KISAH SUKSES IMPLEMENTASI LEAN
BAB 6 KISAH SUKSES IMPLEMENTASI LEAN
Case Study peningkatan produktivitas di perusahaan konsumer (FMCG) Apex
Ini adalah cerita mengenai implementasi Lean di sebuah perusahaan FMCG di Indonesia dengan skala bisnis yang besar. Perusahaan ini berlokasi di daerah Jawa Barat. Produknya untuk konsumsi export dan domestik. Kita sebut saja nama perusahaan nya “Apex”. Perusahaan ini mengalami kerugian yang tercatat di laporan keuangan sudah cukup lama, terutama dengan kenaikan biaya setiap tahunnya terkait biaya bahan baku dan kenaikan upah tenaga kerja. Top
management memutuskan untuk melakukan perubahan. Perubahan yang ingin dilakukan adalah terkait dengan peningkatan produktivitas. Sehingga perusahaan bisa lebih kompetitif. Hal ini dikarenakan dari hasil benchmark management terhadap perusahaan sejenis, ternyata perusahaan ini memiliki indeks produktivitas yang sangat rendah. Dengan komitmen penuh dari top management maka diputuskan bahwa akan digulirkan suatu inisiatif program Lean dengan tujuan utama adalah peningkatan produktivitas. Pengertian produktivitas disini adalah jumlah output produksi yang dihasilkan dibandingkan dengan besaran penggunaan resources yaitu pemakaian total jam kerja yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Top management telah menetapkan target indeks produktivitas yang harus dicapai dan disosialisasikan ke level manager sampai ke bawah. Bahwa perusahaan akan mengadopsi program Lean dalam mencapai sasaran tersebut. Komitmen dari management sudah dibuat dan sudah bertekad bulat untuk mencapai target tersebut. Kemudian management memanggil bantuan konsultan yang expert dalam implementasi Lean. Dan mulailah disusun strategi pelaksanaannya, strategi change managementnya, sampai detail project plannya. Mulai dari scoping area yang akan dijadikan pilot project (area percontohan), sampai pemilihan para
“change agent/agen perubahan” yang akan bertanggungjawab menjalankan implementasi Lean.
Tahapan berikutnya dimulai dengan pelaksanaan training untuk semua stakeholder yang terlibat dalam program ini, yaitu dari top management, mid, dan change agent. Tujuan dari training ini adalah untuk alignment/penyelarasan terhadap tujuan dari implementasi program Lean dan menyamakan persepsi mengenai apa yang akan dicapai dengan implementasi program ini. Termasuk memahami mindset dalam Lean, prinsip- prinsip, dan teknik-teknik implementasinya. Setelah pengetahuan mengenai Lean sudah didapat dan persepsi sudah sama, maka dibuatlah rencana untuk mencapai angka produktivitas yang ingin dicapai dan rencana implementasinya.
Tahapan ini dimulai dari pemetaaan proses yang existing dengan penggunaan teknik value stream mapping, analisa aktivitas value added dan non-value added, melakukan time study, penghitungan takt-time dan kebutuhan optimum manpower, proses balancing, analisa skill operator, analisa layout, sampai analisa akar masalah terkait masalah kualitas produk (reject dan rework).
Setelah semua analisa dilakukan maka team sudah mampu mengidentifikasi semua aktivitas non value added di setiap langkah proses, dan mampu merumuskan apa saja tindakan perubahan yang akan
diimplementasikan dalam rangka improvement di area tersebut. Solusi tindakan perbaikan ini kemudian dikelompokkan dalam kategori quickwins dan tindakan perbaikan yang membutuhkan investasi. Untuk aktivitas quickwins, team langsung melakukan tindakan perbaikan. Sedangkan yang membutuhkan investasi, team melakukan analisa kelayakan berupa cost benefit analysis dan risk assessment. Dari daftar tindakan perbaikan ini kemudian disusun rencana implementasi, termasuk menentukan penanggung jawab dan due datenya. Kemudian secara rutin dilakukan progress review antara change agent dengan sponsor melalui mekanisme presentasi. Tujuannya adalah memastikan bahwa semua rencana berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, termasuk evaluasi mengenai efektifitas tindakan, dan support terhadap resource yang dibutuhkan untuk melaksanakan tindakan tersebut. Dalam waktu 1-2 bulan, perubahan mulai terlihat dan menunjukkan hasil positif, index produktivitas bergerak naik dan membuat team semakin yakin bahwa Lean sangat tepat untuk peningkatan produktivitas. Dalam waktu 4-6 bulan, setelah semua tindakan perbaikan diimplementasikan, maka hasilnya produktivitas naik sangat significant yaitu naik sampai 40% !!
Komitmen luar biasa dari management dan change agent dalam menjalankan Lean terbayar dengan pencapaian tersebut. Management memberikan apresiasi kepada team karena berhasil meningkatkan produktivitas dengan dramatis. Team mendapatkan pengalaman berharga dengan implementasi ini, skill dan kualitas change agent dalam melakukan problem solving yang meningkat, sedangkan management mendapatkan hasil berupa kinerja operation yang lebih baik, dan manfaat secara finansial yaitu profit perusahaan meningkat.
Hasil pencapaian ini dipertahankan melalui mekanisme yang sudah diatur dalam Lean termasuk seperti pembuatan SOP, rencana audit, dan evaluasi management untuk memastikan bahwa hasilnya sustainable/berkesinambungan. Karena semangat dari Lean adalah continuous improvement, maka kesuksesan ini tidak berhenti disini, management sudah menentukan apa fokus improvement berikutnya, sehingga improvement ini berjalan terus-menerus dan menjadi bagian dari budaya perusahaan. Sampai saat ini program Lean sudah berjalan di
perusahaan “Apex” selama 3 tahun dan masih terus berlanjut.
Dengan keberhasilan yang dicapai ini, maka perusahaan “Apex” sekarang menjadi benchmark dan
panutan dari perusahaan sejenis site luar negeri dalam menjalankan program Lean.
Kunci sukses dalam implementasi Lean di perusahaan “Apex” adalah:
1. Fokus dan sasaran yang jelas dari management
2. Keinginan yang kuat untuk mencapai sasaran
tersebut
3. Pembentukan struktur organisasi yang jelas dalam implementasi Lean
4. Pemahaman serta skill dari semua pihak mengenai Lean dengan tuntunan dari expert yang berpengalaman
5. Komitmen penuh dari semua pihak dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya
Case Study implementasi sistem komunikasi SIC (Short Interval Control) di perusahaan farmasi Optima
Berikut ini adalah studi kasus implementasi program Lean di sebuah perusahaan manufacture yang memproduksi obat-obatan. Kita sebut saja nama perusahaannya adalah Optima. Perusahaan Optima merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang terus mengalami pertumbuhan bisnis yang significant setiap tahunnya.
Tetapi Top Management belum merasa puas dengan kinerja yang ada sekarang. Terutama dalam hal kinerja operation. Dimana management melihat masih banyak target-target pencapaian operation yang sudah ditetapkan belum memperoleh hasil yang sesuai. Sehingga management merasa perlu melakukan perubahan di dalam organisasi bagaimana supaya pencapaian targetnya bisa lebih baik. Caranya dengan meningkatkan ownership/rasa memiliki karyawan terhadap hasil pekerjaan. Hal ini terjadi karena management juga melihat bahwa mekanisme evaluasi dan control di beberapa bagian dan di level tertentu masih sangat kurang. Sehingga hal ini dianggap merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan perbaikan.
Top management juga merasakan masih sering terjadi perbedaan prioritas baik dari level atas ke bawah Top management juga merasakan masih sering terjadi perbedaan prioritas baik dari level atas ke bawah
Top management melihat pentingnya mengadopsi sistem best practice yang sudah dijalankan oleh kebanyakan perusahaan kelas dunia. Sistem ini adalah bagian dari budaya Lean yang sangat penting. Yaitu suatu sistem yang bisa mengatur mekanisme management control di setiap level. Dan top management memutuskan untuk menggunakan sistem efektif yaitu Short Interval Control (SIC).
Short Interval Control ini merupakan sistem komunikasi dalam organisasi yang fokus terhadap pencapaian target dengan interval yang sudah ditetapkan. SIC membuat organisasi akan memiliki response yang lebih cepat dalam menghadapi situasi atau masalah yang muncul. SIC juga membantu menyelaraskan tujuan dan prioritas organisasi.
SIC memiliki semangat utama yaitu Fast Response atau istilahnya adalah FAST FIVE, yaitu:
1. Fast Problem Detection
2. Fast Problem Reporting
3. Fast Problem Solving
4. Fast Problem Escalation
5. Fast Decision Making
Dalam keseharian produksi sering kita menghadapi masalah-masalah seperti:
- Tidak mengetahui masalah disebabkan karena tidak
adanya data. Belum ada target yang ditetapkan, sehingga penyimpangan tidak terlihat jelas.
- Belum ada mekanisme evaluasi terhadap pencapaian produksi baik itu harian, pershift, ataupun perjam - Tidak ada penanggung jawab di area tersebut yang akuntable terhadap pencapaian target - Tidak ada kejelasan regulasi yang mengatur sistem
komunikasi didalam organisasi baik itu kewenangan, tanggung jawab, dan frekuensinya
- Tidak adanya pelaksanakan evaluasi terhadap pencapaian pekerjaan, dan tingkat penyelesaian masalah yang sangat rendah karena kurangnya follow up dan ketidakjelasan mekanisme eskalasi dan pengambilan keputusan
Untuk mengatasi masalah-masalah diatas maka implementasi sistem komunikasi SIC akan sangat tepat sebagai solusi masalah diatas.
Lingkup yang ditetapkan untuk implementasi SIC adalah mulai dari level top management sampai ke level shopfloor produksi. Dengan struktur SIC sebagai berikut:
1. SIC level 1: meeting evaluasi pencapaian produksi setiap shift yang dipimpin oleh foreman produksi dan diikuti oleh operator
2. SIC level 2: meeting evaluasi pencapaian produksi setiap hari yang dipimpin oleh supervisor produksi dan diikuti oleh semua support
3. SIC level 3: Meeting evaluasi pencapaian produksi setiap minggu yang dipimpin oleh manager produksi diikuti oleh semua supporting manager
4. SIC level 4: Coaching one-on-one antara manager dan bawahan yang dilakukan untuk mengevaluasi pencapaian secara periodik
5. SIC level 5: Meeting evaluasi yang dipimpin oleh Plant Manager setiap bulan
Implementasi SIC bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Hal ini mengingat karyawan sudah terbiasa dengan cara kerja yang lama. Melaksanakan SIC seperti mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan yang baru. SIC ini seperti mengadopsi budaya baru dalam organisasi. Maka change management sangat penting. Karena tidak serta merta setiap orang dengan mudah paham, mengerti, mampu, dan sukarela menjalankannya.
Implementasi dimulai dengan mengubah mindset orangnya dulu yaitu dengan cara memberikan pemahaman mengenai konsep Short Interval Control. Perusahaan Optima menggandeng expert yaitu konsultan yang berpengalaman dalam implementasi Lean. Konsultan ini memberikan pelatihan kepada semua karyawan mulai dari level top management sampai di level bawah. Pemahaman ini penting untuk menyamakan persepsi dan tujuan yang ingin dicapai dengan melaksanakan SIC. Penggunaan pihak luar juga memudahkan supaya konsep ini bisa diterima oleh semua pihak dalam organisasi.
Karena pihak luar terbebas dari conflict of interest di dalam internal perusahaan.
Setelah pemahaman sudah didapat maka tahapan berikutnya adalah membentuk struktur organisasi pelaksana program ini. Mulai dari steering committee, ketua pelaksana, sektretariat, seksi peralatan pendukung, seksi audit, seksi training, dan seksi promosi.
Tim ini yang bertanggungjawab terhadap implementasi SIC. Tim juga membentuk media kampanye terkait pelaksanaan SIC sehingga setiap orang bisa melihat SIC, memahami konsep SIC, dan bagaimana aktifitas pelaksanaannya. Kick off dilakukan oleh top management dihadapan seluruh karyawan perusahaan sebagai bentuk komitmen pelaksanaan SIC.
SIC diimplementasikan dan distandardkan dalam bentuk SOP (standard operating procedure) dan dilakukan audit keefektifan pelaksanaannya.
Perusahaan mendapatkan hasil improvement yang significant dengan implementasi SIC. Dari sisi orang, kita bisa melihat kemampuan operator di lapangan dalam menggunakan data menjadi lebih baik. Kemampuan foreman dalam menjalankan pengawasan juga meningkat. Supervisor semakin kuat dalam memandu pemecahan masalah sehari-hari. Manager juga lebih baik dan lebih cepat dalam mengambil keputusan. Sehingga secara umum kualitas skill organisasi semakin meningkat, kerjasama yang lebih solid, dan response masalah menjadi lebih baik.
Ditinjau dari pencapaian kinerja, perbaikan kualitas terlihat dengan menurunnya jumlah reject sampai 50%. Sedangkan peningkatan produktivitas sampai naik 20%. Dan pencapaian OTD-OnTime Delivery (pengiriman tepat waktu) juga terus improve sehingga kepuasan pelanggan meningkat.
Dan yang jauh lebih penting adalah perusahaan merasakan perubahan budaya organisasi selama pelaksanaan SIC ini. Karyawan sekarang lebih disiplin, bahkan sampai di level operator dilihat orang lebih bertanggung jawab terhadap pencapaian target, paham terhadap target pekerjaan, melaporkan jika terjadi deviasi.
Demikian pula di level foreman dan supervisor juga terlihat perubahan, melakukan monitoring evaluasi pencapaian target, dan follow up terhadap tindakan perbaikan. Di level manager juga terlihat peningkatan kemampuan dalam melakukan coaching terhadap bawahan, mulai dari penugasan, follow-up, reporting, dan penyelesaian masalah.