Analisis Saluran Tataniaga Sawi Di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

(1)

ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN

TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

SKRIPSI

Oleh:

HIRORIMUS LIMBONG 080304078

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN

TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

SKRIPSI

Oleh:

HIRORIMUS LIMBONG 080304078

AGRIBISNIS

Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Iskandarini, MM, Phd) (Ir. Sinar Indra Kusuma, M.Si NIP : 196405051994032002 NIP : 196509261993031002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

HIRORIMUS LIMBONG (080304078), dengan judul “ANALISIS SALURAN TATA NIAGA SAWI (Studi Kasus :Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan”. Penelelitian ini dibimbing oleh ibu Ir.Iskandarini, MM dan Bapak Ir.Sinar Indra Kusuma, M,si.

Penelitian ini dilakukan bulan Maret tahun 2013 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki banyak petani dengan usahatani Sawi.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian, Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan

share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian dan Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Pada tingkatan petani, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 52,- dengan share marginnya sebesar 0,94%. Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 225,- dengan share marginnya sebesar 4,09%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 212,- dengan share marginnya sebesar 3,85%.

2. Biaya tata niaga, sebaran harga (price spread) dan persentasi mergin (share margin) pedagang yang menyalurkan sayuran sawi,pedagang pengumpul memperoleh keuntungan yang paling besar di banding lembaga tata niaga yag lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Saluran tata niaga sayuran sawi yang ada di daerah penelitian efesien.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Hirorimus Limbong, Lahir di Lobutua pada tanggal 4 November 1989. Anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari ayahanda Alm. L. Limbong dan E. Br Manullang.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah

1. Tahun 1995 masuk Sekolah Dasar Negeri 153033 Ladang Tengah tamat pada Tahun 2001

2. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Barus tamat pada Tahun 2004

3. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Atas Katolik Budi Murni 2 Medan tamat pada Tahun 2007

4. Tahun 2008 menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), dan POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia).

Penulis melaksanakan penelitian Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pematang Sei Baru, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Dan Melaksanakan penelitian skripsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M. S, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen sekaligus anggota komisi pembimbing penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. S, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dalam mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen. 3. Ibu Iskandarini, MM, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah

banyak memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis. 4. Bapak Ir. Sinar Indra Kusuma, M. si sebagai Anggota komisi pembimbing

yang memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan kepada Penulis. 5. Dosen penguji skripsi Bapak/Ibu dan Bapak/Ibu yang telah bersedia menguji

Penulis dan memberikan masukan.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya kepada


(6)

7. Seluruh instansi, petani, dan pedagang yang terkait dengan penelitian Penulis

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, namun telah ikut membantu Penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih, atas segala bantuan, doa, dan semangat, kepada ayahanda tercinta Alm. L. Limbong, ibunda tercinta Ibu E. Br Manullang, abg dan kakak penulis yang memberikan dukungan moril serta sahabat yang mendampingi penulis dengan setia, Ivony Sarah A Saragih. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman penulis yang telah memberikan motivasi selama masa perkuliahan Dian Avilla, Martin Pasaribu, Eva Amalia, Anggun Nurul Mauliddar, Anggi Umar, Reza Adiguna, Boim Tanjung, Hendrik Nadapdap serta semua rekan-rekan di Departemen Agribisnis Stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini dapat dikembangkan dengan penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

Medan, September 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Tataniaga ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.3 Kerangka Pemikiran ... 23

2.4 Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 27

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.4 Metode Analisis Data ... 28

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 29

3.5.1 Definisi ... 29

3.5.2 Batasan Operasional ... 30

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 31

4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah ... 31

4.1.2 Penggunaan Tanah ... 32


(8)

4.1.4 Sarana dan Prasarana... 37 4.2 Karakteristik Petani Sampel ... 40

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Saluran Tataniaga Sawi di Daerah Penelitian ... 43 5.2 Biaya Tataniaga, (price spreed), Persentase Margin (share

margin), dan Saluran Tataniaga Sawi di Daerah Penelitian... 45 5.3 Tingkat Efisiensi Tataniaga Usahatani Sawi di Daerah

Penelitian ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 49 6.2 Saran ... 49


(9)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1 Produksi Sayuran Per Kecamatan di Kota Medan Tahun 2011 (ton) 3

2 Luas Lahan Pertanaman Sayuran di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011

4

3 Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Terjun Tahun 2012 32

4 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Terjun Tahun 2012

33

5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 34

6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Tahun 2012 35

7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungan Tahun 2012 36

8 Sarana dan Prasarana Desa Terjun Tahun 2011 38

9 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama/Aliran Kepercayaan Tahun 2012

39

10 Karakteristik Petani Sampel Tahun 2012 40

11 Biaya Tata niaga (Price spread),persentase margin (share margin)

Petani Sawi di Daerah Penelitian


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1 Skema Kerangka Pemikiran 25


(11)

ABSTRAK

HIRORIMUS LIMBONG (080304078), dengan judul “ANALISIS SALURAN TATA NIAGA SAWI (Studi Kasus :Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan”. Penelelitian ini dibimbing oleh ibu Ir.Iskandarini, MM dan Bapak Ir.Sinar Indra Kusuma, M,si.

Penelitian ini dilakukan bulan Maret tahun 2013 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki banyak petani dengan usahatani Sawi.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian, Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan

share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian dan Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Pada tingkatan petani, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 52,- dengan share marginnya sebesar 0,94%. Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 225,- dengan share marginnya sebesar 4,09%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 212,- dengan share marginnya sebesar 3,85%.

2. Biaya tata niaga, sebaran harga (price spread) dan persentasi mergin (share margin) pedagang yang menyalurkan sayuran sawi,pedagang pengumpul memperoleh keuntungan yang paling besar di banding lembaga tata niaga yag lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Saluran tata niaga sayuran sawi yang ada di daerah penelitian efesien.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia sentral produksi sayuran masih terpusat di daerah-daerah dataran tinggi. Dataran rendah yang arealnya lebih luas justru jarang terkenal sebagai sentral produksi sayuran. Kota-kota besar yang kebanyakan terletak didaerah dataran rendah setiao hari mendatangkan sayur dalam jumlah besar dari daerah dataran tinggi. Padahal potensi untuk menjadi daerah penghasil sayur sangatlah besar (Nazaruddin, 2002).

Besarnya jumlah konsumen sayuran di dalam negeri menyebabkan ribuan ton sayur segar ludes diserbu pembeli setiap hari. Belum lagi sayuran dikirim untuk konsumen luar negeri. Alam Indonesia yang subur, kaya dengan aneka ragam tanaman sayur sehhingga konsumen mempunya berbagai alternatif pilihan (Nazaruddin, 2002).

Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi dan palawija dengan kata lain ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien (Irawan, 2007).


(13)

diuntungkan. Oleh karena itu peran lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir dan yang lainnya menjadi amat penting. Biasanya pada negara berkembang, lembaga pemasaran untuk pemasaran hasil pertanian masih lemah (Soekartawi, 2003). Tanaman sawi (Brasicca juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis sayuran ini mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Keadaan alam indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Hal tersebut menyebabkan indonesia ditinjau dari aspek klimatologis sangat potensial dalam usaha bisnis sayur-sayuran (Haryanto dkk,2000).

Sawi banyak dijadikan sebagai peluang bisnis karena peminatnya yang cukup banyak. Permintaan pasarnya juga cukup stabil, sehingga resiko kerugian petani sangat kecil. Hal ini tentu memberikan prospek bisnis yang cukup cerah bagi para petani sawi karena permintaan pasarnya yang cukup tinggi (Margiyanto, 2007).

Masalah yang dihadapi petani ini menyebabkan rendahnya keuntungan yang diperoleh petani, karena itu diperlukan strategi untuk memperkecil berbagai masalah tersebut dengan program terpadu. Untuk itu diperlukan paket teknologi budidaya yang tangguh, informasi pasar yang benar, sarana dan prasarana termasuk transportasi pemasaran serta tersedianya sistem kelembagaan usaha tani, termasuk permodalan, pelatihan tenaga kerja serta koperasi (Ashari, 1995). Perbedaan harga petani dengan harga yang diterima konsumen menjadi suatu pertanyaan apakah rantai tataniaga sawi di Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan sudah efisien atau belum efisien. Semakin murah harga yang diterima konsumen,


(14)

maka tataniaga tersebut semakin efisien.Kebanyakan dalam rantai tataniaga suatu hasil pertanian, keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga (middleman) lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh konsumen. Panjang pendeknya rantai tataniaga sawi juga menjadi salah satu indikator tingkat efisiensi tataniaga sawi, karena semakin kompleks rantai tataniaga sawi, maka harga sawi yang diterima konsumen akan semakin mahal. Hal itu menyebabkan tataniaga sawi akan tidak efisien.Kecamatan Medan Marelan memiliki potensi pertanian sayuran. Pada tabel di bawah ini ditunukkan produksi (ton) sayuran tahun 2011 setiap kecamatan dikota medan.

Tabel 1. Produksi Sayuran Per Kecamatan di Kota Medan Tahun 2011 (ton)

No Kecamatan

Sayuran-sayuran Sawi (ton) Ubi jalar (ton) Kacang Panjang (ton) Timun (ton) Tero ng (ton) Kangk ung (ton)

1. Medan Belawan 0 0 0 0 0 0

2. Medan Labuhan 518 226 162 83 145 109

3. Medan Deli 461 135 75 64 84 194

4. Medan Sunggal 54 109 42 0 39 52

5. Medan Helvetia 44 100 21 0 32 51

6. Medan Denai 0 0 0 0 0 0

7. Medan Tembung 0 0 0 0 0 0

8. Medan Tuntungan 0 138 24 0 52 14

9. Medan Selayang 156 58 84 48 101 95

10. Medan Johor 248 303 93 0 15 166

11. Medan Amplas 60 113 68 57 56 73

12. Medan Baru 0 0 0 0 0 0

13. Medan Polonia 0 23 20 0 0 0

14. Medan Maimun 0 0 0 0 0 0

15. Medan Barat 0 0 0 0 0 0

16. Medan Petisah 0 0 0 0 0 0

17. Medan Kota 0 0 0 0 0 0

18. Medan Area 0 0 0 0 0 0

19. Medan Timut 0 0 0 0 0 0

20. Medan Marelan 637 372 393 192 216 299

21. Medan Perjuangan 0 0 0 0 0 0


(15)

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Kecamatan Medan Marelan merupakan Daerah yang Produksi sayurannya tertinggi diantara kecamatan Medan Marelan Merupakan sentra produksi sayur-sayuran dan merupakan daerah pengembangan agribisnis sayur-mayur di kota Medan. Berikut akan di jelas luas pertanaman sayuran di Kecamatan Medan Marelan.

Tabel 2. Luas Lahan Pertanaman Sayuran di Kecamatan Medan Marelan tahun 2010.

No Kelurahan

Luas Pertanaman PeretanianSayuran (Ha) Sawi Kang

kung

Baya m

Timun Kacang Panjang

Cabai Jumlah

1. Labuhan Deli 11 0 0 0 1 0 12

2. Rengas Pulau 32 13 14 7 18 5 99

3. Terjun 40 17 16 12 25 5 128

4. Tanah Enam Ratus 35 20 20 11 19 5 122

5. Paya pasir 2 0 3 0 2 0 7

Jumlah 120 50 53 30 65 15 368

PPL : PPL Kecamatan Medan Marelan 2009

Dari tabel 2 diatas dapat dlihat bahwa Kelurahan Terjun merupakan daerah yang paling luas menanam sawi yaitu 40 Ha di Kecamatan Medan Marelan.Berdasarkan data ini, Kelurahan Terjun dapat dijadikan sebagai objek penelitian.

Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan merupakan daerah sentral produksi sawi di Kota Medan. Pemasaran sawi di daerah ini terdiri dari beberapa pelaku tataniaga seperti produsen, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Masing-masing pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan tergantung pada biaya yang dikeluarkan dan harga jual. Harga yang diterima konsumen akan menentukan apakah tataniaga sawi di daerah ini sudah efisien atau belum. Untuk itu perlu


(16)

dilakukan penelitian tentang analisis saluran tataniaga sawi di Kelurahan Terjun, Kecamatan Marelan, Kota Medan

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk saluran tataniaga sawi di daerah penelitian ?

2. Berapa biaya tataniaga, price spread dan share margin disetiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian?

3. Bagaimana tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian ?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi saluran tataniaga di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan share margin setiap saluran tataniaga sawi di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis tingkat efesiensi tataniaga sawi di daerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani sawi dalam memasarkan atau mengembangkan hasil usahataninya dalam mendapatkan keuntungan yang diinginkan

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk perbaikan dan peningkatan proses tataniaga sawi


(17)

3. Sebagai bahan imformasi dan refrensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Sawi

Sawi (Brassica juncea) sudah lama dikenal diberbagai negara. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Asia Tengah dan menyebar ke dunia Eropa melalui Yunani. Bagaimana sawi masuk ke Indonesia untuk dikeahui dengan pasti, tetapi saaat ini sawi sudah merupakan sayuran yang sangat dikenal di berbagai golongan masyarakat Indonesia (Novary, 1999).

Sawi (Brassica juncea) berbeda dengan Petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi bisa juga ditanam di dataran rendah. Batang sawi ramping dan lebih hijau sedangkan batang petsai gemuk dan berkelompok dengan daun putih kehijauan. Ciri sawi yang khas ialah berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi yang banyak ditanam di Indonesia sebenarnya dikenal juga dengan nama caisim (Nazaruddin, 2002).

Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan tetapi umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di pekarangan , di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pegunungan. Tanaman sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak


(19)

memgandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Tim Penulis PS, 1993).

Tanaman sawi , seperti halnya produk pertanian pada umunya merupakan komoditi yang mempunyai masa kesegaran yang relatif pendek. Untuk itu, masalah pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan pemasaran komoditi ini. Hal-hal tersebut perlu dilakukan secepatnya. Jika terlambat atau tidak ditangani dengan baik, sawi akan gampang rusak dan tidak laku dijual atau harganya rendah sehingga dapat menyebabkan kerugian.

Sayuran dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan bagian yang dikomsumsi. Kelompokkan yang pertama adalah sayuran buah, yaitu jenis tanaman yang dimamfaatkan jenis buahnya seperti tomat. Kelompok yang lain adalah sayuran daun, yaitu tanaman yang dimamfaatnkan daunnya untuk dikomsumsi. Selain daunnya, pada umumnya konsumen juga mengkonsumsi batang bagian atas dan pucuk daun seperti selada, bayam, dan kangkung. Selanjutnya adalah sayuran umbi, yaitu kelompok sayuran sayuran yanng bagian umbinya dikonsumsi oleh konsumen. Yang termasuk dalam sayuran umbi adalah wortel, lobak, bawang, dan lain-lain (Yati Supriati,2010).

Menurut Novary (1999), adapun varietas atau jenis-jenis sawi yaitu : 1. Sawi putih atau sawi jabung

Sawi ini memang banyak dikomsumsi oleh masyarakat karena rasanya paling enak diantara jenis sawi lainnya. Daunnya lebar, berwarna hijau tua, bertangkai pendek, tegap, dan bersayap. ada dua variates sawi putih, yaitu


(20)

varietas rugosa dan varietas prain. Varietas yang terakhir merupakan varietas pendatang dari luar negeri.

2. Sawi hijau

Sawi hijau mempunyai rasa agak pahit sehingga jarang dikomsumsi segar. Untuk menghilangkan rasa pahit tersebut sawi ini sering diasinkan. Sawi asin dapat diolah menjadi berbagai jenis masakan. Ukuran sawi hijau lebih kecil daripada sawi putih. Daunnya lebar mirip sawi putih, tapi warna hijaunya lebih tua. Batangnya sangat pendek dan tangkai daunnya pipih serta sedikit berliku, tetapi kuat.

3. Sawi huma

Disebut sawi huma karna jenis sawi ini menyukai tempat-tempat kering seperti tegalan atau huma. Jenis sawi ini memiliki daun yang sempit dengan warna hijau keputih putihan. Batangnnya kecil dan panjang dengan tangkai yang bersayap. jenis sawi ini cukup digemari konsumennya.

4. Sawi bakso atau caisim

Sawi ini dikenal juga dengan nama sawi cina tapi umumnya digunakan untuk masakan-masakan cina. Daunnya lebar memanjag, tipis, dan berwarna hijau. Sawi ini bertangkai panjang, langsing, dan berawarna hijau keputihan. Rasanya pun ckup enak, renyah,segar, dan tidak terlalu pahit.

5. Sawi keriting

Dari namanya dapat diduga bahwa daun sawi jenis ini keriting. Daunnya berwarna hijau dan mulai tumbuh dari pangkal tangkai daun yang berwarna putih.


(21)

6. Sawi monumen

Sawi monumen tumbuh tegak dan berdaun kompak sehingga menyerupai tugu atau monumen. Daunnya berwarba hijau segar dengan tangkai lebar dan tulang daun berwarna putih. Dari sekian jenis sawi, sawi inilah yang paling besar dan paling berat.

Pendukung dalam tataniaga sawi mempunyai peranan penting dalam sistem distribusinya adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya mempunyai fungsi dan peranan masing-masing dalam rentetan jalur tataniaga komoditi ini.

Petani sebagai produsen sawi merupakan orang yang langsung berhubungan dengan proses produksi. Mutu sawi yang secara langsung juga menentukan tinggi rendahnya harga, merupakan tanggung jawab yang di pegangnya. Pemilihan jalur tataniaga selanjutnya juga sangat menentukan lancar tidaknya pemasaran komoditi ini.

2.2 Tataniaga

Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar.dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Peranan agribisbis dalam suatu negara agraris seperti Indonesia adalah besar sekali.hal ini disebabkan oleh karena cakupan aspek agribisnis adalah meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pemasaran termasuk didalamnya (Soekartawi,1999).


(22)

Pemasaran sebagai kegiatan produksi mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu ini memerlukan biaya pemasaran.Pemasaran produk agraris, cenderung merupakan proses yang kompleks, sehingga saluran distribusi lebih panjang dan mencakup lebih banyak perantara. Ada beberapa ciri produksi pertanian yang mempengaruhi hasil-hasil pertanian: pertama, produksi dilalukan secara kecil-kecilan. Kedua, produksi terpencar. Ketiga, produksi musiman, menyebabkan kesulitan dalam tataniaganya, dimana harus ada fasilitas-fasilitas penyimpanan yang sudah pasti menyebabkan bertambahnya biaya tataniaga. Biaya pemasaran ini diperlukan untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dari produsen kepada konsumen akhir. Pengukuran kinerja pemasaran ini memerlukan ukuran efisiensi pemasaran (Soekartawi,2002).

Sistem pemasaran yang kurang efisien ini akan mengakibatkan biaya pemasaran yang relatif besar. Dengan demikian akan mengakibatkan harga jual produk hasil pertanian menjadi tinggi. Tingginya biaya pemasaran ini akan dibebankan kepada produsen dengan menekan tingkat harga dan menaikkan harga dikonsumen, sehingga produsen dan konsumen akan dirugikan (Ginting,2006).

Dalam tataniaga hasil-hasil pertanian umumnya ada tiga tahap proses penyampaian komuditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah 1) Proses konsentrasi dimana pedagang perantara mengumpulkan barang-barang dari produsen dan pedagang besar mengumpulkan barang-barang dari pedagang pengumpul ; 2) Proses equalisasi dimana pedagang besar menahan barangnya untuk sementara sebelum dijual


(23)

kepasar ; 3) Proses diversi yaitu proses penjualan barang dari pedagang besar sampai kepada konsumen (Ginting,2006).

Dalam rantai tataniaga posisi petani tergolong lemah karna penawarannya sedikit, kebanyakan produknya merupakan produk massa yang homogen, produknya sering kurang tahan lama, pengangkutannya sering sukar, petani sering kurang sekali dalam mendapatkan informasi tentang harga, dan pengaruh kebutuhan kredit terhadap posisi tataniaga, dalam hal ini kebutuhan petani akan uang tunai merupakan faktor yang penting dalam kebijaksanaan tataniaga petani (Kartasapoetra, 1992).

Sejalan dengan batasan tataniaga yang menghubungkan sektor produksi dengan sektor konsumen, maka diantara produsen dengan konsumen ada “jarak” yang ditempuh oleh komuditi sebelum sampai kekonsumen. Disepanjang perjalanan komuditi tersebut terdapat pihak-pihak sebagai perantara yang terdiri dari pedagang dll. Jumlahnya tidak selalu sama, ada yang dua saja, ada yang tiga bahkan lebih. Mereka ini biasanya disebut sebagai lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang secara langsung menangani perjalanan suatu komuditi. Lembaga tataniaga dalam penyempurnaan dan perbaikan tataniaga ditujukan terutama pada kelancaran tataniaga, seperti dapat mengadakan tempat, jumlah barang, keadaan barang, dan sebagainya yang ddiminta konsumen dalam keadaan sempurna (Gultom,1996).

Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga. Biaya tataniaga menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tataniaga petani terdiri dari semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap perantara dan lembaga


(24)

tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa modalnya (Gultom,1996)

Lembaga pemasaran adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komuditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komuditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk keinginan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono,2004).

2.3 Landasan Teori

Tataniaga secara umum adalah suatu proses sosial dan managerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan melalui penawaran dan pertukaran produk yang bernilai dengan individu dan kelompok lain. Dalam penyampaian barang kepada individu dan kelompok maka diperlukan suatu sistem managerial yang baik sehingga tidak saling merugikan antara masing-masing midleman (Kotler, 1993).

Sistem adala kumpulan kumpulan komponen yang saling berinteraksi atau saling bergantung yang dikoordinasikan sedemikia rupa sehingga membentuk suatu kebulatan dan dioorganisir sehingga mencapai tujuan tertentu (Swastha, 1996) Sistem tata niaga merupakan pemasaran atau distribusi, yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen kepada


(25)

konsumen. Biaya tata niaga terbentuk sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi tata niaga. Komponen biaya tata niaga terdiri dari semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap middleman dan lembaga tata niaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang. Keuntungan yang diambil oleh middleman atau lembaga tata niaga atas jasa modalnya dan jasa tenaganyandalam menjalankan aktivitas pemasaran tersebut. setelah dikelompokkan menurut harga beli dan harga jual, biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tata niaga dan margin keuntungan dari setiap lembaga maka disebut juga sebaran harga (price spread). Bila angka-angka sebaran harga (price spread) dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka diperoleh persentase margin (share margin). Biaya tata niaga yang tinggi akan membuat sisitem kurang atau yidak efesien (Sudiyono, 2004).

Tata niaga adalah proses yang merupakan serangkaian kegiatan berturut-turut yang terjadi selama perjalanan suatau barang atau komoditi mulai dari produsen primier sampai ketengan konsumen. Produsen primier adalah mata rantai pertama dalam saluran produksi. Dalam menyalurkan komoditi dari produsen kepada konsumen ahir,akan dilihat adanya rangkaian mata rantai tata niaga dari suatau mata rantai tata niaga, apabila komoditi tertentu memerlukan proses terlebih dahulu, maka mata rantai tata niaga tersebut akan lebuh panjang. Pada setiap mata rantai tata niaga tersebut akan lebih panjang. Pada setiap mata rantai tata niaga, umumnya komoditinya tersebut akan mengalami penambahan nialai karena waktu, tempat dan bentuk (Gultom, 1996).

Pasar pada awalnya mengacu pada suatu georgafis tempat transaksi berlansung. Pada perkembangan selanjutnya mungkin definisi ini sudah tidak sesuai lagi,


(26)

terutama berkembangnya teknologi imformasi yang memungkinkan transaksi dapat dilakukan tampa melalu kontak langsung antara pennjual dan pembeli. Dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai tempat ataupun terjadinya pemenuhan kebetuhan dan keinginan dengan menggunakan alat pemuas berupa barang ataupun jasa dimana terjadi pemindahan hakmilik antara penjual dengan pembeli (Suyidono, 2004)

Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dala pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna untuk, melalui proses pengolahan, guna tempat melalu proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Peran agribisnis dalam suatu negara agraris seperti indonesia adalah besar sekali. Hal ini disebabkan oleh karena cakupan aspek agribisnis adalah meliputi mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pemasaran termasuk didalamnya (Soekartawi, 1999)

Menurut soekartawi (2002) pemasaran sebagai kegiatan produksi mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Dalam menciptakan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu ini memerlukan biayapemasaran. Pemasaran produk agribisnis merupakan proses yag kompleks, sehingga saluran distribusi lebih panjang dan lebih mencakup lebih panjang perantara. Ada beberapa ciri produksi pertanian yang mempengaruhi hasil-hasil pertanian : pertama, produksi dilakukan secara kecil-kecilan, kedua produksi terpencar; Ketiga, produksi musiman, menyebabkan kesulitan dalam tata niaganya, dimana harus ada fasilitas-fasilitas penyimpanan yang sudah pasti menyebabkan bertambahnya biaya tata niaga. Biaya tata niaga ini diperlukan untu melakukan


(27)

fungsi-fungsi tata niaga oleh lembaga – lembaga tata niaga yang terlihat dalam proses tata niaga dari produsen sampai pada konsumen akhir. Pengukuran kinerja tata niagaini memerlukan ukuran efisiensi tata niaga.

Sistem pemasaran yang kurang efisien ini akan mengakibatkan biaya pemasaran yang relatif besar. Dengan demikian akan mengakibatkan harga jual produk hasil pertanian menjadi tinggi. Tingginya biaya pemasaran ini akan dibebankan kepada produsen menekan tingkat harga dan menaikkan tingkat harga dan menaikkan harga konsumen, sehingga produsen dan konsumen akan dirugikan (Ginting, 2006)

Dalam tata niaga hasil-hasil pertanian umumnya ada tiga tahap proses penyampaian komoditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah 1) proses konsentrasi dimana pedagang perantara mengumpulkan barang-barang dari produsen dan pedagang perantara pengumpulan barang-barang dari produsen dan pedagang besar mengumpulkan barang-barang dari pedagang pengumpul; 2) proses equalisasi dimana pedagang besar menahan barangnya untuk sementara sebelum dijual kepasar; 3) Proses diversi yaitu proses penjualan barang dari pedagang besar sampai kepada konsumen (Ginting, 2006).

Menurut kartasapoetra (2002) posisi petani dalam saluran tata niaga tergolong lemah karena penawarannya sedikit, kebanyakan produknya merupakan produk massa yang homogen, produknya sering kurang tahan lama, pengangkutannya sering sukar, petani sulit untuk mendapatkan informasi tentang harga, dan pengaruh kebutuhan kredit terhadap posisi tata niaga, dalam hal ini kebutuhan


(28)

petani akan uang tunai merupakan faktor yag penting dalam kebijaksanaan tata niaga petani.

Sejalan dengan batasan tata niaga yang menghubungkan sektor produksi dengan sektor konsmen, maka diantara produsen dengan konsumen ada ’’jarak’’ yang ditempuh oleh komoditi sebelum sampai ke konsumen. Disepanjang perjalanan komoditi tersebut terdapat pihak-pihak sebagai perantara yang terdiri dari pedagang dan lain-lain. Jumlahya tidak selalu sama, ada yang dua saja. Ada yang tiga bahkan lebih. Middleman atau pedagang perantara biasanya disebut sebagai lembaga tata niaga. Lembaga tata niaga merupaka piha-pihak yang secara langsung menangani perjalanan suatu komoditi. Lembaga tata niaga dalam penyempurnaan dan perbaikan tata niaga ditujukan terutama pada kelancaran tata niaga, seperti dapat mengadakan tempat, jumlah barang, keadaan barang, dan sebagainya yang diminta konsumen dalam keadaan sempurna (Gultom, 1996). Biaya tata niaga terjadi sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi tata niaga. Biaya tata niaga menjadi bagaian tambahan harga pada barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tata niaga petani terdiri dari semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap perantara dan lembaga tata niaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa modalnya (Gultom, 1996)

Lembaga pemasaran adalah badan atau usaha individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh


(29)

komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk keinginan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono, 2004)

Menurut kertasapoetra (2002) proses tata niaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditanggung oleh pihak produsen dan lembaga-lembaga tata niaga ataumata rantai penyaluran produk-produknya. Seringkali fungsi-fungsi menimbulkan masalah – masalah yang harus dipecahkan baik dari pihak produsen yang bersangkutan maupun lembaga – lembaga yang merupakan mata rantai saluran produk – produk itu.

Semakin panjang saluran tataniaga maka sistem tataniaga semakin tidak efisien. Masing-maing perantara akan mengambil keuntungan atau jasa yang mereka korbankan atau disebut profit margin, kemudian pada akhirnya akan membuat harga ditingkat konsumen tinggi. Selain iyu juga akan memperlambat arus barang kekonsumen. Ketidakefisienan ini juga akan memperlambat arus barang ke konsumen.ketidakefisienan ini juga akan berdampak buruk bagi petani dimana harga yang diterima petani akan berbeda jauh dengan harga yang akan diberikan konsumen semakin rendah dan permintaan semakin menurun, harga dari petani juga semakin menurun sehingga pendapatan petani menurun.Proses tataniaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditanggung oleh pihak produsen dan lembaga-lembaga tataniaga atau mata rantai penyaluran produk-produknya. Seringkali fungsi-fungsi tersebut menimbulkan masalah-masalah yang harus dipecahkan baik dari pihak produsen yang bersangkutan maupun oleh


(30)

lembaga-lembaga yang merupakan mata rantai saluran produk-produknya itu (Kartasapoetra,1992).

Menurut Kohls and Joseph (1980), ada tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu: A.Fungsi Pertukaran (Exchange Functions).

1. Pembelian (Buying) adalah memilih barang-barang yang dibeli untuk dijual dengan harga dan kualitas produk tertentu.

2. Penjualan (Selling) adalah sumber pendapatan yang diperlukan untuk menutup ongkos-ongkos dengan harapan mendapatkan laba.

B.Fungsi Fisis (Physical Functions)

1. Penyimpanan (Storage) adalah fungsi menyimpan baran-barang pada saat barang selesai diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsi.

2. Pengangkutan (Transportation) adalah fungsi pemindahan barang dari tempat barang dihasilkan sampai ketempat barang dikonsumsi.

C.Fungsi Pelancar / Penyedia Sarana (Facilitating Functions)

1. Standarisasi (Standardization) adalah penentuan batas-batas dasar dalam bentuk spesifikasi barang-barang hasil manufuktur, disebut juga normalisasi. 2. Permodalan / Pembiayaan (Financing) adalah fungsi mendapatkan modal dari

sumber ekstren guna menyelenggarakan kegiatan pemasaran.

3. Penanggung Resiko (Risk-bearing) adalah fungsi menghindari dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pemasaran.

4. Informasi Pasar (Market Intelligence) adalah fungsi untuk mengumpulakan dan penafsiran keterangan-keterangan tentang macam barang yang beredar dipasar, jumlah, macam barang yang dibutuhkan konsumen harga dan sebagainya.


(31)

Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekwensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga. Biaya tata niaga ini menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang yang harus di tanggung oleh konsumen. Komponen biaya tata niaga terdiri dari semua jenis pengeluaran yag dikorbankan oelh setiap middleman dan lembaga tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang, dan keuntungan (profit margin) yang diambil oleh

middleman atas jasa modalnya (Gultom, 1996).

Menurut Daniel (2002) Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen kepada konsumen. Lembaga pemasaran yan terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Bila produsen tersebut bertindak sebagai penjual produknya, maka biaya pemasaran bisa dieliminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lainnnya,tergantung pada hal berikut.

a. Macam Komoditas yang dipasarkan

Adanya komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga membbutuhkan biaya tata niaga yang besar.

b. Lokasi atau daerah produsen

Bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen maka biaya transportasi menjadi besar pula.

c. Macam dan peranan lembaga tata niaga

Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlihat semakin panjang pula rantai tataniaga dan semakin besar biaya tata niaganya.

Menurut soekartawi (2002) Beberapa sebab mengapa terjadi rantai tata niaga hasil pertanian yang panjang dan produsen (petani) sering dirugikan, antara lain:


(32)

a. Pasar yang tidak bekerja secara sempurna b. Lemahnya informasi pasar

c. Lemahnya posisi produsen untuk melakukan penawaran untuk medapatkan harga yang baik

d. Petani / produsen melakukan usahatani melakukan usaha taninya tidak didasarkan pada permintaan pasar.

Marketing margin memberikan ukuran secara terpisah menurut komponen biaya dari efesiensi penyelenggaraan fungsi-fungsi tata niaga. Pada umumnya suatu sistem tata niaga. Pada umumnya suatu sistem tata niaga untuk sebagian sistem tata niaga untuk sebagian produk pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila persentase margin (share margin) peani diatas 50% (Gultom, 1996)

Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. makin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga tata niaga yang terlibat) maka semakin besar margin pemsarannya (Daniel, 2002).

Margin pemasaran adalah perbedaaan antar harga yang dibayarkan konsumen denganharga yang diterima petani. Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukam fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin

yang diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda pula (sudiyono, 2004)

Menurut soekartawi (2002) efisiensi pemasaran diukur dengan menggunakan biaya pemasaran dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan. Pasar yang tidak


(33)

efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar. Sedangkan tingkat efisiensi pemasaran akan berbeda pula jika :

a. Apabila harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi

b. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

c. Adanya kompetisi pasar yang sehat

Menurut Kotler dalam Daniel (2002) ada lima faktor yang menyebabkan mengapa pemasaran atau tata niaga itu penting.

a. Jumlah produk yang dijual menurun b. Pertumbuhan perusahaan juga menurun c. Terjadi perubahan yang diinginkan konsumen d. Kompetisi yang semakin tajam

e. Terlalu besarnya pengeluaran untuk penjualan

Menurut Hadikoesworo (1986) Beberapa masalah pemasaran atau tata niaga komoditi pertanian yang banyak ditemukan di negara-negara sedang berkembangan pada umumnya dan indonesia pada khususnya, anatar lain sebagai berikut:

a. Tidak tersedianya komoditi pertanian dalam jumlah kontiniu

b. Harga komoditi yang sering berfluktuasi secara tajam yang bukan saja berpengaruh terhadap kestabilan pendapatan produsen dan tingkat konsumsi masyarakat, tetapi juga akan memperbesar resiko pemsaran


(34)

c. Tidak efisiensinya para pelaku pasar dalam melakukan kegiatan pemasaran

d. Tidak memadai fasilitas misalnya sistem transfortasi, gudang, tempat komoditi pertanian dipasaran dan lain-lain

e. Lokasi produsen dan konsumen yang terpencar juga merupakan masalah karena menyulitkan dalam penyampaian barang dari produsen kepada konsumen

f. Kurang lengkapnya informasi pasar

g. Kurangnya pengetahuan terhadap pemasaran h. Kurangnya modal

i. Tidak memadai peraturan –peraturan yang ada.

Menurut Gultom (1996) Upaya-upaya perbaikan dalam sistem tata niaga dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Upaya-upaya itu antara lain:

1. Produsen harus dapat memenuhi dengan baik saluran tata niaga yang ditempuh, juga tentang informnasi pasar pada saat produsen mempunyai hasil untuk dijual. Produsen juga harus dapat merencanakan produksi dengan pedoman kemungkinan pasaran hansilnya.

2. Lembaga tata niaga dapat melakukan integarasi sehingga biaya total tata niaga barang dapat dikurangi dan keuntungan lembaga tata niaga yang meakukan integrasi yang lebi besar.

3. Konsumen, dalam hal ini melakukan usaha perbaikan dengan jalan pendidikan terhadap konsumen.


(35)

4. Pemerintah, hal-hal yang dapat dilakukan yakni pengadaan pengawasan seperti mengeluarkan peturan-peraturan, perbaikan fasilitas tata niaga, da perbaikan alat-alat komunikasi.

Menurut Mubyarto (1985), yang di maksud adil dalam hal ini adalah pemberian balas jasa fungsi-fungsi tataniaga sesuai dengan masing-masing. Panjangnya saluran tataniaga membuat terdapatnya perbedaan antara margin tataniaga, share margni, dan price spread. Dimana margin tataniaga adalah selisih anatar harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga.

Daniel (2002), menyatakan bahwa makin panjang tataniaga maka makin besar margin tataniaga. Secara teoritis, dapat dikatan maka semakin pendek ranta tataniaga hasil pertanian, maka :

1. Biaya tataniaga semakin rendah 2. Margin tataniaga semakin rendah

3. Harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah 4. Harga yang diterima produsen semakin tinggi

Soerkartawi (2002), menyatakan bahwa share margin (Sm) adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.

Sm =

��

��

×100%

Menurut Mubyarto (1994), sistem taaniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat :


(36)

2. Mampu mengadakan dengan biaya semurah – muarahnya. Pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang di bayar konsumen terakhir kepada konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu.

Menurut Sihombing (2010), penentuan efisiensi dapat juga dilihat dengan memperbandingkan antara besarnya keuntungan (Profit) petani produsen dan seluruh Middleman yang terlibat dengan seluruh ongkos tata niaga yang dikeluarkan oleh Middleman dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen. Metode ini di dekati dengan model :

E =

��+��

��+��

Keterangan: E = Efisiensi

Ji = Keuntungan lembaga tata niaga Jp = Keuntungan Produsen

Ot = Ongkos tata niaga

Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen Dimana jika:

E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.

Efisiensi tidak terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Efisiensi tataniaga akan terjadi jika biaya pemasaran dapan ditekan sehingga keuntungan tata niaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu


(37)

tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi,2002).

2.3 Kerangka Pemikiran

Tataniaga merupakan kegitan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian, karena dalam tata niaga akan terjadi perpindahan barang atau komoditi dari produsen kepada konsumen, dimana konsumen akan membayarkan sejumlah harga atau uang sebagai balas jasa atas barang yang telah diperolehnya. Aliran barang atau komoditi ini terjadi karena adanya lembaga tata niaga atau saluran tata niaga yang akan melakukan fungsi tata niaga

Dalam mekanisasi tata niaga atau pemasaran ini melibatkan beberapa pihak yang meliputi produsen, agen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen. Dalam hal ini produsen adalah petani sawi dan konsumen adalah masyarakat yang mengkonsumsi sayur sawi.

Tiap lembaga tata niaga melakukan fungsi-fungsi tata niaga. Fungsi-fungsi tata niaga yang dilakukan antara lain fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan pembelian, fungsi fisis yaitu penyimpanan dan pengangkutan, fungsi pelancar yaitu standarisasi, pembiayaan, penanggung resiko dan informasi pasar. Setiap pedagang (middleman) melakukan fungsi-fungsi tata niaga tersebut maka akan dikeluarkan biaya yang disebut dengan biaya pemasaran. Disamping itu pedagang juga memperoleh balas jasa yang disebut dengan keuntungan.

Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan kegiatan fungsi- fungsi tata niaga.biaya tersebut berbeda-beda pada masing lembbaga tata niaga. Maka biaya tersebut berbeda-beda pada masing-masing lembaga tata niaga. Atas jasa lembaga tata niaga dalam pemasaran beras


(38)

organik ini, maka lembaga tata niaga mengambil keuntungan (profil). Harga jual sawi berbeda-beda untuk setiap masing-masing lembaga tata niaga berbeda-beda. Dari harga penjualan dapat diketahui margin tata niaga yang merupakan selisih antara harga eceran dan harga tingkat produsen. Kemudian dapat diketahui sebaran harga (price spread) dengan mengelompokkan harga beli, harga jual, biaya pemasaran dankeuntungan yang diperoleh lembaga tata niaga. Datri sebaran harga (price spread) dapat dihitung persentase margin (share margin) yaitu harga barang diterima oleh setiap lembaga tata niaga terhadap harga beli konsumen dalam bentuk persen (%)

Biaya tata niaga akan menetukan harga yang diterima oleh setiap lembaga. Biaya tata niaga diukur dengan sebaran harga (price spread) dan persentase margi (share margin ). Besarnya biaya tata niaga dibandingkan dengan nilai produk yang dipasarkan akan menunjukkan tingkst efesiensi tata niaga sawi. Semakin panjang rantai tata niaga, biaya yang dikeluarkan jugaakan semakin lebih besar, mak sistem tata niaga akan semakin tidak efisien. Sebaliknya rantai tata niaga yang semakin pendek, tidak membutuhkan biaya tata niaga yang besar, dalam keadaan seperti ini sistem tata niaga aka lebih efisien

Dalam tataniaga sawi, tentunya ada pelaku tataniaga yang terlibat, yaitu mulai dari produsen, pedagang sampai diterima oleh konsumen. Hasil produksi dari petani disalurkan kepada konsumen melalui lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Tiap lembaga tataniaga akan melakukan fungsi tataniaga yang berbeda satu sama lain yang dicirikan oleh aktivitas yang dilakukan. Dengan adanya pelaksanaan fungsi tataniaga, maka akan terbentuk biaya tataniaga.Besarnya biaya tataniaga menentukan tingkat harga yang diterima


(39)

petani dan lembaga tataniaga. Atas jasa lembaga-lembaga tataniaga maka tiap lembaga akan mengambil keuntungan (profit). Dari biaya tataniaga dan harga jual akan didapatkan margin keuntungan yang merupakan pengukuran untuk efisiensi tataniaga. Berarti semakin banyak lembaga tataniaga yang berperan dalam tataniaga sawi, maka sistem tataniaga sawi semakin tidak efisien. Berikut skema kerangka pemikiran tataniaga sawi di daerah penelitian :


(40)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Ket : Menjual ke Ada Hubungan

Fungsi- Fungsi Tata Niaga : 1. Fungsi Pertukaran

a. Penjualan b. Pembelian

2. Fungsi Fisis a. Pengepakan b. Pengangkutan

Produsen Perantara Konsumen

Biaya Keuntungan

Harga

Efisiensi Price Spread


(41)

2.4 Hipotesis penelitian

Sesuai dengan landasan teori diatas dan untuk mengarahkan penelitian ini pada fokus yang ingin dicapai maka dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut :

1. Bentuk saluran tata niaga sawi didaerah penelitian 2. Tataniaga didaerah penelitian efisien


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan ini merupakan daerah sentral produksi tanaman sayuran dan pengembangan agribisnis usahatani sayuran di Kota Medan.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah petani sawi di daerah penelitian. Adapun metode penelitian sampel menggunakan metode Insidental Sampling, dimana sampel adalah petani yang menjadi sampel penelitian adalah petani yang dijumpai atau dapat dijumpai. Adapun jumlah petani sayur mayur di kecamatan Medan Marelan ada sebanyak 235 petani. Dengan demikian, sampel yang akan diambil sebanyak 30 petani sayuran sawi.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi langsung kepada petani dengan bertanya langsung kepada petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Medan, Kantor Lurah Kelurahan Terjun, literatur-literatur, serta instansi terkait dengan penelitian ini


(43)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk indentifikasi masalah (1), digunakan pendekatan “Apa yang terjadi” (what happens scholl) dengan survei menelusuri komunitas mulai dari farm gate sampai ke konsumen akhir. Peneliti memperhatikan dan mencatat semua kegiatan tataniaga sawi yang terjadi baik dari kegiatan yang dilakukan produsen sampai kegiatan yang dilakukan lembaga-lembaga tataniaganya (Crammer dan Jensen, 1979).

Untuk identifikasi masalah (2), yaitu menganalisis besarnya biaya tataniaga, price spread dan share margin. Untuk menganalisis biaya tataniaga menggunakan metode deskripsi dengan mencatat semua biaya yang dikeluarkan oleh petani dan lembaga-lembaga tataniaga sawi.

Untuk menganalisis price spread tataniaga sawi, menggunakan metode deskripsi dengan membuat tabel price spread yang mencakup harga beli, harga jual, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan petani dan lembaga tataniaga, serta margin keuntungan yang diperoleh.

Menurut Gultom (1996), untuk menghitung share margin digunakan rumus sebagai berikut :

Sm = ��

��

100%

Dimana :

Sm : Share margin (%)

Pp : Harga yang diterima petani dan pedagang (Rp/Kg) Pk : Harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Rp/Kg)

Untuk identifikasi masalah (3), yaitu menganalisis tingkat efisiensi tataniaga sawi digunakan rumus :


(44)

E =

��+��

��+��

Keterangan: E = Efisiensi

Jt = Keuntungan lembaga tata niaga Jp = Keuntungan Produsen

Ot = Ongkos tata niaga

Op = Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen Dimana jika:

E>1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien E<1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional

Beberapa defenisi dan batasan operasional untuk menghindari kesalapahaman dan kekeiliruan atas pengertian dalam penelitian ini.

3.4.1 Definisi

1. Petani sawi adalah orang yang melakukan usahatani sawi.

2. Tataniaga adalah proses aliran barang dari produsen ke konsumen akhir yang disertai penambahan guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyampaian.

3. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli hasil produksi sawi dari petani dan pedagang yang berasal dari Kelurahan Terjun.

4. Konsumen adalah pembeli sawi yang merupakan konsumen akhir yang langsung membeli sawi dari petani ataupun pedagang pengecer.


(45)

5. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan sawi dari produsen hingga konsumen akhir (Rp).

6. Share Margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.

7. Efisiensi tataniaga adalah perbandingan antara biaya tataniaga dengan nilai produk yang dipasarkan yang dinyatakan dengan persen.

8. Price spread adalah kelompok harga beli dan jual, biaya-biaya tataniaga menurut fungsi tataniaga yang dilakukan dan margin keuntungan dari setiap lembaga tataniaga.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan. 2. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan tanaman sawi. 3. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013.


(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah

Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Marelan terdiri dari lima kelurahan. Kelurahan yang terdapat di kecamatan Medan Marelan. Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan terletak 24 km dari ibu kota kabupaten/kota dengan waktu tempuh 1 jam dan 26 km dari ibu kota Propinsi Sumatera Utara dangan waktu tempuh 1 jam. Kelurahan Terjun terletak 150 meter diatas di permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar 32° dengan curah hujan rata-rata 600 mm/tahun, dengan luas secara keseluruhan adalah 1.605 ha yang terdiri dari 22 lingkungan. Berdasarkan letak geografisnya, Kelurahan Terjun memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Sicanang dan Kelurahan Paya

Pasir.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanah Enam Ratus.

- Sebelah Timur berbatasan Dengan Kelurahan Rengas Pulau dan Kelurahan Paya Pasir.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hamparan Perak dan Perkebunan Kelumpang Deli Serdang.

Kelurahan Terjun memiliki banyak prestasi yang pernah diraih. Diantaranya adalah pernah menjadi Kelurahan Terbaik Kesatuan Gerakan PKK-KB Kesehatan Tahun 2010 Tingkat Kota Medan, Juara 1 Kelurahan Terbaik


(47)

Tingkat Propinsi KB Kesehatan Tahun 2010, Kelurahan Terbaik I Kebersihan Sepanjang Pesisir Pantai Tahun 2010 Tingkat Kota Medan, juara terbaik II Kelurahan Mandiri Pangan Tingkat Propinsi Sumatera Utara, dan juara I Sepuluh Pokok Program PKK Tahun 2010 Tingkat Kota Medan. Selain itu, Kelurahan Terjun juga ditetapkan sebagai daerah pemukiman atau tempat tinggal.

4.1.2 Penggunaan Tanah

Luas lahan di Kelurahan Terjun menurut penggunaanya dapat dilihatpada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Terjun Tahun 2012.

No Jenis Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase(%)

1. Sawah dan Ladang 390 24,30

2. Pemukiman 11.705 72,93

3. Lapangan Sepakbola 1,5 0,09

4. Fasilitas Umum 40,3 2,51

5. Kolam 2,7 0,17

Total 1.607 100

Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2012

Dari tabel 3 diatas menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang paling luas adalah digunakan untuk pemukiman dengan luas 1.170,5 Ha (72,93%), awah dan ladang dengan luas 390 Ha (24,3%), fasilitas umum dengan luas 40,3 Ha (2,51%), kolam dengan luas 2,7 Ha (0,17%), dan lapangan sepakbola dengan luas 1,5 Ha (009%).

4.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Terjun tahun 2012 adalah sebanyak 23.804 jiwa atau 6.218 KK yang terdiri dari 11.289 laki-laki dan 12.515 perempuan dengan


(48)

kepadatan penduduk 623 jiwa per km. Penduduk yang terdapat di Kelurahan Terjun adalah waraga negara Indonesia asli dan juga warga negara Indonesia turunan. Warga negara Indonesia asli berjumlah 22.223 jiwa sedangkan jumlah warga negara Indonesia turunan sebanyak 581 jiwa.

Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Terjun Tahun 2012.

No Umur (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase(%)

1. 0-4 2.061 8,65 2. 5-9 2.251 9,46 3. 10-14 2.265 9,52 4. 15-19 2.276 9,58 5. 20-24 1.624 6,82 6. 25-29 1.697 7,13 7. 30-34 1.684 7,07 8. 35-39 1.671 7,03 9. 40-44 2.043 8,56 10. 45-49 1.928 8,10 11. 50-54 1.520 6,39 12. 55-59 1.227 5,15 13. 60-65 427 1,80

14. ≥66 1.129 4,74

Total 23.804 100 Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2011

Dari tabel 4 diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebanyak 2.276 jiwa dengan persentase 9,58% dan jumlah penduduk terendah berada pada kelompok umur 60-65 tahun yaitu sebanyak 427 jiwa dengan persentase 1,80%.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa data penduduk di Kelurahan terjun yang tergolong usia produktif (15-64 tahun ) berjumlah 16.055 jiwa


(49)

menunjukkan bahwa penduduk di kelurahan Terjun masih tergolong usia produktif.

Mata pencaharian penduduk Desa Terjun ini terdiri dari pegawai, petani, nelanyan, pedagang, dan buruh harian. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel dibawah ini .

Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan mata PencaharianTahun 2012 No Pekerjaan Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. Buruh Tani dan Petani 2.71 60,99

2. Pegawai Negeri Sipil 357 8,06

3. Karyawan Swasta 651 14,70

4. Karyawan Pemerintah 25 0,56

5. TNI dan POLRI 136 3,07

6. Wiraswasta 160 3,61

7. Nelayan 399 9,01

Total 4,429 100

Sumber : Potensi Desa da Kelurahan Terjun Tahun 2012

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukka bahwa mata pencaharian penduduk terbesar adalah sebagian besar bersumber dari Pertanian yaitu sebagai buruh tani dan petani sebanyak 2.701 jiwa (60,99%) yang pada umumnya mengusahakan sayur mayur seperti sawi , kangkung, bayam, mentimun, kacang panjang dan lain-lain.Dan ada juga yang mengusahakan tanaman padi dan palawija, sebanmyak 651 jiwa (14,70%) bermata pencaharia sebagai karyawan swasta, sebanyak 399 jiwa (9,01%) bermata pencaharian sebagbai nelanyan, sebanyak 357 jiwa (8,06%) bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, sebnayak 160 jiwa (3,07%) bermata pencaharian sebagai wiraswasta, sebanyak 136 jiwa (1,60%) bermata


(50)

pencaharian sebagai TNI dan Polri, dan sisanya sebanyak 25 jiwa (0,5%) bermata pencaharan sebagai karyawan pemerintah.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Tahun 2012

No Suku Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. Jawa 11.659 48,98

2. Melayu 5.450 22,89

3. Minang 544 2,29

4. Aceh 1.149 4,83

5. Batak 2.302 9,67

6. Tionghoa 533 2,24

7. Lain-lain 2.167 9,10

Total 23.804 100

Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun 2011

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Terjun adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 11.659 jiwa atau sebesar 48,98% dari total penduduk di Kelurahan Terjun. Selanjutnya adalah suku Melayu sebanyak 5.450 jiwa (22,89%), suku Batak sebanyak 2.302 jiwa (9,67%), suku Aceh sebanyak 1.149 jiwa (4,83%), suku Minang sebanyak 544 jiwa (2,29%), suku Tionghoa sebanyak 533 jiwa (2,24%), dan selebihnya adalah suku Nias, Sunda, dan Banjar sebanyak 2.167 jiwa.

Penduduk di Kelurahan Terjun tersebar di setiap lingkungan yang terdapat di Kelurahan Terjun, yaitu di 22 lingkungan. Berikut akan disajikan dalam tabel dibawah ini


(51)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungan Tahun 2012

No Lingkungan Jumlah Penduduk

(jiwa)

Persentase (%)

1. I 668 2,8

2. II 1.723 7,2

3. III 1.342 5,6

4. IV 1.895 7,9

5. V 772 3,3

6. VI 956 4,0

7. VII 822 3,4

8. VII 1.450 6,1

9. IX 952 4,0

10. X 1.127 4,7

11. XI 1.183 5,0

12. XII 1.245 5,2

13. XIII 1.591 6,7

14. XIV 728 3,1

15. XV 1.802 7,6

16 XVI 640 2,7

17. XVII 356 1,5

18. XVIII 1.190 5,0

19. XIX 751 3,1

20. XX 915 3,9

21. XXI 958 4,1

22. XXII 738 3,1

Total 23,804 100

Sumber : Potensi Desa dan Kelurahan Terjun Tahun 2011

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar berada di lingkungan IV yaitu sebesar 1.895 jiwa (7,9%), sedangkan jumlah penduduk terkecil berada pada lingkungan XVII yaitu sebesar 356 jiwa (1,5%).


(52)

Hubungan kekeluargaan dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan di Kelurahan Terjun seperti kegiatan gotong-royong dan beberapa kegiatan adat seperti perkawinan maupun acara-acara lainnya.

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Infrasturktur adalah sarana atau prasana yang disediakan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta dalam rangka menunjang kegiatan produksi dan proses pembangunan. Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat mempelancar jalannya pembangunan sehingga dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik

Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di kelurahan terjun dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(53)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana Desa Terjun Tahun 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Prasarana Kesehatan

-Puskesmas 1

-Poliklinik 9

-Pos KB 22

-Posyandu 12

-Apotik 2

2. Prasarana Pendidikan

-Taman Kanak-Kanak 3

-Sekolah Dasar 11

-SLTP 5

-SLTA 2

-Pendidikan non formal 3

3. Prasarana Peribadatan

-Mesjid 11

-Mushola 21

-Gereja 5

-Kelenteng 1

4. Prasarana Air Bersih

-Sumur Pompa 825

-Sumur Gali 1.246

5. Sarana Keamanan Lingkungan

-Pos Keamanan Lingkungan 22

-Pos Penjaga Satpam Perumahan 22

6. Sarana Komunikasi

-Pesawat Telepon 127

-Pesawat Tv 1.857

7. Kelembagaan Ekonomi 22

8. Kantor Kelurahan 1

9. Kelompok Tani 4


(54)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di desa ini dinilai sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya sarana kesehatan,pendidikan, komunikasi, dan air bersih. Sarana transportasi di Kelurahan Terjun cukup tersedia sehingga petani dapat dengan mudah memperoleh sarana produksi dan dalam pemasaran hasil produksi mereka, karena jalan dan jembatan merupakan prasarana utama yang dibutuhkan dalam proses pembangunan pertanian. Jalan dan jembatan tidak hanya digunakan untuk menghubungkan satu desa dengan desa yang lain atau kota, tetapi yang lebih terasa manfaatnya adalah dalam penyaluran informasi serta menjamin kelancaran dan transportasi dan komunikasi.

Pada tabel di atas terdapat lembaga ekonomi seperti koperasi. Koperasi juga merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses pengembangan pertanian dan pertmbuhan ekonomi di suatu desa. Hal ini tentu saja akan sangat membantu petani dalam hal bantuan sarana produksi. Selain itu kelompok tani yang ada di Kelurahan Terjun juga ada dalam kondisi yang aktif. Kelompok tani yang terdapat di Kelurahan Terjun ada sebanyak empat kelompok yaitu kelompok tani Sedar, Bali, Sepakat, dan Santai. Kelompok-kelompok tani ini yang akan berperan dalam menyalurkan setiap bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani seperti pupuk bersubsidi yang diterima oleh petani yaitu pupuk urea.

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana ibadah di Kelurahan Terjun sudah sudah dapat dikatan sangat cukup mendukung. Ini terlihat dari tersedianya sarana ibadah bagi warga beragama Islam, Kristen, dan juga Budha.

Berikut akan dijelaskan tentang keadaan penduduk di Kelurahan Terjun berdasakan dengan agama atau aliran kepercayaan masing-masing.


(55)

Tabel 9. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama/Aliran Kepercayaan Tahun 2012

No Agama Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase(%)

1. Islam 21.002 88,32

2. Kristen Protestan 1.902 7,99

3. Kristen Katholik 319 1,34

4. Hindu 46 0,19

5. Budha 535 2,25

Total 23.804 100

Sumber : Ekspose Kepala Kelurahan Terjun 2012

Pada Tabel diatas diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar adalah yang memeluk agama Islam sebesar 21.022 jiwa (83,23%), sedangkan yang beragama Kristen protestan ialah sebanyak 1.902 jiwa (7,99%), beragama Budha sebanyhak 535 jiwa (2,25%), Kristen Katholik sebanyak 319 jiwa (1,34%), dan beragama Hindu yaitu sebanyak 46 jiwa (0,19%). Ini menunjukkan bahwa manyoritas penduduk di Kelurahan Terjun memeluk agama islam.

4.1 Karateristik Petani Sampel

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan dan besarnya pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha tani. Faktorterbut diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal adalah umur petani, pendidikan atupun pengetahuan (pengalaman berusahatani dan keterampilan), jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan modal. Sewdangkan yang termasuk dalam faktor eksternal adalah input, baik dari segi ketersediannya maupun harganya, dan output, baik dari segi jumlah permintaan maupun dari segi harga.


(56)

Karateistik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur, lama bertani, luas lahan, pendidikan dan jumlah tanggungan kelurga. Karateristik petani sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10. Karateristik Petani Sampel Tahun 2012

No Uraian Satuan Range Rata-rata

1. Umur Tahun 30-77 47,167

2. Lama Bertani Tahun 3-40 20,533

3. Luas Lahan Ha 0,04-0,4 0,196

4. Pendidikan Tahun 12-18 14,133

5. Jumlah Tanggungan Jiwa 1-8 4

Sumber : Analisis Data Primer

Umur seseorang menentukan kinerja dari orang tersebut. Semakin tua umur seseorang, maka pekerjaan berat yang akan dilakukan akan semakin sedikit dan begitu pula sebaliknya. Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa umur petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 30 – 77 tahun dengan rata-rata umur petani 47,16. Dapat dilihat bahwa petani masih berada pada kategori umur produktif yang masih cukup berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya.

Semakin lama petani mengusahakan lahannya, maka akan semakin baik pula dalam mengusahakan usahataninya petani didaerah penelitian sudah 3 – 40 tahun dalam mengusahakan usahatani sawi dengan rata-rata lama berusahatani selama 20 tahun. Dari rata-rata ini dapat dilihat bahwa petani sudah memiliki pengalaman yang cukup untuk menjalankan dan mengembangkan usahataninya.

Luas lahan penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yabg sangat penting dalam proses produksi atpun usahatani. Dalam usahatani, penguasaan lahan yang sempit sudah pasti tidak efisien dibandingkan dengan penguasaan lahan yang luas.


(57)

Luas lahan usahatani yang dikelola akan berpengaruh terhadap jumlah penerimaan, pendapatan, dan biaya yang akan dikeluarkan dalam usahatani tersebut. semakin luas lahan yang dikelola maka produksinya maka juga akan meningkat sehingga semakin besar pendapatan usahatani yang diperoleh. Dengan demikian akan semakin besar pula pembiayaan terhadapa tenaga kerja yang digunakan. Luas lahan usahatani sawi peti sampel didaerah penelitian berkisar anatar 0,04 – 0,4 Ha atau berkisar antara 1-10 rante dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,0197 Ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa luas lahan yang diusahakan oleh petani di daerah penelitian masih tergolong sangat kecil.

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang dalam mengelola usahatani dimana respon petani terhadap teknologi yang sedang berkembang sangat bergantung dari tingkat pendidikannya.semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka akan semakin mudah untuk mengadaptasi teknologi dalam menjalankannya. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat sebagian besar petani berpendidikan formal rendah. Tingkat pendidikan formal petani sampel rendah. Tingkat pendidikan formal petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 12-18 tahun rata-rata 14,13 tahun. Dari data ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani masih rendah, yaitu hanya tamatan SD.


(58)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Saluran Tataniaga Sawi di Daerah Penenelitian

Petani sawi di Kelurahan Terun kecamatan Medan Marelan merupakan salah satu wilayah terbesar dalam menghasilkan sayuran di kota medan yang salah satunya sawi, sayuran yang dijual petani yaitu sayuran sawi yang masih segar dengan harga Rp 3500/kg. Dan berdasarkan penilitian yang dilakukan kepada 30 orang petani sawi.

Dari hasil penelitian, dapat di ketahui bahwa ada dua salurah tataniaga sayuran sawi di kelurahan terjun kecamatan medan marelan. Petani yang ada di kelurahan terjun sekitarnya menjual hasil panen langsung kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ketempat petani maupun petani yang mengantar langsung hasil panen sawi kepedagang pengumpul yang ada di sekitar marelan. dan kemudian pedagang pengumpul akan menjual sawi yang di kumpulkan dari petani kepada pedagang pengecer, dan setelah itu pedagang pengecer menjual langsug kepada konsumen akhir.


(59)

Gambar 1.Rantai Tata Niaga Sawi di Daerah Penelitian

Pada rantai tata niaga sawi petani langsung menjual hasil panen sawi mereka kepada pedagang pengumpul yang ada di Kelurahan Terjun. Pedagang pengumpul kemudian membawa kepasar atau sentral sayur yang di sekitar kota medan.

Pada rantai kedua yaitu pedagang pengumpul membeli hasil panen petani sawi membeli secara langsung dari petani sawi dengan sistem pembayaran tunai.transaksi jual beli antara petani dan pedagang pengumpul dilakukan pada saat panen sudah tiba.atau pada saat hasil sudah diangkut ke dalam mobil bak terbuka maka transaksipun akan segera dilakukan.

Pada rantai ke tiga yaitu pedagang pengecer, dimana pedagang pengecer mendapatkan sawi dari pedagang pengumpul. Pada tahap ini dilakukan pengepakan kemudian dijual secara eceran dalam ukuran kilogram (kg) dengan harga Rp. 5.500,- / kg. Pedagang pengecer ini menjual dagangannya di pasar

Petani

Pedang Pengumpul

Pengecer


(60)

tradisional sehigga konsumen akan dengan mudah memperoleh sawi untuk kebutuhan sehari-hari.

5.2 Biaya Tata niaga,(price spreed), persentase margi (share maegin) dan saluran Tata niaga Sawi di Daerah Penelitian

Dalam sistem tata niaga ini,fungsi-fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga sawi menimbulkan biaya-biaya tata niaga dari setiap lembaga tata niaga yang terlibat dalam saluran tata niaga dapat dianalsis untuk melihat besarnya bagian yang diterima setiap lembaga tata niaga. Analisis lembaga tataniaga dapat digunakan untuk melihat ccdistribusi margin tata niaga yang terdiri dari biaya dan keuntungan. Untuk menganalis biaya tataniaga, sebaran haraga (price spread), persentase margin (share margin). Dan akan di hitung berapa berapa besar biaya tata niaga yang akan di keluarkan masing-masing lembaga tata niaga sawi yang ada didaerah penelitian


(61)

Tabel 11. Biaya Tata niaga,(price spreed), persentase margi (share maegin) Petani Sawi di Daerah Penelitian

No Komponen Biaya Sebaran Harga

(price spread)

Persentae Margin (share margin) 1 Petani

Harga jual 3500 63,63%

Biaya Produksi 1622 29,49%

Biaya tata niaga 52 0,94%

Daun pisang 41 0,74%

Tali 11 0,20%

Keuntungan (profit) 1826 2 Lembaga kelompok pedagang

pengumpul

Herga beli 3500

harga jual 4500

Biaya tata niaga 225 4,09%

Transportasi 125 2,27%

Bongkar muat 100 1,81%

Keuntungan (profit) 725 3 Pengecer

Harga beli 4500

Harga jual 5500

Biaya tata niaga 212 3,85%

Transportasi 162 2,94%

Kantong plastic 50 0,90

Keuntungan (profit) 788

4 Harga Beli Konsumen 5500 100%

Sumber :3,4,5,6,8,9

Pada tabel 11 petani menjual hasil panen sawi persatu kilogram seharga Rp. 3.500 dan petani mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp. 1.622/Kg sawi. Biaya tata niaga yaitu daun pisang yaitu sebesar Rp. 41/Kg dan tali sebesar Rp. 11/Kg. Total biaya tata niaga yaitu daun pisang, tali sebesar Rp. 52/Kg sawi. Dan petani sawi


(62)

menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul seharga Rp. 3500/Kg. Sehingga keuntungan (profit) yang didapat oleh petani sebesar Rp. 1.826/Kg sawi.

Pedagang pegumpul membeli sawi dari petani seharga Rp. 3.500 dan pedagang pengumpul langsung membawa sayuran sawi tersebut kepasar atau daerah perkumpulan para pedagang sayuran yang ada di pasar IV marelan untuk melakukan jual beli sayuran. Biaya pengangkutan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp. 125/Kg. Dan biaya bongkar muat adalah sebesar Rp.100/Kg. Jadi total biaya tata niaga yang dikeluarkan oleh pedangang pengumpul adalah sebesar Rp. 225/Kg. Pedagang pengumpul lalu menjual sayuran sawi kepada pedagang penegecer seharga Rp. 4.500/Kg. Dengan demikian pedagang pengumpul memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp. 725/Kg sawi.

Pedangang pengecer lalau memebeli sayuran sawi tersebut dari pedagang pengumpul seharga Rp. 4.500/Kg sawi. Untuk mendapatkan sayuran sawi tersebut pedagang pengecer harus mengeluarkan biaya antara lain transportasi yaitu sebesar Rp. 162/Kg sawi. Dan biaya kantong plastik untuk melakukan transaksi jual beli yaitu sebesar Rp. 50/Kg sawi. Jadi biaya tata niaga yang harus dikeluarkan pedagang pengecer adalah sebesar Rp. 212/Kg sawi. Pedagang pengecer menjual sawi kepada konsumen seharga Rp. 5.500/Kg sawi. Sehingga pedagang pengecer memperoleh keuntungan (profit) sebesar Rp. 788/Kg sawi.


(63)

Efsiensi tataniaga diperoleh dari perbandingan antara keuntungan produsen dan lembaga tataniaga dengan biaya/onkpos yang dikeluarkan oleh produsen dan lembaga tataniaga. Secara singkat dapat dirumuskan dengan:

E

=

��+�� ��+��

Dimana:

E = Efisiensi tataniaga

Ji = keuntungan tataniaga

Jp = keuntungan produsen

Ot = ongkos/biaya tataniaga

Op = ongkos/biaya produsen

Dengan kriteria:

• E > 1, maka pasar tersebut dikatakan efisien

• E < 1, maka pasar tersebut dikatan tidak efisien Berdasarkan hasil penelitian diperoleh:

E

=

(4275 +788)+(1826 )

(225+212)+(1622 +52)= 3,1

Dari hasil perhitungan di atas, maka didapatkan kesimpulan bahwa pasar sawi di daerah penelitian tergolong efisien. Hal ini ditunjukan dengan nilai E > 1, yaitu


(64)

3,1. Dengan hasil ini maka dapt dilihat bahwa usahatani sawi ini menguntungkan bagi berbagai pihak, tidak hanya bagi petani produsen sawi itu sendiri namun juga terhadap pedagang pengumpul dan pedagang pengecernya.


(65)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sistem tata niaga sawi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan, maka akan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

3. Saluran tata niaga sayuran sawi di daerah penelitian adalah

Petani sayuran sawi Pedagang pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen

4. Pada tingkatan petani, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 52,- dengan share marginnya sebesar 0,94%. Pada tingkatan pedagang pengumpul, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 225,- dengan share marginnya sebesar 4,09%. Sedangkan untuk pedagang pengecer, price spread untuk biaya tataniaga adalah sebesar Rp. 212,- dengan share marginnya sebesar 3,85%.

5. Biaya tata niaga, sebaran harga (price spread) dan persentasi mergin (share margin) pedagang yang menyalurkan sayuran sawi,pedagang pengumpul memperoleh keuntungan yang paling besar di banding lembaga tata niaga yag lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Saluran tata niaga sayuran sawi yang ada di daerah penelitian efesien. 6. Kendala atau masalah yang dialami oleh petani adalah sayuran yang

gampang layu dan ketidak pastian harga, posisi penawaran petani yang rendah


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Krateristik sampel petani sawi

Sampel Umur

Lama Berusahatani (tahun)

Pendidikan (tahun) Luas lahan (rante)

Luas lahan

(Ha)

1 57 16 12 8 0,32

2 44 12 12 10 0,4

3 54 30 12 7 0,38

4 50 10 12 3 0,12

5 55 15 12 6 0,24

6 30 6 15 5 0,2

7 39 4 15 2 0,08

8 42 15 12 6 0,24

9 61 28 12 3 0,12

10 77 40 12 6 0,24

11 33 10 18 4 0,16

12 42 23 14 4 0,16

13 50 27 12 10 0,4

14 30 9 15 5 0,2

15 39 10 15 4,5 0,18

16 39 13 15 6 0,24

17 69 38 12 7 0,28

18 50 29 12 3,5 0,14

19 37 15 18 1 0,04

20 36 11 18 6 0,24

21 40 18 12 5 0,2

22 75 35 12 7 0,38

23 53 27 12 4 0,16

24 38 14 15 6 0,24

25 34 18 15 7 0,28

26 61 30 12 9 0,36

27 57 32 12 5 0,2

28 55 21 12 3 0,12

29 52 10 15 6 0,24

30 69 22 12 4 0,16

Total 588 404 163 6,72


(2)

lampiran 2. kebutuhan bibit sawi per petani per musim tanam

Sampel

Luas lahan (Ha)

Bibit (gram/petani)

1 0,32 500

2 0,4 500

3 0,38 300

4 0,12 200

5 0,24 300

6 0,2 200

7 0,08 100

8 0,24 200

9 0,12 100

10 0,24 200

11 0,16 200

12 0,16 150

13 0,4 100

14 0,2 500

15 0,18 200

16 0,24 250

17 0,28 300

18 0,14 150

19 0,04 50

20 0,24 200

21 0,2 200

22 0,38 300

23 0,16 100

24 0,24 300

25 0,28 300

26 0,36 200

27 0,2 200

28 0,12 100

29 0,24 200

30 0,16 200

Total 6800


(3)

Lampiran 3. BiayaTana niaga petani sawi

No

Luas lahan

(Ha)

Pengepakan

Daun pisang (Rp/bal) Unit Total Tali (Rp/gulung) Unit Total

1 0,32 15.000 5 75.000 5000 5 25.000

2 0,4 15.000 10 150.000 5000 8 40.000

3 0,38 15.000 6 90.000 5000 6 30.000

4 0,12 15.000 3 45.000 5000 3 15.000

5 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

6 0,2 15.000 2 30.000 5000 2 10.000

7 0,08 15.000 2 30.000 5000 2 10.000

8 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

9 0,12 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

10 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

11 0,16 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

12 0,16 15.000 4 60.000 5000 3 15.000

13 0,4 15.000 9 135.000 5000 7 35.000

14 0,2 15.000 4 60.000 5000 3 15.000

15 0,18 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

16 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

17 0,28 15.000 6 90.000 5000 5 25.000

18 0,14 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

19 0,04 15.000 2 30.000 5000 2 10.000

20 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

21 0,2 15.000 3 45.000 5000 3 15.000

22 0,38 15.000 8 120.000 5000 6 30.000

23 0,16 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

24 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

25 0,28 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

26 0,36 15.000 6 90.000 5000 5 25.000

27 0,2 15.000 4 60.000 5000 3 15.000

28 0,12 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

29 0,24 15.000 5 75.000 5000 4 20.000

30 0,16 15.000 3 45.000 5000 2 10.000

Total 450.000 137 2.055.000 150000 111 555.000


(4)

Lampiran 4. Volume Penjualan Petani sawi

No Luas Lahan Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/kg) Total Penjualan

1 0,32 2400 3500 8.400.000

2 0,4 3000 3500 10.500.000

3 0,38 2700 3500 9.450.000

4 0,12 900 3500 3.150.000

5 0,24 1800 3500 6.300.000

6 0,2 1500 3500 5.250.000

7 0,08 600 3500 2.100.000

8 0,24 1800 3500 6.300.000

9 0,12 900 3500 3.150.000

10 0,24 1800 3500 6.300.000

11 0,16 1200 3500 4.200.000

12 0,16 1200 3500 4.200.000

13 0,4 3000 3500 10.500.000

14 0,2 1500 3500 5.250.000

15 0,18 1300 3500 4.550.000

16 0,24 1800 3500 6.300.000

17 0,28 2100 3500 7.350.000

18 0,14 1000 3500 3.500.000

19 0,04 300 3500 1.005.000

20 0,24 1800 3500 6.300.000

21 0,2 1500 3500 5.250.000

22 0,38 2800 3500 9.800.000

23 0,16 1200 3500 4.200.000

24 0,24 1800 3500 6.300.000

25 0,28 2100 3500 7.350.000

26 0,36 2700 3500 9.450.000

27 0,2 1500 3500 5.250.000

28 0,12 900 3500 3.150.000

29 0,24 1800 3500 6.300.000

30 0,16 1200 3500 4.200.000

Total 50100 105000 175.305.000


(5)

Lampiran 5.Total Biaya petani sawi

No Luas Lahan Harga Pestisida (Rp/ml) Biaya Pupuk (Rp/Ha) Tenaga Kerja Total Biaya Produksi

1 0,32 1.110.000 585.000 1.320.000 3.015.000

2 0,4 1.965.000 1.075.000 1.610.000 4.650.000

3 0,38 1.350.000 830.000 1.310.000 3.490.000

4 0,12 490.000 320.000 750.000 1.560.000

5 0,24 805.000 955.000 1.220.000 2.980.000

6 0,2 675.000 840.000 1.030.000 2.545.000

7 0,08 320.000 220.000 460.000 1.000.000

8 0,24 805.000 1.000.000 1.080.000 2.885.000

9 0,12 490.000 712.000 1.070.000 2.272.000

10 0,24 805.000 862.500 1.270.000 2.937.500

11 0,16 605.000 590.000 920.000 2.115.000

12 0,16 605.000 622.500 930.000 2.157.500

13 0,4 1.965.000 1.325.500 1.600.000 4.890.500

14 0,2 675.000 914.000 1.170.000 2.759.000

15 0,18 710.000 750.000 1.030.000 2.940.000

16 0,24 805.000 902.500 1.180.000 2.887.500

17 0,28 805.000 820.000 1.310.000 2.935.000

18 0,14 970.000 742.500 830.000 2.542.500

19 0,04 320.000 165.000 380.000 865.000

20 0,24 805.000 885.000 1.260.000 2.950.000

21 0,2 675.000 872.500 1.020.000 2.567.500

22 0,38 1.470.000 917.500 1.500.000 3.887.500

23 0,16 605.000 609.000 970.000 2.184.000

24 0,24 805.000 881.000 1.110.000 2.796.000

25 0,28 970.000 972.500 1.320.000 3.262.500

26 0,36 1.930.000 1.100.000 1.500.000 4.530.000

27 0,2 675.000 645.000 1.190.000 2.510.000

28 0,12 490.000 640.000 1.070.000 1.200.000

29 0,24 805.000 677.000 1.310.000 2.792.000

30 0,16 605.000 655.000 740.000 2.000.000

Total 26.110.000 23.086.000 33.460.000 82.106.000


(6)

Lampiran 6.Biaya Tataniaga pedagang pengmpul

Harga Beli

(Rp/kg)

Harga Jual (Rp/kg)

Volume jual (kg)

Pengangkutan (Rp/kg) Total Biaya tataniaga (Rp)

Transportasi Bongkar muat

3500 4500 1000 125 100

125000 100000 225000

Lampiran 7. biaya Tata niaga Pedagang Pengecer

No Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual

(Rp/kg)

Volume Jual (Kg)

Pengangkutan (Rp/kg)

Pengepakan Total Biaya Tata niaga Plastik (Rp/kg)

1 4500 5500 80 162 50