Respon genotipe tanaman kedelai (glycine max l. merrill) dari berbagai negara terhadap kondisi lingkungan tumbuh agroekosistem tropika basah

RESPON GENOTIPE TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.
Merrill) DARI BERBAGAI NEGARA TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN TUMBUH AGROEKOSISTEM
TROPIKA BASAH

DEWI VALENTINA BUTAR BUTAR

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Genotipe
Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) dari Berbagai Negara Terhadap
Kondisi Lingkungan Tumbuh Agroekosistem Tropika Basah adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 10 November 2014
Dewi Valentina Butar Butar
NIM A24100039

iv

v

ABSTRAK
DEWI VALENTINA BUTAR BUTAR. Respon Genotipe Tanaman Kedelai
(Glycine max L. Merrill) dari Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan
Tumbuh Agroekosistem Tropika Basah. Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan dan
produksi 130 genotipe kedelai dari berbagai negara terhadap kondisi lingkungan

tumbuh agroekosistem tropika basah. Percobaan ini disusun dengan rancangan
augmented dalam rancangan acak lengkap (RAL). Benih kedelai yang digunakan
sebagai pembanding (kontrol) adalah kedelai varietas Tanggamus, Anjasmoro,
Argo Mulyo, Wilis dan Tachinagaha (varietas Jepang) yang terdiri dari 5 ulangan
sehingga terdapat 150 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
genotipe GmWMC192 yang berasal dari Nepal berdaya hasil tinggi dan
beradaptasi baik pada lahan kebun percobaan IPB Sawah Baru. Hal ini dilihat dari
persentase tanaman yang tumbuh di lapangan, tinggi tanaman, jumlah buku,
jumlah polong per tanaman, dan persentase biji penuh yang tinggi. Selain itu,
genotipe GmWMC019 dan GmWMC042*2 yang berasal dari Korea Utara dan
Republik Rakyat Cina berumur sangat genjah (66 hari) serta beradaptasi baik pada
lahan kebun percobaan IPB Sawah baru. GmWMC019 dan GmWMC042*2
merupakan genotipe yang peka terhadap suhu tinggi.
Kata kunci: biji penuh, jumlah buku, rancangan augmented, tropika basah

ABSTRACT
DEWI VALENTINA BUTAR BUTAR. Response of Soybean Genotypes
(Glycine max L. Merrill) from Various Countries to Environmental of Grow
Conditions at Wet Tropical Agroecosystem. Supervised by ISKANDAR LUBIS
This research aims to study the response of growth and production of 130

soybean genotypes from various countries to the condition at wet tropical
agroecosystem. The experimental design used was augmented design in
randomized complete design (RCB). Soybean seed that was used as check
varieties are Tanggamus, Anjasmoro, Argo Mulyo, Wilis and Tachinagaha (Japan
soybean variety) consist of 5 replicates so there are 150 units of the experiment.
The results indicated that the genotype GmWMC192 from Nepal has high result
and adaptable at the field of Bogor Agricultural University. It is seen from the
percentage of the survived plants, plant height, the number of node, number of
pods per plant, and higher percentage of full seeds. In addition, genotypes
GmWMC042*2 and GmWMC019 from North Korea and China have very fast
growth (66 days) and also adaptable at the field of Bogor Agricultural University.
Both of the genotypes may be useful as a source in soybean breeding.
Keywords: full seeds, number of node, augmented design, wet tropical

vi

vii

RESPON GENOTIPE TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.
Merrill) DARI BERBAGAI NEGARA TERHADAP KONDISI

LINGKUNGAN TUMBUH AGROEKOSISTEM
TROPIKA BASAH

DEWI VALENTINA BUTAR BUTAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix


Judul Skripsi : Respon Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) dari
Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh
Agroekosistem Tropika Basah
Nama
: Dewi Valentina Butar Butar
NIM
: A24100039

Disetujui oleh

Dr Ir Iskandar Lubis, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


x

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberi kekuatan dan kelancaran sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini
adalah seleksi genotipe kedelai dari berbagai negara, dengan judul Respon
Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) dari Berbagai Negara
Terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Agroekosistem Tropika Basah.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, terkhusus penulis sampaikan kepada:
 Bapak almarhum Abel Butar Butar, Ibu Almarhumah Rosmaida Sitinjak,
serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik materi
dan moril
 Dr Ir Iskandar Lubis, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan sampai skripsi ini berhasil diselesaikan
 Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan pengarahan selama mengikuti perkuliahan di IPB
 Prof Dr Tatsuhiko Shiraiwa dan Dr Koki Homma selaku dosen di

Universitas Kyoto, Jepang yang telah memberikan benih kedelai Jepang
untuk penelitian ini
 National Institute of Agrobiological Sciences (NIAS) yang telah
memberikan benih kedelai dari berbagai negara untuk penelitian ini.
 Prof Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc
yang telah memberikan galur-galur kedelai untuk penelitian ini
 Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP, MSi yang telah memberikan pengarahan
pengolahan data penelitian
 Bapak Rahmat selaku penanggung jawab Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor
 Gatra Saputra selaku alumni angkatan 46 yang telah membantu penulis
selama penelitian
 Para petani yang bekerja di Sawah Baru, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor
 Semua teman-teman yang telah membantu penulis selama penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, 10 November 2014
Dewi Valentina Butar Butar


xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Kedelai

3

Bunga

3

Perkembangan Polong


3

Biji

3

Fase Tumbuh

4

Respon Kedelai Terhadap Lingkungan Tumbuh

4

Rancangan Augmented

7

METODE
Waktu dan Tempat


7

Bahan dan Alat

7

Metode Penelitian

8

Analisis Data

8

Pelaksanaan Penelitian

8

Pengamatan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian

9

Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai

10

Persentase Tumbuh

11

Umur Berbunga (Fase R1)

13

Waktu Muncul Polong (Fase R3)

15

Waktu Perubahan Polong Menjadi Kuning, Coklat, Matang (Fase R7)

16

Umur Panen (Fase R8)

18

Tinggi Tanaman pada Fase R1

19

Tinggi Tanaman pada Fase R7

21

Jumlah Buku pada Fase R1

21

xii

Jumlah Buku pada Fase R8

23

Jumlah Cabang per Tanaman

24

Bobot Kering Tajuk

27

Jumlah Polong per Tanaman

27

Ukuran Biji dan Warna Biji

30

Persentase Kondisi Biji

31

Kadar Air Biji

34

Korelasi Antarkarakter

37

SIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

66

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai
Karakteristik fase tumbuh reproduktif pada tanaman kedelai
Rentang waktu dari fase tumbuh ke fase tumbuh selanjutnya
Perbedaan agroklimat dan teknik budidaya di wilayah tropika
(Indonesia) dan di wilayah subtropika (Amerika Serikat)
5 Hasil analisis sifat kimia dan fisik tanah kebun percobaan IPB
Sawah Baru
6 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe
tanaman kedelai yang diamati
7 Persentase daya tumbuh dari 125 genotipe kedelai yang diuji
dan kelima varietas pembanding
8 Tinggi tanaman rata-rata pada fase R1 dari 118 genotipe
kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
9 Tinggi tanaman rata-rata pada fase R7 dari 118 genotipe
kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
10 Jumlah buku rata-rata pada fase R1 dari 118 genotipe kedelai
yang diuji dan kelima varietas pembanding
11 Jumlah buku rata-rata pada fase R8 dari 118 genotipe kedelai
yang diuji dan kelima varietas pembanding
12 Jumlah cabang rata-rata dari 118 genotipe kedelai yang diuji
dan kelima varietas pembanding
13 Bobot kering tajuk rata-rata dari 118 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
14 Jumlah polong rata-rata per tanaman dari 118 genotipe kedelai
yang diuji dan kelima varietas pembanding
15 Pengelompokan biji berdasarkan ukuran
16 Pengelompokan warna biji dari masing-masing genotipe
17 Persentase biji penuh, keriput, rusak, dan unfertile dari 125
genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
18 Kadar air benih dari 118 genotipe kedelai yang diuji dan
kelima varietas pembanding
19 Korelasi fenotipik antarkarakter varietas/galur kedelai pada
pengujian di kebun percobaan IPB Sawah Baru

4
5
5
7
10
11
12
20
22
23
25
26
28
29
30
31
32
35
39

DAFTAR GAMBAR
1 Tampilan daya tumbuh benih dilapangan
2 Tampilan benih yang dorman
3 Tampilan serangan lalat bibit
4 Umur berbunga (fase R1)
5 Tampilan tanaman pada fase R1

13
13
13
14
14

xiv

6 Tampilan serangan ulat penggulung daun
7 Tampilan serangan penyakit rebah semai
8 Tampilan gulma yang dominan tumbuh dilapangan
9 Waktu muncul polong (fase R3)
10 Tampilan tanaman pada fase R3
11 Tampilan serangan kepik polong
12 Waktu perubahan warna polong (fase R3)
13 Tampilan tanaman pada fase R7
14 Tampilan tanaman yang terkena penyakit karat daun
15 Umur panen (fase R8)
16 Tampilan tanaman pada fase R8
17 Tampilan kegiatan panen
18 Tampilan persentase kondisi benih
19 Tampilan alat dan pengunaan Moisture Tester

14
14
14
15
16
16
16
17
17
18
19
19
34
36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Identitas genotipe kedelai yang digunakan di percobaan
2 Deskripsi varietas benih kedelai pembanding
3 Tata letak percobaan dilapangan
4 Pengelompokan benih berdasarkan iklim
5 Persentase Kondisi Benih

44
50
54
55
56

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L. Merril) termasuk komoditas tanaman pangan
terpenting setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan salah satu sumber protein
yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena harganya yang
relatif terjangkau. Kebutuhan kedelai akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya permintaan sebagai bahan baku industri pangan. Konsumsi kedelai
pada tahun 2013 sebesar 2.5 juta ton (BAPPENAS 2014) sedangkan produksi
kedelai nasional tahun 2013 sebesar 807.57 ribu ton biji kering atau turun 4.22 %
dibandingkan tahun 2012 (BPS 2013). Peningkatan konsumsi kedelai nasional
tersebut sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebesar 242 juta jiwa (BPS 2013).
Kekurangan kedelai harus dipenuhi lewat impor sebesar 624 000 ton sampai akhir
tahun 2013, sehingga total kedelai impor nasional setiap tahun terus meningkat.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat tersebut membutuhkan adanya upaya
untuk meningkatkan produktivitas nasional.
Peningkatan produktivitas kedelai nasional saat ini dihadapkan pada
berbagai tantangan seperti adanya persaingan dengan komoditas lain, alih fungsi
lahan dan perubahan iklim yang mengakibatkan intensitas serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) meningkat sehingga berdampak nyata pada upaya
peningkatan produksi kedelai. Tantangan tersebut mengakibatkan pemenuhan
kedelai nasional sebagian besar masih bergantung pada negara lain. Berbagai
penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai, salah satu
upaya yang dilakukan adalah program pemuliaan tanaman. Tantangan yang akan
dihadapi dalam program pemuliaan tanaman semakin besar dengan adanya
pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu
di sentra-sentra produksi kedelai. Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan suhu
yang tinggi mengakibatkan terjadinya aborsi polong pada tanaman kedelai
sehingga berpengaruh terhadap penurunan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman kedelai.
Perubahan fenologi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman merupakan
fenomena yang sudah lazim ketika terjadi perubahan lingkungan tumbuh yang
sangat besar. Perubahan lingkungan tumbuh dari subtropis ke tropis merupakan
perubahan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan
fenologi dari seluruh fase pertumbuhan dan produksi, perubahan fenologi akan
terjadi lebih besar lagi ketika di lingkungan tropis memiliki temperatur yang
cukup tinggi (Nur et al. 2010). Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah
kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim topika basah.
Subowo et al. (2010) menjelaskan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan
usahatani di kawasan tropika basah adalah tingkat curah hujan dan pelapukan
tinggi, pencucian hara, erosi tanah, serta serangan hama dan penyakit. Oleh karena
itu, pemulia tanaman berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara
menghasilkan varietas yang sesuai dengan kawasan topika basah. Langkahlangkah yang dilakukan oleh pemulia tanaman sebelum menghasilkan atau
mengembangkan suatu varietas adalah introduksi, seleksi, hibridisasi, dan seleksi

2

setelah hibridisasi. Koleksi berbagai genotipe (plasma nutfah) dapat berupa nutfah
lokal atau yang diintroduksikan dari luar negeri yang digunakan sebagai
keragaman sumber gen untuk mendapatkan genotipe yang diinginkan untuk
tujuan pemuliaan. Tahapan selanjutnya adalah kegiatan seleksi dengan cara
memilih beberapa tanaman terbaik dari suatu populasi tanaman. Kajian ini penting
digunakan untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang beradaptasi baik dan
berpenampilan stabil pada lingkungan tropika basah tersebut. Rasyad dan Idwar
(2010) menjelaskan galur atau varietas yang stabil umumnya mempunyai
keragaman yang kecil jika ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda atau
memiliki keragaan yang tetap pada berbagai lingkungan. Oleh karena itu, varietas
yang stabil akan memberikan tanggap hasil yang relatif sama meskipun
lingkungannya berbeda. Kestabilan suatu varietas bukan hanya ditunjukkan oleh
hasilnya saja tetapi juga diperlihatkan oleh kestabilan sifat-sifat agronomis lain
seperti komponen hasilnya.
Varietas kedelai dari wilayah subtropika yang sesuai untuk panjang hari 1416 jam apabila ditanam di Indonesia yang panjang harinya 12 jam maka akan
mempercepat pembungaan pada umur 20-22 hari walaupun batang tanaman masih
pendek, dan tanaman sudah berbunga. Varietas asal subtropika di tempat aslinya,
berbunga pada umur tanaman sekitar 50 hari saat batang kedelai sudah tumbuh
setinggi 60-70 cm (Sumarno dan Manshuri 2007). Oleh karena itu, penelitian
respon genotipe tanaman kedelai dari berbagai negara terhadap kondisi
lingkungan tumbuh agroekosistem tropika basah perlu dilakukan untuk
mempelajari pengaruh perbedaan lingkungan tumbuh genotipe-genotipe kedelai
tersebut terutama akibat suhu terhadap pertumbuhan dan produksinya. Genotipe
yang memiliki karakter unggul tersebut, selanjutnya dapat diusulkan kepada
pemulia tanaman untuk dikembangkan sebagai sumber gen dalam melakukan
persilangan tanaman untuk merakit varietas unggul nasional.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari respon pertumbuhan dan produksi 130
genotipe kedelai dari berbagai negara terhadap lingkungan tumbuh agroekosistem
tropika basah.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan dan produksi diantara genotipegenotipe yang diuji.
2. Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki pertumbuhan dan produksi
lebih tinggi daripada pembanding.
3. Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki daya adaptasi paling baik.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Kedelai
Tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan anggota dari famili
Leguminosae, subfamili Papilionideae dan tergolong kedalam genus Glycine L.
Kedelai merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm,
bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada daun dan polong
tidak terlalu padat, umur tanaman antara 72-90 hari dan memiliki akar tunggang.
Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki sangat sedikit
percabangan (Adie dan Krisnawati 2007).
Bunga
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami.
Periode perkembangan vegetatif bervariasi tergantung pada varietas dan keadaan
lingkungan, panjang hari dan suhu. Tanaman memasuki fase reproduktif saat
tunas aksiler berkembang menjadi kelompok bunga dengan 2 hingga 35 kuntum
bunga setiap kelompok. Ada dua tipe pertumbuhan batang dan permulaan
pembungaan pada kedelai. Tipe pertama adalah indeterminit, yaitu tunas terminal
melanjutkan fase vegetatif selama pertumbuhan. Tipe kedua adalah determinit
dimana pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti ketika terjadi pembungaan.
Periode berbunga dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3-5 minggu. (Adie
dan Krisnawati 2007).
Perkembangan Polong
Jumlah polong bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan lebih 400
dalam satu tanaman. Satu polong berisi 1-15 biji, namun pada umumnya berisi 2-3
biji per polong. Polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu,
coklat, atau hitam. Panjang polong maksimum dicapai 20-25 hari setelah
berbunga. Lebar dan tebal polong maksimum dicapai sekitar 30 hari setelah
berbunga. Periode pengisian biji (seed filling period) pada kedelai merupakan fase
paling kritis dalam pencapaian hasil optimal. Pada fase tersebut terjadinya
kekurangan atau kelebihan air, serangan hama atau penyakit, dan sebagainya akan
berpengaruh buruk pada proses pengisian biji (Adie dan Krisnawati 2007).
Biji
Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar
kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji
kedelai berbeda antarnegara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar
(berat >14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Di
Jepang dan Amerika biji kedelai berukuran besar jika memiliki berat 30 g/100 biji
(Adie dan Krisnawati 2007).

4

Fase Tumbuh
Adie dan Krisnawati (2007) menjelaskan penentuan waktu perlakuan
agronomis berdasarkan umur tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda
dibandingkan yang berdasarkan fase tumbuh karena setiap varietas kedelai
memiliki fase tumbuh yang berbeda. Selain ditentukan oleh varietas.
Fehr dan Caviness (1977) menjelaskan karakteristik pertumbuhan tanaman
kedelai fase vegetatif dan fase generatif pada Tabel 1 dan 2, serta rentang waktu
tumbuh tanaman setiap fase yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai
Sandi
Fase Pertumbuhan
Keterangan
fase
Ve
Kecambah
Tanaman baru muncul di atas tanah
Daun keping (kotiledon) terbuka dan dua daun
Vc
Kotiledon
tunggal di atasnya juga mulai terbuka
Daun tunggal pada buku pertama telah
V1
Buku kesatu
berkembang penuh, dan daun berhurufi tiga pada
buku di atasnya telah terbuka
Daun berangkai tiga pada buku ketiga telah
V2
Buku kedua
berkembang penuh, dan daun pada buku
keempat telah terbuka
Daun berangkai tiga pada buku keempat telah
V3
Buku ketiga
berkembang penuh, dan daun pada buku kelima
telah terbuka
Daun berangkai tiga pada buku keempat telah
V4
Buku keempat
berkembang penuh, dan daun pada buku kelima
telah terbuka
Vn
Buku ke-n
Daun berangkai tiga pada buku ke-n telah
berkembang penuh
Respon Kedelai Terhadap Lingkungan Tumbuh
Suhu berinteraksi dengan panjang penyinaran (photo period) dalam
menentukan waktu berbunga dan pembentukan polong. Suhu yang tinggi
berakibat pada aborsi polong, sebaliknya suhu di bawah 15 °C menghambat
pembentukan polong. Suhu di atas 30 °C berpengaruh negatif terhadap kualitas
biji dan daya tumbuh benih. Suhu di atas 27 °C kurang optimum untuk kualitas
biji sebagai benih, berkaitan dengan laju pengisian dan pemasakan biji yang
kurang optimal (Sumarno dan Manshuri 2007).
Jumlah polong isi, jumlah polong hampa dan jumlah polong total
dipengaruhi secara nyata oleh intensitas cahaya tetapi tidak dipengaruhi oleh
genotipe dan interaksi keduanya. Bobot 100 butir tidak dipengaruhi secara nyata
oleh intensitas cahaya sedangkan genotipe berpengaruh sangat nyata dan interaksi
keduanya berpengaruh nyata. Bobot kering tajuk dipengaruhi oleh intensitas
cahaya secara nyata sedangkan genotipe dan interkasi keduanya tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot kering tajuk (Anggraeni 2010).

5

Tabel 2 Karakteristik fase tumbuh reproduktif pada tanaman kedelai
Sandi
Fase Pertumbuhan
Keterangan
fase
Terdapat satu bunga mekar pada batang
R1
Mulai berbunga
utama
Pada dua atau lebih buku batang utama
R2
Berbunga penuh
terdapat bunga mekar
Mulai pembentukan
Terdapat satu atau lebih polong
R3
polong
sepanjang 5 mm pada batang utama
Polong berkembang
Polong pada batang utama mencapai
R4
penuh
panjang 2 cm atau lebih
Polong pada batang utama berisi biji
R5
Polong mulai berisi
dengan ukuran 2 mm x 1 mm
Polong pada batang utama berisi biji
berwarna hijau atau biru yang telah
R6
Biji penuh
memenuhi rongga polong (besar biji
mencapai maksimum)
Satu polong pada batang utama
Polong mulai kuning,
R7
menunjukkan warna matang (berwarna
coklat, matang
abu-abu atau kehitaman)
95% telah matang (kuning kecoklatan
R8
Polong matang penuh
atau kehitaman)
Tabel 3 Rentang waktu dari fase tumbuh ke fase tumbuh selanjutnya
Fase tumbuh
Penanaman-VE
VE-VC
VC-V1
V1-V2
V2-V3
V3-V4
VA-V5
V5-V6
R1-R2
R2-R3
R3-R4
R5-R6
R6-R7
R7-R8

Rata-rata waktu
(hari)
10
5
5
5
5
5
5
3
0-3
10
9
9
15
9

Rentang waktu
(hari)
5-15
3-10
3-10
3-10
3-8
3-8
3-8
3-5
0-7
5-15
4-26
11-20
9-30
7-18

Kecukupan hara dan tersedianya hormon pengatur pertumbuhan akan
mampu meningkatkan jumlah dan bobot polong sehingga secara tidak langsung
juga akan mampu meningkatkan jumlah dan bobot biji. Meskipun jumlah biji
yang dihasilkan tanaman kedelai dibatasi oleh jumlah buku, bunga per buku,
proporsi bunga yang berkembang sampai menjadi polong dewasa, dan jumlah biji
per polong namun komponen tersebut sangat peka terhadap perubahan lingkungan

6

yang berdampak pada fotosintesis tanaman. Ukuran biji, rata-rata pertumbuhan
biji dan lama pengisian biji merupakan salah satu komponen hasil yang
dipengaruhi faktor lingkungan dan dibatasi oleh faktor karakteristik genetik
kultivar (Soedradjad dan Avivi 2005).
Pertumbuhan kedelai akan terhambat jika ketinggian tempat lebih dari 750
m dpl namun masih berproduksi baik pada ketinggian 110 m dpl. Kedelai dapat
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah
cukup baik. Kecuali untuk tanah (podzolik merah kuning) dan tanah-tanah yang
banyak mengandung pasir kwarsa pertumbuhannya kurang baik. Oleh karena itu,
perlu diberikan pupuk organik dan kapur pertanian dalam jumlah cukup.
Sebaiknya kedelai ditanam pada bulan-bulan yang agak kering tetapi air tanah
masih cukup tersedia agar pertumbuhan optimal. Air diperlukan sejak
pertumbuhan awal sampai pada periode pengisian polong (Kementan 2013).
Genotipe tanaman yang adaptif terhadap lingkungan tumbuh umumnya
mengembangkan strategi adaptasi yang unik untuk mendapatkan unsur hara
tertentu dari dalam tanah sedangkan genotipe yang tidak adaptif umumnya
mengandalkan pupuk sebagai sumber hara yang siap tersedia (Bertham dan
Abimanyu 2011).
Penanaman kedelai pada tanah basah akan menghambat perkecambahan dan
pertumbuhan awal karena kekurangan oksigen untuk pertumbuhan biji maupun
akar tanaman. Biasanya populasi tanaman yang tumbuh akan berkurang pada
tanah-tanah yang kelebihan air. Perbaikan drainase pada tanah-tanah seperti ini
akan meningkatkan populasi tanaman, perakaran menjadi lebih baik sehingga
tanaman menjadi lebih tegak dan berproduksi meningkat (Irwan 2005).
Kondisi ternaungi membuat tanaman kedelai tumbuh lebih memanjang
dibandingkan dengan pada keadaan terbuka. Pemberian naungan pada suatu
penambahan kontinu di lapang tidak dapat memperbaiki keadaan pertumbuhan
tanaman membuat tanaman menjadi lebih tinggi. Tanaman yang tumbuh lebih
dari 1 meter tampak rebah dan tumbuh merayap sehingga tidak menguntungkan
pada tanaman kedelai (Agusta dan Santosa 2005).
Intensitas cahaya rendah menyebabkan kepadatan trikoma berkurang.
Kondisi ini sangat menguntungkan tanaman kedelai karena jumlah cahaya yang
akan direfleksikan menjadi sedikit sehingga daun semakin efisien dalam
menyerap cahaya (Muhuria et al. 2006).
Menurut Sumarno (1991) perbedaan agroklimat dan teknik budidaya
merupakan faktor berbedanya produktivitas kedelai di Indonesia dan di wilayah
subtropika seperti Amerika Serikat. Perbedaan agroklimat dan teknik budidaya di
wilayah tropika (Indonesia) dan wilayah subtropika (Amerika Serikat) disajikan
pada Tabel 4.

7

Tabel 4 Perbedaan agroklimat dan teknik budidaya di wilayah tropika (Indonesia)
dan di wilayah subtropika (Amerika Serikat)
Komponen
Wilayah tropika
Wilayah subtropika
Kesuburan tanah
Sedang-subur
Sangat subur
Lapisan olah tanah
Dangkal-sedang
Sangat dalam
Penyiapan lahan
Tanpa olah/minimal
Intensif – optimal
Panjang hari
12 jam
14-16 jam
Curah hujan
Sering berlebih, kering
Hujan rintik-rintik
Kesesuaian lahan
Sangat beragam
Sangat sesuai
Hama
Sangat banyak
Minimal
Penyakit
Sangat banyak
Minimal
Rancangan Augmented
Tahap awal pemuliaan tanaman pada umumnya terdapat genotipe dalam
jumlah besar tetapi jumlah benih yang tersedia tiap genotipe terbatas sehingga
untuk mengatasi masalah ini dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada biasanya
pemulia menggunakan rancangan perbesaran (rancangan augmented). Rancangan
perbesaran digunakan untuk menyaring genotipe-genotipe dalam percobaan
pemuliaan (Syukur et al. 2010). Rancangan ini pada genotipe baru yang diuji
tidak diulang tetapi genotipe pembanding yang diulang (Federer et al.2001). Scott
dan Milliken (1993) menjelaskan pembanding dalam rancangan perbesaran ini
digunakan untuk menduga pengaruh blok dan pengaruh lingkungan. Menurut
Peterson (1994) tujuan dari rancangan perbesaran yaitu merupakan suatu cara
membandingkan antara genotipe yang diuji dengan pembanding dan untuk
menyesuaikan hasil genotipe yang berbeda dari blok ke blok.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan IPB Sawah Baru, Dramaga,
Bogor. Penelitian berlangsung pada tanggal 17 Februari sampai 30 Juni 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 130 genotipe kedelai dari berbagai negara,
pupuk urea, SP-36 dan KCl, legin, serta karbofuran. Identitas genotipe kedelai
yang digunakan pada percobaan disajikan pada Lampiran 1 sedangkan 4 varietas
benih kedelai Indonesia dan 1 varietas Jepang yang digunakan sebagai
pembanding (kontrol) disajikan pada Lampiran 2. Alat yang digunakan adalah
cangkul, sprayer, meteran, timbangan, alat penanda percobaan (label), ember,
kamera, moisture tester.

8

Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dengan rancangan augmented dalam rancangan acak
lengkap (RAL) dengan genotipe kedelai sebagai perlakuan (P) tunggal. Benih
kedelai yang digunakan sebagai pembanding (kontrol) adalah kedelai varietas
Tanggamus, Anjasmoro, Argo Mulyo, Wilis dan Tachinagaha (varietas Jepang)
terdiri dari 5 ulangan sehingga terdapat 150 satuan percobaan. Setiap petak
percobaan berukuran 5 m × 2 m dengan jumlah 10 tanaman per baris. Tata letak
percobaan terdapat pada Lampiran 3. Model matematika percobaan ini mengikuti
model Gomez dan Gomez (2007) :
Yij = µ + τi + εij, dimana i = 1, 2, 3..., 130 ; j = 1, 2, 3, 4, 5
Keterangan :
Yij = respon pengamatan genotipe kedelai ke-i (i = 1, 2,3..,130), ulangan ke-j (j =
1, 2, 3, 4, 5)
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan genotipe kedelai ke-i (i =1, 2,3..,130)
εij = pengaruh galat percobaan perlakuan genotipe kedelai ke-i (i = 1, 2,3..,130),
ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5)
Analisis Data
Data yang diperoleh diuji melalui uji F menggunakan aplikasi SAS dan jika
menunjukkan adanya pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji BNT pada
taraf � = 5% (pada selang kepercayaan 95%).
Pelaksanaan Penelitian

Persiapan dan pengolahan tanah dilakukan dua minggu penanaman untuk
membersihkan gulma. Masing-masing petak percobaan dibuat dengan ukuran 5 m
× 2 m dan saluran drainase atau selokan dengan lebar 0.5 meter untuk
menghindari genangan air.
Penanaman dilakukan dengan ditugal sebanyak 2 butir/lubang dengan jarak
tanam 50 cm × 20 cm. Benih direndam dengan legin selama 4-5 menit dan saat
penanaman diberikan karbofuran 5-7 butir pada masing-masing lubang tanam.
Pemupukan dilakukan pada saat penanaman dengan cara dialur di samping
barisan tanaman. Dosis pupuk yang digunakan adalah 50 kg/ha urea, 150 kg/ha
SP-36 dan 100 kg/ha KCl.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual setiap minggu dan
pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi apabila diperlukan.
Pengamatan dimulai pada satu minggu setelah tanam (MST) dengan
menghitung daya tumbuh benih dilapang. Penyulaman dilakukan dengan
mencabut tanaman kedelai yang tumbuh pada lubang tanam secara hati-hati agar
akar utama tidak terputus dan dilakukan pada sore hari.
Pemanenan dilakukan apabila 95% dari populasi polong per tanaman contoh
telah berwarna kuning kecoklatan (100-110 HST) dan daun gugur. Waktu panen
berbeda-beda tergantung pada masing-masing genotipe.

9

Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 3 tanaman contoh untuk setiap genotipe
kedelai. Peubah tanaman yang diamati dilapangan terdiri atas :
1. Persentase tanaman tumbuh : diamati setelah 2 MST,
2. Tinggi tanaman (cm) : diukur dari pangkal batang hingga bagian ujung
(titik tumbuh) batang utama pada saat fase R1 dan R7,
3. Umur berbunga (hari) : diamati saat 50% jumlah populasi berbunga,
4. Waktu muncul polong (hari) : diamati pada saat terdapat satu atau lebih
polong sepanjang 5 mm pada batang utama (fase R3),
5. Jumlah buku per tanaman : diamati pada saat fase R1 dan R3,
6. Warna bunga : diamati pada saat fase R1,
7. Waktu perubahan polong menjadi matang (hari): diamati pada fase R7,
8. Waktu panen (hari) : diamati apabila 95% polong telah matang (kuning
kecoklatan atau kehitaman),
9. Bobot kering tajuk (g) : Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan
cara memotong pada bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dioven
pada suhu 80 °C selama 3 hari (kadar air 0%),
10. Jumlah polong per tanaman: diamati pada saat setelah panen,
11. Jumlah cabang per tanaman : diamati pada saat fase R8,
12. Warna biji : diamati pada saat setelah panen,
13. Kadar air benih (%) : diamati dengan menggunakan alat moisture tester
agar benih tidak rusak,
14. Bobot 100 biji (g) : adalah bobot biji yang dihasilkan setelah dipanen dan
dijemur di bawah sinar matahari selama 3-5 hari (kadar air 14%),
15. Persentase kondisi biji yaitu menghitung benih penuh/sempurna, keriput,
rusak dan unfertile,
16. Ukuran biji : diamati setelah menimbang bobot 100 biji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian
Kondisi iklim rata-rata per bulan di wilayah Dramaga, kabupaten Bogor
pada bulan Februari sampai Mei 2014 adalah; curah hujan rata-rata sebesar 424
mm, suhu rata-rata sebesar 25.3 °C dan kelembaban rata-rata sebesar 88%
(BMKG 2014). Kondisi iklim dari waktu fase pertumbuhan R1 sampai fase R8
relatif konstan dengan tingkat curah hujan yang tinggi. Sumarno dan Manshuri
(2007) menjelaskan kondisi optimum untuk pertanaman kedelai adalah; curah
hujan berkisar 120-135 mm/bulan, suhu rata-rata 22-27 °C, kelembaban udara
yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 70-90% selama periode
tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan kelembaban udara rendah
antara 60-75%. Oleh karena itu, hal ini sangat berpengaruh terhadap fase
pertumbuhan tanaman kedelai terutama pada periode pengisian biji (seed filling
period) sebab sebagian besar genotipe yang berasal dari wilayah subtropika mulai
mengalami masalah saat memasuki fase pertumbuhan R3 (waktu muncul polong)

10

yaitu terdapat miselium cendawan pada polong. Berikut disajikan hasil analisis
sifat kimia dan fisik tanah kebun percobaan IPB Sawah Baru pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah kebun IPB Sawah Baru
Walkley
HCl
pH 1:1
Kjeldhal Bray I
N NH4OAc pH 7.0
and
25%
black
C-org
N-Total
P
Ca Mg
K
Na
KTK
H2O KCl
(%)
(%)
Ppm
(me/100g)
5.7
4.9
1.2
0.13
26.7 593.93 7.06 1.97 0.44 0.37 15.65

KB
(%)
62.88

N KCl
Al
H
(me/100g)
Tr
0.20

0.05 N HCl
Fe

Tekstur

Cu
Zn
Mn Pasir Debu
(ppm)
(%)
20.97 2.44 8.44 35.88 12.26 46.00

Liat
41.74

Sumber : Laboratorium Departemen ITSL IPB 2014

Selain itu, kriteria kesesuaian agroklimat untuk pertanaman kedelai adalah
pH 6.0-6.5, unsur K sedang-tinggi, Ca dan Mg sedang, serta kejenuhan liat sekitar
36-43 (Sumarno dan Manshuri 2007). Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia
dan fisik tanah menurut Hardjowigeno (1995), maka data hasil analisis sifat kimia
dan fisik tanah kebun percobaan IPB Sawah Baru pada Tabel 5 termasuk dalam
kriteria rendah-sedang dengan tingkat keasamaan tanah (pH) agak masam. Oleh
karena itu, lahan percobaan tersebut layak digunakan untuk penelitian budidaya
kedelai walaupun curah hujan tinggi karena penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari respon genotipe kedelai dari wilayah iklim yang berbeda-beda pada
kawasan Indonesia yang tropika basah terhadap pertumbuhan dan produksinya.
Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa genotipe
berpengaruh sangat nyata pada peubah pengamatan umur dan tinggi tanaman
pada setiap fase, jumlah cabang, jumlah buku pada saat fase R8 dan bobot kering
tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada antargenotipe dan
varietas pembanding (kontrol). Peubah pengamatan seperti kadar air, bobot 100
biji, persentase biji penuh/sempurna, biji rusak dan biji unfertile tidak
berpengaruh nyata pada antargenotipe dan varietas pembanding (kontrol)
sehingga peubah tersebut tidak perlu dilakukan uji lanjut BNT. Berikut disajikan
hasil rekapitulasi sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai yang
diamati pada Tabel 6.

11

Tabel 6 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai
yang diamati
Parameter
Umur tanaman pada fase R1
Umur tanaman pada fase R3
Umur tanaman pada fase R7
Umur tanaman pada fase R8
Tinggi tanaman pada saat fase R1
Tinggi tanaman pada saat fase R7
Jumlah buku pada saat fase R1
Jumlah buku pada saat fase R8
Kadar air
Jumlah cabang
Bobot kering tajuk
Bobot 100 butir
Jumlah polong
Persentase biji penuh/sempurna
Persentase biji keriput
Persentase biji rusak
Persentase biji unfertile

G

K

G*K

KK (%)

**
**
**
**
**
**
tn
**
tn
**
**
**
tn
tn
**
tn
tn

**
**
**
**
**
**
**
**
tn
**
**
**
*
tn
tn
tn
tn

**
**
**
**
**
**
*
**
tn
**
**
tn
tn
tn
**
tn
tn

8.56
5.96
2.27
2.75
16.72
11.86
a)
20.03
14.96
8.02
14.98
6.24
10.61
a)
20.28
a)
26.49
a)
21.96
a)
28.02
b)
23.95

** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, tn = Tidak
berpengaruh nyata, G = Genotipe, K = Kontrol (varietas pembanding), G*V = Interaksi, a) = Data
ditransformasikan dengan log(x+2), b) = Data ditransformasikan dengan log(x+3).

Persentase Tumbuh
Pengamatan terhadap persentase daya tumbuh benih di lapangan dilakukan
pada 2 MST. Persentase daya tumbuh benih di lapangan disajikan pada Tabel 7
dengan memberikan nomor kode lapangan (NKL) yang dijelaskan pada Lampiran
1 dan 2. Menurut Koesrini dan William (2004) hasil observasi rata-rata daya
tumbuh kedelai di lahan sulfat masam pada 2 MST cukup tinggi yaitu antara 89.897.9%. Oleh karena itu, dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini bahwa ada 99
genotipe yang memiliki persentase tumbuh yang tinggi yaitu diatas 80% dan 19
genotipe yang memiliki persentase tumbuh rendah yaitu dibawah 50%.
Anjasmoro dan Pangrango dengan NKL 106 dan 130 memiliki persentase
tumbuh yang rendah meskipun tergolong varietas unggul nasional. Menurut
Ichsan (2006) pengamatan peubah viabilitas benih dapat dilihat dari potensi
tumbuh dan daya berkecambah benih. Varietas Anjasmoro dan Pangrango
memiliki persentase tumbuh yang rendah, mungkin disebabkan benih yang
digunakan memiliki umur simpan benih yang lama. Hal ini akan mempengaruhi
daya berkecambah benih sehingga persentase tumbuh benih di lapangan menjadi
rendah meskipun benih tersebut tergolong varietas kedelai nasional.

12

Tabel 7 Persentase daya tumbuh dari 125 genotipe kedelai yang diuji dan kelima
varietas pembanding
Daya Tumbuh (%)
(90 – 100)
80
(70 – 50)
(40 – 20)
0
105, 129, 2, 3, 4, 5, 7, 9
8, 107,13, 14
6, 26, 44, 51 1, 24, 28,
27, 31,
10, 11, 12, 16, 17,18, 19 15, 20, 22, 41 59, 65,79,81 29, 30, 50,
54, 61,
21, 23, 25, 32, 33, 34,35 42, 49, 63, 64 84, 85, 86,
55, 70, 76,
70, 116,
36, 37, 38, 39, 40, 43,45 71, 108, 120
112
80, 106, 130
117
46, 47, 48, 52, 53, 56,57
58, 59, 60, 62, 66, 67,68
69, 72, 73, 74, 75, 77,78
82, 83, 87, 88, 89, 90, 91
92, 93, 94, 95, 96, 97,98
99, 100, 101,102, 103,
104, 109, 110, 111, 113,
118, 119, 121, 122, 123,
124, 125, 126, 127, 128
84 genotipe
15 genotipe
12 genotipe 12 genotipe 7 genotipe
Angka-angka di dalam tabel merupakan nomor kode lapangan (NKL)

Tabel 7 menunjukkan bahwa genotipe dengan nomor 27, 31, 54, 61, 70,
116, dan 117 merupakan genotipe yang paling tidak adaptif pada lingkungan
tropika basah karena tidak ada satu pun tanaman yang hidup di lapangan.
Beberapa faktor penyebab hal tersebut adalah rendahnya viabilitas benih, benih
yang doman, dan adanya perbedaan lingkungan tumbuh asalnya terutama akibat
suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari. Kartahadimaja et al.
(2013) menyatakan bahwa gejala turunnya viabilitas benih akibat penyimpanan
pada periode 4 tahun setelah diuji di laboratorium dan di lapangan terjadi karena
benih tetap berkecambah, tetapi tidak normal, atau karena benih tidak tumbuh
sama sekali atau karena benih sudah mati. Beberapa genotipe kedelai dari wilayah
subtropika yang memiliki persentase tumbuh yang rendah (