Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Prima Fresh Mart (Pendekatan Service Quality)

(1)

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak perusahaan yang bergerak di bidang perunggasan, baik dari segi pakan unggas, komoditi unggas, dan pengolahan produk unggas dalam skala besar hingga skala kecil. Beberapa perusahaan besar di bidang perunggasan di Indonesia antara lain PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI), PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT. Sierad Produce Tbk (SIPD), dan PT. Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Empat perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki market share terbesar (dengan urutan sesuai yang disebutkan) di Indonesia baik untuk pakan, Day Old Chick (DOC), dan produk olahan (PEFINDO 2009). Perusahaan-perusahaan ini berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan terutama protein hewani dan pakan perunggasan dengan skala nasional.

Diketahui konsumsi protein penduduk Indonesia masih rendah terutama jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Bahkan berdasarkan data BPS, persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan menurut kelompok barang Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa belanja keluarga untuk tembakau (rokok) lebih besar daripada alokasi belanja protein (BPS 2008). Konsumsi protein hewani di Indonesia, khususnya daging ayam broiler dan telur ayam masih sangat rendah dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya seperti yang ditunjukkan Tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

Negara Telur (Kap/th) Daging Ayam Broiler (Kap/kg/th)

Malaysia 311 38

Philipina 120 7,6

Thailand 216 12,6

Singapura 500 33

Indonesia 80 4,8

Vietnam 56 3,8


(2)

2 Konsumsi protein di Indonesia yang masih rendah dan belum memenuhi acuan nasional saat ini masih perlu mendapati perhatian. Berdasarkan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI 2010), konsumsi protein hewan asal ternak di Indonesia adalah sebagai berikut: daging 3,35 gr/kap/hari, telur 1,77; susu 0,6; total konsumsi protein secara nasional adalah sebesar 5,72 gr/kap/hari padahal acuan nasional untuk konsumsi protein adalah sekitar 6 gr/kap/hari. Selain itu, sumber protein asal unggas per gram protein relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Harga Sumber Protein per Gram Protein Jabodetabek Tahun 2011 Sumber Protein Harga per

Kg (Rp)

Kandungan Protein (%)

Harga per gr Protein (Rp)

Tahu 9.000 7.5 120

Telur 13.500 12.5 110

Ikan Tawar 22.500 15.0 150

Daging Ayam Broiler 25.000 18.5 135

Daging Sapi 65.000 20.0 325

Sumber: Kembaren L (2011)

Meski demikian, tingkat konsumsi produk perunggasan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya populasi penduduk Indonesia, peningkatan pendapatan, perubahan gaya hidup, serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya protein hewani dalam meningkatkan kecerdasan anak bangsa, dimana sumber hewani yang mudah dan murah didapat adalah daging unggas. Berdasarkan sensus penduduk oleh BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 mencapai 205,1 juta jiwa dan mengalami peningkatan hingga jumlahnya sebesar 237,6 juta jiwa pada sensus tahun 2010, artinya kebutuhan pokok nasional termasuk permintaan protein hewani akan terus bertambah dimana hal ini direspon baik oleh tren industri perunggasan dari hulu hingga hilir.

Gaya hidup manusia selalu mengalami perubahan, baik dalam hal pangan, papan, dan sandang. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel lain (Engel et al 1995). Hal ini membuat perusahaan-perusahaan yang terkait dalam bidang pangan berlomba-lomba menyesuaikan dengan gaya hidup


(3)

3 konsumen, termasuk di dalamnya perusahan perunggasan. Perusahaan perunggasan terus melakukan inovasi agar dapat memenuhi kebutuhan konsumennya baik konsumen pakan ternak, produk unggas, dan produk olahannya baik dalam hal produk maupun dari segi pemasarannya. Inovasi yang dilakukan dalam hal produk tetap dengan memberikan kualitas terbaik dan kuantitas yang sesuai, misalnya dengan menyediakan daging ayam yang memiliki ukuran dan harga yang sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia saat ini. Inovasi yang berkelanjutan ini juga menjadikan produksi daging unggas adalah yang paling ramah lingkungan, diikuti daging babi dan domba, sedangkan daging sapi adalah yang paling tidak ramah lingkungan(Dharmawan 2007).

Setiap individu membutuhkan kebutuhan yang lengkap dan seimbang dalam hal pangan (4 sehat 5 sempurna) dalam kesehariannya. Selain nasi yang merupakan sumber utama karbohidrat dan sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, protein merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk meningkatkan kualitas individu. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup (Melilea 2010). Artinya protein penting karena berperan sebagai struktural yang membangun tubuh. Protein dibedakan menjadi protein nabati (yang dapat diperoleh pada kedelai dan kacang-kacangan) dan protein hewani, dimana seperti yang telah disebutkan, produk perunggasan seperti ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dengan harga yang murah dan memiliki banyak variasi dalam proses mengkonsumsinya.

Ayam yang merupakan salah satu komoditi perunggasan memiliki kontribusi terbesar bagi pemenuhan kebutuhan pangan (protein) dibandingan jenis unggas lainnya di Indonesia. Ayam terbagi atas dua jenis, ayam ras dan ayam buras (ayam bukan ras atau ayam kampung). Untuk ayam ras dibagi lagi menjadi ayam ras pedaging (broiler) dan ayam ras petelur (layer). Pada penelitian ini, penulis akan membahas secara spesifik mengenai ayam ras pedaging. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan bahwa populasi ayam ras pedaging merupakan populasi ternak tertinggi di Indonesia. Selain itu, produksi daging oleh ayam ras pedaging juga merupakan produksi daging tertinggi di Indonesia. Hal ini dapat


(4)

4 dilihat pada tabel populasi ternak dan produksi daging, telur, dan susu di Indonesia yang selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Kedua tabel ini membuktikan bahwa daging ayam yang berasal dari ayam ras pedaging menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani. Tak hanya sebagai sumber protein untuk dikonsumsi, ayam ras pedaging memiliki populasi terbesar di Indonesia untuk dibudidayakan oleh masyarakat dan terus mengalami peningkatan dari segi jumlahnya. Hal ini berarti bahwa ayam masih menjadi pilihan bagi masyarakat baik sebagai sumber penghasilan maupun sebagai sumber protein.

Selain dari sisi produk, inovasi juga dilakukan dalam hal pemasaran agar produk yang dihasilkan perusahaan dapat dengan mudah diperoleh oleh konsumen. Lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir disebut pengecer (retailer). Pengecer sebagai perantara dalam saluran pemasaran melaksanakan tugas untuk memindahkan barang (produk) dari produsen ke konsumen (Kotler 2005). Bisnis ritel di Indonesia telah mengalami perkembangan format sejak tahun 1960 hingga saat ini. Ritel berkembang dengan menyediakan produk-produk yang dibutuhkan konsumen secara mudah, baik dari lokasi yang mudah dicapai, harga yang kompetitif, kenyamanan berbelanja (atmosfer toko yang baik), hingga kemudahan cara pembayaran. Adanya ritel berupa pasar modern ini membuat konsumen merasa mudah dan nyaman berbelanja terutama jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market) yang cenderung hanya tersedia pagi hari dan lokasi di daerah terbuka.

Potensi permintaan akan daging ayam yang tinggi tidak hanya menjadi perhatian para produsen produk ayam untuk memenuhi permintaan tersebut, namun bagi para pelaku di rantai suplai produk ayam. Rantai suplai produk perunggasan terutama ayam yang tersedia saat ini terbagi menjadi 3 jenis, mentah, olahan, dan mentah dan olahan dalam satu. Rantai suplai produk mentah dan olahan yang terpisah seringkali dijumpai pada pasar tradisional maupun pasar modern (supermarket dan hypermarket). Namun kini, CPI membuat strategi baru untuk memenuhi permintaan konsumen akan daging ayam baik mentah maupun olahan dengan menyediakan toko khusus daging ayam, Prima Fresh Mart (PFM).


(5)

5 PFM adalah adalah specialty store (toko khusus) yang menjual bahan makanan segar, olahan, dan siap dikonsumsi yang berasal dari produk ayam. PFM merupakan bagian dari Charoen Pokphand Food (CP Food) yang merupakan anak perusahaan CPI, khusus menyediakan produk-produk yang dapat konsumsi. Munculnya PFM sebagai toko khusus yang menjual produk ayam dalam berbagai variasi ini merupakan solusi bagi konsumen karena memudahkan memperoleh protein hewani yang berasal dari komoditi ayam yang berkualitas dengan harga yang kompetitif. PFM yang merupakan bagian dari CPI mampu memberikan jaminan bahwa produk mereka adalah produk yang berasal dari bibit unggul, diternakkan secara sehat, bebas dari penyakit, dan aman untuk dikonsumsi. Artinya daging ayam yang dijual PFM adalah daging ayam yang dijamin ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal). Lokasi PFM juga strategis karena terletak di daerah perumahan maupun dekat dengan pusat perbelanjaan sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani berupa daging ayam. Selain itu, harga-harga yang ditawarkan oleh PFM juga relatif lebih murah daripada pasar tradisional maupun pasar modern.

Produk unggas yang ASUH adalah swasembada yang akan dicapai menerapkan prinsip-prinsip untuk keselamatan konsumen. Aman artinya tidak mengandung penyakit dan residu serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat artinya mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh artinya tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal artinya dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam. Ketersediaan pangan yang ASUH menjadi manifestasi kongkrit dari salah satu sasaran pembangunan di bidang keamanan pangan, hal ini dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak sesuai bagi keyakinan masyarakat (Sudjana 2009).

1.2. Perumusan Masalah

Konsumsi daging ayam ras di Indonesia yang baru mencapai 4,8 kg per kapita per tahun, merupakan angka yang sangat rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN (Tabel 1). Meskipun demikian, jumlah penduduk


(6)

6 Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga industri perunggasan memiliki potensi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan protein dalam daging ayam untuk penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, dimana masyarakat lebih memilih mengkonsumsi daging ayam dibandingkan sumber protein lain.

Tabel 3. Konsumsi Hasil Ternak Komoditi Daging per Kapita per Tahun Produk Peternakan di Indonesia Tahun 2007-2009

No Komoditi Daging Segar Tahun

2007 2008

1 Sapi 0,42 0,36

2 Kerbau 0,05 -

3 Kuda - -

4 Kambing 0,26 0,05

5 Babi 3,43 0,21

6 Ayam (Ras dan Kampung) 4,11 3,80

7 Unggas Lainnya 0,05 0,05

8 Daging Lainnya 0,05 0,05

Sumber: DITJENNAK (2008)

Bagi para produsen di bidang perunggasan khususnya yang menyediakan produk daging ayam tentunya ingin agar produknya dapat tetap banyak terjual sesuai dengan harapan konsumen. Walaupun daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah didapat, relatif lebih murah dari sumber protein hewani lainnya, dan memiliki banyak variasi dalam pengolahannya, namun jika para produsen tidak dapat menyediakan daging ayam yang ASUH sesuai harapan konsumen, menjawab ketidakpuasan akan daging ayam konsumen juga berpotensi untuk tidak mengkonsumsi daging ayam dan beralih ke sumber protein lainnya.

Dalam operasionalnya, pihak manajerial PFM yang baru berdiri pada tahun 2011 ingin lebih meningkatkan sales penjualan produk-produknya dengan berusaha lebih kompetitif baik dalam hal produk maupun pelayanannya agar dapat membuat konsumen merasa puas terhadap PFM. Memenuhi kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan dan produk sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan salah satu tujuan utama produsen dalam meningkatkan mutu produk dan pelayanan.

Sebagai toko baru, PFM harus dapat bersaing dengan retailer-retailer lain yang juga menjual produk yang serupa, terutama produk daging ayam segar.


(7)

7 Retailer-retailer lain seperti hypermart, carrefour, giant, dan specialty store lain (Belmart) menyediakan berbagai produk kebutuhan konsumen dalam jumlah yang banyak dan harga yang relatif lebih murah. Konsumen lebih mengenal retailer-retailer besar ini dibandingkan dengan specialty store PFM yang masih baru dan jumlahnya yang masih sedikit.

Untuk itu pihak PFM berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen. Peningkatan kualitas pelayanan ini didasari atas apa yang dibutuhkan konsumen, sehingga keputusan yang diambil merupakan suatu prioritas dari jawaban atas keinginan konsumen terhadap PFM. Indikator untuk mengetahui apa saja atribut yang harus ditingkatkan kualitasnya adalah dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut yang ada pada PFM. Pengetahuan terhadap karakteristik konsumen dapat mengetahui pemangasaan pasar dan pengetahuan terhadap kepuasan konsumen dapat menjadi masukan yang sangat penting untuk merumuskan implikasi manajerial perusahaan. Konsumen adalah fokus utama dalam penentuan suatu kebijakan karena keberhasilan suatu produk atau toko dilihat dari kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dapat dilihat dari penilaiannya terhadap atribut pada produk dan toko. Konsumen yang merasa puas akan berbelanja kembali dan merekomendasikan PFM kepada orang lain. Hal ini akan menjadi langkah bagi pengunjung untuk menjadi loyal terhadap PFM.

Melihat dari uraian di atas muncul berbagai pertanyaan yang perlu dijawab. Namun, pihak PFM yang memiliki rencana membuka toko baru PFM di berbagai lokasi tidak dapat berinteraksi langsung dengan konsumen secara berkala di lapang. Sehingga penilitian konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap daging ayam diperlukan untuk menjawab beberapa perumusah permasalahan berikut:

1. Bagaimana karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen PFM, serta penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan PFM?

2. Bagaimana hubungan yang terjadi antara atribut dengan variabel dimensi kualitas pelayanan PFM dan hubungan antara variabel dimensi kualitas pelayanan dengan variabel kepuasan dan loyalitas konsumen PFM?

3. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen PFM?


(8)

8 1.3. Tujuan Penelitian

Setelah menyampaikan latar belakang serta mendasari perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen PFM, serta penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan PFM.

2. Menganalisis hubungan yang terjadi antara atribut dengan variabel dimensi kualitas pelayanan PFM dan hubungan antara variabel dimensi kualitas pelayanan dengan variabel kepuasan dan loyalitas konsumen PFM.

3. Memformulasikan implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen PFM.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, di antaranya:

1. Pihak Prima Fresh Mart, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi berupa informasi yang dapat meningkatkan nilai tambah dalam memberikan kualitas pelayanan terbaik kepada konsumen sesuai dengan harapan konsumen.

2. Pihak institusi pendidikan dan pihak lain yang berkepentingan mengadakan studi pada permasalahan sejenis, diharapkan informasi dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pengetahuan serta studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.

3. Peneliti, penulisan ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan, pengalaman, dan media untuk melatih diri dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh pada saat perkuliahan khususnya dalam mengamati gejala yang terjadi dalam masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepuasan konsumen terhadap PFM. PFM memiliki delapan cabang namun lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta Timur. Penelitian ini tidak


(9)

9 menganalisis konsumen secara nasional, namun hanya memfokuskan pada lingkup konsumen pengunjung PFM Kelapa Gading, Jakarta.

PFM cabang Kelapa Gading dipilih karena merupakan cabang pertama yang berdiri pada bulan Maret 2011. Sehingga cabang ini lebih dikenal masyarakat dibandingkan cabang lainnya. Harapannya konsumen yang menjadi responden penelitian ini dapat menjawab pertanyaan dengan baik sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Analisis penelitian ini dibatasi untuk mengkaji dan menganalisis kepuasan dan loyalitas konsumen PFM. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis persamaan struktural (SEM) yang menganalisis hubungan variabel-variabel dalam penelitian dengan responden berjumlah 100 orang.

Konsumen yang dijadikan sebagai responden merupakan konsumen dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia > 17 tahun, telah berbelanja di PFM lebih dari satu kali, dan bersedia mengisi kuesioner peneliti. Penelitian dilakukan pada waktu operasional PFM pukul 07.00-21.00 WIB pada hari kerja (Senin-Jum‟at) dan akhir pekan (Sabtu-Minggu).


(10)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Karakteristik dan Perilaku Konsumen

Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setiap konsumen memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda dalam mengkonsumsi suatu produk. Karakteristik dan perilaku konsumen berguna untuk menentukan pemangsaan pasar dan strategi manajerial.

Seperti pada kajian penelitian terdahulu, karakteristik dan perilaku konsumen pada tiap penelitian memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan. Arisman (2008) melakukan penelitian mengenai kepuasan konsumen Restoran Bumbu Desa Bogor. Bedasarkan penelitian yang dilakukan pada Februari-Maret 2008, karakteristik konsumen Restoran Bumbu Desa Bogor adalah berusia 27-36 tahun berjenis kelamin laki-laki, daerah asal Kota Bogor, suku bangsa Sunda, pendidikan terakhir sarjana (S1), pegawain swasta/BUMN, pendapatan per bulan lebih dari Rp 3.600.000,00, dan memperoleh informasi melalui teman/kerabat.

Berbeda dengan konsumen pada sebuah restoran, Sitepu (2008) menganalisis kepuasan konsumen Giant Botani Square Bogor pada Januari-Maret 2008. Diketahui konsumen potensial yang berkunjung ke Giant adalah konsumen keluarga muda, dewasa dan enerjik, masih produktif, serta memiliki aktivitas yang masih banyak. Konsumen pria yang berkunjung ke Giant didominasi pria dewasa yang berbelanja ketika akhir pekan maupun liburan untuk memenuhi kebutuhan individunya sendiri, sedangkan konsumen wanita adalah dominan keluarga muda untuk memenuhi kebutuhan individu dan keluarganya. Pembentuk keputusan konsumen untuk datang berbelanja ke Giant Botani Square adalah empat faktor. Pada konsumen gabungan atau umum, variabel utama pembentuk keputusan pembelian adalah adanya pengaruh keluarga. Variabel utama pembentuk keputusan pembelian untuk konsumen pria maupun wanita adalah pendapatan.

Lingga (2008) menganalisis kepuasan konsumen terhadap pelaksanaan bauran pemasaran (7P) pada Toserba X pada Agustus-September 2007, bahwa sebagian besar pelanggan yang berbelanja di Toserba X adalah perempuan dengan


(11)

11 pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga lebih sering berbelanja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kisaran usia pelanggan adalah 27-36 tahun dimana SMU merupakan kelompok dominan berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan jumlah penghasilan Rp 500.001,00 – 1.000.000,00 per bulan. Jumlah kunjungan responden ke Toserba X yang paling sering adalah satu bulan sekali.

Berdasarkan studi terdahulu yang ada, karakteristik konsumen minimal meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pendapatan per bulan. Untuk perilaku konsumen, disesuaikan dengan kebutuhan peneliti baik mencari pembentuk keputusan pembelian maupun perilaku penggunaan konsumen.

2.2. Studi Kepuasan dan Loyalitas Konsumen

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler 2005). Loyalitas konsumen adalah tingkat intensitas dimana konsumen akan tetap menggunakan suatu merek dari produk tertentu (Mowen & Minor 1998). Kepuasan dan loyalitas konsumen tidak dapat dinilai secara langsung, oleh karena itu dilakukan pendekatan melalui variabel-variabel yang dapat dinilai secara langsung yang berhubungan dengan kepuasan konsumen.

Menurut penelitian Arisman (2008) kepuasan terhadap kualitas produk yang paling tinggi terdapat pada variabel keragaman produk. Konsumen Restoran Bumbu Desa Bogor sudah merasa puas terhadap harga produk. Kepuasan konsumen terhadap service quality (kualitas pelayanan) paling tinggi terdapat pada variabel kesigapan pelayan dan kebersihan fasilitas restoran, sedangkan terhadap emotional factor (faktor emosi) paling tinggi pada variabel bentuk produk, dan pada kemudahan paling tinggi pada variabel kemudahan mendapatkan produk.

Sitepu (2008) , mengatakan bahwa secara umum konsumen yang datang berbelanja ke Giant Botani Square merasa puas dengan kinerja atribut yang dihasilkan oleh pihak Giant itu sendiri. Penelitian yang dilakukan dengan jumlah


(12)

12 responden sebesar 110 orang (55 orang responden pria dan 55 orang responden wanita) menggunakan non-probability sampling (mengambil sampel secara sengaja) dengan pendekatan convenience sampling. Sementara untuk menganalisis kepuasannya, Sitepu menggunakan metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance Performance Analysis (IPA). Nilai CSI untuk konsumen secara umum sebesar 73,72 persen, konsumen pria sebesar 73,87 persen dan konsumen wanita 73,55 persen.

Maulidiyanti (2010) menganalisis mengenai kepuasan konsumen minuman sari buah jeruk Minute Maid Pulpy Orange pada April-Juni 2010. Dalam penelitiannya, konsumen telah merasa puas dengan kinerja Minute Maid Pulpy Orange secara keseluruhan. Hal ini terlihat dari 13 variabel yang diteliti terdapat tujuh variabel responden pada kategori puas yaitu rasa manis, warna minuman, kemasan, image merek, informasi halal, tanggal kadaluarsa, daftar BPOM RI dan layanan konsumen pada kemasan, iklan dan promosi, serta kemudahan mendapat produk. Untuk enam variabel lainnya, seperti bulir-bulir jeruk, aroma minuman, komposisi produk, kandungan vitamin C, ukuran saji/volume, dan harga terdapat pada kategori cukup puas. Berdasarkan hasil penelitian Maulidiyanti, loyalitas konsumen dalam hal keinginan konsumen untuk membeli kembali, mayoritas responden sebanyak 78,67 persen menyatakan bahwa mereka berkeinginan untuk membeli kembali Minute Maid Pulpy Orange. Sebanyak 46,67 persen menyatakan berkeinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain. Sebagian besar responden menyatakan cukup berkeinginan untuk membeli kembali apabila harga produk naik sebanyak 42, 67 persen.

Berdasarkan studi terdahulu, kepuasan dapat dinilai melalui pendekatan variabel-variabel yang dapat dihitung. Variabel yang digunakan antara lain variabel keragaman produk, harga produk, service quality (kualitas pelayanan), dan emotional factor (faktor emosi), dan juga variabel strategi pemasaran 4P (product, place, people, dan promotion) maupun strategi pemasaran 7P. Sedangkan untuk penilaian terhadap loyalitas dapat dilakukan melalui pendekatan keinginan untuk berbelanja kembali, berbelanja kembali apabila harga naik, dan merekomendasikan kepada orang lain.


(13)

13 2.3. Studi Implikasi Hasil Penelitian Kepuasan Konsumen

Pada kajian penelitian terdahulu dengan topik kepuasan konsumen terhadap suatu lokasi maupun terhadap barang atau jasa dan penelitian yang menggunakan alat analisis Structural Equation Model (SEM) menyusun strategi manajerial berdasarkan hasil penelitiannya. Strategi ini disusun berdasarkan hasil analisis karakteristik, perilaku, kepuasan, dan loyalitas responden. Selain itu peneliti juga menyusun berdasarkan hasil analisis dengan alat penelitian (SEM).

Arisman (2008) memberikan alternatif strategi bagi Restoran Bumbu Desa Bogor antara lain untuk rasa produk adalah terus meningkatkan kualitas dan kelezatan produk dengan memberikan takaran bumbu yang pas yang juga disesuaikan dengan jenis produk yang ditawarkan, yang tentunya juga harus sesuai dengan selera konsumen, selain itu rasa produk yang ditawarkan restoran harus konsisten setiap harinya. Warna produk yang ditawarkan sudah menarik, terlihat fresh dan sesuai dengan warna asli untuk suatu produk. Untuk harga produk, strategi yang bisa diterapkan adalah memberikan potongan harga (diskon) kepada konsumen yang telah mempunyai member card. Alternatif strategi yang bisa dilakukan bagi konsumen yang sedang waiting list adalah memberikan minuman pembuka (welcome drink) secara gratis, membuat stan makanan dan stan minuman di teras dapat lebih meningkatkan kepuasan konsumen.

Pada penelitian Maulidiyanti (2010) implikasi hasil penelitian berupa saran alternatif yang dapat diberikan untuk meningkatkan kepuasan konsumen adalah memperbaiki atribut produk yang dirasa kurang memuaskan oleh konsumen, yaitu bulir-bulir jeruk, menjaga kestabilan harga di tempat pembelian, mempertahankan kelancaran distribusi produk, dan meningkatkan promosi potongan harga dan pemberian bonus di tempat pembelian.

Berbeda dengan restoran dan minuman kemasan, Meiri (2010) menganalisis mengenai kepuasan dan loyalitas pengunjung taman rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor (pendekatan SEM). Pada penelitian ini implikasi hasil penelitian untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pengunjung adalah dengan meningkatkan variabel dimensi tangibles, karena dimensi ini memiliki koefisien terbesar terhadap kepuasan. Selain itu juga harus memprioritaskan untuk meningkatkan


(14)

14 kinerja dimensi reliability, karena dimensi ini memiliki koefisien terbesar kedua. Dimensi emphaty, assurance, dan responsiveness, secara berurutan merupakan dimensi-dimensi yang selanjutnya harus diperhatikan oleh pihak manajerial.

2.4. Studi Structural Equation Model (SEM)

Alat analisis SEM telah banyak digunakan pada penelitian terdahulu dengan menggunakan sampel antara 100-200 responden. Peneliti membuat model terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian kemudian model diidentifikasi dan diestimasi untuk mengetahui seberapa baik model digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Hasil kuesioner diolah dalam software LISREL atau AMOS disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Hasil dari software kemudian dianalisis untuk diketahui variabel mana yang memiliki pengaruh paling kuat dan memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen.

Arisman (2008) menggunakan teknik judgement sampling dalam pengambilan sampel dengan jumlah sampel sebanyak 150 responden. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat analisis yaitu SEM. Dari nilai total kuesioner, terlihat bahwa konsumen yang merasa puas terhadap kinerja restoran adalah sebesar 75,54 persen. Berdasarkan hasil analisis menggunakan SEM, dari kelima variabel laten dalam membangun kepuasan konsumen, variabel service quality (kualitas pelayanan) memiliki pengaruh tertinggi dan harga memiliki pengaruh terendah.

Zahria (2009) meneliti tentang kepuasan dan loyalitas konsumen susu Anlene di Kota Bogor dengan lokasi Giant Botani Square dan Rumah Sakit PMI Bogor. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis persamaan struktural (SEM) yang menggunakan program software excel 2003 dan program Linear Structural Relationship (LISREL) 8.30. Selain SEM, pengolahan data untuk uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS 13 sedangkan analisis deskriptif dilakukan dengan cara tabulasi data. Berdasarkan hasil analisis SEM, semua variabel indikator berpengaruh nyata pada terbentuknya kepuasan konsumen. Pada hubungan antara kepuasan konsumen dengan variabel indikatornya menunjukkan bahwa kepuasan berpengaruh nyata pada penilaian kepuasan konsumen terhadap Anlene secara keseluruhan. Kepuasan konsumen


(15)

15 terhadap Anlene 100 persen berpengaruh nyata pada terbangunnya loyalitas konsumen. Berdasarkan index goodness of fit pada hasil penelitian, permodelan variabel yang dibangun berdasarkan model hipotesa atau model teori dinyatakan sesuai dan sangat baik sehingga dapat diterima keabsahannya.

Maulidiyanti (2010) menggunakan teknik convenience sampling dalam pengambilan sampel dengan jumlah sampel sebanyak 150 responden. Penelitian ini menggunakan alat analisis SEM dalam mengolah datanya. Total nilai kuesioner penelitian ini adalah sebesar 6.670. berdasarkan hasil SEM, dari keempat variabel bauran pemasaran, hanya variabel produk yang diterima sebagai variabel yang membangun kepuasan konsumen Minute Maid Pulpy Orange secara nyata, sedangkan variabel harga, distribusi, dan promosi tidak secara signifikan mempengaruhi kepuasan konsumen Minute Maid Pulpy Orange.

Meiri (2010) menggunakan non-probability sampling (mengambil sampel secara sengaja) dengan pendekatan convenience sampling dengan menyebarkan kuisioner kepada 100 orang pengunjung. Total nilai kuesioner penelitian ini adalah sebesar 6.670. berdasarkan hasil SEM, dari keempat variabel bauran pemasaran, hanya variabel produk yang diterima sebagai variabel yang membangun kepuasan pengunjung taman rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng secara nyata, sedangkan variabel harga, distribusi, dan promosi tidak secara signifikan mempengaruhi kepuasan pengunjung.

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu dalam melakukan penilaian kepuasan menggunakan alat analisis CSI dan IPA. Walaupun terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan SEM, terdapat perbedaan variabel laten dan manifes yang digunakan sebagai dasar teori yang digunakan dalam analisis SEM. Selain itu, komoditi yang digunakan pada penelitian terdahulu berbeda dengan komoditi yang digunakan penulis pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.


(16)

16 Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis (Tahun)

Judul Keterkaitan

Arisman (2008)

Analisis Kepuasan Konsumen Restoran Bumbu Desa Bogor

Kesamaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis SEM Perbedaan: Lokasi Penelitian Sumiati

Sitepu (2008)

Analisis Kepuasan Konsumen Giant Botani Square Bogor

Kesamaan: Menganalisis kepuasan konsumen pada suatu retail

Perbedaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis CSI dan IPA

Vera Marintan

Lingga (2008)

Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Pelaksanaan Bauran Pemasaran (7P) pada Toserba X

Kesamaan: Menganalisis kepuasan konsumen pada suatu retail

Perbedaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis CSI dan IPA

Zahria (2009)

Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Susu Berkalsium Tinggi Merek Anlene (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)

Kesamaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis SEM Perbedaan: Lokasi Penelitian

Anggi Meiri (2010)

Analisis Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung

Taman Rekreasi

Kampoeng Wisata Cinangneng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Kesamaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis SEM Perbedaan: Lokasi Penelitian

Annisa Nur Maulidiyanti

(2010)

Analisis Kepuasan Konsumen Minuman Sari Buah Jeruk Minute Maid Pulpy Orange (Studi Kasus Giant Botani Square, Bogor)

Kesamaan: Alat analisis yang digunakan yaitu Analisis SEM Perbedaan: Lokasi Penelitian


(17)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahn penelitian. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini antara lain:

3.1.1. Konsumen

Konsumen merupakan individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi atau kelompoknya (Kotler 2005). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi (Sumarwan 2004). Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan oleh diri sendiri atau yang akan digunakan bersama oleh anggota keluarga. Selain untuk digunakan sendiri, konsumen individu juga mungkin membeli barang dan jasa untuk hadiah (untuk diberikan) kepada teman, saudara, atau orang lain. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian langsung digunakan oleh individu dan sering disebut sebagai pemakai akhir atau konsumen akhir. Konsumen akhir memiliki keragaman yang meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya.

Selain konsumen individu, jenis kedua adalah konsumen organisasi yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen individu dan konsumen organisasi memberikan sumbangan yang penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang secara langsung mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan adalah konsumen individu. Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional, sebagian besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa untuk digunakan oleh konsumen akhir.


(18)

18 3.1.2. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen memiliki banyak definisi dari para ahli, akan tetapi memiliki dasar yang sama. Perbedaan definisi yang ada hanya berbeda pada cara perumusannya. Menurut AMA (American Marketing Association), dalam Supranto dan Linakrisna (2007) perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.

Menurut Engel et al (1995), perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi), dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, atau situasi. Perbedaan individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi, ketelibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sedangkan proses psikologis antara lain mencakup pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap, dan perilaku. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang sama pada proses keputusan konsumen dan implikasinya pada strategi pemasaran.

Rangkuti (2006) membedakan perilaku konsumen berdasarkan tiga jenis definisi, yaitu :

a. Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang konsumen, kelompok konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam hal strategi pemasaran, sifat dinamis konsumen menyiratkan bahwa pemasar tidak boleh berharap pada satu strategi pemasaran yang sama, dapat memberikan hasil yang sama pula sepanjang waktu dan di pasar serta industri yang sama.

b. Perilaku konsumen melibatkan interaksi, menekankan bahwa untuk mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, pemasar harus memahami yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh atau afeksi), dan dilakukan (perilaku) oleh konsumen. Selain itu, perlu dipahami juga apa dan dimana peristiwa (kejadian sekitar) yang dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen.


(19)

19 c. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran sejauh ini juga berkaitan dengan pertukaran.

Menurut Schiffman dan Kanuk, diacu dalam Sumarwan (2004), perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk memperoleh, menggunakan, dan membuang barang atau jasa. Sebelum bertindak, seseorang seringkali mengembangkan keinginan berperilaku yaitu keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa, berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan evaluasi. Studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia seperti waktu, uang, usaha, dan energi. Para pemasar wajib memahami perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. Semua keputusan pemasaran dan peraturan-peraturan mengenai produksi dan penjualan produk didasarkan pada asumsi tentang perilaku konsumen. Dengan para pemasar memahami sebab dan cara konsumen mengambil keputusan konsumsi, pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik agar konsumen mau memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut.

3.1.3. Karakteristik Konsumen

Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku dalam proses pembelian. Karakteristik konsumen berguna untuk mengetahui sebuah segmentasi pasar. Karakteristik konsumen terdiri dari pengetahuan dan


(20)

20 pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakter demografi konsumen (Sumarwan 2004). Karakteristik demografi dapat dilihat dari faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan. Karakteristik demografi berkaitan dengan konsep subbudaya yang membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok. Demografis membantu menemukan pasar target atau pasar sasaran bagi perusahaan. Pengetahuan akan berbagai variabel tersebut akan sangat membantu perusahaan dalam memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran pelayanannya.

Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia sudah merasa cukup dengan pengetahuiannya untuk mengambil keputusan. Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting, karena konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya. Selain pendidikan, usia dan pendapatan juga merupakan karakteristik penting yang harus dipahami oleh pemasar. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pemasar harus mengetahui komposisi dan distribusi produknya secara jelas jika menjadikan usia sebagai dasar dari segmentasi produk.

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli konsumen. Besar kecilnya pendapatan yang diterima konsumen dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaannya dan akan mempengaruhi besar kecilnya daya beli konsumen. Daya beli menjadi indikator penting bagi pemasar dalam memperkirakan jumlah produk yang bisa dibeli oleh konsumen.

3.1.4. Karakteristik Produk

Kualitas produk adalah evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan kinerja barang atau jasa (Sunarto 2006). Konsumen akan memiliki harapan


(21)

21 mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance expectation). Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Dalam mengevaluasi kualitas suatu produk atau jasa, konsumen akan menilai berbagai atribut seperti yang terdapat dalam dimensi kualitas pelayanan dan dimensi kualitas produk. Daging ayam segar yang merupakan produk utama Prima Fresh Mart (PFM) jual merupakan produk yang banyak dijual di pasar tradisional dan pasar modern atau retail dengan mengandalkan sistem distribusi dan tidak menyertai jasa secara langsung. Hal ini membuat dimensi kualitas produk lebih berperan dibandingkan dimensi kualitas pelayanan. Dimensi kualitas barang Gasperz diacu dalam Umar (2005) terdiri atas:

1. Performance, yaitu aspek fungsional yang terdapat pada produk dan menjadi karakteristik utama pelanggan dalam membeli barang.

2. Features, berkaitan dengan aspek performansi yang mendukung fungsi dasar dari suatu produk dan berkaitan dengan pilihan produk dan pengembangannya.

3. Reliability, yaitu konsistensi kinerja produk. Hal ini berkaitan dengan probabilitas suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu dan kondisi tertentu.

4. Conformance, yaitu tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarka keinginan pelanggan.

5. Durability, suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.

6. Serviceability, berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.

7. Aesthetics, karakteristik yang bersifat subjektif tentang nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.

8. Perceived quality, merupakan citra dan reputasi barang serta tanggung jawab perusahaan terhadap barang tersebut.

Menurut Mowen dan Minor (1998), selain dimensi kualitas barang, dimensi kualitas jasa juga penting untuk diperhatikan. Kualitas jasa


(22)

22 menggambarkan sejauh mana jasa dapat memenuhi spesifikasi-spesifikasi berdasarkan perspektif konsumen. Dimensi kualitas jasa terdiri atas:

1. Bukti Fisik (Tangibles), dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas, peralatan atau perlengkapan, serta penampilan pekerja.

2. Keandalan (Reliability), dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan, serta selalu memenuhi janjinya. Dimensi ini dapat juga diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akuran sejak pertama kali dilakukan kesepakatan terhadap jasa tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Dimensi ini secara umum menggambarkan konsistensi dan keandalan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness), dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan, memberikan tanggapan, menginformasikan kapan jasa akan diberikan, serta pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ini merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya, dan berkaitan dengan keinginan serta kesiapan karyawan untuk melayani pelanggan.

4. Jaminan (Assurance), dimensi ini meliputi pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan yang berkaitan dengan pengetahuan serta keterampilan dalam memberikan jasa, keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.

5. Empati (Emphaty), pada dimensi ini perusahaan memahami masalah pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian para personal kepada para pelanggannya, serta memberikan perhatian para personal kepada para pelanggannya dan memiliki jam operasi yang nyaman. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja dalam menyelami perasaan sebagaimana jika pekerja tersebut mengalaminya.


(23)

23 3.1.5. Ritel

Ritel (retail) secara harfiah berarti eceran atau perdagangan eceran, sedangkan peritel (retailer) adalah pengecer atau pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus, kata retail diartikan sebagai selling of goods and services to publics, atau penjualan barang atau jasa kepada khalayak (Manser diacu dalam Sujana 2005). Kotler (2005) mendefinisikan usaha eceran (retailing) adalah kegiatan yang terlibat dalam penjualan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan pengecer (retailer) adalah lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran. Organisasi apapun yang menjual produk kepada konsumen akhir baik itu produsen, grosir, atau pengecer dikatakan melakukan usaha eceran.

3.1.5.1. Sejarah Ritel di Indonesia

Dalam memperoleh produk atau jasa konsumen tidak langsung mendapatkan apa yang mereka butuhkan, antara produsen dan konsumen terdapat sekelompok perantara pemasaran. Fungsi pemasaran tersebut pada dasarnya adalah untuk menyalurkan produk-produk dari produsen ke dalam pasar. Salah satu bentuk perantara pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen adalah pedagang eceran (retailer). Bisnis ritel ini sangat membantu produsen dalam memasarkan produk-produk yang berjumlah besar untuk memenuhi permintaan pasar. Ritel merupakan bagian dari saluran distribusi dari suatu sistem pemasaran.

Evolusi perkembangan format ritel di Indonesia berkembang dalam siklus 10 tahunan yang dapat dibagi atas beberapa tahap. Menurut Muharam (2001), evolusi format ritel di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Sebelum 1960-an. Era perkembangan ritel tradisional berupa retailer atau pedagang-pedagang independen.

2. Tahun 1960-an. Era perkenalan ritel modern dengan format Department Store (Mass Merchandiser) yaitu dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH Thamrin.


(24)

24 3. Tahun 1970-1980-an. Era perkembangan ritel modern dengan format

Supermarket dan Department Store yaitu berkembangnya retailer modern

(Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya, dan Ramayana.

4. Tahun 1990-an. Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High Class Department Store, Branded Boutique (High Fashion), dan Cash and Carry. Perkembangan High Class Department Store dan High Fashion Outlet, yaitu masuknya SOGO, Metro, Seibu, Yaohan, Mark & Spencer, dan berbagai outlet high fashion lainnya. Perkembangan format Cash and Carry yaitu berdirinya Makro (Latte Mart), diikuti oleh retailer lokal dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir, dan Alfa.

5. Tahun 2000-2010. Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet,

Category Killer, dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket

ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan paserba Carrefour di tahun 1998. Pada tahun 2002 dibuka Hypermarket Giant, dan beberapa gerai

hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan barang bagus/bermerek dengan

“harga miring” akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong

perkembangan Category Killer dan Factory Outlet.

6. Tahun 2010-2020. Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog Services diprediksi akan segera muncul. Persaingan harga yang semakin sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format ritel yang lebih efisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter

akan menggantikan format Hypermarket. Format ini menawarkan produk sejenis dengan harga 15-30 persen lebih murah dibandingkan format ritel lainnya. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian,

appliances, dan elektronik, akan berkembang melalui format catalog services. Format ini memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga lebih murah karena tidak mengeluarkan biaya investasi dan operasional toko secara fisik.

7. Setelah tahun 2020. Era perkembangan e-retailing dan toko spesialisasi diprediksikan akan menggantikan Hard Discounter Store dan Catalog Services. Tingkat kepemilikan komputer dan akses internet akan semakin


(25)

25 merata di Indonesia, sehingga mendorong ke arah perkembangan e-retailing

yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk dilakukan melalui internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphone -PDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan pembelian produk saat berkunjung ke supermarket.

3.1.5.2. Klasifikasi Ritel

Organisasi-organisasi ritel memiliki banyak ragam dan bentuk-bentuk baru terus bermunculan. Klasifikasi ritel menurut Kotler (2005) adalah:

A. Pengecer Toko (Store Retailing)

Saat ini konsumen dapat berbelanja barang dan jasa di berbagai jenis toko. Toko eceran dibagi menjadi delapan, yaitu:

1. Toko Khusus (Specialty Store). Menjual lini produk yang sempit dengan ragam yang lebih banyak dalam lini tersebut misalnya toko mainan, toko alat-alat olahraga, toko bunga, dan lain-lain.

2. Toko Serba Ada (Department Store). Menjual beberapa lini produk, khususnya makanan, pakaian, perlengkapan rumah, dan barang kebutuhan rumah tangga, dimana setiap lini produk dioperasikan sebagai suatu departemen yang terpisah dan dikelola oleh pembeli spesialis atau pedagang khusus.

3. Pasar Swalayan (Supermarket). Pasar swalayan adalah operasi yang relatif besar, memiliki biaya yang rendah, margin yang rendah, volume tinggi, bersifat swalayan yang dirancang untuk melayani kebutuhan total konsumen seperti makanan, pakaian, dan produk-produk perlengkapan rumah tangga.

4. Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convinience Store). Toko yang sering disebut sebagai toko kelontong ini merupakan toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman, menjual lini produk yang terbatas untuk kebutuhan sehari-hari dan mempunyai perputaran yang tinggi.

5. Toko Diskon (Discount Store). Menjual barang-barang standar dengan harga yang lebih rendah karena menerima margin yang lebih


(26)

26 rendah dan menjual dengan volume yang tinggi. Toko diskon sebenarnya secara teratur menjual barang dengan harga yang lebih rendah, menawarkan kebanyakan merek nasional dan bukan barang inferior.

6. Pengecer Potongan Harga (Off-price Retailer). Pengecer potongan harga membeli pada harga yang lebih rendah dari harga grosir dan menetapkan harga pada konsumen lebih rendah dari harga eceran. Ada tiga jenis utama pengecer potongan harga yaitu toko pabrik (factory outlet), pengecer potongan harga independen (independent off-price retailers), dan klub gudang atau grosir (warehouse/wholesale club). 7. Toko Super (Superstore). Toko super merupakan toko yang lebih

besar daripada pasar swalayan yang rata-rata memiliki ruang jual 3252 meter persegi dan bertujuan memenuhi semua kebutuhan konsumen untuk produk makanan yang dibeli rutin maupun bukan makanan. Biasanya menawarkan pelayanan seperti binatu, perbaikan sepatu, dan lain-lain. Variasi toko super adalah toko kombinasi (combination store) dan pasar hiper (hypermarket).

8. Ruang Pamer Katalog (Catalog Show Rooms). Ruang pamer katalog menerapkan prinsip-prinsip pemotongan harga dan katalog (produk bermerek, mudah dijual, dan memiliki margin yang tinggi) meliputi perhiasan, alat-alat listrik, kamera, peralatan olahraga, dan lain-lain.

B. Pengecer Eceran Bukan Toko

Sebagian besar barang dan jasa memang dijual melalui toko, akan tetapi penjualan eceran bukan toko telah berkembang lebih pesat dibandingkan penjualan eceran melalui toko. Penjualan tanpa toko terbagi menjadi empat kategori yaitu, penjualan langsung, pemasaran langsung, penjajaan otomatis, dan jasa pembelian. Beberapa pengamat meramalkan bahwa sepertiga dari penjualan eceran barang umum akan dilakukan melalui saluran bukan toko, seperti belanja lewat pos, belanja lewat TV, dan belanja melalui internet.


(27)

27 C. Organisasi Eceran

Toko eceran yang dimiliki secara independen, semakin banyak yang berada dalam bentuk penjualan eceran korporasi (corporate retailing). Organisasi-organisasi eceran mencapai skala ekonomis yang besar, seperti daya beli yang lebih besar, pengakuan merek yang lebih luas, dan pegawai yang lebih terlatih. Jenis-jenis utama penjualan eceran korporat adalah jaringan sukarela, koperasi pengecer, koperasi konsumen, organisasi waralaba, dan konglomerat perdagangan.

3.1.6. Kepuasan Konsumen

Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti sampai proses konsumsi saja. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukan. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan 2004).

Menurut Irawan (2007), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa latin yaitu sati yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan, jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk atau jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup. Engel, et al. (1995) mendefinisikan kepuasan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya, perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut. Kepuasan konsumen penting bagi perusahaan agar pelanggannya tetap setia pada produk yang diciptakan dantidak berpaling ke produk lain.

Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini


(28)

28 mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance). Menurut Rangkuti (2006), teori

The Expectancy Disconfirmation Model dapat dirangkum pada bagan Gambar 1.

Kotler (2005) menyatakan ada empat perangkat yang digunakan untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan yaitu sistem keluhan dan saran, survei kepuasan pelanggan, belanja siluman, dan analisis pelanggan yang hilang. a. Sistem Keluhan dan Saran

Perusahaan yang berpusat pada pelanggan mempermudah para pelanggannya untuk memberikan kritik dan saran. Cara yang digunakan masing-masing perusahaan berbeda seperti perusahaan memberikan layanan telepon bebas pulsa hot lines maupun menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua arah yang cepat.

b. Survei Kepuasan Pelanggan

Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei secara berkala dengan cara bertanya secara langsung atau mengirim daftar pertanyaan ke pelanggan yang digunakan sebagai sampel. Selain mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan, survei ini juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan pelanggan untuk membeli ulang. Survei kepuasan pelanggan juga berfungsi untuk

Sumber : Rangkuti, 2006 Tujuan Perusahaan

Tingkat Kepuasan Pelanggan

Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan

Harapan Pelanggan terhadap Produk Produk

Nilai Produk bagi Pelanggan


(29)

29 mengukur kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk atau merek perusahaan kepada orang lain.

c. Belanja Siluman

Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaingnya. Para pembelanja siluman juga dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan mengatasi situasi tersebut dengan baik.

d. Analisis Pelanggan yang Hilang

Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari alasan mereka pindah atau berhenti. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan sudah berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Jika tingkat kehilangan pelanggan meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.

Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara berikut :

1. Traditional Approach

Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati. Pada umumnya, pendekatan ini menggunakan skala Likert, yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Kemudian, konsumen diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan. Pengukuran kepuasan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan salah satu varian pendekatan semantic differential.

Skala Likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan kosumen terhadap suatu produk.

2. Analisis deskriptif

Analisis kepuasan pelanggan seringkali hanya sampai mengetahui pelanggan tersebut puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif, seperti penghitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis kepuasan pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan


(30)

30 hasil kepuasan tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan perkembangannya dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku konsumen.

3. Pendekatan secara terstruktur

Pendekatan ini seringkali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling terkenal adalah semantic differential dengan menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas lainnya dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan secara terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix. Matriks ini terdiri dari empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadaran keempat di sebalah kanan bawah.

3.1.7. Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk dan atau jasa yang disukai secara konsisten dalam jangka panjang. Imbalan dari loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin lama loyalitas seorang pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh perusahaan dari satu pelanggan ini. Jadi, loyalitas konsumen merupakan suatu sikap yang dapat membuat konsumen melakukan pembelian kembali secara konsisten terhadap produk perusahaan tertentu. Dalam konteks loyalitas konsumen, fokus perusahaan bukanlah menarik pelanggan baru tetapi memperoleh kesetiaan dari pelanggan yang sudah ada.

Loyalitas yang meningkat dapat menghemat biaya perusahaan sedikitnya di enam bidang yaitu biaya pemasaran menjadi berkurang, biaya transaksi menjadi lebih rendah, biaya perputara pelanggan jadi berkurang, keberhasilan cross-selling


(31)

31 itu, pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif dengan asumsi para pelangga yang loyal juga merasa puas, dan biaya kegagalan menjadi menurun.

Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan. Karakteristik dari konsumen loyal menurut Griffin :

1. Melakukan pembelian secara teratur pada merek produk yang sama. 2. Membeli di luar lini produk dan atau jasa.

3. Mereferensikan produk atau jasa ke orang lain.

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.

Durianto et al. (2004) menyatakan bahwa loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Terdapat lima tingkatan loyalitas merek yaitu, swticher/price buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan commited buyer. Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan berupa:

1. Mengurangi biaya pemasaran. Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen lebih murah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru. 2. Meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek

akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran.

3. Menarik konsumen baru. Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasikan/mempromosikan merek yang dia pakai kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan. Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbarui produknya.

3.1.8. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL Dimension)

Pelayanan yang sangat baik akan menciptakan konsumen yang sebenarnya (true consumer), konsumen yang senang dan puas dengan perusahaan yang dipilihnya setelah mendapat pengalaman pelayanan, konsumen yang akan


(32)

32 berkunjung kembali dan menceritakan hal-hal yang baik mengenai perusahaan tersebut (Zeithaml et al. 1990). Namun menilai kualitas pelayanan atau jasa merupakan hal yang cukup sulit dibandingkan menilai kualiatas pelayanan dari produk barang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik yang jelas dari jasa yang bersifat tidak berwujud, berubah-ubah, tidak tahan lama, dan jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Faktanya kualitas aktual dari pelayanan dapat berubah-ubah dari baik hari ke hari, karyawan ke karyawan, maupun dari konsumen ke konsumen.

Zeithaml et al. (1990) melakukan suatu studi berupa penelitian untuk mengembangkan konsep yang komprehensif dalam memahami dan meningkatkan kualitas pelayanan atau jasa. Studi yang dilakukannya yaitu dengan mewawancarai 12 orang konsumen dengan setiap tiga konsumen mewakili sektor jasa yang berbeda. Melalui wawancara tersebut dapat diketahui bahwa banyak pandangan konsumen mengenai kualitas pelayanan. Mereka membicarakan banyak hal, mengenai harapan, prioritas, dan pengalaman mereka. Beberapa puas dengan pelayanannya, sedangkan lainnya puas dengan karyawan yang memberikan pelayanan. Para konsumen tersebut sepakat bahwa kunci yang memastikan baiknya kualitas pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat memenuhi atau melebihi apa yang mereka harapkan dari produk jasa.

Skala kualitas pelayanan dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan konsumen dari jasa dan persepsi mereka dari pelayanan aktual yang diberikan, didasari oleh lima dimensi berikut ini: (1) tangibles, (2) reliability, (3)

responsiveness, (4) assurance, dan (5) emphaty. Dimensi-dimensi tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yaitu, dimensi hasil (yang berfokus pada reliability dari pelayanan) dan dimensi proses (yang berfokus pada responsiveness, assurance, dan emphaty dalam melayani konsumen), dan aspek tangible dari pelayanan atau jasa. Penjelasan dari dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut (Zeithaml et al. 1990):

1. Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan peralatan komunikasi.

2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.


(33)

33 3. Responsiveness, yaitu kemauan karyawan dalam membantu pelanggan dan

memberikan pelayan yang cepat.

4. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari karyawan serta kemampuan mereka untuk memberikan kepercayaan atau keamanan.

5. Emphaty, yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen.

Suatu pelayanan dapat diterima oleh konsumen dikarenakan adanya pengaruh internal dan eksternal konsumen serta atribut dari setiap dimensi kualitas pelayanan. Proses dan hubungan dimensi kualiatas pelayanan sampai diterimanya kualitas pelayan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 2.

3.1.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas, sederhana, dan tentunya lebih informatif yang pada akhirnya akan mengarahkan pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan karakteristik konsumen umum yang terdiri dari aspek demografi dan karakteristik

Sumber: Zeithaml et al. (1990) Dimensi Kualitas

Pelayanan:  Tangibles

Reliability

Responsiveness

Competence

Courtesy

Credibility

Access

Communication

Understanding the Customer

Kata-kata Positif

Kebutuhan Pribadi

Pengalaman Terdahulu

Komunikasi Eksternal

Pelayanan yang Diharapkan

Pelayanan yang Diterima

Penerimaan Kualitas Pelayanan


(34)

34 konsumen yang berbelanja di PFM. Metode ini paling sederhana untuk menjelaskan hubungan antar variabel.

3.1.9. Pengukuran SEM

SEM adalah sebuah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan beberapa aspek yang terdapat pada analisis jalur dan analisis konfirmatori yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Alat analisis ini dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM dapat juga dianggap sebagai gabungan dari analisis regresi dan analisis faktor. SEM dapat dipergunakan untuk menyelesaikan model persamaan dengan variabel terikat lebih dari satu dan juga pengaruh timbal balik (recursive). SEM berbasis pada analisis covarians sehingga menggunakan matriks covarians yang lebih akurat dari pada analisis regresi linear. Penyusunan model SEM lebih banyak bersifat teoritis sesuai dengan bidang terapan dan dievaluasi dengan data yang diperoleh. Strategi penyusunan model tersebut dinamakan dengan

confirmatory modeling strategy. Adapun istilah LISREL sebagai nama lain analisis SEM merupakan salah satu perangkat lunak yang paling sering dipakai dalam mengestimasi model SEM.

Persyaratan utama dalam menerapkan analisis ini adalah harus ada dasar teori yang kuat untuk membangun model strukturalnya. Selain itu, jika menggunakan data primer, jumlah responden harus relatif besar, misalnya antara 100 sampai 200. Dengan menggunakan data dari responden yang jumlahnya relatif besar tersebut, hasil pengukuran diharapkan dapat menunjukkan kondisi yang sebenarnya (Firdaus & Farid 2008). Namun alat analisis ini memiliki kelemahan dimana permodelan tersebut dapat menutupi adanya model lain yang memiliki kesesuaian dengan data yang paling tidak sama bagusnya dengan model lain yang telah disusun apabila model tersebut sudah cukup bagus kesesuaiannya dengan data. Kelemahan ini coba ditutupi oleh strategi permodelan lain yang dinamakan dengan competiting model strategy yang intinya adalah terdapat beberapa model yang disusun yang akan dibandingkan kesesuaiannya dengan data. Model alternatif dapat disusun berdasarkan teori.


(35)

35 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepuasan konsumen terhadap PFM dengan studi kasus PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta. Masih rendahnya konsumsi daging ayam di Indonesia sedangkan daging ayam merupakan sumber protein hewani yang paling murah, mudah diperoleh, dan memiliki banyak variasi dalam pengolahannya masih menjadi perhatian berbagai pihak hingga kini. Meskipun demikian, jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga industri perunggasan masih memiliki potensi yang tinggi untuk terus berkembang guna memenuhi kebutuhan protein (daging ayam).

Gaya hidup masyarakat perkotaan pada umumnya menuntut pola hidup yang serba cepat dan praktis, termasuk dalam hal makanan. Munculnya toko khusus yang menjual produk ayam dalam berbagai variasi memudahkan konsumen untuk memperoleh protein hewani khususnya daging ayam. Toko khusus ini adalah PFM yang menjamin produk mereka adalah produk yang berasal dari bibit unggul, diternakkan secara sehat (bebas dari penyakit), dan aman untuk dikonsumsi. Dalam operasionalnya, pihak manajemen PFM, sebagai toko baru harus dapat bersaing dengan retailer-retailer lain agar dapat meningkatkan

sales penjualan produk-produknya. Untuk itu, PFM harus dapat mengerti karakteristik, perilaku, dan kebutuhan konsumen agar dapat meningkatkan kepuasan serta loyalitas konsumen PFM. Peningkatan kepuasan dan loyalitas akan meningkatkan penjualan daging ayam PFM.

Penelitian ini dilakukan melalui survey lapang dengan menyebar kuesioner. Metode analisis yang digunakan dalam pengolahan data adalah analisis deskriptif dan SEM. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsumen dan analisis SEM digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, dimana masing-masing variabel akan diketahui hubungannya terhadap variabel kepuasan, dan hubungannya terhadap variabel loyalitas. Variabel yang disusun antara lain: 1. Variabel laten yang digunakan yaitu kepuasan, tangibles, reliability,

responsiveness, assurance, emphaty, dan loyalitas.

2. Variabel indikator dari tangibles adalah atmosfer toko, kebersihan toko, kenyamanan toko, kemudahan mencapai lokasi toko, areal parkir,


(36)

36 kesegaran produk, keragaman produk, ketersediaan produk, dan kemudahan cara pembayaran.

3. Variabel reliability terdiri dari kesesuaian harga dengan kualitas produk dan kesesuaian promosi dengan produk.

4. Variabel responsiveness yaitu variabel kesediaan pegawai memberikan bantuan dan penjelasan; dan kecepatan dan ketanggapan pegawai dalam melayani konsumen.

5. Variabel assurance disusun atas pegawai bersikap ramah dan sopan, produk terjamin kehalalannya, dan produk terjamin keamanannya.

6. Variabel emphaty terdiri dari pegawai memberikan respon terhadap keluhan konsumen, pegawai memberikan perhatian secara personal, dan pegawai bersikap adil dengan melayani sesuai urutan.

7. Variabel indikator loyalitas yaitu pembelian ulang, rekomendasi kepada orang lain untuk turut membeli, dan keinginan untuk membeli kembali ketika harga produk naik.

Hasil dari analisis karakteristik dan perilaku konsumen dan analisis SEM yang berupa keeratan hubungan antar variabel akan menjadi suatu pengetahuan yang sangat penting untuk merumuskan berbagai implikasi manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan, loyalitas, jumlah konsumen, dan jumlah pendapatan perusahaan. Untuk memperjelas tahapan riset dari penelitian analisis kepuasan konsumen PFM, dapat dilihat gambar alur kerangka pemikiran pada Gambar 3.


(37)

37 Keterangan: Analisis Deskriptif

Analisis SEM Permasalahan:

1. Konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih rendah.

2. Perubahan gaya hidup masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan. 3. Kemampuan menyaingi retailer besar

dalam menjual daging ayam segar

Target:

1. Meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen PFM.

2. Meningkatkan sales PFM.

 Karakteristik Kosumen PFM  Perilaku Konsumen dalam

menggunakan Produk dan Jasa PFM

Rekomendasi manajerial untuk peningkatan konsumen dan loyalitas konsumen PFM Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional


(38)

IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Prima Fresh Mart (PFM) cabang Kelapa Gading, Jakarta Timur berlokasi di Jl. Boulevard Raya PA 11 No. 19. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa PFM cabang Kelapa Gading merupakan cabang PFM yang berdiri pertama kali serta berada pada lokasi yang strategis di daerah Kelapa Gading, Jakarta Timur, DKI Jakarta dekat dengan Mall Kelapa Gading. Sehingga PFM cabang Kelapa Gading terletak di tempat yang strategis dan mudah dikunjungi oleh konsumen. Harapannya akan mampu merepresentasikan permasalahan yang ada. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni-Juli tahun 2011.

4.2. Metode Penentuan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau responden dalam penelitian adalah non probability sampling, dimana pengambilan sampel tidak memperhitungkan semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih secara acak sebagai sampel. Teknik non probability yang dipilih adalah convenience sampling

yang merupakan teknik penarikan sampel yang berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Convenience sampling merupakan sampel yang diambil dari siapa saja di dalam populasi yang sedang berada di lokasi penelitian serta bersedia menjadi sampel penelitian (Umar 2005). Hasil yang diperoleh dari penarikan sampel ini sering kali dapat menyediakan bukti-bukti yang cukup melimpah sehingga terkadang pengambilan sampel yang lebih canggih tidak diperlukan lagi (Durianto et al. 2004).

Responden yang dimaksud merupakan konsumen dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peneliti. Responden pada penelitian ini adalah pengunjung PFM dan berusia > 17 tahun dengan alasan pada usia remaja ke atas, karena responden dianggap telah dapat mengambil keputusan pembelian dan menentukan pilihan secara rasional. Responden harus sedang atau pernah berbelanja di PFM dalam waktu maksimal sebulan terakhir karena responden telah mengkonsumsi produk PFM sehingga


(1)

115 Correlation Matrix of Independent Variables

Tangible Reliabil Responsi Assuranc Emphaty --- --- --- --- ---

Tangible 1.00

Reliabil 0.40 1.00 (0.10)

3.93

Responsi 0.17 0.30 1.00 (0.11) (0.07)

1.55 4.15

Assuranc 0.10 0.31 0.50 1.00 (0.10) (0.07) (0.06)

0.97 4.68 8.82

Emphaty 0.11 0.30 0.49 0.50 1.00 (0.11) (0.07) (0.06) (0.05)

0.95 4.28 8.28 10.06

Covariance Matrix of Latent Variables

Kepuasan Loyalita Tangible Reliabil Responsi Assuranc --- --- --- --- --- ---

Kepuasan 1.00 Loyalita 1.09 1.00

Tangible 0.47 0.72 1.00

Reliabil 0.27 0.41 0.40 1.00

Responsi 0.24 0.37 0.17 0.30 1.00

Assuranc 0.20 0.31 0.10 0.31 0.50 1.00 Emphaty 0.21 0.31 0.11 0.30 0.49 0.50 Covariance Matrix of Latent Variables

Emphaty --- Emphaty 1.00


(2)

116 Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 184

Minimum Fit Function Chi-Square = 58.31 (P = 1.00)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 62.98 (P = 1.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 0.0) Minimum Fit Function Value = 0.59

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.0) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.0) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 3.25 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (3.25 ; 3.25)

ECVI for Saturated Model = 5.11 ECVI for Independence Model = 6.79

Chi-Square for Independence Model with 231 Degrees of Freedom = 628.33 Independence AIC = 672.33

Model AIC = 200.98 Saturated AIC = 506.00 Independence CAIC = 751.64

Model CAIC = 449.74 Saturated CAIC = 1418.11

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.12 Standardized RMR = 0.061

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.69

Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.40 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.72

Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.28

Relative Fit Index (RFI) = 0.88 Critical N (CN) = 394.10

The Problem used 96584 Bytes (= 0.1% of Available Workspace) Time used: 0.043 Seconds


(3)

117 Lampiran 5. Dokumentasi

Outside Store

Store Front Look Store Front Door

Inside Store

Left Side (1) Casheer Left Side (2) – Complementer Products


(4)

118 Products

Chicken Promo Fresh Chicken Prime Fresh

Chicken Legs Chicken Feet

Fiesta Chicken Nugget Complementer Products

Staffs


(5)

RINGKASAN

DINI AMRILLA UTOMO. Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Prima Fresh Mart (Pendekatan Service Quality). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Konsumsi protein hewani di Indonesia masih sangat rendah. Munculnya Prima Fresh Mart (PFM) sebagai toko khusus yang menyediakan berbagai variasi daging ayam menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan protein hewani khususnya daging ayam. Namun sebagai toko baru, PFM harus berusaha lebih keras dalam memenuhi kepuasan konsumen dengan memberikan pelayanan dan produk sesuai dengan harapan konsumen serta bersaing dengan retailer-retailer yang menjual produk sejenis. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen PFM, serta penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan PFM, (2) menganalisis hubungan yang terjadi antara atribut dengan variabel dimensi kualitas pelayanan PFM dan hubungan antara variabel dimensi kualitas pelayanan dengan variabel kepuasan dan loyalitas konsumen PFM, (3) memformulasikan implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas PFM.

Penelitian ini dilaksanan di PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta Timur. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Juli tahun 2011. Responden penelitian ini adalah konsumen PFM sebanyak 100 orang yang telah lulus tahap screening. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling

dengan teknik convenience sampling. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis deksriptif dan Structural Equation Model (SEM).

PFM merupakan bagian dari Charoen Pokphand Food (CPF) yang merupakan anak perusahaan dari Charoen Pokphand Indonesia (CPI). PFM pertama kali didirikan pada Maret tahun 2011 cabang Kelapa Gading. PFM menyediakan berbagai produk berbagai variasi ayam (produksi CPF) dan beberapa produk penunjang (dari berbagai supplier).

Karakteristik konsumen PFM adalah perempuan dengan domisili berjarak 1-5 kilometer dari PFM, berusia 36-45 tahun, pendidikan terakhir sarjana, sudah menikah, pekerjaan sebagai pegawai swasta, dan rata-rata konsumsi per bulan berkisar Rp 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00. Perilaku konsumsi konsumen PFM adalah mengetahui PFM sebagai toko khusus ayam yang menjual dengan harga murah, memperoleh informasi mengenai PFM dari materi promosi, berbelanja di PFM karena harganya yang murah, berpendapat bahwa kualitas produk PFM sama baik dengan pasar modern lainnya, berbelanja di PFM hanya satu kali dalam satu bulan pada hari kerja, berbelanja daging ayam segar sebanyak dua ekor, dan menghabiskan sekitar Rp 50.000,00 – Rp 100.000,00 dalam satu kali berbelanja.

Berdasarkan hasil analisis SEM, 18 variabel indikator yang ada memiliki muatan faktor (koefisien) yang berbeda-beda yang mempengaruhi tingkat keeratan hubungan terhadap dimensi kualitas pelayanan. Variabel indikator yang paling diutamakan oleh responden dalam mengukur dimensi tangibles PFM (ξ1) adalah atmosfer (display, layout, eksterior, dan interior) toko PFM (X15). Sementara variabel harga yang kompetitif (X23) merupakan variabel yang paling


(6)

dominan dalam mengukur dimensi reliability (ξ2). Indikator yang paling dominan dalam mengukur dimensi responsiveness PFM (ξ3) adalah kesediaan pegawai dalam memberikan penjelasan (X32). Ketiga variabel indikator dimensi assurance

(ξ4), pegawai memiliki pengatahuan mengenai produk dan toko (X41), pegawai bersikap ramah dan sopan (X42), dan produk terjamin kehalalannya (X43) merupakan variabel dominan karena memiliki koefisien yang sama. Variabel indikator pada dimensi emphaty (ξ5), pegawai memberikan perhatian secara personal (X51) dan pegawai bersikap adil dengan melayani sesuai urutan (X52) memiliki koefisien yang sama sehingga keduanya dapat digunakan untuk mengukur dimensi ini. Pada variabel kepuasan direfleksikan oleh satu variabel indikator yaitu kepuasan secara keseluruhan (Y11) dengan nilai koefisien 1,00. Variabel indikator pada variabel loyalitas yang paling dominan dalam merefleksikan loyalitas pengunjung PFM adalah merekomendasikan PFM kepada orang lain (Y23).

Pada dimensi kualitas pelayanan, kelima dimensi memiliki tingkat keeratan hubungan yang berbeda-beda terhadap variabel kepuasan. Dimensi

tangibles memiliki koefisien gamma terbesar sebesar 0,43, sehingga hubungan terhadap kepuasan paling erat. Sementara itu, dimensi reliability memiliki koefisien paling kecil sebesar 0,03 sehingga memiliki hubungan yang paling lemah terhadap kepuasan. Kepuasan memiliki hubungan yang sangat erat terhadap loyalitas karena koefisiien beta yang sangat besar sebesar 1,53. Hal ini diartikan pengunjung merasa puas dengan pelayanan yang diberikan dan akan menjadi konsumen PFM yang setia (loyal).

Dimensi tangibles merupakan variabel yang paling diprioritaskan untuk ditingkatkan (bagi atribut yang telah memuaskan) dan diperbaiki (bagi atribut yang kurang memuaskan) kinerjanya, karena dimensi ini memiliki koefisien terbesar sehingga memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kepuasan. Selanjutnya, PFM harus memprioritaskan dimensi responsiveness karena dimensi ini memiliki koefisien terbesar kedua diikuti dimensi assurance dan emphaty

bersamaan karena kedua dimensi ini memiliki koefisien yang sama, selanjutnya dimensi reliability.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Nasabah Pada Bank Internasional Indonesia Cabang Medan

3 49 143

Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen PT. Toyota Astra Financial Service Medan

13 163 118

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Occupant Pada Hotel Lido Graha Di Lhokseumawe

6 92 143

Analisis Persepsi Pasien PartikulirTtentang Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Loyalitas Di Ruang Rawat Inap RS.Islam Malahayati Medan Tahun 2007

1 37 9

komunikasi Antar Pribadi Customer Service Dan Kepuasan Pelanggan (Korelasional Kentang Pendekatan Komunikasi Antar Peribadi Customer Service PT Indosat dan Tingkat Kepuasan Pelanggan Di Gallery Indosat Medan)

2 53 129

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN PRIMA FRESH MART (Pendekatan Service Quality)

1 4 23

Analisis Pengaruh Experiential Marketing, Emotional Branding, dan service Quality terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Kasus pada Konsumen IKEA Alam Sutera)

8 62 143

Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga dan Kualitas Produk terhadap Kepuasan Konsumen dan Dampaknya terhadap Word Of Mouth (Studi Kasus Warung Spesial Sambal Cabang Bintaro 1)

24 262 198

ANALISIS PENGARUH PELAYANAN PRIMA (SERVICE EXCELLENCE) TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN Analisis Pengaruh Pelayanan Prima (Service Excellence) Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi pada SPBU Pertamina 44.577.07 Sendang Mulyo Karanganyar).

0 1 12

ANALISIS ELECTRONIC SERVICE QUALITY (E-SERVICE QUALITY), NILAI YANG DIRASAKAN, DAN KEPUASAN KONSUMEN PADA LOYALITAS KONSUMEN DALAM PEMBELIAN ONLINE MELALUI ZALORA.CO.ID.

0 0 17