bahan berupa biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi 30-70. Pemanasan sebelum pengepresan bertujuan
untuk memudahkan proses pengepresan dengan mengurangi kekentalan minyak dan menggumpalkan protein Ketaren, 1986.
2.4.2.1 Pengepresan Hidraulik Hydraulic Pressing
Besarnya tekanan dan lama pengepresan akan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Umumnya, jumlah minyak yang diperoleh pada
pengepresan hidraulik mencapai 80 dari kadar minyak yang terdapat pada daging biji Ketaren, 1986.
2.4.2.2 Pengepresan Berulir Expeller Pressing
Biji dipres dengan pengepresan berulir yang berjalan secara kontinu. Biji dapat dimasukkan ke dalam alat pengepres secara kontinu sehingga jumlah bahan
yang dapat dipres dan minyak yang dihasilkan lebih banyak Ketaren, 1986; Widodo dan Sumarsih, 2006.
2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut Slvent Extraction
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak atau lemak dalam pelarut minyak atau lemak. Pada cara ini diperoleh kadar minyak
yang lebih tinggi, namun sebagian fraksi yang bukan minyak juga akan ikut terekstraksi Ketaren, 1986.
2.5 Ester Asam Lemak
Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR, R dapat berupa alkil maupun aril. Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara
suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol yang disebut reaksi esterifikasi Fessenden dan Fessenden, 1984.
Universitas Sumatera Utara
Transesterifikasi adalah pembentukan ester dengan mereaksikan: ester asam lemak dengan asam lemak yang disebut asidolisis; ester asam lemak dengan
alkohol atau gliserol yang disebut alkoholisis atau gliserolisis; ester dengan ester atau pertukaran ester yang disebut sebagai interesterifikasi Davideck, et al.
1990. Transesterifikasi trigliserida terdiri dari tiga tahap reaksi dan bersifat
reversibel, secara berturut trigliserida diubah menjadi digliserida, monogliserida dan akhirnya menjadi gliserol dan membebaskan satu molekul ester di setiap
langkahnya. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah memisahkan gliserol dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol biasanya
metanol menjadi metil ester asam lemak MEAL atau dikenal dengan biodisel. Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester
baru. Reaksi ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat Meher, 2004.
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai berikut:
trigliserida metanol
ester gliserol
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi
Universitas Sumatera Utara
2.6 Metil Ester Sulfonat
Surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester asam lemak fatty acid dan alkohol lemak fatty alcohol. Salah satu proses
untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat MES. Proses sulfonasi terjadi dengan mereaksikan pereaksi yang
mengandung sulfat atau sulfit dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol lemak. Disebut sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfon
pada senyawa organik Nightingale, 1987; Schwuger and Lewandowski, 1995. Surfaktan digunakan dalam jumlah besar pada berbagai produk kebutuhan
rumah tangga, kosmetik dan farmasi, detergen dan produk-produk pembersih lainnya. Biasanya setelah digunakan, prduk yang mengandung surfaktan tersebut
dibuang sebagai limbah yang pada akhirnya akan dibebaskan ke permukaan air. Bidegradasi dan mekanisme penguraian lain sangat diperlukan untuk mengurangi
jumlah dan konsentrasi surfaktan yang mencapai lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penggunaan surfaktan adalah
memperluas peggunaan surfaktan alami. Metil ester sulfonat merupakan turunan ester asam lemak yang dibuat secara sintesis adalah surfaktan alami Brown,
1995. Metil ester sulfonat MES merupakan surfaktan anionik
yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati.
Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi petroleum adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena
mudah didegradasi oleh bakteri, memiliki ketahanan terhadap kesadahan dan
Universitas Sumatera Utara
temperatur tinggi, dan memiliki pembusaan yang rendah Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995.
Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO
3
, atau gas SO
3
dengan ester asam lemak. Pereaksi kimia yang banyak digunakan adalah gas SO
3
yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa senyawa organik Schwuger and Lewandowski, 1995. Reaksi sulfonasi dengan
gas SO
3
terjadi sebagai berikut:
metil ester metil ester sulfonat
Gambar 2. Reaksi sulfonasi
MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produk- produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan
proses pemurnian. Menurut Satsuki, 1994; Schwuger and Lewandowski, 1995, proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO
3
dalam failing film reactor pada suhu 80-90
o
C. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian
meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H
2
O
2
atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali KOH
atau NaOH, setelah melewati tahap netralisasi, produk dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk pasta, serbuk, atau granula.
Universitas Sumatera Utara
Foster 1996 menyatakan bahwa untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus
dikendalikan. Faktor lainnya adalah suhu reaksi, konsentrasi reaktan gas SO
3
, pH netralisasi, lama penetralan, dan suhu selama penetralan.
2.7 Sabun dan Detergen