Identifikasi Siklus Estrus pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) melalui Pengamatan Gambaran Epitel Vagina.

IDENTIFIKASI SIKLUS ESTRUS PADA LUWAK JAWA
(Paradoxurus hermaphroditus) MELALUI PENGAMATAN
GAMBARAN EPITEL VAGINA

NELDA FIZA ZORA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Identifikasi Siklus Estrus
pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) melalui Pengamatan Gambaran
Epitel Vagina “ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Nelda Fiza Zora
NIM B04100012

ABSTRAK
NELDA FIZA ZORA. Identifikasi Siklus Estrus pada Luwak Jawa (Paradoxurus
hermaphroditus) melalui Pengamatan Gambaran Epitel Vagina. Dibimbing oleh
ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI.
Luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu hewan liar
yang dapat dimanfaatkan sebagai penyeleksi biji kopi. Data fisiologis tentang luwak ini
belum banyak didapatkan. Data ini penting untuk diketahui agar dapat dipakai dalam
pencegahan kepunahan luwak karena berbagai macam faktor seperti pemanfaatan
luwak yang tinggi atau karena penyakit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
panjang total siklus estrus dan waktu dari setiap fase estrus yaitu fase proestrus, estrus,
metestrus dan diestrus pada 2 ekor luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) betina
umur 1 tahun. Manfaat pengetahuan tentang siklus estrus ini akan berguna dalam
pelestarian. Data diperoleh dari pembuatan ulas vagina selama 21 hari. Jenis sel epitel
diperiksa di bawah mikroskop dan dianalisa secara kuantitatif. Hasil pengamatan ratarata panjang total siklus estrus pada luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) yaitu

121,5 ± 7,54 jam. Rata-rata waktu siklus proestrus yaitu 12 ± 0,00 jam, waktu siklus
estrus yaitu 22,5 ± 3,00 jam, waktu siklus metesrus 25,5 ± 3,00 jam dan waktu siklus
diestrus yaitu 61,5 ± 3,00 jam.
Kata kunci : luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus), siklus estrus

ABSTRACT
NELDA FIZA ZORA. Identification of Estrus Cycle in Palm Civet (Paradoxurus
hermaphroditus) by Imaging Vagina Epithelial Observation. Under supervision of
ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI.
Common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) is one of wild animals that
can be used as best coffee selector. Physiologic information of this animal is still rare to
be found. This information is used to prevent the extinction of palm civet caused by
several factors such as disease or increasing the used of luwak for human’s need. The
aim of this research was to get the information about total length of estrus cycle and
each time of proestrus, estrus, metestrus and diestrus phase of two common palm civet
one year old. Information collected could be used for conservation by knowing the right
time to be mated. Vaginal swab had been done for 21 days to determine the phase of
estrus cycle based on quantitative of vaginal cells and were examined under microscope.
Based on observation, average total length of estrus cycle in palm civet was 121,5 ±
7,54 hours. Average cycle of proestrus phase was 12 ± 0,00 hours, estrus phase was

22,5 ± 3,00 hours, metestrus phase was 25,5 ± 3,00 hours and diestrus phase was 61,5
± 3,00 hours.
Keywords : common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus), estrus cycle

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka
suatu masalah; dan dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI SIKLUS ESTRUS PADA LUWAK JAWA
(Paradoxurus hermaphroditus) MELALUI PENGAMATAN
GAMBARAN EPITEL VAGINA

NELDA FIZA ZORA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Program Studi Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Juli 2013 ini
ialah siklus estrus, dengan judul “Identifikasi Siklus Estrus pada Luwak Jawa
(Paradoxurus hermaphroditus) melalui Pengamatan Gambaran Epitel Vagina“.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1.
Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc dan Dr Dra Nastiti Kusomorini

sebagai dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran memberikan
bimbingan, motivasi, waktu dan pemikiran selama proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2.
Dr Drh Sri Murtini, MSi dan Drh Budy Jasa Widiananta, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3.
Dr Drh Hadri Latif, MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan
nasihat, motivasi, dan bimbingan moral selama penulis menempuh pendidikan
sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
4.
Ayah Faisal Latif, Ibu Nur Farida Aryani, SPd, kakak Fathur Istiqlal, kakak Sri
Wahyuni Rahayu, keluarga besar di Lampung dan Yogyakarta yang senantiasa
mendoakan dan memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Serda Heru Winando atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi selama
menyelesaikan skripsi ini.
6.
Kak Purnomo, Kak Mursyid, Agvinta Nilam Wahyu Yudhicia, Yulita Mardiani,

Ira Agustina Dewi Gandasari, Rinasti Rida Pangesti dan Anisa Rahma yang telah
membantu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
7.
Keluarga Acromion FKH 47 yang memberikan banyak arti kehidupan dan
kebersamaan dalam menggapai cita-cita.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Nelda Fiza Zora

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Penyebaran Luwak

2

Taksonomi dan Biologi Luwak

2

Reproduksi Luwak

3

METODE PENELITIAN

4

Waktu dan Tempat Penelitian

4


Alat dan Bahan Penelitian

5

Hewan Coba

5

Prosedur Penelitian

5

Pengamatan

6

Analisa Data

7


HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
10

Simpulan

10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

DAFTAR TABEL
1 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih

2 Rataan total waktu siklus estrus dan waktu setiap fase siklus estrus
(proestrus, estrus, metestrus, diestrus) dari 2 ekor luwak selama 21 hari

6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Organ urogenitalia luwak betina terdiri atas ovarium, tuba uterina,
kornua uterus, korpus uterus, vulva, dan vesika urinaria
2 Luwak Jawa (Paradoxurus hermaproditus) betina
3 Bagan protokol penelitian
4 Perubahan sel epitel ulas vagina luwak jawa (Paradoxurus
hermaproditus) pada fase (A) proestrus, (B) estrus,
(C) metestrus, (D) diestrus dengan perbesaran mikroskop 40x

3
5
6

6

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu jenis
mamalia liar yang bersifat nokturnal (beraktivitas dimalam hari). Spesies ini
tersebar luas di hutan primer dan sekunder di Indonesia (Patou et al. 2008). Saat
ini pemanfaatan luwak menjadi semakin tinggi sebab hewan ini dapat
dimanfaatkan sebagai penyeleksi biji kopi dan penghasil parfum (Mudappa et al.
2010). Luwak juga dapat dimanfaatkan sebagai hewan penelitian di laboratorium
untuk beberapa penyakit zoonosis, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan Rabies. Beberapa penelitian di Philipina dan Singapura menyatakan
bahwa luwak merupakan hewan yang potensial untuk menyebarkan kedua penyakit
zoonosis ini (Pristiyanto 2003). Pemanfaatan luwak yang semakin meningkat dan
penebangan hutan yang semakin merajalela dikhawatirkan dapat menyebabkan
terjadinya kepunahan di habitat aslinya.
Status konservasi luwak menurut International Union for Conservation of
Nature and Natural Reserves (2011) adalah Risiko Rendah (Least Concern),
tetapi bila luwak terus menerus dieksploitasi maka status konservasi ini dapat
berubah. Pembudidayaan luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) ini harus
dilakukan agar tidak terjadi kepunahan di habitat aslinya. Pembudidayaan ini
dapat dilakukan secara alami melalui proses reproduksi. Reproduksi merupakan
suatu proses untuk menghasilkan individu baru dari spesies yang sama. Dengan
berkembang biak, makhluk hidup dapat mempertahankan spesiesnya sehingga
sedikit kemungkinan untuk punah karena individu baru yang dihasilkan secara
morfologi dapat serupa dengan induknya.
Proses reproduksi untuk mendapatkan individu baru akan berjalan lebih
cepat jika hewan sedang berada pada fase estrus. Pada fase ini, hewan betina dapat
menerima pejantan untuk dikawini secara alamiah. Namun hingga saat ini belum
ada data ilmiah yang mengetahui tentang siklus estrus pada luwak jawa
(Paradoxurus hermaphroditus), oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui siklus estrus pada luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) melalui
gambaran epitel vagina. Perubahan epitel vagina dapat menggambarkan adanya
siklus estrus pada luwak betina. Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu informasi
tentang siklus estrus luwak sehingga dapat dijadikan acuan untuk pembudidayaan
luwak agar tidak terjadi kepunahan di habitat aslinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total waktu siklus estrus dan
waktu dari setiap fase (proestrus, estrus, metestrus dan diestrus) pada luwak jawa
(Paradoxurus hermaphroditus).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang baru
tentang siklus estrus luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus) dengan harapan
dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangbiakan atau pembudidayaan
luwak jawa (Paradoxurus hermaphroditus).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran Luwak
Menurut Schreiber et al. 1989 dalam International Union for Conservation
of Nature ( IUCN ) Genus Paradoxurus diklasifikasikan ke dalam empat spesies
yaitu Paradoxurus hermaphroditus yang menyebar luas mulai dari India dan
bagian utara Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, Tiongkok
Selatan, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia. Spesies yang kedua yaitu
Paradoxurus zeylonensis yang menyebar terbatas di Sri Lanka,Paradoxurus
jerdoni yang menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India selatan.
Paradoxurus lignicolor yang menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai.
Luwak dapat hidup di hutan, area pertanian, atau bahkan di sekitar
pemukiman penduduk. Persebaran luwak sebagian besar di Asia Tenggara dari
Timor sampai India yaitu tersebar di beberapa negara meliputi India, Nepal,
Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Semenanjung
Malaysia, Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Vietnam, Cina,
Filipina. Persebaran luwak di Indonesia yaitu terdapat di pulau–pulau Indonesia
dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bawean, dan Siberut. Musang
luwak juga terdapat di Papua, Kepulauan Sunda Kecil, Taliabu dan Seram di
Maluku, Sulawesi bagian selatan, dan Jepang (Duckworth et al. 2008).
Taksonomi dan Biologi Luwak
Taksonomi Paradoxurus hermaproditus menurut IUCN (2011) adalah
sebagai berikut, yaitu :
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Mammallia
: Carnivora
: Viverridae
: Paradoxurus
: Paradoxurus hermaphroditus

Nama spesies luwak adalah Paradoxurus hermaphroditus, yang dikenal
dengan sebutan Asian palm civet. Luwak memiliki bobot badan rata–rata 3,5 kg,
panjang tubuh 54 cm (Jackson 2004) dan panjang ekor mencapai 40.6-66 cm
(Shiroff 2002). Hewan ini memiliki tanda khusus yaitu adanya garis hitam di
punggung dan sebagian rambut berwarna putih di wajah yang menyerupai topeng.
Luwak jantan maupun betina memiliki kelenjar anal yang terletak di bawah ekor
yang menyerupai testis. Pada spesies lain, kelenjar ini hanya berkembang pada
jantan, sedangkan pada luwak kelenjar ini berkembang pada jantan maupun betina
(Baker dan Kelvin 2008).
Luwak merupakan hewan arboreal yang sebagian hidupnya di cabang pohon
tempat untuk memakan buah–buahan, kacang, dan sebagainya. Hewan ini
mengambil buah–buahan secara hati–hati dan menyimpan beberapa buah untuk

3

persediaan. Luwak mencari makan khususnya pada malam hari atau disebut juga
hewan nokturnal (Jackson 2004).
Reproduksi Luwak
Luwak dapat hidup sampai 22–24 tahun. Dewasa kelamin luwak betina
yaitu sekitar umur 11–12 bulan. Lama kebuntingan luwak yaitu 60 hari. Luwak
betina biasanya melahirkan 2–5 anak per siklus masa kebuntingan (Weigl 2005).
Luwak beranak sepanjang tahun, walaupun pernah ada catatan bahwa anak luwak
lebih sering ditemukan antara bulan Oktober hingga Desember. Biasanya anak–
anak luwak diletakkan di dalam lubang pohon atau gua. Perilaku reproduksi
luwak selama mating (perkawinan), pasangan musang luwak biasanya tetap
tinggal bersama sampai anak–anak tersebut lahir. Luwak betina memiliki tiga
pasang puting susu (Grassman 1998).
Organ reproduksi betina luwak dapat dibedakan menjadi organ reproduksi
internal dan eksternal (Gambar 1). Organ reproduksi internal berada di dalam
rongga pelvis dan terdiri atas sepasang ovarium, sepasang tuba uterina, sepasang
kornua uterus, korpus uterus, serviks, dan vagina. Organ reproduksi eksternal
terdiri atas vestibula dan vulva (Apriliani 2012)

f

e
d
a

c
b

Gambar 1 Organ urogenitalia luwak betina terdiri atas (a) ovarium, (b) tuba
uterina, (c) kornua uterus, (d) korpus uterus, (e) vulva, dan (f) vesika
urinaria. (Bar: 1 cm) (Sumber : Apriliani 2012).
Ovarium luwak terdiri dari bagian korteks dan medula yang dilapisi
germinal epithelium berupa epitel kubus sebaris. Pada bagian korteks terdapat
berbagai tahap perkembangan folikel yaitu folikel primordial, primer, sekunder,
dan tersier (de Graaf). Pada ovarium terjadi fase folikuler sebelum ovulasi dan
fase luteal setelah ovulasi. Menurut Hardjopranjoto (1995), pada mamalia dikenal
dua macam proses ovulasi, yaitu ovulasi spontan (spontaneous ovulation) dan
ovulasi tergertak (induced ovulation). Ovulasi spontan yaitu ovulasi yang terjadi
tanpa adanya suatu stimulasi fisik ataupun sebelumnya. Hewan yang memiliki
ovulasi spontan yaitu sapi, domba, babi, kuda dan lain-lain. Sedangkan, ovulasi
tergertak yaitu proses ovulasinya terjadi karena adanya stimulasi atau gertakan
pada serviks saat proses koitus. Hewan yang yang memiliki ovulasi tergertak yaitu
kelinci, kucing, musang dan lain-lain.

4

Uterus terdiri dari kornua uterus (tanduk uterus), korpus uterus (badan
uterus), serviks uterus (leher uterus). Ovum yang diovulasikan akan berada pada
kornua uterus tepatnya pada bagian tuba falopii untuk menunggu sperma sehingga
terjadi fertilisati. Serviks uterus luwak memiliki lumen yang sempit. Mukosa
serviks dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris bersilia dan juga terdapat sel
penghasil mukus. Sel penghasil mukus meningkat saat estrus dan dikeluarkan
lewat vagina (Dellmann dan Eurell 1998).
Vagina adalah bagian saluran dari alat reproduksi betina yang terdapat di
dalam pelvis di antara uterus (arah kranial) dan vulva (caudal). Vagina merupakan
alat kopulasi atau koitus. Membran mukosa dari vagina adalah epitel squamosa
berstrata yang tak berkelenjar, dimana terdapat sel mukosa pada bagian kranial
dari vagina yang berdekatan dengan serviks. Lamina propria atau lapis submukosa
vagina terdiri atas jaringan ikat. Pada lapisan ini ditemukan juga pembuluh darah.
Lapis muskularis juga ditemukan pada vagina bagian superfisial yang terdiri atas
otot polos (Apriliani 2012). Epitel yang menyusun mukosa vagina adalah epitel
pipih banyak lapis. Vagina dengan epital pipih banyak lapis yang mengalami
keratinisasi juga dapat ditemukan pada musang luwak. Hormon estrogen pada saat
estrus dapat mempengaruhi epitel vagina yang mengakibatkan terjadinya
proliferasi sel epitel vagina. Estrogen juga menyebabkan terjadinya kornifikasi sel
epitel vagina (Frandson 1992 ).
Siklus pemasakan atau pematangan telur pada mamalia disebut siklus estrus.
Pada hewan yang mengalami siklus estrus, selama satu siklus hewan betina siap
menerima pejantan untuk kawin hanya dalam waktu yang singkat yaitu pada masa
ovulasi. Siklus estrus terdiri atas empat fase atau tahap yaitu tahap proestrus,
estrus, metestrus dan diestrus. Tahapan atau fase estrus yang dialami hewan dapat
dikenali dari gambaran sel yang diperoleh melalui hasil apus vagina (Isnaeni
2006). Tahap perkembangan folikel pada ovarium bersamaan dengan terjadinya
siklus proestrus dan estrus sedangkan tahap luteal bersamaan dengan terjadinya
siklus metestrus dan diestrus. Proestrus merupakan periode persiapan yang
ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel
tumbuh dengan cepat (Heffner et al. 2006). Pada fase estrus, pertumbuhan folikel
meningkat dengan cepat, uterus mengalami vaskularisasi dengan maksimal,
ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-sel epitelnya mengalami akhir perkembangan
yang terjadi dengan cepat (Shearer 2008). Fase metestrus ditandai dengan
terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel, rongga folikel secara
berangsur-ansur mengecil dan pengeluaran lendir terhenti (Campbell et al. 2004).
Diestrus adalah periode terakhir dari siklus estrus, pada fase ini korpus luteum
berkembang dengan sempurna dan menghasilkan progesteron (Isnaeni 2006).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2013 di Luwak Kampus
Pet Shop yang berada di Cangkurawok, Babakan Lebak, Dramaga, Bogor dan di
laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

5

Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu objek gelas, mikroskop
dan seperangkat alat pewarna Giemsa. Penelitian ini menggunakan bahan- bahan
antara lain yaitu, Methanol, pewarna Giemsa, NaCl fisiologis 0,9%, tisue dan
cotton bud.
Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2 ekor luwak betina
yang diperoleh dari pasar Pramuka, Jatinegara, Jakarta (Gambar 2). Selama
penelitian, luwak berada di kandang dengan penerangan yang cukup, kondisi
lingkungan dan sirkulasi udara yang baik. Luwak diberi pakan berupa dogfood,
kepala ayam, pisang dan air minum ad libitum.

Gambar 2 Luwak Jawa (Paradoxurus hermaproditus) betina.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan setelah luwak diadaptasi selama 2 minggu.
Pengambilan sampel ulas vagina dilakukan selama 3 minggu (Gambar 3). Ulas
vagina diambil 2 kali sehari yaitu pagi hari pukul 06.00 - 07.00 WIB dan sore hari
pukul 18.00 – 19.00 WIB .
Untuk melakukan ulas vagina yang pertama harus dilakukan adalah
handling luwak dengan cara memegang ekornya sedangkan kepala dan kakinya
dibiarkan bermain dengan benda di sekelilingnya. Bagian luar alat kelamin
dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan tisu. Cotton bud yang sudah
direndam ke dalam larutan NaCl fisiologis 0,9%, dimasukan ke dalam vagina
dengan hati-hati. Cotton bud ditempelkan pada dinding sekitar vagina dengan cara
memutar 360° sebanyak 4 sampai 5 kali putaran. Cotton bud yang telah
mengandung ulasan epitel vagina ditempelkan pada objek gelas yang bersih.
Setelah kering, peraparat difiksasi dengan methanol selama 10 - 15 menit,
kemudian dianginkan sampai kering. Selanjutnya, dilakukan pewarnaan Giemsa
selama 30 menit didalam bak pewarna. Kemudian diangkat dan dibilas dengan
menggunakan air mengalir secara perlahan-lahan. Preparat ulas vagina tersebut
dikeringkan anginkan dan kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 40x.

6

Tahap perlakuan penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :
Adaptasi

Minggu 1

Pengambilan sampel

Minggu 2

Minggu 4

Minggu 3

Minggu 5

Gambar 3 Bagan protokol penelitian
Pengamatan
Pengamatan terhadap siklus estrus dilakukan dengan cara melihat preparat
ulas secara berurutan sesuai waktu pengambilan. Untuk menetapkan fase-fase
pada siklus estrus, gambaran preparat ulas yang mencakup gambar sel epitel dan
sel leukosit serta komposisinya disesuaikan dengan yang telah ditetapkan oleh
Baker et al. (1979) Tabel 1 dan Gambar 4.
Tabel 1 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih
Fase
Proestrus

Durasi
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir

Estrus
Metestrus
Diestrus

Ulasan Vagina
Sel epitel berinti 75%
Sel kornifikasi ( sel tanduk ) 25%
Sel kornifikasi 75 %
Sel pavement ( menumpuk ) 25%
Sel pavement 100%
Sel pavement dan leukosit
Leukosit
Leukosit dan sel berinti mulai muncul

Sumber : Baker et al. (1979)
Penentuan waktu siklus estrus dan waktu setiap fase siklus estrus dihitung
berdasarkan sel epitel yang sudah diamati seperti yang ditampilkan pada Gambar
4.

A

B

C

D

Gambar 4 Perubahan sel epitel ulas vagina luwak jawa (Paradoxurus
hermaproditus) pada fase (A) proestrus, (B) estrus, (C) metestrus, (D)
diestrus dengan perbesaran mikroskop 40x.

7

Analisa Data
Data yang diperoleh dari 2 ekor luwak betina akan dirata-rata dan
ditampilkan dalam satuan waktu (jam) secara kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Luwak betina yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot badan
berkisar 4 kg. Berdasarkan Shiroff (2002), umur dewasa kelamin luwak yaitu 11
sampai 12 bulan dan memiliki bobot badan 2 sampai 5,5 kg. Luwak yang sudah
dewasa kelamin akan mampu bereproduksi karena telah menunjukkan siklus
estrus yang terdiri dari fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase-fase
tersebut dapat dilihat melalui gambaran epitel vagina. Waktu total siklus estrus
dan waktu setiap fase siklus estrus (proestrus, estrus, metestrus, diestrus) dari 2
ekor luwak selama 21 hari dapat dideskripsikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Rataan total waktu siklus estrus dan waktu setiap fase siklus estrus
(proestrus, estrus, metestrus, diestrus) dari 2 ekor luwak selama 21 hari
Periode siklus
estrus dalam 21
hari pengamatan

Proestrus

Estrus

Metestrus

Diestrus

I
II
III
IV
Rata-rata ± SD

12 ± 0,00
12 ± 0,00
12 ± 0,00
12 ± 0,00
12 ± 0,00

24 ± 0,00
18 ± 8,48
24 ± 0,00
24 ± 0,00
22,5 ± 3,00

24 ± 0,00
24 ± 0,00
24 ± 0,00
30 ± 8,48
25,5 ± 3,00

60 ± 0,00
60 ± 0,00
60 ± 16,97
66 ± 8,48
61,5 ±3,00

Siklus estrus (jam)

Total ± SD
(jam)
120 ± 0,00
114 ± 8,48
120 ±16,97
132 ± 0,00
121,5±7,54

Berdasarkan pengamatan siklus estrus pada luwak Jawa (Paradoxurus
hermaproditus) selama 21 hari tersebut maka terdapat 4 periode siklus estrus yang
dapat dilihat dengan rata-rata satu siklusnya sepanjang (121,5 ± 7,54) jam (5 hari).
Satu siklus estrus dapat dikelompokkan menjadi 4 fase berdasarkan gambaran sel
epitel vagina yang berubah sesuai keadaan fisiologis tubuhnya yaitu fase proestrus,
estrus, metestrus dan diestrus. Panjang fase proestrus luwak adalah (12 ± 0,00)
jam, fase estrus yaitu (22,5 ± 3,00) jam, fase metestrus (25,5 ± 3,00) jam dan fase
diestrus yaitu (61,5 ± 3,00) jam. Sebagai hewan mamalia, siklus estrus pada luwak
dapat dibandingkan dengan kucing dan anjing. Siklus estrus pada kucing yaitu
fase proestrus terjadi selama 1,5-2 hari, fase estrus selama 3-6 hari, fase diestrus
selama 8-10 hari dan fase anestrus selama 3-4 bulan (Prayogo 2013). Luwak dan
anjing juga memiliki panjang waktu siklus estrus yang berbeda. Panjang fase
proestrus anjing yaitu selama 9 hari, fase estrus selama 7 – 9 hari, fase diestrus
selama 58 hari, dan fase anestrus 4,5 bulan (Fledman 2004). Luwak memiliki
siklus estrus yang lebih pendek atau lebih cepat daripada anjing dan kucing tetapi
intensitas mengalami fase estrus lebih sering daripada kucing dan anjing. Menurut
SCTAG (2010), luwak merupakan hewan soliter yang dapat tinggal berpasangan
dan memiliki musim kawin yang terjadi pada bulan Oktober dengan
kecenderungan memiliki anak berjumlah 2 – 5 ekor. Namun luwak juga

8

melakukan aktivitas perkawinan (mating) di bulan Maret pada waktu siang hari
(Borah & Deka 2011). Waktu kawin tersebut menunjukkan bahwa tidak menutup
kemungkinan perkawinan dapat dilakukan sepanjang tahun. Menurut Panggabean
(2011) luwak hanya memiliki satu sampai dua hari masa birahi (fase estrus).
Proses reproduksi luwak di habitat aslinya dipengaruhi oleh faktor pakan dan
pasangannya (Khairina 2013).
Fase proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan
pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH (folicle stimulating hormone) sehingga
folikel tumbuh dengan cepat. Folikel-folikel ini mensekresikan hormon estrogen
yang akan menyebabkan kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung
banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami hipertrofi.
Pada fase ini kadar estrogen akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
pertumbuhan folikel. Gambaran sel yang ada pada fase ini yaitu ditandai dengan
adanya 75% sel epitel berinti dan 25% sel kornifikasi (sel tanduk) (Baker et al.
1979). Estrogen akan merangsang vaskularisasi dan pertumbuhan sel genitalia
tubular yang menyebabkan adanya epitel beinti pada gambaran epitel ulas vagina.
Fase proestrus pada luwak Jawa (Paradoxurus hermaproditus) yaitu terjadi
sekitar (12 ± 0,00) jam.
Fase estrus adalah fase setelah proestrus yang ditandai dengan pertumbuhan
folikel semakin meningkat dengan cepat dan uterus mengalami vaskularisasi
dengan maksimal. Folikel yang berkembang menyebabkan sekresi estrogen juga
semakin banyak. Peningkatan estrogen ini akan menyebabkan peningkatan LH
yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi. Sesaat sebelum ovulasi, folikel
membesar dan ovum yang ada di dalamnya mengalami pematangan. Estrus
berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel atau terjadinya ovulasi. Setelah
ovulasi, ovum dilempar dari folikel menuju ke bagian atas tuba uterin. Sel
superfisial yang tidak berinti sering mengalami kornifikasi atau keratinisasi yang
berfungsi untuk melindungi mukosa vagina dari iritasi saat kopulasi. Hilangnya
inti sel epitel pada fase estrus kemungkinan juga karena proses keratinisasi. Selsel yang mengalami keratinisasi tampak sebagai individu-individu terpisah. Selsel tersebut kemudian berdegenerasi karena terhalangnya difusi nutrisi dari
kapiler-kapiler di dalam jaringan ikat oleh lapisan keratin (Najamudin et al. 2010).
Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak menurun dan invasi leukosit
terjadi (Shearer 2008). Pada luwak tersebut fase estrus terjadi sekitar (22,5 ± 3,00)
jam. Hormon estrogen yang tinggi pada saat estrus dapat merubah epitel pada
vagina menjadi sel kornifikasi sehingga pada gambaran epitel vagina banyak
ditemukan sel kornifikasi. Proliferasi sel-sel epitel vagina dipengaruhi oleh
adanya aktivitas estrogen (Busman 2013). Hormon estrogen juga dapat
mempengaruhi tingkah laku seksual hewan betina. Biasanya naluri hewan lebih
sensitif saat sedang dalam fase estrus. Pada fase estrus ini, hewan betina
menunjukkan tanda-tanda mau didekati pejantan, sehingga fase ini penting untuk
diketahui agar luwak mau melakukan perkawinan dan menghasilkan anak. Estrus
merupakan periode penerimaan seksual pada hewan betina yang dipengaruhi oleh
tingkat sirkulasi estrogen. Menurut Hardjopranjoto (1995), ovulasi pada musang
luwak terjadi secara tergertak. Proses ovulasi terjadi karena adanya stimulasi atau
gertakan pada serviks saat proses koitus. Stimulasi saat proses koitus dapat
merangsang refleks neuroendrokrin yang melibatkan pelepasan LH dari hipofise
anterior. Mekanisme dari stimulasi ini terhadap keluarnya LH dapat terjadi karena

9

stimulasi serviks akan diteruskan melalui sistem saraf ke hipotalamus.
Selanjutmya hipotalamus mengeluarkan GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormone) yang dapat mengertak kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan
gonadotropin. GnRH ini yang menggertak LH adalah LHRH (LH-Releasing
Hormone) yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Hormon ini akan sampai pada
kelenjar hipofisa anterior melaui sistem portal sehingga hormon LH akan
dihasilkan.
Fase metestrus adalah fase pasca ovulasi dimana korpus luteum menjadi
berfungsi yang ditandai dengan terhentinya birahi. Ovulasi terjadi dengan
pecahnya folikel dan rongga folikel secara berangsur-ansur mengecil, pengeluaran
lendir terhenti serta terjadi penurunan ukuran dan vaskularitasnya. Pada fase
metestrus ini hormon estrogen mengalami penurunan. Setelah ovulasi, folikel
vesikuler ditutupi oleh jaringan khusus yang disebut korpus luteum. Jika terjadi
fertilisasi korpus luteum tetap aktif sampai akhir masa kebuntingan terjadi.
Korpus luteum ini menghasilkan progesteron mencegah perkembangan
selanjutnya dari folikel dan kemudian mencegah terjadinya periode estrus lebih
lama. Sekresi dari korpus luteum fungsional penting untuk implantasi bagi ovum
yang telah dibuahi di dalam uterus, pemberian makanan untuk embrio serta
perkembangan alveoli kelenjar mamari. Akan tetapi jika fertilisasi tidak terjadi
hormon progesteron berkurang sehingga korpus luteum mengalami degenerasi
dan dinding endometrium luruh (Watson 2002). Korpus luteum yang telah
berkembang sempurna memberikan pengaruh yang menonjol pada uterus. Selaput
endometrium yang melapisi uterus menebal, kelenjar uterin membesar dan otot
uterin juga menunjukkan peningkatan perkembangan. Semua reaksi diarahkan
pada usaha mensuplai zat-zat makanan untuk embrio. Apabila tidak terjadi
kebuntingan, korpus luteum akan regresi sehingga hormon progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum mengalami penurunan (Campbell et al. 2004).
Panjangnya siklus metestrus dapat tergantung pada panjang waktu LTH
(luteotropik hormon) disekresi oleh adenohipofisis. Selama fase ini terdapat
penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovarium. Hal
tersebut dapat mempengaruhi gambaran epitel vagina. Ditemukannya leukosit
yang banyak pada gambaran epitel ulas vagina merupakan ciri atau tanda hewan
sedang berada pada fase metestrus. Pada luwak Jawa (Paradoxurus
hermaproditus) gambaran ini dapat terlihat selama (25,5 ± 3,00) jam.
Diestrus adalah fase terakhir dari siklus estrus yang ditandai tidak adanya
kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang (Karlina
2003). Pada fase ini korpus luteum berkembang dengan sempurna menghasilkan
progesteron. Keadaan sel epitel vagina sangat berhubungan dengan perkembangan
folikel dan pertumbuhan korpus luteum (Nalley et al. 2011). Pada fase ini
gambaran epitel vagina ditandai berkurangnya leukosit dan digantikannya sel
kornifikasi dengan epitel berinti (Isnaeni 2006). Fase diestrus merupakan fase
terlama diantara fase-fase siklus estrus yang lain. Berdasarkan hasil pengamatan
epitel vagina pada mikroskop, luwak tersebut mengalami fase diestrus selama
(61,5 ± 3,00) jam.

10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Luwak jawa (Paradoxurus hermaproditus) memiliki siklus estrus yang
berlangsung selama (121,5 ± 7,54) jam dengan lama proestrus (12 ± 0,00) jam,
lama estrus (22,5 ± 3,00) jam, lama metestrus (25,5 ± 3,00) jam dan diestrus (61,5
± 3,00) jam.
Saran
Pengamatan siklus estrus pada luwak jawa (Paradoxurus hermaproditus)
sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan pengamatan melalui gambaran epitel ulas
vagina saja, tetapi dapat dilakukan pengamatan secara langsung terhadap tingkah
lakunya atau dengan analisa hormonal.

DAFTAR PUSTAKA
Apriliani F. 2012. Morfologi organ reproduksi betina musang luak (Paradoxurus
hermaproditus). [ skripsi ]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Baker DEJ. 1979. The laboratory rat vol.1 : Biology and disease, pp. 154-168. Eds.
H.J. Baker, J.R Lindsey dan S.H. Weisbroth. California (US): Academic
Press Inc.
Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to
Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapura:
Vertebrate Study Group, Nature Society. 180 hlm.
Borah J dan Deka K. 2011. An observation of common palm civet Paradoxurus
hermaphroditusmating. Small Carnivore Conservation. Vol. 44: 32–33,
June 2011
Busman H. 2013.Histologi ulas vagina dan waktu siklus estrus masa subur mencit
betina setelah pemberian ekstrak rimpang rumput teki. Prosiding
Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Jilid 2. Penerjemah Wasmen
Menalu. Cet. V. Jakarta (ID): Erlangga.
Corbet GB and Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: a
systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press.
Dellmann HD, Eurell J. 1998. Textbook of Veterinary Histology Ed ke–5.
Baltimore, Maryland: Lippincott Williams and Wilkins.
Duckworth JW, Widmann P, Custodio C, Gonzalez JC, Jennings A, Veron G.
2008. Paradoxurus hermaphroditus. IUCN red list of threatened species.
Version 2010.4. International Union for Conservation of Nature.
Fledman EC dan Richard WN. 2004. Canine and Feline Endrocrinology and
Reproduction, Third Edition. New York (US): Elsevier
Frandson RD .1992 .Anatomi dan Fisiologi Ternak. Soedarsono, editor.
Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press

11

Grassman LI. 1998. Movements and fruit selection of two Paradoxurinae species
in a dry evergreen forest in Southern Thailand. Small Carnivore
Conservation 19: 25–29.
Harjdopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID) : Airlangga
University Press
Heffner, Linda J dan Dhanny JS. 2006. At a Glance: Sistem Reproduksi. Jakarta
(ID): Erlangga
Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta ( ID ): Penerbit Kanisius.
[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2011. IUCN Red List
of Threatened Species. Versi 2011.2 [diunduh 2013 November 30].
http://www.iucnredlist.org.
Jackson T. 2004. Animals of Asia & Australia. London (GB): Southwater (Anness
Publishing Company).
Karlina Y. 2003. Siklus estrus dan struktur histologi ovarium tikus putih setelah
pemberian alprazolam [skripsi]. Surakarta (ID): Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret.
Khairina N. 2013. Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus) di Penangkaran CV Kopi Luwak
Indonesia Pangalengan, Bandung [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Mudappa D, Kumar A, Chellam R. 2010. Diet and fruit choice of brown palm
civet Paradoxurus jerdoni, a viverrid endemic to the western ghats
rainforest, India. J.Tropic Cons Sci.3(3):282-300.
Najamudin, Rusdin, Sriyanto, Amrozi, Srihadi A, dan Tuty LY. 2010. Penentuan
siklus estrus pada kancil (Tragulus javanicus) berdasarkan perubahan
sitologi vagina. Jur vet 2010 vol. 11 No. 2: 81-86.
Nalley WMM, Ristika H, Muhammad R, Iis A, Tuty LY, Bambang P. 2011.
Penentuan siklus estrus berdasarkan gambaran sitologi vagina dan profil
hormon pada rusa timor. Jur vet Vol. 12 No. 2 :98-106.
Panggabean E. 2011. Mengeruk Untung dari Bisnis Kopi Luwak. Jakarta (ID) :
PT Agromedia Pustaka.
Patou ML, Debruyne R, Jennings AP, Zubaid A, Ryan JJR, Veron G. 2008.
Phylogenetic relationships of the Asian palm civets (Hemigalinae &
Paradoxurinae, Viverridae, Carnivora). Molecular Phylogenetics and
Evolution. 47: 883-892
Prayogo Y. 2013. Cat Lover’s Book. Jakarta : Gagas Media
Pristiyanto D. 2003. Virus SARS Nampaknya Berasal Dari Musang
[Internet].[diunduh
2012
Januari
12].
Tersedia
pada
:
http://www.mediaindo.co.id/ beritakhusus.asp?id=946.
Schreiber A, Wirth R, Riffel M, Rompaey HV. 1989. Weasels, Civets, Mongooses,
and their Relatives An Action Plan for the Conservation of Mustelids and
Viverrids. Switzerland (NZ): International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources.
[SCTAG] Small Carnivore Taxon Advisory Group. 2010. Viverirds (Viverridae)
Care Manual. Silver Spring : Assosiation of Zoos and Aquarium.
Shearer JK. 2008. Reproductive Anatomy and Physiology of Dairy Cattle. Florida
(US) : University Of Florida.

12

Shiroff A. 2002. Paradoxurus hermaphroditus. Animal diversity.ummz. umich.
edu/site/accounts/information/Paradoxurus_hermaphroditus.html.
Watson R. 2002. Anatomy and Physiology for Nurses. Jakarta (ID) : EGC
Weigl R. 2005. Longevity of Mamals in Captivity; from the Living Collections of
the World. Stuttgart (DE) : Kleine Senckenberg–Reihe 48.

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 Mei 1992 dari ayah Faisal
Latif dan dan ibu Nur Farida Aryani SPd. Penulis merupakan putri kedua dari 2
bersaudara. Penulis lulus dari sekolah menegah atas SMA Negeri 1 Pesisir Tengah
tahun 2010 dan pada yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB dan diterima di
Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai
anggota Himpunan Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, anggota
Divisi Eksitu organisasi Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB dan anggota
Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Lampung
(KEMALA) IPB. Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi sarjana di
Fakultas Kedokteran Hewan, penulis menyusun skripsi yang berjudul
“Identifikasi Siklus Estrus pada Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus )
melalui Pengamatan Gambaran Epitel Vagina”.