LAND DISPUTE SETTLEMENT THROUGH OF COMPLETED DISPUTE OPERATION PROGRAM (OPSTASTA) IN BANDAR LAMPUNG LAND OFFICE

(1)

ABSTRACT

LAND DISPUTE SETTLEMENT THROUGH OF COMPLETED DISPUTE OPERATION PROGRAM (OPSTASTA)

IN BANDAR LAMPUNG LAND OFFICE

By

RIRIN AFRIA SUSANTI

Land as the economic rights of each person, prone to create conflict or dispute. Settlement of land disputes can be divided into 2, that is through non-judicial / non-litigation and judicial path / litigation. Options for dispute resolution through negotiation/mediation has advantages when compared to the litigants before the court in terms of time, cost, and mind/energy. Therefore, the National Land Agency (BPN) organized a program called Operation Completed Dispute (OPSTASTA) which is a program to resolve disputes over land with emphasis on the mediation process in a systematic, consistent and coordinated within the specified period ie within 1 (one) year is divided into several periods with each period only a few months. Based on the evaluation at the end of 2008, the number of land disputes are resolved through a program OPSTASTA of 1.180 cases from 1.666 cases have been determined. From the results of these evaluations, the program OPSTASTA inconsistently implemented as many as 486 cases unresolved and from 33 provinces in Indonesia, as many as 25 provinces that are not completed on target in terms of number of cases and time of completion. Issues to be discussed in this research is how the settlement of land disputes through the Dispute Completed Operations (OPSTASTA) in Bandar Lampung city Land Office, what are the factors supporting and inhibiting the settlement of land disputes through the Dispute Completed Operations (OPSTASTA) in the Land Office of Bandar Lampung City? While the purpose of this study was to determine and analysis the settlement of land disputes through the Dispute Completed Operations (OPSTASTA) in Bandar Lampung Land Office and the supporting and inhibiting factors in the settlement of land disputes through the Dispute Completed Operations (OPSTASTA) in Bandar Lampung Land Office. Method approach to problems that are used in this research is a normative and empirical approaches. The source data of this study are primary and secondary data. Data collection techniques through quitionary and interviews. Data analysis was qualitative.

Based on research results indicate that the settlement of land disputes through OPSTASTA in Bandar Lampung Land Office conducted within a period of only 1 month 12 days in accordance with the PO OPSTASTA stages of 2008, technical gidelines and the other regulations of the settlement of land problems to implement the principle of mediation, where Tim City of Bandar Lampung


(2)

RIRIN AFRIA SUSANTI

OPSTASTA act as authoritative mediators, with the pattern of calling and bring the two parties to the dispute in one room and the same time with the agreement that the land parcels that overlap will be divided proportionally and the parties will not be questioned again both outside and in front of the court. Settlement of the dispute any legal consequences for both sides, Bandar Lampung Land Office, and the other parties outside the two parties. Tim City of Bandar Lampung OPSTASTA monitor this case as a form freies ermessen for 1 year, during which no more complaints/objections so that the land dispute was declared finished completely. Supporting factors in the settlement of land disputes through OPSTASTA in Bandar Lampung Land Office that public enthusiasm for the program Operation Completed Dispute (OPSTASTA) so that this dispute can be resolved through mediation with family-oriented principle of mutual benefit both parties. While the inhibiting factors in the settlement of land disputes through OPSTASTA in Bandar Lampung Land Office that the limited facilities and infrastructure, such as means of transportation in this case motorcycles and cars as well as the number of computers and printers, monitoring cases of both the authority and the timing is not regulated in the legislations. Thus, it can be said the settlement of land dispute through OPSTASTA in Bandar Lampung Land Office conducted a systematic, consistent and coordinated within the period specified.


(3)

ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN MELALUI PROGRAM OPERASI TUNTAS SENGKETA (OPSTASTA)

DI KANTOR PERTANAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

RIRIN AFRIA SUSANTI

Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Penyelesaian sengketa tanah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu melalui jalur non peradilan/non litigasi dan jalur peradilan/litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan baik dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga. Oleh karena itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelenggarakan suatu program yang diberi nama Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) yang merupakan program untuk menyelesaikan masalah-masalah pertanahan dengan mengutamakan proses mediasi secara sistematis, konsisten dan terkoordinir dalam jangka waktu yang telah ditentukan yakni dalam waktu 1 (satu) tahun yang terbagi dalam beberapa periode dengan masing-masing periode hanya beberapa bulan saja. Berdasarkan evaluasi pada akhir tahun 2008, jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan melalui program OPSTASTA sebanyak 1.180 kasus dari 1.666 kasus yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi tersebut, program OPSTASTA dilaksanakan secara tidak konsisten, karena sebanyak 486 kasus belum ditangani dan dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 25 provinsi yang tidak menyelesaikan sesuai target baik dari segi jumlah kasus dan waktu penyelesaiannya.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dan faktor pendukung dan penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

Metode pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif dan empiris. Sumber data pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui quisioner dan wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif.


(4)

RIRIN AFRIA SUSANTI

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dilaksanakan dalam jangka waktu hanya 1 bulan 12 hari dengan tahapan sesuai dengan PO OPSTASTA Tahun 2008, Juknis Penyelesaian Masalah Pertanahan dan peraturan lainnya di bidang pertanahan, dengan melaksanakan prinsip mediasi dimana Tim Kota OPSTASTA Bandar Lampung bertindak sebagai authoritative mediator, dengan pola memanggil dan mempertemukan kedua pihak yang bersengketa dalam satu ruangan dan waktu yang sama dengan hasil kesepakatan bahwa bidang tanah yang tumpang tindih (overlap) tersebut akan dibagi secara proporsional dan para pihak tidak akan mempermasalahkan lagi baik di luar maupun di muka pengadilan. Penyelesaian sengketa tersebut berakibat hukum bagi kedua pihak, Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, dan pihak lain di luar kedua pihak. Tim Kota OPSTASTA Bandar Lampung memonitor kasus ini sebagai bentuk freies ermessen selama 1 tahun, dan selama itu tidak ada lagi pengaduan/keberatan sehingga sengketa tanah ini dinyatakan selesai secara tuntas. Faktor pendukung dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni antusiasme masyarakat terhadap program OPSTASTA sehingga sengketa ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi dengan prinsip saling menguntungkan para pihak. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni keterbatasan sarana dan prasarana, seperti sarana transportasi dalam hal ini motor dan mobil serta jumlah komputer dan printer, pelaksanaan monitoring kasus baik kewenangan dan waktunya tidak diatur dalam peraturan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dilaksanakan secara sistematis, konsisten dan terkoordinir dalam jangka waktu yang telah ditentukan.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus-kasus yang menyangkut sengketa di bidang pertanahan dapat dikatakan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan untuk meningkat di dalam kompleksitas permasalahannya maupun kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial dan politik. Terkait dengan banyak mencuatnya kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Joyo Winoto mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa tanah itu tersebar di seluruh Indonesia dalam skala besar. Yang berskala kecil, jumlahnya lebih besar lagi.

Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Konflik menurut definisi Coser adalah sebagai berikut ; “Conflicts involve struggles between two or more people over values, or competition for status, power, or scarce resources.” (Coser, dikutip oleh Moore, 1996). Jika konflik itu telah nyata (manifest), maka hal itu disebut sengketa (Moore, 1996: 17). Menurut Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, yang dimaksud Sengketa adalah perbedaan kepentingan, pendapat, atau nilai antara orang-perseorangan atau perseorangan dengan badan hukum, badan hukum


(6)

2

dengan badan hukum atau dengan instansi pemerintah mengenai status tanah tertentu, status letak dan batas tanah tertentu, status penguasaan dan/atau pemilikan tertentu, status alas hak tertentu, status keputusan tertentu yang berkaitan dengan pertanahan.

Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata, pada umumnya ditempuh melalui jalur pengadilan dengan dampak pihak yang bersengketa harus mengeluarkan biaya besar seiring lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

Alternatif lain yang lebih efektif adalah melalui jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau tidak memihak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan baik dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.

Mediasi memberikan kepada para pihak kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada prinsip bahwa para pihak sama-sama mendapatkan keuntungan (win-win solution).


(7)

3

„Upaya untuk mencapai win-win solution ini ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya :

a. Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling menguntungkan, dengan catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak. Apabila kepentingan yang menjadi fokusnya, pihak-pihak akan lebih terbuka untuk berbagai kepentingan. Sebaliknya, jika tekanannya pada kedudukan, para pihak akan lebih menutup diri karena hal itu menyangkut harga diri mereka. b. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah.

Perbedaan kemampuan tawar-menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap yang lainnya.‟(Maria S.W. Sumardjono, dkk, 2008 : 4-5)

Oleh karena itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyelenggarakan suatu program yang diberi nama Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) dan Operasi Sidik Sengketa (OPSDIKTA) yang dimulai pada tahun 2008.

Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) merupakan program yang direncanakan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah pertanahan dengan mengutamakan proses mediasi secara sistematis, konsisten dan terkoordinir dalam jangka waktu yang telah ditentukan yakni dalam waktu 1 (satu) tahun yang terbagi dalam beberapa periode dengan masing-masing periode hanya beberapa bulan saja.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional pada akhir tahun 2008, dapat diketahui bahwa sengketa pertanahan yang dapat diselesaikan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) sebanyak 1.180 kasus dari 1.666 kasus yang telah ditetapkan menjadi Target Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA). Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI melalui sambutannya dalam peringatan HUT UUPA ke-49 Tahun 2009. Dari hasil evaluasi tersebut, sebanyak 486 kasus belum ditangani dan dari 33 provinsi


(8)

4

di Indonesia sebanyak 25 provinsi tidak menyelesaikan sesuai target yang telah ditetapkan baik dari segi jumlah kasus dan waktu penyelesaiannya. Hal ini menunjukkan bahwa program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) dilaksanakan secara tidak konsisten.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui dan mempelajari lebih mendalam tentang prosedur dan pelaksanaan Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) khususnya di Kota Bandar Lampung, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam suatu tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul ”Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) Di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung”.

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.2.1. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung? b. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung?

1.2.2. Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada :


(9)

5

a. Ruang lingkup disiplin ilmu, yakni pada disiplin Ilmu Hukum Agraria/Pertanahan;

b. Ruang lingkup penelitian, yakni pada penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 dengan mengambil 1 (satu) contoh kasus yang telah diselesaikan melalui program Operasi Tuntas Sengketa yakni masalah tumpang tindih antara SHM No. 188/CR a.n. Hi. Achmad Zamzani Yasin seluas 18.089 m2 dengan SHM No. 280/CR a.n. Sugiono seluas 14.990 m2 yang terletak di Kelurahan Campang Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisa penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung;

b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.


(10)

6

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis, penelitian ini berguna sebagai pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Agraria dalam hal penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia;

b. Secara praktis :

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Instansi Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan kegiatan Operasi Tuntas Sengketa Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada tahun selanjutnya;

2) Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan tentang hal pelaksanaan kegiatan Operasi Tuntas Sengketa Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

3) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :

a. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung tahun 2008 khususnya untuk kasus ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sesuai dengan PO OPSTASTA Tahun 2008, yakni Tahap Persiapan yang meliputi inventarisasi dan identifikasi data; penyusunan time schedule; pelaksanaan rapat koordinasi; persiapan administrasi/surat, personil dan anggaran; Tahap Pelaksanaan yang meliputi penelitian yuridis dan fisik; pengkajian dan analisis kasus; koordinasi intern/ekstern; gelar perkara; mediasi; pembuatan Berita Acara Mediasi; Tahap Konsolidasi; dan Tahap Monitoring dan Supervisi dengan melaksanakan prinsip mediasi, dimana Tim Kota Operasi Tuntas Sengketa Tahun 2008 Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung bertindak sebagai authoritative mediator, dengan pola memanggil dan mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa dalam hal ini pihak Hi. Achmad Zamzani Yasin/Iwan Mulyawan dengan Sugiono dalam satu ruangan dan waktu yang sama dengan hasil kesepakatan bahwa bidang tanah yang tumpang tindih


(12)

72

(overlap) tersebut akan dibagi secara proporsional sehingga terhadap SHM No. 188/CR yang semula seluas 18.098 m2 menjadi seluas 11.960 m2, sedangkan terhadap SHM No. 280/CR yang semula seluas 14.990 m2 menjadi seluas 9.906 m2 dan para pihak tidak akan mempermasalahkan lagi baik di luar maupun di muka pengadilan. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA juga mengacu pada ketentuan Juknis Penyelesaian Masalah Pertanahan dan peraturan-peraturan lainnya di bidang pertanahan. Dengan demikian, penyelesaian sengketa pertanahan melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung tahun 2008 khususnya Tahap I ini dilaksanakan secara sistematis, konsisten, terkoordinir dalam jangka waktu hanya 1 bulan 12 hari, yakni lebih cepat dari jangka waktu 3 bulan yang telah ditentukan dalam time schedule. Penyelesaian sengketa tersebut memiliki akibat hukum bagi kedua belah pihak yakni berlaku sebagai undang-undang, Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam hal administrasi sertipikatnya, dan pihak lain di luar kedua belah pihak untuk menghormati isi Perjanjian Penyelesaian Sengketa tersebut. Tim Kota OPSTASTA Bandar Lampung tetap memonitor kasus ini selama 1 tahun setelah kasus ini diselesaikan, yang merupakan bentuk freies ermessen dan selama kurun waktu tersebut tidak ada lagi pengaduan/keberatan dari para pihak mengenai permasalahan ini sehingga sengketa tanah ini dinyatakan telah selesai secara tuntas.

b. Faktor pendukung dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni antusiasme masyarakat terhadap program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) hal ini


(13)

73

ditunjukkan dari itikad baik masyarakat khususnya pihak-pihak yang sengketanya diselesaikan melalui OPSTASTA yang telah jujur, terbuka dan kooperatif dalam memberikan informasi/data sehingga sengketa ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi dengan prinsip saling menguntungkan para pihak. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni keterbatasan sarana dan prasarana, seperti sarana transportasi dalam hal ini motor dan mobil yang dipergunakan untuk mengadakan penelitian di lokasi sengketa tidak tersedia sehingga selama ini Tim Kota OPSTASTA Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung mengadakan penelitian di lokasi sengketa menggunakan kendaraan baik motor maupun mobil pribadi; demikian halnya jumlah komputer dan printer yang ada sampai saat ini yakni komputer sejumlah 2 buah dan printer sejumlah 1 buah mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kerja Tim Kota OPSTASTA Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam menyelesaikan program OPSTASTA mengingat banyaknya kelengkapan administrasi yang harus diselesaikan dalam kurun waktu 3 bulan tersebut, pelaksanaan monitoring kasus setelah selesai ditangani tidak diatur dalam Perintah Operasi Tuntas Sengketa sehingga tidak dapat secara jelas diketahui kapankah suatu sengketa yang diselesaikan melalui OPSTASTA dikatakan selesai secara tuntas, karena masih terdapat kemungkinan bahwa setelah sengketa tersebut diselesaikan timbul sengketa/permasalahan lagi.


(14)

74

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :

a. Perlu dilakukan penambahan dalam mengusulkan target operasi (TO) OPSTASTA untuk tahun-tahun berikutnya sehingga jumlah sengketa pertanahan khususnya di Kota Bandar Lampung semakin berkurang;

b. Perlu dilakukan usulan penambahan dana/anggaran dalam rangka pengadaan sarana dan prasarana, seperti pengadaan sarana transportasi berupa motor sejumlah 2 buah dan mobil sejumlah 1 buah yang sebelumnya tidak tersedia; penambahan jumlah komputer dan printer yakni komputer sejumlah 2 buah menjadi 4 buah dan printer sejumlah 1 buah menjadi 2 buah.

c. Perlu diterbitkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan monitoring kasus setelah diselesaikan melalui OPSTASTA, baik dalam hal kewenangan dan waktu pelaksanaannya sehingga sengketa pertanahan yang diselesaikan melalui OPSTASTA benar-benar selesai secara tuntas.


(1)

a. Ruang lingkup disiplin ilmu, yakni pada disiplin Ilmu Hukum Agraria/Pertanahan;

b. Ruang lingkup penelitian, yakni pada penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 dengan mengambil 1 (satu) contoh kasus yang telah diselesaikan melalui program Operasi Tuntas Sengketa yakni masalah tumpang tindih antara SHM No. 188/CR a.n. Hi. Achmad Zamzani Yasin seluas 18.089 m2 dengan SHM No. 280/CR a.n. Sugiono seluas 14.990 m2 yang terletak di Kelurahan Campang Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisa penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung;

b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.


(2)

6

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis, penelitian ini berguna sebagai pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Agraria dalam hal penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia;

b. Secara praktis :

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Instansi Badan Pertanahan Nasional dalam melaksanakan kegiatan Operasi Tuntas Sengketa Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada tahun selanjutnya;

2) Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan tentang hal pelaksanaan kegiatan Operasi Tuntas Sengketa Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

3) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :

a. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung tahun 2008 khususnya untuk kasus ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sesuai dengan PO OPSTASTA Tahun 2008, yakni Tahap Persiapan yang meliputi inventarisasi dan identifikasi data; penyusunan time schedule; pelaksanaan rapat koordinasi; persiapan administrasi/surat, personil dan anggaran; Tahap Pelaksanaan yang meliputi penelitian yuridis dan fisik; pengkajian dan analisis kasus; koordinasi intern/ekstern; gelar perkara; mediasi; pembuatan Berita Acara Mediasi; Tahap Konsolidasi; dan Tahap Monitoring dan Supervisi dengan melaksanakan prinsip mediasi, dimana Tim Kota Operasi Tuntas Sengketa Tahun 2008 Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung bertindak sebagai authoritative mediator, dengan pola memanggil dan mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa dalam hal ini pihak Hi. Achmad Zamzani Yasin/Iwan Mulyawan dengan Sugiono dalam satu ruangan dan waktu yang sama dengan hasil kesepakatan bahwa bidang tanah yang tumpang tindih


(4)

72

(overlap) tersebut akan dibagi secara proporsional sehingga terhadap SHM No. 188/CR yang semula seluas 18.098 m2 menjadi seluas 11.960 m2, sedangkan terhadap SHM No. 280/CR yang semula seluas 14.990 m2 menjadi seluas 9.906 m2 dan para pihak tidak akan mempermasalahkan lagi baik di luar maupun di muka pengadilan. Penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA juga mengacu pada ketentuan Juknis Penyelesaian Masalah Pertanahan dan peraturan-peraturan lainnya di bidang pertanahan. Dengan demikian, penyelesaian sengketa pertanahan melalui Program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung tahun 2008 khususnya Tahap I ini dilaksanakan secara sistematis, konsisten, terkoordinir dalam jangka waktu hanya 1 bulan 12 hari, yakni lebih cepat dari jangka waktu 3 bulan yang telah ditentukan dalam time schedule. Penyelesaian sengketa tersebut memiliki akibat hukum bagi kedua belah pihak yakni berlaku sebagai undang-undang, Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam hal administrasi sertipikatnya, dan pihak lain di luar kedua belah pihak untuk menghormati isi Perjanjian Penyelesaian Sengketa tersebut. Tim Kota OPSTASTA Bandar Lampung tetap memonitor kasus ini selama 1 tahun setelah kasus ini diselesaikan, yang merupakan bentuk freies ermessen dan selama kurun waktu tersebut tidak ada lagi pengaduan/keberatan dari para pihak mengenai permasalahan ini sehingga sengketa tanah ini dinyatakan telah selesai secara tuntas.

b. Faktor pendukung dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni antusiasme masyarakat terhadap program Operasi Tuntas Sengketa (OPSTASTA) hal ini


(5)

ditunjukkan dari itikad baik masyarakat khususnya pihak-pihak yang sengketanya diselesaikan melalui OPSTASTA yang telah jujur, terbuka dan kooperatif dalam memberikan informasi/data sehingga sengketa ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi dengan prinsip saling menguntungkan para pihak. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui OPSTASTA di Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung yakni keterbatasan sarana dan prasarana, seperti sarana transportasi dalam hal ini motor dan mobil yang dipergunakan untuk mengadakan penelitian di lokasi sengketa tidak tersedia sehingga selama ini Tim Kota OPSTASTA Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung mengadakan penelitian di lokasi sengketa menggunakan kendaraan baik motor maupun mobil pribadi; demikian halnya jumlah komputer dan printer yang ada sampai saat ini yakni komputer sejumlah 2 buah dan printer sejumlah 1 buah mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kerja Tim Kota OPSTASTA Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam menyelesaikan program OPSTASTA mengingat banyaknya kelengkapan administrasi yang harus diselesaikan dalam kurun waktu 3 bulan tersebut, pelaksanaan monitoring kasus setelah selesai ditangani tidak diatur dalam Perintah Operasi Tuntas Sengketa sehingga tidak dapat secara jelas diketahui kapankah suatu sengketa yang diselesaikan melalui OPSTASTA dikatakan selesai secara tuntas, karena masih terdapat kemungkinan bahwa setelah sengketa tersebut diselesaikan timbul sengketa/permasalahan lagi.


(6)

74

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :

a. Perlu dilakukan penambahan dalam mengusulkan target operasi (TO) OPSTASTA untuk tahun-tahun berikutnya sehingga jumlah sengketa pertanahan khususnya di Kota Bandar Lampung semakin berkurang;

b. Perlu dilakukan usulan penambahan dana/anggaran dalam rangka pengadaan sarana dan prasarana, seperti pengadaan sarana transportasi berupa motor sejumlah 2 buah dan mobil sejumlah 1 buah yang sebelumnya tidak tersedia; penambahan jumlah komputer dan printer yakni komputer sejumlah 2 buah menjadi 4 buah dan printer sejumlah 1 buah menjadi 2 buah.

c. Perlu diterbitkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan monitoring kasus setelah diselesaikan melalui OPSTASTA, baik dalam hal kewenangan dan waktu pelaksanaannya sehingga sengketa pertanahan yang diselesaikan melalui OPSTASTA benar-benar selesai secara tuntas.