Jaksa, Hakim, PPNS, dan lain-lain dalam kajian mengenai kebijakan- kebijakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perpajakan melalui
undang-undang tindak pidana pencucian uang.
E. Keaslian Penelitian
Untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan penelitian ini, maka dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan
permasalahan tesis-tesis di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan tidak
ditemukan judul dan permasalahan tesis yang sama dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian, dan jauh dari unsur plagiat serta
sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka dan berimplikasi secara etis dari proses menemukan
kebenaran sebuah karya ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Terhadap pelaku tindak pidana di bidang perpajakan berpotensi dapat merugikan keuangan negara, oleh sebab itu terhadap pelaku harus diupayakan
pencegahan dan pemberantasannya melalui kebijakan-kebijakan pidana dan pemidanaan. Perlu adanya suatu pedoman pemidanaan untuk dapat menjerat pelaku
tindak pidana melalui undang-undang anti pencucian uang. Pedoman pemidanaan dimaksudkan Barda Nawawi Arief, sebagai jembatan untuk menginformasikan
Universitas Sumatera Utara
prinsip-prinsip atau ide-ide yang melatarbelakangi disusunnya konsep untuk mengefektifkan penggabungan jenis sanksi yang lebih bersifat pidana dengan jenis
sanksi yang bersifat tindakan.
27
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti memandangnya pentingnya menginformasikan secara sistematis mengenai prinsip-prinsip atau ide-ide dasar
“sistem dua jalur” atau double track system. Menetapkan jenis sanksi, tidak hanya meliputi sanksi pidana tetapi sanksi tindakan. Penekanan kesetaraan sanksi pidana
dan sanksi tindakan dalam kerangka double track system, sesungguhnya terkait bahwa unsur pencelaan lewat sanksi pidana dan unsur pembinaan melalui sanksi
tindakan memiliki kedudukan yang sama pentingnya.
28
Hukum pidana mengenal adanya sanksi pidana straf dan tindakan maatregel.
29
Bagian dari pemidanaan adalah penerapan sanksi pidana straf bukan tindakan maatregel, akan tetapi menurut Jan Remmelink, terkadang penerapan
tindakan maatregel dalam praktiknya sering juga menimbulkan penderitaan terhadap pelaku.
30
27
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru
, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 119.
Salah satu tujuan pemidanaan adalah untuk menjadikan efek jera pelaku tindak pidana. Pemidanaan dimaksud dalam hal ini adalah penerapan sanksi
pidana straf terhadap pelaku tindak pidana perpajakan melalui undang-undang anti
28
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi
, Jakarta: Sofmedia, 2010, hal. 91 dan hal 92. Sanksi tindakan lebih menekankan kepada nilai-nilai kemanusiaan dalam reformasi dan pendidikan kembali pelaku kejahatan sedangkan sanksi
pidana lebih menekankan stelsel sanksi dalam hukum pidana yang menyangkut pembuat undang- undang.
29
Muhammad Eka Putra dan Abul Khair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP Dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru
, Medan: USU Press, 2010, hal. 7.
30
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 458.
Universitas Sumatera Utara
pencucian uang. Penerapan sanksi pidana dalam pemidanaan merupakan suatu penghukuman bagi pelaku agar menjadikan efek jera terhadap pelaku. Penerapan
sanksi pidana menurut Jan Remmelink, lebih menitikberatkan pada perbuatan pembalasan atau penderitaan yang dijatuhkan kepada seseorang yang melanggar
pidana.
31
Tujuan pemidanaan dalam penerapan sanksi pidana selama ini selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan sanksi pidana tidak mengurangi
terjadinya kejahatan, justru menambah kejahatan.
32
Teori retributif bersifat absolute yakni menekankan pembalasan karena pelaku kejahatan dianggap layak menerima sanksi pidana atas kejahatan yang dilakukannya.
Teori retributif dalam perkembangan kemudian menimbulkan masalah, sebab semakin diterapkannya sanksi pidana kepada pelaku, kejahatan itu justru meningkat. Muncul teori
yang mengedepankan apa sebenarnya tujuan atau apa sebenarnya yang dicari dalam pemberian sanksi pidana. Teori semacam ini disebut teori relatif teori tujuan yang
muncul sebagi protes terhadap teori retributif absolute. Orientasi teori relatif pada upaya pencegahan terjadinya tindak pidana yang mengedepankan tujuan mencegah,
menimbulkan rasa takut, dan memperbaiki yang salah. Munculnya teori-teori pemidanaan
yang menekankan sanksi maupun tindakan dikenal dalam hukum pidana yaitu teori retributif absolut, teori relatif teori tujuan, teori pengobatan treatment, teori tertib
sosial social defence, dan teori restoratif restorative.
33
31
Ibid.
32
Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Op. cit., hal. 93.
33
Ibid., hal. 95-97.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan selanjutnya, muncul teori pengobatan treatment yang memandang bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan
kepada perbuatannya. Pemidanaan dimaksud adalah untuk memberi tindakan perawatan atau pengobatan treatment kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari
penghukuman yang didasarkan kepada alasan bahwa pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga dibutuhkan tindakan perawatan atau pengobatan.
34
Teori tertib sosial social defence hadir sebagai jawaban dari pemidanaan yang bersifat tindakan. Aliran dalam teori ini dibagi dua yaitu aliran radikal dan aliran
moderat. Aliran radikal memandang hukum perlindungan sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang. Aliran ini masih me
ngintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Sedangkan aliran moderat
memandang bahwa setiap masyarakat mensyaratkan tertib sosial dalam seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan
bersama, tetapi sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat
dielakkan dalam suatu sistem hukum.
35
Teori restoratif restorative memandang pula adanya perlindungan secara berimbang terhadap hak-hak dan kepentingan pelaku dan korban tindak pidana, masyarakat dan negara.
Orientasinya adalah pada upaya perbaikan-perbaikan atau pemulihan dampak-dampak kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang merupakan bagian
dari tindak pidana.
34
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan
, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 79.
35
Ibid., hal. 88-89.
Universitas Sumatera Utara
Konstruksi pemikiran teori restoratif memandang perlindungan akan hak-hak dan kepentingan korban tindak pidana tidak semata-mata berupa perlakuan yang menghargai
hak-hak asasi para korban tindak pidana dalam mekanisme sistem peradilan pidana, melainkan juga mencakup upaya sistematis untuk memperbaiki dan memulihkan dampak
kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku tindak pidana baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat emosional.
36
Skema di bawah ini menggambarkan teori-teori pemidanaan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Teori retributif dan Treatment bersifat memaksa. Inilah
teori pemidanan yang sering digunakan dalam aliran hukum positivistik murni, dimana terhadap pelaku tindak pidana diterapkan hukum pidana yang bersifat memaksa.
Teori relatif memfokuskan kepada pemidanaan yang bersifat mencegah tindak pidana misalnya UU No.8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
saat ini sudah mengenal istilah pencegahan. Selain itu juga mengenal istilah pemberantasan. Khusus pada teori social defence dan restoratif fokusnya
adalah pemidanaan yang bersifat pemberantasan tindak pidana yang mementingkan terhadap perampasan aset hasil dari tindak pidana tersebut. Berikut ini digambarkan
kerangka teori yang melandasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perpajakan melalui UU PPTPPU.
UU No.8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
mengenal istilah pencegahan dan pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang. Oleh sebab itu, pelaku tindak pidana di bidang perpajakan yang secara
36
Howard Zehr, The Little Book of Restorative Justice, Pennsylvania: Intercourse, 2002, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
bersamaan juga melakukan tindak pidana pencucian uang, menurut teori-teori di atas, dapat digunakan sebagai teori untuk memberikan efek jera dan antisipasi terhadap pelaku
tindak pidana pencucian uang. Sebab, kata “pencegahan” lebih menitikberatkan kepada kebijakan legislasi untuk mengantisipasi tindak pidana sebelum dilakukan oleh pelaku
sedangkan kata “pemberantasan” titik beratnya berada pada kebijakan legislasi untuk menerapkan hukum pidana khususnya hukum anti pencucian uang.
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
Skema : Teori Pemidanaan
POSITIVISTIK
Retributif
Relatif Pencegahan
Pembalasan HUKUM
PIDANA
Restoratif Berimbang
terhadap Kepentingan
Palaku dan Korban
Treatment
Social Defence
Tindakan selain Sanksi Pidana
Pengobatan PELAKU
TINDAK PIDANA
Universitas Sumatera Utara
Kerangka teori di atas digunakan untuk mewujudkan keadilan,
37
walaupun keadilan itu bukan satu-satunya yang digunakan untuk mewujudkan tujuan hukum.
Karena dalam suatu negara hukum modern, tujuan hukum adalah untuk mewujudkan kesejahteraan welfare state.
38
Sektor hukum yang sangat berperan untuk menemukan kembali keadilan yang telah hilang the lost justice apabila terjadi tindakan yang tidak
adil unfair prejudice di dalam kehidupan. Inilah yang disebut Aristoteles sebagai keadilan korektif.
39
Keadilan akan diperoleh jika dilakukan maksimum penggunaan barang secara merata dengan memperhatikan kepribadian masing-masing justice fairnes. Prinsip
keadilan dirinci dalam bentuk pemenuhan hak yang sama terhadap dasar aqual liberties dan pengaturan perbedaan ekonomi dan sosial sehingga akan terjadi kondisi yang tertib.
Oleh sebab itu, keadilan yang hilang mesti dikembalikan oleh hukum.
40
Perdamaian manusia yang dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikannya.
41
Hukum nasional dibuat selain untuk mencapai keadilan dan ketertiban, juga sebagai sarana pembaharuan kehidupan masyarakat, agar perubahan pembangunan
itu dilakukan dengan teratur dan tertib.
42
37
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ikhtiar Baru, 1975, hal. 20.
38
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional
, Bandung: Bina Cipta, Tanpa Tahun, hal. 2-3.
39
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, hal. 92.
40
Ibid, hal. 94.
41
Lili Rasjidi, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Nasional Indonesia”, dalam: Jurnal Hukum Padjdjaran Review, Hukum Responsif
, Bandung, Vol. 1 No. 1, Tahun 2005, hal. 8.
42
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional: Suatu Uraian Tentang Landasan Pikiran, Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum di Indonesia
, Cetakan IV, Bandung: Putra A. Bardin, 2000, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
2. Landasan Konsepsional