Studi Kasus Kadar Glukosa dan Kolesterol Darah pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)

STUDI KASUS KADAR GLUKOSA DAN KOLESTEROL
DARAH PADA LUWAK JAWA
(Paradoxurus hermaphroditus)

IRA AGUSTINA DEWI GANDASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Kadar Glukosa
dan Kolesterol Darah pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 9 September 2014
Ira Agustina Dewi Gandasari
NIM B04100120

ABSTRAK
IRA AGUSTINA DEWI GANDASARI. Studi Kasus Kadar Glukosa dan Kolesterol
Darah pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh ARYANI
SISMIN SATYANINGTJAS dan NASTITI KUSUMORINI.
Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu satwa liar
yang dapat digunakan sebagai pemilih kopi terbaik, produsen parfum dan sekarang
dapat digunakan sebagai hewan peliharaan maka perlu diketahui status kesehatannya,
selain itu luwak berpotensi menularkan penyakit pada manusia. Sebelumnya telah
dilakukan penelitian mengenai gambaran darah merah dan darah putih, tetapi belum
diketahui kadar kimia darah seperti glukosa dan kolesterol. Studi kasus ini dilakukan
untuk melengkapi penelitian sebelumnya, yaitu berupa kadar glukosa dan kolesterol
darah terhadap 4 ekor luwak yang diberi pakan pisang, kepala ayam dan juga dog food.
Darah diambil dari vena femoralis, hasil menunjukan bahwa luwak jantan memiliki
kadar glukosa sebesar 68.00 ± 22.55 mg/dl dan luwak betina yaitu sebesar 73.78 ±
12.60 mg/dl, pemeriksaan kadar kolesterol darah pada luwak jantan yaitu sebesar
145.78 ± 22.29 mg/dl dan betina yaitu sebesar 142.00 ± 12.44 mg/dl.

Kata kunci: luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus), glukosa, kolesterol.

ABSTRACT
IRA AGUSTINA DEWI GANDASARI. Case Study of Blood Glucose and Cholesterol
in Common Palm Civets (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by ARYANI
SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI.
Common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) is one of wild animals that
can be used as best coffee selector, producer of perfume and can be used as a pet
animal. In addition this animal can also potentially transmit disease to humans.
Previous research of common palm civets has been conducted to descripe its red blood
and white blood, but the blood chemistry such as glucose levels and cholesterol has not
been reported yet. This case study was conducted to comply previous research. Four
common palm civet were fed with bananas, chicken heads and dog food during this
research. Blood was taken from the femoral vein to be analyzed for glucose and
cholesterol. The results showed that the civets males of 68.00 ± 22.55 mg/dl and blood
glucose of civets female 73.78 ± 12.60 mg/dl, meanwhile blood cholesterol levels in the
male were 145.78 ± 22.29 mg/dl and female were 142.00 ± 12.44 mg/dl.
Keyword : common palm civets (Paradoxurus hermaphroditus), glucose, cholesterol

STUDI KASUS KADAR GLUKOSA DAN KOLESTEROL

DARAH PADA LUWAK JAWA
(Paradoxurus hermaphroditus)

IRA AGUSTINA DEWI GANDASARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Program Studi Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul
Nama
NIM

: Studi Kasus Kadar Glukosa dan Kolesterol Darah pada Luwak Jawa

(Paradoxurus hermaphroditus)
: Ira Agustina Dewi Gandasari
: B04100120

Disetujui oleh

Dr Drh Aryani S.Satyaningtijas, MSc AIF
Pembimbing I

Dr Dra Nastiti Kusumorini, AIF
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
pengamatan yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah “Studi Kasus Kadar
Kolesterol dan Glukosa Darah pada Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)”.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA serta
kesehatan kepada penulis.
2. Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc AIF dan Dr Dra Nastiti
Kusumorini, AIF selaku dosen pembimbing pertama dan kedua.
3. Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP PhD dan Drh Risa Tiuria, MS PhD
selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan saran dalam
penyusunan karya ilmiah ini
4. Keluarga tercinta (Papa, Mama, dan Dian) atas doa, kasih sayang, dan
dukungan, yang diberikan.
5. Adhi Ibrahim, beserta keluarga besar terimakasih atas cinta, semangat,
dukungan dan doa yang tercurahkan pada saya.
6. Nelda Fiza Zora sebagai teman seperjuangan penelitian.
7. Ka Purnomo dan Ka Mursyid yang selalu direpotkan oleh penulis untuk

membantu dalam pengambilan data.
8. Teman-teman tercinta “WIWIL’S” (Wiwit Widiawati, Laras Agustanti, Siti
Holijah (Oi)), Nilam,Yulita.
9. Keluarga besar ACROMION yang sudah meberikan semangat dan mau
diropotkan untuk membantu dalam perjalanan penelitian.
Tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua.
Bogor, 9 September 2014
Ira Agustina Dewi Gandasari

.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Taksonomi dan penyebaran luwak

2

Biologi Luwak

3

Pemanfaatan Luwak

4

Glukosa Darah


4

Kolesterol Darah

6

MATERI DAN METODE

7

Waktu dan Tempat Penelitian

7

Alat dan Bahan

7

Tahap persiapan Luwak


7

Komposisi dan Analisa Pakan

7

Pengambilan Darah

8

Analisa Darah

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

SIMPULAN


12

SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Jadwal Pemberian Pakan Luwak
Total Konsumsi Pakan Luwak/Ekor
Analisa Kandungan Glukosa & Kolesterol Pakan Luwak/Ekor/Hari
Rataan Bobot Badan 2 Ekor Luwak Jantan dan 2 Ekor Luwak Betina
pada Awal & Akhir Pengamatan
5 Rataan Kadar Glukosa & Kolesterol Darah Luwak Selama 7 Minggu

8
10
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)
2 (A) Kit Glukosa (Gluko Dr) (B) Kit Kolesterol (NescoMulti Check)
3 Makanan yang Diberikan pada Luwak Jawa (Paradoxurus
hermaphroditus)
4 Hasil Analisa Kolesterol Darah
5 Bagan Perlakuan Penelitian
6 Bagan Analisa Kandungan Kadar Glukosa Kepala Ayam dan Pisang
7 Bagan Analisa Kandungan Kadar Lemak Kepala Ayam dan Pisang

3
7
8
9
9
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode Analisa Kandungan Glukosa Kepala Ayam dan Pisang
2 Metode Analisa Kandungan Lemak Kepala Ayam dan Pisang

16
17

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luwak atau musang yang dalam bahasa latin Paradoxurus hermaphroditus
adalah hewan mamalia yang masuk ke dalam famili Veveridae (Mudappa et al.
2010). Di berbagai wilayah penyebarannya, luwak memiliki nama panggilan yang
berbeda-beda, seperti careuh bulan di Sunda, luwak pandan di Jawa dan common
palm civet atau toddy cat dalam bahasa Inggris (Dewi 2010). Pada tahun 1990-an
luwak masih dianggap sebagai hama didaerah perkebunan dan daerah pemukiman
pinggir hutan, karena luwak bisa memakan hasil perkebunan berupa buah-buahan
dan kopi, serta memakan ternak unggas milik warga pinggiran hutan. Pandangan
negatif terhadap luwak sebagai hama perkebunan mulai hilang, karena luwak
mulai dimanfaatkan sebagai penghasil parfum dan kopi termahal di dunia yaitu
kopi luak (Mudappa et al. 2010). Kopi luwak adalah kopi hasil fermentasi dalam
saluran pencernaan luwak, hingga memiliki cita rasa yang khas. Selain
dimanfaatkan sebagai penghasil kopi luwak yang mahal, luwak juga dimanfaatkan
sebagai hewan coba dalam penelitian dibidang kesehatan. Luwak telah digunakan
dalam penelitian penyebaran penyakit zoonosis melalui satwa liar, yaitu: pada
kasus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pertama kali ditemukan di
provinsi Guangdong (Cina) (Pristiyanto 2003).
Meskipun pemanfaatan luwak yang cukup banyak dibidang pertanian,
kesehatan, dan ekologi (Colon 2002; Jeannings et al. 2006), ternyata hingga saat
ini belum banyak data dasar tentang luwak yang diketahui, terutama mengenai
kimia darah berupa kadar glukosa dan kolesterol darah normal dari luwak
(Paradoxurus hermaphroditus). Glukosa merupakan salah satu makro nutrient
yang dipergunakan sebagai sumber tenaga. Glukosa akan bermanfaat sebagai
energi untuk aktifitas sehari-hari. Kadar glukosa darah sangat penting untuk
dipantau karena ada organ tubuh yaitu otak yang hanya mengandalkan glukosa
sebagai sumber energi (Marieb dan Hoehn 2007). Kadar glukosa dalam tubuh
yang tinggi akan menyebabkan penyakit seperti diabetes melitus, gagal ginjal dan
juga kerusakan saraf periferal.
Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak yang ada dalam tubuh.
Senyawa ini sering dikaitkan dengan pola makan tinggi lemak, sebenarnya
kolesterol merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh karena banyak manfaatnya
yaitu penyumbang energi yang lebih tinggi daripada protein, pembungkus
jaringan saraf, pelapis selaput sel, bahan dasar pembentukan hormon-hormon
steroid, pembuatan garam empedu yang penting untuk mencerna lemak, pelarut
vitamin A, D, E, dan juga berperan dalam membantu perkembangan jaringan otak,
namun, kolesterol berubah menjadi “jahat” jika kadarnya dalam tubuh melebihi
batas normal (Clarenburgh 2001). Kelebihan kolesterol akan disimpan dan
menempel di dinding pembuluh darah hingga menimbulkan pengapuran
(arteriosklerosis) (Guyton dan Hall 1997). Pemantauan terhadap kadar kimia
darah ini penting untuk memonitor kesehatan luwak agar tetap bisa dimanfaatkan.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data kimia darah yang meliputi
kolesterol dan glukosa darah pada luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar fisiologis
kimia darah luwak normal, sehingga pemanfaatan luwak sebagai hewan coba
dapat digunakan dengan optimal.

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Penyebaran Luwak
Luwak atau paradoxurus menurut Shiroff (2002) memiliki susunan
taksonomi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Ordo
: Carnifora
Subordo
: Feliformia
Family
: Viverridae
Subfamily
: Paradoxurinae
Genus
: Paradoxurus
Luwak atau Genus Paradoxurus terdiri dari beberapa spesies yaitu
Paradoxurus hermaphroditus (Palm civet), Paradoxurus zeylonensis,
paradoxurus jerdoni, paradoxurus lignicolor. Paradoxurus hermaphroditus
tersebar luas mulai dari Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, China, Filipina,
India, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Singapura, Sri
Lanka, Thailand, dan Vietnam. Di Indonesia luwak tersebar mulai dari Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan. Selain itu juga telah ditemukan di daerah Papua, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di
Sri Lanka. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di Negara bagian Kerala,
India Selatan. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai
(Ganesh 1997).
Habitat yang disukainya adalah hutan, semak-semak, hutan sekunder,
perkebunan dan disekitar pemukiman manusia. Luwak (Paradoxurus
hermaphroditus) dapat hidup di daerah rendah dataran rendah hingga di daerah
dengan ketinggian 2.500 meter dpl (Dewi 2010).

3

Biologi Luwak

Gambar 1 Luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)
(Sumber: Koleksi pribadi)
Luwak memiliki panjang tubuh sekitar 50 cm dengan ekor mencapai
panjang 45 cm dan berat rata-rata 3,2 kg. Tubuh ditutupi rambut berwarna
kecoklatan dengan moncong dan ekor berwarna kehitaman. Bagian sisi atas tubuh
berwarna abu-abu kecoklatan, dengan berbagai variasi warna dari coklat merah
tua sampai kehijauan. Wajah, kaki, dan ekor berwarna coklat gelap sampai hitam.
Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputihan seperti
beruban. Satu garis hitam samar-samar terlihat di tengah dahi, dari arah hidung ke
atas kepala (Dewi 2010). Ciri khas dari spesies ini adalah ekor yang tidak
memiliki pola belang sampai diujung ekornya, dan adanya warna putih diwajah
menyerupai topeng. Luwak jantan dan betina memiliki kelenjar anal yang terletak
di bawah ekornya (Dewi 2010).
Luwak merupakan hewan nokturnal dengan kebiasaan hidup yang unik
dalalm proses adaptasinya (Borah dan Deka 2011; Eaton et al. 2010).
Kemampuan adaptasi luwak yang tinggi menjadikannya sebagai hewan
kosmopolitan. Hewan kosmopolitan tersebut adalah hewan yang mampu hidup di
berbagai daerah mulai dari dataran rendah, hingga dataran tinggi dengan kondisi
lingkungan yang beraneka ragam. Luwak dapat ditemukan di daerah kota,
pinggiran kota, pedesaan, perkebunan, serta dataran tinggi yaitu 1500-2400 meter
diatas permukaan laut (Azlan 2003; Perkin 2004). Luwak pandai dalam memanjat
untuk memperoleh buah, tapi luwak juga mampu berburu di dataran dan perairan
untuk memperoleh sumber makanan lainnya (Vaughan et al. 2000). Menurut
Lunde dan Musser (2003) luwak memiliki status konservasi less concern atau
tidak dilindungi. Berdasarkan ordonya, luwak termasuk hewan karnivora.
Pola aktivitas makan menunjukan bahwa luwak termasuk satwa yang
pemilih dalam mengkonsumsi pakan. Pemilihan pakan ini sesuai dengan
pernyataan Jotish (2011) yaitu pada habitat alaminya jika luwak tersebut
memakan mangsa berupa satwa kecil, maka luwak tersebut akan memakan kepala
mangsanya terlebih dahulu dibanding bagian badannya. Luwak sering ditemukan
sebagai pemakan dan pencuri ayam, namun pada dasarnya lebih menyukai
memakan aneka buah-buahan di kebun pekarangan, termasuk diantaranya kopi,
pepaya, pisang, rambutan, mangga dan buah pohon afrika. Mangsa lain adalah
berbagai serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan

4

kecil lain yang dapat ditangkap, termasuk mamalia kecil seperti tikus
(Krishnakumar dan Balakrishnan 2003). Tipe buah atau biji-bijian yang pada
umumnya dimakan oleh luwak adalah tipe buah berbiji, arbei dan ampas kayu
(Mudappa et al. 2010; Jotish 2011). Su dan Sale (2007) juga menyatakan bahwa
luwak mengkonsumsi buah berbiji dan protein hewani, dan ketika luwak tersebut
berada di dekat pemukiman manusia maka pakan yang dikonsumsi juga hampir
sama dengan manusia.
Secara umum luwak memiliki gambaran biologis yang hampir sama dengan
kucing. Menurut Shiroff (2002), luwak dapat hidup lebih dari 22 tahun. Luwak
dikatakan dewasa kelamin ketika berumur 11-12 bulan. Siklus reproduksi luak
belum banyak diketahui, namun luwak mampu bereproduksi sepanjang tahun
dengan kecenderungan memiliki anak pada bulan Oktober sampai dengan
Desember dengan jumlah anak sebanyak 2-5 ekor (Weigl 2005). Jenis kelamin
antara jantan dan betina pada luwak dapat dilihat berdasarkan ukuran tubuh dan alat
reproduksinya. Ukuran tubuh luwak jantan umumnya lebih besar dibanding betina.
Luwak betina memiliki tiga pasang puting susu (Grassman 1998).
Pemanfaatan Luwak
Di daerah perkebunan kopi, luwak dianggap sebagai hama karena dalam
satu hari luwak mampu memakan buah kopi sebanyak 1-1,5 kg/ekor. Kemampuan
luwak dalam memakan buah kopi dipengaruhi oleh usia luwak dan status
biologisnya. Dipertengahan abad ke-19, seorang buruh perkebunan kopi,
memanfaatkan kopi dari feses luwak untuk diolah dan dikonsumsi karena tidak
mampu membeli kopi di pasaran. Ternyata setelah dicoba rasa kopi yang
dihasilkan dari feses luwak memiliki citarasa yang istimewa sehingga banyak
orang yang suka (Dewi 2010). Meningkatnya permintaan akan kopi luwak yang
kaya dengan citarasa mengakibatkan mulai berkembangnya produksi kopi luwak
baik secara intensif maupun ekstensif. Produksi kopi luwak secara intensif
dilakukan dengan pemeliharaan luwak dalam kandang yang cukup luas, kemudian
pada periode panen kopi, luwak diberi makan buah kopi yang matang hasil dari
perkebunan. Produksi kopi secara ekstensif dilakukan dengan membiarkan luwak
liar untuk memakan buah kopi yang masih dipohon, kemudian setiap pagi hari
nya para buruh perkebunan kopi mengumpulkan feses luwak untuk diproses lebih
lanjut menjadi kopi luwak yang siap untuk dikonsumsi (Dewi 2010).
Paradoxurus hermaphroditus, selain dimanfaatkan sebagai penghasil kopi
luwak yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, luwak juga berperan dalam
penyebar biji di alam (Jotish 2011; Iseborn et al. 2012), dan kini banyak
digunakan sebagai hewan coba dalam berbagai dibidang kesehatan maupun
pertanian, namun hingga saat ini penelitian mengenai fisiologi normal luwak
masih sangat sedikit (Shiroff 2002).
Glukosa Darah
Glukosa merupakan hasil akhir dari pencernaan karbohidrat dalam saluran
pencernaan. Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai bahan bakar utama untuk
oksidasi dan menyediakan energi untuk proses metabolisme. Bila karbohidrat
yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak daripada yang digunakan untuk
menyediakan energi, maka kelebihannya dengan segera akan disimpan dalam

5

bentuk glikogen yang disimpan dalam hati dan otot. Karbohidrat yang masih
berlebih akan diubah menjadi trigliserida untuk kemudian disimpan di dalam
jaringan adiposa. Selain dikonversi menjadi asam lemak, kelebihan glukosa akan
ditransportasikan ke dalam sel otot dalam bentuk glikogen otot (Guyton dan Hall
1993).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan dipergunakan
oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis dari
beberapa hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai 1) hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu, insulin 2) hormon yang
meningkatkan kadar glukosa darah yaitu, glukagon, epineprin, glukokortikoid dan
hormon pertumbuhan. Insulin disekresikan oleh sel beta pulau langerhans
pankreas. Sedangkan hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain
1) Glukagon yang disekresikan sel alpha pulau langerhans pankreas, apabila
konsentrasi gula darah turun sangat rendah, glukagon merangsang pembentukan
siklik AMP terutama di dalam sel hati. Pengaruh utama glukagon adalah
mengubah glikogen hati menjadi glukosa dan melepaskannya ke dalam darah. 2)
Epinefrin yang disekresikan oleh medula adrenal dan jaringan kromafin, 3)
Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal dan 4) hormon
pertumbuhan yang disekresikan oleh kelenjar hipofise anterior. Hormon yang
meningkatkan glukosa membentuk suatu mekanisme counter-regulator yang
mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin (Wilson dan Price
1995).
Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya
asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa
adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan yang dikeluarkan
melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh makanan, kecepatan masuk ke
dalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari
glukosa oleh hati (Ganong 1999). Kadar gula darah merupakan refleksi dari
keadaan nutrisi, emosi dan fungsi endokrin (Girindra 1988).
Kadar glukosa plasma pada suatu saat ditentukan oleh keseimbangan antara
jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan yang keluar dari aliran
darah. Penentu utama masuknya glukosa ke dalam aliran darah adalah:
a. Diet nutrisi yang masuk.
b. Kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa dan organ lain.
c. Aktivitas glukostatik hati.
Konsentrasi glukosa darah harus dijaga, karena bila kadar glukosa darah
tinggi maka akan mengakibatkan hiperglikemia (jika berkelanjutan dalam jangka
waktu yang lama akan menimbulkan diabetes) dan sebaliknya bila kadar glukosa
darah rendah maka akan mengakibatkan hipoglikemia. Glukosa dalam tubuh
harus berada dalam batas normal karena glukosa sangat berpengaruh terhadap
tekanan osmotik cairan ekstraseluler dan apabila meningkat akan menimbulkan
dehidrasi seluler. Konsentrasi glukosa yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya
glukosa dari urin, keadaan ini menimbulkan dieresis osmotik oleh ginjal, yang
dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit yang dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit (Guyton dan Hall 1996).

6

Kolesterol Darah
Kolesterol adalah komponen lemak darah. Lemak merupakan zat yang
dibutuhkan oleh tubuh selain protein, vitamin, mineral, dan karbohidrat. Lemak
dalam tubuh berguna untuk membentuk dinding sel-sel tubuh. Kolesterol yang
dibutuhkan, secara normal diproduksi sendiri dalam jumlah yang tepat (Burhan
2008). Tahap awal pencernaan lemak adalah emulsifikasi lemak oleh assam
empedu, kemudian lemak yang teremulsi tersebut akan dipecah menjadi asam
lemak (trigliserida dan fosfolipid), gliserol dan gliserida (Guyton dan Hall 1993).
Lemak di hati disintesis dari karbohidrat dan protein yang berlebih. Setelah lemak
disintesis di dalam hati, lemak ditransport dalam lipoprotein ke seluruh jaringan
lemak untuk disimpan (Guyton dan Hall 1997).
Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia dan komponen
struktural membran sel dan lipoprotein plasma. Kolesterol sangat larut dalam
lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan
asam lemak (ester kolesterol). Hampir 70% kolesterol dalam lipoprotein plasma
adalah bentuk ester kolesterol. Kolesterol diperoleh melalui dua jalur, yaitu
eksogen dan endogen (Guyton dan Hall 1997). Kolesterol eksogen yaitu
kolesterol yang diperoleh dari hasil absorbsi saluran pencernaan setiap hari.
Kolesterol endogen adalah kolesterol yang diperoleh dari hasil pembentukan
dalam sel tubuh. Pada dasarnya kolesterol endogen yang beredar dalam
lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel lain dalam tubuh juga
sedikit membentuk kolesterol. Sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur
membran sel terbentuk dari kolesterol. Sebagian kolesterol dalam darah berasal
dari hasil sintesa dalam tubuh kurang lebih 1 gram/hari, sedangkan 0,3 gram/hari
diperoleh dari makanan (Harper et al. 1988; Clarenburgh 2001; Bachorik et al.
2001).
Kolesterol yang bersifat endogen dipengaruhi oleh proses sintesa asam
lemak jenuh, lipoprotein, dan energi yang digunakan, sedangkan kolesterol
eksogen dipengaruhi oleh konsumsi kolesterol dalam makanan (Sitopoe 1992;
Clarenburgh 2001; Bachorik et al. 2001). Kadar kolesterol juga dipengaruhi oleh
faktor individu terhadap kemampuan mensintesis kolesterol serta kemampuan
mensekresi sterol dan garam empedu dari tubuh (Harper et al. 1988; Clarenburgh
2001; Bachorik et al. 2001). Kolesterol yang diabsorbsi di usus kemudian
dimasukan ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus (Guyton
dan Hall 1997). Dalam hati terjadi peristiwa umpan balik negatif untuk mengatur
kolesterol tubuh, bila pemasukan kolesterol dalam diet meningkat maka sintesis
menurun, begitu pula sebaliknya (Guyton dan Hall 1997).
Sejumlah kolesterol dalam makanan dapat diserap dalam berbagai bentuk
tergantung dari macam spesies dan makanan (Clarenburgh 2001). Kolesterol
merupakan prekursor hormon steroid antara lain progesteron, glukokortikoid,
mineralokortikoid, androgen, dan estrogen. Kolesterol juga sebagai prekursor
asam empedu dan vitamin D (Harper et al. 1988; Clarenburgh 2001; Bachorik et
al. 2001). Kolesterol merupakan pengatur permeabilitas membran untuk
mempertahankan integritas sel tubuh sehingga dapat mencegah penguapan air
secara berlebihan pada permukaan kulit. Selain itu kolesterol adalah pembentuk
sel otak dan vitamin D (Hutapea 1993; Guyton and Hall 1997; Clarenburgh 2001).

7

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 9 minggu, di kandang luwak yang berada di
Pet Shop (Luwak kampus pet shop) Cangkurawok,Babakan Lebak, Dramaga,
Bogor. Waktu pengamatan dilaksanakan pada bulan Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kit glukosa (Gluco
Dr) dan kolesterol (Nesco Multi Check), syringe 3 ml, timbangan. Bahan yang
digunakan adalah pakan luwak meliputi kepala ayam, pisang dan juga dog food.

Gambar 2 (A) Kit Glukosa (Gluco Dr) (B) Kit Kolesterol (Nesco Multi Check)
(Sumber: Koleksi pribadi)
Tahap Persiapan Luwak
Penelitian ini dilakukan terhadap luwak yang berasal dari Jawa dan yang
dijual di pasar hewan Jatinegara, Jakarta. Jumlah luwak yang digunakan dalam
penelitian adalah 4 ekor yaitu 2 ekor jantan dan 2 ekor betina dengan bobot luwak
berkisar antara 4-6 kg. Sebelum pengamatan luwak diadaptasikan dalam kandang
individual selama 2 minggu. Kandang luwak selalu dijaga kebersihannya dengan
melakukan pembersihan kotoran setiap harinya. Luwak diberi pakan seperti
jadwal yang telah ditentukan oleh pet shop dan diberi minum air secara ad libitum.
Kondisi ruang dengan pencahayaan yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.
Komposisi dan Analisa Pakan
Pemberian pakan selama penelitian dilakukan secara kombinasi antara
kepala ayam, pisang dan juga dog food sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan oleh pet shop seperti yang terlampir pada Tabel 1. Pakan kepala ayam
diberikan pada hari Senin dan Kamis, pakan pisang diberikan pada hari Selasa,
Rabu, Jumat dan Sabtu, sedangkan pakan dog food hanya diberikan pada hari
minggu saja. Pemberian pakan ini dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 hari yaitu
pagi dan sore, akan tetapi pemberian dog food hanya di berikan sebanyak 1 kali
sehari yaitu pada pagi hari. Analisa pakan berupa kepala ayam, pisang, dan juga
dog food dilakukan dipusat penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

8

Tabel 1 Jadwal Pemberian Pakan Luwak
Jenis Pakan
Pemberian selama 1
minggu
Kepala ayam
2 Hari
Pisang
4 Hari
Doog food
1 Hari

Banyaknya yang
diberikan/Ekor/Hari
4 Buah
6 Buah
186 Gram

Keterangan: Dog food yang digunakan dengan merek dagang Select recipe

Gambar 3 Makanan yang Diberikan Untuk Luwak Jawa (Paradoxurus
hermaphroditus) (Sumber: Koleksi pribadi)
Keterangan:
A. Kepala ayam
B. Pisang
C. Dog food
Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan setiap 1 minggu sekali. Langkah pertama
yang dilakukan yaitu handling luwak dengan bantuan beberapa orang relawan.
Pengambilan darah dilakukan dengan syringe 3 ml, sebanyak ± 0.2 ml darah dari
vena femoralis luwak.
Analisa Darah
Darah yang diambil akan diamati kadar glukosa dan kolesterol nya sebagai
parameter yang diamati. Kadar glukosa darah diuji dengan menggunakan alat
yaitu kit glukosa (Gluco Dr). Strip glukosa dimasukan pada kit (Gluco Dr),
kemudian darah sebanyak ± 0.2 diteteskan pada strip tersebut. Setelah beberapa
menitakan nampak jumlah yang menunjukan kadar glukosa darah. Hasil akhir
kadar glukosa yang tertera pada kit dibaca dan dicatat sebagai hasil. Hal yang
sama dilakukan pada pemeriksaan kadar kolesterol darah namun menggunakan
alat yang berbeda. Pemeriksaan kadar kolesterol darah dilakukan dengan
menggunakan alat kit kolesterol (Nesco Multi Check).

9

Gambar 4 Hasil Pembacaan Analisa Glukosa Darah
(Sumber: Koleksi pribadi)
Tahap perlakuan penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut
Adaptasi

Minggu
1

Minggu
3

Minggu
2

Minggu
5

Minggu
4

Minggu
7

Minggu
6

Minggu
9

Minggu
8

Sampling

Gambar 5 Bagan Perlakuan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Luwak yang digunakan dalam studi ini adalah luwak Jawa yang
didapatkan dari pengepul hewan di pasar hewan Jatinegara. Semua hewan yang
digunakan sudah masuk dalam katagori dewasa yang ditunjukan dengan jumlah
dan susunan giginya. Pengamatan visual menunjukan adanya empat buah gigi
premolar atas dan gigi molar atas. Patau et al. (2010) menyatakan bahwa luwak
dewasa memiliki empat buah gigi premolar atas dan gigi molar atas. Selain
susunan gigi, testis pada luwak jantan sudah terlihat dengan jelas, memiliki
bentuk yang mirip dengan kucing, dan sudah tercium bau khas luwak yaitu bau

10

khas daun pandan. Secara alamiah luwak jantan dewasa akan mensekresikan
minyak beraroma daun pandan yang berasal dari kelenjar sekretori di sekitar testis
dan penisnya. Sekreta tersebut berguna untuk menarik luwak betina ketika masa
kawin, dan juga sebagai penanda wilayah teritorial luwak jantan karena luwak
termasuk hewan soliter. Menurut Rodriguez et al. (2000) penandaan wilayah
dilakukan karena adanya dominasi suatu individu atau kelompok hewan tertentu.
Pada luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) jantan dan betina memiliki
kelenjar anal yang terletak di bawah ekornya (Dewi 2010). Menurut Shiroff
(2002) luwak dewasa memiliki rataan bobot badan 2-6 kg. Panjang tubuh luwak
dewasa mencapai 43.2-71 cm dan panjang ekor mencapai 40.6-66 cm. Luwak
yang digunakan dalam pengamatan ini memiliki kisaran bobot badan antara 4.06.2 kg, dan testis sudah terlihat dengan jelas.
Pemberian pakan yang harus diperhatikan mencangkup jenis pakan dan
jumlah konsumsi, serta kualitas gizi pakan. Konsumsi pakan sangat diperlukan
untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Pratiwi 2008). Jenis pakan harus
disesuaikan dengan habit (Kebiasaan) dan preferensi (Tingkat kesukaan)
(Masy’ud et al. 2011). Pada penelitian ini luwak Jawa diberikan campuran pakan
antara kepala ayam untuk sumber protein dan lemak, buah pisang memiliki
kandungan karbohidrat, asam askorbat, Vitamin A dan minaral (potasium dan
kalium) yang cukup tinggi (Marisa 2006; Wall 2006). Dog food sebagai
pelengkap kebutuhan energi. Hasil pengamatan kandungan lemak yang dimiliki
kepala ayam adalah sebesar 7.47 % dan memiliki kadar glukosa sebesar 0.67 %.
Kandungan glukosa yang didapat dari pisang adalah sebesar 21.13 % dan lemak
sebesar 0.69 %.
Tabel 2 Total Konsumsi Pakan Luwak/Ekor
Jenis
Pakan

Konsumsi
Pakan/Ekor/
Hari

Konsumsi
Pakan/Ekor/
Minggu

Bobot/Jenis
Pakan
(Gram)

Total
Bobot/Minggu
(Gram)

91

Total
Bobot/
Hari
(Gram)
104

Kepala
ayam
Pisang
Dog
food
Total
(Gram)

4 Buah

8 Buah

6 Buah
186 Gram

24 Buah
186 Gram

53.2
186

183
26.5

1277
186

313.5

2191

728

Tabel 3 Analisa Kandungan Glukosa dan Kolesterol Pakan Luwak/Ekor/Hari
Jenis
Pakan
Kepala
ayam
Pisang
Dog food
Total
(Gram)

Konsumsi/Hari
(Gram)
104

(%)
0.67

183
26.5

21.13
10.0

Glukosa
(Gram)
0.7
38.7
2.65
42.1

Lemak
(%)
7.47

(Gram)
7.8

0.69
6

1.3
1.59
10.7

11

Total kalori yang dikonsumsi luwak Jawa dalam pengamatan ini yaitu
sebanyak 264.7 kalori/hari. Total ini didapat dari perhitungan antara total glukosa
sebanyak 42.1 gram/hari atau setara dengan energi sebesar 168.4 kalori dan total
lemak sebanyak 10.7 gram/hari atau setara dengan energi sebesar 96.3. Jika
dibandingkan dengan kebutuhan pakan kucing dewasa usia lebih dari 1 tahun
dengan berat badan sekitar 4-5 kg, membutuhkan energi dari makan sebesar 300
kalori/hari. Pada anjing beagle umur 1 tahun dengan bobot badan 10 kg
diperlukan sebanyak 630 kalori/hari (Sianipar et al.2004).
Total kalori dari asupan pakan yang diberikan pada luwak Jawa
(Paradoxurus hermaphroditus) dengan bobot badan 4-6 kg mendekati kebutuhan
kalori kucing dengan bobot badan 4-5 kg. Keseimbangan energi yang mencakup
konsumsi pakan dengan gizi seimbang dan beranekaragam dalam jumlah yang
cukup dibutuhkan untuk kesehatan tubuh dan untuk melakukan aktifitas fisik
secara teratur. Keseimbangan energi menggambarkan hubungan antara kalori
(energi) yang dikonsumsi dari makanan dan minuman yang dibakar oleh tubuh.
Bila kalori masuk sama dengan kalori keluar maka bobot badan akan tetap atau
stabil, namun bila asupan melampaui pengeluaran maka bobot badan akan naik,
sebaliknya bila kalori yang dibakar lebih banyak dibandingkan dengan yang
dikonsumsi maka akan terjadi penurunan bobot badan (Rosmalina et al. 2005).
Hasil pengamatan bobot badan pada luwak Jawa dari awal hingga akhir
pengamatan, tidak menunjukan adanya perubahan yang signifikan, sehingga
kebutuhan energi pada luwak Jawa ini diduga sudah mencukupi kebutuhan pakan
yang diperlukan, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan Bobot Badan 2 Ekor Luwak Jantan dan 2 Ekor Luwak Betina pada
Awal dan Akhir Pengamatan
Parameter
Jantan
Betina

Bobot awal (Kg)
6
4

Bobot akhir (Kg)
6.2
4

Hasil pengamatan kadar glukosa dan kolesterol darah pada hewan luwak
jantan memiliki kandungan glukosa sebesar 68.00 ± 22.55 mg/dl, sedangkan pada
luwak betina memiliki kandungan glukosa sebesar 73.78 ± 12.60 mg/dl. Pada
anjing kadar glukosa darah adalah sebesar 130-180 mg/dl, jika kadar glukosa
mencapai 180-200 mg/dl maka anjing akan mengalami hiperglikemia. Pada
kucing kadar glukosa darah adalah sebesar 120-200 mg/dl. Hiperglikemia pada
kucing terjadi jika kadar gula darah mencapai 200-280 mg/dl. Hiperglikemia pada
anjing dan kucing dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
diabetes melitus, stres, hiperadrenocorticism, pankreatitis, dan terapi obat
(glukocorticoid dan progestagen) (Agnas 2009). Kadar glukosa darah pada luwak
Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) jantan maupun betina lebih rendah
dibandingkan dengan anjing dan kucing.
Pada pemeriksaan kadar kolesterol darah, luwak jantan memiliki kadar
kolesterol sebesar 145.78 ± 22.29 mg/dl, sedangkan pada luwak betina memiliki
kadar kolesterol sebesar 142.00 ± 12.44 mg/dl. Kadar kolesterol darah pada anjing
berkisar antara 110-266 mg/dl, sedangkan pada kucing yaitu sebesar 38-186 mg/dl
(Mayer dan Harvey 2004). Kadar kolesterol pada luwak Jawa (Paradoxurus

12

hermaphroditus) jantan maupun betina berada dalam kisaran yang samadengan
kadar kolesterol anjing dan kucing.
Tabel 5 Rataan Kadar Glukosa dan Kolesterol Darah Luwak Selama 7 Minggu
Jenis Kelamin
Glukosa (mg/dl)
Kolesterol (mg/dl)
Jantan
68.00 ± 22.55
145.78 ± 22.29
Betina
73.78 ± 12.60
142.00 ± 12.44

SIMPULAN
Kadar glukosa darah luwak jantan sebesar 68.00 ± 22.55 mg/dl, sedangkan
kadar glukosa darah luwak betina sebesar 73.78 ± 12.60 mg/dl. Kadar kolesterol
luwak jantan sebesar 145.78 ± 22.29 mg/dl dan pada luwak betina sebesar 142.00
± 12.44 mg/dl.

SARAN
Pengamatan yang dilakukan hanya sebagian kecil mengungkap tentang
profil kimia darah luwak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus), maka dari itu
sangat diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah luwak yang
lebih banyak dan variasi umur yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Agnas. 2009. Diabetes Hewan [Internet]. [diunduh 2014 April 1]. Tersedia pada:
http//dr.Agna.livejournal.com/3397.html.
Azlan JM. 2003. The Diversity and Conversation of Mustelids, Viverrids, and
Herpestids in A Disturbed Forest in Peninsular Malaysia. Small Carnicore
Conservation 29:8-9.
Bachorik PS, Denke MA, Stein EA, Rifkind BM. 2001. Lipids and
Dislipoproteinemia. Di dalam: John BH, Editor. Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods: Lipid and Dislipoproteinemia. Ed ke20. Philadelphia (US): Saunders Company.
Borah J, dan Deka K. 2011. An Observation of Common Palm Civet Paradoxurus
hemarphrodit Mating. Small Carnivora Conservation. Vol. 44: 32-33. Juni
201.
Burhan SP. 2008. Kolesterol. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bangka
Belitung (ID).
Colon CP. 2002. Ranging Behaviour and Activity of The Malay Civet (Viverra
tangulunga) in a Logged and an Unlogged Forest in Danum Valley, east
Malaysia. J. Zool.257:473-485.

13

Clarenburgh R. 2001. Lipid Metabolisms, Physiologycal Chemistry of Domestic
Animal. Amerika (US): Mosby Year Book.
Dewi T. 2010. Kopi Luak, Kopi Termahal di Dunia. National Geograpic Kids.
Edisi Oktober 2010.
Eaton JA, Wust R, Wirth R, Shepherd CR, Semiadi G, Hall J, Duckworth JW.
2010. Recent records of the javan small–toothed palm civet arctogalidia
(trivirgata) trilineata. Small Carnivore Conservation 43: 16–22.
Ganesh T .1997. Occurrence of the brown palm civet in the wet forest of
Kalakkad- Mundanthurai Tiger Reserve – Tamil Nadu.Journal of Bombay
Natural History Society(94) : 556.
Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-14. Jonathan Oswari. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta (ID). Penerjemah: Petrus Andrianto.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. Jurusan Biokimia, Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut pertanian Bogor. Bogor (ID).
Grassman LI. 1998. Movements and fruit selection of two Paradoxurinae species
in a dry evergreen forest in Southern Thailand.Small Carnivore
Conservation 19: 25–29.
Guyton dan Hall. 1993. Textbook of Medical Physiology. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta (ID).
Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta (ID). Terjemahan dari: Irawati, Ken Arita
Tenggadi dan Alex Santoso.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 7.
Penerbit buku kedokterann EGC: Jakarta (ID). Guyton AC dan Hall J E.
2006. Texbook of Medical Physiology. Philadelphia: WB Sounders
Company, pp 76.
Harper HA, Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW.1988.
Biochemistry. California: Aplleton and Lange, Nowarlk, Connecticut.
Hutapea AM. 1993. Menuju Gaya Hidup Sehat, Kiat Praktis untuk Setiap Orang
Sibuk yang Ingin Sehat dan Fit. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Iseborn T, Rogers LD, Rawson B, Nekaris KAI. 2012. Sightings of common palm
civets (Paradoxurus hermaphroditus )and of other civet species at Phnom
Samkos Wildlife Sanctuaryand Veun Sai–Siem Pang Conservation Area,
Cambodia. Small Carnivore Conservation (46): 26–29.
Jeannings AP, Seymour AS, Dunstone N. 2006. Ranging behaviour, spatial
organization and activity of the malay civet (Viverra tangalunga) on Buton
Island, Sulawesi. J. Zool. 268:63-71.
Jotish PS. 2011. Diet of the common palm civet Paradoxurus hermaphroditusin a
rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal. Small
Carnivore Conservation (45): 14-17.
Krishnakumar H, dan Balakrishnan M. 2003. Feeding ecology of the common
palm civet, Paradoxurus hermaphrodites (Pallas 1777) in semi-urban
habitats in Trivandrum, India. Small Carnivore Conservation.IUCN
Publication.(28): 10-11.
Lunde DP, dan Musser GG. 2003. A Recently discovered Spesimen of Indonesian.
mountain Weasel From Sumatra. Small Carnivora Conserv. 28: 22.

14

Marieb EN, dan Hoehn K. 2007. Human Anatomy and Physiology, Seventh
edition. San Francisco; Pearson Benjamin Cummings, PP 143, 229, 284,
286, 287, 300, 303, 944.
Marisa M. 2006. Ascorbic acid, vitamin A, and mineral composition of banana
(Musa sp.) and papaya (Carica papaya) cultivars grown in Hawai. Journal of
Food Composition and Analysis 19:434–445.
Mayer DC, dan Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine:
Interpretation and Diagnosis. Philadelhia (US): Saunders.
Masy’ud B, Novriyanti, Bismark M. 2011. Perilaku Trenggiling dan Peluang
Budidayanya. Makalah disampaikan pada forum Lokakarya Potensi
Trenggiling di Indonesia dan Peluang Pembudidayaannya.Kerjasama Pusat
Studi Biofarmaka IPB dan PT Asia Primax Link 2011.
Mudappa D, Kumar A, Chellam R. 2010. Diet and Fruit Choice of Brown Palm
Civet Paradoxurus jerdoni, A viverrid endemic to The Western Ghats
Rainforest.
India (IN). J. Tropic Cons Scl. 3(3):282-300.
Patau ML, Wilting A, Goubert P, Jacob A, Andrew P, dan Jennings. 2010.
Evolutionary history of the Paradoxuruspalm civets – a new model for
Asian biogeography. Journal of Biogeography (2010) 37, 2077–2097.
Perkin A. 2004. A new range record for the African palm civet Nandinia biotata
(Carnivora, Viverridae) from Unguja island, Zanzibar. Afr. J. Ecol., 42:232234.
Pratiwi AN. 2008. Aktivitas Pola Makan dan Pemilihan Pakan pada Lutung
Kelabu Betina (Trachypithecus Cristatus, Raffles 1812) di Pusat
Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi – Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Pristiyanto D. 2003. Virus SARS Nampaknya Berasal Dari Musang [Terhubung
Berkala]. http://www.mediaindo.co.id/ beritakhusus.asp?id=946 . Selasa 23
Mei 2003.(12 Januari 2012).
Rodríguez A, Cadena A, Sanchez P. 2000. Trophic characteristics in social groups
of the mountain coati, Nasuella olivacea (Carnivora: Procyonidae). Small
Carnivore Conservation 23: 1-6.
Rosmalina Y, Dewi P, Sri M, Reviana C, Susilowati H. 2005. Keseimbangan
Energi dan Komposisi Tubuh Pekerja dengan Jenis Pekerjaan Berbeda.
PGM 28(1): 1-8.
Shiroff A. 2002. Paradoxurus hemaproditus. Animal diversity. ummz.
umich.edu/site/accounts/information/Paradoxurus-hemaphroditus. html.
Sianipar N.D. Bernard I, Dedi M. 2004. Merawat dan Melatih Anjing Penjaga.
Jakarta (ID): Gramedia.
Sitopoe M. 1992. Kolesterolfobia, Keterkaitannya dengan Penyakit Jantung.
Jakarta (ID): Gramedia.
Su R, dan Sale J. 2007. Niche Differentiation between common palm civet
Paradoxurus hermaphroditusand small indian civet Viverricula indica in
regenerating degraded forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation 36:
30–34.
Vaughan TA, Ryan JM, Czaplewski NJ. 2000. Mammalogy. Edisi ke-4. USA:
Thomson Learning.

15

Wall MM. 2006. Ascorbic acid, vitamin A, and mineral composition of banana
(Musa sp.) and papaya (carica papaya) cultivars grown in Hawaii. J. Food
Composition and Analysis 19: 434-445.
Wilson LM, dan Price SA. 1995. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
penyakit Edisi ke-4 buku ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EG. Jakarta (ID).
Terjemahan dari: Peter Anugrah

16

LAMPIRAN
Metode analisa kandungan glukosa kepala ayam, dan pisang
Analisa kandungan glukosa kepala ayam dan pisang dilakukan di pusat
penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB dengan langkah awal
melakukan ekstraksi kepala ayam dan juga pisang yang telah dikeringkan
kemudian secara kuantitatif dipindahkan ke dalam gelas ukur 100 ml bertutup, 10
ml air ditambahkan dan diaduk dengan menggunakan gelas pengaduk untuk
mendispersikan sempel seluruhnya, kemudian 13 ml asam perklorat 52%
ditambahkan, aduk dengan gelas pengaduk selama lebih kurang 20 menit, gelas
pengaduk dicuci di atas larutan (air cucian masuk kedalam larutan), kemudian
larutan diencerkan menjadi 100 ml, kemudian campur merata, saring dan masukan
ke dalam labu takar 250 ml. Gelas ukur dicuci dengan air, lalu air cucian di
masukan kedalam labu takar, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan air dan
kocok merata. Langkah berikutnya setelah proses ekstraksi selesai dilakukan
penetapan sample dengan cara 10 ml ekstrak sampel diencerkan menjadi 100 ml
dengan air, kemudian 1 ml sampel yang telah diencerkan, masukan sebanyak 1 ml
air kedalam tabung reaksi, buat blanko dengan memasukan 1 ml air kedalam
tabung reaksi kemudian 1 ml larutan glukosa standar dan dimasukan ke dalam
tabung reaksi, lalu 5 ml pereaksi Anthrone dimasukan dengan cepat ke dalam
masing-masing tabung reaksi, kemudian tabung reaksi tersebut di tutup dan
campur secara merata, lalu panaskan dalam penangas air 100 0C selama 12 menit,
larutan dipindahkan ke dalam kuvet berdiameter 1 cm dan baca absorbansinya
pada 630 nm.
Perhitungan dilakukan dengan cara 25 dikali absorbans sampel dibagi
dengan absorbans glukosa standar dikali berat (gram) sampel. Setelah proses
ekstraksi dan penetapan sampel dilakukan maka langkah berikutnya yaitu
pengujian kadar glukosa dengan menggunakan metode fenol. Metode ini
digunakan dengan 2 proses yang pertama yaitu proses pembuatan kurva standar
dengan cara 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40, dan
60 µ glukosa masing-masing dipipet lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi
kemudian 1 ditambahkan sebanyak 1 ml larutan fenol 5 % lalu dikocok, setelah
itu sebanyak 5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan secara cepat dengan cara
menuangkan secara tegak lurus ke dalam permukaan larutan, kemudian dibiarkan
selama 10 menit, kocok lalu tempatkan dalam penangas air selama 15 menit,
kemudian diukur absorbannya pada 490 nm untuk hektosa dan 480 nm untuk
pentosa dan asam uronat lalu buat kurva standar. Proses yang kedua yaitu
penetapan sempel untuk menetapkan total karbohidrat sampel harus berupa cairan
yang jernih (saring jika terdapat endapan) atau lakukan tahap ekstraksi seperti
penetapan total karbohidrat metode cleg-Anthrone untuk sampel selain cairan
jernih, untuk menetapkan total gula gula dan bahan padat, sampel harus
dipersiapkan dulu seperti pada penuntun “persiapan sampel”. Penetapan sampel
dilakukan seperti seperti pada pembuatan kurva standar kemudian tentukan total
gula sampel (dinyatakan sebagai persen glukosa)

17

Ekstraksi 1.0 g
sampel kering
kepala ayam
dan pisang
Secara
kuantitatif
dipindahkan
dalam gelas
ukur 100 ml
bertutup
10 ml air
ditambahkan
untuk
mendispersikan
sampel
seluruhnya

Asam
perklorat 52%
sebanyak 13
ml
ditambahkan

1. pembuatan
kurva standar
: 2 ml larutan
glukosa
standar yang
mengandung
0,10, 20, 30,
40, & 60 µ

menggunakan
2 proses

pengujian
kadar glukosa
dengan
menggunakan
metode fenol
10 ml ekstrak
sampel
diencerkan
menjadi 100
ml dengan air

2. penetapan sempel
untuk menetapkan total
karbohidrat sampel harus
berupa cairan yang
jernih

Penetapan
sampel

Gambar 6 Bagan analisa kandungan kadar glukosa kepala ayam dan pisang
(Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
BioteknologiIPB2013)
Metode analisa kandungan lemak kepala ayam dan pisang
Analisa kandungan lemak pada kepala ayam, pisang dan dog food di
lakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB yaitu
dengan cara sebanyak 2 gram sample disebar diatas kapas yang beralas kertas
saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukan ke dalam labu soxhlet.
Kemudian ekstraksi selama 6 jam, dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak
150 ml. Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100
0
C selama 1 jam.
Kadar lemak = Bobot lemak terekstrak x 100%
Bobot sample

18

2 gram sampel
disebar diatas
kapas beralas
kertas saring

Keringkan
dalam oven
dengan suhu
100 0C selama
1 jam

Gulung
membentuk
thimble

Masukan ke
dalam labu
soxhlet

Lemak
terekstrak

ekstraksi
selama 6 jam
dengan pelarut
lemak berupa
heksan
sebanyak 150
ml

Gambar 7 Bagan analisa kandungan kadar lemak kepala ayam dan pisang
(Lab.Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB 2013)

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 09 Maret 1992 dari
ayah Ir H Agus Rachlan Suherlan, MM dan ibu Dra H Yoyoh Widaningsing.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus
dari SDN. JEND Sudirman VII Purwakarta dan melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Tahun 2007 penulis lulus dari SMP N 1 Purwakarta
dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Tahun 2010 penulis lulus
dari SMA N 1 Purwakarta dan pada tahun yang samalulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas
Kedokteran Hewan sebagai jurusan yang akan ditempuh untuk mendapatkan gelar
sarjana.