Analisa Bahan Hukum Proses Penelitian

1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil 6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil 7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

1.4.3.2 Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan pedoman- pedoman resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku- buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. [10] Sumber bahan hukum sekunder yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah buku-buku literatur, tulisan-tulisan hukum, artikel hukum yang di akses melalui internet maupun jurnal- jurnal yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

1.4.3.3 Bahan Non Hukum

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa bahan non hukum digunakan sebagai penunjang untuk memperkaya dan memperluas wawasan, peneliti menggunakan sumber bahan non hukum yang dapat berupa buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal- jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. [11] Dalam penulisan skripsi ini, bahan non hukum yang digunakan antara lain berupa buku penulisan karya ilmiah dan bahan-bahan lain yang diperoleh dari sumber non hukum lain.

1.4.4 Analisa Bahan Hukum

Proses analisa bahan hukum merupaka proses menemukan jawaban dari pokok permasalahan. Proses ini dilakukan dengan cara: [12] 1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; 2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; 3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; 4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum. Hasil analisis bahan penelitian tersebut kemudian di uraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang di ajukan sampai pada kesimpulan. Kesimpulan tersebut dilakukan dengan cara memberikan preskripsi yaitu apa yang seharusnya dilakukan dengan cara memberikan preskripsi yaitu apa yang seharusnya dilakukan agar dapat memenuhi rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepaastian hukum. Hal ini sesuai dengan karakter ilmu hukum yang bersifat preskriptif dan terapan. [13] Dengan demikian diharapkan di dalam suatu penulisan skripsi ini dapat memperoleh jawaban atas rumusan masalah, sehingga memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

1.4.5 Proses Penelitian

Proses penelitian dalam penulisan karya ilmiah penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara mengkaji dari berbagai macam sumber hukum yang ada. Untuk mengetahui apakah norma yang ada dilapangan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pembahasan 1.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Perceraian Oleh Pegawai Negeri Sipil Kedudukan Pegawai Negeri Sipil di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian Pasal 3 ayat 1, yaitu pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Rumusan kedudukan pegawai negeri didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintah, tetapi juga harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. [14] Berdasarkan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian ditetapkan bahwa kewajiban Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut: a. Wajib setia, dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara Kesatuan Republik Indonesia b. Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab c. Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa undang-undang Tujuan pembangunan Nasional kita adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkeseimbangan antara material dan spiritual. Hal ini ditegaskan dalam Garis Besar Haluan Negara dengan kalimat sebagai berikut: “Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.” Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 Dilihat dari tujuan pembangunan nasional tersebut diatas maka betapa beratnya tanggung jawab bangsa, negara dan pemerintah dalam mengisi keerdekaan itu. Negara Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang modern disebut juga welfarestate menghendaki agar pemerintah tidak hanya bertanggung jawab di dalam memelihara ketertiban umum, tetapi juga harus ikut bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum. [15] Jadi dalam Negara Republik Indonesia pemerintah terlibat langsung di dalam usaha-usaha pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Keterlibatan pemerintah dalam usaha pembangunan negara ini dilaksanakan oleh aparatur negaranya, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil. [16] Pegawai Negeri Sipil mempunyai beberapa kewajiban antara lain wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam hal ini wajib member contoh yang baik sebagai warga negara yang baik dalam masayarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupannya. Untuk itu guna meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyebutkan bahwa izin untuk bercerai dapat diberikan oleh pejabat yang bersangkutan apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asasprinsip mempersukar terjadinya perceraian, karena tujuan perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Oleh karenanya perceraian itu adalah pintu darurat yang tidak perlu digunakan sebenarnya terkecuali untuk mengatasi suatu krisis yang tidak mungkin lagi diatasi dengan cara lain. Alasan-alasan yang dapat digunakan untuk melakukan perceraian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1976 Pasal 19 adalah sebagai berikut: Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri; f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Rumah Tangga sebagai suatu institusi yang sakral harus dijaga keberadaanya. Namun kenyataannya dalam rumah tangga dapat terjadi perselisihan paham yang berbeda dari tujuan awal dibentuknya rumah tangga itu, kemudian pertengkaran dan tidak jarang berakhir dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Akibat dari tindak kekerasan yang terjadi dapat menyebabkan perceraian. Bentuk kekerasan menurut Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga atau dapat disebut sebagai kekerasan ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Ada banyak alasan. Boleh jadi, pelaku kekerasan dalam rumah tangga benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Atau, bisa jadi pula, pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Hanya saja, ia mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma- norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat. Sehingga menganggap perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagai hal yang wajar dan pribadi. Selain itu, walapun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau denda dirasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam kekerasan dalam rumah tangga yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi private,kini menjadi fakta dan relita dalam kehidupan rumah tangga. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga maka persoalan kekerasan dalam rumah tangga menjadi domain publik. [17] Dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga diatas maka diperbolehkan Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan perceraian, tetapi dengan syarat izin dari atasannya atau pihak yang berwenang memberikan izinnya. Tanpa itu maka Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian akan dikenai sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil. Bahwa perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil diatur secara khusus untuk menjaga harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil, dan dapat menjadi teladan bagi lingkungan masyarakat sekitarnya. Perkawinan merupakan persatuan laki laki dan perempuan untuk membentuk keluarga dan membina rumah tangga yang harmonis serta saling menjaga dan memenuhi kebutuhan materi dan rohani. Bahwa Pejabat yang dimintai izin mesti sangatlah bijaksana dan memahami hukum perceraian, dan mampu membina pegawai untuk dapat bekerja dengan baik tanpa terganggu masalah rumah tangga. Ijin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasan - alasan yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

2.1.1 Pegawai Negeri Sipil Yang Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Bercerai Tanpa Izin