I.6 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang pemilihan judul, tujuan penulisan, pembatasan masakah dan sistematika penulisan.
BAB II Teori Dasar
Bab ini berisi tentang uraian pondasi, jenis, karakteristik dan keadaan tanah sebagai media pendukung pondasi, penyelidikan
tanah soil investigation, pengujian tiang dinamis PDA, penurunan settlement pondasi tiang pancang dan faktor aman.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini berisikan uraian lokasi pengambilan data, proses pengumpulan data, cara atau metode menganalisis data dan
penguraian data dari penyelidikan tanah yang dilaksanakan.
BAB IV Perhitungan dan Pembahasan
Bab ini menguraikan perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data sondir, SPT, penurunan settlement tiang tunggal berdasarkan
metode elastic settlement serta hubungannya terhadap daya dukung dan kedalaman pondasi tiang yang diuraikan dalam tabel dan grafik
kurva. Juga membandingkannya dengan hasil data PDA.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini akan menyimpulkan hasil analisa sesuai dengan pembatasan masalah, maksud dan tujuan penulisan serta
memberikan saran terhadap hal-hal yang telah dibahas dan dilakukan dalam penulisan tugas akhir ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II STUDI PUSTAKA
II.1 Pengertian Umum
Konstruksi yang direncanakan secara keteknikan dibangun bertumpu pada tanah, harus didukung oleh pondasi. Pondasi adalah bagian dari sistem struktur
yang meneruskan beban yang ditopang oleh upper struktur serta berat sendiri dari struktur tersebut kedalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. Braja M.
Das, 1941. Pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal
kedalam umbu tiang dengan cara menyerap lenturan, dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
konstruksi, dengan tumpuan pondasi Sosrodarsono-K. Nakazawa, 1983. Daya dukung tiang adalah kombinasi tahanan selimut dan tahanan ujung tiang, untuk
mendukung konstruksi, bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam, juga untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama bangunan
tingkat yang dipengaruhi gaya-gaya penggulingan akibat beban angin Hardiyatmo, 2002.
Maksud dan tujuan penggunaan pondasi tiang pancang adalah untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ketanah
pendukung uang kuat, dimana letaknya yang relatif sangat dalam; untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu
sehingga bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup atas beban dan
Universitas Sumatera Utara
oleh gesekan dinding tiang dengan tanah sekitarnya;untuk mengikat bangunan atas yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas oleh gaya hidrostatis atau momen
penggulingan; untuk menahan gaya horizontal dan gaya arah miring hardiyatmo, 2002.
II.2 Penyelidikan Tanah
Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium
dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang
dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa. Penyelidikan tanah soil
investigation adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat - sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan rekayasa engineering.
Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya mencakup maksud –
maksud sebagai berikut : 1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan - lapisan tanah di lokasi
yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini lokasi yang ditinjau adalah Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Unimed Medan.
2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli undisturbed dan tidak asli disturbed untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk
keperluan pengujian laboratorium; 3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;
Universitas Sumatera Utara
4. Untuk melakukan uji lapangan in - situ field test seperti uji rembesan, uji geser vane dan uji penetrasi baku;
5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah kedalam dari lokasi tanah tersebut;
6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku bangunan yang sudah ada di sekitar lokasi tersebut.
Jenis penyelidikan tanah yang pada umumnya dilakukan dalam merencanakan sistem pondasi adalah :
1. Boring Investigation pengeboran menggunakan tenaga manusia atau mesin
2. SPT Standard Penetration Test 3. CPT Uji Sondir
4. Vane Shear
5. Sampling: Undisturbed dan Disturbed Sample
6. Uji laboratorium : untuk menentukan index properties dan engineering properties
II.2.1 Sondering TestCone Penetration Test CPT
Pengujian Cone Penetrometer Test atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60
dan dengan luasan ujung 1, 54 in
2
10 cm
2
. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mmdetik, sementara itu
besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi juga terus diukur.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan 2 ton dan sondir berat 10 ton. Sondir ringan digunakan
untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kgcm
2
, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan
pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kgcm
2
Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan
hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda. atau kedalaman
maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar. Keuntungan utama dari penggunaan
alat ini adalah tidak perlu diadakan pengeboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian Standarsd Penetration Test, dengan alat sondir
sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium.
Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari
kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser bikonus yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi
tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah.
Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 1 Tipe ujung konus pada sondir mekanis 1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil;
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah
dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas.
Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai
jumlah perlawanan JP dan nilai perlawanan konus PK, sehingga hambatan lekat HL dapat dihitung sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Hambatan Lekat HL HL = JP
– PK x AB……………….…………........……..……….2.1 2. Jumlah Hambatan Lekat JHL
JHL = Σ HL........................................................................................... 2.2
dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut
kgcm
2
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc kgcm
2
A = Interval pembacaan setiap kedalaman 20 cm B = Faktor alat = luas konusluas torak = 10 cm
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau m
Gambar 2. 2. Dimensi Alat Sondir Mekanis
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 3. Cara Penetrasi Sondir Mekanis Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil
tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung q
c
dengan gesekan selimut f
s
terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung
tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan jumlah hambatan lekat, yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada
kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.
Besaran gesekan kumulatif total friction diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat JHL. Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah,
maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung q
c
, gesekan selimut f
s
dan ratio gesekan FR terhadap kedalaman tanah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 4. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir
II.2.2 Standard Penetration Test SPT
Standard Penetration Test SPT sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode Standard Penetration Test
merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm
dengan menggunakan massa pendorong palu seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan
tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.
0 100 200 300 400 500 600
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
10,0 11,0
12,0 13,0
14,0 15,0
16,0 17,0
18,0 19,0
20,0 21,0
50 100 150 200 250
tsf kgcm
Depth m
q
c
kgcm
2
CPT-Test
Ser ies
1
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0 9,0
10,0 11,0
12,0 13,0
14,0 15,0
16,0 17,0
18,0 19,0
20,0 21,0
1 2
3
Depth m
Friction Ratio
CPT-Test
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Skema Uji Standart Penetration Test Tujuan dari percobaan Standard Penetration test SPT ini adalah untuk
menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman
tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit
diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain
– lain. 2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari
kotoran hasil pengeboran dari tabung, segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.
3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm. 4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan
palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman
Universitas Sumatera Utara
tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm N value;
Contoh : N1 = 10 pukulan15 cm
N2 = 5 pukulan15 cm N3 = 8 pukulan15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm
pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi
gangguan; 5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan
dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam
botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box; 6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;
Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 60 untuk 4x interval
pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m.
Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris
dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian standard penetration test SPT dan hubungan antara kepadatan relatif
dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Hubungan D , ϕ dan N dari pasir Peck, Meyerhoff
Nilai N Kepadatan Relatif
Sudut Geser Dalam Menurut Peck Menurut Meyerhof
0-4 Sangat
Lepas 0,0-0,2
28,5 30
4-10 Lepas
0,2-0,4 28,5-30
30-35 10-30
Sedang 0,4-0,6
30-36 35-40
30-50 Padat
0,6-0,8 36-41
40-45 50
Sangat Padat 0,8-1,0 41
45 Sumber : Mekanika Tanah Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983
II.2.3 Pile Driving Analyzer
Pile Driving Analyzer adalah alat untuk mengukur kekuatan sebuah pondasi selama pemancangan, yang dikembangkan selama tahun 1960an dan
diperkenalkan pada tahun 1972. Menurut Coduto dalam Foundation Design Principles and Practices, pengujian daya dukung pondasi tiang dengan
menggunakan alat PDA ini metodologinya telah distandarisasi dan diuraikan dalam ASTM D4945. Peralatan ini memilikitiga komponen sebagai berikut:
1. Sepasang strain transducers yang diletakkan di dekat kepala tiang,
2. Sepasang accelerometers yang diletakkan di kepala tiang,
3. Sebuah Pile Driving Analyzer PDA.
Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain transducers dan accelerometers pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai
berikut: 1. Data strain dikombinasi dengan modulus elastisitas dan luas penampang
tiang, memberikan tekanan vertikal pada tiang.
Universitas Sumatera Utara
2. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil partikel percepatan perjalanan gelombang melalui tiang,
3. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil perpindahan pondasi selama pemukulan hammer.
Gambar 2.6 Strain transducers accelerometer
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Pile Driving Analyzer
Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan menghasilkan gelombang tegangan stress wave yang bergerak ke bawah
sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa
gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang dengan metode Case. Dalam analisa persamaan gelombang wave equation impact yang
diberikan pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact tersebut adalah benar terjadi.
Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilkan gelombang tegangan keseluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang
sensor yaitu transducer di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel particle
velocity sebagai hasil integrasi terhadap besaran percepatan terukur dari
Universitas Sumatera Utara
accelerometer, serta pengukuran gaya force sebagai hasil perkalian besaran regangan terukur dari transduser regangan strain transducer dapat dilakukan.
Dimana hasil pengukuran inilah yang menjadi dasar dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode Case.
II.2.3.1 Case Method
Case method merupakan cara pengukuran dan interpretasi terhadap pengaruh tanah, tegangan pada tiang, kondisi integritas tiang dan kinerja hammer
dengan menggunakan PDA. Perhitungan daya dukung tiang Case method berdasarkan pada perambatan
gelombang satu dimensi, dengan asumsi bahwa tiang seragam dan ideal plastis maka dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:
Fturun = zv turun Keterangan :
, impedansi atau faktor kekakuan dinamis. Untuk tiang dengan impedansi Z pada saat tiang ditumbuk, gelombang tumbukan
impact wave menjalar ke bawah downward wave, dimana akan terjadi juga gaya tekan compression force yang menyebabkan kecepatan kebawah
downward particle velocity. Setelah waktu t = Lc, gelombang akan mencapai ujung tiang pile tip,
maka gelombang yang merupakan gelombang tekan compression wave dipantulkan keatas sebagai gelombang tarik tension wave.
Berarti pada ujung tiang gelombang tekan dan tarik saling menghapuskan. Akan tetapi gelombang pantul yang merupakan gelombang tarik juga akan
mendorong partikel pada ujung bawah tiang menjadi dua kali lipat. Untuk
Universitas Sumatera Utara
gelombang tarik, arah kecepatan partikel dan penyebaran gelombang berlawanan, sedangkan pada gelombang tekan arah kecepatan dan penyebaran gelombang
sama. Bila ada tahanan tanah di sepanjang tiang sebesar R, akan diperoleh
persamaan sebagai berikut:
2.3 R
t
= tahanan tanah total F
1
= gaya pada waktu t
1
pukulan maksimum F
2
= gaya pada waktu t
2
Prinsip inilah yang dilakukan oleh PDA, yaitu mengukur F
1
, F
2
, V
1
, V
2
, pengukuran dilakukan untuk setiap pukulan yang diberikan. Selain memberikan
hasil perhitungan daya dukung tiang, PDA juga menghasilkan perhitungan dari transfer energi tumbukan yang terekam, menghitung gaya maksimum yaitu gaya
tekan maupun gaya tarik dilokasi penempatan transducer, serta mengukur kondisi global integritas tiang.
II.2.3.2 CAPWAP
Case pile Wave Analysis Program CAPWAP adalah program aplikasi untuk menganalisa gelombang gaya F dan kecepatan V yang diukur oleh PDA.
Program CAPWAP digunakan untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya perlawanan tanah sepanjang tiang berdasarkan modelisasi yang dibuat dan
memisahkannya menjadi bagian dinamis dan bagian statis. Program CAPWAP menggunakan model matematis sistem tiang tanah
dengan element diskrit massa dan pegas seperti pada analisa persamaan
Universitas Sumatera Utara
gelombang wave equation, namun hanya merupakan fungsi dari pergerakan tiang saja, sedang tanah sendiri adalah pasif. Sehingga parameter tanah yang perlu
diketahui adalah tahanan batas Ru, perpindahan elastis dari tahanan statis quake, faktor redaman tanah Jc.
Analisa CAPWAP dilakukan dengan mencocokkan kurva F dan V simulasi yang karakteristiknya diketahui, dengan kurva hasil redaman PDA secara
iterasi trial and error. Jika belum mendapatkan suatu kecocokan, dapat diiterasi lagi dengan mengubah parameter tanahnya. Jika sudah cocok, artinya model tanah
yang dicari sudah selesai, maka perlawanan tanah Ru dapat dipisah menjadi bagian dinamis dan statis sehingga karakteristik bagian statisnya dapat
didefenisikan. Termasuk hasil dari CAPWAP adalah dengan model tanah sudah dapat
disimulasikan untuk setiap elemen tiang yaitu fungsi kedalaman, maka dapat disimulasikan perilaku sistem tiang tanah di bawah pembebanan yaitu kurva
hubungan beban dengan penurunan kepala tiang load-settlement curve. Kemudian dengan pengetahuan karakteristik hubungan beban dan
penurunan dalam setiap elemen, maka daya dukung batas tiang dapat diketahui berdasarkan penurunan izin vertikal mencapai 2,5 mmblows.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Tampilan Program CAPWAP
II.3 Pondasi
II.3.1 Jenis dan Kriteria Pemakaian Pondasi
Kasifikasi pondasi dibagi 2 dua yaitu: 1. Pondasi dangkal shallow foundation
Adalah pondasi dengan perbandingan kedalaman dan lebar telapak kurang dari satu DB
1, disebut juga pondasi alas, pondasi telapak- tersebar spread footing dan pondasi rakit. Terbuat dari beton dan
memakai tulangan yang berguna memikul momen lentur yang bekerja. Pondasi dangkal mendukung :
a Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom Gambar 2.9b.
b Pondasi memanjang: digunakan mendukung sederetan kolom berjarak dekat, dengan telapak, sisinya berhimpit satu sama lainnya Gambar
2.9a.
Universitas Sumatera Utara
c Pondasi rakit raft foundation: digunakan di tanah lunak atau susunan jarak kolomnya sangat dekat disemua arahnya, bila memakai telapak,
sisinya berhimpit satu sama lainnya Gambar 2.9c.
a b
c Gambar 2.9 Pondasi dangkal a pondasi memanjang; b pondasi telapak; c
pondasi rakit 2. Pondasi dalam deep foundation
Perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari empat DB
4, meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari permukaan. Adapun jenis-jenis pondasi dalam :
a pondasi sumuran pier foundation; peralihan pondasi dangkal dan pondasi tiang dipakai bila lapisan tanah kuat letaknya relatif jauh.
Universitas Sumatera Utara
b Pondasi tiang pile foundation; digunakan bila lapisan di kedalaman normal tidak mampu mendukung bebannya dan lapisan tanah kerasnya
sangat dalam, terbuat dari kayu, beton dan baja. Diameter lebih kecil dan lebih panjang dari pondasi sumuran Bowles, 1991.
II.3.2 Pondasi tiang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang
perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan
teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan
dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
II.3.2.1 Berdasarkan material yang digunakan
Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis,yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang
komposit 1.Tiang pancang kayu
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang kayu sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan
biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidakdiizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk
setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam
Universitas Sumatera Utara
keadan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti -ganti. Tiang
pancang kayu tidak tahan terhadap benda -benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan.
a.Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu : 1 Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam
pengangkutan; 2 Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk
pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast;
3 Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuklagi ke dalam tanah;
4 Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing pile karena tekanannya relatif kecil.
b.Kerugianpemakaian tiang pancang kayu : 1 Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air
tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk
penggalian; 2 Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan
dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik turun.
3 Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang kayu ini bisa rusak atau remuk.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Tiang Pancang Kayu 2. Tiang Pancang Beton
a.Precast reinforced concrete pile Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton bekisting, kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat
memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran,
segi empat dan segi delapan. Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu:
1 Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang digunakan;
2 Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile 3 Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan
– bahan korosifasal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;
4 Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya
Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :
Universitas Sumatera Utara
1 Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;
2 Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang
beton ini bisa digunakan; 3 Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan
membutuhkan waktu yang lebih lama juga; 4 Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat
pancang pile driving yang tersedia, maka akan sukar untuk penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;
5 Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap beban vertical dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap
beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.
Gambar 2.11 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile b.Precast Prestressed Concrete Pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.
Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :
Universitas Sumatera Utara
1 Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; 2 Tiang pancang tahan terhadap karat;
3 Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah :
1 Sukar ditangani; 2 Biaya pembuatannya mahal;
3 Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung. c. Cast in place
Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara
mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara : 1 Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas; 2 Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi
dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah. Keuntungan pemakaian cast in place :
1 Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan; 2 Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam
pengangkutan; 3 Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.
Kerugian pemakaian cast in place : 1 Kebanyakan dilindungi oleh hak patent;
2 Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus; 3 Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.
Universitas Sumatera Utara
Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :
1 Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras;
2 Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;
3 Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas.
Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu solid –
point pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete pile, based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete
pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.
Gambar.2.12 Tiang Pancang Cast In Place 3. Tiang pancang baja
Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika
dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture
susunan butir dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah moisture content.
Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi
air dalam tanah. Pada tanah liat clay yang kurang mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena
terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan
pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :
a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan; b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi;
c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.
Kerugian pemakaian tiang pancang baja : a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi;
b. Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus tanah keras dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan
ujung.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 13. Tiang Pancang Baja 4. Tiang pancang komposit
Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama - sama sehingga
merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
a. Water proofed steel pipe and wood pile Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air
tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang
permanen. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1 Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai
kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah;
2 Kemudian core di tarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke dalam casing dan terus dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras;
Universitas Sumatera Utara
3 Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing
sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.
Gambar 2. 14. Water proofed steel pipe and wood pile
b. Composite dropped in - shell and wood pile Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan water
proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral.
Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1 Casing dan core dipancang bersamaan sampai mencapai kedalaman
yang telah ditentukan di bawah muka air tanah; 2 Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu
dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah
Universitas Sumatera Utara
keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar – benar
diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak; 3 Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing;
4 Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk
bujur sangkar; 5 Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan
padat casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.
Gambar 2. 15. Composite dropped in - shell and wood pile c. Composite ungased
– concrete and wood pile Dasar pemilihan tiang ini adalah :
1 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile.
Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjang sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih
besar;
Universitas Sumatera Utara
2 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat
besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah. Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :
1 Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah;
2 Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan
tanah keras; 3 Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan
beton dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi ke dalam casing;
4 Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola
di atas tiang pancang kayu tersebut; 5 Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi
sampai padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas
sampai keluar dari tanah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 16. Composite ungased – concrete and wood pile
d .Composite dropped – shell and pipe pile
Dasar pemilihan tiang ini adalah : 1 Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place
concrete pile; 2 Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan
tiang composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu. Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut :
1 Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari
casing; 2 Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan
dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah; 3 Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali;
4 Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa
Universitas Sumatera Utara
baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat;
5 Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah.
e. Franki composite pile Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada
Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.
Cara pelaksanaan tiang ini adalah : 1 Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja
dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras; 2 Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan
pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton
seperti bola; 3 Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai
bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah; 4 Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan
kerikil atau pasir.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 17. Franki composite pile
II.3.2.2 Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah
Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung End Bearing Pile Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke
lapisan tanah pendukung.
Gambar 2.18. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Ujung Sardjono, H.S.,1988
Universitas Sumatera Utara
2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan Friction Pile Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui
gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat,
sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.
Gambar 2.19. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan Sardjono, H.S.,1988
3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan Adhesive Pile Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.
Gambar 2.20. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan
Universitas Sumatera Utara
II.3.3 Perencanaan Pondasi Tiang
Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan tiang
– tiangnya terlebih dahulu seperti letaksusunan, diameter dan panjang tiang. Dalam pengaturan tiang
– tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter
berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama; 2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada
kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal; 3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60
sampai 2, 0 meter. Pada umumnya gaya
– gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah
dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat
getaran ketika tiang tersebut melentur.
Gambar 2. 21. Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 22. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan
prosedur sebagai berikut : 1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban
– beban yang bekerja pada dasar tumpuan poer, parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan
di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan
– bahan pondasi; 2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang;
3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal single pile; 4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung
vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang; 5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam
kelompok tiang; 6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam
batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus
dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya; 7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;
8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok;
Universitas Sumatera Utara
9. Menghitung penurunan; 10. Merencanakan struktur tiang.
II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang
II.4.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal
Daya dukung aksial pondasi tiang pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung tiang.
Secara umum kapasitas ultimit pondasi tiang terhadap beban aksial dapat dihitung dengan persamaan sederhana yang merupakan penjumlahan tahanan keliling
dengan tahanan ujung, yang disampaikan pada persamaan berikut : Q
u
= Q
s
+ Q
p
2.4 dan
Q
all
= Q
ult
SF 2.5
Dengan, Q
u
= kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial ton Q
p
= kapasitas ultimit tahanan ujung tiang end bearing ton Q
s
= kapasitas ultimit geser selimut tiang skin friction ton Q
all
= daya dukung ijin ton SF = faktor keamanan
II.4.1.1 Berdasarkan Hasil Cone Penetration Test CPT
Uji sondir atau Cone Penetration test CPT pada dasarnya adalah untuk memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang fs. Untuk tanah non
– kohesif, Vesic 1967 menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas fb
Universitas Sumatera Utara
kurang lebih sama dengan tahanan konus qc. Tahanan ujung ultimit tiang dinyatakan dengan persamaan :
Q
b
= A
b
x qc 2.6
dimana : Q
b
= Tahanan ujung ultimit tiang kg A
b
= Luas penampang ujung tiang cm2 qc = Tahanan konus pada ujung tiang kgcm2
Meyerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2. 3 tersebut, yaitu dengan qc rata
– rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah
yang meyakinkan, Tomlinson menyaran kan penggunaan faktor ω untuk tahanan
ujung sebesar 0, 5. Q
b
= ω x A
b
x qc 2.7
Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen 1974, DeRuiter dan Beringen
1λ7λ menyarankan nilai faktor ω seperti pada Tabel 2. 2 berikut ini.
Tabel. 2.2 nilai faktor ω
Kondisi Tanah Faktor ω
Pasir terkonsolidasi normal Pasir banyak mengandung kerikil
kasar Kerikil halus
1 0,67
0,5 Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Pondasi 2
Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas fs pada dinding tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir qf, atau :
fs = 2 x qf kgcm 2.8
Universitas Sumatera Utara
Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh meyerhoff sebagai
berikut :
2.9 Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :
Q
s
= A
s
x fs kgcm
2
2.10 dimana :
Q
s
= Tahanan gesek ultimit dinding tiang kg A
s
= Luas penampang selimut tiang cm
2
fs = Tahanan gesek dinding tiang kgcm
2
Untuk tanah kohesif, umumnya tahanan konus q
c
dihubungkan dengan nilai kohesi cu, yaitu:
c
u
x Nc = qc kgcm
2
2.11 Nilai N
c
berkisar antara 10 sampai 30, tergantung pada sensivitas, kompresibilitas dan adhesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya N
c
diambil antara 15 sampai 18, Bagemann, 1965.
Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data sondir. Metode
langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson dan Bagemann. Pada metode langsung ini, kapasitas daya dukung ultimit Qult
yaitu beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan sebagai berikut :
2.12
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : Q
ult
= Kapasitas daya dukung maksimalakhir kg q
c
= Tahanan konus pada ujung tiang kgcm
2
A
p
= Luas penampang ujung tiang cm
2
JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang kgm K = Keliling tiang cm
Q
ijin
yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Q
ijin
dirumuskan sebagai berikut:
2.13 Keterangan :
Q
ijin
= Kapasitas daya dukung ijin tiang kg 3 = Faktor keamanan diambil 3, 0
5 = Faktor keamanan diambil 5, 0 Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :
2.14 Daya dukung tiang tarik ijin :
2.15 Daya dukung tiang P
tiang
yaitu kemampuan tiang mendukung beban yang didasarkan pada kekuatan bahan tiang. Daya dukung tiang ini dirumuskan sebagai
berikut : 2.16
Universitas Sumatera Utara
II.4.1.2 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test SPT
Standard Penetration Test SPT adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif relative density, sudut geser tanah φ berdasarkan nilai jumlah pukulan N. Hubungan kepadatan relatif, sudut
geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada Tabel 2. 1. SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang
permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya
tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck 1948 memberikan harga
ekivalen N yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah dikoreksi akibat
pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan N = 15 + ½ N
– 15. Gibs dan Holtz 1957 juga memberikan harga ekivalen N
yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat pengaruh
tekanan berlebih yang terjadi untuk jenis tanah dinyatakan dengan :
2.17 dimana
adalah tegangan efektif berlebih, yang tidak lebih dari 2, 82kgcm
2
. Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan
dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada Tabel 2. 3 berikut
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 3. Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N
Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan
Hal yang perlu dipertimbangkan
secara menyeluruh dari
hasil- hasil survey
sebelumnya. Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal
kedalaman permukaan dan susunannya, adanya lapisan lunak ketebalan lapisan yang mengalami
konsolidasi atau penurunan, kondisi drainase dan lain - lain
Hal – hal yang perlu
diperhatikan langsung Tahan pasir
tidak kohesif Berat isi, sudut geser dalam,
ketahanan terhadap penurunan
dan daya dukung tanah Tanah lempung
kohesif Keteguhan, kohesi, daya
dukung dan ketahanan terhadap hancur
Sumber : Sosrodarsono Suyono Ir, 1983 “Mekanika Tanah Teknik Pondasi” Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan
daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang
dinyatakan dengan : = c + tan φ
2.18 Dimana :
= Kekuatan geser tanah kgcm
2
c = Kohesi tanah kgcm
2
= Tegangan normal yang terjadi pada tanah kgcm
2
φ = Sudut geser tanah ° Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif
pasiran biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham 1962 sebagai berikut : 1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :
Universitas Sumatera Utara
2.19 2.20
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah: 2.21
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi
standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2. 4 berikut .
Tabel 2. 4. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir
Angka penetrasi standard, N
Kepadatan relatif Dr
Sudut geser dalam φ
o
0-5 0-5
26-30 5-10
5-30 28-35
10-30 30-60
35-42 30-50
60-65 38-46
Sumber : Braja M. Das – Noor Endah, Mekanika Tanah, 1985
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar Tabel 2. 5. Harga berat
isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Tabel 2. 5. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah
Tanah tidak kohesif
Harga N 10
10-30 30-50
50 Berat isi γ
kNm
3
12-16 14-18
16-20 18-23
Tanah kohesif
Harga N 4
4-15 16-25
25 Berat isi γ
kNm
3
16-18 16-18
16-18 20
Sumber : Sosrodarsono Suyono Ir, 1983 “Mekanika Tanah Teknik Pondasi”
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung
Universitas Sumatera Utara
pasir. Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira – kira
setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari
ketentuan berikut ini : 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N 35
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan qu 3 - 4 kgcm
2
atau harga SPT, N 15
Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir
lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N
1
tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.
1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif
2.22
2.23 Dimana :
N
60
= rata-rata nilai N-SPT di dekat ujung tiang sekitar 10D di atas dan 4D dibawah ujung tiang
N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah
2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
2.24
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Li = Panjang lapisan tanah m
P = Keliling Tiang m 3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif
2.25
Dimana : A
p
= Luas penampang tiang m
2
c
u
= Kohesi undrained kNm
2
2.26 4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif
2.27
Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang
c
u
= Kohesi undrained kNm
2
p = Keliling tiang m
Li = Panjang lapisan tanah m
II.4.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer
Universitas Sumatera Utara
Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi
tumbukan EMX relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton; b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.
Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekanpengencangan instrumen strain transducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer
yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang di lapangan
termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.
Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi hammer mencapai 50 sampai dengan 63 dari energi potensial yang tersedia.
Tegangan tekan maksimum CSX dan tegangan tarik maksimum TSX yang terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat
pelaksanaan pengujian dilaksanakan. Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisis daya dukung tiang pancang diperoleh dengan menggunakan
program CAPWAP pada tiang uji. Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh
dengan menggunakan Case Pile Wave Equation Analysis Program CAPWAP, satu paket dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil
rekaman PDA dan modelisasi tanah serta parameternya Dumping factor, Quake, Material tiang dan secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga
Universitas Sumatera Utara
grafik gelombang hasil iterasi signal matching memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang dihasilkan.
Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus beban dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA
dapat dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui kurva penurunan tiang versus beban dari uji beban statik. CAPWAP
®
, 2008
Gambar 2.23 Grafik PDA hasil analisis CAPWAP, CAPWAP
®
, 2008 Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu
diingat bahwa daya dukung ultimate tiang pancang tersebut adalah daya dukung ultimate tanah pendukung tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan.
Daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal
maka efisiensi kelompok tiang pancang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak dan susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan
Universitas Sumatera Utara
total dan perbedaan penurunan differential settlement secara long term perlu dihitung lebih mendalam sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan
atasnya.
II.4.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri Single Pile, akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang
pancang dalam bentuk kelompok Pile Group seperti dalam Gambar 2.24. Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang
biasanya di atas tiang tersebut diberi poer footing. Dalam perhitungan poer dianggapdibuat kaku sempurna, sehingga :
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap
merupakan bidang datar. 2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-
tiang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : a untuk kaki tunggal,
b untuk dinding pondasi Bowles, J.E., 1991 II.4.2.1 Jarak antar tiang dalam kelompok
Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :
Gambar 2.25 Jarak antar tiang dimana :
S = Jarak masing-masing. D = Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut : 1. Bila S 2,5 D
Universitas Sumatera Utara
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu
berdekatan. b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih
dahulu. 2. Bila S 3,0 D
Apabila S 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar
ukurandimensi dari poer footing.
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh raft fondation di atas tiang-
tiang pancang.
II.4.2.2 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang pancang
Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka
kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya
keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.
Universitas Sumatera Utara
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama
untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak
kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut
bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar
dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model
keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya.
Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang
mini pile maupun tiang bor.
Gambar 2.26 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : a Tiang tunggal, b Kelompok tiang
Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter SD sekitar kurang dari 2 dua. Whiteker 1957 memperlihatkan
bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.27 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak samping
Gambar 2.28 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi
tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q
g
= E
g
. N . Q
a
2.28 Dimana :
Q
g
= Beban maksimum kelompok tiang yang menyebabkan keruntuhan. E
g
= Efisiensi kelompok tiang N = Jumlah tiang dalam kelompok.
Q
a
= beban maksimum tiang tunggal.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.
Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat
tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode- metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut :
Metode Converse – Labore Formula AASHO
Disini diisyaratkan :
2.29
2.30 Dimana :
E
g
= Efisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang.
N = Jumlah tiang dalam satu baris. = Arc tg ds, dalam dera at
D = Diameter tiang cm
Metode Los Angeles Group
2.31 Dimana :
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
Universitas Sumatera Utara
m = Jumlah baris tiang. n = Jumlah tiang dalam satu baris.
= Arc tg ds, dalam dera at D = Diameter tiang cm
s = jarak pusat ke pusat tiang cm
II.4.3 Daya Dukung lateral Tiang
Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif
tanah pada abutment jembatan atau soldier piles, gaya tumbukan kapal dan lain- lain. Dalam analisis kepala tiang dibedakan menjadi kondisi kepala tiang bebas
free head dan kpala tiang terjepit fixed head atau restrained. Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan
salah satu dari 2 kriteria berikut : Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu
faktor keamanan Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksimaksimum yang diijinkan
Metode analisis yang dapat digunakan adalah : Metode Broms 1964
Metode Brinch Hansen 1961 Metode reese
– Matlock 1956
II.4.3.1 Penentuan kriteria tiang pendek atau panjang
Universitas Sumatera Utara
Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan
perilakunya sebagai pondasi tiang pendek kaku atau pondasi tiang panjang tiang elastis.
Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang
didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah. Pada tanah lempung teguh terkonsolidasi secara berlebih, modulus
subgrade tanah coefficient of horizontal subgrade reaction atau k
s
umumnya diasumsikan konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor
kekakuan R dalam satuan panjang untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut :
2.32 Dimana :
E
p
= modulus momen elastis tiang tonm
2
I
p
= Momen inersia tiang m
4
k
s
= modulus subgrade tanah dalam arah horizontal tonm
3
B = diameter atau sisi tiang m
Nilai k
s
dapat diambil sebesar k
1
1,5, dimana k
1
adalah modulus subgrade tanah menurut terzaghi yang ditentukan dengan percobaan pembebanan alatbujur
sangkar dengan sisi berukuran 1 kaki ft di lapangan. Nilai k
1
berhubungan dengan alat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada Tabel
2.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6. hubungan antara k
1
dan c
u
Konsentrasi Kuat geser tak
terdrainase, cu kgcm
2
Rentang k
1
kgcm
3
Teguh 1.0
– 2.0 1.8
– 3.6 Sangant teguh
2.0 – 4.0
3.6 – 7.2
keras 4.0
7.2
Pada tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir kasar, nilai modulus subgrade tanah umumnya meningkat secara linier terhadap
kedalaman, sehingga digunakan kriteria tanah, yaitu faktor kekakuan T dalam satuan panjang sebagai berikut :
2.33 Dimana :
η
h
= Konstanta modulus subgrade tanah atau constan of horizontal subgrade reaction. σilai η
h
mempunyai hubungan dengan modulus subgrade horizontal sebagai berikut :
2.34 Dimana :
X = kedalaman yang ditinjau Nilai
η
h
: Untuk tanah pasir diberikan oleh Terzaghi dan Reese seperti
ditunjukkan pada gambar.
Universitas Sumatera Utara
Untuk tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal, nilai η
h
= 350 ~ 700 kNm
3
.
Untuk tanah lanau organik lunak, η
h
= 150 kNm
3
. Untuk tanah kohesif, nilai k
s
= 67 . S
u
B Dimana :
S
u
= kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif.
Kriteria tiang pendek atau panjang ditentukan berdasarkan nilai R atau T yang telah dihitung seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Kriteria Jenis Perilaku Tiang Jenis perilaku tiang
Kriteria Pendek kaku
L ≤ 2. T L ≤ 2. R
Panjang elastis L ≥ 4. T
L ≥ 3,5. R
Terzaghi juga menyarankan nilai- nilai η
h
sepeti ditunjukkan pada Tabel 2.8 berikut.
Tabel 2.8. Nilai- nilai η
h
untuk tanah granuler c = 0 Soil
η
h
Dry or moist sand Loose
Medium Dense
1800 – 2200
5500 – 7000
15000 – 18000
Submerged sand Loose
Medium Dense
1000 – 1400
3500 – 4500
9000 - 12000
II.4.3.2 Metode Broms
Metode perhitungan ini menggunakan diagram tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tanah mencapai
titik ultimit. Keuntungan Metode Broms :
Universitas Sumatera Utara
Dapat digunakan pada tiang panjang atau tiang pendek Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.
Kekurangan Metode Broms : Hanya berlaku untuk lapisan tanah homogen, yaitu tanah kohesif saja atau
tanah non-kohesif saja. Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.
Broms membedakan antara perilaku tiang pendek dan panjang serta membedakan kondisi kepala tiang dalam kondisi bebas dan terjepit.
II.4.3.2.a Metode Broms untuk kondisi tiang pendek A. Kepala tiang bebas
free head
Untuk tiang pendek L ≤ 2. T atau L ≤ 2. R dengan kondisi kepala bebas
free head, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.27.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Broms mengambil penyederhanaan dengan menganggap bahwa tahanan tanah mencapai nilai ultimitnya diseluruh
kedalaman tiang. Raharjo dan Anjasmara 1993 telah menunjukkan bahwa asumsi ini dapat memberikan estimasi yang terlalu tinggi dalam daya dukung
lateral ultimit, khususnya pada tanah dengan konsistensi sangant teguh atau very stiff.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.29 a. Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas Broms, 1964
Gambar 2.29b. Reksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah non-kohesif Broms, 1964
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.29c. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah kohesif. Broms, 1964
Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat ujung tiang sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat
ujung seperti pada Gambar 2.29b dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh :
2.35
Gambar 2.30a. Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah non- kohesif. Broms, 1964
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.30b. Lateral ultimit untik tiang pendek pada tanah kohesif. Broms, 1964
Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x , dimana :
2.36 2.37
Hubungan diatas dapat dinyatakan dalam bentuk diagram yang menggunakan suku tak berdimensi dari LB terhadap nilai HuKp. B
3
. γ seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.28a.
Pada tanah kohesif,momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu:
untuk 1,5B + x 2.38
untuk L – x
2.39
Universitas Sumatera Utara
Dengan nilai x adalah sebagai berikut :
2.40 Solusi perhitungan diberikan dalam Gambar 2.28 dimana dengan mengetahui
rasioLB dan eB maka akan diperoleh nilai HuC
u
.B
2
, sehingga nilai Hu dapat dihitung.
B. Kepala tiang terjepit fixed head
Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah untuk tiang pendek dengan kondisi kepala terjepit fixed head atau
restrained dapat dilihat pada Gambar 2.29. Pada tanah non kohesif seperti tanah pasiran, kapasitas lereng tiang dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut
: 2.41
2.42
Gambar 2.31a. Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang terjepit Broms, 1964
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.31b. Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah non-kohesif. Broms, 1964
Gambar 2.31c. Reaksi tanah dan momen lentur pada tiang pendek dengan kepala tiang terjepit pada tanah kohesif.
Broms, 1964 Untuk tanah kohesif, kapasitas lateral tiang dan momen maksimum adalah
sebagai berikut : 2.43
2.44
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya pada kondisi tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit juga diberikan solusi grafis berupa diagram dengan suku tak berdimensi
LB seperti ditunjukkan pada gambar 2.28a dan b.
II.4.3.2.b Metode Broms untuk kondisi tiang panjang A. Kepala tiang bebas
free head
Untuk tiang panjang, mekanisme keruntuhan, distribusitekanan tanah serta momen lentur ditunjukkan pada Gambar 2.30. Dari gambar tersebut, terlihat
bahwa defleksi tiang terutama berada di daerah dekat permukaan tanah sehingga respon tanah di bagian bawah tiang semakin mengecil, begitu pula besarnya
momen dan distribusinya sepanjang tiang. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Untuk tiang bor yang dalam proses instalasinya tidak menimbulkan terjadinya tegangan tarik pada tiang. Dalam desain tiang bor, distribusi gaya geser
dan momen sepanjang tiang amat menentukan dalam optimasi penampang dan tulangan.
Karena momen maksimum terletak pada titik gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya lateral ultimit tiang pada tanah pasir dapat
dihitung sebagai berikut: 2.45
Dengan
2.46
Universitas Sumatera Utara
2.47 Dimana:
M
y
= momen kapasitas ul;timit dari penampang tiang. Nilai Hu dapat dihitung dengan menggunakan diagram yang menyatakan
hubungan antara nilai H
u
K
p
. γ B
3
terhadap nilai M
y
K
p
. γ B
4
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.30a.
Untuk tanah kohesif seperti lempung, juga berlaku persamaan seperti yang digunakan untuk tiang pendek, yaitu:
2.48 Dimana :
2.49 Dengan mengetahui nilai M
y
c
u
.B
3
maka nilai H
u
c
u
.B
2
dapat ditentukan dari gambar 2.28b sehingga nilai Hu kemudian dapat diperoleh.
Gambar 2.32. Perlawanan tanah dan momen lentur pada tiang panjang dengan kepala tiang bebas a pada tanah non-kohesif dan b pada tanah kohesif
Broms, 1964
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.33a Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah non- kohesifBroms, 1964
Gambar 2.33b Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah kohesif Broms, 1964
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.34. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang dengan kondisi kepala tiang terjepit pada a tanah non-kohesif dan b tanah kohesif
Broms, 1964
B. Kepala tiang terjepit fixed head
Gambar 2.32 menunjukkan ilustrasi mekanisme keruntuhan distribusi tahanan ultimit tanah serta momen lentur sepanjang tiang untuk kondisi kepala
tiang terjepit pada tanah kohesif dan non-kohesif. Momen maksimum dan gaya lateral ultimit untik tanah non-kohesif dapat
dihitung dengan menggunmakan persamaan:
2.50
2.51 Sedangkan untuk tanah kohesif dapat digunakan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
2.52
2.53 Untuk perhitungan kapasitas lateral ultimit dari tiang dengan kondisi
kepala tiang terjepit, Gambar 2.31a dapat digunakan untuk tanah non-kohesif, sedangkan untuk tanah kohesif dapat digunakan Gambar 2.31b.
II.5 Penurunan Tiang
Pile Settlement
Terdapat dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu: a. Besarnya penurunan yang akan terjadi.
b. Kecepatan penurunan. Istilah penurunan settlement digunakan untuk menunjukkan gerakan titik
tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya.
Selain dari kegagalan daya dukung bearing capacity failure tanah, setiap proses penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan di
dalam tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, umumnya ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi Hardiyatmo, 1996.
Penurunan pondasi yang terletak pada tanahberbutir halus yang jenuh dapat dibagi menjadi 3 tiga komponen. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen
penurunan tersebut, yaitu: 2.54
Dengan:
Universitas Sumatera Utara
S = Penurunan total s
1
= Penurunan batang tiang s
2
= Penurunan tiang akibat beban titik ujung tiang s
3
= Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang
II.5.1 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal
Untuk tiang elastis; Penurunan Segera Elastis ImmediateEllastic Settlement penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan,
dan terjadi pada volume konstan. Termasuk penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh, karena penurunan terjadi
segera setelah terjadi penerapan beban. Persamaan penurunan segera atau penurunan elastis dari pondasi yang
diasumsikan terletak pada tanah yang homogen, elastis dan isotropis pada media semi tak terhingga, dinyatakan dengan:
2.55 Dimana:
Q
p
= Kapasitas daya dukung ujung tiang ton Q
s
= Kapasitas daya dukung tahanan kulit ton ξ
= Koefisien dari skin friction A
p
= Luas penampang tiang m
2
E
p
= Modulus elastisitas material tiang L
= Panjang tiang m
Universitas Sumatera Utara
Nilai ξ tergantung kepada unit tahanan friksi kulit alami the nature of
unit friction resistance pada sepanjang tiang terpancang di dalam tanah. Nilai ξ =
0,5 adalah dimana bentuk unit tahanan friksi kulit alami nya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang maupun parabolik seragam, umumnya pada
tanah lempung dan atau lanau. Nilai ξ = 0,67 adalah jika bentuk unit tahanan friksi
kulit alami nya berbentuk segitiga, umumnya pada tanah pasir.
Gambar 2.35 Variasi jenis bentuk unit tahanan friksi kulit alami terdistribusi sepanjang tiang tertanam ke dalam tanah Bowles, 1993
Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama seperti yang diberikan dalam pondasi dangkal:
ξ
2.56 2.57
Dimana: D
= lebar atau diameter tiang m q
wp
= beban titik persatuan luas ujung tiang ton
Universitas Sumatera Utara
E
s
= modulus young tanah MNm
2 s
= nisbah Poisson tanah I
wp
= faktor pengaruh Untuk tujuan praktis, I
wp
dapat ditentukan sama dengan α
r
sebagaimana digunaka pada penurunan elastik pondasi dangkal. Dalam keadaan tidak adanya
hasil eksperimen, nilai modulus Young dan nisbah Poisson dapat diperoleh dari Tabel 2.9
Tabel 2.9 Parameter Elastik Tanah Jenis Tanah
Modulus Young, E
s
Nisbah Poison,
s
MNm
2
Lbin.
2
Pasir lepas Pasir padat medium
Pasir padat Pasir kelanauan
Pasir dan kerikil Lempung lunak
Lempung medium Lempung kaku
10.35-24.15 17025-27.60
34.50-55.20 10.35-17.25
69.00-172.50 2.07-5.18
5.18-10.35 1.35-24.15
1500-3500 2500-4000
5000-8000 1500-2500
10000-25000 300-750
750-1500 1500-3500
0.20-0.40 0.25-0.40
0.30-0.40 0.20-0.40
0.15-0.40
0.20-0.50
Vesic 1977 juga mengajukan suatu metode semiempiris untuk menentukan besarnya penurunan s
2
. Metode itu dapat dinyatakan dalam rumus berikut:
2.58 Dimana:
q
p
= tahanan ujung batas tiang C
p
= koefisien empiris Nilai-nilaiC
p
untuk berbagai jenis tanah diberikan pada Tabel 2.10.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 Nilai Tipikal C
p
dari Design pf pile foundation by A.S. Vesic, 1977 Jenis tanah
Tiang pancang Tiang bor
Pasir padat ke lepas Lempung kaku ke lunak
Lanau padat ke lepas 0.02-0.04
0.02-0.03 0.03-0.05
0.09-0.18 0.03-0.06
0.09-0.12
Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh pembebanan pada kulit tiang dapat diberikan dengan rumus berikut:
2.59 Dimana :
= gesekan rata-rata sepanjang tiang P
= keliling tiang L
= panjang tiang yang tertanam I
ws
= faktor pengaruh Perlu dicatat bahwa suku Q
ws
pL pada persamaan di atas adalah nilai rata-rata f di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh I
ws
dapat dinyatakan dengan sebuah hubungan empiris yang sederhana sebagai Vesic, 1977
2.60 Vesic 1977 juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana untuk
menentukan s
3
sebagai
2.61
Universitas Sumatera Utara
Dimana : C
S
sebuah konstanta empiris = 2.62
Nilai-nilai C
P
dapat diperoleh dari Tabel 2.10 Penurunan bergantung pada karakteristik tanah dan penyebaran tekanan
pondasi ke tanah di bawahnya. Penurunan pondasi bangunan dapat diestimasi atau diperkirakan dari hasil pengujian di laboratorium pada contoh tanah tak terganggu
undisturbed yang diambil dari pengeboran, atau dari persamaan-persamaan empiris yang dihubungkan dengan hasil pengujian di lapangan.
II.5.1 Perkiraan Penurunan Kelompok Tiang
Beberapa penyelidikan tentang penurunan tiang kelompok yang telah dilaporkan dalam literatur memiliki hasil yang sangat beragam. Hubungan yang
paling sederhana untuk penurunan tiang kelompok diberikan oleh Vesic 1969 sebagai :
2.63 Dimana :
S
ge
= penurunan elastik tiang kelompok m B
g
= lebar tiang kelompok m D
= diameter satu tiang dalam kelompok m s
e
= penurunan elastik tiang tunggal m Untuk tiang kelompok di dalam pasir atau kerikil, Meyerhof 1976
menggagas hubungan empiris berikut untuk penurunan elastik.
Universitas Sumatera Utara
2.64 2.65
Dimana : L
g
dan B
g
= panjang dan lebar tiang kelompok m N
60
= rata-rata angka penetrasi standar dalam daerah penurunan sedalam B
g
di bawah ujung tiang I
= faktor pengaruh L
= panjang tiang tertanam m
Dengan cara yang sama, penurunan tiang kelompok dapat juga dihubungkan dengan CPT sebagai
2.66 dimana q
c
= nilai CPT rata-rata pada daerah penurunan. Dalam Pers. 2.66, semua simbol harus dalam satuan yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Data Umum
Data umum dari Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana Unimed Medan adalah sebagai berikut :
1. Nama Proyek : Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana
Unimed Medan 2. Lokasi Proyek
: Universitas Negeri Medan, Pancing, Medan 3. Sumber Dana
: Pemerintah Daerah Dinas Pendidikan, dan Prasarana Pendidikan dengan Anggaran
Pendapatan dan Biaya Negara APBN 4. Konsultan Perencana : PT. Rekayasa Damper Pratama Consultant
5. Alat Berat : Mini Hammer
III.2 Data Teknis Proyek
Data teknis diperoleh dari lapangan menurut perhitungan dari pihak konsultan, dengan data sebagai berikut :
1. Tipe pile : Tiang Press 250 x 250
2. Panjang tiang pancang : 22 m atau sampai tanah keras
3. Panjang tiang per section : 6.00 m
4. Mutu beton tiang pancang : K
– 400
Universitas Sumatera Utara
5. Pelat selubung : 2 mm x 30 mm
6. Tulangan utama : 4
ϕ 13 mm
5. Gambar pile dapat dilihat pada lampiran
III.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk mencapai maksud dan tujuan studi ini, dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu dan secara garis besar diuraikan sebagai berikut:
Tahapan pertama adalah melakukan review dan studi kepustakaan terhadap text book dan jurnal
– jurnal yang terkait dengan pondasi tiang, permasalahan pada pondasi tiang serta desain dan pelaksaan pemancangan tiang.
Tahapan kedua adalah peninjauan langsung ke lokasi proyek dan menentukan lokasi pengambilan data yang dianggap perlu.
Tahapan ketiga adalah pengumpulan data – data dari pihak konsultan.
Data yang diperoleh adalah: 1. Data hasil sondir pada lima titik yang ditinjau;
2. Data hasil SPT pada satu titik; 3. Daya dukung berdasarkan hasil test PDA
Tahap keempat adalah mengadakan analisis data dengan menggunakan data – data
diatas berdasarkan formula yang ada. Tahapan kelima adalah mengadakan analisis terhadap hasil perhitungan yang
dilakukan dan membuat kesimpulan. Skema pelaksanaan studi ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
III.4 Kondisi Umum Lokasi Studi
Universitas Sumatera Utara
Lokasi studi Jalan Pasar 7 Universitas Negeri Medan, Medan Tembung, Medan, Sumatera Utara. Data yang diperoleh dari lokasi adalah sebagai berikut:
1. Data sondir sebanyak 4 titik; 2. Data SPT 1 titik;
3. Perhitungan berdasarkan hasil test PDA. Tata letak lokasi titik sondir dan SPT dapat dilihat pada Gambar 3.2
.
Gambar 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Review dan studi kepustakaan serta
pembahasan teori-teori yang berkaitan dengan pemancangan
Peninjauan langsung ke lokasi pengambilan data lokasi
proyek Pengumpulan data-data
lapangan dari lokasi
Analisa data berdasarkan formula
yang ada Diskusi
Kesimpulan dan saran
Selesai Review dan studi kepustakaan serta
pembahasan teori-teori yang berkaitan dengan pemancangan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Denah Lokasi Titik Sondir dan SPT
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN