BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencur

BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang Istilah pencucian uang atau money laundering baru diperkenalkan kurang

  lebih pada tahun 1920-an, meskipun perbuatan pencucian uang sesungguhnya telah ada sejak abad ke-17, perbuatan ini dilakukan oleh bangsawan Prancis yang membawa uangnya dari hasil kejahatan untuk disimpan di Swiss, berkat pertolongan bangsawan Swiss, harta tersebut dapat dinikmati oleh bangsawan Prancis dengan tenang. Pada tahun 1920-an, para pelaku kejahatan terorganisasi di Amerika Serikat, mencuci uang hasil kejahatannya melalui usaha binatu (laundry). Mereka banyak mendirikan usaha binatu sebagai tempat atau kedok

  49 untuk menyembunyikan uang hasil kejahatannya.

  Tahun 1980-an adalah masa perkembangan bisnis haram di berbagai negara. Perdagangan narkotika dan obat bius, misalnya mampu menghasilkan omset yang sangat besar. Dari sinilah mulai muncul istilah narco dollar untuk menyebut uang haram yang dihasilkan dari perdagangan narkotika. Fenomena tersebut merupakan pemantik lahirnya istilah “Pencucian Uang”. Istilah ini mulai digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1986, kemudian dipakai secara internasional serta konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun

  50 1988.

  Berdasarkan prosesnya, pencucian uang dalam sejarahnya dibedakan

  51

  menjadi : a.

  Cara modern, yaitu yang umumnya dilakukan melalui tahap placement, layering, dan integration.

  b.

  Cara Tradisional, yaitu dilakukan melalui suatu jaringan atau sindikat etnik yang sangat tertutup, misalnya bank rahasia hui (hoi) atau The

  Chinese Chip (Chop) di China, sistem pengiriman uang tradisional yang disebut hawala di India, dan hundi di Pakistan.

  Menurut Billy Steel, istilah money laundering berasal dari Laundromats, nama sebuah tempat pencucian pakaian secara otomatis di Amerika Serikat.

  Perusahaan yang dimiliki oleh kelompok mafia ini dipilih untuk menyamarkan

  52

  uang haram menjadi uang sah. Kalangan mafia memperoleh penghasilan besar dari bisnis pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman keras.

  Mereka kemudian membeli atau mendirikan perusahaan yang bergerak

  53

  dibidang bisnis halal untuk mengaburkan asal usul uang dari bisnis haram. Sejak itulah, perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang hasil kejahatan disebut dengan money laundering. Money laundering merupakan sebuah istilah yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk menunjuk kepada pencucian hak milik mafia, yaitu hasil usaha yang diperoleh secara gelap dicampurkan dengan maksud menjadikan seluruh hasil tersebut seolah diperoleh dari sumber yang sah. Singkatnya, istilah money laundering pertama kali digunakan dalam konteks hukum dalam sebuah kasus di Amerika Serikat tahun 1982 menyangkut denda terhadap pencucian uang hasil penjualan kokain Colombia. 51 52 Ibid .

  Billy Steel dalam Philips Darwin, Money Laundering-cara memahami dengan tepat dan Dalam perkembangannya, proses yang dilakukan lebih kompleks lagi, dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah benar secara alami. Dengan cara demikian, membuat suatu kejelasan pembenaran untuk

  54

  pengawasan atau kepemilikan uang yang dicuci. Pengaturan hukum tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, ketentuan dalam undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif.

  55 Perubahan dalam undang-undang ini, antara lain meliputi : a.

  Cangkupan pengertian penyedia jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan, tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada dimasyarakat.

  b.

  Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga hasil tindak pidana.

  c.

  Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena tidak sesuai lagi dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.

  d.

  Cangkupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal- usul hasil tindak pidana, tetapi perbuatan tersebut tidak dipidana.

  e.

  Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi 54 keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang Arief Amrullah, Money Laundering, Malang : Bayumedia, 2004, hal.9. diduga berasal hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak.

  f.

  Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

  g.

  Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal

  assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia

  menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama timbal balik tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasioanl untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral, tetapi juga regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang terorganisasi. Pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

56 Tahun 1945. Dalam perkembangannya tindak pidana pencucian uang semakin

  kompleks, melintasi batas-batas yuridiksi dan berbagai modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuagan bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Peraturan yang telah ada yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pegeseran beban pembuktian, keterbatasan informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jesnis pelaporannya serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari pelaksana undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional perlu disusun undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang.

  Perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut, antara lain:

  57 1.

  Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang ;

  2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang ; 3.

  Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi adaministratif ;

  4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa ; 5.

  Perluasan pihak pelapor ; 6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedian barang dan/atau jasa lain ;

  7. Penataan mengenai pengawasan kepatuhan ; 8.

  Pemberian kewenangan kepada pihak pelapor untuk menunda transaksi; 9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain kedalam atau ke luar daerah pabean; 10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;

  11. Perluasan instansi yag berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK; 12. Penataan kembali kelembagaan PPATK; 13. Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara transaksi;

  14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang;dan

  15. Pengaturan mengenai penyitaan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-

  58

  unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pemerintah seperti pembentukan undang-undang tindak pidana pencucian uang masih belum bisa sepenuhnya mencegah dan mengatasi kejahatan pencucian uang

  

59

  hal ini disebabkan berbagai aspek, yaitu : 1.

  Lemahnya penegakan hukum, terlepas dari korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik, masalah serius lainnya dalam menangani pencucian uang dan pelanggaran hukum. Dalam hal narkoba misalnya, para pengguna dan pemasok narkoba tidak benar-benar takut tertangkap karena hukuman maksimal terhadap para pengedarnya jarang dijatuhkan.

  2. Kurangnya kesadaran masyarakat, pada umumnya kesadaran masyrakat umum tentang tindak pidana pencucian uang masih sangat rendah. Hanya sedikit orang yang memahami bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana.

3. Lambatnya hukum badan legislatif, hal ini terlihat jelas, dimana Indonesia menolak untuk mengesahkan rancangan undang-undang pada tahun 1996.

  Terdapat kekhawatiran bahwa pemberlakuan undang-undang dan peraturan mengenai pencucian uang secara tergesa-gesa akan menimbulkan resiko kaburnya modal investor ke luar negeri dan mengancam perekonomian nasional.

  Kendala lainnya dalam penegakan hukum atas kejahatan pencucian uang adalah persoalan pembuktian yang harus dilakukan oleh Jaksa. Undang-undang tindak pidana pencucian uang menganut sistem pembuktian terbalik, dimana justru terdakwa yang diwajibkan untuk membuktikan bahwa ia bersalah.

  Keten tuan ini menyimpang dari prinsip “jaksa membuktiakan”, yaitu prinsip hukum pidana yang menganut bahwa jaksa diwajibkan membuktikan dalil-dalil dakwaan yang diajukan. Namun, adanya hak terdakwa demikian tidak berarti bahwa jaksa penuntut umum tidak lagi mengajukan pembuktian sebaliknya, namun bagi jaksa penuntut umum diberikan tetap keawajiban untuk membuktikan dakwaannya. Pembuktian terdakwa hanya merupakan fakta yang menguntungkan dirinya, pembuktian seperti ini lah yang disebut pembuktian terbalik terbatas.

  60 Menurut Raj Bhala, terdapat dua hal mendasar dalam setiap penuntutan pencucian uang yang merupakan tugas Jaksa.

  Pertama, pemahaman unsur-unsur tindak pidana pencucian uang yang sangat rumit. Permasalahan akan semakin meningkat manakala kejahatan itu melibatkan pengguna jasa wire system akiabat tuntutan efesiensi, kecenderungan ekonomi, teknologi dan tuntutan kebutuhan pasar terbuka. Kedua, saat ini hampir semua negara telah menerapkan wire transfer

  system secara internal antar-bank dan lembaga keuangan. Ini merupakan

  cara memindahkan dana ilegal dengan cepat dan tidak mudah dilacak oleh jangkauan hukum, sekaligus pada saat yang sama terjadilah pencucian uang dengan cara mengacaukan audit trail.

  61 Pada umumnya unsur yang harus dibuktikan dalam ketentuan anti-

  pencucian uang adalah unsur subyektif (mens rea) dan unsur obyektifnya (actus

  

reus ). Dalam mens rea, yang harus dibuktikan adalah knowledge (mengetahui

  atau patut diduga) dan intended (bermaksud). Hal-hal mendasar yang telah disebutkan berkaitan dengan terdakwa yang mengetahui dana tersebut berasal dari hasil kejahatan dan terdakwa mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi. Namun pembuktian ini sulit karena apabila terdakwa sangat mungkin dapat menyembunyikan hasil kejahatannya secara baik. Oleh karena penegakan hukum progresif menjadi faktor yang sangat penting dalam mencegah TPPU.

  62 60 Yusup Saprudin, Op.Cit., hal.89 61 Raj Bhala dalam Philips Darwin, Money laundering –cara memahami dengan tepat dan

B. Objek dan Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Objek Pencucian Uang

  Pencucian uang merupakan kejahatan bawaan (derifative crime) yang selalu didahului oleh kejahatan asal (predicate crime). Karena sifatnya yang demikian, maka pencucian uang tidak akan pernah terjadi kecuali didahului oleh kejahatan asal. Harta hasil dari kejahatan asal itulah yang menjadi objek dari pencucian uang, di mana harta tersebut diproses sedemikian rupa sehingga asal- usulnya tidak pernah diketahui dan akhirnya menjadi harta yang sah. Objek pencucian uang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika. Namun kemudian objek pencucian uang diperlukan pula untuk dilakukan terhadap harta-harta yang diperoleh dari sumber-

  63 sumber kejahatan lain.

  Sarah N. Welling, menyatakan bahwa adanya pencucian uang dimulai dengan adanya dirty money (uang kotor). Uang dapat menjadi kotor yaitu melalui

  64 dua cara yaitu melalui cara pengelakan pajak dan cara melanggar hukum.

  65 Kedua cara tersebut ialah antara lain : 1.

  Proses penghasilan uang tersebut melalui pengelakan pajak (tax evasion).

  Dalam kejahatan ini, seseorang atau perusahaan memberikan laporan pembayaran pajak lebih sedikit dari jumlah uang sebenarnya yang mereka peroleh dari bisnis yang legal. 63 Status uang dalam perbuatan ini dibedakan menjadi : (1) Asal usul uang 64 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hlm. 7.

  Sarah N. Welling dalam Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung : PT itu adalah halal tetapi kemudian menjadi haram karena tidak dilaporkan kepada otoritas pajak; (2) Uang itu sejak semula merupakan uang haram karena diperoleh melalui cara-cara illegal. Praktik-praktik pencucian uang memang awalnya dilakukan terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Namun pencucian uang kemudian dilakukan terhadap uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain.

2. Memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum.

  Uang kotor dapat diperoleh melalui cara-cara yang melanggar hukum, seperti korupsi, perdagangan narkotika, perjudian gelap, penyuapan, terorisme, prostitusi, perdagangan senjata illegal, penyelundupan minuman keras, bisnis pornografi, dan kejahatan kerah putih (white collar crime), termasuk korupsi.

  Uang haram inilah yang kemudian diproses sedemikian rupa melalui pencucian uang sehingga tampak sebagai uang halal.

  Undang-undang tentang pencucian uang di berbagai negara juga telah memperluas objek pencucian uang tidak hanya yang berasal dari perdagangan narkotika saja. Begitu pula di negara Indonesia, objek pencucian uang juga diperluas seperti yang termuat dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jadi objek pencucian uang adalah dirty money (uang kotor) yang dihasilkan dari kejahatan asal, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang.

  Tindak pidana yang dimaksud ialah harta kekayaan yang diperoleh dari

  66

  tindak pidana, yaitu : a.

  Korupsi b.

  Penyuapan c. Narkotika d.

  Psikotropik e. Penyelundupan tenaga kerja f. penyelundupan imigran g. di bidang perbankan h. di bidang pasar modal i. di bidang perasuransian j. Kepabeanan k.

  Cukai l. perdagangan orang m. perdagangan senjata gelap n. terorisme o. Penculikan p. Pencurian q. Penggelapan r. penipuan, pemalsuan uang s. perjudian, prostitusi t. di bidang perpajakan u. di bidang kehutanan di bidang lingkungan hidup v. di bidang kelautan dan perikanan w. atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah negara kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

  Dikenal dengan asas double criminality (kriminalitas ganda) yaitu tindak pidana tersebut dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana itu juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Walaupun tidak dapat diketahui pasti nilai uang yang dicuci setiap tahun melalui pencucian uang, tetapi jumlahnya diperkirakan sangat besar. Itulah sebabnya pencucian uang menjadi industri terbesar ketiga didunia. Perkiraan paling mutakhir menunjukkan bahwa nilai dari aktivitas pencucian uang di seluruh dunia adalah sekitar satu triliun dolar pertahun. Sedangkan, pencucian uang yang berasal dari perdagangan narkotika

  67 sendiri bernilai 300-500 miliar dolar.

2. Tahapan dalam Tindak Pidana Pencucian uang

  Secara sederhana aktivitas pencucian uang dapat dilakukan melalui perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya terhadap hasil suatu tindak pidana, baik itu pelakunya organisasi maupun individu yang melakukan tindak pidana dengan maksud menyembunyikan atau menaburkan asal-usul uang tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang halal. Instrumen yang paling dominan dalam tindak pidana

  68 pencucian uang biasanya menggunakan sistem keuangan seperti perbankan.

  Perbankan merupakan alat utama yang paling menarik digunakan dalam pencuciana uang mengingat perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling banyak menawarkan instrumen keuangan. Pemanfaan bank dalam pencucian uang

  69

  dapat berupa : 1.

  Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu.

  2. Menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito/tabungan/rekening/giro.

  3. Menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau yang lebh kecil.

  4. Menggunakan fasilitas transfer.

  5. Melakukan transaksi eksport-import fiktif dengan menggunakan L/C dengan memalsukan dokumen bekerja sama dengan oknum terkait;

  6. Pendiri/pemanfaatan bank gelap. 67 68 Philips Darwin, Op.Cit.,hal.17.

  Edi Setiadi, Rana Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010, Pencucian uang biasanya termanifestasi dalam transaksi yang berkali-kali dan sering kali dilakukan secara simultan, jika demikian maka kegiatan tersebut

  70

  wajib diwaspadai oleh semua pihak. Pada dasarnya tindak pidana pencucian uang tersebut terdiri dari tiga tahapan yang masing-masing tahapan berdiri sendiri, tetapi seringkali dilakukan bersama-sama, tahapan pencucian uang tersebut

  71

  adalah: 1.

  Placement (Penempatan Uang)

  Placement adalah penempatan dana yang dihasilkan dari perbuatan

  kriminal atau tahap awal dari pencucian uang haram. Uang/aset ditempatkan pada sistem financial (keuangan) atau diselundupkan ke luar negeri, tujuannya untuk memindahkan uang/asset tersebut dari sumber asalnya. Untuk menghindari pengawasan pihak berwajib dan kemudian mengkonversikannya kedalam bentuk aset yang berbeda atau modus operandinya adalah dana ditempatkan jauh dari lokasi kejahatan. Dana tunai yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana dalam bentuk yang lebih mudah untuk dipindahkan dan tindak dicurigai untuk selanjutnya diproses dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan, sehingga

  72 jejak seputar asal-usul dana tersebut dapat dihilangkan.

  Penempatan dana juga dapat dilakukan dengan perdagangan efek dengan pola yang dapat menyembunyikan asal muasal dari uang tersebut. Penempatan uang tersebut biasanya dilakukan dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau dipergunakan 70 Ivan Yustiavanda, Arman Nefi dan Adiwarman, Op.Cit., hal. 58. untuk membeli sejumlah instrument keuangan yang akan ditagih dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada dilokasi lain.

  Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai,

  baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan uang tunai yang bersal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari kegiatan yang sah. Proses placement merupakan titik paling lemah

  73

  dalam perbuatan tindak pidana pencucian uang. Bermacam-macam cara dapat

  74

  dilakukan bagi kepentingan placement, yaitu seperti : pembukaan rekening efek pada perusahaan efek dan pembelian unit penyertaan pada instrument reksadana, penyelundupan uang, penukaran mata uang, dan pembelian aset.

2. Layering ( Transfer )

  Layering adalah upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang berasal

  dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan terutama bank sebagai hasil upaya penempatan ke penyedia jasa keuangan lainnya. Transfer harta kekayaan hasil kejahatan ini dilakukan berkali-kali,

  75 melintasi negara, memanfaatkan semua wahan investasi.

  Jumlah dana yang sangat besar dan ditempatkan pada suatu Bank tentu akan menarik perhatian dan menimbulkan kecurigaan pihak otoritas moneter negara bersangkutan akan asal-usulnya. Karena itu, pelaku melakukan layering melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk memutuskan atau memisahkan hubungan antara dana yang tersimpan di bank dan tindak pidana yang menjadi sumber dana tersebut. Adanya jumlah uang yang berbeda-beda dengan frekuensi 73 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.58 transfer dana yang tinggi semakin mempersulit proses pelacakan. Perpindahan dana tersebut tidak dilakukan satu kali saja melainkan berkali-kali dengan tujuan mengacaukan alur transaksi, sehingga tidak dapat dikejar ataupun diikuti

  76

  alurnya. Dalam kegiatan ini, terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil penempatan ketempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak dana tersebut. Bentuk kegiatan ini antara lain: (1) Transfer dana dari suatu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/Negara; (2) pengiriman simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah; (3) memindahkan uang tuani lintas batas negara melalui jaringan kegiatan yang sah

  77 atau shell company.

3. Integration (menggunakan harta kekayaan)

  Tahap akhir dalam tindak pidana pencucian uang ialah tahap integration (menggunakan harta kekayaan). Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan kedalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang, sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau

  78

  digunakan secara aman. Integration pada dasarnya adalah tahapan dimana pelaku telah berhasil mencuci dananya dalam sistem keuangan atau tahapan dimana dana yang telah dicuci diharapkan dapat disejajarkan dengan dana yang sah secara hukum maupun ekonomi. Pada tahap ini uang yang dicuci melalui

  

placemen t maupun layering di alihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi,

  sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang tersebut. Ditahap ini, uang yang telah dicuci dimasukkan kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini terjadi apabila proses layering berhasil dengan baik, dan proses layering hanya dapat dilakukan apabila placement

  79

  berhasil dilakukan. Integration melibatkan pemindahan sejumlah dana yang telah melewati proses pelapisan yang diteliti dan kemudian disatukan dengan dana yang berasal dari kegiatan legal ke dalam arus perputaran dana global yang begitu

  80 besar.

  Berdasarkan tahapan terjadinya pencucian uang tersebut ada beberapa

  81

  tipologi yang sering digunakan dalam proses pencucian uang, yaitu antara lain : 1.

  Penyembunyian dalam perusahaan Tipologi ini ditandai dengan penyembunyian hasil tindak pidana ke dalam aktivitas bisnis dan perusahaan. Modus operandi ini dilakukan dengan melakukan pencampuran antara transaksi bisnis yang sah dengan ilegal. Adapun indikator dari modus operandi ini antara lain pelaku tindak pidana pencucian uang biasanya 78 79 Ibid 80 Ivan Yustiavan dana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.63 Aziz Syamsuddin,Op.Cit., hal.21. memiliki kendali atas perusahaan yang digunakan untuk pencucian uang, baik hubungan sebagai beneficial owner atau hubungan kekerabatan atau pertemanan dengan pemilik perusahaan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko bocornya informasi kepada penegak hukum dari dalam perusahaan itu sendiri.

  Modus operandi pencucian uang melalui struktur bisnis ini juga terlihat dari banyaknya transaksi perusahaan ke rekening pribadi perorangan, di mana biasanya tidak memiliki tujuan transaksi yang jelas dengan perusahaan, dan dilakukan dalam jumlah yang cukup besar. Untuk mengurangi kecurigaan PJK maka transfer dilakukan dengan menggunakan mata uang asing.

  Perusahaan yang digunakan untuk pencucian uang biasanya perusahaan yang transaksinya menggunakan transaksi tunai seperti klub malam dan restoran.

  Hubungan antara pelaku tindak pidana dengan perusahaan dapat disembunyikan dengan cara struktur kepemilikan perusahaan. Selain itu, modus operandi pencucian uang ini juga didukung dengan rendahnya biaya pendirian perusahaan di beberapa negara dan banyaknya jasa pendirian perusahaan yang ada di seluruh dunia yang dapat memfasilitasi pembuatan persahaan dan manajemen dalam rangka pencucian uang.

2. Penyalahgunaan bisnis yang sah

  Tipologi ini dilakukan oleh pencuci uang yang menggunakan bisnis atau perusahaan yang telah ada sedang berjalan untuk melakukan proses pencucian uang. Perusahaan tersebut tidak menyadari bahwa dananya berasal dari tindak pidana. Manfaat utama penggunaan bisnis yang sah adalah agar dana hasil tindak pidana seolah-olah berasal dari bisnis sah tersebut, bukan berasal dari pemilik dana sebenarnya yang melakukan tindak pidana. Risiko bagi bisnis sah tersebut adalah jika skema pencucian uang ditemukan oleh penegak hukum, bahkan jika pengurus perusahaan tidak dituntut untuk tindak pidana pencucian uangnya, maka reputasi perusahaan tersebut akan menderita secara signifikan karena liputan media. Kebutuhan pelaku pencucian uang untuk mencoba mencuci dana menggunakan bisnis yang sah karena semakin meningkatnya insitusi keuangan di seluruh dunia yang tidak mau menerima dana pribadi tanpa informasi lebih

  82 lanjut.

  3. Penggunaan identitas dan dokumen palsu Penggunaan dokumen dan identitas palsu untuk membuka rekening atau melakukan transaksi banyak digunakan oleh para pelaku tindak pidana untuk memutus hubungan antara aset dan tindak pidana. Bahkan jika pelaku tindak pidana ditangkap dan dipenjarakan, aset tersebut dapat tetap dinikmati setelah keluar dair penjara. Dokumentasi palsu memiliki peran penting dalam melakukan upaya penipuan, juga dapat digunakan untuk menutupi upaya pencucian uang.

  Faktur palsu, bukti transaksi, dan dokumentas perjalanan yang telah dilaporkan dan digunakan sebagai bagian dari pembenaran dana, diberikan kepada lembaga- lembaga keuangan.

  4. Eksploitasi permasalahan negara internasional Beberapa pelaku pencucian uang selalu memindahkan dan menyimpan uang-uang tidak sah tersebut ke negara-negara yang dikenal mempunyai undang- undang kerahasiaan bank yang ketat, persyaratan identifikasi yang lemah, persyaratan laporan yang lemah, hukum perpajakan yang lemah, persyaratan pendirian perusahaan yang minim, dan lemahnya pengaturan atas pembatasan mata uang.

5. Penggunaan jenis aset tak bernama

  Pelaku tindak pidana menyadari bahwa aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan pelacakan keuangan sehingga menyulitkan para penegak hukum untuk mendeteksi dan membuktikan adanya hubungan antara tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana dengan hasil tindak pidana.

  Beberapa hasil tindak pidana tersebut termasuk dalam jenis Anonymous

  

Asset, seperti : uang tunai, perhiasan, logam mulia, beberapa sistem pembayaran

  elektronik, dan beberapa produk keuangan yang menggunakan numbered

  

personal accounts. Modus tersebut banyak digunakan dalam jaringan

  perdagangan narkoba. Berdasarkan laporan sejumlah kasus di seluruh dunia, pengguna biasanya ingin membayar tunai untuk tetap tidak terhubung dengan pemasok, dan pemasok kemudian memiliki kebutuhan untuk masuk ke suatu

  83 wilayah.

D. Alasan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang

  Kemajuan teknologi informasi dan arus globalisasi terutama di sektor perbankan serta lembaga keuangan lainnya, seperti perusahaan sekuritas, asuransi, dan perusahaan pembiayaan, menjadikan industri keuangan sebagai lahan bagi para pelaku pencucian uang. Para pelaku perseorangan maupun korporasi setiap saat dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan tersabut. Jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari suatu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang menjadi sulit dilacak oleh penegak hukum.

  Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pemerintah seperti pembentukan undang-undang tindak pidana pencucian uang masih belum bisa sepenuhnya mencegah dan mengatasi kejahatan pencucian uang. Penyebab tidak sepenuhnya tindak pidana pencucian uang dapat dicegah dan diberantas disebabkan berbagai aspek, yaitu lemahnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat, dan lambatnya hukum badan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Beragam alasan untuk memerangi pencucian uang, karena berdampak buruk pada perekonomian, baik secara makro maupun mikro,

  84 karena pencucian uang bersifat korosif terhadap sendi-sendi perekonomian.

  Jhon McDowell dan Gary Novis menyebutkan betapa merusaknya pencucian uang terhadap banyak aspek kehidupan. Pencucian uang secara potensial menghancurkan ekonomi, keamanan, dan membawa dampak sosial. Secara makro, baik langsung atau tidak langsung, pencucian uang dapat mengganggu berbagai sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem

  85 politik suatu negara.

  Secara umum ada tiga alasan kejahatan pencucian uang perlu diperangi

  86

  dan dinyatakan sebagai tindak pidana yaitu : Pertama, karena pencucian uang dapat mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi yang diyakini berdampak negatif bagi perekonomian, misalnya terhadap efektifitas penggunaan sumber daya dan dana. Dengan adanya pencucian uang, maka sumber daya dan dana 84 85 Ivan Yustiavan dana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.12.

  Jhon McDowell dan Gary Novis dalam Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarma, kerap digunakan untuk kegiatan tak sah dan merugikan masyarakat. Uang hasil tindak pidana pencucian uang dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik maupun ke negara yang perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada dasarnya bisa mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian internasional, sehingga besar kemungkinan tindak pidan pencucian uang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian internasional, dan uang yang terorganisir juga bisa membuat ketidakstabilan pada perekonomian nasional.

  Kedua, karena kriminalisasi pencucian uang sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan penegak hukum menyita hasil tindak pidana, misalnya aset yang susah dilacak atau yang sudah dipindah tangankan kepada pihak ketiga. dengan cara menyita hasil pencucian uang ini, maka pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya‟ kearah menyita “hasil tindak

  87

  pidananya ”.

  Ketiga, dengan dinyatakannya pencucian uang sebagai dan dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya. Tokoh- tokoh ini sulit dilacak dan ditangkap karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan suatu tindak pidana, tetapi banyak menikmati hasil- hasil tindak pidana. Aktivitas pencucian uang menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara dan tingginya kejahatan. Fenomena tersebut tetap berlangsung sampai sekarang, walaupun secara faktual industri keuangan bertumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, tetapi tanpa diikuti dengan

  88

  pertumbuhan ekonomi yang wajar. Pembangunan ekonomi tidak akan berarti banyak apabila tindak pidana pencucian uang masih terus terjadi. Pemberantasan pencucian uang akan menjadikan perekonomian stabil dan berkesinambangungan secara wajar. Sejumlah dampak buruk Tindak Pidana Pencucian Uang yang juga menjadi alasan suatu tindak pidana pencucian itu harus di berantas, yaitu antara

  89

  lain : a.

  Melemahkan sektor swasta yang sah Sektor swasta paling menderita akibat pencucian uang. Pelaku pencucian uang dapat mendirikan berbagai perusahaan topeng yang bergerak dalam berbagai kegiatan bisnis. Pelaku pencucian uang seringkali menggunakan perusahaan topeng untuk mencampur hasil-hasil kejahatan dengan dana-dana yang sah dan menyembunyikan pendapatan yang sah dari hasil kejahatan. Di Amerika Serikat misalnya, kejahatan terorganisasi menggunakan toko-toko pizza (pizza parlors) untuk menyembunyikan uang hasil perdagangan heroin. Perusahan-perusahaan tersebut memiliki akses pada dana-dana haram yang besar jumlahnya. Hal ini memungkinkan mereka mensubsidi berbagai barang dan jasa yang dijualnya untuk kemudian dijual jauh dibawah harga pasar. Bahkan mereka menawarkan barang tersebut dibawah biaya produksinya. Dengan demikian mereka memiliki keuntungan kompetitif dan membangkrutkan perusahaan-perusahaan saingannya

  90

  yang bekerja secara sah. Bila keadaan tersebut berlansung lama, maka perusahaan-perusahaan sah tidak dapat bertahan. Akibatnya, akan terjadi penutupan perusahaan-perusahaan yang sah dan yang tersisa adalah perusahaan- perusahaan milik kelompok penjahat, sehingga kejahatan semakin sulit dihancurkan, karena pasokan dananya terus mengalir dari perusahaan-perusahaan

  91 milik kelompok kejahatan tersebut.

  b.

  Merusak integritas pasar keuangan Pencucian uang juga menghancurkan integritas pasar keuangan. Jika uang hasil kejahatan masuk ke institusi keuangan, yang biasanya dalam jumlah besar maka hampir dapat dipastikan hal itu akan menimbulkan masalah likuiditas. Institusi keuangan yang menerima hasil kejahatan memiliki tantangan tambahan dalam mengelola aset, liabilitas dan operasi mereka.

  Pelaku pencucian uang berinvestasi di pasar keuangan hanya bermaksud melegitimasi uang hasil kejahatan. Bila uang hasil kejahatan tersebut berhasil masuk ke sistem keuangan, maka tujuan untuk melegalkan uang hasil kejahatan berhasil. Dalam keadaan demikian, pemilik uang tersebut dapat kapan saja menarik uangnya. Penarikan uang yang telah dicuci menyebabkan krisis likuiditas dan kegagalan bank, karena bank mengelola sebagian besar uang hasil

  92

  kejahatan. Lembaga-lembaga keuangan bisa menghadapi bahaya likuiditas jika mengandalkan kegitanya pada dana hasil kejahatan uang dalam jumlah besar yang

90 Philips Darwin, Op.Cit., hal.32.

  baru saja ditempatkan di lembaga-lembaga keuangan bisa tiba-tiba menghilang

  93 karena dipindahkan melalui wire transfers.

  c.

  Menghilangkan kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya Pencucian uang dapat melenyapkan kontrol pemerintah atas kebijakan ekonomi. Dibeberapa negara pasar yang baru tumbuh dana haram itu dapat mengurangi anggaran pemerintah sehingga mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. Pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak yang tidak diharapkan terhadap nilai mata uang dan tingkat suku bunga. Hal ini terjadi karena pelaku pencucin uang menggunakan dana yang sudah dicucinya untuk diinvestasikan kembali di negara-negara yang tidak

  94 mampu mendeteksinya.

  d.

  Menimbulkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi Karena tujuan pencucian uang bukan untuk memeperoleh keuntungan, melainkan untuk melindungi uang hasil kejahatannya, maka investasi yang dilakukan pun tidak memiliki tujuan atau motif ekonomi. Para pelaku pencucian uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari berbagai investasi yang mereka lakukan.

  Mereka justru lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatan yang memang sangat menguntungkan. Oleh karena itu mereka menginvestasikan dana- dananya pada kegiatan-kegiatan yang secara ekonomis tidak bermanfaat bagi negara yang mereka jadikan muara penempatan dana. Akibatnya, akan

  95 menimbulkan pertumbuhan ekonomi negara terganggu.

  e.

  Meningkatkan ancaman terhadap ketidakstabilan moneter Pencucian uang mengakibatkan terjadinya misalokasi sumber daya karena distorsi-distorsi aset dan rekayasa harga-harga komoditas. Pencucian uang dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada jumlah permintaan terhadap uang dan nilai tukar mata uang. Pencucian uang yang tidak dapat diduga itu, ditambah dengan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya, akan mempersulit tercapainya kebijakan

  96 ekonomi yang sehat.

  f.

  Menghilangkan pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak Pencucian uang dapat menghilangkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak sehingga secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur.

  Bahkan pengumpulan pajak oleh pemerintah pun menjadi semakin sulit. Dana halal yang pajaknya tidak dibayarkan pajaknya sehingga menghilangkan pendapatan negara tersebut justru memunculkan tingakat pembayaran pajak yang

  97 lebih tinggi daripada pembayaran pajak yang normal.

  g.

  Beresiko terhadap reputasi Pencucian uang dapat merusak reputasi suatu negara. Kepercayaan pasar akan terkikis karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan di suatu negara besangkutan. Indikasi hilangnya reputasi negara sebagai akibat pencucian uang adalah hilangnya kepercayaan inverstor terhadap 95 Ibid ., hal.34. pasar negara yang bersangkutan. Rusaknya reputasi negara akibat pencucian uang menyebabkan negara yang bersangkutan kehilangan kesempatan yang sah untuk memperoleh keuntungan dari industri keuangannya. Apabila reputasi keuangan suatu negara rusak, sulit untuk memulihkannya karena membutuhkan sumber daya pemerintah yang sangat signifikan, butuh waktu dan upaya yang sangat keras

  98 untuk mengembalikan reputasi dan kepercayaan sistem keuangan suatu negara.

  h.

  Menimbulkan biaya sosial Pencucian uang merupakan proses yang penting bagi organisasi untuk dapat melaksanakan kegiatan kejahatan paran pelaku kejahatan pencucian uang.

  Misalnya pencucian uang dari kejahatan dalam hal narkotika memungkinkan para penjual dan pengedar, penyelundup narkotika, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatannya. Meluasnya kegiatan kejahatan tersebut mengakibatkan tingginya biaya pemerintah untuk meningkatkan upaya penegakan hukum dalam

  99 rangka memberantas kejahatan tersebut beserta segala konsekuensinya.

  Pencucian uang menimbulkan biaya sosial dan resiko karena dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan, termasuk berpindahnya kekuatan ekonomi pasar, pemerintah, dan warga negara kepada para pelaku kejahatan tersebut. Bahkan tidak mustahil dalam kasus yang ekstrim dapat mengakibatkan terjadinya

  100 pengambilalihan kekuasaan pemerintah yang sah.

98 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarma, Op.Cit., hal.20.

E. Pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum, keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia ikut serta bersama dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang.

  Undang-undang tindak pidana pencucian uang di dalamnya juga ditentukan struktur organisasi PPATK yang terdiri dari seorang kepala dan dibantu oleh wakil kepala, Jabatan struktural, Jabatan fungsional. Yang dimaksud dengan jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada disebutkan dalam struktur organisasi, sedangkan yang dimaksud dengan jabatan fungsional adalah jabatan yang secara tidak tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya di perlukan oleh organisasi, seperti peneliti, dokter, pustakawan,

  101 dan lain-lain yang serupa dengan itu.

  Kepala dan wakil kepala PPATK diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan. Sedangkan masa jabatannya kepala dan wakil kepala PPATK adalah lima tahun dan hanya dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Dalam hubungan ini, ketentuan megenai susunan organisasi dan tata kerja PPATK selanjutnya diatur dengan peraturan presiden. Secara nasional, lahirnya institusi sentral (focal point) di dalam rezim anti-pencucian uang di Indonesia ini diharapkan dapat membantu penegak hukum yang berkaitan bukan saja dengan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, melainkan juga semua tindak pidana berat lainnya yang menghasilkan uang. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang telah disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang secara tegas menyatakan pembentukan PPATK sebagai lembaga dengan misi khusus

  102 mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Perubahan Tagline Peringatan dan Perilaku Merokok

0 0 6

PERUBAHAN TAGLINE PERINGATAN DAN PERILAKU MEROKOK SKRIPSI WY ANGGA AGASCY RHAMADANA 100904107

0 3 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat tumbuhan - Kombinasi Minyak Jagung (Oleum Maydis) Dan Minyak Jarak (Oleum Ricini) Sebagai Bahan Dasar Lipstik

0 0 12

KOMBINASI MINYAK JAGUNG (Oleum maydis) DAN MINYAK JARAK (Oleum ricini) SEBAGAI BAHAN DASAR LIPSTIK SKRIPSI

0 0 13

BAB II KODE ETIK PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA A. Pengertian Advokat - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN - Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN - Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

0 0 12

BAB II LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA A. Pengertian Multi Level Marketing - Analisa Yuridis Terhadap Praktik Money Game Dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Praktik Money Game Dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing

0 0 20