Pengaruh Konsentrasi Perekat Daun Jambu Mete dan Tekanan Pengempaan dalam Pembuatan Briket dari Sekam Padi dan Ketaman Kayu

(1)

PENGARUH KONSENTRASI PEREKAT DAUN JAMBU

METE DAN TEKANAN PENGEMPAAN DALAM

PEMBUATAN BRIKET DARI SEKAM

PADI DAN KETAMAN KAYU

SKRIPSI

Oleh

WIDYA GEMA BESTARI

110405028

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH KONSENTRASI PEREKAT DAUN JAMBU

METE DAN TEKANAN PENGOMPAKAN DALAM

PEMBUATAN BRIKET DARI SEKAM

PADI DAN KETAMAN KAYU

SKRIPSI

Oleh

WIDYA GEMA BESTARI

110405028

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH KONSENTRASI PEREKAT DAUN JAMBU

METE DAN TEKANAN PENGEMPAAN DALAM

PEMBUATAN BRIKET DARI SEKAM PADI

DAN KETAMAN KAYU

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2015

Widya Gema Bestari NIM 110405028


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Perekat Daun Jambu Mete dan Tekanan Pengempaan dalam Pembuatan Briket dari Sekam Padi dan Ketaman Kayu” berdasarkan hasil penelitian yang Penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Penelitian ini memberikan informasi mengenai penggunaan perekat daun jambu mete dalam mempengaruhi kualitas briket serta pemanfaatan limbah pertanian dan limbah kayu menjadi produk yang berguna sehingga menambah nilai ekonomis limbah itu sendiri serta mengurangi jumlah limbah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai pembuatan briket sebagai sumber energi.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT selaku Pembimbing 2. Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Penguji

3. Dr. Erni Misran, ST, MT selaku Penguji

4. Ir. Renita Manurung, MT selaku Koordinator Skripsi

5. Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Kepala Laboratorium Operasi Teknik Kimia

6. Muhammad Hendra Sahputra Ginting, ST, MT selaku Dosen

Pembimbing Akademik

7. Dr. Eng. Ir. Irvan, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia USU

8. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia


(6)

10. Keluarga Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Kelvin Hadinatan, Nurul

Aini, Muhammad Fauzy Tarigan, Yos Pawer Ambarita, Adrian Hartanto, Silvia, Veronica Sirait, Sukardi, Putri Retno Wahyu Ningsih, Fery Panjaitan, Adelina Suciani Purba, Kenrick dan Dicky Setiawan Tanjung. 11. Sahabat-sahabat di Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara stambuk

2011 khususnya Intan Afrilia, Yusrina Ika Putri, Dwi Gita Ferani, Atikah

Risyad, Ayu Afrina, Dania Khaerani Syabri, Resi Levi Permadani, Yola Melida, Azzah Muna Izdiharo, Lulu Ika Wirani, Ermi Yusmida Sormin, Rina Windayani, Rio Agung Prakoso, Muhammad Amri Prayogo dan Iloan Pandang H.M

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2015

Penulis


(7)

DEDIKASI

Skripsi ini didedikasikan kepada orang tua,

Ayahanda Nofizar dan Ibunda Syafirna atas

Pengorbanan, kasih sayang,

do’a dan kesabaran,

kepada saudara kembarku, Nadya Gema Bestari

atas bantuan dan dukungan

serta adikku, Imam Rahmat Ghaffari

atas semangat dan keceriaan


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Widya Gema Bestari NIM : 110405028

Tempat, tanggal lahir : Padang, 09 Februari 1993 Nama Orang Tua : Nofizar dan Syafirna Alamat Orang Tua:

Jl. Karyawisata Villa Prima Indah Blok C No.11, Medan Johor, Medan, Sumatera Utara

Asal Sekolah:

 TK Aisyiah Padang tahun 1998–1999

 SD Negeri 024 Padang tahun 1999-2002

 SD Kartika 1-9 Pekanbaru tahun 2002-2005

 SMP Negeri 1 Pekanbaru tahun 2005–2008

 SMA Negeri 8 Pekanbaru tahun 2008–2009

 SMA Negeri 1 Palembang tahun 2009-2011 Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015 sebagai anggota Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni 2. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai anggota Bidang

Hubungan Masyarakat

3. Asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara tahun 2014/2015 modul Tray Dryer, Heat Exchanger, Adjustable Bed Flow Channel, Kolom Absorpsi Gas, dan


(9)

ABSTRAK

Pembuatan briket biasanya dibuat dengan bantuan perekat. Perekat berfungsi merekatkan arang satu sama lain sehingga terbentuk briket yang kuat dan kompak. Beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas briket antara lain bahan baku, proses pengarangan, dan tekanan pengempaan. Penelitian pembuatan briket ini menggunakan arang sekam padi dan ketaman kayu sebagai bahan baku dengan perekat daun jambu mete. Semua variabel secara tidak langsung mempengaruhi kandungan fixed carbon briket yang sangat menentukan nilai kalor briket. Nilai kalor briket adalah faktor terpenting penentuan kualitas briket. Pada penelitian ini nilai kalor briket tertinggi sebesar 3.045,8271 kal/g diperoleh dengan proses pengarangan sekam padi dan ketaman kayu menggunakan metode 1, tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 15% dimana perbandingan sekam padi dan ketaman kayu adalah 1:1 dengan ukuran partikel 100 mesh. Nilai kalor briket ini masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan standar briket Indonesia. Daun jambu mete tidak baik digunakan sebagai perekat pada briket karena berdasarkan uji tekan, briket yang dihasilkan pada setiap variasi konsentrasi perekat, proses pengarangan, dan tekanan pengempaan memiliki struktur yang lunak, tidak kuat, dan mudah hancur.

Kata kunci : Briket, Sekam Padi, Ketaman Kayu, Daun Jambu Mete, Proses Pengarangan, Nilai Kalor


(10)

ABSTRACT

Briquette is usually made using binder. Binder can embed charcoal each other to form strong and compact briquettes. Some other variables beside binder that influence the quality of briquettes include raw material, compacting presseure and carbonization process. This research used rice husk and shaving woods as raw material with cashew leaves as binder. All variables affect the content of fixed carbon of the briquettes that influence the caloric value of the briquettes. The caloric value is the most important factor for determining the quality of the briquettes. In this research, the highest caloric value of the briquettes was 3.045,8271 cal/g. It was achieved when rice husk and shaving wood were carbonized by method 1 with compaction pressure of 85 kg/cm2 and binder concentration of 15% where the ratio of rice husks and wood shaving was1: 1 with particle size of 100 mesh. The caloricvalue of the briquettes was still very low and did not meet the qualification of Indonesian standard for briquettes. Based on the strength test, cashew leaves couldn’t be used as briquette’s binder. The produced briquettes that used cashew leaves as binder had soft structure and easily destroyed.

Keywords : Briquettes, Rice Husk, Wood Shaving, Cashew Leaves, Carbonization Process, Caloric Value


(11)

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN viii ix xii xiv xv xvii BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 1.2 PERUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1 1 5 6 6 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOMASSA 2.1.1 Sekam Padi 2.1.2 Ketaman Kayu 2.2 KARBONISASI 2.3 BRIKET

2.4 PEREKAT

2.5 TEKANAN PENGEMPAAN 2.7 ANALISA EKONOMI

9 9 10 12 13 14 16 17 18


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan Penelitian 3.2.2 Peralatan Penelitian 3.3 RANCANGAN PENELITIAN 3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 1

3.4.1.1 Persiapan Sekam Padi 3.4.1.2 Persiapan Ketaman Kayu

3.4.2 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 2 3.4.3 Persiapan Perekat Daun Jambu Mete

3.4.4 Proses Pembuatan Briket 3.5 PROSEDUR ANALISA

3.5.1 Analisa Kadar Bahan Volatil 3.5.2 Analisa Kadar Abu

3.5.3 Analisa Kadar Air 3.5.4 Analisa Fixed Carbon

3.5.5 Analisa Uji Kalor 3.5.6 Analisa Uji Tekan

19 19 20 20 20 21 21 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS KUALITAS BRIKET 4.1.1 Analisis Kadar Air

4.1.1.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air

4.1.1.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air

4.1.1.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Air

4.1.2 Analisis Kadar Senyawa Volatil

4.1.2.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil

26 26 26 26 28 30 32 32


(13)

4.1.2.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa Volatil

4.1.2.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Senyawa Volatil

4.1.3 Analisis Kadar Abu

4.1.3.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu

4.1.3.2 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Abu

4.1.4 Analisis Kandungan Fixed Carbon

4.1.4.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon

4.1.4.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon

4.1.4.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kandungan Fixed Carbon

4.1.5 Analisis Nilai Kalor

4.2 ANALISIS SIFAT FISIK BRIKET

33

35 36

36

37 38

38

39

42

44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN 5.2 SARAN

46 46 46


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Konsumsi Energi di Indonesia

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air Briket

Gambar 4.2 Kurva Pengeringan

Gambar 4.3 Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air Briket

Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Gambar 4.5 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Gambar 4.6 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu Briket

Gambar 4.7 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan

Fixed Carbon Briket

Gambar 4.8 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan

Fixed Carbon Briket

Gambar 4.9 Hubungan Kandungan Fixed Carbon terhadap Nilai Kalor Briket

Gambar L1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi (Proses Pengarangan 1)

Gambar L1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 1)

Gambar L1.3 Flowchart Persiapan Sekam Padi dan Ketaman Kayu (Proses Pengarangan 2)

Gambar L1.4 Flowchart Persiapan Perekat Daun Jambu Mte Gambar L1.5 Flowchart Proses Pembuatan Briket

Gambar L1.6 Flowchart Analisa Kadar Bahan Volatil Gambar L1.7 Flowchart Analisa Kadar Abu

1 27 28 29 32 34 37 39 40 43 56 57 58 59 60 61 62


(15)

Gambar L1.8 Flowchart Analisa Kadar Air Gambar L1.9 Flowchart Analisa Uji Kalor Gambar L1.10 Flowchart Analisa Uji Tekan Gambar L4.1 Foto Bahan Baku Sekam Padi Gambar L4.2 Foto Bahan Baku Ketaman Kayu

Gambar L4.3 Foto Arang Sekam Padi dan Ketaman Kayu Gambar L4.4 Foto Daun Jambu Mete

Gambar L4.5 Foto Pencetak Briket Gambar L4.6 Foto Briket

63 65 65 73 73 74 74 75 75


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian terdahulu Mengenai

Pembuatan Briket

Tabel 2.1 Data Produksi Padi dan Sekam Padi pada Tahun 2007-2010

Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Gergajian di Sumatera Utara Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara

Tabel 3.1 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian

Tabel 4.1 Data Kadar Air Briket berbagai Perlakuan

Tabel 4.2 Data Kadar Senyawa Volatil Briket berbagai Perlakuan Tabel 4.3 Data Kadar Abu Briket berbagai Perlakuan

Tabel 4.4 Data Kandungan Fixed Carbon Briket berbagai Perlakuan Tabel 4.5 Data Kandungan Fixed Carbon dan Nilai Kalor Briket Tabel L2.1 Hasil Analisis Kadar Air Briket

Tabel L2.2 Hasil Analisis Kadar Senyawa Volatil Briket Tabel L2.3 Hasil Analisis Kadar Abu Briket

Tabel L2.4 Hasil Analisis Kadar Fixed Carbon Briket Tabel L2.5 Hasil Uji Nilai Kalor Briket

4

10 11 12 15 19 21 30 35 38 41 42 66 67 68 69 70


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN 1 FLOWCHART PENELITIAN

L1.1 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 1

L1.1.1 Flowchart Persiapan Sekam Padi L1.1.2 Flowchart Persiapan Ketaman Kayu

L1.2 FLOWCHART PERSIAPAN BAHAN BAKU PROSES PENGARANGAN 2

L1.3 FLOWCHART PERSIAPAN PEREKAT DAUN JAMBU METE

L1.4 FLOWCHART PROSES PEMBUATAN BRIKET L1.5 FLOWCHART ANALISA KADAR BAHAN VOLATIL L1.6 FLOWCHART ANALISA KADAR ABU

L1.7 FLOWCHART ANALISA KADAR AIR L1.8 FLOWCHART ANALISA UJI KALOR L1.9 FLOWCHART ANALISA UJI TEKAN

56 56 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN

L2.1 DATA KADAR AIR BRIKET

L2.2 DATA KADAR SENYAWA VOLATIL BRIKET L2.3 DATA KADAR ABU BRIKET

L2.4 DATA KADAR FIXED CARBON BRIKET L2.5 DATA NILAI KALOR BRIKET

66 66 67 68 69 70 LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN KADAR AIR

L3.2 PERHITUNGAN KADAR SENYAWA VOLATIL L3.3 PERHITUNGAN KADAR ABU

L3.4 PERHITUNGAN KANDUNGAN FIXED CARBON

71 71 71 72 72 LAMPIRAN D DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO BAHAN BAKU SEKAM PADI

73 73


(18)

L4.2 FOTO BAHAN BAKU KETAMAN KAYU L4.3 FOTO ARANG KEDUA BAHAN BAKU L4.4 FOTO DAUN JAMBU METE

L4.5 FOTO PENCETAK BRIKET L4.6 FOTO PRODUK

73 74 74 75 75


(19)

DAFTAR SINGKATAN

KP PAC PMC PP1 PP2 PVM TP

Konsentrasi Perekat

Percentage Ash Content Percentage Moisture Content

Proses Pengarangan 1 Proses Pengarangan 2

Percentage Volatile Matter


(20)

ABSTRAK

Pembuatan briket biasanya dibuat dengan bantuan perekat. Perekat berfungsi merekatkan arang satu sama lain sehingga terbentuk briket yang kuat dan kompak. Beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas briket antara lain bahan baku, proses pengarangan, dan tekanan pengempaan. Penelitian pembuatan briket ini menggunakan arang sekam padi dan ketaman kayu sebagai bahan baku dengan perekat daun jambu mete. Semua variabel secara tidak langsung mempengaruhi kandungan fixed carbon briket yang sangat menentukan nilai kalor briket. Nilai kalor briket adalah faktor terpenting penentuan kualitas briket. Pada penelitian ini nilai kalor briket tertinggi sebesar 3.045,8271 kal/g diperoleh dengan proses pengarangan sekam padi dan ketaman kayu menggunakan metode 1, tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 15% dimana perbandingan sekam padi dan ketaman kayu adalah 1:1 dengan ukuran partikel 100 mesh. Nilai kalor briket ini masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan standar briket Indonesia. Daun jambu mete tidak baik digunakan sebagai perekat pada briket karena berdasarkan uji tekan, briket yang dihasilkan pada setiap variasi konsentrasi perekat, proses pengarangan, dan tekanan pengempaan memiliki struktur yang lunak, tidak kuat, dan mudah hancur.

Kata kunci : Briket, Sekam Padi, Ketaman Kayu, Daun Jambu Mete, Proses Pengarangan, Nilai Kalor


(21)

ABSTRACT

Briquette is usually made using binder. Binder can embed charcoal each other to form strong and compact briquettes. Some other variables beside binder that influence the quality of briquettes include raw material, compacting presseure and carbonization process. This research used rice husk and shaving woods as raw material with cashew leaves as binder. All variables affect the content of fixed carbon of the briquettes that influence the caloric value of the briquettes. The caloric value is the most important factor for determining the quality of the briquettes. In this research, the highest caloric value of the briquettes was 3.045,8271 cal/g. It was achieved when rice husk and shaving wood were carbonized by method 1 with compaction pressure of 85 kg/cm2 and binder concentration of 15% where the ratio of rice husks and wood shaving was1: 1 with particle size of 100 mesh. The caloricvalue of the briquettes was still very low and did not meet the qualification of Indonesian standard for briquettes. Based on the strength test, cashew leaves couldn’t be used as briquette’s binder. The produced briquettes that used cashew leaves as binder had soft structure and easily destroyed.

Keywords : Briquettes, Rice Husk, Wood Shaving, Cashew Leaves, Carbonization Process, Caloric Value


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Energi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan energi untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Bahkan, permintaan terhadap energi di dunia semakin meningkat setiap tahunnya, yakni sekitar 1,6%. Kebutuhan energi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Energi terdiri dari energi terbarukan dan energi tak terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi yang berasal dari sumber yang dapat diperbaharui seperti matahari, angin, biomassa, geotermal, dan air. Sebaliknya, energi tak terbarukan merupakan energi yang berasal dari sumber yang tidak dapat diperbaharui sehingga sumbernya terbatas seperti minyak, gas, dan energi nuklir [1-2].

Gambar 1.1 Konsumsi Energi di Indonesia [3]

Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa konsumsi energi di Indonesia semakin meningkat setiap tahun hingga mencapai 1.116,1 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2011. Konsumsi energi masih didominasi oleh BBM (32,7%), diikuti oleh biomassa (25,1%), dan batubara (1,3%) [3]. Dari Gambar 1.1 jelas terlihat bahwa sumber energi tak terbarukan lebih banyak digunakan daripada sumber energi terbarukan. Minyak merupakan sumber energi tak terbarukan yang populer sebagai sumber utama bahan bakar. Hal ini berarti produksi minyak pada awalnya terus meningkat yang kemudian akan sampai pada puncaknya dan mulai menurun


(23)

secara bertahap sesuai dengan persediaan minyak fossil yang semakin sedikit. Jadi tidak dapat disangkal bahwa minyak suatu saat akan habis akibat pemakaian secara terus menerus.

International Energy Agency (IEA) memperkirakan persediaan minyak di alam akan habis pada tahun 2020 atau dapat diundur hingga tahun 2035 jika pemerintah dapat mengefisiensikan minyak dan menggunakan sumber energi alternatif lain pengganti minyak. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran akibat sumber energi yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat [1, 4-5]. Oleh karena persediaan minyak yang terbatas dan semakin menipis, maka dicarilah sumber-sumber energi terbarukan sebagai alternatif menghadapi krisis minyak.

Biomassa adalah salah satu sumber energi terbarukan yang paling umum dan mudah didapat dan merupakan peluang besar sebagai bahan baku untuk bioenergi [6]. Beberapa sumber utama biomassa di Indonesia dapat diperoleh dari limbah kelapa sawit, tebu, kelapa, hasil pengolahan limbah kayu dan limbah pertanian [7]. Negara-negara berkembang menghasilkan limbah pertanian dalam jumlah yang cukup besar namun belum dimanfaatkan secara efektif sehingga menyebabkan polusi lingkungan.

Sekam padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup banyak dihasilkan di negara penghasil beras dimana 20% limbah pertanian dari produksi padi berupa sekam padi. Produksi padi sendiri sekitar 60 juta ton setiap tahun, sehingga total sekam padi yang dihasilkan 12 juta ton per tahun [8].

Potensi sumber biomassa lainnya adalah hasil pengolahan hutan. Indonesia memiliki hutan yang cukup luas. Hutan tersebut dapat dimanfaatkan untuk diambil kayunya sebagai bahan baku dalam industri kayu. Dengan banyaknya industri kayu yang ada, akan banyak pula limbah kayu yang dihasilkan. Potensi limbah kayu cukup besar dan ternyata hanya sebagian saja (35-49%) limbah kayu yang dieksploitasi dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Limbah kayu terdekomposisi sangat lambat sehingga membutuhkan waktu yang lama. Limbah kayu yang dihasilkan antara lain serbuk gergaji, lembaran kayu, kulit kayu dan ketaman kayu. Limbah kayu ini dapat digunakan sebagai sumber energi briket dimana kebanyakan briket menggunakan bahan baku sekam padi dan serbuk


(24)

gergaji. Briket dari biomassa limbah kayu merupakan bahan bakar yang murah [9 -12].

Sekam padi dan ketaman kayu merupakan limbah yang cukup banyak dihasilkan tiap tahunnya di Indonesia, bahkan terus meningkat dan belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal jika dimanfaatkan dengan baik, dapat meningkatkan nilai tambah limbah tersebut. Oleh karena itu, pemilihan sekam padi dan ketaman kayu sebagai bahan baku sumber energi terbarukan sangat tepat.

Briket telah ditemukan sebagai sumber energi selama perang dunia pertama dan kedua dengan menggunakan teknologi sederhana [13]. Briket merupakan material yang mudah terbakar yang terbentuk dari proses pengempaan atau pemampatan material menjadi bentuk padatan dan digunakan sebagai bahan bakar. Briket yang dihasilkan harus memiliki sifat yang kuat dan saling merekat satu sama lain sehingga briket tidak mudah hancur [14].

Perekat yang digunakan dapat digolongkan sebagai perekat organik dan perekat anorganik. Perekat organik antara lain minyak mentah, pati dan molase. Sedangkan tanah liat, natrium silikat dan semen digolongkan ke dalam perekat anorganik [14 dan 15]. Pembuatan briket menggunakan perekat organik telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Namun, hanya sedikit sekali kajian tentang penggunaan limbah organik sebagai perekat. [16] telah meneliti penggunaan daun jambu mete sebagai perekat dalam pembuatan briket. Daun jambu mete diketahui mengandung tannin yang menyebabkan daun tersebut bersifat adhesif [16].

Penelitian terdahulu yang menggunakan bahan baku biomassa dengan berbagai perekat dalam pembuatan briket dirangkum pada Tabel 1.1. Dari Tabel 1.1 disebutkan bahwa beberapa penelitian yang menggunakan biomassa sebagai sumber bahan baku pada pembuatan briket berupa limbah pertanian dan limbah industri menghasilkan briket dengan nilai kalor yang baik. Pada penelitian terdahulu penggunaan daun jambu mete sebagai perekat pada pembuatan briket sudah pernah dilakukan menggunakan bahan baku tempurung kelapa, tetapi hasil kalor yang dihasilkan masih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mempelajari pembuatan briket dari bahan baku sekam padi dan ketaman kayu dengan menggunakan perekat daun jambu mete.


(25)

Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pembuatan Briket Nama Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Emerhi (2011) Physical and Combustion Properties of Briquettes Produced from Sawdust of Three Harwood Species and Different Organic Binders Campuran serbuk gergaji tiga jenis kayu keras: kotoran sapi = 70 : 30, serbuk gergaji : abu kayu = 70 : 30, serbuk gergaji : pati = 70 : 15 dengan campuran serbuk gergaji tiap kombinasi = 50 : 50 (20 gram)

Nilai kalor yang paling tinggi dari campuran serbuk gergaji Afzelia africana dan

Terminalia superba

dengan perekat pati yaitu 3.316 kkal/kg atau 3.316 kal/g

Asmamaw dan Mulugeta (2013) Experimental Investigations on Briquettes Produced from Maize Cobs and Rice Husk

Variasi bahan baku yang digunakan yaitu 100% tongkol jagung; campuran tongkol jagung dengan sekam padi (50% : 50%) dengan perekat dari umbi singkong (20% dan 30%), tekanan

pengempaan 0,05 dan 0,26 MPa

Briket dari 100% tongkol jagung, 0,26 MPa dan konsentrasi perekat 20% memiliki nilai fixed carbon dan nilai kalor tertinggi yaitu 60,426% dan 25,963 MJ/kg atau setara dengan 6.199,96 kal/g


(26)

Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pembuatan Briket (Lanjutan)

Chirchir, Nyaanga, dan Githeko (2013)

Effect of Binder Types and Amount on Physical and Combustion Characteristic

Rasio bahan baku yang digunakan yaitu sekam padi : debu arang : ampas tebu = 6 : 1 : 3 dengan konsentrasi tiap perekat (molase, kotoran sapi dan tanah liat) 10%, 15% dan 25% .

Densitas paling tinggi yaitu briket dengan konsentrasi perekat molase 25% yaitu 0,703 g/cm3. Nilai kalor paling tinggi yaitu 26,8 MJ/kg atau setara dengan 6399,84 kal/g pada briket dengan konsentrasi perekat molase 10%.

Heruwati (2009) Pengaruh Variasi Tekanan Pada Pembuatan Briket Arang Tempurung Kelapa Dengan Perekat Daun Jambu Mete Muda (Anacardium occidentale L.) terhadap Nilai Kalor yang Dihasilkan

Bahan baku yang digunakan adalah arang tempurung kelapa menggunakan perekat daun jambu mete muda.

Perbandingan arang tempurung kelapa dengan perekat adalah 87,5% : 12,5% dengan variasi tekanan 50 kg/cm2, 100 kg/cm2, 200 kg/cm2, dan 300 kg/cm2.

Nilai kalor paling tinggi diperoleh pada tekanan 300 kg/cm2 yaitu 4,334 kkal/kg atau 4,334 kal/g dan bersifat kurang rekat terhadap briket

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Pembuatan briket menggunakan kombinasi bahan baku sekam padi dan ketaman kayu perlu diteliti karena ketaman kayu dan sekam padi merupakan limbah yang cukup besar dihasilkan dari industri pertanian dan industri kayu. Pembuatan briket pada penelitian ini digunakan perekat organik yaitu daun jambu mete karena perekat organik memiliki sifat ramah lingkungan dan mudah didapat


(27)

dibandingkan dengan perekat anorganik. Briket yang dihasilkan harus kuat dan tidak mudah hancur sehingga perlu diteliti penggunaan persen berat perekat daun jambu mete dan tekanan pengempaan terhadap sifat kekuatan briket dan bagaimana kualitas briket yang dihasilkan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Membuat briket dari sekam padi dan ketaman kayu menggunakan daun jambu mete sebagai perekat

2. Menganalisis tekanan pengempaan dan persen berat penggunaan daun jambu mete yang paling baik pada proses pembuatan briket terhadap sifat kekuatan briket yang dihasilkan

3. Menentukan kualitas briket yang paling baik dari beberapa jenis perlakuan yang dilakukan

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti

Dapat memberikan wawasan tambahan dalam bidang ilmu pengetahuan terkait penerapannya dalam mengkonversi limbah menjadi suatu bahan bakar alternatif

2. Bagi Umum

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lanjutan

3. Bagi Masyarakat

Dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari sebagai alternatif bahan bakar dan meningkatkan nilai tambah limbah sekam padi dan ketaman kayu

1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN

Lokasi proses pembuatan briket yaitu di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas


(28)

Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan serta Laboratorium Proses Manufaktur, Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Analisa produk briket yang dihasilkan dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan dengan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Variabel tetap:

a. Jenis bahan baku = sekam padi dan ketaman kayu b. Jenis perekat = daun jambu mete

c. Suhu pengarangan = 400 oC d. Waktu pengarangan = 2 jam

e. Rasio sekam padi dengan ketaman kayu = 1:1 (15 gram) f. Ukuran partikel = 100 mesh

2. Variabel bebas:

a. Konsentrasi perekat = 10%; 12,5%; 15%; 20% b. Tekanan pengempaan = 85 kg/cm2 ; 105 kg/cm2 c. Proses Pengarangan (PP):

- PP 1: Masing-masing bahan baku diarangkan kemudian dicampur - PP 2: Kedua bahan baku dicampur kemudian diarangkan

Ketaman kayu mahoni yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari tempat pembuatan furniture di daerah Medan Johor sedangkan untuk bahan baku sekam padi diperoleh dari pasar di daerah Padang Bulan. Daun jambu mete yang digunakan sebagai perekat dalam penelitian ini didapatkan dari Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

Analisa yang dilakukan di dalam penelitian ini meliputi analisa pada produk yang dihasilkan terdiri dari:

1. Analisa kadar bahan volatil 2. Analisa kadar abu


(29)

4. Analisa fixed carbon

5. Uji kalor 6. Uji tekan.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOMASSA

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari sektor pertanian atau kehutanan yang diperkirakan berpotensi menghasilkan sekitar 25% dari kebutuhan energi global dan membutuhkan pengembangan lebih lanjut oleh masyarakat [17 dan 18]. Biomassa adalah materi organik yang merupakan sumber energi terbarukan yang mengandung karbon dan kadar hidrogen yang tinggi dan dapat dikonversi menjadi bahan bakar [19].

Sumber biomassa ada beberapa macam antara lain biomassa pertanian dan biomassa hutan. Biomassa pertanian merupakan limbah dari tanaman pertanian antara lain batang, cabang, daun serta produk samping dari hasil pertanian dimana limbah tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi. Sedangkan biomassa hutan yang dapat digunakan sebagai penyumbang energi antara lain kayu, dan penebangan kayu, serta produk samping industri kayu. Selain itu, biomassa juga dapat berasal dari lumpur pengolahan air, serta proses pembuatan makanan dan pakan ternak hewan [17 dan 20].

Biomassa dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu : a. Limbah pertanian : limbah hasil panen

b. Limbah hasil kehutanan : limbah kayu pabrik, sisa-sisa penebangan pohon dan semak-semak.

c. Limbah kota dan industrial : limbah padat perkotaan, kotoran dan limbah industri.

Proses produksi biomassa menjadi energi terbagi menjadi dua kategori proses, yaitu :

a. Proses termokimia : pembakaran, pirolisis, pencairan dan gasifikasi

b. Proses biologi : biofotolisis langsung, biofotolisis tak langsung, reaksi perpindahan air-gas secara biologi, foto-fermentasi dan dark-fermentasi [21].


(31)

Biomassa dapat diterima oleh masyarakat luas sebagai sumber bahan baku dalam menghasilkan energi terbarukan terkait dengan potensinya yang cukup menjanjikan untuk dijadikan bahan bakar yang meminimalkan masalah lingkungan. Penggunaan limbah pertanian sebagai sumber energi merupakan prospek yang menjanjikan dalam pembangunan di sektor energi. Hal ini berdasarkan hasil pertimbangan bahwa limbah pertanian bersifat ramah lingkungan dan tidak digunakan sebagai sumber pangan sehingga potensi limbah pertanian fokus seluruhnya pada pengadaan energi alternatif. Limbah pertanian yang biasanya dihasilkan antara lain sekam padi, ampas tebu, tandan kosong kelapa sawit dan jerami. Juninger dkk. (2001) dalam Barz (2011) mengatakan bahwa jika semua limbah proses pertanian digunakan, dapat memberikan kontribusi antara 25% dan 40% dari total produksi energi komersial utama di berbagai negara Asia Tenggara [22].

2.1.1 Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang saling bertautan yang disebut lemma dan palea [23]. Sekarang ini, penggunaan sumber energi terbarukan mulai populer dan terus meningkat yaitu sekitar 3% per tahun. Hal ini disebabkan kekhawatiran akibat dampak lingkungan yang semakin meningkat karena penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus sehingga pemerintah di seluruh dunia menggalakkan penggunaan sumber energi terbarukan karena sifatnya yang ramah lingkungan [24]. Sekam padi sebagai sumber energi dapat mengurangi dampak dari emisi gas rumah kaca. Diketahui bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sekam padi lebih rendah daripada bahan bakar fosil [25].

Tabel 2.1 Data Produksi Padi dan Sekam Padi pada Tahun 2007-2010 [26]

Tahun Produksi (juta ton)

Padi Sekam Padi

2005 54 10,8

2006 54,45 10,89

2007 57,15 11,43

2008 60,33 12,07

2009 64,40 12,88


(32)

Sekam padi merupakan limbah pertanian yang cukup banyak dihasilkan.Sekitar 20 kg sekam padi dihasilkan setiap 100 kg beras. Sekam padi mengandung substansi organik dan 20% materi anorganik [27 dan 28]. Tabel 2.1 menyajikan data komponen yang terkandung dalam sekam padi:

Tabel 2.2 Komposisi Sekam Padi [27]

Komponen Jumlah (%)

Kadar Air 9,38 Densitas 0,72 Abu 11,34 Senyawa Volatil 6,74 Nitrogen 1,15 Karbon 20,63 Sulfur 1,31

Ada tiga produk samping yang berasal dari tanaman padi yaitu jerami padi, sekam padi, dan dedak padi. Dedak padi biasanya digunakan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, dan sebagainya. Sedangkan jerami dan sekam padi belum digunakan secara optimal, padahal kedua biomassa ini dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat berkonstribusi dalam menyediakan sumber energi nasional [29].

Sekam padi merupakan sumber biomassa yang memiliki potensi besar untuk dikonversi menjadi energi dan dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti minyak bumi bagi masyarakat pedesaan. Biomassa yang terdapat di pedesaan harganya lebih murah atau bahkan didapat secara gratis. Pengkonversian biomassa menjadi energi dapat mengurangi limbah pertanian dan jika dikelola dengan baik bisa mendatangkan pendapatan tambahan bagi masyarakat pedesaan sehingga mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat [30 dan 31]. Sekam padi merupakan sumber energi yang cukup potensial di India sebagai penghasil tenaga listrik. Sekam padi sebagai sumber pembangkit listrik muncul pada tahun 2007 dan diharapkan dapat menjangkau daerah-daerah pedesaan sehingga membantu dalam penyedian listrik di daerah terpencil. Sekam padi sendiri sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar pada tungku ataupun tanur. Di Bangladesh, briket sekam padi telah digunakan di beberapa daerah. Briket merupakan bahan bakar tanpa asap yang memberikan suhu yang lebih tinggi dan


(33)

lebih cepat daripada batu bara maupun kayu [29 dan 32]. Meskipun telah diketahui banyaknya manfaat sekam padi, namun kebanyakan petani hanya mendapatkan harga atau keuntungan yang tidak seberapa. Hal ini disebabkan : a. Kurang kesadaran potensi sekam padi tersebut oleh petani

b. Kurangnya informasi akan pengetahuan dan teknologi c. Masalah sosial-ekonomi

d. Kurangnya kepedulian lingkungan [32].

2.1.2 Ketaman Kayu

Limbah kayu merupakan sisa-sisa kayu yang tidak dibutuhkan yang berasal dari proses pengolahan kayu seperti serbuk gergaji, lembaran dan kulit kayu serta ketaman kayu [12].

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Gergajian di Sumatera Utara [33]

No Tahun Kayu

Gergajian (M3)

Limbah Kayu Gergajian, 50% (M3)

1 2002 37.432 18.716 2 2003 7.557 3.778,5 3 2004 19.915 9.957,5 4 2005 51.368 25.684 5 2006 66.616 33.308

Limbah ketaman kayu dan serbuk gergaji yang dihasilkan cukup besar. Terkadang ketaman kayu dicampur dengan sekam padi kemudian digunakan sebagai alas hewan-hewan ternak. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah ketaman kayu. Sekarang ini, ketaman kayu mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi. Kemampuan ketaman kayu untuk dijadikan bahan baku pembuatan bahan bakar semakin menambah nilai ekonomis bahan itu sendiri. Limbah kayu biasanya dijadikan bahan bakar pada industri-industri utlitas seperti

boiler dan heater [34 dan 35].

2.2 KARBONISASI

Biomassa tidak bisa digunakan secara langsung sebagai sumber energi. Untuk mengubah biomassa menjadi sumber energi dapat memanfaatkan proses


(34)

karbonisasi. Proses karbonisasi merupakan proses pirolisis, dimana materi organik diletakkan pada tempat bertemperatur tinggi tanpa kehadiran oksigen [36]. Pada proses karbonisasi, biomassa akan terkonversi menjadi arang. Selain arang, pada proses karbonisasi juga dihasilkan karbon monoksida (CO), metana dan air. Konversi biomassa kayu menjadi arang pada proses karbonisasi secata teoritis dapat mencapai angka 44-55%. Namun, hal tersebut bukanlah hal mutlak dengan pertimbangan perbedaan jenis biomassa yang berarti memiliki komposisi yang berbeda pula sehingga mempengaruhi kualitas arang hasil konversi biomassa kayu yang dikarbonisasi [37].

Reaksi yang terjadi pada proses karbonisasi adalah sebagai berikut [37]: C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O

Temperatur pada proses karbonisasi mempengaruhi kualitas arang yang dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan temperatur degradasi senyawa yang terdapat dalam biomassa tersebut, seperti selulosa dan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa diharapkan terdegradasi dengan baik sehingga arang yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus [38]

Temperatur merupakan kondisi proses yang paling penting dalam karbonisasi. Temperatur optimum harus dicapai pada proses karbonisasi. Berdasarkan temperatur optimum, karbonisasi dapat dibagi menjadi dua kelas. Pada temperatur 200 oC hingga 300 oC dan pada temperatur di atas 320 oC. Pada temperatur di atas 320 oC itulah arang terbentuk.

Selain temperatur, waktu karbonisasi juga menentukan kualitas arang. Temperatur yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat sedangkan pada temperatur yang lebih rendah waktu yang dibutuhkan juga lebih lama. Temperatur dan waktu optimum dalam pembentukan suatu arang tergantung dari bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang mengandung lebih banyak hemiselulosa membutuhkan temperatur yang lebih rendah agar terdekomposisi menjadi arang daripada bahan baku yang lebih banyak mengandung selulosa. Berbeda dengan hemiselulosa dan selulosa, bahan baku yang mengandung banyak lignin terdekomposisi lebih awal dari selulosa dan hemiselulosa tetapi terdekomposisi sempurna di atas temperatur yang dibutuhkan hemiselulosa dan selulosa.


(35)

Selain kandungan bahan baku, yang tidak kalah penting dalam menentukan temperatur dan waktu adalah ukuran partikel. Ukuran partikel yang lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari partikel yang berukuran lebih kecil pada temperatur yang sama [39].

2.3 BRIKET

Briket dapat didefiniskan sebagai sumber energi alternatif yang dibentuk dari konversi fisik-mekanikal dari material dengan atau tanpa perekat dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Proses pembuatan briket merupakan teknologi pemadatan bahan baku untuk meningkatkan densitas bahan baku tersebut dengan bentuk dan ukuan yang seragam agar lebih mudah dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan. Akhir-akhir ini briket telah menimbulkan banyak ketertarikan di negara berkembang di seluruh dunia sebagai suatu teknik untuk memanfaatkan limbah biomassa sebagai sumber energi [40 dan 41].

Proses pembuatan briket dengan tujuan pembuatan bahan bakar telah ada ribuan tahun yang lalu namun kemudian pengaplikasiannya hilang begitu saja. Sekitar abad ke-18, proses pembuatan briket mulai diperkenalkan lagi. Pada tahun 1865 telah ditemukan adanya mesin yang digunakan untuk membuat briket dari gambut sebagai bahan bakar dan dicatat sebagai awal mula mesin pembuatan briket. Penggunaan briket organik (briket biomassa) baru-baru ini mulai dibandingkan dengan briket batubara [42].

(Briket memiliki standar dalam menentukan kualitas suatu briket. Tabel 2.4 menunjukkan standar suatu briket).

Tabel 2.4 Standar Kualitas Briket di Beberapa Negara [43 dan 44]

Sifat Arang Briket Jepang Inggris Amerika Indonesia

Kadar Air (%) 6-8 3,6 6,2 7,57 Kadar Senyawa Volatil (%) 15-30 16,4 19-28 15

Kadar Abu (%) 3-6 5,9 8,3 5,51

Fixed Carbon 60-80 75,3 60 77

Kerapatan (g/cm3) 1,0-1,2 0,48 1 - Nilai Kalor (kal/g) 6000-7000 7289 6230 5000


(36)

Ada beberapa keuntungan dari produksi dan penggunaan briket biomassa, yaitu: 1. Menyediakan sumber bahan bakar murah untuk keperluan rumah tangga,

yang terjangkau oleh semua penduduk

2. Menyediakan sarana yang baik dalam mengkonversi limbah pertanian menjadi benda yang memiliki nilai ekonomi.

3. Membantu melestarikan beberapa sumber daya alam karena merupakan alternatif yang tepat. Oleh karena itu, hal ini akan berguna untuk mengurangi jumlah minyak dan gas yang biasanya digunakan untuk menghasilkan energi bagi keperluan rumah tangga.

4. Menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang karena akan dibutuhkan operator untuk mengoperasikan mesin briket, mendistribusikan bahan baku dan menjual briket yang dihasilkan.

5. Produk yang dihasilkan mudah diangkut dan disimpan

6. Proses ini membantu dalam memecahkan masalah penumpukan limbah biomassa

7. Bahan bakar yang dihasilkan seragam dalam ukuran dan kualitas 8. Membantu mengunagi kayu bakar dan penggundulan hutan 9. Briket yang dihasilkan tidak mengandung sulfur

10. Memiliki kualitas yang konsisten dan memiliki efisiensi yang sempurna [41, 45 dan 46].

Beberapa kekurangan dari briket biomassa antara lain:

1. Harga investasi tinggi dan konsumsi energi yang besar dalam proses pembuatannya

2. Kadang-kadang terjadi karakteristik pembakaran yang tidak diinginkan misalnya asap

3. Keeratan briket yang dapat melonggar bila terkena air bahkan akibat kelembaban cuaca yang tinggi [41 dan 45].

2.4 PEREKAT (BINDER)

Perekat digunakan untuk mempererat briket [13]. Perekat tersebut dapat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan seperti sifat termal dan pembakarannya tergantung dari jenis perekat, jumlah perekat dan jumlah air yang


(37)

digunakan. Perekat yang digunakan dalam pembuatan briket berupa perekat organik ataupun anorganik. Beberapa perekat organik antara lain minyak mentah, pati dan molase. Perekat anorganik meliputi tanah liat, natrium silikat dan semen [46].

Jambu mete (Anacardium occidentale L) termasuk dalam divisi

Spermatophyta, sub divisi Angisopermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Sapindales,

famili Anacardiaceae, genus Anacardium, dan spesies Anarcadium occidentale L. [16]. Jambu mete berasal dari Brazil dan ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl di daerah tropis. Nama umum dari tanaman ini adalah jambu monyet tetapi di beberapa daerah dikenal dengan nama lain. Nama jambu mete berasal dari daerah Jawa dan terkadang disebut juga jambu mede. Di daerah Sumatera dikenal dengan nama gaju atau jambu erang sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama jambu parang, jambu sepal, jambu gayus, jambu seran ataupun janggus [47].

Jambu mete merupakan hasil perkebunan yang cukup penting dan merupakan komoditi ekspor sehingga jambu mete ikut berperan dalam menyumbang devisa negara dan memberikan keuntungan bagi petani. Tanaman jambu mete pada tahun 2003 saja sudah memiliki areal yang cukup luas sekitar 581.641 ha dengan total produksi 112.509 ton. Pada umumnya tanaman ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara [48].

Daun jambu mete mengandung beberapa senyawa kimia seperti tannin, asam anakardat, kardol, karbohidrat, protein lemak, vitamin, mineral, fenol, asam hidroksi benzoat, glikosida kermferol, glikosida dan kuersetin. Senyawa tannin, kardol dan asam anakardat lebih banyak terdapat pada daun jambu mete muda daripada daun jambu mete tua. Daun jambu mete mengandung tannin dengan kadar 4,15% [60]. Tannin adalah gabungan senyawa fenolat dengan berat molekul 500-3000 [49]. Tannin menyebabkan daun jambu mete bersifat adhesif karena memiliki sifat gelatin [16]. Gelatin merupakan polimer yang bisa bersifat sebagai

gelling agent (bahan pembuat gel) dan bersifat mengikat. Oleh karena itu, perekat berbasis tannin sudah banyak digunakan pada panel kayu dan sudah dikomersialkan sejak tahun 1971 karena melekat dengan cukup baik [50 dan 51].


(38)

2.5 TEKANAN PENGEMPAAN

Tekanan pengempaan merupakan merupakan tekanan yang digunakan dalam proses pengempaan yang biasanya dilakukan saat proses pencetakan briket. Tekanan pengempaan dilakukan untuk lebih memadatkan biomassa sehingga mengecilkan pori atau celah di antara partikel-partikel biomassa yang kemudian menyebabkan partikel-partikel biomassa lebih terikat dengan erat [28]. Mekanisme yang terjadi selama pengempaan antara lain :

a. Biomassa yang belum merekat cukup kuat dikempa sehingga biomassa menjadi lebih erat dan densitas meningkat

b. Biomassa yang sudah dikempa menjadi kompak, erat, dan bidang kontak antarpartikel meningkat

c. Tekanan yang diberikan sama atau seragam untuk setiap partikel biomassa sehingga biomassa tersebut memiliki kepadatan yang sama.

Beberapa cara pengempaan pada pembuatan briket antara lain : a. Pengempaan dengan tekanan tinggi (> 100 MPa atau 1000 kg/cm2)

b. Pengempaan dengan tekanan sedang dibantu dengan perangkat pemanas (50 MPa – 100 MPa atau 500 kg/cm2– 1000 kg/cm2)

c. Pengempaan dengan tekanan rendah dibantu dengan perekat (< 50 MPa atau 500 kg/cm2)

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa pada biomassa yang telah diberi perekat hanya memerlukan pengempaan dengan tekanan rendah karena biomassa sudah merekat satu sama lain saat diberi perekat [52].

2.6 ANALISIS EKONOMI

Minyak bumi merupakan sumber energi paling utama dalam kehdiupan manusia [3]. Kebutuhan energi manusia yang semakin meningkat mendorong penggunaan minyak bumi yang semakin banyak pula. Minyak bumi merupakan sumber energi terbarukan yang suatu saat akan habis [4]. Oleh karena itu, diperlukan suatu energi alternatif untuk menggantikan penggunaan minyak bumi. Salah satu energi alternatif adalah briket.

Limbah pertanian berupa sekam padi sangat banyak dihasilkan di Indonesia. Bukan hanya limbah pertanian tetapi limbah kayu juga banyak terdapat di


(39)

Indonesia dan belum dimanfaatkan secara maksimal [12 dan 20]. Limbah tersebut merupakan biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan briket. Dari penelitian dapat diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku. Sekam padi didapatkan dari tempat penggilingan padi sedangkan ketaman kayu didapatkan dari tempat pembuatan furniture. Kedua bahan baku didapat secara mudah dan gratis. Selain itu, pada penelitian ini daun jambu mete digunakan sebagai perekat. Daun jambu mete diambil dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan didapat secara gratis. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kedua bahan baku serta perekat..

Di pasaran, briket arang rumah tangga yang dijual berasal dari sekam padi atau kayu dengan harga Rp. 6.000,00 – Rp. 6.500,00 per kg. Berdasarkan bahan baku, jika briket dijual seharga tersebut per kg, maka laba yang diperoleh per kg adalah sama dengan harga penjualan briket tersebut karena bahan baku dan perekat didapat secara gratis. Namun, biaya yang dikeluarkan selama pembuatan briket tidak hanya ditinjau dari bahan baku dan perekat tetapi juga dari biaya peralatan, listrik, dll.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi proses pembuatan briket yaitu di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan serta Laboratorium Proses Manufaktur, Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan

Lokasi Analisa produk briket yang dihasilkan yaitu di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan. Jenis kegiatan dan jadwal pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan

Bulan Ke 1 2 3 4 5 6 1. Persiapan Penelitian

2. Survei dan Pembelian Bahan

3. Pelaksanaan Penelitian dan pengumpulan data 4. Kompilasi data dan penarikan kesimpulan 5. Penulisan karya ilmiah


(41)

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Sekam padi

2. Ketaman kayu 3. Air

4. Daun jambu mete

3.2.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain : Peralatan Pembuatan Briket :

1. Oven 2. Cawan 3. Furnace

4. Kantong Plastik 5. Pencetak Briket 6. Penjepit Tabung 7. Aluminium Foil 8. Desikator 9. Pengaduk 10. Wadah plastik 11. Neraca Digital. Peralatan Analisa Briket : 1. Penjepit Tabung

2. Oxygen Bomb Calorimeter

3. Wadah plastik 4. Neraca Digital 5. Furnace 6. Oven 7. Desikator 8. Aluminium Foil 9. Cawan


(42)

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian

Run

Konsentrasi Perekat

(% wt)

Tekanan

Pengompakan(kg/cm2) Cara pengarangan

1

10

85 Proses Pengarangan 1

2 Proses Pengarangan 2

3

105 Proses Pengarangan 1

4 Proses Pengarangan 2

5

12,5

85 Proses Pengarangan 1

6 Proses Pengarangan 2

7

105 Proses Pengarangan 1

8 Proses Pengarangan 2

9

15

85 Proses Pengarangan 1

10 Proses Pengarangan 2

11

105 Proses Pengarangan 1

12 Proses Pengarangan 2

13

20

85 Proses Pengarangan 1

14 Proses Pengarangan 2

15

105 Proses Pengarangan 1

16 Proses Pengarangan 2

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 1 3.4.1.1 Persiapan Sekam Padi

1. Ditimbang sekam padi pada cawan sebanyak 15 gram

2. Sekam padi dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam [53]

3. Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4. Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5. Dihaluskan menggunakan mortar

6. Diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh 7. Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.1.2Persiapan Ketaman Kayu

1. Ditimbang ketaman kayu pada cawan sebanyak 15 gram

2. Ketaman kayu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400˚ selama 2 jam


(43)

3. Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4. Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5. Dihaluskan menggunakan mortar

6. Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh 7. Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.2 Persiapan Bahan Baku Proses Pengarangan 2

1 Ditimbang sekam padi dan ketaman kayu pada cawan dengan perbandingan berat 1:1

2 Sekam padi dan ketaman kayu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400˚C selama 2 jam

3 Cawan berisi arang dikeluarkan dari furnace

4 Diletakkan di dalam desikator hingga dingin 5 Dihaluskan menggunakan mortar

6 Diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh 7 Disimpan di dalam kantong plastik.

3.4.3 Persiapan Perekat Daun Jambu Mete [54]

1. Daun jambu mete muda dicuci kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran ± 1 cm

2. 100 gram daun jambu mete muda diblender atau dihancurkan dengan 200 ml air hingga halus dengan hasil menyerupai pasta atau bubur yang berwarna hijau.

3.4.4 Proses Pembuatan Briket [55]

1. Ditimbang arang sekam padi dan arang ketaman kayu dengan perbandingan 1:1

2. Dicampur dengan perekat daun jambu mete dengan konsentrasi 10% 3. Dimasukkan campuran bahan baku dan perekat ke dalam cetakan 4. Dikempa dengan mesin pencetak briket


(44)

6. Diulangi prosedur di atas untuk konsentrasi perekat daun jambu mete yang lain yaitu 12,5%, 15% dan 20%

7. Dilakukan pengujian terhadap briket yang telah dicetak.

3.5 PROSEDUR ANALISA 3.5.1 Analisa Kadar Bahan Volatil

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram 2. Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai (A)

3. Dimasukkan briket ke dalam furnace pada suhu 550 ˚ selama 10 menit

4. Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin 5. Ditimbang berat sampel briket (B)

6. Dihitunga kadar senyawa volatil (Percentage Volatile Matter atau PVM) dengan Persamaan 3.1 [6]

(3.1)

3.5.2 Analisa Kadar Abu

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

2. Dimasukkan ke dalam oven hingga berat konstan tercapai (A) 3. Ditimbang lagi sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram

4. Dimasukkan briket ke dalam furnace pada suhu 55 ˚ selama 4 jam 5. Dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin

6. Ditimbang berat sampel briket (C)

7. Dihitung kadar abu briket (Percentage Ash Content atau PAC) dengan Persamaan 3.2 [6]

(3.2)

3.5.3 Analisa Kadar Air

1. Ditimbang sampel briket pada cawan sebanyak 2 gram (E)

2. Dimasukkan ke dalam oven pada suhu hingga berat sampel konstan 3. Dihitung berat sampel briket (D)

4. Dihitung kadar air briket (Percentage Moisture Content atau PMC) dengan Persamaan 3.3 [6]


(45)

(3.3)

3.5.4 Analisa Fixed Carbon

Persentase fixed carbon dihitung dengan pengurangan jumlah PVM, PAC dan PMC dari 100% seperti pada Persamaan 3.4 [6]

(3.4)

3.5.5 Analisa Uji Kalor

1. Sampel briket ditimbang 0,3 gram pada cawan

2. Kawat penyala pada Oxsigen Bomb Calorimeter digulung dan dipasang pada tangkai penyala

3. Cawan ditempatkan pada ujung tangkai penyala 4. Alar Bomb ditutup

5. Oksigen diisikan ke dalam alat dengan tekanan 30 bar 6. Dipasang alat Bomb ke dalam kalorimeter

7. Dimasukkan air pendingin 1250 ml 8. Ditutup kalorimeter

9. Diaduk air pendingin selama 5 menit 10. Dicatat temperatur air pendingin (T1)

11. Dihidupkan penyalaan

12. Air pendingin diaduk terus menerus selama 5 menit 13. Dicatat temperatur air pendingin (T2)

14. Pengaduk dimatikan.

15. Nilai kalor dihitung seperti Persamaan 3.5

Nilai kalor = T2-T1– 0,05 × Cv × 0,24 (3.5)

Dimana:

T1 = suhu air mula-mula (˚C)

T2 = suhu setelah pembakaram (˚C)

0,05 = suhu akibat kenaikan panas pada kawat Cv = Berat jenis kalorimeter = 73529,6 (kJ/kg) 0,24 = konstanta 1 J = 0,24 kal


(46)

3.5.6 Analisa Uji Tekan [56]

1. Sampel diletakkan di antara dua plat 2. Diatur plat pada kecepatan 2 x 10-4 m/s 3. Ditekan hingga struktur sampel hancur.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS KUALITAS BRIKET

Briket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang penting. Namun sebelum digunakan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan. Analisa kualitas briket yang dihasilkan adalah terhadap kadar air, kadar senyawa volatil, kadar abu, kandungan fixed carbon

serta nilai kalor briket.

4.1.1 Analisis Kadar Air

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar air briket. Konsentrasi perekat yang digunakan adalah 10%, 12,5%, 15%, dan 20% dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2. Proses pengarangan dilakukan dengan dua proses yaitu proses pengarangan 1 dan proses pengarangan 2. Proses pengarangan 1 dilakukan dengan mengarangkan masing-masing bahan baku yaitu sekam padi dan ketaman kayu pada cawan yang berbeda dan setelah menjadi arang kedua bahan baku tersebut dicampur. Sedangkan proses pengarangan 2 dilakukan dengan mencampurkan kedua bahan baku yaitu sekam padi dan ketaman kayu terlebih dahulu kemudian diarangkan pada cawan yang sama.

4.1.1.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa kadar air briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat. Meskipun demikian, pada beberapa titik dihasilkan penurunan kadar air briket seiring penambahan konsentrasi perekat. Kadar air briket tertinggi mencapai angka 13% yaitu pada briket dengan perlakuan PP2, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 20%. Secara umum, briket dengan perlakuan PP2 dan TP=105 kg/cm2 rata-rata memiliki kandungan air yang besar dibandingkan dengan sampel lainnya.


(48)

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Air Briket

Pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 menunjukkan peningkatan kadar air seiring dengan peningkatan konsentrasi perekat daun jambu mete. Sebagian besar kandungan dalam daun jambu mete adalah asam anakardat. Asam anakardat memiliki sifat higroskopik atau menyerap air [57]. Karena sifat higroskopik tersebut menyebabkan perekat daun jambu mete menyerap uap air dari udara. Oleh karena itu semakin banyak perekat daun jambu mete yang digunakan semakin banyak kandungan asam anakardat dan tannin yang bersifat higroskopis sehingga menyebabkan semakin tinggi kandungan air.

Kandungan air bahan baku untuk setiap run adalah sama tetapi memiliki kadar air yang berbeda setelah dicetak menjadi briket. Perekat daun jambu mete dibuat dengan 100 gram daun jambu mete yang dihaluskan dan dilarutkan dalam 200 ml air. Setelah selesai perekat tersebut dicampurkan ke dalam bahan baku dengan konsentrasi 10%, 12,5%, 15%, dan 20%. Selain itu, kandungan air pada daun jambu mete cukup banyak sekitar 63,83%. Hal itu juga menyebabkan semakin banyak perekat yang dicampurkan pada bahan baku maka semakin banyak pula kadar air yang terkandung di dalam perekat.

0 2 4 6 8 10 12 14

10 12,5 15 20

K adar A ir (% )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1

TP = 105 kg/cm2; PP1

TP = 85 kg/cm2; PP2


(49)

Briket yang telah dicetak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Hal ini berarti pada waktu pengeringan yang sama, briket yang memiliki kadar air lebih banyak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai berat konstan. Hal ini sesuai dengan kurva pengeringan secara teoritis yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 menerangkan bahwa bahan dengan kadar air yang lebih banyak akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai berat konstan.

Gambar 4.2 Kurva Pengeringan [58]

4.1.1.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kadar air briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa kadar air pada briket dengan perlakuan konsentrasi perekat yang sama dan proses pengarangan yang sama pula mengalami kenaikan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan namun pada konsentrasi perekat 10% untuk proses pengarangan 1 dan 2 kadar air briket mengalami penurunan seiring dengan peningkatan tekanan.

Tekanan pengempaan 105 kg/cm2 membuat briket lebih padat dan kompak daripada briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm. Pada proses pengeringan, panas dari oven berkontak lebih maksimal pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 karena briket tersebut lebih longgar mengakibatkan panas dapat masuk ke sela-sela briket sehingga luas bidang permukaan yang

Waktu (jam)

K

ad

ar

a

ir

(

%


(50)

terkena panas lebih banyak daripada briket yang dikempa dengan tekanan 105 kg/cm2.

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.3 Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Air Briket

Penjelasan di atas sesuai dengan rumus :

[58]

Dari persamaan di atas diketahui bahwa luas permukaan (A) berbanding terbalik dengan waktu pengeringan (t). Semakin luas bidang permukaan maka semakin luas bidang kontak pada proses pengeringan sehingga semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mengeringkan suatu bahan. Pengeringan briket dilakukan selama 1 jam di dalam oven dengan suhu 105 oC. Hal ini berarti pada waktu pengeringan yang sama, briket yang memiliki luas bidang permukaan lebih besar mengandung kadar air yang lebih sedikit daripada briket yang memiliki luas bidang permukaan lebih kecil.

Pada proses pengeringan kandungan air bebas pada bahan akan naik ke permukaan bahan kemudian akan berkontak dengan panas dari oven yang

0 2 4 6 8 10 12 14 85 K ad ar Air (% )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(51)

menyebabkan air tersebut kemudian menguap [59]. Pada briket yang lebih kompak, air bebas pada briket akan lebih susah untuk naik ke permukaan briket sehingga menyebabkan proses pengeringan belum maksimal.

Briket dengan konsentrasi 10% baik pada proses pengarangan 1 maupun proses pengarangan 2 mengalami penurunan kadar air pada penambahan tekanan dari 85 kg/cm2 ke 105 kg/cm2. Hal ini dapat dikarenakan pada konsentrasi perekat 10% tidak terlalu merekatkan partikel briket satu sama lain sehingga tekanan tidak terlalu berpengaruh.

4.1.1.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Air

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar air briket yang terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Kadar Air Briket berbagai Perlakuan

No. Konsentrasi Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Air (%) 1 10

85 PP1 9,5000

2 PP2 10,5000

3

105 PP1 8,0000

4 PP2 9,0000

5

12,5

85 PP1 8,0000

6 PP2 10,0000

7

105 PP1 10,5000

8 PP2 11,0000

9

15

85 PP1 6,0000

10 PP2 7,5000

11

105 PP1 12,0000

12 PP2 12,5000

13

20

85 PP1 9,0000

14 PP2 10,0000

15

105 PP1 12,5000

16 PP2 13,0000

Keterangan : PP = Proses Pengarangan KP = Konsentrasi Perekat

Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa kadar air pada briket dengan konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan yang sama rata-rata mengalami kenaikan ketika


(52)

diarangkan dengan proses pengarangan 2. Meskipun demikian, terdapat titik dimana kadar air briket tetap atau konstan.

Proses pengarangan 2 adalah proses pengarangan dimana kedua bahan baku diletakkan dalam satu cawan yang sama kemudian dirangkan. Sedangkan proses pengarangan 1 adalah proses pengarangan dimana kedua bahan diletakkan dalam cawan yang berbeda dan diarangkan. Proses pengarangan 2 meningkatkan kadar air briket jika dibandingkan dengan briket yang diproses dengan metode pengarangan 1. Pada proses pengarangan terjadi reaksi berikut ini :

C21H32O14 C7H4O + 9CO + 5CH4 + 4H2O [37]

Pada proses pengarangan 2, salah satu bahan baku mungkin memicu bahan baku lain agar terkarbonisasi lebih cepat sehingga menyebabkan produkdari proses pengarangan terbentuk lebih banyak. Pada reaksi di atas, diketahui bahwa hasil dari proses karbonisasi antara lain karbon monoksida (CO), metana (CH4)

dan air (H2O). Hal tersebut menyebabkan air lebih banyak dihasilkan pada proses

pengarangan 2 daripada proses pengarangan 1. Akibatnya briket yang dibuat dengan proses pengarangan 2 mengakibatkan briket lebih banyak mengandung air.

Dari Gambar 4.1 dan 4.3 serta Tabel 4.1 terlihat bahwa kadar air briket cukup tinggi. Kadar air paling rendah adalah 6% dan yang paling tinggi adalah 13%. Menurut Lubis (2011), standar kadar air untuk briket di Indonesia adalah 7,57% [43]. Dari grafik di atas diketahui bahwa briket yang dihasilkan memiliki kadar air yang jauh dari standar. Ditinjau dari kadar air, briket yang memenuhi syarat hanyalah briket dengan perlakuan TP=85 kg/cm2, KP=15%, PP1 dan briket dengan perlakuan TP=85 kg/cm2, KP=15%, PP2.

Kadar air merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap nilai kalor briket. Semakin rendah kadar air sebuah briket semakin tinggi nilai kalor briket tersebut [6]. Kadar air yang rendah menandakan briket cukup kering yang berpengaruh terhadap lama penyalaan dan pembakaran briket. Oleh karena itu, briket yang dihasilkan sebaiknya memiliki kadar air yang rendah.


(53)

4.1.2 Analisis Kadar Senyawa Volatil

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar senyawa volatil briket.

4.1.2.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar senyawa volatil dapat dilihat pada Gambar 4.4. Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat. Kadar senyawa volatil briket tertinggi adalah 61,413% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 12,5%. Sedangkan kadar senyawa volatil briket terendah adalah 50,575% yaitu pada briket dengan perlakuan PP2, TP=105 kg/cm2 dan kosentrasi 20%.

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.4 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Semua briket dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 mengalami peningkatan kadar senyawa volatil pada konsentrasi perekat 10% ke 12,5%. Daun jambu mete mengandung flavonoid terutama glikosida kuersetin dan

0 10 20 30 40 50 60 70

10 12,5 15 20

K adar Senyaw a V ol at il ( % )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1

TP = 105 kg/cm2; PP1

TP = 85 kg/cm2; PP2


(54)

kemferol, dan asam hidroksibenzoat. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) dalam Putri (2012) bahwa senyawa identitas pada daun jambu mete adalah asam anakardat. Selain mengandung asam anakardat, daun jambu mete juga mengandung beberapa senyawa alkohol [57]. Senyawa alkohol, asam anakardat dan flavonoid adalah senyawa yang mudah menguap. Hal inilah yang menyebabkan kandungan senyawa volatil meningkat pada penambahan konsentrasi perekat.

Namun pada briket dengan konsentrasi 15%, kadar senyawa volatil mengalami penurunan. Pada konsentrasi perekat 15%, perekat tersebut mampu merekatkan partikel briket sedikit lebih baik sehingga kandungan-kandungan senyawa volatil pada briket ikut tertahan dan daya menguapnya lebih kecil daripada sebelumnya. Pada briket dengan konsentrasi perekat 20%, kadar senyawa volatil kembali mengalami kenaikan. Senyawa alkohol dalam konsentrasi perekat daun jambu mete yang lebih besar semakin besar menyumbang kadar senyawa volatil yang menyebabkan kadar senyawa volatil meningkat daripada briket dengan konsentrasi perekat 15%.

4.1.2.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa volatil

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kadar senyawa volatil briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kadar senyawa volatil dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada setiap perlakuan mengalami penurunan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan. Briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 105 kg/cm2 memiliki kadar senyawa volatil yang lebih rendah daripada briket yang dikempa dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2.

Senyawa volatil dimaksudkan untuk senyawa yang menguap selama proses karbonisasi sehingga senyawa volatil dihitung berdasarkan banyaknya zat yang menguap. Oleh karena itu, semakin banyak zat yang menguap maka semakin besar pula kadar senyawa volatilnya.


(55)

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.5 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kadar Senyawa Volatil Briket

Tekanan pengempaan 105 kg/cm2 membuat briket lebih padat dan kompak daripada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2. Karena lebih kompak dan padat, zat-zat yang terkandung dalam daun jambu mete lebih melekat pada briket. Akibatnya, zat-zat tersebut lebih sulit menguap. Pada saat dimasukkan ke dalam furnace untuk dianalisa, zat-zat pada briket yang dikempa dengan tekanan 85 kg/cm2 yang berstruktur lebih longgar dan tidak terlalu kompak akan mudah melepaskan diri dan menguap. Bukan berarti zat-zat pada daun jambu mete tersebut tidak akan menguap pada briket yang lebih kompak karena pada dasarnya zat-zat pada daun jambu mete tersebut merupakan zat-zat yang mudah menguap.

4.1.2.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Senyawa volatil

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar senyawa volatil briket yang terlihat pada Tabel 4.2.

Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket pada masing-masing perlakuan rata-rata mengalami penurunan ketika diarangkan dengan

0 10 20 30 40 50 60 70 85 S en yaw a V olatil ( % )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(56)

proses pengarangan 2 meskipun terdapat titik dimana kadar senyawa volatil mengalami kenaikan.

Tabel 4.2 Data Kadar Senyawa Volatil Briket berbagai Perlakuan

No. Konsentrasi Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Senyawa Volatil (%) 1 10

85 PP1 55,8011

2 PP2 53,0726

3

105 PP1 51,6304

4 PP2 51,3736

5

12,5

85 PP1 61,4130

6 PP2 55,0000

7

105 PP1 54,7486

8 PP2 53,9326

9

15

85 PP1 53,7234

10 PP2 51,8919

11

105 PP1 53,4091

12 PP2 49,7143

13

20

85 PP1 54,9451

14 PP2 52,7778

15

105 PP1 53,7143

16 PP2 50,5747

Keterangan : PP = Proses Pengarangan

Tujuan mengetahui kadar senyawa volatilyaitu untuk mengetahui senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi. Artinya, proses karbonisasi membantu senyawa volatil dalam arang menguap. Pada proses pengarangan 2, kemungkinan salah satu bahan baku mempercepat waktu mulai (start)

terkarbonisasinya bahan baku lainnya sehingga bahan baku tersebut terkarbonisasi lebih awal dari normalnya yang berarti memperlama waktu karbonisasinya. Pada saat proses tersebut senyawa volatil lebih banyak menguap. Oleh karena itulah, proses pengarangan menyebabkan kadar senyawa volatil semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan [53] bahwa semakin lama waktu karbonisasi pada suhu 400 0C, maka kadar senyawa volatil semakin menurun.

Dari Gambar 4.4 dan 4.5 serta Tabel 4.2 terlihat bahwa kadar senyawa volatil briket cukup tinggi. Briket Indonesia memiliki standar kadar senyawa


(57)

volatil yaitu 15% [44]. Pada penelitian ini kadar senyawa volatil briket yang paling rendah adalah 50,575% dan dapat dilihat bahwa sangat jauh dari standar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa briket yang dihasilkan dari berbagai perlakuan tidak ada yang memenuhi syarat.

Kadar senyawa volatil dalam biomassa akan membuat biomassa tersebut sangat reaktif dan membuat pembakaran menjadi lebih cepat [6]. Kadarsenyawa volatil adalah zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Semakin tinggi kadar senyawa volatil di dalam briket arang maka asap yang dihasilkan akan lebih banyak pada saat briket dinyalakan karena adanya reaksi antara karbon monoksida (CO) dengan turunan alkohol yang tinggi [44].

4.1.3 Analisis Kadar Abu

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kadar abu briket.

4.1.3.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.6 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kadar Abu Briket

0 5 10 15 20 25

10 12,5 15 20

K adar A bu ( % )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1 TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1

TP = 105 kg/cm2; PP1

TP = 85 kg/cm2; PP2


(58)

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa kadar abu briket pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat Kadar abu briket tertinggi mencapai angka 25% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 10%. Sedangkan kadar abu briket terendah adalah 17,033% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=105 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 20%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan kadar abu daun jambu mete adalah 1,54% [60] dan kadar abu dari sekam padi berkisar dari 18,20-23,40% [61]. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu perekat lebih rendah dibanding kadar abu bahan dasar, sehingga dengan penambahan jumlah konsentrasi bahan perekat akan memicu turunnya kadar abu arang briket.

4.1.3.2 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kadar Abu

Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap kadar abu briket pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10%, 12,5%, 15% dan 20% dan tekanan pengompakan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 yang terlihat pada Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa kadar abu briket pada masing-masing perlakuan rata-rata mengalami kenaikan ketika diarangkan dengan metode pengarangan 2. Meskipun demikian, terdapat titik dimana kadar abu briket mengalami penurunan. Proses pengarangan 2 memungkinkan bahan baku yang lebih dulu terkarbonisasi memicu bahan baku lainnya. Akibatnya bahan baku yang waktu mulai karbonisasi lebih lama akan terkarbonisasi lebih awal dan lebih lama daripada normalnya sehingga memungkinkan proses karbonisasi mencapai maksimal sebelum 2 jam dan mulai menjadi abu.

Dari Gambar 4.6 serta Tabel 4.3 terlihat bahwa kadar abu briket cukup tinggi. Menurut [43], kualitas kadar abu briket yang sesuai standar adalah 5,51%. Dilihat dari grafik yang didapat jelas bahwa kadar abu briket tidak memenuhi standar dan sangat jauh dari standar dimana dari data diketahui bahwa kadar abu paling rendah untuk setiap perlakuan briket yaitu 17,033%. Sehingga ditinjau dari kadar abu, briket-briket ini tidak memenuhi syarat.

Abu merupakan sisa pembakaran yang tidak mudah terbakar dimana salah satu unsur penyusunnya adalah silika [6 dan 44]. Abu memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap transfer panas dan difusi oksigen ke permukaan bahan


(59)

bakar [6]. Karena itu, bahan bakar sebaiknya memiliki kandungan abu yang rendah. Kadar abu yang tinggi dalam bahan bakar biasanya mengarah ke emisi debu yang lebih tinggi dan mempengaruhi efisiensi. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah nilai kalor suatu briket [6].

Tabel 4.3 Data Kadar Abu Briket berbagai Perlakuan

No. Konsentrasi Perekat (%)

Tekanan Pengempaan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan Kadar Abu (%) 1 10

85 PP1 21,5470

2 PP2 22,9050

3

105 PP1 25,0000

4 PP2 23,0769

5

12,5

85 PP1 19,5652

6 PP2 21,6667

7

105 PP1 21,2291

8 PP2 21,9101

9

15

85 PP1 19,1489

10 PP2 21,0811

11

105 PP1 21,0227

12 PP2 21,7143

13

20

85 PP1 17,0330

14 PP2 20,0000

15

105 PP1 19,4286

16 PP2 20,1149

Keterangan : PP = Proses Pengarangan

4.1.4 Analisis Kandungan Fixed Carbon

Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kandungan fixed carbon briket. Konsentrasi perekat yang digunakan adalah 10%, 12,5%, 15%, dan 20% dengan tekanan pengempaan 85 kg/cm2 dan 105 kg/cm2 dengan proses pengarangan (PP) 1 dan 2.

4.1.4.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon

Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kandungan fixed carbon briket pada berbagai tekanan pengempaan yaitu 85 kg/cm2 dan proses pengarangan (PP) yaitu PP1 dan PP2 dapat dilihat pada Gambar 4.8.


(60)

Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.7 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon

Briket

Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket pada masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat dimana variasi konsentrasi perekat yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10%, 12,5%, 15%, 20%. Kandungan fixed carbon tertinggi pada briket mencapai angka adalah 21,128% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi perekat 15%. Sedangkan kandungan fixed carbon terendah pada briket adalah 11,022% yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kg/cm2 dan konsentrasi 12,5%.

Kadar fixed carbon dapat dihitung setelah nilai kadar air, kadar senyawa volatil dan kadar abu diketahui seusai dengan persamaan 3.4

4.1.4.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon

Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kandungan fixed carbon briket. Pengaruh tekanan pengempaan terhadap kandungan fixed carbon pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10%,

0 5 10 15 20 25

10 12,5 15 20

F ixed Car b on (% )

Konsentrasi Perekat (%)

TP=85 kg/cm2; PP1 TP=105 kg/cm2; PP1

TP=85kg/cm2;PP2 TP=105kg/cm2;PP2

TP = 85 kg/cm2; PP1

TP = 105 kg/cm2; PP1

TP = 85 kg/cm2; PP2


(61)

12,5%, 15% dan 20% dan kedua proses pengarangan (PP) yaitu PP1 dan PP2 dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan

Gambar 4.8 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon

Briket

Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa kandungan fixed carbon pada briket pada masing-masing beberapa mengalami penurunan dan sebagiannya lagi mengalami kenaikan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan.

Pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat dilihat perbedaan kandungan fixed carbon

yang mengalami kenaikan dan penurunan. Konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan mempengaruhi kualitas briket seperti kadar air dan senyawa volatil. Kandungan kadar air dan senyawa volatil itulah yang mempengaruhi kandungan

fixed carbon pada suatu briket. Seperti yang telah diketahui, kandungan fixed carbon dapat dihitung dengan persamaan 3.4

Dari persamaan 3.4 diketahui kadar air, kadar abu dan kadar senyawa volatil dapat dipengaruhi dari perlakuan tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat. Oleh sebab itu, tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat mempengaruhi kandungan fixed carbon.

0 5 10 15 20 25 85 F ixed Car b on (% )

Tekanan (kg/cm2)

KP=10%; PP1 KP=12,5%;PP1 KP=15%;PP1 KP=20%;PP1 KP=10%;PP2 KP=12,5%;PP2 KP=15%;PP2 KP=20%;PP2 105


(1)

Tabel L2.5 Hasil Uji Nilai Kalor Briket No Konsentrasi Perekat (% wt) Tekanan Pengepressan

(kg/cm2)

Proses Pengarangan

Nilai Kalor (kal/g)

1 10 85 1 1892,121

2 10 85 2 1969,436

3 10 105 1 2011,257

4 10 105 2 2086,744

5 12,5 85 1 1877,138

6 12,5 85 2 1900,83

7 12,5 105 1 1900,788

8 12,5 105 2 1896,984

9 15 85 1 3045,8271

10 15 85 2 2892,612

11 15 105 1 1932,984

12 15 105 2 2046,732

13 20 85 1 2243,625

14 20 85 2 2114,023

15 20 105 1 1983,324


(2)

71

LAMPIRAN 3

CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN KADAR AIR X = 2 gr

A = 1,810 gr PMC

x 100% PMC

-

x 100%

x 100%

= 9,500%

Keterangan : PMC = Percentage Moisture Content

D = Perubahan berat sampel kering oven = X – A X = Berat awal sampel

A = Berat sampel kering oven

L3.2 PERHITUNGAN KADAR SENYAWA VOLATIL A = 1,810 gr

B = 0,800 gr

PVM

- x 100%

-

x 100% = 55,801%

Keterangan : PVM = Percentage Volatile Matter

A = Berat sampel kering oven

B = Berat sampel setelah 10 menit dalam furnace pada temperatur 5500C


(3)

A = 1,810 gr C = 0,390 gr

PAC

x 100%

x 100% = 21,547 %

L3.4 PERHITUNGAN KANDUNGAN FIXED CARBON PMC = 10,497%

PVM = 55,801% PAC = 21,547%

= 100% - 9,500% - 55,801% - 21,547% = 13,152%

Keterangan : PMC = Percentage Moisture Content

PVM = Percentage Volatile Matter


(4)

73

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI PENELITIAN

L4.1 FOTO BAHAN BAKU SEKAM PADI

Gambar L4.1 Foto Bahan Baku Sekam Padi

L4.2 FOTO BAHAN BAKU KETAMAN KAYU


(5)

Gambar L4.3 Foto Arang Sekam Padi dan Ketaman Kayu

L4.4 FOTO DAUN JAMBU METE


(6)

75 L4.5 FOTO PENCETAK BRIKET

Gambar L4.5 Foto Alat Press Briket

L4.6 FOTO PRODUK