TINJAUAN PUSTAKA Spondilosis Lumbalis

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Definisi Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti vertebra tulang belakang. Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang osteofit, yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan kadang – kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis korpus. 7,8,9 III.2. Epidemiologi Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37 dari populasi yang asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80 individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis lumbalis, meningkat mulai dari 3 pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84 pria dan 74 wanita mempunyai osteofit pada tulang belakang, yang sering terjadi pada level T9-10 dan L3. Kira-kira 30 pria dan 28 wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis. Rasio jenis kelamin bervariasi namun pada dasarnya sama. 8 8 III.3. Anatomi Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk bergerak. 7 Tulang vertebra secara keseluruhan terdapat 33 segmen yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas sakral yang mengalami fusi dan 4 ruas koksigeal. 10 Vertebra lumbalis, mulai dari lumbal 1 L1 sampai dengan lumbal 5 L5, mempunyai panjang vertikal yang lebih pendek dari diameter horizontal, sehingga dapat menanggung beban yang lebih berat. 10,11 Vertebra lumbalis ini dibentuk berdasarkan 3 bagian fungsional: - Korpus vertebra : berfungsi untuk menampung beban 11 - Arkus vertebra : berfungsi untuk melindungi elemen neural - Prosessus tonjolan tulang : berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dari gerakan otot terdiri dari prosessus spinosus dan transversus. Korpus vertebra lumbalis dibedakan dengan korpus vertebra torakalis dengan tidak adanya faset sudut dari tulang iga kosta. Antara satu korpus dengan yang Universitas Sumatera Utara lainnya dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ukurannya bertambah besar mulai dari L1 sampai L5, yang menunjukkan semakin ke bawah segmennya, semakin besar beban yang diterima. Dimana vertebra L5 mempunyai korpus terbesar, prosessus spinosus terkecil dan prosessus transversus paling tebal. 11 Gambar 1. Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-posterior dan lateral. Dikutip dari: Lumbar Spine Radiographic Anatomy. Available at: http:www.wikiradiography.compage Lumbar+Spine+Radiographic+Anatomy. Tiap arkus vertebra terdiri dari 2 pedikel, 7 prosessus 1 prosessus spinosus, 4 artikularis dan 2 transversus dan 2 lamina, yang dihubungkan oleh sendi-sendi faset apofiseal dan ligamen. Pedikel menghubungkan arkus dengan korpus bagian posterolateral. Pedikel ini berhubungan dengan bagian kepala dari korpus vertebra dan berfungsi sebagai pelindung kauda ekuina yang ada di dalamnya. 11 11 Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus dan transversus termasuk juga prosesus mamilaris menjadi tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina berfungsi merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pada pars interartikularis. 12 12 Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Vertebra lumbal ke-5, tampak dari atas A dan dari samping B. Dikutip dari: Ropper AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. Dalam: Adams and Victor’s Principle of Neurology, 8 th Edition. New York: McGraw Hill, 2005. p.168-191. Pada kolumna vertebra terdapat 2 jenis persendian, yaitu persendian antara 2 korpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis disebut amphiarthrodial dan antara 2 arkus vertebra disebut arthrodial zygipofiseal faset apofiseal. Sendi faset ini dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra yang di atasnya dan berfungsi untuk mengarahkan gerakan segmen vertebra. Pada dasarnya sendi faset bukanlah penanggung beban, kecuali bila vertebra dalam postur ekstensi lordosis. Sendi ini memiliki kapsul yang longgar serta lapisan sinovial. 10,12 Gambar 3: Sendi amphiarthrodial dan faset. Dikutip dari: Kishner S Gest TR. Lumbar Spine. Available at: http:emedicine.medscape.comarticle1899031-overviewshowall. Updated: Jan 11, 2011 Ligamen-ligamen yang penting sebagai penunjang penyokong pada kolumna vertebralis meliputi: ligamentum interspinosa, flavum, longitudinalis anterior dan posterior, kapsularis serta lateralis. 10 Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Ligamentum pada tulang belakang. Dikutip dari: Kishner S Gest TR. Lumbar Spine. Available at: http:emedicine.medscape.comarticle1899031-overviewshowall. Updated: Jan 11, 2011 Adapun otot-otot paravertebral lumbal dibentuk oleh: − Latissimus dorsi: Berada pada lapisan terluar, kontraksinya akan memberi gaya ekstensi terhadap tulang punggung. 10 − Erektor spinalis: Terdiri dari kelompok superfisial illiokostalis dan longissimus dan kelompok otot profunda. − Multifidus, interspinalis dan intertransverii Gambar 5. Otot-otot paravertebral daerah lumbal. Dikutip dari: Kishner S Gest TR. Lumbar Spine. Available at : http:emedicine.medscape.comarticle1899031-overviewshowall. Updated: Jan 11, 2011. Universitas Sumatera Utara III.4. Etiologi Spondilosis lumbalis merupakan suatu fenomena penuaan yang non spesifik. Kebanyakan penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi badan, berat badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol atau riwayat reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi Inggris, tapi tidak pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih kontraversial, sebagaimana diduga berhubungan dengan degenerasi diskus. 8 III.5. Patofisiologi Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah ligamentum yang mendapat tekanan. 8 Secara skematik dapat dijelaskan: Gambar 6. Teori Kirkaldy-Willis terjadinya spondilosis lumbalis. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al Ed.. Physical medicine rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005 . Universitas Sumatera Utara Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan tersebut adalah periosteum, 13 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus mekanikal, termal dan kimiawi. Reseptor tersebut sebenarnya berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu triggers points , yang merupakan salah satu kondisi nyeri. 3 Gambar 7. Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis. Dikutip dari: Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA Ed.. Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28. Berbagai stimuli seperti mekanikal, termal maupun kemikal dapat mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor. Aktifasi nosiseptor langsung, menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang timbul akibat aktifasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif. Bentuk nyeri yang lain yang sering timbul pada NPB yaitu nyeri neuropatik. 3 III.6. Gambaran Klinis Keluhan dapat berupa nyeri yang terpusat pada bagian tulang belakang yang terlibat, bertambah dengan pergerakan, dan berkaitan dengan kekakuan dan keterbatasan gerakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada gejala sistemik seperti Universitas Sumatera Utara keletihan, malaise, dan demam. Nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Dan yang lebih penting diketahui bahwa tidak ada tanda penekanan radiks saraf. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri yang samar-samar dan intermiten pada tungkai atas atau tungkai belakang, tapi bukan suatu bentuk nyeri skiatika dan straight-leg raising test tidak menimbulkan nyeri ini. Pasien memilih posisi sedikit fleksi. Posisi duduk biasanya membuat pasien nyaman, meskipun rasa kaku dan tak nyaman bisa terjadi jika pasien dalam posisi tegak erect. Keparahan dari gejala sering sedikit berhubungan dengan gambaran radilogik, nyeri bisa muncul meskipun gambaran radiologik yang dijumpai minimal. Malah berkebalikan, osteofit yang bermakna dengan spur formation pada vertebra dapat terlihat pada pasien dengan ataupun tanpa gejala. 6 6 Jika spondilosis lumbalis osteofit menonjol ke dalam kanalis spinalis, maka dapat terjadi komplikasi berupa kanalis stenosis. 8 Delapan puluh persen pasien dengan kanalis stenosis mengalami klaudikasio intermiten neurogenik, tergantung pada beratnya stenosis kanalis. Gejala yang mengarah kepada hal tersebut adalah defisit motorik, sensorik, nyeri tungkai bawah dan kadang-kadang terdapat inkontinensia urin. 7 III.7. Prosedur Diagnostik III.7.1. Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan. III.7.2. Pemeriksaan Radiologik 8 III.7.2.1. Foto X-ray polos Pemeriksaan foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk menunjukkan spondilosis osteofit, spondilolisthesis, sementara stenosis kanalis sentralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini. 7,8 Gambar 8. Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran osteofit. Dikutip dari: Rothschild BM and Wyler AR . Lumbar Sponylosis. Available at : http:emedicine.medscape.comarticle249036 . Updated: Apr 9 th , 2009 . Universitas Sumatera Utara III.7.2.2. CT Scan vertebra CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi osseus tulang. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk kanalis spinalis, resessus lateralis, sendi faset, lamina dan morfologi diskus intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum flavum juga terlihat. 7 III.7.2.3. MRI Spine MRI lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk memvisualisasi isi kanalis spinalis. Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala, karena penyempitan asimtomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimtomatik atau pasien yang sama sekali asimtomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan. 7 III.8. Diagnosa Banding - Hernia Nukleus Pulposus HNP 4 - Spondilolisthesis - Lumbar sprainstrain - Fraktur kompresi osteoporotik III.9. Penatalaksanaan III.9.1. Medikamentosa Tujuan pemberian medikamentosa meliputi: 13 - Simtomatik: mengurangi menghilangkan nyeri Obat-obat yang digunakan meliputi NSAID nonsteroid anti inflammatory drugs , analgesik non opioid dan analgesik opioid. Pemilihan analgesik tersebut dapat didasarkan pada intensitas nyeri ringan, sedang dan berat. Nyeri ringan digunakan NSAID atau analgesik non opioid seperti parasetamol, aspirin, ibuprofen. Nyeri sedang diberikan analgesik opioid ringan seperti kodein, dihidrokodein, dekstropropoksifen, pentazosin. Kombinasi antara NSAID dengan analgesik opioid ringan dapat juga diberikan. Nyeri berat diberikan opioid seperti morfin, diamorfin, petidin, buprenorfin. Universitas Sumatera Utara Untuk kasus tertentu dapat diberikan analgesik ajuvan seperti golongan fenotiazin, antidepresan trisiklik dan amfetamin. - Kausal:  Menghilangkan spasme otot misalnya baklofen, diazepam, eperison, tizanidine, dan lain-lain  Menghilangkan kecemasan antiansietas III.9.2. Terapi Pembedahan Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi. Prosedur operasi yang dapat dilakukan antara lain: operasi dekompresi, operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil dan kombinasi keduanya. 7 III.9.3. Terapi Fisik III.9.3.1. Penentraman dan Edukasi Pasien Edukasi meliputi pemberian keterangan sebanyak mungkin sesuai kebutuhan pasien, sehingga pasien mengerti tentang penyakitnya. Sebagai tambahannya, dokter harus berempati, menyemangati dan memberikan informasi yang positif kepada pasien. Menentramkan pasien, yaitu mengatakan bahwa tak ada kelainan serius yang mendasari penyakitnya, prognosisnya baik dan pasien dapat tetap melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini untuk mengatasi pemikiran negatif dan kesalahan penerimaan informasi terhadap pasien tentang nyeri punggung bawahnya. Ada suatu bukti yang kuat dari systematic reviews bahwa nasehat untuk beraktifitas secara normal akan mempercepat pemulihan dan mengurangi disabilitas daripada nasehat untuk beristirahat dan ”let pain be your guide”. 14 III.9.3.2. Tirah Baring Modalitas kunci pengobatan nyeri punggung akut adalah tirah baring. Istirahat harus menyeluruh dan spesifik, yang berarti bahwa tidak ada beban pada punggung, karena dengan adanya beban akan menyebabkan trauma, otot-otot akan berkontraksi sehingga timbul rangsangan nosiseptif dan nyeri ini akan mendasari kontraksi otot dan menyebabkan spasme. Dengan menghindari gerak pada jaringan Universitas Sumatera Utara yang meradang selama periode tertentu dapat secara bermakna mengurangi rangsangan nosiseptif. Posisi istirahat yang diterima adalah posisi modifikasi Fowler, yakni suatu posisi dimana tubuh bersandar dengan punggung dan lutut fleksi dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. 15 9,15 Gambar 9. Posisi istirahat tirah baring. Dikutip dari: Thumbaraj V. Lumbar Spondilosis. Available at: http:www.globalspine.netlumbar_ spondylosis. 2003-2005. Access: May 2011. III.9.3.3. Back School Istilah back school secara umum digunakan untuk kelompok kelas yang memberikan edukasi tentang nyeri punggung. Materi yang diberikan meliputi informasi tentang anatomi dan fungsi tulang belakang, penyebab nyeri punggung bawah yang dideritanya, cara mengangkat yang benar dan latihan ergonomik, dan kadang-kadang nasehat tentang latihan dan untuk tetap beraktifitas. Secara umum, penelitian menunjukkan bahwa back school efektif dalam mengurangi disabilitas dan nyeri untuk NPB kronik. 14 III.9.3.4. Exercise Latihan Latihan sudah menjadi standar penatalaksanaan nyeri pada punggung. Latihan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif dan dalam pengawasan atau tanpa pengawasan. 16 Tujuan dari latihan meliputi memelihara fleksibilitas fisiologik kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak serta ketahanan badan. 15 Beberapa penelitian prospektif acak gagal membuktikan manfaat dari latihan dibanding plasebo pada NPB akut 16 , namun penelitian lain menunjukkan bahwa latihan memberikan outcome yang baik pada penatalaksanaan NPB kronik. 14 Contoh bentuk latihan dapat dilihat sebagai berikut: 16 Universitas Sumatera Utara A: Supine pelvic bracing. B: and leg raises dead bug Supine pelvic bracing with alternating arm Stabilization exercises. Basic position of bridging. Stabilization exercises. Gymnastic ball exercises. Degree of difficulty increases from A to C . Stabilization exercises. A: Quadruped position with pelvic bracing. B: Quadruped position with pelvic bracing and alternating arm and leg raises. Gambar 10. Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB spondilosis lumbalis. Dikutip dari: Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al Ed.. Physical medicine rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New Jersey: Lippincott William Wilkins, 2005. III.9.3.5. Mobilisasi atau Manipulasi Manual Traksi, Lumbar Support, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation TENS, Pemijatan Masase Manifestasi fisiologik yang jelas dari traksi masih kontraversial. Namum demikian dalam prakteknya traksi telah dilakukan sejak lama. Ada 2 macam traksi, yaitu traksi pelvik dan torakal gravity traction. Efek yang realistis dari traksi Universitas Sumatera Utara vertebra lumbosakral tersebut adalah berkurangnya lordosis, yang dapat dicapai dengan melihat hasil: - Membukanya foramen intervertebralis - Meregangnya permukaan sendi - Memanjangnya muskulus spina erektor yang menyebkan relaksasi dan lepasnya spasme dari muskulus tersebut. - Mengerasnya kaku serabut annulus fibrosus dari diskus. Efek annulus ini bersama-sama dengan menurunnya tenaga intrinsik dalam nukleus mengurangi tonjolan annulus annular buldging. Tinjauan ulang Cochrane yang melibatkan 2 penelitian dengan kualitas yang baik, menunjukkan bahwa traksi tidak lebih efektif dibandingkan plasebo atau tanpa terapi pada beberapa laporan outcome. 17 Gambar 11. Traksi lumbal. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al Ed.. Physical medicine rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005. Lumbar support korset penyangga digunakan untuk terapi dan pencegahan NPB. 14 Efek yang diharapkan dari penggunaan korset: Mengurangi spasme; Sebagai penyangga dan mendorong abdomen serta mengurangi beban dengan efek gaya berat pada diskus; Memperbaiki postur tubuh dengan menurunkan lordosis; Membatasi gerakan vertebra lumboskral. 15 Ada 2 tipe dari penyangga punggung: Universitas Sumatera Utara − Penyangga rigid: penyangga ini mampu membatasi gerakan tulang belakang sampai 50. Namun penyangga ini berat dan panas serta kurang nyaman bagi pasien, untuk itu dapat dibuat lobang-lobang untuk masuknya udara sehingga mengurangi kelembapan dan maserasi kulit. − Penyangga elastis: Penyangga ini berfungsi untuk membatasi gerakan dan sebagai pengingat untuk menggunakan postur tubuh yang benar saat mengangkat beban. 9,18 9 Gambar 12. Tipe – tipe korset. Dikutip dari: Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at: http:emedicine.medscape.com article314921-overviewshowall. Updated: Aug 25, 2008 . Penemuan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation TENS didasarkan pada teori pintu gerbang gate theory oleh Melzack dan Wall. Dalam teori ini, stimulasi serabut aferen yang besar menghambat serabut nosiseptif yang kecil sehingga pasien merasa nyerinya berkurang. Metaanalisis dari TENS terhadap outcome menunjukkan kecenderungan ke arah pengurangan nyeri yang lebih baik, fungsi yang lebih baik dan kepuasan terhadap terapi dibanding plasebo, tapi tidak signifikan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasinya. 14 TENS dikontraindikasikan pada pemakai pacemaker, tidak dianjurkan pemakaian pada mata atau sinus karotikus serta wanita hamil. 15 Pemijitan masase adalah termasuk cara pengobatan yang paling tua di dunia. Efeknya dapat dikelompokkan menjadi efek refleks dan mekanik. Efek refleks pada kulit berupa rangsangan pada reseptor perifer yang kemudian impuls diteruskan melalui medula spinalis ke otak dan menghasilkan sensasi yang menyenangkan atau relaks. Di perifer impuls ini menyebabkan relaksasi otot dan dilatasi atau konstriksi arteriole. Salah satu efek yang penting adalah terjadinya efek sedatif sehingga Universitas Sumatera Utara menurunkan ketegangan mental. Efek mekanik berupa a membantu kembalinya sirkulasi darah dan cairan limfe karena masase yang dilakukan dengan tenaga cukup kuat dalam arah sentripetal dan b terjadinya gerakan intramuskuler dan melunaknya fibrosis serta relaksasi spasme. 15 Penelitian Chou dan Huffman 2007, berupa systematic reviews, menyimpulkan terapi dengan evidence yang baik dengan efikasi sedang untuk NPB kronik atau subakut adalah cognitif behaviour therapy, latihan, manipulasi tulang belakang, dan rehabilitasi interdisiplin. Untuk NPB akut, satu-satunya terapi dengan evidence efikasi yang baik adalah pemanasan superfisial. 18 III.9.3.6. Interferential Current Therapy IFC IT IFC merupakan suatu cara yang menggunakan dua arus sinyal yang berganti- gantian dengan frekuensi yang sedikit berbeda. Gambar 13. Gambaran interaksi dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al Ed.. Physical medicine rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005. Alat IFC menggunakan arus dengan frekuensi sedang yang berkisar 4000- 5000 Hz. Arus yang berganti-ganti dengan frekunsi medium 1000-10.000 Hz mempunyai resistensi kulit lebih rendah disbanding frekuensi rendah 1000 Hz sehingga penetrasi ke dalam kulit lebih mudah. Perbedaan IFC dengan TENS Universitas Sumatera Utara mungkin kemampuannya dalam mengahantarkan arus lebih tinggi. Dilaporkan bahwa IFC berguna untuk kelainan muskuloskletal, neurologis dan penatalaksanaan inkontinensia urin, meskipun literatur lain gagal menunjukkan keunggulannya dari intervensi lain atau plasebo. 14 III.9.3.7. Short Wave Diathermy SWD SWD merupakan suatu cara yang memproduksi panas melalui konversi energi elektomagnet menjadi energi suhu panas. Osilasi frekuensi tinggi elektrik dan medan magnet menghasilkan gerakan ion-ion, rotasi dari molekul polar dan distorsi molekul non polar, dengan akibat terbentuknya panas. Federal Communications Commission limits industrial, scientific and medical ISM menggunakan frekuensi 13,56 MHz panjang gelombangnya 22-m, 27,12 11-m dan 40,68 MHz 7,5-m. Dengan 27,12 MHz yang paling sering digunakan. Digunakan untuk kelainan muskuloskletal namun data tentang efikasinya masih diperselisihkan. Penggunaan SWD perlu kehati-hatian pada: Peringatan terhadap bahaya panas secara umum, pengguna metal misalnya perhiasan, alat pacu jantung, intrauterine devices, surgical implant , deep brain stimulator, dll, pemakai kontak lensa, hamil dan saat menstruasi serta immaturitas dari skletal. 14 III.9.3.8. Terapi Okupasi Occupational Therapy Terapi okupasi dan juga terapi fisik menggunakan terapi latihan aktif dan pasif, teknik manual dan cara-cara fisikal yang pasif untuk mengatasi defisit fleksibilitas, kekuatan otot, keseimbangan tubuh, pengontrolan neuromuskuler, postur dan ketahanan tubuh. Serta membantu pasien mengatasi ketakutan untuk bergerak karena nyeri yang dialaminya. Terapi okupasi mengkhususkan pada edukasi pasien, keluarga pasien dan penjaga pasien. Terutama dalam menghadapi aktivitas yang berkaitan dengan ekstrimitas atas dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi cara makan, kebersihan, berbenah, mandi, berpakaian, cara mengangkat beban dan lain- lain. Kebanyakan penderita nyeri kronik mempunyai gangguan sekunder di samping nyerinya seperti infleksibilitas umum, ketidakmampuan berbenah, nyeri miofascial dan abnormalitas postural lainnya, yang mana hal tersebut menjadi fokus penatalaksanaan. 14,19 Universitas Sumatera Utara A B Gambar 14. Cara mengangkat beban yang salah A dan cara mengangkat beban yang benar B. Dikutip dari: Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al Ed.. Physical medicine rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005. p:1047-1054. III.10. Prognosa Spondilosis lumbalis biasanya bukan sumber penyebab morbiditas. 8 Universitas Sumatera Utara

IV. DISKUSI KASUS