Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

f. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

Kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya masih rendah. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013 Persentase rumah tangga di Indonesia yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 55%. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS sangat erat kaitannya dengan paradigma masyarakat Indonesia di mana masalah kesehatan masih dipandang dari sudut pandang sakit dan kuratif. Paradigma Sehat yang tidak tepat ini juga masih berkembang pada sebagaian penyelenggara pemerintahan dan stake holder pembangunan di daerah. Hal ini dapat terlihat dalam aspek kebijakan publik dan anggaran yang masih mengesampingkan aspek pembangunan kesehatan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat, diperlukan dukungan dari sektor Kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya masih rendah. Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013 Persentase rumah tangga di Indonesia yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 55%. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS sangat erat kaitannya dengan paradigma masyarakat Indonesia di mana masalah kesehatan masih dipandang dari sudut pandang sakit dan kuratif. Paradigma Sehat yang tidak tepat ini juga masih berkembang pada sebagaian penyelenggara pemerintahan dan stake holder pembangunan di daerah. Hal ini dapat terlihat dalam aspek kebijakan publik dan anggaran yang masih mengesampingkan aspek pembangunan kesehatan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat, diperlukan dukungan dari sektor

Persentase Kab/kota yang memiliki kebijakan PHBS adalah Persentase kabupaten dan kota yang membuat kebijakan yang mendukung PHBS minimal 1 kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat Keputusan Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota pada tahun tersebut. Target dan capaian indikator ini bersifat kumulatif dan merupakan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh kab./kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.

Tabel 5 Perbandingan Target Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS TARGET INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

2016 2017 2018 2019 Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

2015

60% 70% 80% Kebijakan PHBS

40%

50%

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Pada tahun 2016, capaian persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS sebanyak 53.3% (Laporan dari Provinsi Berdasarkan Surat Permintaan Data B12 Dari Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat) Tanggal 14 Desember 2016 No. PR.03.01/5/7875/2016) atau sebanyak 274 kabupaten/kota (Permendagri No.56 Tahun 2015 Tentang Kode dan Data Wilayah). Persentase ini mencapai 130% dari target yang ditetapkan yaitu 50%. Hasil ini menunjukkan bahwa target Kabupaten/Kota yang memiliki kebijakan PHBS tahun 2016 telah tercapai.

Grafik 14 Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS

Berdasarkan grafik di atas, provinsi yang mempunyai kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada tahun 2016 terbanyak adalah Jawa Tengah (34 Kabupaten/Kota), disusul Sulawesi Selatan (19 kabupaten/kota), dan kemudian Jawa Timur (18 kabupaten/kota).

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Capain persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada Tahun 2016 mencapai 53,3% . Bila dibandingkan dengan hasil capaian dengan tahun 2015 sebesar 44%, trend positif capaian yang melebihi target dapat dipertahankan.

Grafik 15 Perbandingan Realisasi Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS Tahun 2015-2016

Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Melihat hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis trend positif pencapaian target persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dapat terealisasi sebesar 60%.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang

Memiliki Kebijkan PHBS. Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara lain :  Paradigma pembangunan kesehatan nasional yang mengedepankan upaya promotif

preventif Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah terkait pengelolaan advokasi.

Analisis hambatan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijkan PHBS

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara lain :  Belum semua Sumber Daya Tenaga Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat telah mengikuti peningkatan kapasitas terkait Pengelolaan Advokasi.  Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal tersebut berakibat kepada efisiensi kegiatan penggalangan komitmen di beberapa provinsi serta berkurangnya kegiatan pembinaan teknis dari petugas dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan kabupaten.

Alternatif solusi

 Penguatan dukungan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah.  Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah.  Pelaksanaan advokasi terhadap pemerintah daerah.

Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Mengeluarkan Kebijakan PHBS adalah:  Pemetaan Kebijakan PHBS  Kegiatan pemetaan kebijakan PHBS dilakukan dalam bentuk pertemuan di Provinsi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya peta kebijakan yang mendukung PHBS di Provinsi dan Kabupaten Kota. Sasaran kegiatan ini adalah LP/LS di Provinsi serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

 Pelaksanaan Advokasi Kebijakan PHBS  Kegiatan pelaksanaan advokasi dilakukan dengan melakukan pertemuan di 60%

Kabupaten/Kota sasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah adanya komitmen dari pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Sasaran kegiatan ini adalah Bupati/Walikota dan Lintas Program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

 Pembinaan Teknis pada daerah yang telah diadvokasi.  Pembinaan teknis pada daerah yang telah diadvokasi dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan provinsi kepada petugas promosi kesehatan kabupaten/kota. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman teknis petugas promosi kesehatan kabupaten/kota tentang teknis kebijakan PHBS yang akan dikeluarkan serta teknis pelaksanaan advokasi. Sasaran kegiatan ini adalah Petugas Promosi Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS terlihat dari pencapaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi tetapi secara capaian indikator masih tercapai. Hal ini dikarenakan anggaran difokuskan kepada target kabupaten/kota yang belum mengeluarkan kebijakan PHBS.

Penyerapan anggaran sebesar 98% dari alokasi anggaran sebesar Rp 6.054.887.000,- dari total anggaran sebesar Rp. 6.178.457.000,- dengan capaian indikator Persentase Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sebesar 53,3%

g. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kepentingan kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi terca[painya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila. Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945 , meski Ormas juga dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Ri 1945. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan Ormas di masa silam yang mewajibkan seluruh Ormas berasaskan Pancasila. Sementara itu untuk sifat kegiatan, Ormas tentunya harus dibedakan dengan Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kepentingan kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi terca[painya tujuan NKRI yang berdasarkan Pancasila. Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945 , meski Ormas juga dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Ri 1945. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan Ormas di masa silam yang mewajibkan seluruh Ormas berasaskan Pancasila. Sementara itu untuk sifat kegiatan, Ormas tentunya harus dibedakan dengan

Pada tahun 2016 untuk Ormas yang memanfaatkan sumber dayanya untuk kesehatan di level pusat berjumlah 17 Ormas, antara lain:

1. PBNU

2. PP Muhammadiyah

3. PGI

4. PHDI

5. Fatayat NU

6. Muslimat NU

7. PP Aisyiah

8. PERSIS

9. Pengajian Al Hidayah

16. Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara

17. DMI Dari 17 Ormas tersebut telah ditandatangani dalam bentuk MoU dan Perjanjian Kerjasama (PKS). Sedangkan untuk ruang lingkup kerjasama adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan Keluarga Sehat.

Tabel 6 Perbandingan Target Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan TARGET INDIKATOR KINERJA KEGIATAN

2016 2017 2018 2019 Jumlah organisasi kemasyarakatan yang

memanfaatkan sumber dayanya untuk

24,4 25,6 26,9 mendukung kesehatan

Perbandingan Target dan Realisasi Kinerja

Pada tahun 2016, capaian jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 17 Ormas. Hasil ini menunjukkan bahwa target jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan tahun 2016 belum tercapai.

Grafik 16 Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan

Berdasarkan grafik di atas, Pencapain jumlah pada tahun 2016 adalah 7 dunia usaha (capaian 88%), sedangkan pada Tahun 2015 jumlah dunia usaha yang memanfaatkan

CSR untuk program kesehatan adalah ….(%).

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Tahun 2015

Capain persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada Tahun 2016 mencapai 53,3% . Bila dibandingkan dengan hasil capaian dengan tahun 2015 sebesar 44%, trend positif capaian yang melebihi target dapat dipertahankan.

Grafik 17 Perbandingan Realisasi Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS Tahun 2015-2016

Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki

Kebijakan PHBS

Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2016 dengan Target Jangka Menengah

Melihat hasil capaian tahun 2015 dan tahun 2016, pada tahun 2017 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat optimis trend positif pencapaian target persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS dapat terealisasi sebesar 60%.

Analisis keberhasilan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang

Memiliki Kebijkan PHBS. Beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara lain :

 Paradigma pembangunan kesehatan nasional yang mengedepankan upaya promotif preventif Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah terkait pengelolaan advokasi.

Analisis hambatan pencapaian indikator Presentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijkan PHBS

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi upaya pencapain kinerja yaitu antara lain :  Belum semua Sumber Daya Tenaga Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat telah mengikuti peningkatan kapasitas terkait Pengelolaan Advokasi.  Efisiensi Anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 pada tanggal 12 Mei 2016, tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Hal tersebut berakibat kepada efisiensi kegiatan penggalangan komitmen di beberapa provinsi serta berkurangnya kegiatan pembinaan teknis dari petugas dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan kabupaten.

Alternatif solusi

 Penguatan dukungan teknis dan pedampingan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah.  Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan di daerah.  Pelaksanaan advokasi terhadap pemerintah daerah.

Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator Persentase Kabupaten/Kota yang

Mengeluarkan Kebijakan PHBS adalah:  Pemetaan Kebijakan PHBS  Kegiatan pemetaan kebijakan PHBS dilakukan dalam bentuk pertemuan di Provinsi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya peta kebijakan yang mendukung PHBS di Provinsi dan Kabupaten Kota. Sasaran kegiatan ini adalah LP/LS di Provinsi serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

 Pelaksanaan Advokasi Kebijakan PHBS  Kegiatan pelaksanaan advokasi dilakukan dengan melakukan pertemuan di 60%

Kabupaten/Kota sasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah adanya komitmen dari pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Sasaran kegiatan ini adalah Bupati/Walikota dan Lintas Program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

 Pembinaan Teknis pada daerah yang telah diadvokasi.  Pembinaan teknis pada daerah yang telah diadvokasi dilakukan oleh petugas promosi

kesehatan provinsi kepada petugas promosi kesehatan kabupaten/kota. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman teknis petugas promosi kesehatan kabupaten/kota tentang teknis kebijakan PHBS yang akan dikeluarkan serta teknis pelaksanaan advokasi. Sasaran kegiatan ini adalah Petugas Promosi Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS terlihat dari pencapaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi tetapi secara capaian Analisis efisiensi terhadap capaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS terlihat dari pencapaian indikator Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sesuai dengan target walaupun terjadi efisiensi tetapi secara capaian

Penyerapan anggaran sebesar 98% dari alokasi anggaran sebesar Rp 6.054.887.000,- dari total anggaran sebesar Rp. 6.178.457.000,- dengan capaian indikator Persentase Kabupaten/Kota yang mengeluarkan Kebijakan PHBS sebesar 53,3%

h. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan

Pada tahun 2016 indikator Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan. Peningkatan kualitas kesling pada kab/kota tercapai dengan kriteria minimal 4 dari 6 kriteria yang meliputi:

1. Memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal 20%

2. Menyelenggarakan kab/kota sehat

3. Melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30%

4. TPM memenuhi syarat kesehatan minimal 8 %

5. TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30%

6. RS melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%

Bahwa kab/kota terhitung menjadi 1 kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan jika memenuhi minimal 4 kriteria dari 6 kriteria seperti di atas. Dasar penetapan kriteria sebanyak 4 dari 6 antara lain berdasarkan analisa data realisasi indikator pada tahun 2013. Didapatkan hasil bahwa jika 5 dan 6 kriteria yang ditetapkan maka hanya bisa 2 kab/kota yang memenuhi kriteria tersebut. Selanjutnya dilakukan analisis kembali untuk mendapatkan jumlah kab/kota yang lebih besar yang dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan. Jika ditetapkan 2 kriteria maka 130 kab/kota yang dapat memenuhi kriteria, jika ditetapkan 3 kriteria maka 119 kab/kota yang dapat memenuhi kriteria, jika ditetapkan 4 kriteria maka jumlah kab/kota yang dapat memenuhi kriteria tersebut sebesar 76 kab/kota. Oleh karena itu ditetapkanlah minimal 4 dari 6 kriteria sebagai kriteria indikator kab/kota yang memenuhi kualitas kesling.

Grafik 18 Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Capaian Kinerja 133.9 %

Pada Tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % (129 kab/ kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % (172 kab/ kota), sehingga melebihi target indikator dengan capaian kinerja sebesar 133.9 %.

Grafik 19 Realisasi 2016 dan Target Jangka Menengah Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Jika menyandingkan realisasi 2016 dengan terget jangka menengah 2015-2019 maka diketahui bahwa realisasi 2016 sudah melewati target 2016 dan 2017 namun masih di bawah target 2018-2019.

Gambar 2 Peta Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas

Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016

Grafik 20 Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan (IKU) Per Propinsi Tahun 2016

*) dalam persen

Tabel 7 Jumlah Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan

per Provinsi

JUMLAH KAB/ KOTA YG

NO PROVINSI

JUMLAH KAB/KOTA

% MEMENUHI

KUALITAS KESLING

1 ACEH

2 SUMATERA UTARA

3 SUMATERA BARAT

6 SUMATERA SELATAN

15 1 6.67 KEPULAUAN BANGKA

9 BELITUNG

10 KEPULAUAN RIAU

11 DKI JAKARTA

12 JAWA BARAT

13 JAWA TENGAH

14 DI YOGYAKARTA

15 JAWA TIMUR

JUMLAH KAB/ KOTA YG

NO PROVINSI

JUMLAH KAB/KOTA

% MEMENUHI

KUALITAS KESLING

18 NUSA TENGGARA BARAT

19 NUSA TENGGARA TIMUR

20 KALIMANTAN BARAT

21 KALIMANTAN TENGAH

22 KALIMANTAN SELATAN

23 KALIMANTAN TIMUR

24 KALIMANTAN UTARA

25 SULAWESI UTARA

26 SULAWESI TENGAH

27 SULAWESI SELATAN

28 SULAWESI TENGGARA

30 SULAWESI BARAT

32 MALUKU UTARA

33 PAPUA BARAT

Pada tahun 2016, dari 514 kab/kota terdapat 172 kab/kota telah memenuhi kualitas kesling. Terdapat 5 propinsi (15 %) yang berada di zona hijau (76-100 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Gorontalo, DIY, Sumatera Barat, Jambi dan NTB; 8 propinsi (24 %) berada di zona kuning (51-75 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Riau, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, Banten, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat; 8 propinsi (24 %) berada di zona oranye (26-50 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling) yaitu Bengkulu, Kep. Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara; dan terakhir 13 propinsi (37 %) masih berada di zona merah (0-25 % kab/kota di propinsi tersebut memenuhi kualitas kesling). Sumber data diperoleh dari berbagai instrument pelaporan indikator baik secara manual maupun elektronik (online).

1. Untuk indikator yang sudah berbasis elektronik antara E-Monev STBM untuk indikator jumlah desa yang melaksanakan STBM, E-Monev TPM untuk indikator persentase TPM yang memenuhi syarat, E-Monev Limbah Fasyankes untuk indikator persentase RS yang melaksanakan pengelolaan limbah medis sesuai standar

2. Sementara 3 indikator sisanya masih berbasis manual dan pembangunan sistem elektroniknya sudah dilaksanakan di akhir tahun 2016

Grafik 21Target dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Pada tahun 2016, target indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 25 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 %. Itu berarti pada tahun 2016, realisasi indikator telah mencapai target indikator yang ditetapkan. Pada tahun 2015, target indikator tersebut sebesar 20 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 27.6 %. Itu berarti pada tahun 2015, realisasi indikator tersebut juga telah mencapai target indikator yang ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend realisasi indikator tersebut senantiasa mencapai target indikator setiap tahunnya.

Grafik 22Target dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator tersebut sebesar 138.1 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend capaian kinerja Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator tersebut sebesar 138.1 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa trend capaian kinerja

Grafik 23 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Pada tahun 2016, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar Rp 206.420.007.000,- dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar

93.3 % atau Rp 192.528.210.128,-. Target indikator yang ditetapkan sebesar 25 % dan realisasi indikator tersebut sebesar 33.5 % sehingga capaian kinerja yang diperoleh sebesar 133.85 %. Itu berarti terwujud efisiensi anggaran karena capaian kinerja sebesar 133.9 % dapat terwujud dengan 93.3 % anggaran.

Grafik 24 Penyandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran Indikator Persentase

Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015-2016

Pada tahun 2016, capaian kinerja indikator indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 133.9 % dan realisasi anggarannya sebesar 93.3 %. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator tersebut sebesar 138.1 % dan realisasi anggarannya sebesar 81.4 %. Jika dilihat dari segi ini, itu berarti setiap tahunnya terwujud keefisiensian anggaran karena besar capaian kinerja lebih besar daripada realisasi anggaran.

Analisa Keberhasilan

Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang menunjang keberhasilan meliputi :

1. Pelaksanaan review Peraturan Menteri Kesehatan menyesuaikan dengan kondisi seperti Permenkes Nomor 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, Revisi Kepmen No 519 Th 2014 tentang Penyelenggaraan Pasar Sehat menjadi Permenkes.

2. Penyusunan pedoman seperti Juknis Pelaksanaan RPAM Komunal, Modul Monev PKAM, Modul Teknis Penyehatan Air, Pedoman Standar Peralatan Kesling di Puskesmas, Modul Pelatihan Radioland, Juknis PP, Pedoman Pengamanan Pestisida terhadap Kesehatan, Standar Baku Mutu Biomarker, Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi.

3. Peningkatan kapasitas petugas untuk pelaksanaan kegiatan kesling melalui kegiatan Orientasi Teknis Penyehatan Air, Workshop Healthy and Green Building Office (Kantor Sehat), Pelatihan Pra Kedaruratan Bidang Kesling/ KLB, Capacity Building Bidang Radiasi, TOT Inspektur HSP yang Kompenten.

4. Pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Puskesmas dan pokja pasar terpilih berdasarkan usulan dari daerah berupa sarana kit sanitasi kesling sebanyak 345 paket, uji kualitas air (water test kit) sebanyak 76 paket, uji keamanan pangan (food contamination kit dan food security vvip kit) sebanyak 39 paket, sarana supply sanitasi (cetakan jamban) sebanyak 283 paket, peralatan radioland sebanyak 10 paket, alat pembersih pasar dan pelindung diri sebanyak 10 4. Pemberian dukungan sarana dan prasarana bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Puskesmas dan pokja pasar terpilih berdasarkan usulan dari daerah berupa sarana kit sanitasi kesling sebanyak 345 paket, uji kualitas air (water test kit) sebanyak 76 paket, uji keamanan pangan (food contamination kit dan food security vvip kit) sebanyak 39 paket, sarana supply sanitasi (cetakan jamban) sebanyak 283 paket, peralatan radioland sebanyak 10 paket, alat pembersih pasar dan pelindung diri sebanyak 10

5. Pemberian dana dekon dan DAK untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kesling.

6. Pengembangan jejaring/koordinasi lintas program/lintas sektor dalam bentuk pertemuan antar stakeholder terkait untuk menyamakan persepsi dalam mewujudkan dan mendukung pelaksanaan kegiatan kesling.

7. Bermitra dengan Pramuka, PKK, TNI dan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan kesling.

8. Pengeluaran Surat Edaran Pasar Sehat dimana satu kab/kota diwajibkan mengadopsi satu Pasar Percontohan Pasar Sehat.

9. Pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati pelaksanaan kesling seperti penilaian kab/kota sehat, lingkungan bersih sehat, kantor sehat, sekolah sehat, kantin sehat, pelabuhan/bandara sehat, toilet sehat dll.

10. Pembangunan sistem monitoring yang berkualitas dan akuntabel melalui sistem monitoring berbasis Web dan SMS gateway STBM dan emonev HSP yang sudah berjalan serta emonev pengelolaan limbah fasyankes, emonev KKS, emonev PKAM yang baru saja dibangun.

Analisa Kegagalan

Analisis penyebab/ program/ kegiatan yang dapat menyebabkan kegagalan meliputi :

1. Adanya efisiensi anggaran sebesar Rp 87.592.373.000,- atau 43 % dari anggaran.

2. Masih kurangnya kuantitas dan kualitas petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terkait kesling serta mutasi petugas yang terjadi di daerah.

3. Masih kurangnya dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terkait kesling.

4. Untuk sistem pelaporan kegiatan yang sudah berbasis elektronik (internet) masih belum optimal terkait dukungan jaringan internet yang belum stabil di seluruh lokasi.

5. Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan melibatkan multi sektor sehingga perlu memperkuat jejaring kemitraan, dan kapasitas SDM.

6. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara cepat, cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan.

7. Masyarakat belum banyak memahami pentingnya kesehatan lingkungan.

Alternatif solusi

Mengatasi permasalahan dan hambatan yang ada, solusi yang dilakukan meliputi :

1. Memaksimalkan pembinaan penyelenggaraan kesehatan lingkungan secara terintegrasi dan terfokus pada daerah sasaran yang aktif kepada seluruh pengelola kesehatan lingkungan di daerah dalam percepatan pencapaian target indikator kesehatan lingkungan.

2. Memasimalkan komunikasi aktif baik melalui media elektronik maupun surat menyurat kepada seluruh pimpinan daerah dalam rangka implementasi serta monitoring evaluasi data dan pelaporan tepat waktu.

3. Memaksimalkan advokasi kepada pejabat daerah agar diperoleh dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan kesling khususnya dalam hal pendanaan penyelenggaraan kesehatan lingkungan untuk mencapai universal akses air dan sanitasi Th 2019.

4. Tahun 2017 akan dilaksanakan orientasi kesehatan lingkungan secara terintegrasi kepada seluruh pengelola kesehatan lingkungan (sanitarian) tingkat Puskemas dan Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan kesehatan lingkungan yang terstandar dan pelaporan tepat waktu melalui sistim monitoring elektronik.

5. Pemberian sarana dan prasarana pengawasan kesehatan lingkungan sampai tingkat Puskesmas yang menjadi sasaran prioritas Kementerian Kesehatan (sasaran lokus Puskesmas untuk program Keluarga Sehat) dan pada puskesmas yang tersedia tenaga sanitarian aktif.

6. Pendampingan dana dekon dan DAK yang optimal untuk percepatan capaian kesehatan lingkungan secara menyeluruh.

7. Sosialisasi 5 pilar STBM kepada masyarakat di seluruh kab/kota.

8. Bermitra dengan Pramuka, PKK, TNI dan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan kesling sampai dengan basis keluarga.

9. Melanjutkan pelaksanaan berbagai penilaian untuk menyemangati pelaksanaan kesling seperti penilaian kab/kota sehat, lingkungan bersih sehat, kantor sehat, sekolah sehat, kantin sehat, pelabuhan/bandara sehat, toilet sehat dll.

B. Realisasi Anggaran

Anggaran yang awalnya diperjanjikan pada Program Kesehatan Masyarakat di Direktorat Jenderal Kesehatan Masyakat sebesar Rp 3.017.856.573.000,-. Namun dalam perjalanannya (di tahun anggaran yang sama) mengalami beberapa penyesuaian, antara lain:

1. APBNP; dimana terjadi pengurangan pagu sebesar kurang lebih Rp. 190 Milyard

2. Refocusing; terjadi pergeseran anggaran antar program yaitu dari Ditjen Kesehatan Masyarakat ke Ditjen Pelayanan Kesehatan sebesar lebih kurang Rp. 249 Milyard.

3. Revisi anggaran berupa penambahan pagu dari hibah Luar Negeri ke Program Kesehatan Masyarakat sejumlah lebih kurang Rp. 40 Milyard.

Berdasarkan perubahan anggaran diatas,maka pagu Ditjen Kesmas mengalami peribbahan menjadi Rp.2.638.754.121.000.

Sumber daya anggaran merupakan unsur utama selain SDM dalam menunjang pencapaian indikator kinerja. Peranan pembiayaan sangat berpengaruh terhadap penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan upaya pembangunan Program Kesehatan Masyarakat. Lebih terperinci alokasi dan realisasi anggaran menurut jenis anggaran dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 8 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat tahun 2016 menurut

jenis anggaran

% No

Realisasi SP2D Realisasi SP2D 1 Dekonsentrasi

Satuan Kerja

Alokasi

Selfblocking

610.896.276.977 55,81% 2 Kantor Pusat

1.000.234.452.493 66,42% 3 Kantor Daerah

Sumber Data: Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Di tahun 2016 sesuai inpres nomor 8 tahun 2016 tentang penghematan anggaran Ditjen Kesmas mengalami selfblocking sebesar kurang lebih 900 M (namun tidak mempengaruhi pagu anggaran).

Sedangkan realisasi keuangan berdasarkan sasaran pada perjanjian kinerja dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat Berdasar Sasaran tahun 2016

Realisasi SP2D Realisasi SP2D

1 Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang bermutu

bagi seluruh masyarakat 2 Meningkatnya pelaksanaan pemberdayaan dan

kesehatan kepada masyarakat 3 Meningkatnya penyehatan dan pengawasan

kualitas lingkungan

Total

Dari sisi akuntabilitas, kewenangan pemerintah pusat terkait akuntabilitas dana dekonstrasi dan tugas pembantuan telah dilimpahkan kepada gubernur sebagai kepala daerah tingkat I. Oleh karenanya pembiayaan melalui dekonsentrasi menjadi tanggungjawab dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota kepada gubernur dan bupati/wali kota. Sehingga dalam pertanggungjawaban akuntabilitas menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Tabel 10 Realisasi Dekonsentrasi di lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat

No Nama Satker

Alokasi

Self Blocking

Realisasi SP2D % realisasi SP2D

1 Dinkes Prov DKI

7.896.293.194 48,82 2 Dinkes Prov

22.643.474.342 54,15 Jabar 3 Dinkes Prov

38.481.615.864 52,49 Jateng 4 Dinkes Prov

5.172.487.557 43,07 Yogya 5 Dinkes Prov

27.534.382.311 46,86 Jatim 6 Dinkes Prov

17.652.511.755 51,56 Aceh 7 Dinkes Prov

28.717.403.933 55,27 Sumut 8 Dinkes Prov

15.438.534.878 51,81 Sumbar 9 Dinkes Prov Riau

12.895.031.046 56,42 10 Dinkes Prov

18.032.203.722 67,64 Jambi 11 Dinkes Prov

19.817.479.936 55,13 Sumsel 12 Dinkes Prov

20.095.627.545 42,19 Lampung 13 Dinkes Prov

18.942.812.104 60,77 Kalbar 14 Dinkes Prov

14.602.129.100 57,43 Kalteng 15 Dinkes Prov

15.842.654.396 49,34 Kalsel 16 Dinkes Prov

12.905.442.402 46,97 Kaltim 17 Dinkes Prov

27.743.454.700 75,46 Sulut 18 Dinkes Prov

22.918.100.742 67,03 Sulteng 19 Dinkes Prov

40.126.455.569 70,36 Sulsel 20 Dinkes Prov

21.439.440.809 65,90 Sultra 21 Dinkes Prov

7.924.706.591 31,96 Maluku 22 Dinkes Prov Bali

14.903.371.482 63,09 23 Dinkes Prov NTB

24 Dinkes Prov NTT

30.774.900.486 62,10 25 Dinkes Prov

15.938.825.815 47,22 Papua 26 Dinkes Prov

16.918.339.966 69,02 Bengkulu 27 Dinkes Prov

12.157.212.350 42,95 Malut 28 Dinkes Prov

19.122.843.906 56,16 Banten 29 Dinkes Prov

11.650.376.745 61,00 Babel 30 Dinkes Prov

18.932.054.140 63,74 Gorontalo 31 Dinkes Prov Kep.

12.310.151.395 64,00 Riau 32 Dinkes Prov

10.159.738.923 42,54 Papbar 33 Dinkes Prov

10.201.341.715 64,40 Sulbar 34 Dinkes Prov

Selain sumberdaya anggaran di kantor pusat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat juga didukung sumberdaya anggaran yang berada di kantor daerah yaitu pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari: a) BKTM Makassar, b) LKTM Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum serapan anggaran pada kantor daerah sebesar 96.45%, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 11 Realisasi anggaran Program Kesehatan Masyarakat menurut lokasi satuan kerja kantor daerah tahun 2016

No Satuan Kerja

Alokasi

Realisasi %

1 BKTM MAKASAR

2 LKTM PALEMBANG

3 BKOM BANDUNG

Efisiensi yang telah dilakukan

1. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menerapkan kebijakan pengintegrasian kegiatan yang hanya dilakukan ditingkat Direktorat Jenderal antara lain:

a. Rapat Koordinasi teknis yang sebelumnya diadakan setiap satker minimal 2 kali setahun, di tahun 2016 hanya dilakukan di tingkat Ditjen Kesehatan Masyarakat. Dengan pengintegrasian ini banyak sekali menghemat sumber daya seperti:

1) Anggaran; bila sebelumnya alokasi transport setiap pertemuan di satker ada

12 kali (6 satker) maka dengan pengintegrasian ini hanya dianggarkan 1 kali transport.

2) Sumberdaya manusia; Bila sebelumnya pengelola program bisa diundang berkali-kali ke pusat maka dengan pengintegrasian ini mengurangi kunjungan 2) Sumberdaya manusia; Bila sebelumnya pengelola program bisa diundang berkali-kali ke pusat maka dengan pengintegrasian ini mengurangi kunjungan

b. Kebijakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dianggarkan melalui dana DAK non Fisik, sehingga mendongkrak capaian persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dan kunjungan neonatal pertama.