITBANG PERTANIAN
TERHADAP PERCEIVED VALUE, KEPUASAN
DAN LOYALITAS PENERIMA LISENSI

OKTI ARYANI HAPSARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh
Product dan Service Quality Badan Litbang Pertanian terhadap Perceived Value,
Kepuasan, dan Loyalitas Penerima Lisensi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Okti Aryani Hapsari
NIM H251120141

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
OKTI ARYANI HAPSARI. Analisis Pengaruh Product dan Service Quality
Badan Litbang Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan dan Loyalitas
Penerima Lisensi. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA dan EKO RUDDY
CAHYADI
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) serta penciptaan teknologi
(invensi) dan inovasi pertanian memegang peran penting dalam mengatasi
permasalahan di bidang pertanian dan sebagai mesin penggerak pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Invensi hasil kegiatan litbang dapat memberikan manfaat
sosial dan ekonomi serta membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu negara, bila
berhasil dikembangkan oleh dunia industri melalui kerjasama alih teknologi.
Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) sebagai salah satu lembaga litbang
di bawah Kementerian Pertanian memiliki peranan penting dalam menciptakan
invensi bernilai ekonomi (inovasi) yang berdaya saing tinggi. Saat ini
Balitbangtan telah menghasilkan banyak invensi/teknologi. Invensi hasil litbang
harus dialihteknologikan agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Alih
teknologi dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu komersial dan non
komersial. Mekanisme secara komersial mengharuskan teknologi yang bernilai
ekonomi dikerjasamakan kepada dunia industri. Namun, komersialisasi teknologi
bukan masalah yang mudah dan keberhasilannya ditentukan oleh berbagai faktor.
Hal ini disebabkan teknologi yang dijual harus dikembangkan lebih lanjut dan
diperbanyak oleh dunia industri agar manfaatnya sampai kepada pengguna akhir
(end user). Saat ini, upaya menjaring dunia industri sebagai calon penerima lisensi
Balitbangtan, telah dilakukan melalui berbagai sarana promosi. Hasil pelaksanaan
promosi teknologi, tidak selalu berhasil menjaring semua calon penerima lisensi.
Beberapa di antara perusahaan yang tertarik dan melisensi teknologi Balitbangtan,
tidak semuanya dapat mengembangkan teknologi menjadi produk yang
bermanfaat. Jumlah invensi yang dikerjasamakan dan masih aktif hingga akhir

2014 sebanyak 60 invensi, sedangkan jumlah kerjasama yang masih aktif hingga
akhir 2014 sebanyak 76 kerjasama. Kerjasama alih teknologi tersebut melibatkan
35 perusahaan penerima lisensi. Sampai akhir tahun 2014, telah terjadi pemutusan
terhadap 19 kerjasama dan hilangnya 10 perusahaan yang pernah melisensi.
Tingkat kehilangan konsumen terkait erat dengan masalah kepuasan dan kepuasan
terkait dengan kualitas produk, pelayanan dan loyalitas (Kotler dan Keller, 2009).
Penelitian ini menggunakan metode sensus dan melibatkan 35 responden
yang mewakili perusahaan penerima lisensi teknologi Balitbangtan. Data
diperoleh melalui wawancara non terstruktur dan terstruktur (kuisioner), serta
dianalisis menggunakan SEM (Structural Equation Model) menggunakan
SmartPLS versi 2.0. Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas pelayanan dan
kualitas teknologi, serta kepuasan secara langsung berpengaruh terhadap loyalitas
penerima lisensi. Pengaruh tidak langsung kualitas pelayanan terhadap loyalitas
lebih baik diarahkan melalui kepuasan penerima lisensi. Kualitas produk
(teknologi) tidak berpengaruh terhadap perceived value dan kepuasan.
Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan strategi pemasaran untuk
membangun dan meningkatkan loyalitas penerima lisensi.
Kata kunci: kualitas produk, kualitas pelayanan, perceived value, kepuasan,
loyalitas penerima lisensi


SUMMARY
OKTI ARYANI HAPSARI. Analysis of Product and Service Quality Badan
Litbang Pertanian Againts Perceived Value, Sastisfaction, Loyality of Licensee.
Supervised by MA’MUN SARMA and EKO RUDDY CAHYADI
Research and development, including invention and innovation play an
important role to solve agricultural problems and one of driving machines in
economic development. The result of technology which is produced by Badan
Litbang Pertanian will have positive value in social and economic sectors which
can lead country to achieve progression and prosperity, if it has successfully
implemented in industrial scale.
Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) is a research institution under
coordination of the Ministry of Agriculture. Balitbangtan have important role to
create valuable invention which have a good competitiveness. Technology should
be commercialised in industrial scale using private-government collaboration with
the result that can be used by people. There are two mechanisms to do transfer
technology: commercial and non-commercial. Commercialization of technologies
requires that technology have economical value and profitable for industrial
sectors. However, commercialising of technology is not an easy one and it is
influenced by many factors. It is caused that technology still need to be
developed, because the technology is still in pilot scale. Nowadays, using variant

promotion ways, Balitbangtan try to attract companies which interest to the
technologies. Some of companies interested to license Balitbangtan technologies
cannot transformed the technologies to commercialised products. Moreover, 60
inventions have been cooperated and still prevailed until 2014, 76 cooperations
have prevailed until 2014 and it have been involved 35 companies. Nineteen
cooperations have been terminated and teen licensee companies show unclear
follow-up. Finally, losing of consumer level is believed having strong association
to satisfication which associate to product quality, service quality and loyalty
(Kotler dan Keller, 2009).
Census method was employed for collecting data from 35 respondents
which were represented of licensees of Balitbangtan technologies. Specifically,
collecting data used non-structural interview and questioners, followed by SEM
(Partial Least Square) analysis used SmartPLS v.2.0. It is clear that satisfaction,
quality of service and technology show directly influence to loyalty of licensees.
Moreover, indirect effects of service quality to the loyalty of licensees should be
related to satisfaction of licensees. Quality of technologies do not affected to
perceived value and satisfaction. In conclusion, marketing strategies are
recommended to develop and improve the licensee’s loyalty.
Keywords: Product quality, service quality, perceived value, satisfaction, loyalty of
licensees


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis

Nama
NIM

: Analisis Pengaruh Product dan Service Quality Badan
Litbang Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan,
dan Loyalitas Penerima Lisensi

: Okti Aryani Hapsari
: H251120141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec
Ketua

Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Ujian: 15 September 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur yang tiada terkira kepada Allah SWT penulis ucapkan atas
segala limpahan nikmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli
2015 ini adalah Analisis Pengaruh Product dan Service Quality Badan Litbang
Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan dan Loyalitas Penerima Lisensi.
Penelitian ini dilakukan di Bogor dan kota tempat perusahaan penerima lisensi
berada.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec
dan Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM sebagai dosen pembimbing, serta Dr. Ir.
Muhammad Syamsun, MSc sebagai dosen penguji atas saran dan arahan selama
penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya tulis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta, Aqwin Polosoro serta anakanak, Ahmad Fathi Azzam dan Ahmad Zaki Ibadurrahman atas segala dukungan,

semangat, pengorbanan, serta doa-doa terbaiknya yang telah diberikan kepada
penulis selama menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih juga tidak lupa penulis
sampaikan kepada Bapak, Ibu, Mertua, serta adik-adik tersayang yang juga telah
memberikan dukungan, pengorbanan dan doanya. Tidak tertinggal ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan Badan Litbang Pertanian atas
kesempatan tugas belajar yang telah diberikan. Kepada teman-teman sekelas dan
seperjuangan di Program Studi Ilmu manajemen dan rekan kerja di Balai
Pengelola Alih Teknologi Pertanian, terima kasih atas dukungan, masukan dan
motivasinya.
Kiranya, karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait, khususnya dalam upaya-upaya meningkatkan loyalitas perusahaan/mitra
kerjasama alih teknologi.

Bogor, September 2015

Okti Aryani Hapsari

ANALISIS PENGARUH PRODUCT DAN SERVICE QUALITY
BADAN LITBANG PERTANIAN TERHADAP PERCEIVED
VALUE, KEPUASAN DAN LOYALITAS PENERIMA LISENSI


OKTI ARYANI HAPSARI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Kajian Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran Konseptual
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN UMUM BADAN LITBANG PERTANIAN
SERTA HUBUNGANNYA DENGAN DUNIA INDUSTRI
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Uji Kuisioner
Analisis Pengaruh Variabel Laten Eksogen terhadap
Variabel Laten Endogen
Evaluasi Outer Model
Evaluasi Inner Model
Implikasi Manajerial
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

xi
xii
xii
1
1
4
5
5
5
5
5
12
17
20
20
20
20
24
25
25
28
30
30
37
46
47
47
48
49
85

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram perkembangan jumlah kerjasama lisensi
Kerangka pemikiran konseptual
Model SEM
Sebaran responden pada kelompok masa kerja 1-10 tahun
Model awal SEM
Model akhir SEM
Distribusi saran responden yang terkait dengan peningkatan
kualitas teknologi
8 Distribusi saran responden yang terkait dengan peningkatan
kualitas pelayanan

2
19
23
26
31
34
42
42

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data pemutusan kerjasama alih teknologi
2 Data penerima lisensi yang pernah melisensi invensi
Balitbangtan
3 Data perilaku penerima lisensi dalam melisensi teknologi
4 Ringkasan penelitian terdahulu
5 Variabel penelitian

53
55

6 Kuisioner penelitian

77

56
60
75

DAFTAR TABEL
1

Karakteristik responden

26

2
3
4
5

Informasi tambahan perusahaan
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner
Nilai outer loading hasil uji validitas konvergen
Nilai AVE dan communality hasil uji validitas konvergen
model awal SEM
Nilai AVE dan communality hasil uji validitas konvergen
model akhir SEM
Nilai cross loading hasil uji validitas diskriminan
Nilai akar AVE dan korelasi hasil uji validitas
diskriminan
Nilai cronbach alpha dan composite reliability hasil uji
reliabilitas
Nilai R2 hasil evaluasi inner model
Nilai hasil bootstrap
Pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel

28

6
7
8
9
10
11
12

29
32
32
35
36
37
37
37
38
40

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) serta penciptaan teknologi
(invensi) dan inovasi pertanian memegang peran penting dalam mengatasi
permasalahan terutama di bidang pertanian. Inovasi merupakan mesin penggerak
pertumbuhan ekonomi, baik di negara maju maupun berkembang. Inovasi adalah
invensi yang telah diadopsi oleh dunia industri dan memberikan manfaat
ekonomi. Invensi/teknologi dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi serta
membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu negara, ketika berhasil
dikembangkan oleh dunia industri melalui komersialisasi (kerjasama alih
teknologi). Samimi dan Alerasoul (2009) mengungkapkan bahwa negara dengan
ekonomi berkembang seperti Turki berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi melalui peningkatan kegiatan litbang serta keberhasilan dunia industri
dalam pengembangan teknologi hasil litbang.
Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) sebagai salah satu lembaga litbang
di bawah Kementerian Pertanian memiliki peranan penting dalam menciptakan
invensi bernilai ekonomi (inovasi) yang berdaya saing tinggi. Saat ini
Balitbangtan telah menghasilkan banyak invensi/teknologi. Teknologi harus
dikomersialisasikan kepada dunia industri melalui mekanisme kerjasama alih
teknologi agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Namun, komersialisasi
teknologi bukan masalah yang mudah dan keberhasilannya ditentukan oleh
berbagai faktor.
Berdasarkan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2013-2014, diketahui
bahwa daya saing Indonesia menempati peringkat 38 dari 148 negara. Pemeringkatan
daya saing secara keseluruhan ditentukan oleh 12 pilar dan dua pilar diantaranya
terkait langsung dengan iptek, yaitu pilar kesiapan teknologi dan inovasi. Kedua pilar
tersebut berdampak terhadap kesiapan Indonesia dalam persaingan global.
Ketersediaan teknologi dan inovasi berdaya saing tinggi menjadi keharusan agar
Indonesia dapat bersaing dengan negara lain dalam menghasilkan teknologi yang
berkualitas dan unggul, terutama guna memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Saat ini, upaya penjaringan pelaku usaha sebagai calon penerima lisensi
dilakukan dengan menyebarkan informasi mengenai teknologi melalui Round
Table Agroinovasi (RTA), gelar teknologi atau pameran, serta promosi melalui
media cetak dan elektronik. RTA merupakan sarana promosi dengan konsep
pemaparan beberapa teknologi oleh inventor dan dilanjutkan dengan Focus Group
Discussion (FGD) yang melibatkan para calon penerima lisensi, inventor, serta
pihak BPATP sebagai mediator. Sulitnya menjual sebuah teknologi menyebabkan
kegiatan promosi teknologi memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit, oleh
karenanya sangat penting menjaga kepuasan dan loyalitas dunia industri yang
telah melakukan kerjasama alih teknologi (lisensi) - penerima lisensi melalui
penyediaan produk (teknologi) dan pelayanan berkualitas. Pelanggan (penerima
lisensi) merupakan faktor penting penentu keberhasilan sebuah perusahaan
(lembaga) dalam mencapai tujuannya. Menurut Kotler dan Keller (2009),
mempertahankan pelanggan yang loyal jauh lebih menguntungkan dibandingkan
dengan menjaring konsumen baru karena keberadaan pelanggan loyal akan
mengurangi biaya promosi perusahaan. Ramdhani (2014) menyatakan bahwa
kualitas produk dan perceived value merupakan faktor pembentuk kepuasan dan
loyalitas konsumen pada sebuah restoran. Menurut Ryu et al. (2012), aspek

2

tangibles (produk) dan intagibles (pelayanan) akan menghasilkan perceived value
yang baik terhadap perusahaan yang berujung pada terbentuknya kepuasan.
Perkembangan komersialisasi Balitbangtan tidak selalu berjalan
sebagaimana yang dikehendaki. Penjaringan para pelaku usaha (calon penerima
lisensi) yang selama ini dilakukan adalah dengan menyebarkan informasi
mengenai teknologi melalui berbagai sarana, seperti Round Table Agroinovasi
(RTA), gelar teknologi atau pameran, serta promosi melalui media cetak dan
elektronik. RTA merupakan sarana promosi dengan konsep pemaparan beberapa
teknologi oleh inventor dan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD).
Pelaksanaan FGD melibatkan para calon penerima lisensi, inventor serta pihak
Balai PATP sebagai mediator dalam komersialisasi. Kegiatan RTA tidak dapat
menjaring semua calon penerima lisensi (perusahaan) yang hadir karena
umumnya hanya beberapa yang tertarik teknologi Balitbangtan dan dari beberapa
perusahaan yang tertarik, hanya beberapa diantaranya yang akhirnya bersedia
melisensi. Selebihnya, membatalkan rencana melisensi teknologi Balitbangtan.
Perusahaan yang telah melisensi teknologi Balitbangtan, tidak semuanya dapat
mengembangkan teknologi menjadi sebuah produk yang bermanfaat bagi
pengguna akhir (end user). Menjual sebuah teknologi tidak semudah menjual
produk berupa barang jadi, karena teknologi selanjutnya harus dikembangkan oleh
perusahaan penerima lisensi agar manfaatnya dapat dirasakan end user.
Jumlah invensi yang dikerjasamakan dan masih aktif hingga akhir 2014
sebanyak 60 invensi, sedangkan jumlah kerjasama yang masih aktif hingga akhir
2014 sebanyak 76 kerjasama. Kerjasama alih teknologi tersebut melibatkan 35
perusahaan penerima lisensi. Data tersebut merupakan data terakhir setelah terjadi
19 pemutusan kerjasama dan berakhirnya masa perjanjian pada 4 kerjasama
(Gambar 1). Balitbangtan juga kehilangan 10 perusahaan yang pernah melisensi.
Menurut Kotler dan Keller (2009), tingkat kehilangan konsumen terkait erat
dengan masalah kepuasan dan kepuasan terkait dengan kualitas produk dan
pelayanan, serta loyalitas. Pemutusan kerjasama lisensi akibat teknologi tidak
dikembangkan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya kesiapan teknologi
untuk dikembangkan, terbatasnya ketersediaan bahan baku/komponen untuk
pengembangan teknologi, dan tidak adanya pasar bagi produk hasil
pengembangan teknologi. Data pemutusan kerjasama dan berakhirnya kerjasama
lisensi tersaji pada Lampiran 1 dan 2.

Gambar 1 Diagram perkembangan jumlah kerjasama lisensi

3

Koiranen (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu
ketertarikan dunia industri dalam melakukan lisensi teknologi, antara lain
kemudahan akses teknologi yang akan dilisensi, keuntungan yang diperoleh
perusahaan melalui lisensi teknologi, serta adanya kejelasan perjanjian lisensi
secara yuridis. Ketertarikan dunia industri terhadap teknologi hasil Balitbangtan
merupakan hal positif, namun ketertarikan tersebut harus terus dijaga melalui
penyediaan produk (teknologi) dan pelayanan yang baik agar perusahaan memiliki
persepsi penilaian (perceived value) yang baik terhadap teknologi dan pelayanan
Balitbangtan. Customer perceived value yang baik akan melahirkan kepuasan dan
sikap loyal. Zehir et al. (2014) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan
berpengaruh langsung dan signifikan positif terhadap perceived value dan
perceived value memberikan pengaruh mediasi pada kualitas pelayanan dan
loyalitas. Ishaq et al. (2014) menjelaskan bahwa perceived value berpengaruh
secara langsung dan signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, serta kepuasan
konsumen memberikan pengaruh mediasi pada hubngan antara perceived value
dengan loyalitas konsumen. Sedangkan Lee (2010) menjelaskan bahwa kualitas
pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas melalui perceived value dan
kepuasan.
Hasil pemetaan terhadap keseluruhan penerima lisensi yang pernah maupun
saat ini aktif melakukan kerjasama dengan Balitbangtan, menunjukkan bahwa
penerima lisensi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu kelompok yang
melisensi kembali satu teknologi atau memperpanjang masa perjanjian kerjasama
lisensi (empat perusahaan), kelompok yang melisensi teknologi lain hasil
Balitbangtan dengan rentang waktu yang relatif jauh (lebih dari satu tahun) dari
waktu melisensi teknologi sebelumnya (dua perusahaan), kelompok yang
melisensi teknologi lain hasil Balitbangtan dengan rentang waktu yang bersamaan
atau hampir bersamaan (kurang dari satu tahun) dari waktu melisensi teknologi
sebelumnya (18 perusahaan), serta kelompok yang hanya melisensi satu teknologi
Balitbangtan (22 perusahaan) (Lampiran 3). Satu penerima lisensi yang
memperpanjang masa perjanjian kerjasama lisensi, diketahui juga melisensi
teknologi lain hasil Balitbangtan. Data hasil pemetaan tersebut menunjukkan
bahwa enam perusahaan menunjukkan ciri loyalitas terhadap Balitbangtan sebagai
penyedia teknologi. Keenam penerima lisensi tersebut terdiri atas empat penerima
lisensi yang melisensi kembali teknologi yang sama dan dua penerima lisensi
yang melisensi teknologi lain hasil Balitbangtan setelah berhasil mengembangkan
teknologi yang dilisensi sebelumnya (rentang waktu lebih dari setahun). Namun,
ciri loyalitas tersebut belum dapat diketahui terhadap 18 perusahaan yang
melisensi teknologi lain sebelum berhasil mengembangkan teknologi yang
dilisensi sebelumnya, demikian juga terhadap 22 perusahaan yang hanya
melisensi satu teknologi hasil Balitbangtan. Ciri loyalitas konsumen menurut
Sumarwan (2011) adalah adanya tindakan pembelian kembali sebuah produk
setelah terjadi proses evaluasi pascapembelian terhadap produk. Oliver (1999)
mengemukakan loyalitas sebagai komitmen konsumen untuk melakukan
pembelian ulang secara konsisten terhadap produk atau jasa walaupun konsumen
berada pada situasi pemasaran yang berpotensi menimbulkan berpindah konsumsi.
Berbagai permasalahan terkait pemutusan kerjasama lisensi karena masalah
ketidaksiapan teknologi untuk dikembangkan dan ketersediaan bahan
baku/komponen yang terbatas untuk keperluan pengembangan teknologi,

4

berdampak terhadap stagnasi pengembangan teknologi oleh penerima lisensi.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan penerima lisensi
terhadap lembaga penelitian pemerintah dan pada akhirnya akan memiliki
kecenderungan terhadap teknologi asing. Ketidakberhasilan pengembangan
teknologi pada akhirnya juga tidak memberikan keuntungan bagi pemerintah dan
pengguna akhir. Padahal, tidak sedikit dana yang dikeluarkan pemerintah untuk
kegiatan litbang, penyebaran informasi dan promosi teknologi, serta sulitnya
menjaring calon penerima lisensi. Selain itu, sepuluh perusahaan yang pernah
melisensi, tidak lagi kembali melakukan kerjasama. Hal ini memunculkan sebuah
pemikiran terkait kepuasan, perceived value dan loyalitas penerima lisensi
berdasarkan kualitas teknologi dan pelayanan yang diterima. Menurut Kotler dan
Keller (2009), pelanggan merupakan faktor penting penentu keberhasilan sebuah
perusahaan (lembaga) dalam mencapai tujuannya, sehingga mempertahankan
loyalitas pelanggan, jauh lebih menguntungkan daripada menjaring konsumen
baru. Pelanggan yang loyal merupakan sumber pendapatan yang konsisten dan
dapat mengurangi dana promosi perusahaan.

Perumusan Masalah
Ketertarikan dunia industri dalam melakukan kerjasama dengan
Balitbangtan, belum dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kepuasan
perusahaan terhadap kualitas produk (teknologi) dan pelayanan Balitbangtan, serta
belum menjamin bahwa perusahaan akan kembali melisensi teknologi Balitbagtan
(loyal). Loyalitas penerima lisensi baru dapat dicirikan setidaknya ketika
perusahaan melisensi kembali teknologi yang sama atau berbeda hasil
Balitbangtan. Guna mewujudkan harapan agar teknologi dalam negeri dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan di negeri sendiri, diperlukan sikap loyal
dari perusahaan terhadap teknologi hasil litbang pemerintah, salah satunya yang
dihasilkan oleh Balitbangtan.
Pemutusan terhadap 19 kerjasama lisensi karena teknologi tidak
dikembangkan oleh penerima lisensi menjadi sebuah produk yang bermanfaat
(Lampiran 1), sangat berkaitan dengan kualitas teknologi dan pelayanan yang
diberikan penyedia teknologi. Selain itu juga terkait dengan perceived value,
kepuasan dan loyalitas penerima lisensi. Demikian juga dengan hilangnya sepuluh
perusahaan yang pernah melisensi teknologi Balitbangtan (Lampiran 2).
Berdasarkan beberapa permasalahan dan perilaku sebagian besar perusahaan
dalam melisensi teknologi (Lampiran 3), belum dapat menunjukkan bagaimana
hubungan antara kualitas teknologi dan pelayanan terhadap customer perceived
value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi. Berdasarkan permasalahan
tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh antara kualitas produk (teknologi) dan pelayanan
terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi loyalitas penerima lisensi?
3. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan loyalitas
penerima lisensi?

5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh antara kualitas produk (teknologi) dan pelayanan
terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas penerima lisensi.
3. Merumuskan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan loyalitas
penerima lisensi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta memberi masukan
dan informasi bagi:
1. Balitbangtan, dalam hal hubungan kausalitas antara kualitas produk, kualitas
pelayanan, perceived value, kepuasan dan loyalitas; serta faktor-faktor yang
mempengaruhi loyalitas penerima lisensi. Berdasarkan informasi tersebut,
dapat diterapkan strategi pemasaran yang tepat guna meningkatkan loyalitas
penerima lisensi.
2. Berbagai pihak yang berkepentingan sebagai bahan referensi untuk keperluan
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kualitas teknologi dan
pelayanan terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi.
Responden dalam penelitian ini adalah semua penerima lisensi mitra kerjasama
Balitbangtan. Penelitian ini terdiri atas studi pendahuluan dan penelitian utama.
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel indikator pada
kualitas produk dan pelayanan. Studi pendahuluan melibatkan pihak
inventor/peneliti, penerima lisensi, dan Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian
(PATP). Hasil dari penelitian ini merupakan sebuah rekomendasi strategi
pemasaran untuk meningkatkan loyalitas penerima lisensi.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Konsep Pemasaran
Inti dari pemasaran adalah memberikan kepuasan terhadap kebutuhan dan
keinginan konsumen. Kebutuhan dan keinginan tersebut hanya dapat dipenuhi
ketika perusahaan mampu menghantarkan nilai yang baik kepada konsumen
sehingga tujuan yang diinginkan perusahaan dapat tercapai. Persaingan bisnis
yang semakin kompetitif menyebabkan konsumen dihadapkan dengan berbagai
pilihan dan menuntut perusahaan untuk dapat menghantarkan nilai yang baik
(Kotler dan Keller, 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kondisi banyaknya
pilihan produk bagi konsumen menyebabkan masalah pemasaran harus dipikirkan
di awal perencanaan. Artinya sebelum produk dibuat maka analisis terhadap
bagaimana permintaan pasar harus menjadi perhatian, dengan demikian nilai yang
akan dihantarkan telah dipilih pada awal perencanaan. Fase tersebut merupakan
tahapan awal dalam proses penghantaran nilai (Kotler dan Keller, 2009). Tahap
selanjutnya adalah menciptakan produk, menentukan harga dan distribusi, serta

6

mengkomunikasikannya kepada konsumen melalui berbagai sarana promosi.
Melihat bahwa pemasaran merupakan salah satu kegiatan penting dalam sebuah
bisnis perusahaan, maka diperlukan manajemen pemasaran yang baik agar dapat
meraih pasar sasaran serta mempertahankan dan menumbuhkan pelanggan
melalui proses penciptaan, penghantaran dan pengkomunikasian nilai pelanggan
yang unggul.
Menurut Kotler dan Keller (2009), pada intinya kegiatan pemasaran meliputi
lima konsep, yaitu konsep produksi, produk, penjualan, pemasaran dan pemasaran
holistik. Inti dari konsep produksi adalah keyakinan produsen bahwa konsumen
akan tertarik dan membeli produk-produk yang murah dan mudah diperoleh.
Orientasi ini berguna ketika perusahaan ingin memperluas pasar. Inti konsep
produk adalah konsumen cenderung lebih memilih produk yang memiliki kualitas,
kinerja, fitur atau penampilan superior. Konsep penjualan berorientasi pada
tingkat penjualan, sehingga pemasar harus mempengaruhi konsumen agar
penjualan dapat meningkat. Peningkatan penjualan dapat terjadi karena
meningkatnya jumlah pembelian oleh konsumen lama maupun semakin banyak
konsumen baru yang membeli produk tersebut. Konsep pemasaran berorientasi
pada pelanggan dan mengasumsikan bahwa konsumen hanya akan bersedia
membeli produk-produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya
serta memberikan kepuasan. Pada hubungan kerjasama Bisnis to Bisnis, misalnya
kerjasama lisensi, maka kalangan industri sebagai calon penerima lisensi hanya
akan tertarik terhadap sebuah invensi yang mudah diproduksi dan memiliki
tingkat resiko produksi yang rendah (Forsyth, 2005 dalam Adawiah et al., 2013).
Teknologi dan pelayanan yang unggul akan mampu memenuhi kebutuhan
penerima lisensi dan pada akhirnya mampu memberikan rasa puas bagi penerima
lisensi, sehingga konsep pemasaran yang berorientasi pada pelanggan (penerima
lisensi) ini sesuai untuk diterapkan pada pemasaran teknologi Balitbangtan kepada
dunia industri. Konsep pemasaran meliputi empat pilar, yaitu pasar sasaran,
kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu/terintegrasi dan berkemampuan
menghasilkan laba. Pemasaran produk (teknologi) pertanian hasil Balitbangtan
juga harus berorientasi kepada kebutuhan perusahaan penerima lisensi (konsumen
Balitbangtan) melalui penyediaan teknologi yang mampu memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen, sehingga akan menciptakan kepuasan bagi perusahaan
penerima lisensi. Kepuasan konsumen akan berujung pada loyalitas konsumen.
Oliver (1999) menjelaskan bahwa konsumen yang loyal merupakan konsumen
yang merasa puas, namun konsumen yang puas tidak dapat secara universal
diartikan sebagai konsumen yang loyal. Pemasaran holistik merupakan suatu
pendekatan pemasaran secara terpadu akibat adanya kompleksitas pada kegiatan
pemasaran. Pemasaran holistik meliputi empat komponen, yaitu relationship
marketing, internal marketing, integrated marketing, dan social responsibility
marketing.
Relationship marketing bertujuan membangun hubungan jangka panjang
yang saling memuaskan dengan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga dapat
mempertahankan preferensi konsumen (Kotler dan Keller, 2009). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa internal marketing berkaitan dengan pemasaran dan riset
pemasaran yang baik. Integrated marketing merupakan bagian dari pemasaran
terpadu yang fokus pada penyusunan perencanaan program pemasaran terpadu
untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai bagi konsumen.

7

Kualitas Produk (Teknologi)
Kualitas produk merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap
perceived value, kepuasan dan loyalitas konsumen. Kualitas produk adalah fitur
dan karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan dan melaksanakan fungsinya (Kotler dan Keller, 2009). Karakteristik
tersebut terdiri atas spesifikasi produk yang sesuai (Song dan Perry, 1997),
keandalan dan daya tahan produk (Song dan Perry, 1997; Kotler dan Keller,
2009), serta kemudahan operasi dan perbaikan (Kotler dan Keller, 2009).
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kualitas produk akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui penciptaan hubungan jangka
panjang berbasis pelanggan yang berujung pada loyalitas konsumen (Gerpott et
al., 2001). Terciptanya hubungan jangka panjang dengan konsumen merupakan
aset berharga bagi perusahaan. Pemenuhan terhadap produk yang berkualitas
berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen (Ishaq,
2014). Produk yang berkualitas juga berpengaruh secara langsung terhadap
perceived value dan secara tidak langsung terhadap loyalitas melalui perceived
value (Alex dan Thomas, 2010). Kualitas produk yang tinggi akan meyakinkan
konsumen bahwa produk tersebut merupakan produk terbaik yang dapat
memenuhi kebutuhan konsumen sehingga dapat menumbuhkan loyalitas pada diri
konsumen.
Zeithaml (1988) mendefinisikan kualitas produk sebagai superioritas produk
secara keseluruhan, sedangkan menurut Sumarwan (2011), kualitas produk
merupakan kualitas yang menjadi standar bagi konsumen dan yang diharapkan
ada pada produk dan selanjutnya dibandingkan dengan kualitas atau fungsi produk
yang sesungguhnya. Selanjutnya, kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan
konsumen dinyatakan sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas produk
tersebut.
Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan atau jasa merupakan standar mutu pelayanan oleh
konsumen. Parasuraman et al. (1988) dan Sumarwan (2011) mendefinisikan
kualitas pelayanan sebagai hasil evaluasi pascakonsumsi secara keseluruhan
terhadap kualitas pelayanan yang dipersepsikan dengan yang sesungguhnya
dirasakan oleh konsumen. Sebagaimana kualitas produk, kualitas pelayanan juga
sangat krusial karena pengaruhnya terhadap kepuasan (Aryani dan Rosinta, 2010)
dan loyalitas konsumen (Aryani dan Rosinta, 2010; Yuen dan Chan, 2010;
Sumarwan, 2011). Aryani dan Rosinta (2010) juga menunjukkan adanya pengaruh
kualitas pelayanan secara tidak langsung terhadap loyalitas melalui kepuasan
konsumen, sedangkan Putra (2013) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan dan
perceived value secara simultan menghasilkan loyalitas konsumen.
Perusahaan yang bergerak di bidang penjualan produk dan pelayanan harus
dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas produk dan pelayanan secara
bersama agar dapat menciptakan perceived value yang baik (Cronin et al, 2000;
Chen, 2007; Boohene dan Agyapong, 2011; Putra, 2013), sehingga perusahaan
dapat mempertahankan pelanggan dalam jangka waktu lama. Hanzaee (2011) juga
menyatakan bahwa pelayanan karyawan yang berorientasi kepada pelanggan
merupakan penentu utama keberhasilan perusahaan. Menurut Tjiptono
(2004), kualitas pelayanan merupakan aspek penting bagi perusahaan agar dapat

8

bertahan dalam bisnis dan memenangkan persaingan. Kualitas pelayanan
merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen (Boohene dan Agyapong, 2011)
dan merupakan faktor paling penting bagi perusahaan dalam meningkatkan
loyalitas konsumen dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti kepuasan,
komitmen dan kepercayaan konsumen (Nawaz dan Usman, 2011). Lebih lanjut,
Boohene dan Agyapong (2011) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan yang
dipersepsikan konsumen akan terus menjadi perhatian konsumen dan kualitas
pelayanan tersebut juga harus senantiasa diperhatikan perusahaan karena
memberikan kontribusi dalam menghadapi kompetisi bisnis.
Perceived Value
Perceived value merupakan penilaian keseluruhan konsumen terhadap nilai
guna/kegunaan sebuah produk maupun jasa, berdasarkan persepsi tentang
keseluruhan manfaat yang diterima dan keseluruhan pengorbanan yang dilakukan
konsumen untuk memperoleh produk (Zeithaml, 1988), serta menggunakan dan
memelihara produk tersebut (Kotler, 2008). Jika biaya yang dikeluarkan
konsumen dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan total manfaat yang diberikan
produk, maka konsumen akan memilih produk lain yang mampu menghantarkan
nilai lebih tinggi kepada konsumen. Kotler (2008) juga menjelaskan bahwa
konsumen dapat menilai produk maupun jasa lebih lanjut sampai pada tingkat
membandingkan selisih antara keseluruhan manfaat yang diterima dan
keseluruhan pengorbanan konsumen terhadap produk dari perusahaan tertentu
dengan perusahaan pesaing. Customer perceived value sangat terkait dengan nilai
penawaran produk oleh perusahaan. Peningkatan nilai penawaran produk dapat
dilakukan melalui peningkatan manfaat ekonomi, fungsi atau kualitas maupun
mengurangi biaya produk (Kotler dan Keller, 2009). Pengurangan biaya tersebut
selanjutnya akan berdampak terhadap penurunan harga produk.
Manfaat yang diterima dan pengorbanan di tingkat konsumen dapat
bervariasi. Seorang konsumen mungkin cenderung menilai manfaat dari sisi
volume produk, namun konsumen lainnya menilai manfaat produk berdasarkan
keunggulan produk dibandingkan produk lainnya. Pengorbanan yang
dipersepsikan konsumen dalam memperoleh produk juga berbeda antara
konsumen satu dengan lainnya. Seorang konsumen dapat cenderung menilai
besarnya pengorbanan berdasarkan banyaknya uang yang dikeluarkan dalam
memperoleh sebuah produk, sedangkan konsumen lainnya menilai berdasarkan
banyaknya waktu maupun usaha yang dikorbankan (Zeithaml, 1988). Perceived
value oleh setiap individu dapat berbeda satu sama lain dan dipengaruhi oleh nilai
personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangan (Kotler dan Keller,
2009). Hal yang perlu diperhatikan oleh pemasar adalah berupaya menciptakan
perceived value konsumen yang positif, walaupun konsumen yang berbeda dapat
merasakan perceived value yang berbeda pula. Banyak perusahaan berupaya
menciptakan perceived value yang baik dan kepuasan bagi konsumen melalui
pemberian jaminan ganti rugi bagi produk yang memiliki kualitas rendah atau
tidak sesuai dengan yang dipromosikan.
Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen dapat diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa
yang dirasakan konsumen sebagai hasil pembandingan antara harapan konsumen

9

terhadap produk atau pelayanan dengan kinerja produk atau pelayanan yang
dipersepsikan konsumen (Parasuraman et al. 1985). Harapan konsumen terhadap
produk maupun pelayanan tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan terbentuk dari
pengalaman masa lalu, nasihat dari teman, maupun informasi dan janji pemasar
dan pesaing (Kotler dan Keller, 2009). Kualitas pelayanan memberikan pengaruh
positif dan signifikan bagi kepuasan konsumen (Malik, 2012). Namun, Ramdhani
(2014) yang menyelidiki hubungan antara kualitas pelayanan, kualitas produk dan
perceived value terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen sop durian,
menemukan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan konsumen dan hanya kualitas produk dan perceived value yang
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen.
Selain kualitas pelayanan, kepuasan konsumen juga dianggap penting bagi
perusahaan karena konsumen yang merasa puas terhadap sebuah produk maupun
pelayanan, akan cenderung membeli dan menggunakannya kembali (Kotler dan
Keller, 2009; Nawaz dan Usman, 2011). Kepuasan berpengaruh secara langsung
terhadap loyalitas dan memberikan pengaruh mediasi antara kualitas pelayanan
dan loyalitas konsumen pada sektor telekomunikasi di Pakistan (Nawaz dan
Usman, 2011). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji hubungan
antara kepuasan dan loyalitas konsumen, menunjukkan bahwa adanya rasa puas
pada diri konsumen selanjutnya akan menciptakan loyalitas konsumen (Nawaz
dan Usman, 2011; Lee, 2010). Kotler dan Keller (2009) serta Sumarwan (2011)
juga menyatakan bahwa kepuasan konsumen dapat menghantarkan pada loyalitas
konsumen. Konsumen yang loyal merupakan tujuan perusahaan karena mereka
tidak peka terhadap produk lain yang lebih murah, sehingga konsumen yang loyal
merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan dan dapat meningkatkan
profitabilitas bagi perusahaan. Dengan demikian, kepuasan konsumen merupakan
aspek yang sangat penting agar perusahaan dapat bertahan dalam bisnis dan
memenangkan persaingan (Tjiptono, 2004).
Proses terbentuknya kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dijelaskan oleh
teori kepuasan (The Expectancy Disconfirmation Model) yang menjelaskan bahwa
kepuasan dan ketidakpuasan konsumen muncul sebagai dampak dari
pembandingan antara harapan konsumen prakonsumsi dengan kinerja produk
sebenarnya yang dirasakan konsumen pascakonsumsi (Sumarwan, 2011). Lebih
lanjut dijelaskan, hasil pembandingan tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
positive disconfirmation, simple confirmation, dan negative disconfirmation.
Positif disconfirmation terjadi ketika produk berfungsi lebih baik dari harapan
konsumen dan pada kondisi ini konsumen akan merasa puas. Simple confirmation
terjadi ketika kinerja produk yang dirasakan konsumen sama dengan yang
diharapkan konsumen. Kondisi tersebut menciptakan perasaan netral bagi
konsumen. Negative disconfirmation terjadi ketika kinerja produk lebih rendah
dari harapan konsumen. Kondisi tersebut membuat konsumen tidak puas. Kajian
mengenai kepuasan konsumen terhadap sebuah produk telah banyak dilakukan,
baik terhadap barang maupun jasa. Kajian tersebut dapat diterapkan langsung
pada atribut produk ataupun dimensi tertentu, seperti kualitas produk dan
pelayanan.

10

Loyalitas Konsumen
Oliver (1999) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai komitmen yang
kuat dari konsumen untuk berlangganan atau membeli kembali produk/jasa yang
disukai secara konsisten di masa yang akan datang, walaupun konsumen berada
pada situasi yang berpotensi menyebabkannya berpindah ke produk/jasa lain.
Terbentuknya loyalitas pada diri konsumen didorong oleh adanya perasaan puas
terhadap kualitas produk maupun jasa yang diterima konsumen (Sumarwan,
2011). Perasaan puas yang dirasakan konsumen juga mendorong konsumen untuk
membeli produk/jasa dengan lebih banyak, membantu perusahaan dengan
memberikan rekomendasi produk/jasa kepada orang lain, serta membantu
perusahaan dalam membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen
(Khurshid, 2013). Lebih lanjut dijelaskan bahwa loyalitas ditandai adanya
rekomendasi produk oleh konsumen kepada orang lain (Khurshid, 2013) dan
tindakan pembelian kembali suatu produk/jasa yang pernah dibeli sebelumnya
(Sumarwan, 2011).
Menurut Ishaq (2012), kualitas pelayanan, perceived value, dan image
perusahaan merupakan anteseden bagi terbentuknya loyalitas konsumen.
Boohene dan Agyapong (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan dan image
perusahaan merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen, sedangkan pengujian
yang dilakukan pada hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan konsumen,
dan loyalitas menunjukkan bahwa kepuasan memberikan pegaruh negatif terhadap
loyalitas. Berdasarkan penelitian Boohene dan Agyapong (2011), kepuasan
konsumen bukan merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen. Hal ini berbeda
dengan penelitian-penelitian lainnya yang menyatakan dekatnya hubungan antara
kepuasan dan loyalitas. Penelitian sebelumnya, pada umumnya mejelaskan bahwa
kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen (Lee, 2010;
Nawaz dan Usman, 2011; Kurshid, 2013). Hasil penelitian Boohene dan
Agyapong (2011) juga menjelaskan bahwa walaupun kualitas pelayanan
berpengaruh positif terhadap loyalitas, namun karena kepuasan berpengaruh
negatif terhadap loyalitas, sehingga kepuasan bukan penentu utama bagi loyalitas
konsumen. Nawaz dan Usman (2011) menjelaskan bahwa diantara beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan loyalitas, kualitas pelayanan
merupakan faktor paling penting bagi perusahaan dalam meningkatkan loyalitas
konsumen dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti kepuasan, komitmen dan
kepercayaan konsumen.
Loyalitas pelanggan memainkan peran penting dalam keberhasilan suatu
organisasi. Pelanggan yang loyal merupakan sumber pendapatan yang konsisten
bagi perusahaan (terjadi pembelian berulang dan peningkatan pembelian) dan
pengurangan biaya (pengurangan biaya promosi), sehingga meningkatkan
profitabilitas. Reichheld dan Sasser (1990) dalam Li dan Green (2011)
mengemukakan bahwa pelanggan setia akan bersedia untuk (1) kembali membeli
produk yang sama walaupun ada alternatif kompetitif yang menyebabkan
switching, (2) mengeluarkan uang untuk mencoba produk-produk lain yang
ditawarkan perusahaan, (3) merekomendasikan barang atau jasa perusahaan
kepada konsumen lain, dan (4) memberikan saran yang tulus kepada perusahaan
sebagai umpan balik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.
Khurshid (2013) menyatakan penentu atau faktor penting bagi loyalitas
konsumen pada industri telekomunikasi adalah kepuasan pelanggan, switching

11

barrier, harga, promosi, promosi penjualan, kepercayaan pelanggan, citra
merek/perusahaan, kualitas layanan, layanan customer care, layanan nilai tambah,
jangkauan jaringan, kekuatan sinyal, paket atau tarif panggilan, kualitas
panggilan/tarif panggilan, tarif SMS (Short Message Service), kualitas SMS, tarif
GPRS (General Packet Radio Service), dan kualitas GPRS. Menurut Aaker
(1991) dalam Ramdhani (2014), terdapat lima faktor yang mempengaruhi
loyalitas konsumen, yaitu kepuasan konsumen, perilaku kebiasaan (habitual
behavior), komitmen, kesukaan terhadap produk (linking of the brand), dan biaya
pengalihan (switching cost). Biaya pengalihan muncul karena adanya perbedaan
pengorbanan akibat memilih salah satu alternatif produk. Biaya pengalihan juga
dapat terjadi karena adanya resiko kegagalan, biaya energi dan fisik yang
dikeluarkan konsumen karena telah memilih salah satu aternatif produk. Besarnya
biaya pengalihan dari satu produk terhadap produk lain menyebabkan pelanggan
lebih berhati-hati beralih ke produk lain. Hal ini selanjutnya menyebabkan
konsumen menjadi loyal. Menurut Kotler dan Keller (2009), ketidakloyalan dalam
muncul pada diri konsumen dan biasanya muncul karena adanya akumulasi dari
masalah-masalah kecil pada perusahaan.
Invensi
Invensi merupakan suatu hasil penemuan berupa pemecahan masalah di
bidang teknologi yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan
(litbang). Menurut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI)
(2010), penemuan invensi berawal dari ide atau gagasan inventor dan invensi
dapat berupa produk maupun proses yang baru atau penyempurnaan dan
pengembangan produk maupun proses yang telah ada sebelumnya. Buenstorf dan
Geissler (2011) juga mendefinisikan invensi sebagai hasil penemuan para peneliti,
dimana hasil penemuan tersebut selanjutnya dapat dikembangkan melalui
komersialisasi teknologi.
Inovasi
Inovasi merupakan invensi yang bernilai ekonomi (Goenadi, 2000),
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat luas (Pasek, 2011). Inovasi
bukan hanya sebatas hasil penelitian, namun lebih cenderung pada penjualan
invensi kepada dunia industri agar invensi dapat dikembangkan menjadi produk
yang bermanfaat bagi end user. Penjualan invensi kepada dunia industri dilakukan
oleh lembaga pemilik invensi.
Komersialisasi
Komersialisasi merupakan sebuah proses pengalihan teknologi yang bernilai
komersial dari pemilik teknologi kepada pihak lain (dunia industri) untuk
dikembangkan hingga menjadi sebuah produk yang dapat bermanfaat. Manfaat
yang diperoleh bagi perusahaan pengadopsi teknologi adalah keuntungan secara
ekonomi melalui pengembangan teknologi dan pemasaran produk hasil
pengembangan, sedangkan keuntungan bagi pemilik teknologi berupa royalti dan
tersampaikannya manfaat teknologi dalam mengatasi permasalahan di bidang
pertanian. Menurut Siegel et al. (1995), komersialisasi teknologi diartikan sebagai
moving technology to a profitable potition. Nasution et al. (2009) mengartikan
komersialisasi sebagai kegiatan pengembangan teknologi hingga mencapai suatu
posisi dimana teknologi dapat diaplikasikan pada kegiatan produksi atau

12

konsumsi yang menghasilkan keuntungan bagi penemunya. Komersialisasi
teknologi dapat dilakukan salah satunya melalui kerjasama lisensi. Pemilik
teknologi (pemberi lisensi) dalam penelitian ini adalah Balitbangtan, sedangkan
penerima lisensi adalah perusahaan (dunia industri) pengadopsi teknologi
Balitbangtan.
Teknologi hasil Balitbangtan yang memiliki nilai Kekayaan Intelekutal (KI)
dan nilai jual (komersial) merupakan asset bisnis yang harus ditransfer kepada
dunia industri. Berbagai invensi hasil Balitbangtan telah banyak yang dialihkan
kepada dunia industri. Komersialisasi teknologi merupakan upaya menyebarkan
teknologi dan memberikan akses kepada end user terhadap suatu produk hasil
pengembangan teknologi.
Keberhasilan komersialisasi hingga menghasilkan produk yang dapat
bermanfaat bagi pengguna akhir, tidak terlepas dari pengujian sebuah teknologi
(invensi) yang akan dikomersialisasikan. Pengujian yang dimaksud adalah
pengujian secara teknis dan ekonomis. Pengujian secara teknis ditujukan untuk
mengetahui apakah sebuah teknologi dinilai mudah atau sulit dikembangkan.
Pengujian ini dilakukan dengan cara menduplikasikan hasil invensi. Pengujian
secara ekonomis dilakukan setelah invensi lolos pada pengujian teknis. Pengujian
ekonomis bertujuan untuk mengetahui kondisi-kondisi optimum untuk
pengembangan teknologi menjadi produk. Kegagalan komersialisasi atau
ketidakberhasilan pengembangan teknologi oleh penerima lisensi disebabkan oleh
analisis yang kurang tepat terhadap kesiapan dan nilai komersial teknologi yang
akan dikomersialisasikan (Parker dan Mainelli, 2001). Menurut Goldsmith (2013)
dalam Nasution et al. (2009), penilaian potensi komersialisasi sebuah teknologi
tidak dapat dilakukan dengan melihat teknologi secara independen, namun harus
dinilai dengan melihat keberadaan teknologi serupa yang dihasilkan oleh pesaing
yang mungkin memiliki kualitas lebih baik.

Kajian Penelitian Terdahulu
Persaingan bisnis yang semakin kompetitif menuntut setiap perusahaan
untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas serta dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Penyediaan teknologi oleh lembaga
pemerintah (Balitbangtan) melalui kerjasama lisensi dimaksudkan agar hasil
lembaga litbang pemerintah dapat sebesar-besarnya dirasakan manfaatnya oleh
end user (petani, para pelaku usaha dan masyarakat) dan membantu dunia industri
dalam penyediaan teknologi yang tidak dapat disediakan sendiri oleh dunia
industri. Fiaz dan Naiding (2012) menjelaskan perlunya kerjasama antara dunia
industri dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi dalam rangka