Gambaran Anatomi Dan Histologi Lidah Musang Luwak (Paradoxurus Hermaphroditus)

GAMBARAN ANATOMI DAN HISTOLOGI LIDAH MUSANG
LUWAK (Paradoxurus hermaphroditus)

IRENE KOSIM

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gambaran Anatomi
dan Histologi Lidah Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)” adalah benar
karya penulis dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Irene Kosim
NIM B04110125

ABSTRAK
IRENE KOSIM. Gambaran Anatomi dan Histologi Lidah Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE
dan SAVITRI NOVELINA.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari morfologi makroskopis dan
mikroskopis lidah musang luwak. Penelitian ini menggunakan awetan lidah dari 3
ekor musang luwak. Preparat diproses kemudian diwarnai dengan perwarnaan
hematoksilin eosin (HE) untuk mendapatkan struktur umum permukaan dorsal
lidah beserta papilanya. Lidah terletak pada rongga mulut dan terbagi menjadi 3
bagian yaitu apex, corpus, dan radix. Hasil penelitian menunjukkan papila pada
permukaan dorsal lidah terbagi menjadi dua tipe yaitu papila mekanik dan papila
pengecap. Papila mekanik yang ditemukan adalah papila filiformis. Papila
filiformis tersebar padat terutama di bagian apex dan corpus lidah. Papila
pengecap terdiri atas papila fungiformis dan sirkumvalata. Papila fungiformis
berada di antara papila filiformis. Papila sirkumvalata berjumlah 3 dan
membentuk formasi v di radix lidah. Papila foliata tidak ditemukan pada lidah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi lidah musang luwak lebih
menyerupai karnivora dibandingkan omnivora.
Kata kunci: musang luwak, hematoksilin eosin, papila lingual, lidah

ABSTRACT
IRENE KOSIM. Anatomy and Histological Studies of Asian Palm Civet’s
(Paradoxurus hermaphroditus) tongue. Supervised by I KETUT MUDITE
ADNYANE and SAVITRI NOVELINA.
The objective of this research was to observe macroscopic and microscopic
morphology of the Asian palm civet’s tongue. This study used three preserved
Asian palm civets’ tongue. The specimen was processed before it was stained with
hematoxylin eosin in order to know the general structures of the dorsal tongue
surface and lingual papillae. The tongue, located in cavum oral, was divided into
three parts, apex, body, and root. This research showed that there were two types
of papillae, mechanical papillae and gustatory papillae. The mechanical papillae,
which was found on the tongues was filiform papillae. It covered the surface of
the apex and the body of the tongue densely. While the gustatory papillae
contained of fungiform and circumvallate. The fungiform papillae spread among
the filiform papillae. The folliate papillae was not found on the tongue. There
were three circumvallate papillae which formed V formation on the root of the

tongue. The final conclusion of the research showed that the tongue morphology
of the Asian palm civet looked more similar to carnivore than omnivore.
Keywords: Asian palm civet, hematoxylin eosin, lingual papillae, tongue

GAMBARAN ANATOMI DAN HISTOLOGI LIDAH MUSANG
LUWAK (Paradoxurus hermaphroditus)

IRENE KOSIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


I

Judul Skripsi: Gambaran Anatomi dan Histologi Lidah Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus)
Nama
: Irene Kosim
NIM
: B04110125

Disetujui oleh

Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

15 SEP 2015

Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet
Pembimbing II


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan berkatNya penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang
ditulis berjudul Gambaran Anatomi dan Histologi Lidah Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus). Penelitian dimulai pada bulan Juni 2014.
Berbagai pihak telah banyak membantu penulis dalam keberlangsungan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet sebagai pembimbing
utama atas setiap bimbingan, bantuan, kesabaran, dan motivasi yang
telah diberikan sampai selesainya penulisan skripsi.
2. Dr Drh Savitri Novelina, Msi, PAVet sebagai pembimbing kedua yang
telah memberikan bimbingan, bantuan, kesabaran, dan motivasi.
3. Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet dan Drh Adi Winarto, PhD,
PAVet, serta seluruh staff laboratorium histologi yaitu Bapak Iwan
Rochmana dan Bapak Maman Suparman.
4. Drs Pudji Achmadi, MSi sebagai pembimbing akademik selama penulis
menjalankan studi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
5. Papa dan Mama tercinta, Kosim Konardi dan Lianny Susanti yang telah

membesarkan, menjaga, dan merawat penulis dengan penuh kasih
sayang.
6. Adik-adik terkasih Viola Lidia Kosim, Priscilla Meylia Kosim, dan
Dave Immanuel Kosim serta nenek tersayang Lanih yang telah
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
7. Teman-teman satu penelitian Kak Nirmala, Rifky, Ulfah, Filika,
Dhenok, dan Mimi yang telah medampingi, membantu, dan memberikan
semangat dalam menyelesaikan penelitian.
8. Teman-teman satu kosan Cerelia, Tania, Fleury, Rena, dan Sella yang
telah memberikan dukungan dan semangat.
9. Seluruh pihak terkait yang telah membantu kelancaran studi dan
penulisan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2015
Irene Kosim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Musang Luwak
Lidah
Papila Lidah
Papila Filiformis
Papila Fungiformis
Papila Sirkumvalata
Pewarnaan Hematoksilin Eosin
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Metode

Makroskopis
Mikroskopis
HASIL
Makroskopis
Mikroskopis
PEMBAHASAN
Papila Filiformis
Papila Fungiformis
Papila Sirkumvalata
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1

1
2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
6
7
7

9
10
10
11
12
13
13
16
18

DAFTAR TABEL
1 Ukuran Lidah Musang Luwak

7

DAFTAR GAMBAR
1 Musang Luwak
2 Bagian Lidah
3 Papila di Permukaan Dorsal Lidah Musang Luwak
4 Papila di Permukaan Dorsal Lidah


3
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi
2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

16
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam jenis fauna. Hewan penting yang berperan
dalam industri kopi adalah musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus).
Musang luwak dikenal luas oleh masyarakat karena kemampuannya dalam
memilih buah kopi yang berkualitas baik. Biji dari buah kopi yang dimakan tidak
mengalami pencernaan sempurna sehingga keluar bersamaan dengan feses (Jotish
2011). Kualitas baik dari biji kopi yang dikeluarkan oleh musang luwak membuat
harga biji kopi musang luwak menjadi termahal di dunia (Marcone 2004).
Penelitian yang berhubungan dengan indera pengecap musang luwak belum
banyak dilakukan. Eksplorasi mengenai keterlibatan lidah dan papila pengecap
dalam pemilihan buah kopi berkualitas juga belum dilakukan. Penelitian
mengenai struktur morfologi lidah dan papila lidah telah banyak dilakukan dan
dilaporkan. Morfologi papila lidah hewan karnivora seperti rubah arktik
(Jackowiak et al. 2009), serigala berpunggung hitam (Emura dan Sugiyama 2014),
kucing bakau (Emura et al. 2014), dan ferret (Takemura et al. 2009) sudah
dilaporkan. Omnivora yang telah diteliti misalnya beruang (Pastor et al. 2011),
rakun (Miyawaki et al. 2010), luwak madu (Mohammed et al. 2014), serta
oposum (Mancanares et al. 2012). Namun, belum ada data mengenai morfologi
lidah musang luwak.
Pendapat mengenai makanan utama musang luwak beragam. Su dan Sale
(2007) menyatakan bahwa musang luwak umumnya merupakan frugivora/
pemakan buah. Menurut Jotish (2011) musang luwak merupakan karnivora. Raj
dan Sharma (2013) menyatakan bahwa musang luwak adalah omnivora. Distribusi
dan jenis papila pengecap dapat dijadikan dasar untuk menentukan makanan
utama musang luwak.

Perumusan Masalah
Morfologi anatomi dan histologi lidah musang luwak belum pernah
dilaporkan. Mekanisme dalam pemilihan makanan dan pencernaan awal belum
dapat diuraikan secara detil karena kurangnya data mengenai gambaran anatomi
dan histologi lidah musang luwak. Data tersebut diperlukan sebagai dasar untuk
menerangkan fungsi lidah dalam hubungannya dengan pemilihan dan pencernaan
makanan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran anatomi dan histologi
lidah luwak serta papila lidah dan persebarannya yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengelompokkan hewan berdasarkan jenis pakan.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut
yang berhubungan dengan lidah dan papila lidah musang luwak.

TINJAUAN PUSTAKA
Musang Luwak
Luwak atau musang luwak atau toddy cat, dikenal juga sebagai Asian palm
civet (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan mamalia kecil seperti kucing
yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara. Taksonomi luwak dalam
Mammal Species of the World Third Edition (Wilson dan Reeder 2005) yaitu
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Carnivora
Subordo
: Feliformia
Famili
: Viverridae
Genus
: Paradoxurus
Spesies
: Paradoxurus hermaphroditus, Pallas 1777.
Luwak memiliki panjang badan berkisar antara 42-71 cm dengan panjang
ekor berkisar antara 33-66 cm. Berat luwak bervariasi dari 2 sampai 5 kg. Luwak
mempunyai ekor panjang berambut tebal. Badannya yang panjang ditutupi dengan
rambut yang kasar dan biasanya berwarna keabuan. Luwak mempunyai tanda
berwarna hitam di kaki, telinga dan moncong (Duckworth et al 2008). Luwak juga
mempunyai tanda berwarna putih atau abu pucat di bawah mata, di dahi, dan di
dasar telinga (Jotish 2011).
Makanan luwak bervariasi, mulai dari tikus sampai serangga. Selain itu
luwak juga memakan buah seperti beri, mangga, dan pisang sehingga luwak
disebut juga sebagai frugivora. Luwak menyukai getah bunga palem yang manis
serta buah kopi. Musang luwak umumnya frugivora karena jenis makanan yang
lebih banyak dipilih merupakan buah (Su dan Sale 2007). Raj dan Sharma (2013)
menyatakan bahwa musang luwak merupakan omnivora jika dilihat dari
keberagaman pakannya. Luwak juga memakan vertebrata kecil (Jotish 2011).
Musang luwak masuk ke dalam ordo karnivora berdasarkan taksonomi. Luwak
merupakan hewan nokturnal yang mahir memanjat dan mengambil makanan
berupa buah dari pohon yang tinggi (Su dan Sale 2007).
Musang luwak tersebar di Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, China,
Filipina, India, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Singapura,
Srilanka, Thailand, dan Vietnam. Musang Luwak di Indonesia tersebar di
Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, juga Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan
Maluku (Patou et al. 2010).

3

Gambar 1 Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)
(Bygott 2009)
Lidah
Lidah merupakan organ yang tersusun dari banyak otot yang ditutupi oleh
epitel pipih banyak lapis. Lidah juga mempunyai membran mukosa yang
dilengkapi sensor yang peka terhadap rasa dan sentuhan. Struktur ini
menyebabkan hewan mampu merasakan, mendapatkan, dan menarik makanan
menuju ruang mulut dan membantu melumatkan makanan dengan bantuan gigi
(Samuelson 2007). Lidah berfungsi untuk menahan, membantu, mencerna, serta
menelah makanan (Dellmann dan Brown 1992).
Leach (1961) menyatakan bahwa lidah mempunyai dua permukaan yaitu
permukaan dorsal dan permukaan ventral. Permukaan dorsal kasar karena ditutupi
oleh papila, sedangkan permukaan ventral lebih halus (Leach 1961). Permukaan
dorsal lidah dibagi menjadi dua bagian yaitu 2/3 bagian depan yang disebut oral
dan 1/3 bagian belakang yang disebut faringeal. Lidah terbagi menjadi apex,
corpus, dan radix linguae. Bagian apex dan corpus terletak pada 2/3 bagian depan
lidah dan radix pada 1/3 bagian belakang lidah. Bagian oral dan faringeal
dipisahkan oleh sulkus terminalis berupa celah berbentuk v (Telford dan
Bridgman 1995). Lidah hewan terhubung dengan lantai rongga mulut oleh sebuah
lipatan mukosa di ventral corpus lidah yang disebut sebagai frenulum (Dyce et al.
2002).

Papila Lidah
Papila yang umumnya memenuhi permukaan lidah ada beragam. Papila
lidah ada yang berfungsi untuk prehensi dan mastikasi ada juga yang berfungsi
sebagai pengecap rasa. Papila yang digunakan untuk prehensi dan mastikasi
merupakan papila yang bersifat mekanik. Papila tersebut memfasilitasi pergerakan
makanan padat dan cairan masuk ke ruang mulut dan menuju esofagus. Papila
mekanik dapat berupa papila filiformis, konikal, atau lentikular. Papila yang
terlibat dalam pengecapan rasa adalah papila fungiformis, sirkumvalata, dan
foliata (Samuelson 2007).

4
Papila Filiformis
Papila filiformis adalah papila yang umumnya berjumlah paling banyak.
Papila ini berukuran sempit dan berbentuk seperti filamen. Papila filiformis
membantu lidah untuk menangkap dan membawa ingesta makanan menuju ke
ruang mulut. Aktivitas ini didukung oleh posisi papila yang mengarah ke faring
Papila filiformis bervariasi pada setiap hewan (Samuelson 2007).
Papila filiformis terdistribusi di permukaan dorsal lidah terutama di apex
dan corpus lidah pada karnivora seperti rubah arktik/ Alopex lagopus (Jackowiak
et al. 2009), serigala berpunggung hitam/ Canis mesomelas (Emura dan Sugiyama
2014), kucing bakau/ Prionailurus viverrinus (Emura et al. 2014), dan ferret/
Mustela putorius furo (Takemura et al. 2009). Papila filiformis pada hewan
tersebut umumnya memiliki penonjolan tambahan pada setiap papila.
Kadal lidah biru/ Tiliqua scincoides merupakan omnivora yang tidak
mempunyai papila filiformis (Abbate et al. 2009). Omnivora yang memiliki papila
filiformis misalnya beruang (Pastor et al. 2011), rakun/ Procyon lotor (Miyawaki
et al. 2010), oposum/ Didelphis marsupialis (Mancanares et al. 2012), dan luwak
madu/ Mellivora capensis (Mohammed et al. 2014).

Papila Fungiformis
Papila fungiformis merupakan papila yang memiliki badan berbentuk
seperti jamur besar yang meluas sampai ke apikal papila filiformis yang
mengelilinginya. Putik pengecap umumnya dapat ditemukan pada papila
fungiformis terutama di karnivora (Samuelson 2007).
Papila fungiformis pada rubah arktik merupakan papila pengecap berjumlah
terbanyak dan pada bagian posterior lidah dapat ditemukan papila fungiformis
kembar (Jackowiak et al. 2009). Papila fungiformis serigala berpunggung hitam
mempunyai permukaan yang halus dan terdistribusi antara papila filiformis di
apex dan corpus lidah (Emura dan Sugiyama 2014). Kucing bakau (Emura et al.
2014) dan ferret (Takemura et al. 2009) memiliki papila fungiformis yang
terdistribusi lebih padat di apex lidah.
Kadal lidah biru (Abbate et al. 2009) merupakan omnivora yang tidak
mempunyai papila fungiformis. Beruang memiliki papila fungiformis yang
berbentuk bundar atau oval dan tersebar di antara papila filiformis terutama di
bagian anterior lidah (Pastor et al. 2011). Rakun mempunyai papila fungiformis
berbentuk seperti jamur disertai dengan putik pengecap di epitelnya (Miyawaki et
al. 2010). Papila fungiformis luwak madu berbentuk jamur dan terdistribusi di
apex lidah (Mohammed et al. 2014). Papila fungiformis oposum tersebar di apex
dan corpus lidah di antara papila filiformis (Mancanares et al. 2012).

Papila Sirkumvalata
Papila valata atau disebut juga sebagai sirkumvalata adalah papila yang
memiliki fungsi berhubungan dengan pengecap rasa. Papila ini merupakan papila
dengan jumlah terendah, namun memiliki ukuran terbesar dibandingkan dengan

5
jenis papila lain. Putik pengecap terdapat di sisi lateral tepi papila sirkumvalata
(Samuelson 2007; Adnyane et al. 2011).
Papila sirkumvalata rubah arktik berjumlah 4 sampai 7 buah dan
terdistribusi simetris membentuk segitiga sama kaki di radix lidah (Jackowiak et
al. 2009). Serigala berpunggung hitam mempunyai papila sirkumvalata yang
dikelilingi alur dan bantalan, juga terdapat penonjolan yang muncul dari
permukaan papila (Emura dan Sugiyama 2014). Papila sirkumvalata kucing bakau
berjumlah 4, setiap papila juga dikelilingi alur dan bantalan (Emura et al. 2014).
Ferret memiliki 8 sampai 12 papila sirkumvalata yang membentuk formasi v
(Takemura et al. 2009).
Kadal lidah biru (Abbate et al. 2009) tidak mempunyai papila sirkumvalata.
Beruang memiliki papila sirkumvalata yang beragam jumlahnya tetapi seluruhnya
tersusun dalam formasi v (Pastor et al. 2011). Rakun mempunyai papila
sirkumvalata berjumlah 8 buah yang membentuk formasi v di posterior lidah
(Miyawaki et al. 2010). Papila sirkumvalata luwak madu dikelilingi oleh alur
melingkar dan terletak di antara akhir corpus dan torus linguae (Mohammed et al.
2014). Papila sirkumvalata oposum sebanyak 3 buah terletak di radix lidah dan
tidak dikelilingi oleh papila lain (Mancanares et al. 2012).

Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Pewarnaan hematoksilin eosin adalah pewarnaan yang paling umum
digunakan dalam pembuatan preparat histologi. Pewarnaan ini banyak digunakan
karena kemampuannya untuk membedakan berbagai struktur jaringan. Pewarna
hematoksilin akan mewarnai inti sel dengan detil intranukelus. Inti sel akan
terwarnai biru-hitam. Eosin akan mewarnai sitoplasma sel dan jaringan ikat
dengan variasi dan gradasi warna merah muda, jingga, dan merah (Gamble 2008).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Maret 2015 di
Laboratorium Riset Histologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi,
Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian berasal dari awetan lidah dari 3
ekor musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus). Sampel adalah organ awetan
dari musang luwak hasil tangkapan masyarakat sekitar kampus Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan antara lain
adalah larutan paraformaldehid 4%, alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70%,

6
80%, 90%, 95%, dan 100%, xylol, parafin, akuades, air keran, zat pewarna
hematoksilin dan eosin, serta perekat entellan®.

Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian adalah perlengkapan bedah minor,
penggaris, benang, botol, pisau mikrotom, tissue cassette, tissue embedding
console, cetakan parafin, blok kayu kecil, mikrotom, gelas objek, gelas penutup,
water bath, hot plate, kertas label, kotak preparat, mikroskop cahaya, mikroskop
stereo, peralatan untuk pewarnaan hematoksilin eosin, dan peralatan fotografi.

Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melakukan
pengamatan makroskopis dan mikroskopis, mencatat hasil pengamatan,
mengambil foto, dan melakukan perbandingan dengan data hewan lain.

Metode
Awetan lidah musang luwak dalam larutan fiksasi paraformaldehid 4%
diamati secara makroskopis dan mikroskopis.

Makroskopis
Awetan lidah luwak dalam larutan paraformaldehida 4% diambil dan difoto
kemudian diukur terlebih dahulu panjang, lebar, dan tebal lidah dengan bantuan
benang dan penggaris. Setelah diukur, awetan lidah dipotong 1x1 cm di beberapa
bagian, yaitu di tempat ditemukan papila filiformis, fungiformis, dan sirkumvalata.
Pengambilan sampel dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan
jaringan. Sampel yang diambil berjumlah lima buah, yaitu 2 bagian papila
filiformis, 2 bagian papila fungiformis, dan 1 bagian papila sirkumvalata. Sampel
yang sudah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam tissue cassette dan diberi
label lalu disimpam dalam larutan alkohol 70% sebagai stopping point sebelum
proses selanjutnya. Bagian yang telah dipotong kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop stereo.

Mikroskopis
Preparat histologi dibuat dengan tahapan dehidrasi dan penjernihan,
penanaman jaringan dalam parafin (embedding), pemotongan, deparafinisasi dan
rehidrasi, serta pewarnaan hematoksilin eosin. Tahapan setelah pewarnaan adalah
dehidrasi dengan alkohol bertingkat yang dilanjutkan dengan penjernihan.
Preparat kemudian ditutup dengan gelas penutup menggunakan perekat entellan®.
Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop untuk melihat bentuk papila

7
lidah serta keberadaan putik pengecap (Kiernan 1990 modifikasi Laboratorium
Histologi FKH IPB).

HASIL
Makroskopis
Pengamatan makroskopis pada struktur lidah musang luwak menunjukkan
bahwa lidah terletak di bagian kranial dari saluran pencernaan. Lidah berada pada
cavum oral, tepatnya di lantai mulut dalam legokan mandibula. Lidah terbagi
dalam 3 bagian yaitu apex, corpus, dan radix (Gambar 2). Rata-rata panjang lidah
luwak adalah 6,8±0,30 cm (Tabel 1).

Gambar 2 Bagian Lidah, a = apex, b = corpus, c = radix. Skala = 2 cm.

Tabel 1 Ukuran Lidah Musang Luwak
Nomor
Sampel
1
2
3
Rata-rata
(cm)

Panjang
Lebar
Lebar
Lebar
Tebal
Tebal
Tebal
Lidah
Apex
Corpus
Radix
Apex
Corpus
Radix
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
6,5
0,9
1,5
1,7
1,2
1,2
0,8
6,8
1
1,5
1,8
1
1,3
0,5
7,1
0,9
1,6
1,9
1,3
1,5
0,9
6,8±0,30 0,9±0,06 1,5±0,06 1,8±0,10 1,2±0,15 1,3±0,15 0,7±0,21

8

Gambar 3 Papila di Permukaan Dorsal Lidah Musang Luwak. A = Letak
beberapa papila, B = papila filiformis, C = papila fungiformis, D =
papila sirkumvalata. Skala: A = 2 cm; B, C, & D = 0,5 mm.
Papila terdapat pada permukaan lidah. Papila mekanik yang ditemukan
adalah papila filiformis. Papila pengecap ada 2 yaitu papila fungiformis dan papila
sirkumvalata. Papila filiformis memenuhi permukaan dorsal lidah, terutama di
bagian apex dan corpus lidah. Papila fungiformis ditemukan di antara papila
filiformis dan tersebar di bagian apex serta corpus lidah. Papila sirkumvalata
berjumlah 3 buah membentuk formasi V dan terletak di radix lidah. Papila foliata
tidak ditemukan (Gambar 3A).
Papila filiformis merupakan papila dengan jumlah terbanyak di permukaan
dorsal lidah. Bagian penonjolan dari papila filiformis condong ke arah kaudal.
Papila filiformis tersebar rapat di bagian apex dan corpus lidah. Papila filiformis
di tepi lateral lidah tampak lebih kecil dibandingkan papila yang berada di medial
dan semakin ke posterior papila filiformis semakin kecil. Setiap papila filiformis
mempunyai beberapa penonjolan yang runcing. Ujung papila berbentuk seperti
kerucut dengan ujung runcing mengarah ke kaudal (aboral) ditunjang oleh bagian
basal yang bulat. Pada penonjolan utama ada beberapa penonjolan aksesorius
yang juga berujung runcing (Gambar 3B).
Papila fungiformis merupakan papila pengecap yang terletak di antara
papila filiformis. Papila fungiformis berbentuk bundar seperti jamur dan
berukuran lebih besar daripada bagian basal papila filiformis. Papila fungiformis
tidak memiliki ujung yang runcing seperti pada papila filiformis (Gambar 3C).
Papila sirkumvalata terletak di bagian rostral radix lidah. Setiap papila
sirkumvalata dikelilingi oleh suatu alur. Permukaan papila sirkumvalata tidak rata
seperti papila fungiformis. (Gambar 3D).

9
Mikroskopis

Gambar
Gambar 44 Papila di Permukaan Dorsal Lidah. A & B = papila filiformis, a =
bagian basal, b = penonjolan utama, c = lapis keratin. C = papila
fungiformis, d = putik pengecap. D = putik pengecap di papila
fungiformis. E = papila sirkumvalata, f = putik pengecap. F = putik
pengecap di papila sirkumvalata. Pewarnaan HE. Skala: A, B, C, & E =
100 µm; D & F = 50 µm.

10
Papila filiformis mempunyai bagian basal disertai penonjolan yang
runcing dan terkeratinisasi (Gambar 4B). Pada penonjolan papila terdapat
penonjolan aksesorius yang berujung runcing (Gambar 4A). Papila fungiformis
berbentuk seperti jamur dan memiliki putik pengecap di puncak papila.
Permukaan papila rata dan tidak terdapat penonjolan seperti pada papila filiformis
(Gambar 4C&4D). Papila sirkumvalata merupakan papila terbesar dibandingkan
papila jenis lain. Papila ini dikelilingi oleh suatu alur (Gambar 4E). Beberapa
putik pengecap ditemukan pada epitel papila sirkumvalata.

PEMBAHASAN
Lidah terletak di cavum oral, tepatnya di lantai mulut dalam legokan
mandibula. Bagian radix menempel pada os hyoideum juga berhubungan dengan
epiglotis, faring, dan langit-langit lunak. Bagian apex terletak di anterior lidah
dengan ujung menyempit. Bagian corpus terletak setelah bagian apex, ditandai
dengan adanya perubahan ketebalan lidah. Bagian radix dimulai dari perubahan
ketebalan corpus dan keberadaan sulkus terminalis. Permukaan lidah ditutupi oleh
penonjolan-penonjolan kecil yang disebut papila.
Papila pada lidah musang luwak dapat dikategorikan ke dalam dua jenis
yaitu papila mekanik dan papila pengecap. Papila mekanik yang ditemukan adalah
papila filiformis. Papila pengecap yang terdapat pada permukaan dorsal lidah
musang luwak antara lain papila fungiformis dan papila sirkumvalata.

Papila Filiformis
Papila filiformis terdistribusi padat pada permukaan dorsal di bagian apex
dan corpus lidah musang luwak. Hal serupa ditemukan pada hewan karnivora
seperti rubah arktik/ Alopex lagopus (Jackowiak et al. 2009), serigala
berpunggung hitam/ Canis mesomelas (Emura dan Sugiyama 2014), kucing
bakau/ Prionailurus viverrinus (Emura et al. 2014), dan ferret/ Mustela putorius
furo (Takemura et al. 2009) juga omnivora misalnya beruang (Pastor et al. 2011),
rakun/ Procyon lotor (Miyawaki et al. 2010), oposum/ Didelphis marsupialis
(Mancanares et al. 2012), dan luwak madu/ Mellivora capensis (Mohammed et al.
2014).
Papila filiformis musang luwak terdiri dari bagian basal yang agak oval
diikuti oleh penonjolan utama runcing yang terkeratinisasi. Penonjolan utama
menghadap ke kaudal yaitu ke radix lidah. Fungsi penonjolan tersebut adalah
untuk mendorong makanan menuju ke faring. Papila filiformis juga dilengkapi
beberapa penonjolan kecil yang meruncing yang terlihat mencuat dari tepi lateral
setiap papila. Papila filiformis pada bagian tepi lateral lebih kecil daripada papila
filiformis di bagian medial lidah. Bentuk papila filiformis di bagian apex
menyerupai bentuk papila filiformis di bagian corpus lidah.
Penonjolan papila filiformis juga ditemukan pada hewan karnivora seperti
rubah arktik (Jackowiak et al. 2009), serigala berpunggung hitam (Emura dan

11
Sugiyama 2014), kucing bakau (Emura et al. 2014), dan ferret (Takemura et al.
2009). Rubah arktik memiliki penonjolan utama yang disertai 10 sampai 12
penonjolan aksesorius di anterior lidah, penonjolan tersebut jumlahnya berkurang
semakin ke posterior lidah (Jackowiak et al. 2009). Serigala berpunggung hitam
memiliki penonjolan runcing yang berbentuk seperti mahkota (Emura dan
Sugiyama 2014). Kucing bakau memiliki papila filiformis dengan beberapa
penonjolan tajam di apex. Papila filiformis di anterior corpus lidah berukuran
besar dan berbentuk silindris sedangkan di bagian pusat corpus lidah berbentuk
kerucut (Emura et al. 2014). Ferret mempunyai papila filiformis berbentuk
kerucut dan ukurannya semakin ke posterior lidah semakin besar. Papila filiformis
di bagian apex mempunyai 2 hingga 3 pasang penonjolan aksesorius (Takemura et
al. 2009).
Hewan omnivora seperti beruang (Pastor et al. 2011), oposum (Mancanares
et al. 2012), rakun (Miyawaki et al. 2010), dan luwak madu (Mohammed et al.
2014) mempunyai beberapa tipe papila filiformis. Oposum mempunyai 2 tipe
papila filiformis yaitu papila filiformis yang runcing tersebar di permukaan lidah
dan papila konikal yang tinggi tersebar di apex dan di corpus lidah (Mancanares et
al. 2012). Rakun mempunyai papila filiformis yang terkeratinisasi, terutama
paling tebal di daerah anterior. Papila mempunyai penonjolan utama berbentuk
kerucut disertai dengan 7 sampai 20 penonjolan aksesorius (Miyawaki et al. 2010).
Beruang mempunyai papila filiformis dengan pseudopapila yang berfungsi untuk
meningkatkan luas permukaan kontak makanan (Pastor et al. 2011). Luwak madu
mempunyai papila filiformis yang berbentuk seperti benang dan ada beberapa tipe
yaitu papila yang tunggal, bercabang 2, bercabang 3, dan yang memiliki ujung
runcing (Mohammed et al. 2014). Papila filiformis musang luwak secara
morfologi lebih menyerupai hewan karnivora daripada omnivora.

Papila Fungiformis
Papila fungiformis musang luwak tersebar di apex dan corpus lidah.
Persebaran papila fungiformis di apex dan corpus lidah juga ditemukan pada
hewan karnivora seperti rubah arktik (Jackowiak et al. 2009), serigala
berpunggung hitam (Emura dan Sugiyama 2014), kucing bakau (Emura et al.
2014), dan ferret (Takemura et al. 2009); serta omnivora seperti beruang (Pastor
et al. 2011), oposum (Mancanares et al. 2012), rakun (Miyawaki et al. 2010) dan
luwak madu (Mohammed et al. 2014). Papila fungiformis pada luwak pada bagian
dorsal lidah memiliki permukaan bundar seperti jamur. Papila fungiformis di apex
berukuran lebih kecil dibandingkan papila di corpus lidah. Bentuk dan persebaran
papila fungiformis pada hewan lain bervariasi.
Rubah arktik memiliki papila fungiformis yang berbentuk seperti jamur
yang berkelompok di apex lidah sedangkan papila yang berada di corpus lidah
tersebar diantara papila filifomis (Jackowiak et al. 2009). Papila fungiformis di
bagian apex lebih besar daripada papila fungiformis yang ada di corpus lidah.
Serigala berpunggung hitam (Emura dan Sugiyama 2014) dan kucing bakau
(Emura et al. 2014) memiliki papila fungiformis yang berbentuk bundar. Ferret
memiliki papila fungiformis yang berbentuk kolumnar dengan ukuran yang
bertambah besar semakin ke radix lidah, serta ditemukan papila fungiformis

12
berbentuk persegi di daerah apex (Takemura et al. 2009). Papila fungiformis pada
karnivora umumnya terdistribusi padat di apex lidah dan pada bagian corpus lidah
tersebar di antara papila filiformis.
Omnivora seperti rakun (Miyawaki et al. 2010) dan luwak madu
(Mohammed et al. 2014) memiliki papila fungiformis yang berbentuk seperti
jamur. Papila fungiformis beruang berbentuk bundar atau oval yang banyak di
temukan di alur terminal bagian anterior lidah (Pastor et al. 2011). Omnivora
umumnya memiliki papila fungiformis yang tersebar di bagian apex dan corpus
lidah.
Putik pengecap ditemukan pada papila fungiformis lidah musang luwak.
Putik pengecap merupakan gabungan dari 3 jenis sel yaitu sel basal, sel penunjang,
dan sel pengecap. Keberadaan putik pengecap menjadi bukti bahwa musang
luwak dapat mengecap rasa. Rubah arktik memiliki putik pengecap berjumlah 5
sampai 7 buah pada setiap papila fungiformisnya (Jackowiak et al. 2009). Putik
pengecap pada papila fungiformis ferret terletak pada puncak setiap papila
(Takemura et al. 2009). Putik pengecap tidak dilaporkan pada papila fungiformis
serigala berpunggung hitam (Emura dan Sugiyama 2014) dan kucing bakau
(Emura et al. 2014). Umumnya karnivora memiliki beberapa putik pengecap pada
papila fungiformisnya (Dellmann dan Brown 1992). Papila fungiformis musang
luwak lebih menyerupai hewan karnivora.
Beberapa spesies beruang mempunyai pori pengecap pada papila
fungiformisnya (Pastor et al. 2011). Rakun memiliki beberapa putik pengecap
pada epitel papila fungiformis (Miyawaki et al. 2010). Putik pengecap di papila
fungiformis tidak dilaporkan pada oposum (Mancanares et al. 2012) dan luwak
madu (Mohammed et al. 2014).

Papila Sirkumvalata
Papila sirkumvalata musang luwak terletak pada anterior radix lidah. Papila
ini berukuran besar dan memiliki alur samping yang dibalut oleh epitel pipih
banyak lapis. Papila sirkumvalata musang luwak berjumlah 3 buah yang
membentuk formasi v. Hewan lain yang memiliki papila sirkumvalata dengan
jumlah yang sama dengan luwak adalah kelelawar buah mesir (Trzcielinska–
Lorych et al. 2009), monyet jepang dan monyet savana (Emura et al. 2002), serta
oposum (Mancanares et al. 2012).
Jumlah dan posisi papila sirkumvalata pada setiap hewan bervariasi. Papila
sirkumvalata rubah arktik berjumlah 4 sampai 7 buah dan terdistribusi simetris
membentuk segitiga sama kaki di radix lidah (Jackowiak et al. 2009). Serigala
berpunggung hitam mempunyai papilala sirkumvalata yang dikelilingi alur dan
bantalan (Emura dan Sugiyama 2014). Papila sirkumvalata kucing bakau
berjumlah 4 (Emura et al. 2014). Ferret memiliki 8 sampai 12 papila sirkumvalata
yang membentuk formasi v (Takemura et al. 2009).
Beruang memiliki papila sirkumvalata yang beragam jumlahnya. Papila
sirkumvalata pada beruang Tremarctos ornatus dan Ursus americanus berjumlah
14 buah, pada Ursus malayanus 13 buah, dan Ursus thibetanus 9 buah seluruhnya
tersusun dalam formasi v (Pastor et al. 2011). Rakun mempunyai papila
sirkumvalata berjumlah 8 buah yang membentuk formasi v di posterior lidah

13
(Miyawaki et al. 2010). Papila sirkumvalata luwak madu dikelilingi oleh alur
melingkar dan terletak di antara akhir corpus dan torus linguae (Mohammed et al.
2014).
Papila sirkumvalata musang luwak dikelilingi oleh suatu alur. Hal yang
serupa ditemukan pada papila sirkumvalata karnivora seperti rubah arktik
(Jackowiak et al. 2009), serigala berpunggung hitam (Emura dan Sugiyama 2014),
dan kucing bakau (Emura et al. 2014) dan omnivora seperti luwak madu
(Mohammed et al. 2014). Beberapa putik pengecap ditemukan pada epitel papila
sirkumvalata, terutama di bagian yang berbatasan dengan alur. Putik pengecap
merupakan gabungan dari 3 jenis sel yaitu sel basal, sel penunjang, dan sel
pengecap. Putik pengecap pada papila sirkumvalata juga ditemukan ada hewan
karnivora contohnya ferret (Takemura et al. 2009) dan omnivora contohnya rakun
(Miyawaki et al. 2010).
Keberadaan putik pengecap pada papila sirkumvalata dan fungiformis
menandakan bahwa musang luwak dapat mengecap rasa. Kondisi tersebut diduga
berkaitan dengan kemampuan musang luwak dalam memilih buah kopi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Lidah musang luwak terdiri atas 3 bagian yaitu apex, corpus, dan radix.
Papila yang terdapat pada permukaan dorsal lidah musang luwak adalah papila
filiformis, fungiformis, dan sirkumvalata. Papila foliata tidak ditemukan pada
lidah musang luwak. Bentuk dan persebaran papila lingual pada musang luwak
menyerupai sebagian besar karnivora. Hasil Penelitian menyatakan bahwa musang
luwak dapat mengecap rasa. Musang luwak diduga dapat memilih buah kopi
karena memiliki kemampuan tersebut.

Saran
Penelitian lebih lanjut mengenai organ penciuman terkait dengan pemilihan
pakan musang luwak diperlukan. Penelitian mengenai pakan musang luwak juga
diperlukan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan diet musang
luwak yang tepat sehingga musang luwak yang ditangkarkan atau dipelihara dapat
terpenuhi kesejahteraan hewannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abbate F, Latella G, Montalbano G, Guerrera MC, Germana GP, Levanti MB.
2009. The lingual dorsal surface of the blue–tongue skink (Tiliqua
scincoides). Anatomia Histologia Embryologia. 38:348–350.

14
Adnyane IKM, Zuki AB, Noordin MM, Agungpriyono S. 2011. Morphological
study of the lingual papillae in the barking deer, Muntiacus muntjak.
Anatomia Histologia Embryologia. 40:73–77.
Bygott D. 2009. Paradoxurus hermaphroditus. Gambar [Internet]. [diunduh 2014
Nov 18]. Tersedia pada http://eol.org/pages/328089/overview.
Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veternier. Hartono R,
penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari:
Textbook of Veterinary Histology.
Duckworth JW, Widmann P, Custodio C, Gonzalez JC, Jennings A, Veron G.
2008. Paradoxurus hermaphroditus. IUCN 2013. IUCN Red List of
Threatened Species [Internet]. [diunduh 2014 Nov 18]. Tersedia pada
www.iucnredlist.org.
Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. Ed
ke–3. Philadelphia (US): W.B. Saunders Company.
Emura S, Hayakawa D, Chen H, Shoumura S. 2002. Morphology of the dorsal
lingual papillae in the japanese macaque and savanna monkey. Anatomia
Histologia Embryologia. 31:313–316.
Emura S, Okumura T, Chen H. 2014. Morphology of the lingual papillae in the
fishing cat. Okajimas Folia Anatomica Japonica. 90(4):79–83.
Emura S, Sugiyama K. 2014. Morphology of the lingual papillae of the black–
backed jackal (Canis mesomelas). Okajimas Folia Anatomica Japonica.
91(1):19–24.
Gamble M. 2008. Theory and Practice of Histological Techniques. Ed ke–6.
Bancroft JD, Gamble M, editor. Philadelphia (US): Elsevier Science
Publishing Co., Inc.
Jackowiak H, Godynicki S, Skieresz–Szewczyk K, Trzcielinska–Lorych J. 2009.
Scanning electron microscopic study of the lingual papaillae in the Arctic
fox (Alopex lagopus L., 1758). Anatomia Histologia Embryologia. 38:377–
381.
Jotish PS. 2011. Diet of the common palm civet Paradoxurus hermaphroditus in a
rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal. Small
Carnivore Conservation. 45:14–17.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Method. Ed ke–2. England
(GB): Pergamon Press.
Leach WJ. 1961. Functional Anatomy of Mammalian and Comperative. London
(GB): McGrawHill Book Company, Inc.
Mancanares CAF, Santos AC, Piemonte MV, Vasconcelos BG, Carvalho AF,
Miglino MA, Ambrosio CE, Neto ACS. 2012. Macroscopic and
microscopic analysis of the tongue of the common opossum (Didelphis
marsupialis). Microscopy Research and Technique. 75:1329–1333.
Marcone MF. 2004. The science behind luwak coffee: An analysis of the world’s
rarest and most expensive coffee. Annals of Improbable Research. 1:12–13.
Miyawaki Y, Yoshimura K, Shindo J, Kageyama I. 2010. Light and scanning
electron microscopic study on the tongue and lingual papillae of the
common raccoon, Procyon lotor. Okajimas Folia Anatomica Japonica.
87(2):65–73.

15
Mohammed AHS, Haider SK, Salman RA. 2014. Morphological study of the
lingual papillae in Mellivora capensis tongue. Journal of US-China Medical
Science. 11(1):42–46.
Pastor JF, Barbosa M, De Paz FJ, Garcia M, Ferrero E. 2011. Functional and
comparative study of lingual papillae in four species of bear (Ursidae) by
scanning electron Microscopy. Microscopy Research and Technique.
74:910–919.
Patou ML, Wilting A, Gaubert P, Jacob A, Cruaud C, Jenning AP. 2010.
Evolutionary history of the Paradoxurus palm civets – a new model for
Asian biogeography. Journal of Biogeography. 37:2077–2097.
Raj BMV, Sharma P. 2013. Hand-rearing the common palm civet, Paradoxurus
hermaphroditus. Rehabber’s Den. 1–4.
Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Philadelphia (US):
Elsevier Science Publishing Co., Inc.
Su S, Sale J. 2007. Niche differentiation between common palm civet
Paradoxurus hermaphroditus and small indian civet Viverricula indica in
regenerating degraded forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation
36:30–34.
Takemura A, Uemura M, Toda I, Fang G, Hikada M, Suwa F. 2009.
Morphological Study of the Lingual Papillae in the Ferret (Mustela putorius
furo). Okajimas Folia Anatomica Japonica. 86(1):17–24.
Telford IR, Bridgman CF. 1995. Introduction To Functional Histology. New York
(US): Harper Collins College Publishers.
Trzcielinska–Lorych J, Jackowiak H, Skieresz–Szewczyk K, Godynicki S. 2009.
Morphology and morphometry of lingual papillae in adult and newborn
egyptian fruit bats (Rousettus aegyptiacus). Anatomia Histologia
Embryologia. 38:370–376.
Wilson DE, Reeder DAM. 2005. Mammal Species of the World. Ed ke–3.
Maryland (US): Johns Hopkins University Press.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi
Lampiran
1
Sebelum
memasuki tahpan pewarnaan, sampel harus melalui beberapa
tahapan yaitu :
1. Dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat 80%, 90%, dan 95%
masing-masing selama 24 jam
2. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alkohol absolut I, II, dan III
masing-masing selama 1 jam
3. Proses selanjutnya adalah penjernihan menggunakan xylol. Sampel
dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III masing-masing selama 30 menit
4. Sampel kemudian ditanam dalam parafin (embedding). Pertama parafin cair
diinfiltrasi ke dalam jaringan dengan merendam jaringan dalam parafin I, II,
dan III masing-masing selama 30 menit
5. Jaringan kemudian ditanam ke dalam parafin menggunakan tissue
embedding console
6. Parafin yang telah mengeras kemudian dikeluarkan dari cetakan dan
dipotong
7. Blok parafin kemudian disayat dengan menggunakan mikrotom
8. Blok parafin kemudian disayat dengan ketebalan 5µm
9. Setelah mendapatkan sayatan yang terbaik, sayatan diambil dan
diapungkan di akuades dingin lalu dipindahkan ke water bath 37°C untuk
menghilangkan kerutan
10. Kemudian sayatan diletakkan di gelas objek, diberi label, dan dibiarkan
satu malam sampai tidak tersisa cairan.

17

Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
1. Deparafinisasi preparat menggunakan larutan xylol III, II, dan I masingmasing selama 2-3 menit
2. Preparat direhidrasi menggunakan larutan alkohol bertingkat mulai dari
absolut III,II,I, 95%, 90%, 80%, hingga 70% masing-masing selama 2-3
menit
3. Preparat selanjutnya dimasukkan ke dalam air keran selama 10 menit
4. Preparat direndam dalam akuades selama 5 menit
5. Preparat kemudian ditetesi larutan pewarna hematoksilin selama 3 menit
6. Preparat kemudian dimasukkan ke dalam akuades selama 5 menit
7. Pewarnaan dilanjutkan dengan pewarnaan eosin. Preparat ditetesi larutan
pewarna eosin kemudian dibiarkan selama 1 menit
8. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi. Preparat dicelupkan masing-masing
sebanyak 3 kali ke dalam alkohol bertingkat mulai dari konsentrasi
70%,80%,90%,95%, dan absolut 1. Preparat kemudian dicelupkan ke
dalam alkohol absolut II dan III masing-masing selama 1 menit
9. Preparat kemudian dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masingmasing selama 1 menit
10. Proses mounting dilakukan dengan pemberian entellan® sebagai perekat
dilanjutkan dengan penutupan menggunakan gelas penutup.

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung pada tanggal 5 Maret 1993. Penulis merupakan
putri pertama dari 4 bersaudara, dari pasangan Bapak Kosim Konardi dan Ibu
Lianny Susanti. Penulis menempuh pendidikan di SMPK 1 BPK Penabur
Bandung dan lulus pada tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
di SMAK 1 BPK Penabur Bandung dan lulus pada tahun 2011. Penulis lalu
melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui
jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) ujian
tertulis.
Penulis mengikuti himpunan profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik
dan eksotik sebagai bendahara divisi hewan kecil serta Persekutuan Fakultas
Koinonia sebagai anggota divisi pelayanan.