Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1977) di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia Pangalengan, Bandung

(1)

INDONESIA PANGALENGAN, BANDUNG

NAZMI KHAIRINA NUR

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

DI PENANGKARAN CV KOPI LUWAK INDONESIA

PANGALENGAN, BANDUNG

NAZMI KHAIRINA NUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(3)

Nama : Nazmi Khairina Nur NIM : E34080007

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS NIP. 19651116 199203 2 001 NIP. 19581121 198603 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(4)

NAZMI KHAIRINA NUR. Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1977) di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia Pangalengan, Bandung. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASY’UD.

Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan satwa yang berpotensi dalam menghasilkan kopi luwak yang bercita rasa tinggi dan berharga mahal. Potensi ini menyebabkan musang luwak diburu oleh para petani kopi yang apabila tidak ada upaya budidaya maka dapat menyebabkan penurunan populasi dari satwa tersebut. Upaya pelestarian musang luwak dapat dilakukan melalui konservasi eks-situ yaitu penangkaran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui praktek manajemen penangkaran serta aktivitas harian musang luwak di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia sehingga dapat dijadikan bahan acuan dalam mempermudah manajemen penangkaran musang luwak.

Penelitian dilaksanakan di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia Pangalengan Bandung pada bulan Mei, Juni dan Oktober 2012. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi (1) aspek teknis penangkaran yang meliputi bibit, perkandangan, pakan, reproduksi dan kesehatan diperoleh dengan cara observasi lapang, pengukuran dan wawancara; (2) konsumsi dan palatabilitas kopi arabika yang diperoleh dengan observasi lapang dan pengukuran; (3) aktivitas harian dengan metode focal animal sampling; (4) pemanfaatan hasil penangkaran yang dipeleh dengan observasi lapang dan wawancara.

Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia dikelola dengan sistem intensif dan

dikembangkan dengan sistem penangkaran inti dan plasma. Teknis penangkaran musang luwak di CV Kopi Luwak Indonesia meliputi (a) Bibit; bibit berasal dari penangkapan di alam dengan usia dua tahun; (b) Perkandangan; terdapat dua jenis kandang yaitu kandang utama dan karantina; (c) Pakan; jenis pakan yang diberikan kepada musang luwak adalah pisang, ayam, kopi arabika, campuran wortel, pepaya, belut, lele, dan ikan mas; (d) Reproduksi; penangkaran ini belum dapat meghasilkan keturunan musang luwak; (e) Kesehatan; jenis penyakit/gangguan yang diderita adalah cacing dan stres. Manajemen kesehatan yang dilakukan adalah pembersihan kandang, pengecekan kesehatan, pemberian vaksin, vitamin dan obat.

Rata-rata jumlah konsumsi kopi arabika 306 g/individu/hari. Musang luwak lebih memilih kopi arabika yang berukuran besar dan bewarna merah marun daripada kopi arabika yang berukuran kecil dan bewarna merah dengan nilai palatabilitas 30%. Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh musang luwak baik individu jantan atau betina adalah aktivitas makan. Total produksi kopi luwak dalam bentuk green bean yang dihasilkan dari penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia adalah 60 kg/bulan. Total keuntungan yang diperoleh dari produksi kopi luwak adalah Rp 40.709.500/bulan.


(5)

NAZMI KHAIRINA NUR. Management Captivity and Daily Activities of Common Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1977) in CV Kopi Luwak Indonesia Captivity Pangalengan, Bandung. Under supervision LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASY’UD.

Common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) is a species that potential to produce tasteful and expensive luwak coffee. This potential cause the hunting of common palm civet by coffee farmers where if there is no effort on its cultivation it will lead to the decrease of population for this species. Common palm civet conservation efforts can be done through the ex-situ conservation by captivity. This research was conducted to study the captive management practices and daily activity in CV Kopi Luwak Indonesia so that it can be used as a reference in the easy management captivity of common palm civet

The research was held in CV Kopi Luwak Indonesia captivity Pangalengan, Bandung in May, June and October 2012. The data and information collected covers (1) the technical aspects of captivity, including seed, cage, feed, reproduction, health were obtained by field observations, measurement and interviews; (2) consumption and palatability arabica coffee was obtained by field observation and measurement; (3) the daily activities was obtained by focal animal sampling method; and (4) utilization of captive breedings obtained by field observations and interviews.

CV Kopi Luwak Indonesia captivity managed with the intensive system and developed with the core and plasma system. Technical captivity of common palm civet in CV Kopi Luwak Indonesia covering (a) seed; seeds from capture in nature with the age of two years (b) cage; there are two kinds of cage which are main and quarantine cage (c) feed; kinds of feed which was given to common palm civet are banana, chicken, arabica coffee, a mixture of carrots, papaya, eel, catfish, and goldfish; (d) reproduction; the captivity have not successful in breeding; (e) health; types of disease/disorder suffered were wormy and stress. Health management was done by cage cleansing, health checking, vaccine, vitamins and medicine giving.

The average amount of consumption of arabica coffee is 306 grams/individuals/day. Common palm civet prefer large and maroon arabica coffee small and red ones with the palatability values 30%. Most activities of both individual common palm civet male or female were feeding activities. Total production of luwak coffee in green bean form from CV Kopi Luwak Indonesia Captivity is 60 kg/month. The profits earned from the production of luwak coffee is Rp 40.709.500/month.


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak (Paradoxurus

hermaphroditus, Pallas 1977) di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia

Pangalengan, Bandung” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013 Nazmi Khairina Nur E34080007


(7)

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada 31 Maret 1991. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Zulhasmi Zen dan Nadrah. Penulis memulai pendidikan formal tahun 1995 di TK Yaskumam Indrapura Kabupaten Batubara. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Al Washliyah Indrapura Tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Air Putih Tahun 2002-2005. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Air Putih Kabupaten Batubara pada tahun 2005 hingga lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis berhasil lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).Penulis resmi menyandang status mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB mulai Juni 2008.

Selama menjadi mahasiswa dan menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiwaan kampus. Penulis pernah mengikuti organisasi FORCES IPB periode 2008-2010, anggota International Forestry Student Assosiation IPB periode 2009-2011. Di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, penulis juga ikut aktif di dalam organisasi Himpunan Keprofesian Mahasiswa DKSHE yang bernama Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2009-2011. Penulis tergabung dalam Kelompok Pemerhati Goa dan Kelompok Pemerhati Mamalia.

Disamping aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam kegiatan ekspedisi lapangan dan praktek kerja lapang profesi di Fakultas Kehutanan IPB. Tahun 2010, penulis mengikuti ekpedisi ilmiah Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) HIMAKOVA di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. Penulis juga melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Taman Wisata Alam Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Rinjani.

Untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus Pallas, 1977) di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia Pangalengan, Bandung yang dibimbing oleh Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS.


(8)

berbagai pihak yang mendukung penulis selama menyusunnya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Nadrah, Ayahanda Zulhasmi Zen beserta keluarga yang selalu memberi dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis sampai akhir pendidikan di IPB ini.

2. Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS selaku dosen pembimbing skripsi, atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat kepada penulis.

3. Bapak Rudi Sugiaman selaku kepala penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia dan keluarga yang telah menyediakan tempat penelitian bagi penulis serta dukungan dan informasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Bapak Enjang beserta keluarga yang memberikan tempat tinggal dan

perhatiannnya selama kegiatan penelitian ini.

5. Para karyawan penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia yang bersedia memberikan informasi dan meluangkan waktunnya dalam proses penelitian penulis.

6. Rekan-rekan seperjuangan laboratorium Konservasi Eks-Situ: Debora, Widi, Yenti, Meydilaga, Nararya, dan Kak Clara atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

7. Bang Maeser, Kak Novri, Arya, Kamal, Vita dan Ryan atas bantuan dan dukungannya selama ini.

8. Keluarga KSHE “Edelweis” 45 yang memberikan kebesamaan dalam suka dan duka, semoga kita diberikan kesuksesan.

9. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan dengan lancar. Penelitian ini berjudul “Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1777) di Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia Pangalengan, Bandung” dan yang dilaksanakan pada bulan Mei, Juni dan Oktober 2012.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi pengembangan pengelolaan penangkaran musang luwak khususnya CV Kopi luwak Indonesia. Selain itu diharapkan dengan adanya skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan menunjang upaya konservasi bagi musang luwak.

Penulis menyadari masih ada keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, sehingga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan pengembangan penelitian mengenai penangkaran musang luwak di masa datang. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2013

Nazmi Khairina Nur E34080007


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Biologi Musang Luwak ... 3

2.2 Ekologi Musang Luwak ... 4

2.3 Penangkaran ... 7

2.4 Status Konservasi ... 10

2.5 Prinsip Kesejahteraan Satwa ... 11

2.6 Pemanfaatan Hasil ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Jenis Data yang Diambil ... 13

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 15

3.5 Analisis Data ... 18

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

4.1 Sejarah Penangkaran ... 21

4.2 Organisasi Penangkaran ... 21

4.3 Kondisi Fisik ... 23

4.4 Kondisi Biotik ... 24

4.5 Kondisi Ekonomi Masyarakat ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25


(11)

5.2 Konsumsi dan Palatabilitas Kopi Arabika ... 44

5.3 Aktivitas Harian ... 47

5.4 Pemanfaatan Hasil Penangkaran ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data aspek penangkaran ... 13

2 Jenis data konsumsi dan palatabilitas kopi arabika ... 14

3 Jenis data aktivitas harian ... 14

4 Jenis data pemanfaatan musang luwak ... 15

5 Formulasi pemberian kopi arabika pada musang luwak di penangkaran . 16 6 Ukuran, fungsi dan enrichment kandang utama dan kandang karantina di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia 28

7 Konstruksi kandang utama musang luwak di penangkaran ... 29

8 Konstruksi kandang karantina musang luwak di penangkaran ... 33

9 Takaran pakan yang diberikan kepada musang luwak (g/individu) ... 34

10 Cara penyajian dan tempat pakan musang luwak di penangkaran ... 37

11 Waktu dan jenis pemberian pakan musang luwak ... 37

12 Penyakit pada musang luwak di penangkaran ... 38

13 Kegiatan manajemen kesehatan musang luwak di penangkaran ... 41

14 Konsumsi kopi arabika pada musang luwak di penangkaran (g/individu/hari) ... 45

15 Kopi arabika yang dikonsumsi berdasarkan kategori ukuran dan warna menurut jenis kelamin musang luwak (g/individu/hari) ... 46

16 Palatabilitas kopi arabika pada musang luwak di penangkaran ... 46

17 Alokasi waktu aktivitas musang luwak di penangkaran pukul 16.00- 04.00 WIB ... 48

18 Bentuk kopi luwak yang dihasilkan penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia ... 58

19 Biaya operasional produksi kopi arabika ... 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) ... 4

2 Persebaran musang luwak di dunia ... 5

3 Bagan pengelolaan penangkaran musang luwak di CV Kopi Luwak Indonesia ... 22

4 Peta Kecamatan Pangalengan ... 23

5 Bibit musang luwak yang berada di penangkaran ... 26

6 Alat yang digunakan untuk memindahkan musang luwak ke penangkaran: (a) krat, (b) karung goni... 27

7 Kandang utama dan fasilitas kandang (a) Kandang utama (b) Tempat tidur musang luwak (c) Tempat air minum (d) Replika pohon ... 29

8 Ilustasi kandang musang luwak di penangkaran ... 30

9 Suhu dan kelembaban rata-rata di penangkaran ... 31

10 Kandang karantina musang luwak di penangkaran... 32

11 Beberapa contoh pakan yang diberikan kepada musang luwak di penangkaran: (a) ayam, (b) pisang susu, (c) kopi arabika, (d) campuran wortel ... 34

12 Mesin penggiling pakan musang luwak ... 35

13 Tempat pakan musang luwak (a) Nampan bambu (b) Tempat pakan berbahan plastik ... 37

14 Kartu kendali musang luwak... 42

15 Bagian vulva pada musang luwak : (a) jantan, (b) betina ... 42

16 Penampang memanjang dari buah kopi arabika ... 47

17 Musang luwak yang memakan kopi arabika ... 49

18 Histogram lama aktivitas makan musang luwak jantan dan betina ... 50

19 Musang luwak yang istirahat di dalam kotak tidur ... 50

20 Histogram lama aktivitas istirahat musang luwak jantan dan betina ... 51

21 Musang luwak yang sedang berinteraksi satu dengan lain ... 51

22 Histogram lama aktivitas sosial musang luwak jantan dan betina ... 52

23 Musang luwak yang memanjat dinding kandang ... 52

24 Histogram lama aktivitas pergerakan musang luwak jantan dan betina .... 53

25 Bagan proses pembuatan kopi luwak ... 54

26 (a) Pemberian kopi arabika pada musang luwak (b) Musang luwak yang memakan kopi arabika ... 55


(14)

27 Proses pemanenan biji kopi luwak ... 55 28 Pembersihan biji kopi luwak ... 56 29 Proses pengeringan biji kopi luwak tahap 1 ... 56 30 (a) Proses pengupasan kulit tanduk dengan menggunakan roskam (b)

Biji kopi luwak yang sudah dikupas kulit tanduknya ... 57 31 Proses pengeringan biji kopi luwak tahap 2... 57 32 Proses sortasi biji kopi luwak ... 57 33 Bentuk kopi luwak yang diproduksi oleh penangkaran (a) gelondongan,

(b) green bean, (c) roast bean, (d) bubuk ... 59


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Suhu dan kelembaban relatif yang berada di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia ... 70 2 Hasil uji t dua sampel terhadap konsumsi kopi arabika pada musang

luwak ... 71 3 Uji chi kuadrat terhadap palatabilitas kopi arabika pada musang luwak ... 72 4 Aktivitas harian musang luwak jantan di penangkaran CV Kopi Luwak

Indonesia ... 73 5 Aktivitas harian musang luwak betina di penangkaran CV Kopi Luwak

Indonesia ... 74 6 Uji chi kuadrat terhadap aktivitas harian musang luwak pada pukul

16.00-04.00 WIB ... 75 7 Biji kopi luwak hasil pencernaan musang luwak di penangkaran ... 76


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan satwa yang berpotensi dalam menghasilkan kopi yang mahal dan bercita rasa tinggi yang dikenal dengan kopi luwak. Kopi luwak tidak berasal dari spesies kopi khusus, namun berasal dari hasil fermentasi di dalam perut musang luwak yang dikeluarkan bersama kotoran dalam bentuk biji. Kopi luwak memiliki cita rasa yang unik dan kadar keasaman yang rendah (Marcone 2004). Kopi luwak berbentuk beras (green bean) berbahan kopi arabika dijual dengan harga Rp 600.000–Rp 1.300.000 per kg di pasaran (Panggabean 2011). Selain memiliki potensi ekonomi musang luwak juga berperan dalam penyebar biji di alam (Jotish 2011; Iseborn et al. 2012). Potensi ekonomi dan ekologi musang luwak tersebut menyebabkan musang luwak diburu oleh para petani kopi yang apabila tidak ada upaya budidaya maka dapat menyebabkan penurunan populasi dari satwa tersebut. Laporan mengenai populasi musang luwak masih sedikit, terakhir ditemukan musang luwak sejumlah lima individu di TN Sebangau Kalimantan Tengah (Cheyne et al. 2010). Laporan lain di Pulau Sumatera dan Jawa belum ditemukan. Sebagian besar penelitian tentang musang luwak hanya terbatas pada sebaran, wilayah jelajah (Cheyne et al. 2010) dan pakan di habitat alami (Setia 2008). Perkembangan penelitian terhadap musang luwak mancanegara cukup beragam seperti ekologi musang luwak (habitat, penyebaran, pakan,dan perilaku) (Su & Sale 2007; Patou et al. 2010). Laporan mengenai musang luwak diperlukan sebagai upaya untuk melestarikan keberadaan musang luwak.Upaya pelestarian musang luwak dapat dilakukan melalui konservasi in-situ dan eks-situ. Salah satu kegiatan konservasi eks-situ yaitu penangkaran.

Kegiatan penangkaran musang luwak dalam memproduksi kopi luwak di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa perusahaan secara mandiri diantaranya CV Kopi Luwak Indonesia yang terletak di Pangalengan, Bandung.CV Kopi Luwak Indonesia sudah mengekspor kopi luwak sampai ke mancanegara seperti Jepang, Korea, Cina, dan negara-negara di Eropa.


(17)

Penelitian ini dilakukan agar mengetahui praktek manajemen penangkaran serta aktivitas harian musang luwak di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia. Keberhasilan penangkaran sangat terkait dengan proses manajemen penangkaran dan kegiatan musang luwak di dalam penangkaran sehingga penelitian ini dipandang penting karena dapat dijadikan bahan acuan dalam mempermudah manajemen penangkaran musang luwak.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji teknis pengelolaan penangkaran musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) di CV Kopi Luwak Indonesia.

2. Mengkaji konsumsi dan palatabilitas kopi arabika pada musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) di penangkaran.

3. Mengkaji aktivitas harian musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) di dalam penangkaran.

4. Mengkaji pemanfaatan musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia dalam menghasilkan kopi luwak.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Sebagai bahan acuan dan masukan bagi perbaikan dan pengembangan penangkaran musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) di CV Kopi Luwak Indonesia.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya petani kopi luwak dalam hal pengelolaan penangkaran musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus).


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Musang Luwak 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi

Menurut Shiroff (2002) klasifikasi ilmiah dari musang luwak adalah Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Famili : Viverridae Subfamili : Paradoxurinae Genus : Paradoxurus

Spesies : Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1777

Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah hewan menyusui (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Musang luwak juga dikenal dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris (Payne et al. 2000). Ada empat spesies musang dari marga Paradoxurus (Ganesh 1997), yaitu: 1. Paradoxurus hermaphroditus, yaitu jenis musang luwak yang menyebar luas

mulai dari India dan bagian Utara, Pakistan di bagian Barat, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, Tiongkok Selatan, Semenanjung Malaya hingga ke Filipina, sedangkan di Indonesia terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian Selatan, serta Taliabu dan Seram di Maluku.

2. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.

3. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India Selatan.


(19)

2.1.2 Morfologi

Musang luwak memiliki ukuran tubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor) dan berat rata-rata 3 kg.Warna rambut dari musang luwak adalah abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh bewarna abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna coklat merah tua sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut memiliki warna lebih pucat (Payne et al. 2000; Patou et al. 2010).

Satwa ini memiliki beberapa bintik samar di seluruh tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala. Luwak betina memiliki tiga pasang puting susu (Payne et al. 2000). Berikut merupakan gambar dari musang luwak (Gambar 1).

Gambar 1 Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus).

2.2Ekologi Musang Luwak 2.2.1 Habitat dan penyebaran

Habitat yang disukai oleh musang luwak adalah semak-semak, hutan sekunder, perkebunan, dan di sekitar pemukiman manusia. Musang luwak dapat hidup di daerah dataran rendah hingga di daerah dengan ketinggian 2.500 mdpl. Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Musang luwak juga menyukai hutan-hutan sekunder (Shiroff 2002).


(20)

Musang Luwak tersebar luas mulai dari Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, China, Filipina, India, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Singapura, Srilanka, Thailand, dan Vietnam. Musang Luwak di Indonesia tersebar secara alami mulai dari Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, selain itu juga telah diintroduksi ke Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku (Patou et al. 2010). Persebaran musang luwak di dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Persebaran musang luwak di dunia Sumber : Encyclopedia of Life (2011).

2.2.2 Reproduksi

Musang luwak bereproduksi sepanjang tahun, walaupun pernah ada catatan bahwa anak musang luwak lebih sering dijumpai antara bulan Oktober hingga Desember. Musang luwak melahirkan 2-4 ekor anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri. Biasanya anak musang luwak diletakkan di dalam lubang pohon atau goa. Selama kawin (mating)yang masanya cukup singkat, biasanya pasangan musang luwak tetap tinggal bersama sampai anak musang lahir. Usia musang luwak dewasa yaitu sekitar 11-12 bulan. Musang yang dipelihara atau ditangkarkan dapat bertahan hidup hingga 22 tahun (Payne et al. 2000).


(21)

Musang luwak merupakan satwa nokturnal namun terlihat kawin pada siang hari dengan kondisi yang lembab dan cahaya redup. Sepasang musang luwak melakukan kopulasi di dahan setinggi 35-45 kaki di atas permukaan tanah. Tempat kawin tersebut tidak terlalu jauh dari pemukiman yaitu sekitar 50 m (Borah & Deka 2011).

2.2.3 Pakan

Musang luwak dapat dikategorikan sebagai satwa omnivora jika dilihat dari pakannya (Jotish 2011). Musang luwak sering ditemukan sebagai pemakan dan pencuri ayam, namun pada dasarnya lebih menyukai memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan, termasuk diantaranya kopi, pepaya, pisang, rambutan, mangga, dan buah pohon kayu afrika. Mangsa yang lain adalah berbagai serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang dapat ditangkap, termasuk mamalia kecil seperti tikus (Krishnakumar & Balakrishnan 2003). Tipe buah atau biji- bijian yang pada umumnya dimakan oleh musang luwak adalah tipe buah berbiji, arbei atau ampas kayu (Mudappa et al. 2010).

Su dan Sale (2007) menyatakan bahwa feses dari musang luwak menunjukkan satwa ini mengkonsumsi buah berbiji dan protein hewani. Jotish (2011) mengemukakan bahwa ketika musang luwak tersebut berada di dekat pemukiman manusia maka feses musang luwak mengandung nasi dan protein hewani. Pernyataan Jotish (2011) mengindikasikan apabila musang luwak tinggal di dekat pemukiman masyarakat maka musang luwak juga memungut sisa-sisa makanan manusia.

2.2.4 Aktivitas harian

Aktivitas harian merupakan kegiatan yang dilakukan satwa sepanjang hari. Menurut Krishnakumar et al. (2002), aktivitas harian dapat dibagi enam kategori, yaitu :

1. Beristirahat (resting) yaitu periode satwa tidak aktif walaupun satwa tersebut membuka atau menutup matanya. Selain itu satwa tersebut bernapas dengan kecepatan yang menurun dan menunda segala aktivitas.

2. Makan (feeding) yaitu meliputi menangkap serangga, menggali tanah untuk mencari cacing atau larva. Makan dan minum dapat digolongkan dalam


(22)

ketegori feeding. Segala sesuatu seperti berburu, memperoleh dan mengunyah makanan juga termasuk ke dalam kategori feeding. Secara umum satwa mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono 2002).

3. Perilaku menyenangkan (comfort behavior) yaitu perilaku yang memberikan rasa nyaman dan terawat bagi tubuh satwa. Perilaku ini meliputi menjilat- jilat bagian tubuh (licking), menggigit, menggores, menyeka kepala, peregangan, menguap, berguncang, suara terengah, menggosok kepala dan leher, mencakar, menyeret dan mengapit.

4. Perilaku sosial (social behavior) yaitu komunikasi secara lisan, tindakan berlawanan, penciuman atau mengeluarkan bau, bermain dan perilaku reproduksi.

5. Perilaku mengendus (sniffing behavior) yaitu proses dimana satwa merasa lingkungannya dirangsang oleh sesuatu. Mengendus udara, tanah, makanan, dan obyek lainnya juga dapat dikategorikan ke dalam mengendus.

6. Bergerak (locomotion) yaitu perilaku ini dapat diartikan dengan perpindahan dari tempat satu ke yang lainnya. Menderap, berjalan, memanjat, melompat, berlari, dan berjelajah dapat dimasukkan ke dalam locomotion.

2.3 Penangkaran

Menurut Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar, penangkaran merupakan upaya perbanyakan melalui kegiatan pengembangbiakan dan pembesaran namun tetap mempertahankan kemurnian jenis sawaliar dan tumbuhan tersebut. Thohari et al. (2011) menyatakan bahwa penangkaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengembangbiakan satwaliar dan tumbuhan alam agar populasinya bertambah serta tetap mempertahankan kemurnian jenis dari satwaliar dan tumbuhan.

Permasalahan secara umum dalam pengelolaan satwaliar adalah ukuran populasi yang terbatas, hal ini disebabkan oleh luas area pengelolaan atau


(23)

pemeliharaan satwa liar yang tidak terlalu besar sehingga populasi yang ditampung juga terbatas. Permasalahan umum lainnya adalah terjadinya penurunan kemampuan adaptasi, daya survive dan keterampilan belajar satwa. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan satwa liar di lembaga konservasi sangat bergantung kepada manusia sehingga sifat alamiahnya semakin lama semakin menurun (Alikodra 2002).

Undang- undang No 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa salah satu bentuk kegiatan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar adalah dengan kegiatan penangkaran. Kegiatan penangkaran membutuhkan teknologi yang mampu membantu dalam pengembangbiakan satwa. Teknologi tersebut meliputi kegiatan pengumpulan satwa dengan upaya pembibitan, mobilisasi satwa, pemeliharaan satwa dan restocking (Thohari 1987). Pengayaan lingkungan merupakan metode untuk memberikan kondisi dan perlakuan tertentu yang sesuai dengan hidup alaminya. Proses pengayaan lingkungan bermaksud untuk menghindari binatang dari ancaman stres, kebosanan, kegelisahan dan perilaku menyimpang maupun meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan untuk satwaliar (Ellis 2009).

2.3.1 Bibit

2.3.1.1Sumber bibit

Kualitas dari suatu bibit harus diperhatikan khususnya dalam hal variasi genetic, hal ini berkaitan dengan kualitas dari keturunan yang dihasilkan. Semakin tinggi variasi genetik dari bibit yang digunakan maka semakin tinggi kualitasnya sebagai induk, demikian juga dengan keturunan dari induk tersebut (Thohari 1987).

2.3.1.2Immobilisasi

Usaha pengadaan bibit dapat dilakukan secara fisik atau kimia. Secara fisik yaitu dengan memindahkan satwaliar secara langsung ke penangkaran. Secara kimia berarti dapat menggunakan obat bius yang ditembakkan dengan menggunakan senapan, pistol atau dengan menggunakan sumpit (Suzanna & Masy’ud 1991).


(24)

2.3.1.3Adaptasi dan aklimatisasi

Usaha penangkaran suatu jenis satwaliar proses adaptasi berlangsung dalam mulai saat individu satwa ditangkap dari satwa tersebut berasal sampai satwa tersebut mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi penangkaran tersebut. Penyesuaian diri ini juga berlaku terhadap perlakuan yang diterima oleh satwaliar selama kegiatan penangkaran sampai individu satwa tersebut dapat bersosialisasi dengan individu lainnya (Thohari 1987).

Musang luwak merupakan satwa arboreal yang di habitat alaminya hidup di daerah pertanian atau di dekat rumah penduduk. Musang luwak bersifat nokturnal, pada malam hari tidak jarang musang luwak terlihat berjalan di atas atap rumah, meniti kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke bangunan lain bangunan, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah sehingga menyebabkan mudah beradaptasi dengan manusia (Shiroff 2002).

2.3.2Perkandangan

Kandang merupakan bangunan tempat tinggal binatang; ruang berpagar tempat memelihara binatang. Tipe kandang yang baik adalah kandang yang aman, nyaman dan tidak terjangkau predator serta cukup pakan dan airnya. Sebuah kandang selain sebagai tempat hidup juga sebagai ruang pergerakan satwa, melindungi satwa dari sinar matahari, bahaya atau gangguan serta memudahkan manajemen pengelolaan satwa tersebut. Kandang yang ideal adalah kandang yang memiliki konstruksi yang kuat dan tahan lama (Garsetiasih & Takandjandji 2007).

2.3.3Pakan

Makanan dalam sistem pemeliharaan satwa di penangkaran bahkan menempati komponen biaya produksi terbesar mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi (pemeliharaan). Terkait dengan manajemen pakan, maka hal terpenting yang harus diperhatikan mencakup jenis pakan dan jumlah konsumsi serta kualitas gizi pakan. Konsumsi pakan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Pratiwi 2008). Jenis pakan harus disesuaikan dengan habit (kebiasaan) dan preferensi (tingkat kesukaan) (Masy’ud et al. 2011). Arora (1989) menyatakan bahwa aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan.


(25)

2.3.4Penyakit dan perawatan kesehatan

Kesehatan satwa selama penangkaran harus diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap produksi dari penangkaran tersebut. Pemeliharaan kesehatan merupakan bagian dari pengelolaan penangkaran yang meliputi kegiatan pembersihan dan sanitasi kandang. Kegiatan sanitasi bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang musang luwak sehingga musang luwak terhindar dari ektoparasit. Parasit pada hewan terbagi menjadi dua yakni endoparasit (di dalam tubuh inang) seperti cacing di saluran pencernaan dan ektoparasit (di luar tubuh inang) seperti di kulit dan rambut/bulu (Aroon et al. 2009).

Pakan yang digunakan sebaiknya tidak mengandung pestisida karena dapat bersifat racun terhadap kesehatan musang luwak (McDonald 2000). Pemerikasaan kesehatan luwak dapat dilakukan dengan melihat kotorannya. Kotoran tersebut dapat menunjukkan endoparasit atau parasit yang terdapat di dalam tubuh musang luwak (Aroon et al. 2009).

2.3.5 Pengaturan reproduksi

Indikator kunci keberhasilan penangkaran satwa adalah apabila penangkaran tersebut berhasil mengembangbiakan satwa yang ditangkarkan. Ada beberapa hal yang terkait dengan manajemen pengembangbiakan satwa, yakni pengenalan tentang karakteristik bioreproduksi (usia dewasa kelamin, musim kawin, lama kebuntingan, jumlah anak per kelahiran, determinasi sex) dan teknik pengembangbiakan (Masy’ud et al. 2011).

2.4 Status Konservasi

Convention on International of Trade Endangered Species (2011) menyebutkan bahwa musang luwak tergolong dalam appendix III, artinya statusnya dilindungi di daerah asal dan kawasan penyebarannya. Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai. Status konservasi musang luwak menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Reserves (2011) adalah Risiko Rendah (Least Concern). Musang luwak tidak termasuk hewan dilindungi di Indonesia berdasarkan PP No 7 Tahun 1999 dan masuk kedalam list jenis satwa buru pada Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan dan


(26)

Perkebunan Nomor 461/Kpts-Ii/1999 tentang Penetapan Musim Berburu Jenis-Jenis Satwa Buru di Taman Buru dan Areal Buru.

2.5 Prinsip Kesejahteraan Satwa

Farm Animal Welfare Council (2001) menyatakan bahwa prinsip kesejahteraan satwa merupakan hal- hal yang harus dipenuhi karena berkaitan dengan keberlangsungan hidup satwa. Prinsip kesejahteraan satwa meliputi :

1. Freedom from hunger and thirst yaitu kebebasan dari kelaparan dan kehausan. Penanggulangannya dapat memberikan makanan dan minuman yang cukup untuk menjamin kesehatan satwa.

2. Freedom from discomfort yaitu kebebasan dari ketidaksenangan. Penanggulangannya dapat dengan memberikan kondisi lingkungan yang sesuai dan menyenangkan bagi satwa.

3. Freedom from pain, injury and disease yaitu kebebasan dari rasa sakit, luka dan penyakit. Upayakan satwa tidak jatuh sakit atau menderita luka-luka, namun jika satwa masih jatuh sakit atau menderita luka-luka maka harus dilakukan tindakan oleh dokter hewan atau tenaga ahli.

4. Freedom to behave normally yaitu kebebasan satwa untuk bertindak alami. Perlakukan yang dapat dilakukan adalah memberikan lingkungan yang luas, yang memungkinkan satwa melakukan gerakan alami dan bergaul dengan satwa lain yang berjenis sama.

5. Freedom from fear and distress yaitu kebebasan dari ketakutan dan stres. Kondisi penangkaran harus terjamin dengan baik supaya menghindari satwa dari ancaman kebosanan, stres, ketakutan dan kesusahan.

2.6 Pemanfaatan Hasil

Musang luwak merupakan satwa yang sangat berperan dalam pembuatan kopi luwak. Kopi luwak adalah kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan satwa ini. Kotoran musang luwak tersebut dibersihkan untuk kemudian diolah menjadi kopi luwak dan dipasarkan (Marcone 2004). Beberapa golongan kopi yang dikenal di dunia perdagangan meliputi :


(27)

1. Kopi robusta

Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas dan tidak mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto 1978). 2. Kopi arabika

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita dan rasanya. Tanda-tanda dari kopi arabika adalah biji picak dan daun hijau tua yang berombak. Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan kopi arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan congensis (Siswoputranto 1978).

3. Kopi liberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dengan rendemen yang rendah (Siswoputranto 1978).


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia, Pangalengan, Jawa Barat. Kegiatan ini dilakukan selama bulan Mei-Juni dan Oktober 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan selama penelitian ini adalah kamera, papan jalan, voice recorder, meteran, termometer dry wet, kalkulator, tally sheet, panduan wawancara. Bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah pakan musang luwak yaitu pisang, ayam dan kopi arabika sedangkan obyek penelitian adalah musang luwak.

3.3Jenis Data yang Diambil

Data yang diambil selama dilaksanakan penelitian ini meliputi data primer yaitu data yang dikumpulkan di lapangan serta data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi literatur. Rincian masing-masing data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :

3.3.1 Data primer

Data primer yang dikumpulkan terdiri dari data mengenai aspek penangkaran, konsumsi dan palatabilitas kopi arabika, aktivitas harian serta pemanfaatan musang luwak. Cakupan dari jenis data ini sebagai berikut:

1. Aspek penangkaran

Data mengenai aspek penangkaran yang diambil meliputi aspek perkandangan, pakan, kesehatan, reproduksi dan bibit musang luwak (Tabel 1). Tabel 1 Jenis data aspek penangkaran

No Jenis data yang diambil Variabel

1 Bibit a. Asal bibit

b. Jumlah bibit c. Immobilisasi bibit d. Adaptasi bibit

2 Perkandangan a. Desain kandang

b. Jumlah kandang

c. Bentuk dan konstruksi kandang d. Jenis kandang


(29)

Tabel 1 (Lanjutan)

No Jenis data yang diambil Variabel

e. Suhu kandang f. Ukuran kadang

3 Pakan a. Jenis pakan dan variasi pakan

b. Jumlah pakan yang diberikan c. Frekuensi dan cara pemberian pakan d. Kebersihan tempat pakan

e. Sumber pakan

4 Kesehatan a. Pembersihan kandang

b. Vaksinasi

c. Jenis penyakit yang sering diderita satwa d. Pemisahan satwa sakit dan pemberian obat e. Pemberian vitamin

f. Rutinitas pemerikasaan kesehatan

5 Reproduksi a. Penentuan jenis kelamin

b. Pengaturan perkawinan meliputi sex ratio dan teknis perkawinan

c. Proses reproduksi 2. Data konsumsi dan palatabilitas kopi arabika

Data yang dikumpulkan untuk mengetahui konsumsi dan palatabilitas kopi arabika oleh musang luwak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data konsumsi dan palatabilitas kopi arabika No Jenis data yang diambil Variabel

1 Konsumsi a. Berat kopi arabika yang diberikan

b. Jumlah konsumsi

2 Palatabilitas a. Berat kopi arabika

b. Warna dan ukuran panjang kopi arabika 3. Data aktivitas harian

Data aktivitas harian mengacu pada penelitian Altmann (1974) yang meliputi makan, beristirahat, perilaku sosial, pergerakan dan reproduksi (Tabel 3). Tabel 3 Jenis data aktivitas harian

Jenis data yang diambil Variabel

Aktivitas harian a. Makan yaitu segala sesuatu mulai dari memperoleh

makanan, mengunyah makanan sampai proses menelan b. Beristirahat yaitu kondisi dimana musang luwak tidak

melakukan aktivitas apapun atau musang luwak tidak aktif walaupun satwa tersebut membuka atau menutup matanya c. Perilaku sosial yaitu interaksi musang luwak dengan musang

luwak lainnya, musang luwak dengan keeper, maupun dengan pengunjung.

d. Pergerakan yang meliputi memanjat, berjalan, dan

melompat. e. Reproduksi


(30)

4. Data pemanfaatan musang luwak

Data mengenai pemanfaatan musang luwak merupakan data yang berisikan pemanfaatan hasil dari musang luwak tersebut mulai dari produk yang dihasilkan sampai proses pemanenan dan pengelolaannya (Tabel 4).

Tabel 4 Jenis data pemanfaatan musang luwak No Jenis data yang diambil Variabel

1 Hasil panen a. Jenis produk yang dihasilkan

b. Bagian dari satwa yang dimanfaatkan c. Pemasaran produk

2 Teknis pemanenan a. Kriteria produk yang bisa dipanen

b. Cara pemanenan

c. Analisis biaya penangkaran

3 Manfaat sosial a. Jumlah pekerja

b. Struktur organisasi penangkaran

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

1. Kondisi umum penangkaran yaitu letak dan luas penangkaran, dan batas wilayah penangkaran.

2. Peta lokasi penangkaran.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian meliputi :

3.4.1 Observasi lapangan

Observasi lapangan dilakukan guna mendapatkan data yang akurat dan spesifik di lapangan mengenai teknis penangkaran. Kegiatan observasi lapang yang dilakukan meliputi pengamatan secara langsung dan pengukuran. Kegiatan observasi lapang diuraikan sebagai berikut:

1. Data perkandangan diperoleh dengan melakukan pengukuran kandang musang luwak yaitu panjang, tinggi, dan lebarnya. Selain itu mengidentifikasi material penyusun kandang dan fasilitas yang berada di dalam kandang.

2. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB, sore hari pukul 16.00 WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB selama 30 hari. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer dry-wet yang diletakkan di pintu kandang musang luwak.


(31)

3. Data konsumsi kopi arabika diperoleh dengan menghitung selisih antara berat kopi arabika yang diberikan dengan berat kopi arabika yang tersisa setiap hari. Pengukuran konsumsi dilakukan selama tujuh hari dengan takaran 2000 g/individu/hari. Musang luwak yang diamati berjumlah enam individu dengan komposisi tiga individu jantan dan tiga individu betina.

4. Palatabilitas diperoleh dari kopi arabika yang dikonsumsi oleh musang luwak. Butir kopi arabika yang dibandingkan diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu:

i. Warna, terdiri dari dua warna yaitu merah dan merah marun.

ii. Ukuran panjang buah kopi, terdiri dari dua ukuran yaitu besar (>1,5 cm) dan kecil (1-1,5 cm).

Total keseluruhan berat kopi arabika yang diberikan disesuaikan dengan pemberian kopi yang ada di penangkaran yaitu 2000 g/individu/hari. Berikut formulasi pemberian kopi arabika pada musang luwak berdasarkan klasifikasi warna dan ukuran (Tabel 5).

Tabel 5 Formulasi pemberian kopi arabika pada musang luwak di penangkaran

Ukuran Warna

Jumlah (g)

Merah marun (MM) Merah (M)

Besar (B) MMB (500) MB (500) 1000

Kecil (K) MMK (500) MK (500) 1000

Jumlah 1000 1000 2000

Keterangan : MM = merah marun, M = merah, B = besar (>1,5 cm), K = kecil (1-1,5 cm), MMB = merah marun besar, MB = merah besar, MMK = merah marun kecil, MK = merah kecil.

Masing- masing berat yang disajikan sebesar 500 g dengan menggunakan tempat yang terpisah. Pemberian kopi dilakukan pada sore hari (16.00 WIB) selama tujuh hari. Musang luwak yang diberikan kopi arabika berjumlah enam individu dengan komposisi tiga jantan dan tiga betina.

5. Data mengenai bibit, immobilisasi dan reproduksi dilakukan dengan pengamatan secara langsung guna mendapatkan data yang akurat dan spesifik. 6. Data aktivitas harian berisikan data tentang pola aktivitas yang dilakukan musang luwak setiap hari. Metode yang digunakan adalah Focal animal sampling. Focal animal sampling merupakan metode pengambilan data pengamatan perilaku yang menggunakan satu individu satwa sebagai obyek


(32)

pengamatan dan menggunakan teknik pencatatan perilaku satwa tersebut pada interval waktu tertentu (Altman 1974). Lama dari pengamatan aktivitas harian adalah 12 jam dimulai pada pukul 16.00 WIB sampai 04.00 WIB dengan interval waktu 5 menit. Data yang diambil meliputi aktivitas yang dilakukan serta waktu aktivitas. Waktu pengamatan disesuaikan dengan waktu aktivitas musang luwak yang bersifat nokturnal yang pada umumnya aktif pada malam hari dengan asumsi pada pukul 04.00-16.00 WIB musang luwak tidur.

3.4.2 Wawancara

Data mengenai manajemen pengelolaan penangkaran musang luwak dan pemanfaatan hasil penangkaran diperoleh dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in depth-interview) yaitu mewawancarai narasumber secara terbuka dan informal. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara (Boyce & Neale 2006).

Wawancara mendalam dilakukan kepada beberapa narasumber yaitu pemilik penangkaran musang luwak CV Kopi Luwak Indonesia, Kepala Bagian Umum penangkaran, staf atau karyawan yang bertugas di penangkaran. Jenis data yang diambil pada saat wawancara meliputi :

1. Wawancara kepada pemilik penangkaran musang luwak mengenai sejarah, tujuan, manfaat didirikannya penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia serta pemanfaatan hasil penangkaran.

2. Wawancara kepada staf administrasi dan karyawan meliputi aspek teknis pengelolaan penangkaran seperti pemberian pakan dan air, perawatan kesehatan, aspek perkandangan, proses breeding, pemanfaatan hasil serta surat izin pengelolaan hasil.

3.4.3 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan manajemen penangkaran musang luwak. Data diambil dari berbagai sumber seperti dokumen, laporan, buku, jurnal, dan media elektronik. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi atau acuan dalam penelitian.


(33)

3.4.4 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan cara menampilkan dan mengabadikan bentuk visual melalui objek gambar atau foto.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Data konsumsi kopi arabika

Data tentang aspek penangkaran dianilisis dengan cara deskriptif yaitu menguraikan aspek- aspek yang terkait dalam pengelolaan penangkaran serta teknis dari pengelolaannya. Data konsumsi kopi arabika dianalisis dengan rumus :

JK = B-b Keterangan :

JK = jumlah konsumsi B = berat kopi arabika awal b = berat kopi arabika sisa

Ada tidaknya perbedaan tingkat konsumsi kopi arabika antara musang luwak jantan dan betina dapat diketahui melalui uji t dua sampel. Tujuan digunakannya uji t dua sampel adalah untuk membandingkan antara kedua data tersebut sama atau berbeda (Walpole 1995). Hipotesis (H

0) yaitu tidak ada

perbedaan antara tingkat konsumsi kopi arabika musang luwak jantan dengan betina. Hipotesis (H

1) adalah ada perbedaan antara tingkat konsumsi kopi arabika

musang luwak jantan dengan betina. Pengujian hipotesis tersebut serta untuk pengambilan keputusan digunakan rumus sebagai berikut (Walpole 1995):

t hitung = x̄1−x̄2 Sp�n11 + n21

dengan Sp =

(n1−1) S12+ (n2−1)S22

(n1+n2)−2

Keterangan :

�̄1 = rata-rata sampel ke-1

�̄2 = rata- rata sampel ke-2 Sp = simpangan baku n1 dan n2 = jumlah sampel

Jika - t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka terima H


(34)

Data palatabilitas dianalisis dengan kuantitatif yaitu dengan melihat hasil pengukuran konsumsi kopi arabika dari musang luwak. Tingkat palatabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

P = g0−g1

g0 × 100 %

Keterangan :

P = palatabilitas

g0 = berat kopi arabika awal (g) g1 = berat kopi arabika sisa (g)

3.5.2 Aktivitas harian

Aktivitas harian satwa dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan menguraikan hasil pengamatan terhadap musang luwak. Data yang disajikan dapat berupa tabel, gambar atau grafik. Analisis perhitungan hasil pengolahan data mengenai aktivitas harian untuk mengetahui persentasi aktivitas harian dengan menggunakan persamaan matematika (Martin & Bateson 1993): Persentase aktivitas = �

� x 100 %

Keterangan :

X = lama aktivitas (menit)

Y = Total lama pengamatan (menit)

Ada tidaknya perbedaan aktivitas harian antara musang luwak jantan dan betina dapat diketahui melalui uji chi kuadrat. Tujuan digunakannya uji chi kuadrat adalah untuk menguji perbedaan proporsi/persentase antara beberapa kelompok data. Hipotesis (H

0) yaitu tidak ada perbedaan antara aktivitas harian

musang luwak jantan dengan betina. Hipotesis (H

1) adalah ada perbedaan antara

aktivitas harian musang luwak jantan dengan betina. Untuk menguji hipotesis tersebut serta untuk pengambilan keputusan digunakan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro et al. 2009):

�2 = (��− ��)2 �� �


(35)

Keterangan :

X² = Nilai hitung O

i = Frekuensi teramati

e

i = Frekuensi harapan

X

2

α = Nilai tabel Db = Derajat bebas Jika X² > X2 α, maka tolak H

0 ; Jika X² ≤ X 2

α, maka terima H0

3.5.3 Data pemanfaatan satwa

Data tentang pemanfaatan musang luwak dianilisis dengan cara deskriptif yaitu menguraikan aspek- aspek yang terkait dalam hasil yang dimanfaatkan serta teknis dari pemanenannya. Data yang disajikan dapat berupa data kuantitatif dan kualitatif yang ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel serta dokumentasi. Produksi kopi yang dihasilkan musang luwak per individu dapat diketahui melalui tahapan sebagai berikut :

1. Menimbang berat buah kopi arabika yang akan dikonsumsi oleh musang luwak

2. Menimbang kembali biji kopi arabika yang sudah dicerna oleh musang luwak sehingga diperoleh berat basah biji kopi

3. Menjemur biji kopi tersebut sehingga diperoleh produk kering dan menimbang kembali sehingga diperoleh berat kering biji kopi.

Total produksi kopi luwak di penangkaran dapat dihitung dengan rumus: Total produksi kopi luwak = berat biji kopi x jumlah musang luwak x total hari Total pendapatan = Total produksi kopi luwak x harga jual


(36)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Penangkaran

Penangkaran musang luwak CV Kopi Luwak Indonesia berdiri pada tahun 2009. Penangkaran ini bermula dari keinginan pengelola dalam memproduksi kopi luwak yang sebelumnya dari tahun 2004 hanya memproduksi kopi reguler. Pada awalnya musang luwak yang ditangkarkan berjumlah tiga ekor. Kandang yang digunakan masih menggunakan kandang nonpermanen. Seiring berjalannya waktu penangkaran ini mengalami perkembangan dan menjalin kerjasama dengan PT Ryowa Internasional. Tahun 2011 mulai dibuat kandang permanen bagi musang luwak. Musang luwak yang ditangkarkan juga lebih banyak yaitu berjumlah dua puluh ekor.

CV Kopi luwak Indonesia bekerjasama dan berhubungan langsung dengan para petani kopi di lapangan. Perusahaan ini mengerjakan sendiri kegiatan produksi mulai dari mengumpulkan, menyeleksi dan memproses sesuai dengan Standart Operating Prosedur. Perusahaan ini telah memiliki Sertifikasi khusus dan telah lolos uji standar mutu keaslian Kopi Luwak dari Sucofindo Certificate Laboratory No.153722Tahun 2011 serta Sertifikat Badan Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia No.05/XII/PP/2009 di Jember, Izin Dinas Kesehatan Nomor : 6013273010210 Tahun 2011 dan Sertifikat Halal Lembaga MUI No : 0117300170907 Tahun 2011.

4.2 Organisasi Penangkaran

CV Kopi Luwak Indonesia dikembangkan dengan sistem atau pola inti rakyat yang terdiri dari penangkaran inti dan plasma. Penangkaran inti merupakan penangkaran yang langsung dikelola oleh kepala penangkaran sedangkan plasma adalah penangkaran yang dikelola oleh masyarakat namun tetap dibawah naungan kepala penangkaran. Struktur organisasi penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.


(37)

Gambar 3 Bagan pengelolaan penangkaran musang luwak di CV Kopi Luwak Indonesia.

Kepala penangkaran memiliki tugas dalam mengelola penangkaran. Petugas harian berperan dalam proses pengelolaan penangkaran seperti pemberian pakan, pemeliharaan kebersihan, pemanenan kopi sampai pengawasan terhadap gangguan yang dapat menimpa musang luwak di penangkaran. Petugas harian yang ada di penangkaran berjumlah dua orang. Usia kedua petugas harian adalah 21- 27 tahun. Latar belakang pendidikan petugas harian adalah tamatan Sekolah Menengah Atas. Petugas harian tidak diberikan pelatihan khusus penangkaran, namun pembelajaran manajemen penangkaran diperoleh secara otodidak berdasarkan pengalaman dan informasi dari pengelola.

Proses pengolaan produksi kopi luwak biasanya berhubungan dengan produksi kopi reguler oleh karena itu petani kopi sangat berperan dalam proses produksi. Petani kopi luwak bertugas dalam proses penjemuran, pengupasan kulit tanduk dan sortasi biji. Petani kopi berjumlah dua puluh orang dengan rentang usia 18-40 tahun. Tenaga medis yang ada di penangkaran adalah dokter hewan yang bertugas untuk pemerikasaan kesehatan musang luwak serta pemberian vaksin.

Kepala penangkaran

Penangkaran inti

Petugas harian

Petani kopi

Tenaga medis

Penangkaran sistem plasma


(38)

4.3 Kondisi Fisik 4.3.1 Luas dan lokasi

Penangkaran musang luwak CV Kopi Luwak Indonesia secara administrasi terletak di Kampung Kiarasanding Desa Pulosari Rt.03/05 Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Kecamatan Pangalengan.

Penangkaran ini dikelola oleh pihak swasta yaitu CV Kopi Luwak Indonesia yang memiliki kantor pusat di Jalan Raya Barat Cicalengka No.97 Cicalengka Bandung. Kecamatan Pangalengan secara astonomis berada pada 070 07’00’’ sampai dengan 070 18’ 00’’ LS dan 1070 30’ 00’’ sampai dengan 1070 38’ 00’’ BT. Berikut merupakan batas- batas Kecamatan Pangalengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciamung b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tagelong dan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kertasari d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pasir Jambu


(39)

4.3.2 Sarana penangkaran

Penangkaran musang luwak CV Kopi Luwak Indonesia memiliki sarana bangunan kantor yang menyatu dengan pabrik kopi dan tempat tinggal karyawan. Selain itu terdapat lahan penjemuran kopi, tempat parkir, papan informasi, sumber air, serta kandang musang luwak.

4.4 Kondisi Biotik

Vegetasi yang terdapat di penangkaran adalah kopi arabika (Coffea arabica), pisang (Musa spp.) dan kayu putih (Mellalauca leucadendron). Selain musang luwak satwa yang terdapat di sekitar penangkaran adalah burung walet (Caloccelia linchi), kucing rumah (Fellix domesticus) dan bajing kelapa (Callosciurus notatus).

4.5 Kondisi Ekonomi Masyarakat

Masyarakat Kampung Kiarasanding pada umumnya sebagian besar berprofesi sebagai petani sayuran, namun seiring berjalannya waktu maka banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi petani kopi. Dengan berdirinya CV Kopi Luwak Indonesia maka masyarakat mulai menangkarkan musang luwak secara mandiri namun tetap dibawah naungan perusahaan ini. CV Kopi luwak Indonesia juga berpengaruh baik terhadap perekonomian masyarakat karena telah membantu dalam pembelajaran mengenai produksi kopi luwak di masyarakat.


(40)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Teknis Pengelolaan Penangkaran

Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia memiliki sistem pengelolaan intensif yang berarti seluruh aspek penangkaran diatur oleh pengelola. Aspek yang diatur oleh pengelola di penangkaran musang luwak ini yaitu:

5.1.1 Bibit

5.1.1.1Sumber dan jumlah bibit

Sumber bibit musang luwak di penangkaran berasal dari hasil penangkapan di alam yang diperoleh melalui pembelian dari pengumpul bibit di daerah Pangalengan dan sekitarnya. Daerah yang menjadi penyedia bibit luwak meliputi Majalengka, Cililin, Cisewu dan Ciwidey. Selain itu bibit juga diperoleh dari para petani kopi luwak yang bekerja di CV Kopi Luwak Indonesia. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai populasi musang luwak di daerah Pangalengan dan sekitarnya.

Penangkaran ini memiliki dua sistem penangkaran yaitu inti dan plasma. Penangkaran inti mengelola 20 individu bibit musang luwak. Adapun satu unit penangkaran plasma mengelola 5 individu musang luwak sehingga pada CV Kopi Luwak Indonesia dengan dua puluh plasma maka membutuhkan bibit sebanyak 100 individu. Pengadaan bibit musang luwak perlu menjadi perhatian terkait banyaknya jumlah bibit yang diperlukan, oleh karena itu diperlukan adanya jaminan keberlanjutan kehidupan musang luwak yang ditangkarkan. Apabila musang luwak dapat hidup lebih lama maka kemungkinan penangkapan bibit di alam akan lebih kecil. Diharapkan dalam jangka panjang sumber bibit ini harus berasal dari hasil penangkaran sehingga dapat mengurangi jumlah penangkapan dari alam.

Terkait dengan sejarah penangkaran, pada awalnya bibit yang ditangkarkan hanya berjumlah tiga ekor dan diletakkan pada kandang non permanen. Bibit tersebut mati karena sakit sehingga pengelola melakukan upaya penyesuaian bibit terhadap kondisi kandang. Penangkaran ini belum memiliki catatan jumlah bibit per tahun. Jumlah bibit yang dibeli tergantung kebutuhan dan


(41)

sesuai dengan jumlah kandang yang tersedia di penangkaran. Seiring berjalannya waktu setelah pembangunan kandang permanen bibit musang luwak ditambah menjadi dua puluh ekor. Bibit tersebut dibeli dengan kisaran harga Rp 250.000-Rp 300.000 per individu.

Pengelola menentukan kriteria dalam memilih bibit yang akan dibeli. Kriteria yang ditetapkan adalah bibit tersebut berusia dua tahun karena dianggap sudah mampu menghasilkan kopi luwak dengan baik, selain itu bibit tersebut harus sehat dan tidak cacat. Musang luwak yang berusia dua tahun sudah memasuki masa dewasa karena usia berbiak dari musang luwak adalah 11-12 bulan. Cara membedakan musang luwak dewasa dengan musang luwak anakan yang dilakukan pengelola adalah dengan melihat ukuran tubuh musang luwak karena secara tampilan hampir sama. Musang luwak dewasa memiliki ciri-ciri ukuran tubuh 80-90 cm, berat 1,5-4 kg. Contoh musang luwak yang dipelihara di penangkaran dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Bibit musang luwak yang berada di penangkaran.

Penentuan kriteria bibit yang dilakukan oleh pengelola bertujuan untuk menentukan bibit yang berkualitas dalam memproduksi kopi luwak. Kualitas bibit juga sangat diperlukan dalam pengembangan bibit musang luwak di penangkaran. Kualitas bibit di penangkaran harus diperhatikan karena sangat berhubungan dengan kualitas keturunan yang dihasilkan sehingga dalam jangka panjang penangkaran ini perlu ada sistem pencatatan setiap bibit yang ada di dalam penangkaran (Thohari 1987).


(42)

5.1.1.2 Immobilisasi bibit

Proses immobilisasi pada musang luwak dilakukan dengan cara menempatkan musang luwak dalam karung goni atau krat dan dibawa ke penangkaran (Gambar 6).

(a) (b)

Gambar 6 Alat yang digunakan untuk memindahkan musang luwak ke penangkaran: (a) krat, (b) karung goni.

Satu karung berisi satu ekor musang luwak dengan tujuan agar musang luwak tidak saling melukai. Perpindahan musang luwak biasanya menggunakan motor atau mobil pick up. Pemindahan bibit harus dengan hati- hati agar musang luwak tidak mengalami stres. Hasil wawancara menyatakan bahwa indikasi musang luwak stres dalam karung atau krat adalah bulu rontok dan banyak mengeluarkan air seni. Proses immobilisasi musang luwak biasanya tanpa menggunakan obat bius, namun Mudappa dan Chellam (2001) menyatakan apabila ingin menggunakan obat bius maka dapat menggunakan campuran ketamin dan xylazine hydrochloride.

5.1.1.2Adaptasi bibit

Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia belum memiliki kandang adaptasi. Biasanya bibit musang luwak langsung diletakkan di kandang utama. Adaptasi bibit yang dilakukan pengelola tergantung pada kemampuan musang luwak tersebut dalam menghasilkan kopi luwak. Umumnya proses adaptasi dilakukan selama 5-7 hari. Pengelola melakukan proses adaptasi terhadap musang luwak melalui pakan yang diberikan.

Bibit musang luwak yang baru diberikan pakan tambahan berupa campuran nasi, telur ayam dan madu. Tujuan pemberian pakan ini agar menambah nafsu makan musang luwak sebab bibit musang luwak yang baru


(43)

biasanya kurang nafsu makan. Komposisi campuran nasi, madu dan telur untuk satu individu musang luwak adalah nasi sebanyak 200 g, madu sebanyak 150 ml dan telur 1 butir. Campuran tersebut ditempatkan pada tempat pakan musang luwak dan diberikan satu kali sehari.

Fungsi nasi dalam campuran tersebut adalah sebagai sumber energi bagi tubuh karena mengandung kandungan karbohidrat (Shafwati 2012). Telur ayam memiliki kandungan protein dan lemak yang berfungsi mengganti sel- sel yang rusak. Madu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan sebagai antioksidan. Madu juga mengandung bahan penggumpal yang biasanya ada dalam bentuk suspensi dan cenderung merupakan perangsang proses fermentasi (Utomo 2008).

Keelen dan Jensen (2009) menyatakan bahwa kurangnya nafsu makan merupakan salah satu tanda stres dengan lingkungan yang baru.Stres yang dialami oleh musang dapat berakibat buruk terhadap saluran pencernaan sehingga menurunkan kopi yang dikonsumsi. Oleh karena itu bibit musang luwak yang baru hanya diberi kopi dalam porsi sedikit sehingga tidak merugikan produksi kopi luwak.

5.1.2 Perkandangan

5.1.2.1Jenis, ukuran dan konstruksi kandang

Kandang yang terdapat di dalam penangkaran musang luwak di CV Kopi Luwak Indonesia terdiri dari dua jenis kandang yaitu kandang utama (kandang display) dan kandang karantina. Gambaran kandang utama dan kandang karantina dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Ukuran, fungsi dan enrichment kandang utama dan kandang karantina di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia

Jenis kandang

Ukuran

(p x l x t) Fungsi

Jumlah individu per

kandang

Jumlah

kandang Enrichment

Kandang utama

1,5x1x2 m Sebagai tempat tinggal musang luwak dewasa

1 individu 20 buah Replika pohon,

tempat tidur, tempat minum,

Kandang karantina

1x0,8x0,8 m Sebagai tempat musang luwak yang sakit

1 individu 1 buah Tempat minum,

tempat memanjat, tempat tidur

1. Kandang Utama

Kandang utama berfungsi untuk tempat tinggal musang luwak dewasa yang digunakan dalam produksi kopi luwak. Kandang utama terletak agak jauh


(44)

dengan pemukiman atau sekitar 100 m dan berada di dekat pabrik kopi yang dimiliki oleh perusahaan. Satu buah kandang berisikan satu individu musang luwak. Konstruksi kandang utama dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Konstruksi kandang utama musang luwak di penangkaran

No Struktur kandang Material Ukuran

1 Pintu Besi dan kawat Ukuran lubang petak kawat 4x4 cm

2 Dinding depan Kawat Ukuran lubang petak kawat 4x4 cm

3 Atap Besi tipis

4 Dinding pemisah Kawat Ukuran lubang petak kawat 2x2 cm

5 Lantai Semen Ukuran dinding di sekeliling lantai 10 cm

6 Tempat tidur Papan kayu 90x60x35 cm

7 Replika pohon Kayu 1,5 m

Fasilitas yang disediakan pengelola di dalam kandang musang luwak adalah tempat tidur, tempat air minum, replika pohon dengan tinggi 1,5 m (Gambar 7).

Gambar 7 Kandang utama dan fasilitas kandang (a) Kandang utama (b) Tempat tidur musang luwak (c) Tempat air minum (d) Replika pohon.

Tempat tidur memiliki sisi-sisi tertutup yang berfungsi sebagai tempat istirahat dari musang luwak ketika tidak melakukan aktivitas. Lantai kandang dibuat lebih tinggi di sekeliling sisinya dengan lebar 10 cm yang bertujuan

(a) (b)


(45)

memudahkan pergerakan bagi musang luwak. Tujuan pemberian fasilitas tersebut adalah untuk mendukung kenyamanan musang luwak di dalam kandang. Ilustrasi dari kandang display yang terdapat di penangkaran dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Ilustasi kandang musang luwak di penangkaran: (a) Tempat tidur (90x60x35 cm), (b) tempat minum, (c) replika pohon (1,5 m).

Kandang di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia memiliki syarat (a) lokasi kandang tidak jauh dari sumber pakan dan air (b) lokasi kandang berada jauh dari sumber kebisingan atau keramaian dan lebih baik tidak jauh dari pabrik kopi agar mudah dalam proses pemanenan. Lokasi kandang tersebut sudah dianggap baik dalam penangkaran karena selain memberikan kenyamanan kepada musang luwak juga memberikan kemudahan dalam melakukan pengelolaan penangkaran terkait pemberian pakan dan pemanenan kopi luwak.

Hasil pengukuran suhu rata- rata di kandang penangkaran menunjukkan kondisi suhu rata-rata di kandang pada pagi hari adalah 220C, siang hari 240 C, sore hari 220C dan malam hari 200C. Kelembaban relatif rata-rata yang ada di kandang pada pagi hari sekitar 84%, siang hari 76 %, sore hari 85 % dan malam hari 83% (Gambar 9).

10 cm

c b a

1,5 m 1 m


(46)

Gambar 9 Suhu dan kelembaban rata-rata di penangkaran.

Suhu dan kelembaban yang berada di penangkaran sudah sesuai dengan kehidupan musang luwak. Small Carnivore Taxon Advisory Group (SCTAG) (2010) menyatakan bahwa musang luwak dapat hidup di berbagai ketinggian tempat sehingga dapat hidup berbagai suhu dan kelembaban. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu di dalam kandang diantaranya: (a) radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam kandang, (b) produksi panas oleh tubuh satwa, (c) kondisi konstruksi kandang mencakup tinggi, luas lantai, dan bukaan atap kandang (Yani et al. 2007).

Musang luwak merupakan satwa yang soliter yaitu satwa yang hidupnya tidak memiliki kelompok (SCTAG 2010). Sifat soliter tersebut merupakan dasar pertimbangan untuk hanya menempatkan satu individu musang luwak ke dalam satu kandang. Menurut pengelola apabila jumlah musang luwak yang diletakkan lebih dari satu maka kemungkinan dapat saling menyerang dan melukai.

Ukuran ideal bagi kandang musang luwak belum diketahui, namun musang luwak termasuk ke dalam famili Viverridae yang secara umum famili viverridae tinggal berpasangan di tempat yang memiliki luas sepuluh kali panjang tubuhnya (SCTAG 2010). Patou et al. (2010) menyatakan bahwa musang luwak dewasa memiliki panjang rata- rata 0,9 m sehingga membutuhkan ruang seluas 9 m2. Pada penangkaran ini ruang yang diberikan memiliki luas kurang dari 9 m2 sehingga kurang sesuai dengan karakteristik musang luwak. Penyediaan ruang yang luas merupakan pertimbangan dalam penangkaran ini karena disesuaikan

18 19 20 21 22 23 24 25 07.00 WIB 13.00 WIB 16.00 WIB 20.00 WIB suhu ( 0C) waktu 70 72 74 76 78 80 82 84 86 07.00 WIB 13.00 WIB 16.00 WIB 20.00 WIB k e le m ba ba n ( % ) waktu


(47)

dengan biaya yang dikeluarkan. Semakin luas kandang yang dibuat maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar sehingga luas kandang hanya dibuat sebesar 1,5 m.

Fasilitas yang berada di dalam kandang bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi musang luwak. Musang luwak merupakan satwa arboreal sehingga membutuhkan tempat tinggi untuk dipanjat (Schreiber et al. 1989), atas dasar tersebut maka pengelola meletakkan replika pohon di dalam kandang. Su dan Sale (2007) juga menyatakan bahwa di habitat alaminya musang luwak pada umumnya istirahat pada kanopi pohon yang memiliki tinggi sekitar 10 m namun tidak jarang beristirahat di dahan pohon setinggi 2-3 m dari permukaan tanah. Ketinggian replika pohon yang berada di dalam kandang lebih baik dibuat menjadi 2 m sehingga dapat sesuai dengan karakteristik musang luwak di habitat aslinya.

Secara keseluruhan kandang musang luwak di penangkaran CV kopi luwak Indonesia sudah sesuai dengan kehidupan musang luwak. Kandang musang luwak tersebut dianggap sudah memiliki syarat kandang yang baik menurut Garsetiasih dan Takandjandji (2007) yaitu kandang memiliki fasilitas kandang, lokasi kandang yang sesuai serta suhu dan sirkulasi udara yang cukup bagi kehidupan satwa.

2. Kandang karantina

Kandang karantina berfungsi sebagai tempat musang luwak yang sakit dan tempat pemisahan anak dari induknya setelah dilahirkan (Gambar 10). Jumlah kandang karantina di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia hanya satu buah. Satu kandang karantina ditempati oleh satu ekor musang luwak dewasa.


(48)

Letak kandang karantina tidak satu lokasi dengan kandang utama. Jarak kandang karantina dari kandang utama sekitar 1 km. Kandang ini berjarak sekitar 50 m di belakang pemukiman warga. Walaupun letaknya berbeda lokasi dari kandang utama namun dalam pengelolaannya tetap ditangani oleh petugas harian penangkaran.

Kandang karantina memiliki ukuran lebih kecil dari kandang utama yaitu panjang 1 m, tinggi 0,8 m, dan lebar 0,8 m. Kandang ini berbentuk kotak dengan material utama kayu. Konstruksi kandang karantinadisajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Konstruksi kandang karantina musang luwak di penangkaran

No Struktur kandang Material Ukuran

1 Pintu Besi dan kawat Ukuran petak kawat 4x4 cm

2 Dinding depan Kawat Ukuran petak kawat 4x4 cm

3 Atap Besi tipis

4 Lantai Kayu dilapisi kawat Ukuran petak kawat 4x4 cm

5 Tempat tidur Kayu 90x60x35 cm

6 Tempat memanjat Kayu 50 cm

Fasilitas yang ada di dalam kandang ini meliputi tempat tidur, tempat memanjat dan tempat air minum. Fasilitas yang berada di kandang karantina sedikit berbeda dengan kandang utama. Kandang karantina tidak memiliki replika pohon, namun diganti dengan tempat memanjat yang terbuat dari kayu. Hasil wawancara dari pengelola menunjukkan musang luwak yang berada di kandang karantina biasanya musang luwak yang sakit sehingga kurang aktif dalam pergerakannya. Kandang ini juga disesuaikan dengan biaya yang dikeluarkan sehingga pembuatannya tidak seluas maksimal ruang yang dibutuhkan musang luwak yaitu 9 m2 (SCTAG 2010).

5.1.2.2Pembersihan kandang

Kandang musang luwak dibersihkan setiap hari setelah proses pemanenan kopi luwak yaitu sekitar pukul 08.00 WIB. Pembersihan kandang dilakukan untuk menghilangkan sisa- sisa kotoran musang luwak dan kulit kopi yang tidak termakan. Pembersihan kandang dilakukan dengan menggunakan air mengalir dan alat-alat kebersihan seperti sapu dan alat pengepel lantai. Petugas kebersihan biasanya dilakukan bergantian antar petugas harian.


(49)

5.1.3 Pakan

5.1.3.1Jenis dan sumber pakan

Jenis pakan yang diberikan kepada musang luwak selain pisang, ceker dan kepala ayam, kopi arabika dan campuran wortel (Gambar 11), terdapat juga pepaya, belut, lele, dan ikan mas.

a. (b)

(c) (d)

Gambar 11 Beberapa contoh pakan yang diberikan kepada musang luwak di penangkaran: (a) ceker dan kepala ayam, (b) pisang susu, (c) kopi arabika, (d) campuran wortel.

Takaran pakan yang diberikan kepada musang luwak di penangkaran tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9 Takaran pakan yang diberikan kepada musang luwak (g/individu)

Jenis pakan Takaran/individu (g)

Pisang 200

Pepaya 200

Belut 100

Lele 100

Ayam (kepala dan ceker) 100

Ikan mas 100

Campuran wortel 200


(50)

Komposisi campuran wortel untuk dua puluh individu musang luwak yang berada di penangkaran yaitu wortel sebanyak 5 kg, susu sebanyak 0,25 kg, telur 4 butir dan madu 100 ml. Campuran wortel, telur, susu dan madu dibuat dengan menggunakan mesin penggiling pakan atau secara manual agar memiliki bentuk yang lunak sehingga mudah dicerna oleh musang luwak (Gambar 12). Campuran pakan tersebut diberikan dengan tujuan menambah daya tahan tubuh serta nafsu makan satwa tersebut.

Gambar 12 Mesin penggiling pakan musang luwak.

Musang luwak tidak diberi pakan tambahan khusus namun jika ingin menambah nafsu makan musang luwak biasanya pengelola memberi campuran nasi, madu dan telur ayam sebagai pakan tambahan musang luwak. Nasi dan madu mengandung karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi bagi musang luwak dalam beraktivitas. Komposisi campuran nasi, madu dan telur untuk satu individu musang luwak adalah nasi sebanyak 200 g, madu sebanyak 150 ml dan telur 1 butir. Telur ayam memiliki peranan dalam memberikan tambahan energi dan menjaga daya tahan tubuh. Campuran pakan ini biasanya digunakan untuk musang luwak yang baru ditangkarkan karena pada umumnya musang luwak yang baru kurang nafsu makan.

Pakan utama musang luwak seperti sumber daging, sayuran dan buah- buahan selama ini diperoleh di pasar terdekat di daerah Pangalengan. Biaya pakan yang dikeluarkan untuk dua puluh individu musang luwak di penangkaran adalah


(51)

Rp 22.000 per hari. Pisang yang diberikan biasanya dibeli harga Rp 3.000 per kg. Satu kilogram pisang dapat diberikan kepada lima individu musang luwak sehingga pengeluaran pakan untuk dua puluh individu musang luwak di penangkaran dapat mencapai Rp 12.000 per hari. Harga ayam (kepala dan ceker) adalah Rp 5.000 per kg. Satu kilogram ceker dan kepala ayam dapat diberikan kepada sepuluh individu musang luwak sehingga biaya pakan ayam yang harus dikeluarkan adalah Rp 10.000 per hari.

Pakan berupa kopi arabika diperoleh dari kebun kopi arabika yang berada tidak jauh dari lokasi penangkaran. Kebun kopi arabika tersebut merupakan milik dari pengelola penangkaran dengan luas 12 ha. Apabila kopi yang berasal dari kebun tidak mencukupi pakan musang luwak maka pengelola membeli kopi dari petani dengan harga Rp 10.000 per kg.

Pemberian pakan seperti pisang, ayam dan kopi arabika sudah sesuai dengan karakteristik pakan musang luwak. Pada habitat alaminya musang luwak biasa mengkonsumsi buah pisang (Musa spp.), pepaya (Carica papaya), mangga (Mangifera indica), dan buah berbiji (Jotish 2011). Su dan Sale (2007) juga menyatakan bahwa musang luwak mengkonsumsi buah berbiji dan protein hewani dan ketika musang luwak tersebut berada di dekat pemukiman manusia maka pakan yang dikonsumsi juga hampir sama dengan manusia.

Pemberian pisang ditujukan sebagai sumber energi karena pisang mengandung karbohidrat, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C (Endra 2006). Karbohidrat memiliki fungsi sebagai sumber energi sedangkan vitamin dapat membantu dalam pembentukan dan pemeliharaan sel- sel tubuh (Tilman et al. 1998). Pemberian ayam ditujukan dalam pemenuhan protein pada musang luwak. Kandungan protein yang dimiliki oleh ayam ras adalah sebesar 21,86% (Triyantini et al. 1997). Protein sangat dibutuhkan dalam tubuh, baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan (Tilman et al. 1998).

Jenis kopi yang diberikan kepada musang luwak adalah kopi arabika (Coffea arabica) karena memiliki kadar air lebih tinggi dan rasa yang lebih manis dibanding kopi robusta. Kopi arabika juga memiliki daging yang cukup tebal sehingga mudah untuk dicerna oleh musang luwak dan memberikan hasil yang baik sebab musang luwak tidak menelan kulit luar dari kopi tersebut (Braham &


(52)

Bressani 1979). Kopi arabika biasanya tumbuh di daerah dataran tinggi dan memiliki kandungan kafein tidak lebih dari 1,5% (Alnopri et al.2009).

5.1.3.2Cara dan jadwal pemberian pakan

Cara penyajian dan tempat pakan musang luwak di penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Cara penyajian dan tempat pakan musang luwak di penangkaran

No Pakan Penyajian Tempat pakan

1 Pisang Dikupas dan diberikan secara

langsung

Tanpa menggunakan tempat pakan

2 Pepaya Dikupas dan dipotong-

potong

Tanpa menggunakan tempat pakan 3 Ayam, lele, ikan

mas

Diberikan secara langsung Tanpa menggunakan tempat pakan

4 Campuran wortel Digiling Tempat berbahan plastik

5 Kopi arabika Diberikan secara langsung Nampan bambu

Pakan berupa campuran wortel, telur, madu dan susu diletakkan pada tempat pakan berbahan plastik dengan ukuran 15 x 30 cm, sedangkan untuk kopi arabika diletakkan di dalam nampan bambu berdiameter 50 cm (Gambar 13).

(a) (b)

Gambar 13 Tempat pakan musang luwak (a) Nampan bambu (b) Tempat pakan berbahan plastik.

Pemberian pakan musang luwak di penangkaran dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Jadwal pemberian pakan pada musang luwak dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Waktu dan jenis pemberian pakan musang luwak

No Waktu Pemberian pakan Jenis pakan yang diberikan

1 Pagi pukul 10.00 WIB Jenis buah- buahan dan sayuran seperti pisang,

pepaya atau campuran wortel

2 Siang pukul 13.00 WIB Jenis pakan seperti ayam, ikan mas atau belut


(53)

Pemberian kopi arabika dilakukan pada sore hari karena jika dilakukan pada pagi hari dapat berpengaruh terhadap aroma dan rasa kopi arabika. Jarak pemberian pakan pagi dengan siang hanya empat jam (Tabel 11). Proses fermentasi biji kopi di dalam perut musang luwak berlangsung selama 8-12 jam sehingga jika kopi diberikan pagi maka kopi arabika tersebut kemungkinan dapat tercampur dengan pakan lainnya di dalam perut musang luwak. Pemberian kopi arabika pada sore hari juga disesuaikan dengan waktu aktivitas musang luwak yang aktif pada malam hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa kopi luwak yang tercampur dengan komponen pakan lain dapat merubah aroma dan rasa kopi luwak tersebut.

Pemberian kopi hanya diberikan dari hari Senin sampai Jumat atau selama satu bulan hanya dua puluh hari. Pemberian ini hanya dilakukan lima kali seminggu karena kopi mengandung kafein yang dapat mempercepat denyut jantung serta mengalami proses fermentasi di dalam perut musang luwak sehingga bersifat panas pada pencernaan musang luwak (Alnopri et al.2009)

5.1.4 Kesehatan musang luwak 5.1.4.1 Penyakit yang pernah diderita

Penyakit yang pernah diderita oleh musang luwak adalah penyakit cacingan dan stress. Berikut adalah gejala, penyabab dan penanggulangan dari penyakit tersebut (Tabel 12).

Tabel 12 Penyakit pada musang luwak di penangkaran

No Jenis

penyakit/gangguan

Gejala Penyebab Penanggulangan

1 Cacingan Kurang nafsu makan,

rambut rontok Cacing pita (Cestoda), askaris (Nematoda) dan cacing tambang (Ancylostoma) Pemberian obat cacing (combantrin)dengan dosis 1 cc per ekor tiap 6 bulan sekali.

2 Stres Kurang nafsu makan,

tidak beraktivitas serta rambut rontok

Perubahan lingkungan

Ditempatkan pada kandang karantina dan diberi pakan

kesukaan berupa

pisang wortel dan pepaya.


(1)

Lampiran 2 Hasil uji t dua sampel terhadap konsumsi kopi arabika pada musang

luwak

Hari Kopi arabika yang dikonsumsi (g/individu/hari)

Jantan (x1) Betina (x2)

1 283 299

2 305 264

3 350 300

4 336 312

5 312 347

6 331 277

7 295 280

Jumlah 2212 2079

Rata-rata (�̄) 316 297

Hipotesis (H

0

) yaitu tidak ada perbedaan antara tingkat konsumsi kopi arabika

musang luwak jantan dengan betina. Hipotesis (H

1

) adalah ada perbedaan antara

tingkat konsumsi kopi arabika musang luwak jantan dengan betina.

t hitung =

x̄1−x̄2

Sp�n11+n21

t hitung =

316−297

25

,

5�

1

7

+

17

= 1,49

t

0,05(3)

= 2,17

nilai –t

0,05(3)

≤ t hitung ≤

t

0,05(3)

= -

2,17 ≤ 1,49

2,17

Keputusan

= Terima Ho

Kesimpulan

=

Tidak ada perbedaan

antara tingkat konsumsi musang luwak

jantan dan betina.


(2)

Lampiran 3 Uji chi kuadrat terhadap palatabilitas kopi arabika pada musang luwak

Jenis kelamin MMB MMK MB MK

Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei

Jantan 30,0 31,2 12,0 11,4 13,0 12,5 9,0 8,8

Betina 30,0 28,7 10,0 10,5 11,0 11,5 8,0 8,1

Jumlah 60,0 60,0 22,0 22,0 24,0 24,0 17,0 17,0

Hipotesis (H

0

) yaitu tidak ada perbedaan palatabilitas musang luwak jantan

dengan betina. Hipotesis (H

1

) adalah ada perbedaan palatabilitas musang luwak

jantan dengan betina.

Db= (baris-1)(kolom-1) = (4-1)(1) = 3

X

2 0,05(3)

= 7,815

X

2

hitung=

(��−��)2 �� �

�=1

=

(30−3131,2,2)2

+

(12−1111,4,4)2

+

(13−1212,5,5)2R+

(9−8,8)2

8,8

+

(30−28,7)2

28,7

+

(10−10,5)2

10,5

+

(11−11,5)2

11,5 R+

(8−8,1)2

8,1

= 0,21

X

2

hitung < X

20,05(3)

X

2

hitung

tidak berbeda nyata

pada X

20,05(3)

Keputusan

= Terima Ho

Kesimpulan =

Tidak ada perbedaan

palatabilitas musang luwak jantan dan

betina.


(3)

Lampiran 4 Aktivitas harian musang luwak jantan di penangkaran CV Kopi

Luwak Indonesia

Waktu

Jenis aktivitas Makan

(menit)

Istirahat

(menit) Sosial (menit)

Pergerakan (menit)

Reproduksi (menit)

16.00-17.00 44,4 9,0 0,4 6,2 0

17.00-18.00 53,8 0 3,2 3,0 0

18.00-19.00 56,0 0 4,0 0 0

19.00-20.00 48,8 0 11,2 0 0

20.00-21.00 50,6 0 5,4 4,0 0

21.00-22.00 12,6 0 47,4 0 0

22.00-23.00 23,4 0 11,0 25,6 0

23.00-00.00 12,4 0 16,8 30,8 0

00.00-01.00 0 0 40,8 19,2 0

01.00-02.00 0 19,2 14,8 26,0 0

02.00-03.00 0 0,4 44,4 12,6 0

03.00-04.00 0 43,0 4,6 12,4 0


(4)

Lampiran 5 Aktivitas harian musang luwak betina di penangkaran CV Kopi

Luwak Indonesia

Waktu

Jenis aktivitas Makan

(menit)

Istirahat

(menit) Sosial (menit)

Pergerakan (menit)

Reproduksi (menit)

16.00-17.00 41,6 13,0 2,0 3,4 0

17.00-18.00 52,4 5,2 12,4 2,0 0

18.00-19.00 51,8 0 0 8,2 0

19.00-20.00 40,0 0 3,6 16,4 0

20.00-21.00 37,0 4,2 13,8 5,0 0

21.00-22.00 8,4 0 51,6 0 0

22.00-23.00 22,0 0 32,6 5,4 0

23.00-00.00 26,0 12,0 30,0 0 0

00.00-01.00 0 0 15,0 45,0 0

01.00-02.00 0 0 25,2 35,0 0

02.00-03.00 0 0 31,6 21,4 0

03.00-04.00 4,0 39,2 1,2 15,6 0


(5)

Lampiran 6 Uji chi kuadrat terhadap aktivitas harian musang luwak pada pukul

16.00-04.00 WIB

Jenis kelamin makan istirahat sosial pergerakan

Oi Ei Oi Ei Oi Ei Oi Ei

Jantan 305,0 293,6 71,6 72,3 204,0 209,6 139,8 144,9

Betina 282,0 293,4 73,0 72,3 215,0 209,4 150,0 144,9

Jumlah 587,0 587,0 144,6 144,6 419,0 419,0 289,8 289,8

Hipotesis (H

0

) yaitu tidak ada perbedaan antara aktivitas harian musang luwak

jantan dengan betina. Hipotesis (H

1

) adalah ada perbedaan antara aktivitas harian

musang luwak jantan dengan betina.

Db= (baris-1)(kolom-1) = (4-1)(1) = 3

X

2 0,05(3)

= 7,815

X

2

hitung=

(��−��)2 �� �

�=1

=

(305−293293,6,6)2

+

(71,6−7272,3,3)2

+

(204−209209,6,6)2R+

(139.8−144.9)2

144.9

+

(282−293.4)2

293,4

+

(73,0−72,3)2

72,3

+

(215−209,4)2

209,4 R+

(150−144,9)2

144,9

= 1,57

X

2

hitung <X

2 0,05(3)

X

2

hitung

tidak berbeda nyata

pada X

20,05(3)

Keputusan

= Terima Ho

Kesimpulan

=

Tidak ada perbedaan

antara aktivitas pada musang luwak

jantan dan betina.


(6)

Lampiran 7 Biji kopi luwak hasil pencernaan musang luwak di penangkaran

Hari

Berat biji kopi luwak (g/individu/hari) Rata-rata

(g/individu/hari)

Jantan Betina

1 280 294 287

2 304 260 282

3 331 296 314

4 332 307 320

5 309 345 327

6 329 276 302

7 292 278 285