Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merril) Dari Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah

ADAPTASI GENOTIPE TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.)
Merrill) DARI BERBAGAI NEGARA TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN TUMBUH TROPIKA BASAH

ISIYANA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Adaptasi Genotipe
Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) dari Berbagai Negara terhadap
Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Isiyana
NIM A24134009

ABSTRAK
ISIYANA. Adaptasi Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) dari
Berbagai Negara terhadap Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah.
Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS.
Kebutuhan kedelai di Indonesia semakin meningkat sehingga dibutuhkan
varietas yang berdaya hasil tinggi. Penelitian ini disusun dengan rancangan
augmented dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan tunggal
berupa 105 genotipe kedelai dari berbagai negara (perlakuan) dan lima varietas
pembanding (kontrol). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adaptasi 110
genotipe tanaman kedelai dari berbagai negara terhadap lingkungan tumbuh
Tropika Basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe Ichiguuhou,
Masshokutou (KOU 503), Anthoshoukokutou, Senyoutou berasal dari Republik

rakyat Cina dan KE 32 berasal dari Filipina memiliki umur tanaman genjah lebih
cepat dari kelima varietas pembanding. Genotipe Java 5, Tanggamus, SC-1-8,
Tidar, Local var (Tegineneng) berasal dari Indonesia, SJ4, San Sai,
Col/THAI/1986/THAI-80 berasal dari Thailand, Sandek Sieng dari Kamboja, dan
Stressland dari Amerika Serikat memiliki hasil tinggi dan beradaptasi baik dari
semua genotipe yang diamati. Genotipe-genotipe inidapat digunakan sebagai
sumber gen dalam perbaikan umur panen kedelai dan perbaikan daya hasil
kedelai.
Kata kunci: Adaptasi, daya hasil, kedelai, rancangan augmented, umur panen

ABSTRACT
ISIYANA. Adaptation of Soybean Genotypes (Glycine max (L.) Merrill) from
Various Countries to Environmental of Grow Condition at Wet Tropical.
Supervised by ISKANDAR LUBIS.
Soybean demand in Indonesia is increasing, so it needs to create a high yield
soybean varieties. This research is conducted with augmented design in a
completely randomized design (CRD) with a single treatment using of 105 soy
genotypes of various countries (treatment) and five control varieties. This research
aims to study the adaptation of 110 genotypes of soybean plants from various
countries to environmental of grow condition at wet Tropical. The results showed

that genotype Ichiguuhou, Masshokutou (KOU 503), Anthoshoukokutou,
Senyoutou from the people of the Republic of China and KE 32 from the
Philippines have a lifespan as early maturing crops. Genotype Java 5, Tanggamus,
SC-1-8, Tidar, Local var (Tegineneng) from Indonesia, SJ4, San Sai,
Col/THAI/1986/THAI-80 from Thailand, Sandek Sieng from Cambodia, and
Stressland from USA have higher yield than all genotypes were observed and able
to adapt. The genotypes can be used as a source of genes in the soybean yield
improvement program.
Keywords: Adaptation, yield, soybean, augmenteddesign, harvesting

ADAPTASI GENOTIPE TANAMAN KEDELAI (Glycine max
(L.) Merrill) DARI BERBAGAI NEGARA TERHADAP
KONDISI LINGKUNGAN TUMBUH TROPIKA BASAH

ISIYANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayah sehingga penelitian yang berjudul “Adaptasi Genotipe
Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) dari Berbagai Negara terhadap
Kondisi Lingkungan Tumbuh Tropika Basah” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian ini membahas tentang upaya memperoleh genotipe dengan kemampuan
adaptasi yang baik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut dan sebagai bahan
perluasan keragaman genetik. Genotipe yang digunakan 110 genotipe kedelai dari
berbagai negara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya penulis sampaikan kepada:
• Ayah, ibu, serta keluarga penulis yang selalu memberikan doa, kasih sayang

dan dukungan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan
skripsi.
• Dr Ir Iskandar Lubis, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi
• Dr Diny Dinarti, MSi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan selama mengikuti perkuliahan di IPB
• Prof Dr Tatsuhiko Shiraiwa dan Dr Koki Homma selaku dosen Universitas
Kyoto Jepang yang telah memberikan benih kedelai jepang dan membiayai
penelitian ini
• National Institute of Agrobiological Sciences (NIAS) yang telah memberikan
benih dari berbagai negara untuk penelitian ini
• Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc yang
telah memberikan varietas dan galur-galur kedelai untuk penelitian ini
• Pak Andy Saryoko dan Pak Daner Sagala yang telah memberikan bantuan
selama penelitian
• Pak Adang dan para pekerja Sawah baru yang telah membantu penulis selama
di Lapang
• Pak Rahmat selaku penanggung jawab Laboratorium Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura Institur Pertanian Bogor
• Achmad Hamdani, keluarga pondokan Malea Bawah, teman-teman Alih Jenis

AGH dan Dandelion yang telah membantu dan mendukung selama penelitian
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi
mereka yang memerlukan

Bogor, September 2015

Isiyana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN


xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai
Pengaruh Lingkungan Tumbuh Terhadap Tanaman Kedelai
Fase Tumbuh Tanaman Kedelai

2
2
3

4

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Analisis Data
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan

6
6
6
6
6
7
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian

Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai
Persentase Daya Tumbuh
Umur Berbunga (Fase R1)
Umur Muncul Polong (Fase R3)
Umur Awal Pengisian Polong (Fase R5)
Umur Awal Perubahan Warna Polong (Fase R7)
Umur Polong Matang Penuh (Fase R8)
Kehijauan Daun pada 4 Minggu Setelah Tanam
Kehijauan Daun pada 6 Minggu Setelah Tanam
Kehijauan Daun pada 8 Minggu Setelah Tanam
Tinggi Tanaman pada Fase R1
Tinggi Tanaman pada Fase R3
Tinggi Tanaman pada Fase R5
Tinggi Tanaman pada Fase R8
Jumlah Buku pada Fase R1
Jumlah Buku pada Fase R3
Jumlah Buku pada Fase R5
Jumlah Buku pada Fase R8
Jumlah Cabang pada Fase R1
Jumlah Cabang pada Fase R3

Jumlah Cabang pada Fase R5
Jumlah Cabang pada Fase R8

8
8
10
11
14
16
17
19
20
22
23
23
25
26
27
27
30

31
31
32
34
35
36
36

Tinggi Polong Terendah
Jumlah Polong
Bobot Kering Berangkasan
Bobot Biji per Tanaman
Jumlah Biji per Tanaman
Bobot 100 Butir
Persentase Kondisi Biji
Indeks Panen
Korelasi Antar Karakter

38
39
41
43
45
45
49
51
51

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

54
54
54

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

57

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai
2 Karakteristik fase tumbuh generatif pada tanaman kedelai
3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai
yang diamati
4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai
5 Nilai tengah kehijauan daun pada 4 minggu setelah tanam dari 105
genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
6 Nilai tengah kehijauan daun pada 6 minggu setelah tanam dari 105
genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
7 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
8 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
9 Nilai tengah jumlah buku pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
10 Nilai tengah jumlah buku pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
11 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R1 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
12 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R8 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
13 Nilai tengah tinggi polong terendah dari 105 genotipe kedelai yang diuji
dan kelima varietas pembanding
14 Nilai tengah jumlah polong dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan
kelima varietas pembanding
15 Nilai tengah bobot kering berangkasan pada kadar air 0 °C dari 105
genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
16 Nilai tengah bobot biji per tanaman pada kadar air 14% dari 105 genotipe
kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
17 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 105 genotipe kedelai yang diuji
dan kelima varietas pembanding
18 Nilai tengah bobot 100 butir pada kadar air 14 % dari 105 genotipe
kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
19 Nilai tengah persentase biji penuh, sedikit keriput, keriput, dan rusak dari
105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
20 Nilai tengah indeks panen dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan
kelima varietas pembanding

4
5
10
12
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
44
46
47
49
52

DAFTAR GAMBAR
1 Suhu minimun, suhu maksimum, dan rata-rata suhu di kebun percobaan
IPB Sawah baru
2 Rata-rata radiasi matahari di kebun percobaan IPB Sawah baru
3 Rata-rata kelembaban udara di kebun percobaan IPB Sawah Baru

9
9
10

4 a) lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon); b) Penyakit hawar
bakteri (Pseudomonas syringae pv. Glycinea); c) Penyakit rebah semai
(Sclerotium rolfsii Sacc), dan
5 Umur berbunga (fase R1)
6a) tanaman pada fase R1; b) Hama Aphis glycines Maisumura; c) Hama
Valanga nigricornis; dan d) gulma yang dominan
7 Umur muncul polong (fase R3)
8 a) Tanaman pada fase R3; b) serangan ulat jengkal (Chrysodeixis
chalcites); dan c ) Serangan belalang (Oxyachinensis)
9 Waktu awal pengisian polong (fase R5)
10 a) Tampilan tanaman fase R5, b) perkembangan biji fase R5, c) kepik
polong, d) kepik hijau muda, e) kepik hijau dewasa dan f) polong yang
terserang
11 Waktu perubahan warna polong (fase R7)
12 a) Tanaman fase R7, b) gejala penuaan , c) serangan ulat bulu
13 Waktu polong matang penuh (fase R8)
14 a) Genotipe Kadi Bhatto pada 11 minggu setelah tanam dan b) Genotipe
Nezumi meta pada 10 minggu setelah tanam
15 a) genotipe Tachinagaha, b) genotipe Tidar, c) Tambaguro 100, d)
Manshuu Masshokutou (Complete= biji penuh, Slighty shrivelled= biji
sedikit keriput, Shrivelled= biji keriput, dan Damaged= biji rusak)

14
15
16
17
17
18

19
20
20
21
29

51

DAFTAR LAMPIRAN
1 Identitas genotipe kedelai yang digunakan dalam percobaan
2 Deskripsi varietas kedelai pembanding
3 Tata letak percobaan di lapang
4 Nilai tengah kehijauan daun pada 8 minggu setelah tanam dari 105
genotipe kedelai yang diuji dan kelima varietas pembanding
5 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
6 Nilai tengah tinggi tanaman pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
7 Nilai tengah jumlah buku pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
8 Nilai tengah jumlah buku pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
9 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R3 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
10 Nilai tengah jumlah cabang pada fase R5 dari 105 genotipe kedelai yang
diuji dan kelima varietas pembanding
11 Ukuran dan warna dari 105 genotipe kedelai yang diuji dan kelima
varietas pembanding
12 Persentase kondisi benih
13 Korelasi fenotipik antarkarakter varietas/galur kedelai pada pengujian di
kebun percobaan IPB Sawah Baru
14 Genotipe yang diuji berdaya hasil tinggi dan beradaptasi baik

58
61
65
66
67
68
69
70
71
72
73
75
90
91

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai adalah komoditi pangan yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat di Indonesia. Kedelai yang ditanam di Indonesia awalnya adalah
kedelai hasil introduksi dari Jepang, Taiwan, Kolumbia, Amerika Serikat dan
Filipina. Kedelai introduksi terus melewati serangkaian penelitian yang
berkesinambungan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
sehingga dapat beradaptasi di Indonesia (Rukmana dan Yuniarsih 1996).
Kedelai di Indonesia dimanfaatkan sebagai makanan sehari-hari seperti
tempe, tahu dan susu kedelai. Kebutuhan kedelai rata-rata setiap tahunnya kurang
lebih sebesar 2.2 juta ton biji kering (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2015).
Produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 921.34 ribu ton biji kering, meningkat
sebanyak 141.34 ribu ton (18.12%) dibandingkan tahun 2013 (BPS 2014).
Peningkatan konsumsi kedelai nasional sangat dipengaruhi oleh peningkatan
jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia pada Februari 2014 diperkirakan
sebanyak 251.04 juta orang (BPS 2014) dibandingkan dengan jumlah penduduk
tahun 2010 sebesar 237.56 juta orang (BPS 2010). Jumlah penduduk yang
meningkat mengakibatkan kebutuhan akan pemenuhan pangan juga semakin
meningkat.
Tantangan dalam pemenuhan pangan nasional adalah meningkatnya
populasi manusia, meningkatnya konsumsi daging dan pangan nabati, adanya
pemanasan global, menurunnya luas lahan garapan, kelangkaan air, degradasi
lingkungan dan erosi serta perubahan alam yang sulit diprediksi (Sopandie 2014).
Tantangan pemenuhan pangan sangat berpengaruh terhadap produksi pangan
nasional, salah satunya kedelai. Pemanasan global merupakan salah satu tantangan
yang sangat besar. Pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh
meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, meningkatnya
temperatur pada air laut dan meningkatnya temperatur pada daratan (Susanta dan
Sutjahjo 2007). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terkena
dampak langsung dari pemanasan global tersebut (Rusbiantoro 2008). Indonesia
merupakan negara yang beriklim tropis dan memiliki suhu yang panas dan dengan
adanya pemanasan global mengakibatkan iklim Indonesia menjadi lebih panas.
Pemanasan global yang terjadi di Indonesia ini membutuhkan varietas
kedelai yang adaptif terhadap perubahan suhu lingkungan. Kegiatan pemuliaan
tanaman sangat diperlukan untuk merakit varietas kedelai yang adaptif. Tujuan
pemuliaan tanaman diantaranya adalah mendapatkan tanaman yang berdaya hasil
tinggi, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik, tanaman yang berkualitas baik
serta mempunyai nilai estetika. Langkah pemuliaan tanaman adalah koleksi
berbagai genotipe dari plasma nutfah lokal maupun introduksi, kegiatan seleksi
dan serangkaian pengujian lainnya (Syukur et. al 2012). Penelitian ini merupakan
tahap seleksi terhadap genotipe hasil introduksi dari berbagai negara dan genotipe
lokal yang beradaptasi baik. Tahap ini dilakukan untuk memperoleh genotipe
dengan kemampuan adaptasi yang baik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut
dan sebagai bahan perluasan keragaman genetik.

Kedelai berasal dari wilayah subtropika yaitu Manchuria atau daratan cina
bagian timur laut dan sekarang menyebar hampir ke seluruh dunia, termasuk
wilayah tropika seperti Indonesia (Sumarno dan Manshuri 2007). Klasifikasi tipe
iklim Oldeman menyatakan bahwa bulan basah memiliki curah hujan > 200 mm
dalam satu bulan dan bulan kering < 100 mm dalam satu bulan (BMKG 2014 ).
Bogor memiliki curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm
(Pemkot Bogor 2015 ). Bogor memiliki tipe iklim tropika basah dan memiliki tipe
iklim yang berbeda dari negara asal kedelai. Faktor agroklimat yang
mempengaruhi pertumbuhan kedelai antara lain suhu dan panjang hari, namun
keragaman genetik kedelai cukup luas untuk penyesuaian dan adaptasi terhadap
dua komponen agroklimat ini dengan memilih varietas-varietas yang sesuai
(Sumarno dan Manshuri 2007).
Varietas kedelai dari wilayah subtropis akan berbunga lebih cepat pada umur
20-22 hari dengan batang tanaman masih pendek jika kedelai tersebut sesuai
untuk panjang hari 14-16 jam, sedangkan umur berbunga aslinya adalah sekitar 50
hari dengan tinggi batang kedelai 60-70 cm (Sumarno dan Manshuri 2007).
Kecepatan berbunga akan meningkatkan produksi hasil jika didukung dengan
daya hasil yang tinggi pula. Penelitian ini diharapkan mampu menemukan atau
mengkaji genotipe kedelai subtropis yang berpotensi dan beradaptasi baik di
Indonesia yang nantinya akan dikembangkan lebih lanjut oleh para pemulia
tanaman.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adaptasi 110 genotipe tanaman
kedelai dari berbagai negara terhadap kondisi lingkungan tumbuh tropika basah.
Hipotesis
1.
2.
3.

Terdapat perbedaan respon pertumbuhan diantara genotipe-genotipe yang
diuji.
Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki pertumbuhan lebih baik
daripada genotipe pembanding
Terdapat satu atau lebih genotipe yang memiliki daya adaptasi paling baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai mempunyai tangkai agak panjang dan memiliki daun
berbentuk oval tipis dan berwarna hijau. Bunga akan muncul pada ketiak daun dan
biasanya berwarna putih atau ungu dan termasuk bunga hermaprodit. Daun akan
menguning dan gugur ketika tanaman sudah tua. Buah kedelai berbentuk polong,
berbulu, berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Polong yang kering akan
pecah dan biji akan keluar (Pitojo 2003).

3

Tanaman kedelai memiliki dua tahap pertumbuhan yaitu tahap vegetatif dan
tahap generatif. Tahap vegetatif ditentukan dengan menghitung jumlah daun pada
batang utama, dimulai dengan daun trifoliate yang telah membuka sempurna.
Tahap reproduksi Rl dan R2 merupakan fase berbunga, R3 dan R4 pada
pengembangan polong, R5 dan R6 pada pengembangan benih, dan R7 dan R8
pematangan (Fehr et. al.1971).
Pengaruh Lingkungan Tumbuh Terhadap Tanaman Kedelai
Pengaruh suhu tinggi pada tanaman kedelai pada fase vegetatif ditunjukkan
oleh daun yang menguning dan penurunan nilai tukar CO2 . Pengaruh suhu tinggi
pada fase reproduksi mengakibatkan penurunan pembentukan bunga dan
pengembangan polong sehingga dapat mengurangi potensi hasil (Egli dan
Wardlaw 1980). Stres suhu tinggi selama pengisian biji dalam lingkungan
terkendali mengurangi tingkat perkecambahan biji dan vigor kedelai (Glycine max
( L. ) Merrill), tetapi efek dari suhu tinggi di lapangan belum diidentifikasi (Egli
et. al 2005).
Pengaruh suhu harian pada pertumbuhan tanaman kemungkinan sama
dengan efek suhu pada fotosintesis. Suhu malam hari yang tinggi di daerah tropis
dapat menyebabkan meningkatnya rata-rata respirasi mitokondria sehingga
menyebabkan perombakan karbohidrat menjadi berlebih. Tanaman kedelai
subtropis merupakan tanaman pertanian yang sensitif terhadap fotoperiode dan
merupakan tanaman hari pendek. Tanaman hari pendek ialah tanaman yang akan
berbunga kalau mendapatkan pencahayaan yang lebih pendek daripada periode
kritisnya (Heddy 2010).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan, sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai
membutuhkan
curah
hujan
antara
100-200
mm/bulan.
Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu
optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 oC. Proses perkecambahan
benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 oC (Deptan 2014).
Bogor memiliki ketinggian tempat antara 190 sampai 350 meter diatas
permukaan laut (Pemkot Bogor 2011). Menurut penelitian sebelumnya kondisi
iklim rata-rata per bulan di wilayah Dramaga, Kabupaten Bogor pada bulan
Februari sampai Mei 2014 adalah; curah hujan rata-rata sebesar 424 mm, suhu
rata-rata sebesar 25.3 oC dan kelembaban rata-rata sebesar 88% (Butar-butar
2014). Klasifikasi tipe iklim Oldeman digunakan untuk lahan pertanian tanaman
pangan dan dipengaruhi oleh curah hujan. Klasifikasi tipe iklim Oldeman adalah
bulan basah jika jumlah curah hujan dalam satu bulan > 200 mm dan bulan kering
jika curah hujan dalam satu bulan < 100 mm (BMKG 2014).
Kedelai mempunyai sebaran wilayah adaptasi yang terlebar meliputi
wilayah tropik hingga sub-artik. Komponen utama faktor agroklimat yang
menentukan keberhasilan usaha produksi kedelai adalah tanah yang subur solum
tanah dalam (lebih 40 cm), struktur tanah gembur, tekstur tanah lembung-berdebu
(silty loam) dan kelembaban tanah cukup. Suhu dan panjang hari juga menentukan
keberhasilan usaha produksi kedelai, namun keragaman genetik kedelai cukup
luas untuk penyesuaian dan adaptasi terhadap dua komponen agroklimat ini.

4

Varietas-varietas yang sesuai bagi suhu dan panjang hari spesifik dapat dipilih
oleh negara produsen (Sumarno dan Manshuri 2007).
Produktivitas kedelai di Indonesia (Tropis) berkisar 1.0-2.0 ton ha-1 dan di
Amerika Serikat (Subtropis) berkisar 1.8-4.0 ton ha-1. Perbedaan produktivitas
kedelai ini disebabkan adanya perbedaan agroklimat dan teknik budidaya. Daerah
Tropis meliputi 1) kesuburan tanah sedang hingga subur, 2) lapisan olah tanah
dangkal-sedang, 3) panjang hari 12 jam, 4) curah hujan sering berlebih atau
kering, 5) kesesuaian lahan sangat beragam, 6) hama dan penyakit sangat banyak,
7) pemeliharaan tanaman kurang hingga intensif, 8) pengusahaan tanaman sebagai
tanaman sampingan, dan 9) cara budidaya secara manual. Daerah Subtropis
meliputi1) kesuburan tanah sangat subur, 2) lapisan olah tanah sangat dalam, 3)
panjang hari 14-16 jam, 4) hujan rintik-rintik, 5) kesesuaian lahan sangat sesuai,
6) hama dan penyakit sedikit, 7) pemeliharaan tanaman sangat intensif, 8)
pengusahaan tanaman sebagai tanaman utama, dan 9) cara budidaya secara
mekanisasi (Sumarno dan Manshuri 2007).
Fase Tumbuh Tanaman Kedelai
Menurut Fehr dan Caviness (1997), perkembangan tanaman kedelai dimulai
dari proses benih berkecambah, masak fiologis hingga kedelai dipanen. Tanaman
kedelai memiliki perbedaan perkembangan antara varietas kedelai indeterminate
dan determinate. Varietas indeterminate memiliki tinggi tanaman yang lebih
tinggi daripada tanaman determinate. Varietas indeterminate memiliki cabang
yang terus tumbuh walaupun pada fase pembungaan, perkembangan polong dan
perkembangan biji sedang berlangsung. Pertumbuhan cabang pada varietas
determinate akan terhenti ketika memasuki fase pembungaan. Waktu muncul
bunga serempak pada seluruh bagian tanaman kedelai varietas determinate ini.
Fase vegetatif dimulai dari waktu tanaman berkecambah seperti pada Tabel 1.
Fase generatif dimulai dari tanaman mulai berbunga, perkembangan polong,
perkembangan biji dan pemasakan seperti pada Tabel 2.
Tabel 1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai
Singkatan
Tingkatan
Deskripsi
Stadia
Stadia
VE
Stadia pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah (tanam-VE :
5-15 hari).
VC
Kotiledon
Daun-daun unifoliate membuka gulungan (VEVC : 3-10 hari).
V1
Buku pertama
Daun-daun unifoliate terbuka penuh (VC-V1 : 310 hari).
V2
Buku kedua
Daun-daun trifoliate terbuka penuh pada buku di
atas buku daun unifoliate (V1-V2 : 3-10 hari).
V3
Buku ketiga
Tiga buku pada batang utama dengan daun-daun
yang telah terbuka penuh dimulai dari daun
unifoliate (V2-V3 : 3-8 hari).
V(n)
Buku ke-n
n buku pada batang utama dengan daun yang
telah terbuka penuh dimulai dari buku daun
unifoliate. (3-16 hari).

5

Tabel 2 Karakteristik fase tumbuh generatif pada tanaman kedelai
Singkatan
Tingkatan Stadia
Deskripsi
Stadia
R1
Mulai berbunga
Bunga pertama terbuka pada buku manapun
pada batang utama.
R2
Berbunga penuh
Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku
teratas pada batang utama dengan daun
terbuka penuh (R1-R2 : 0-7 hari).
R3
Mulai berpolong
Polong sepanjang 5 mm pada salah-satu
diantara empat buku teratas pada batang utama
dengan daun terbuka penuh (R2-R3 : 5-15
hari).
R4
Berpolong penuh
Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari
empat buku teratas pada batang utama dengan
daun terbuka penuh (R3-R4 : 5-15 hari).
R5
Mulai berbiji
Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salahsatu dari empat buku teratas pada batang
utama dengan daun membuka penuh (R4-R5 :
4-28 hari).
R6
Berbiji penuh
Polong berisikan biji hijau yang memenuhi
rongga polong pada salah-satu dari empat
buku teratas pada batang utama dengan daun
membuka penuh (R5-R6 ; 11-20 hari).
R7
Mulai matang
Satu polong normal pada batang utama telah
mencapai warna polong matang (R6-R7 ; 9-30
hari).
R8
Matang penuh
95% dari polong yang ada telah mencapai
warna polong matang (R7-R8 ; 7-18 hari).
Rancangan Augmented
Rancangan augmented digunakan oleh pemulia tanaman untuk mengatasi
dan mengoptimalkan jumlah benih tiap genotipe yang terbatas. Rancangan
augmented digunakan untuk menyaring genotipe-genotipe dalam percobaan
pemuliaan (Syukur et al.2010). Rancangan augmented ini terdiri dari dua
perlakuan, yaitu cek atau pembanding dan baru atau perlakuan yang diuji.
Genotipe baru dalam rancangan ini tidak diulang tetapi genotipe pembanding
yang diulang. Rancangan augmented ini digunakan untuk membandingkan
genotipe yang diuji dengan genotipe pembanding (Federer et al.2001).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Babakan, University Farm
IPB, Sawah Baru, Dramaga, Bogor dan pasca panen dilaksanakan di Seed Centre
IPB, Leuwikopo. Penelitian berlangsung pada tanggal 24 Maret hingga 30
Agustus 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan adalah 110 genotipe kedelai (koleksi NIAS
(National Institute of Agrobiological Sciences), Universitas Kyoto, IPB dan
Balitkabi), legin, carbofuran, pupuk urea, SP-36 dan KCl. Identitas genotipe
kedelai yang digunakan pada percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan
deskripsi 5 varietas kedelai pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2. Alat yang
digunakan adalah alat pertanian, meteran, alat penanda percobaan (label), ember,
kamera, timbangan analitik, klorofil meter (SPAD), field router, oven dan
moisture tester.
Metode Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan augmented dalam
rancangan acak lengkap (RAL) dengan genotipe kedelai sebagai perlakuan (P)
tunggal. Benih kedelai yang digunakan sebagai pembanding (kontrol) adalah
kedelai varietas Tanggamus, Tidar, Dering 1, Wilis dan Tachinagaha (varietas
Jepang) terdiri dari 5 ulangan sehingga terdapat 130 satuan percobaan. Model
matematika percobaan ini mengikuti model Mattjik dan Sumertajaya (2013)
sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan genotipe ke-i
µ = nilai rata-rata umum
τi = pengaruh utama perlakuan genotipe kedelai ke-i
εij = pengaruh galat percobaan yang menyebar normal
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SAS, Minitab 14, R
dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh diuji melalui uji F menggunakan
aplikasi SAS dan jika genotipe yang diuji menunjukkan adanya pengaruh nyata,
pengujian dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf
= 5% (pada selang
kepercayaan 95%).

7

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan dan Pengolahan tanah dilakukan 2 minggu sebelum tanam.
Pengolahan lahan dilakukan untuk memperoleh media tumbuh yang baik bagi
tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Penanaman kedelai
dilakukan pada petak percobaan dengan jarak tanam 40cm x 20cm, tata letak
percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengaplikasian pupuk organik 10 ton
ha-1 dan kapur pertanian 2 ton ha-1. Persiapan lahan dilakukan pembuatan saluran
drainase dengan lebar 40 cm dan dengan kedalaman 30 cm untuk menghindari
genangan air.
Penanaman dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk anorganik untuk
memenuhi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Dosis pupuk yang
digunakan adalah 50 kg ha-1 urea, 150 kg ha-1 SP-36 dan 100 kg ha-1 KCl. Benih
kedelai direndam dengan legin selama 4-5 menit, kemudian ditanam sebanyak 2
butir per lubang disertai pemberian carbofuran 5-7 butir pada setiap lubang tanam.
Jarak 10 cm dari lubang tanam utama, ditanam satu benih kedelai per lubang
sebagai bibit untuk sulaman. Tanaman kedelai dilakukan pemeliharaan tanaman
pada setiap fase pertumbuhan, yaitu: 1) pengendalian gulma dilakukan secara
manual, sehingga tidak terjadi persaingan mendapatkan cahaya matahari, unsur
hara dan air antara tanaman kedelai dengan gulma; 2) penyiraman dilakukan
sesuai kebutuhan tanaman kedelai dengan sumber air yang berada di sekitar
Kebun Percobaan Sawah Baru; 3) Pengendalian hama penyakit dilakukan secara
kimiawi apabila diperlukan.
Pengamatan dimulai pada dua minggu setelah tanam (MST) dengan
menghitung daya tumbuh benih di lapang. Pengamatan tanaman kedelai
berdasarkan stadia pertumbuhannya yaitu fase vegetatif, fase generatif dan saat
setelah panen. Pengamatan disesuaikan menurut genotipe karena waktu memasuki
fase pertumbuhan setiap genotipe berbeda. Penjarangan dilakukan pada tanaman
kedelai sehingga pada setiap lubang hanya tumbuh 1 tanaman kedelai.
Penyulaman dilakukan dengan memindahkan bibit tanaman kedelai secara hatihati agar akar utama tidak terputus dan ditanam kembali. Penyulaman dilakukan
pada dua minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan pada sore hari.
Pemanenan dilakukan apabila 90% dari populasi polong per tanaman contoh
telah berwarna kuning kecoklatan dan daun gugur. Waktu panen berbeda-beda
antar setiap genotipe. Penanganan pasca panen dilakukan untuk pengamatan
komponen hasil tanaman.
Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Persentase daya tumbuh tanaman (%) : Daya tumbuh dilakukan dengan
membandingkan jumlah benih yang tumbuh dengan jumlah benih yang
ditanam pada 2 MST.
2. Waktu muncul bunga (hari) : diamati apabila minimal 1 tanaman contoh telah
muncul bunga dan sebagian populasi tanaman sudah muncul bunga (R1).
3. Waktu muncul polong (hari) : diamati pada saat terdapat satu atau lebih
polong sepanjang 5 mm pada batang utama (fase R3).

4. Waktu polong mulai matang (hari) : diamati bila satu polong normal pada
batang utama mencapai warna polong matang (R7).
5. Tinggi tanaman (cm) : diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh batang
utama pada fase R1, R3, R5 dan R8.
6. Nilai kehijauan daun : diamati pada 4 MST, 6 MST dan 8 MST.
7. Ketinggian polong terendah : diukur dari pangkal batang sampai titik polong
terendah pada saat sebelum panen (R8).
8. Waktu panen (hari) : diamati apabila 90% polong telah matang (kuning
kecoklatan atau kehitaman).
9. Jumlah buku per tanaman : diamati pada saat fase R1, R3, R5 dan R8.
10. Jumlah cabang per tanaman : diamati pada saat fase R1, R3, R5 dan R8.
11. Jumlah polong per tanaman : diamati pada saat panen.
12. Bobot kering berangkasan (g) : dilakukan pada saat panen. Pengamatan bobot
kering berangkasan dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu
batang, kulit polong dan bagian daun (tangkai daun dan daun). Setiap bagian
tersebut di oven pada suhu 80 oC selama 3 hari (kadar air 0%) dan ditimbang
bobot masing-masing bagian.
13. Bobot biji per rumpun : dilakukan ketika sudah dilakukan pengeringan dan
kemudian dilakukan pengamatan kadar air. Hasil pengamatan bobot biji per
tanaman tersebut dikonversikan pada kadar air 14%.
14. Jumlah biji per tanaman : dilakukan dengan menghitung seluruh benih per
tanaman (biji penuh, biji sedikit keriput, biji keriput dan biji rusak).
15. Bobot 100 butir : diamati dari bobot biji sempurna yang diambil sebanyak
100 butir dan diulang 4 kali dan diukur kadar air. Hasil pengamatan bobot
100 butir tersebut dikonversikan pada kadar air 14%.
16. Persentase kondisi biji : dilakukan dengan menghitung jumlah biji penuh, biji
sedikit keriput, biji keriput dan biji rusak.
17. Indeks panen : ditentukan berdasarkan persamaan: indeks panen = (bobot
benih/bobot biomassa) x 100%. Bobot benih dan bobot biomassa memiliki
kadar air 14 %.
18. Radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara : diamati dengan bantuan alat
field router.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kebun percobaan IPB Sawah Baru memiliki pH berkisar antara 5.54-6.16.
Menurut Butar-butar (2014) bahwa lahan penelitian ini memiliki tekstur lempung
berdebu dengan komposisi pasir 12.26%, debu 46.00%, dan liat 41.47%. Curah
hujan rata-rata bulan Maret-Juni 2015 berkisar 374.3 mm, 206.1 mm, 201.9 mm,
dan 198.4 mm (BMKG 2015).
Pengamatan suhu dilakukan selama bulan Maret hingga Juli 2015
menggunakan alat fieldrouter (Gambar 1). Suhu minimum pada bulan Maret-Juli
2015 adalah 23.20 °C, 22.70 °C, 22.20 °C, 21.83 °C, dan 21.11 °C. Suhu
maksimum pada bulan Maret-Juli 2015 adalah 32.5 °C, 32.5 °C, 33.3 °C, 33.29

9

°C, dan 33.62 °C. Rata-rata suhu pada bulan Maret-Juli 2015 adalah 26.80 °C,
26.20 °C, 26.80 °C, 26.77 °C, dan 26.78 °C.
Suhu (° C)
39
36
33

°C

30
27

Suhu Minimum
Suhu Maksimum
Rata-Rata Suhu

24
21
18

23/07/15

16/07/15

09/07/15

02/07/15

25/06/15

11/06/15

18/06/15

04/06/15

28/05/15

21/05/15

14/05/15

07/05/15

30/04/15

23/04/15

16/04/15

09/04/15

02/04/15

26/03/15

15

Waktu pengamatan

Gambar 1 Suhu minimun, suhu maksimum, dan rata-rata suhu di
kebun percobaan IPB Sawah baru
Pengamatan rata-rata radiasi matahari dilakukan selama bulan April hingga
Juli 2015 dimulai dari pukul 08.00-16.00 menggunakan alat fieldrouter (Gambar
2). Rata-rata radiasi matahari pada bulan April-Juli 2015 adalah 497.60W/m²,
512.80 W/m², 491.77 W/m², dan 474.77 W/m².
Rata-Rata Radiasi Matahari
800.0
700.0
600.0

Solar W/m²

500.0
400.0
300.0
200.0
100.0
0.0

Waktu Pengamatan

Gambar 2 Rata-rata radiasi matahari di kebun percobaan IPB
Sawah baru
Pengamatan rata-rata kelembaban udara dilakukan selama bulan Maret
hingga Juli 2015 menggunakan alat fieldrouter (Gambar 3). Rata-rata kelembaban
udara pada bulan Maret-Juli 2015 adalah 80 %, 80 %, 80 %, 74 %, dan 70 %.
Kelembaban udara di lahan penelitian mengalami penurunan karena intensitas
hujan semakin menurun dan mendekati musim kemarau.
Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), tanaman kedelai dapat tumbuh
pada tanah bertekstur liat dengan drainase baik dan lempung berpasir, pH 5.5-7.0,
suhu 23-26 °C untuk pertumbuhan organ vegetatif dan generatif, kelembaban
optimal berkisar 75-90 % dan curah hujan per bulan berkisar 100-150
mm.Lingkungan lahan penelitian hampir memenuhi kriteria syarat tumbuh kedelai
mulai dari pH, suhu dan kelembaban. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan
tanaman terserang penyakit, tetapi penanganan sejak dini dapat menekan

10

perkembangan penyakit, sehingga kedelai dapat tumbuh dengan baik di lahan
penelitian sawah baru ini.
Rata-Rata Kelembaban Udara
90%
85%
80%

%

75%
70%
65%
60%
55%
50%
April
April
April
April
April
May
May
May
May
June
June
June
June
July
July
July
July
1, 2015 8, 2015 15, 2015 22, 2015 29, 2015 6, 2015 13, 2015 20, 2015 27, 2015 3, 2015 10, 2015 17, 2015 24, 2015 1, 2015 8, 2015 15, 2015 22, 2015

Waktu Pengamatan

Gambar 3 Rata-rata kelembaban udara di kebun percobaan
IPB Sawah Baru
Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan
genotipe yang diuji berpengaruh nyata hingga sangat nyata pada semua peubah
pengamatan sehingga dilakukan uji lanjut BNT. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat keragaman antara genotipe yang diuji. Pengaruh perlakuan kontrol
(varietas pembanding) nyata pada peubah yang diamati, kecuali pada peubah nilai
umur tanaman pada fase R8 dan tinggi polong terendah. Perbandingan rataan nilai
genotipe yang diuji dan kontrol (varietas pembanding) berbeda nyata pada peubah
yang diamati kecuali pada peubah nilai kehijauan daun pada 8 MST dan pada
jumlah polong kurang dari 3 cm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan genotipe
yang diuji berbeda nyata dengan kontrol (varietas pembanding) pada peubah yang
diamati kecuali pada pada peubah nilai kehijauan daun pada 8 MST dan pada
jumlah polong kurang dari 3 cm.
Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai
yang diamati
Parameter
Umur tanaman pada fase R1
Umur tanaman pada fase R3
Umur tanaman pada fase R5
Umur tanaman pada fase R7
Umur tanaman pada fase R8
Kehijauan daun pada 4 MST
Kehijauan daun pada 6 MST
Kehijauan daun pada 8 MST
Tinggi tanaman pada fase R1
Tinggi tanaman pada fase R3
Tinggi tanaman pada fase R5
Tinggi tanaman pada fase R8

G
**
**
**
**
*
**
**
**
**
**
**
**

K
**
**
**
**
tn
**
**
**
**
**
**
**

G vs K
**
**
**
**
**
**
**
tn
**
**
**
**

KK (%)
6.79
5.61
4.76
5.08
7.11
5.17
4.74
7.67
13.24
16.71
12.31
13.30

11

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai
yang diamati (lanjutan)
Parameter
Jumlah buku pada fase R1
Jumlah buku pada fase R3
Jumlah buku pada fase R5
Jumlah buku pada fase R8
Jumlah cabang pada fase R1
Jumlah cabang pada fase R3
Jumlah cabang pada fase R5
Jumlah cabang pada fase R8
Tinggi polong terendah
Jumlah polong
Bobot kering berangkasan
Bobot biji/tanaman
Jumlah biji/tanaman
Persentase biji penuh (butir)
Persentase biji sedikit keriput (butir)
Persentase biji keriput (butir)
Persentase biji rusak (butir)
Bobot 100 butir (g)
Indeks Panen

G
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
*
**
**
**
**
**
**
**

K
**
**
**
**
**
**
**
**
tn
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**

G vs K
**
**
**
**
**
**
*
**
**
**
**
**
**
**
*
**
**
**
**

KK (%)
16.84
b)
15.13
24.73
22.07
25.09
25.72
a)
16.81
a)
14.88
a)
23.44
b)
13.14
28.50
b)
13.43
b)
11.32
16.21
b)
19.18
29.43
b)
24.41
8.29
10.27

Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1 %, * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, tn
= Tidak berpengaruh nyata, G = Genotipe, K = Kontrol (varietas pembanding), G vs K =
perbandingan rataan genotipe dan kontrol, a) = Data ditransformasikan dengan log (x+1), b) =
Data ditransformasikan dengan (x+0.5)1/2.

Persentase Daya Tumbuh
Pengamatan persentase daya tumbuh dilakukan 2 minggu setelah tanam
(MST) untuk memberikan waktu bagi benih yang dormansi untuk tumbuh.
Dormansi benih adalah kondisi benih yang hidup tidak berkecambah sampai batas
waktu akhir pengamatan walaupun faktor lingkungan optimum untuk
perkecambahan (Widajati et al. 2013).
Persentase daya tumbuh yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan adanya
peningkatan jumlah benih yang tumbuh dari 1 MST hingga 2 MST. Daya tumbuh
diatas 50% terdapat 98 genotipe dan 12 genotipe memiliki daya tumbuh dibawah
50%. Genotipe dengan ID 95, 5, 54, 52, 80, 4, 110, 102, 16, 20, 86 dan 15
memiliki persentase daya tumbuh berkisar 17 – 40%. Genotipe-genotipe ini
berasal dari daerah subtropis dan salah satunya berasal dari daerah tropis.
Perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor internal benih (faktor genetik,
tingkat kemasakan benih dan umur benih) dan faktor eksternal benih (Air, suhu,
cahaya, gas dan kondisi tanah) (Widajati et al. 2013). Persentase daya tumbuh
yang rendah dari 12 genotipe ini disebabkan karena benih yang ditanam memiliki
viabilitas yang rendah. ID 52 dan 54 juga dipengaruhi faktor internal benih yaitu
kekerasan kulit benih. Pematahan dormansi yang dilakukan adalah skarifikasi
dengan mengamplas kulit benih, akan tetapi daya tumbuhnya masih rendah.

12

Genotipe nomor 102 berasal dari Filipina juga memiliki daya tumbuh yang rendah
hal ini akibat rendahnya viabilitas benih sehingga banyak benih yang tidak
berkecambah.
Tabel 4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai

SC-1-8

1
MST
79.6

2
MST
79.6

18

Chuuhoku 2

88.9

77.8

98.1

22

Nezumi Meta

83.3

77.8

98.1

98.1

24

Kongnamul Kong

83.3

77.8

94.4
96.3
98.1
94.4
92.6
90.7

96.3
96.3
96.3
94.4
94.4
94.4

30
31
50
13
21
26

KE 32
Heamnam
U 1416
Fiskeby V
Pochal
Pekin Dai Outu

77.8
81.5
74.1
72.2
79.6
77.8

77.8
77.8
77.8
75.9
75.9
75.9

94.4

94.4

40

Antoshoukokutou

74.1

75.9

96.3
92.6
92.6
94.4
96.3

94.4
94.4
92.6
92.6
92.6

91
111
3
6
44

57.4
75.9
77.8
74.1
74.1

75.9
75.9
74.1
74.1
74.1

L 2A

96.3

92.6

77

77.8

74.1

92.6

92.6

92

74.1

74.1

90.7

92.6

93

75.9

74.1

94
101

M 918
Col/Thai/1986/Thai80
U 1290-1
San Sai

88.9
90.7

92.6
92.6

64
104

74.1
66.7

72.2
72.2

108

DS34-3 (HT-3)

92.6

92.6

27

68.5

70.4

10
39
41
66
109
60

Sumbing
Peking
Bongchunbaekjam
Kadi Bhatto
DS65-4 (HT-4)
M 44

88.9
85.2
90.7
88.9
81.5
90.7

90.7
90.7
90.7
90.7
90.7
88.9

43
85
1
33
106
107

Tambaguro 100
Akisengoku
LD003309
Stressland
Hakka Zashi
Chiengmai
Palmetto
Ichiguuhou
Manshuu
Masshokutou
M 42
M100-47-52-13
Masshokutou (Kou
502)
Senyoutou
Enrei
Koukou 6514-2
Choyoutou
DS24-2 (HT-1)
DS25-1 (HT-2)

72.2
64.8
63.0
64.8
66.7
61.1

70.4
70.4
68.5
68.5
68.5
68.5

96
81
2
11
32

Merapi
Tidar
Athow
Tambora
Heukdaelip
Cheongye
Myongtae
Karasumame

ID

Nama Genotipe

62

72
73
7
23
47

HM 39
Col/Pak/1989/Ibpgr/
2323(2)
Karasumame
(Shinchiku)
Karasumame
(Haitou)
U 1042-1
U 1741-2-2 No. 3
E C 112828
PK 73-54
M 581
Oudu
Local Var (Seputih
Raman)
L 317
U 1155-4
Thai-71 Ags 126
Chieneum Kong
Williams 82

55
61

68
71
78
65
74
100
34
35
48
56

70

37
45

1
2
MST MST
100.0 100.0

103

100.0 100.0
98.1

ID

Nama Genotipe

90.7 88.9 88
87.8 87.4 14
83.3 87.0 25
88.9 87.0 46
85.2
87.0 82

UA4805
KS 1034
Shirosota
Baritou 3 A
Tanggamus

75.3 67.9
46.3 66.7
66.7 66.7
70.4 66.7
62.0 65.6

87.0

87.0

36

Uronkon

63.0

64.8

88.9

87.0

87

SJ4

64.8

64.8

13

Tabel 4 Persentase daya tumbuh tanaman kedelai (lanjutan)
1
2
ID
Nama Genotipe
ID Nama Genotipe
MST MST
49
Hakubi
90.7
87.0
12
SJ1
Col/Thai/1986/
67
U 8006-3
83.3
87.0
63
Thai-78
51
Gapsanjaelae (I)
88.9
85.2
42
Jeokgak
76
Bishuu Daizu
87.0
85.2
105 M150-7b-41-10
89
317 Ringgit
81.5
85.2
90
Fukuyutaka
Local Var
99
83.3
85.2
17
KLS 203
(Tegineneng)
29
Okjo
83.3
83.3
9
Sukho Thai 1
58
Petek
83.3
83.3
19
Rigai Seitou
Karasumame
75
83.3
83.3
15
Seita
(Naihou)
Chousenshu
79
Ringgit
83.3
83.3
20
(Ca)
97
M 652
74.1
83.3
86
PI416937
84
Wilis
77.5
82.4
16
Manshuu
Masshokutou
81.5
81.5
102 Miss 33 Dixi
28
(Kou 503)
53
Bhatmas
61.1
81.5
110 Himeshirazu
N 2392
77.8
81.5
4
Tiefeng 8
69
98
Sandek Sieng
81.5
81.5
80
Tachinagaha
83
Dering 1
80.0
81.1
N 2295
52
8
Koushurei 273
75.9
79.6
Aoki Mame
54
38
Keumdu
77.8
79.6
5
Tiefeng 18
Col/Pak/1989/Ibp
57
79.6
79.6
95
N 2491
gr/2326 (1)
59
Java 5
81.5
79.6

1
2
MST MST
63.0 63.0
63.0

63.0

63.0
61.1
53.7

61.1
61.1
59.3

63.0

57.4

51.9
44.4

55.6
55.6

48.1

48.1

48.1

46.3

48.1
46.3

46.3
44.4

42.0

43.2

27.8
33.3
29.9
31.5
27.8
20.4

38.9
33.3
32.7
31.5
27.8
22.2

16.0

17.3

* Daya berkecambah diurutkan dari nilai terbesar hingga terkecil, ID: Nomor kode genotipe di
lapang, MST: Minggu setelah tanam, ID yang dicetak tebal adalah genotipe yang dilakukan
skarifikasi sebelum ditanam.

Persentase tumbuh juga dipengaruhi adanya serangan hama dan penyakit.
Hama yang menyerang adalah lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon).
Serangan lalat bibit ditandai oleh adanya bintik-bintik putih pada keping biji,
bekas tusukan alat peletak telur lalat kacang betina. Penyakit yang menyerang
adalah penyakit hawar bakteri dan penyakit rebah semai. Penyakit hawar bakteri
disebaban oleh bakteri Pseudomonas syringae pv. Glycinea ditandai adanya
bercak kemudian membesar, bagian tengahnya mengering berwarna coklat tua dan
dikelilingi oleh lingkaran halo kebasahan. Penyakit rebah semai disebabkan oleh
jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Ditandai dengan adanya gejala layu mendadak
kemudian mengering serta terdapat adanya miselium putih yang terbentuk pada
pangkal batang (Saleh dan Hardaningsih 2007). Serangan hama penyakit disajikan
pada Gambar 4.

14

a

b

c

d

Gambar 4 a) lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli Tryon); b) Penyakit
hawar bakteri (Pseudomonas syringae pv. Glycinea); c)
Penyakit rebah semai (Sclerotium rolfsii Sacc), dan
d) miselium putih
Umur Berbunga (Fase R1)
Umur berbunga diamati pada saat 22–47 hari setelah tanam (HST) (Gambar
5). Varietas pembanding yang berbunga paling cepat dan berbunga paling lama
adalah Tachinagaha pada saat 27 HST dan Tanggamus pada saat 43 HST. Kedua
varietas pembanding ini menjadi acuan untuk membandingkan genotipe-genotipe
yang diuji berbunga cepat atau lama. Menurut Adie dan Krisnawati (2007), umur
berbunga 50% tanaman kedelai dibagi menjadi 5, yaitu sangat genjah (40 hari).
Genotipe yang diuji berbunga paling cepat dari varietas pembanding
terdapat 34 genotipe, yaitu pada saat 22–26 HST. Genotipe berbunga paling cepat
di antaranya: Masshokutou (KOU 502), Antoshoukokutou, Koukou 6514-2,
Athow, LD003309, Fiskeby V, KS 1034, Rigai Seitou, Ichiguuhou, Masshokutou
(KOU
503),
KE32,
Choyoutou,
Senyoutou,
Hakka
Zashi,
COL/PAK/1989/IBPGR/2323 (2), Peking, Williams 82, Tiefeng 8, Tiefeng 18,
Stressland, Chuuhoku 2, Nezumi Meta, Chieneum Kong, Kongnamul Kong,
Cheongye Myongtae, Baritou 3 A, COL/PAK/1989/IBPGR/2326 (1), Enrei,
DS24-2 (HT-1), Seita, KLS 203, Pochal, Pekin Dai Outu, dan Gapsanjaelae (I).
Genotipe yang diuji berbunga paling lama dari varietas pembanding terdapat 2
genotipe, yaitu Karasumame (Naihou) pada saat 45 HST dan Miss 33 Dixi pada
saat 47 HST. Data penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe yang berbunga
paling cepat antara umur 22-24 HST merupakan kedelai dengan umur berbunga
sangat genjah dan genotipe yang berbunga paling lama antara umur 45-47 HST
merupakan kedelai dengan umur berbunga sangat dalam.

15

Umur fase R1 (hari)

55
50
45
40
35
30
25
20
0

20

40

60

80

100

120

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe
Gambar 5 Umur berbunga (fase R1)
Genotipe yang berbunga paling cepat sebagian besar berasal dari daerah
subtropis, yaitu Republik Rakyat Cina, Korea, Pakistan, Amerika Serikat, Korea
Utara, Jepang, dan Taiwan. Hal ini sesuai menurut Sumarno dan Manshuri (2007)
bahwa tanaman kedelai Indonesia berbunga pada umur 24-40 hari dan kedelai
wilayah subtropis di daerah asalnya berbunga pada umur 50-70 hari tetapi
berbunga lebih cepat 20-22 hari di daerah tropis, karena panjang hari di Indonesia
12 jam. Genotipe yang berbunga cepat juga ada yang berasal dari daerah tropis,
yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Hal ini dari faktor genetik genotipe
tersebut.
Hama yang menyerang pada fase R1 adalah kutu daun (Aphis glycines
Maisumura) dan belalang (Valanga nigricornis). Kutu daun menyukai bagianbagian muda dari tanaman inangnya. Serangga muda dan imago menghisap cairan
tanaman sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil (Marwoto dan
Hardaningsih 2007). Gejala serangan belalang adalah adanya gigitan pada daun
dan batang sehingga menyebabkan tanaman patah.
Gulma dominan yang tumbuh pada saat fase R1 adalah gulma golongan
rumput Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Cyperus sp. Gulma cepat tumbuh
karena akar dan berangkasan dari tanaman kedelai belum menutupi areal tumbuh
sehingga masih banyak ruang tumbuh bagi gulma. Tampilan tanaman pada fase
R1, Aphis glycines Maisumura, Valanga nigricornis, dan gulma yang dominan
disajikan pada Gambar 6.

16

a

b

c

d

Gambar 6 a) tanaman pada fase R1; b) Hama Aphis glycines
Maisumura; c) Hama Valanga nigricornis; dan d)
gulma yang dominan
Umur Muncul Polong (Fase R3)
Umur muncul polong diamati pada saat 28-63 hari setelah tanam (HST)
(Gambar 7). Varietas pembanding yang memiliki umur muncul polong paling
cepat dan muncul polong paling lama adalah Tachinagaha pada saat 29 HST dan
Tanggamus pada saat 51 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan
untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur muncul
polong cepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur muncul polong
tercepat dari varietas pembanding terdapat 6 genotipe, yaitu pada saat 28 HST.
Genotipe fase R3 paling cepat, diantaranya: Masshokutou (KOU 503), KE 32,
Antoshoukokutou, Senyoutou, COL/PAK/1989/IBPGR/2323 (2), dan Ichiguuhou.
Genotipe yang memiliki umur muncul polong tercepat berasal dari Republik
Rakyat Cina, Filipina dan Pakistan. Genotipe-genotipe tersebut termasuk genotipe
yang memiliki umur berbunga yang cepat. Hal ini karena faktor panjang
penyinaran yang terdapat di Indonesia. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007),
bahwa suhu berinteraksi dengan panjang penyinaran dalam menentukan waktu
berbunga dan pembentukan polong. Genotipe yang diuji memiliki umur muncul
polong paling lama dari varietas pembanding terdapat 2 genotipe, yaitu genotipe
Karasumame (Naihou) pada saat 56 HST dan Miss 33 Dixi pada saat 63 HST.
Genotipe ini berasal dari Taiwan dan Filipina. Genotipe yang memiliki umur
muncul polong terlama juga termasuk genotipe yang berbunga paling lama, hal ini
menunjukkan umur berbunga berkorelasi positif sangat nyata terhadap umur
muncul polong (r=0.972**).

Umur fase R3 (hari)

17

70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
0

20

40

60

80

100

120

Nomor Kode Lapangan (NKL) Genotipe
Gambar 7 Umur muncul polong (fase R3)
Hama yang menyerang tanaman pada fase R3 adalah ulat jengkal
(Chrysodeixis chalcites), Belalang (Oxya chinensis), dan kepik (Anoplocnemis
phasiana). Serangan yang ditimbulkan oleh ulat jengkal dan belalang adalah
adanya bekas gigitan daun dari arah pinggir. Serangan kepik mengakibatkan
pucuk kedelai layu dan rusak karena dihisap oleh kepik tersebut. Gulma yang
tumbuh pada fase R3 sama seperti gulma yang tumbuh pada fase R1. Tampilan
tanaman pada fase R3, ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), Belalang (Oxya
chinensis) disajikan pada Gambar 8.

a

b

c

Gambar 8 a) Tanaman pada fase R3; b) serangan ulat jengkal
(Chrysodeixis chalcites); dan c ) Serangan belalang (Oxyachinensis)
Umur Awal Pengisian Polong (Fase R5)
Umur awal pengisian polong diamati pada saat 33-68 hari setelah tanam
(HST) (Gambar 9). Varietas pembanding yang memiliki umur awal pengisian
polong paling cepat dan paling lama adalah Tachinagaha pada saat 36 HST dan
Tanggamus pada saat 56 HST. Kedua varietas pembanding ini menjadi acuan
untuk membandingkan genotipe-genotipe yang diuji memiliki umur awal
pengisian polong cepat atau lama. Genotipe yang diuji memiliki umur awal