Perbandingan Keluhan Menopause pada Wanita Usia 45-55 Tahun yang Memiliki Berat Badan Normal atau Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang Memiliki Berat Badan Lebih atau Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur

(1)

PERBANDINGAN KELUHAN MENOPAUSE PADA WANITA USIA 45-55 TAHUN YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ATAU KURANG

(IMT≤ 22,9 KG/M2) DENGAN YANG MEMILIKI BERAT BADAN LEBIH

ATAU OBESITAS (IMT≥ 23 KG/M2) DI KELURAHAN GLUGUR DARAT II KECAMATAN MEDAN TIMUR

Oleh:

MAGDALENA SIHOMBING 070100069

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERBANDINGAN KELUHAN MENOPAUSE PADA WANITA USIA 45-55 TAHUN YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ATAU KURANG

(IMT≤ 22,9 KG/M2) DENGAN YANG MEMILIKI BERAT BADAN LEBIH

ATAU OBESITAS (IMT≥ 23 KG/M2) DI KELURAHAN GLUGUR DARAT II KECAMATAN MEDAN TIMUR

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

MAGDALENA SIHOMBING NIM: 070100069

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perbandingan Keluhan Menopause pada Wanita Usia 45-55 Tahun yang Memiliki Berat Badan Normal atau Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang Memiliki Berat Badan Lebih atau Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur

Nama : Magdalena Sihombing NIM : 070100069

Pembimbing Penguji I

dr. Johny Marpaung, Sp.OG dr. Hayu Lestari Haryono, Sp.OG NIP. 19710224 200801 1 007 NIP. 19800114 200312 2 002

Penguji II

dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK (K) NIP. 130 139 215

Medan, Desember 2010 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. Gontar. A. Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Sering diasumsikan bahwa peningkatan adipositas akan berhubungan dengan penurunan keluhan menopause karena konversi androgen menjadi estrogen yang tinggi di jaringan lemak. Bagaimanapun, obesitas dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan gejala pada tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keluhan menopause pada wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Sampel sebanyak 200 wanita berusia 45-55 tahun di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur yang masih memiliki uterus dan ovarium dan tidak menggunakan terapi hormonal. Penilaian mencakup indeks massa tubuh (IMT) dengan pengukuran berat dan tinggi badan dan keluhan menopause dengan menggunakan kuesioner Menopause Rating Scale (MRS). Hasilnya 81 wanita (40,5%) yang berberat badan normal-kurang dan 83 wanita (41,5%) yang berberat badan lebih-obesitas sama-sama memiliki keluhan menopause yang ringan.

Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148). Kata kunci: keluhan menopause, indeks massa tubuh (IMT), estrogen.


(5)

ABSTRACT

It is frequently assumed that increased adiposity would be associated with fewer complaint of menopause because most conversion of androgens to estrogens occurs in adipose tissue. However, obesity has major pathologic consequence dan adverse effects in individual. The objective of this study was to compare the complaint of menopause in the women who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with the women who have overwight or obese (IMT≥ 23 kg/m2).

The sample included 200 women aged 45-55 years who lived in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur with an intact uterus and ovary, and without hormone use. Assessment also included body mass index (BMI) by measuring body weight and height, and reported complaints of menopause by questionnaire of Menopause Rating Scale (MRS). Results indicated that is 81 women (40,5%) with normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) and 83 women (41,5%) with overweight or obesity (IMT≥ 23 kg/m2) had mild complaint of menopause.

Conclusions indicated that no relationship of the complaint of menopause in the women aged 45-55 years who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with who have overweight or obese (IMT≥ 23 kg/m 2) in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbandingan Keluhan Menopause pada Wanita Usia 45-55 Tahun yang Memiliki Berat Badan Normal atau Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang Memiliki Berat Badan Lebih atau Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan moril dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu kritik dan saran masih sangat diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hari penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Johny Marpaung, Sp.OG selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan ilmu, dan meluangkan waktu untuk membimbing.

3. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas beserta staf Medical Education Unit (MEU) atas semua panduan yang disediakan untuk menyusun penelitian.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemerintahan Kota Medan, pegawai Kantor Camat Medan Timur, dan Kantor Lurah Glugur Darat II yang mempermudah penulis dalam pemgambilan data penelitian. 5. Masyarakat Kelurahan Glugur Darat II yang telah berpartisipasi menjadi


(7)

6. Kedua orang tua penulis: Ir.Daulat Sihombing dan Rosdiana Sinaga, S.E. yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan doa dalam setiap langkah penulis.

7. Teman-teman terbaik penulis: Eni, Amilia, Ayu, dan Sherly yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang tidak henti-hentinya. 8. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan hikmat dan rahmatNya kepada kita semua.

Medan, November 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN….………... i

ABSTRAK…...………. ii

ABSTRACT………... iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

1.1.Latar Belakang ……….. 1

1.2.Rumusan Masalah ………... 3

1.3.Tujuan Penelitian ……….. 3

1.3.1. Tujuan Umum ………... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ……….. 3

1.4.Manfaat Penelitian ……….... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.1. Menopause ………... 5

2.1.1. Definisi Menopause ………. 5

2.1.2. Fase Klimakterik ………. 5

2.1.3. Perubahan Fisiologis pada Menopause ……… 6

2.2. Keluhan Menopause ………. 8

2.3. Obesitas ……… 18

2.3.1. Definisi Obesitas ………. 18

2.3.2. Sel Lemak dan Jaringan Lemak ……….. 18


(9)

2.3.4. Klasifikasi Obesitas ………. 20

2.3.5. Konsekuensi Patologis dari Obesitas ………... 21

2.4. Keluhan Menopause dan Berat Badan ………. 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………. 25

3.2. Definisi Operasional ………. 25

3.2.1. Keluhan Menopause ……… 25

3.2.2. Kriteria Berat Badan ………... 26

3.3. Hipotesis ………... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ………... 28

4.1. Jenis Penelitian ……….... 28

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 28

4.3.1. Populasi ……….. 28

4.3.2. Sampel ……….... 29

4.4. Metode Pengumpulan Data ………. 30

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……… 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN……… 33

5.1. Hasil Penelitian…………...……….. 33

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 33

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 33

5.1.3. Hasil Analisis Statistik……… 34

5.2. Pembahasan………..……….. 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 48

6.1. Kesimpulan……… 48


(10)

DAFTAR PUSTAKA ……….. 50


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO ………….. 20

Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik ……… 21

Tabel 3.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik …………... 26

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan

karakteristik responden penelitian……….. 33

Tabel 5.2. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

badan terasa panas (pertanyaan no.1)……… 34

Tabel 5.3. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

rasa tidak nyaman pada jantung (pertanyaan no.2)………….. 35

Tabel 5.4. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

masalah tidur (pertanyaan no.3)………. 36

Tabel 5.5. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

perasaan tertekan (pertanyaan no.4)……….. 37

Tabel 5.6. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala


(12)

Tabel 5.7. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

rasa resah (pertanyaan no.6)………. 38

Tabel 5.8. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

kelelahan fisik dan mental (pertanyaan no.7)……….. 39

Tabel 5.9. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

masalah-masalah seksual (pertanyaan no.8)……… 40

Tabel 5.10. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala masalah-masalah pada kandung dan saluran

kemih (pertanyaan no.9)………. 40

Tabel 5.11. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala

kekeringan pada vagina (pertanyaan no.10)……… 41

Tabel 5.12. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala rasa tidak nyaman pada persendian dan otot

(pertanyaan no.11)……….. 42

Tabel 5.13. Pengelompokan tipe berat badan dengan tingkat


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Hormon gonadotropin dan estrogen dalam

pramenopause dan pascamenopause ………... 7


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN

LAMPIRAN 3 INFORMED CONSENT

LAMPIRAN 4 KUESIONER

LAMPIRAN 5 DATA INDUK RESPONDEN

LAMPIRAN 6 OUTPUT SPSS

LAMPIRAN 7 ETHICAL CLEARANCE


(15)

ABSTRAK

Sering diasumsikan bahwa peningkatan adipositas akan berhubungan dengan penurunan keluhan menopause karena konversi androgen menjadi estrogen yang tinggi di jaringan lemak. Bagaimanapun, obesitas dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan gejala pada tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keluhan menopause pada wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Sampel sebanyak 200 wanita berusia 45-55 tahun di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur yang masih memiliki uterus dan ovarium dan tidak menggunakan terapi hormonal. Penilaian mencakup indeks massa tubuh (IMT) dengan pengukuran berat dan tinggi badan dan keluhan menopause dengan menggunakan kuesioner Menopause Rating Scale (MRS). Hasilnya 81 wanita (40,5%) yang berberat badan normal-kurang dan 83 wanita (41,5%) yang berberat badan lebih-obesitas sama-sama memiliki keluhan menopause yang ringan.

Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148). Kata kunci: keluhan menopause, indeks massa tubuh (IMT), estrogen.


(16)

ABSTRACT

It is frequently assumed that increased adiposity would be associated with fewer complaint of menopause because most conversion of androgens to estrogens occurs in adipose tissue. However, obesity has major pathologic consequence dan adverse effects in individual. The objective of this study was to compare the complaint of menopause in the women who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with the women who have overwight or obese (IMT≥ 23 kg/m2).

The sample included 200 women aged 45-55 years who lived in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur with an intact uterus and ovary, and without hormone use. Assessment also included body mass index (BMI) by measuring body weight and height, and reported complaints of menopause by questionnaire of Menopause Rating Scale (MRS). Results indicated that is 81 women (40,5%) with normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) and 83 women (41,5%) with overweight or obesity (IMT≥ 23 kg/m2) had mild complaint of menopause.

Conclusions indicated that no relationship of the complaint of menopause in the women aged 45-55 years who have normal or under body weight (IMT≤ 22,9 kg/m2) with who have overweight or obese (IMT≥ 23 kg/m 2) in Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur (p = 0,148).


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menopause didefinisikan secara klinis sebagai waktu di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi selama satu tahun, yang diawali dengan tidak teraturnya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya periode menstruasi. Menopause merupakan fase dalam kehidupan seorang wanita yang ditandai dengan berhentinya masa subur. Walaupun masa waktu yang dihabiskan selama menopause (±1/3 dari masa hidup) terus meningkat, usia onset menopause tidak banyak berubah yaitu sekitar 50-51 tahun (Soewondo, 2007). Berdasarkan survei Perkumpulan Menopause Indonesia tahun 2005, usia menopause rata-rata wanita Indonesia adalah 49±0,20 tahun.

Perimenopause menunjukkan periode transisi menopause yang biasanya dimulai 5-10 tahun atau lebih sebelum menopause dan diikuti gejala vasomotor dan menstruasi yang tidak teratur (Curran, 2009). Setelah menopause, ovarium berhenti memproduksi sejumlah besar estrogen; oleh karena itu, gejala dan penyakit yang berkaitan dengan defisiensi estrogen juga meningkat (Shifren, 2007). Keluhan menopause yang tersering berupa gejala vasomotor (75% wanita perimenopause) seperti hot flushes (gejolak panas), berkeringat di malam hari, insomnia, kelelahan, dan jantung berdebar-debar. Gejala lain berupa payudara membesar dan melembut; nyeri otot dan sendi; kulit kering dan keriput; masalah memori; atrofi urogenital yang mengakibatkan kekeringan vagina dan pruritus (gatal), disparenia (nyeri dalam berhubungan intim), disuria (nyeri berkemih), dan inkontinensia urin; berat badan meningkat; perubahan mood; sakit kepala.

Pada menopause saat ovulasi berhenti, estrogen masih dapat diproduksi dari aromatisasi androgen yang terjadi di jaringan adiposa, otot, hati, tulang, sumsum tulang, fibroblas, dan akar rambut. Karena konversi terbanyak androgen menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa, sering diasumsikan bahwa wanita dengan obesitas atau berat badan lebih yang memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen daripada wanita yang lebih kurus seharusnya juga memiliki keluhan


(18)

menopause yang lebih rendah. Pandangan ini diberi julukan sebagai “thin hypothesis”. Bagamanapun, ini tidak selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, berdasarkan model termoregulator, simptom vasomotor pada menopause dapat lebih sering dan berat pada wanita berat badan berlebih daripada wanita kurus (Thruston, 2007).

Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Penumpukan lemak berlebihan cenderung menimbulkan konsekuensi pada multipel organ spesifik, terutama jika ada kecenderungan akumulasi lemak intraabdominal. Secara luas, obesitas sering menghasilkan beberapa gejala seperti kelelahan, sesak napas, sakit punggung, artritis, berkeringat, sulit tidur, depresi, dan gangguan menstruasi (Lean, 2000).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada orang dewasa. Menurut kriteria Asia Pasifik, IMT< 18,5 kg/m2 menunjukkan berat badan kurang, IMT: 18,5-22,9 kg/m2 untuk berat badan normal, IMT: 23,0-24,9 kg/m2 untuk berat badan berlebih, dan IMT≥ 25,0 kg/m 2 untuk obesitas (WHO, 2000).

Sekarang ini merupakan masa dimana berat badan lebih dan obesitas sudah menjadi suatu epidemi, dengan dugaan bahwa prevalensi obesitas akan mencapai 50% pada tahun 2025 bagi negara-negara maju. Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan obesitas (IMT 30 kg/m2) melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia (Sugondo, 2006). Menurut data terakhir WHO, di Indonesia dari populasi orang dewasa ada sekitar 13,4% berat badan lebih (IMT≥25,0) dan 2,4% obesitas (IMT≥ 30,0) , sedangkan dari populasi wanita sekitar 17,3% berat badan lebih dan 3,6% obesitas.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) untuk proyeksi penduduk 2010, di Indonesia diperkirakan ada 5.846.000 perempuan yang memasuki masa menopause, sedangkan untuk wilayah Sumatera Utara diperkirakan sekitar 307.600 perempuan.


(19)

Secara teori wanita dengan berat badan lebih atau obesitas seharusnya memiliki keluhan menopause lebih rendah karena sirkulasi estrogen yang tinggi. Akan tetapi, di lain pihak obesitas itu sendiri menimbulkan banyak konsekuensi dan gejala pada tubuh. Adanya kesenjangan ini membuat peneliti ingin mengetahui faktanya mengenai tingkat keluhan menopause pada wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dibandingkan dengan wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2) yang sekarang ada di masyarakat, khususnya di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

- Apakah keluhan menopause berbeda pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui tingkat keluhan menopause masing-masing pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur.


(20)

b. Mengetahui tingkat keluhan menopause masing-masing pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan masyarakat terutama para wanita setelah diberi informasi atau penyuluhan mengenai keluhan menopause dan hubungannya dengan status berat badan.

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam bidang penelitian.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Menopause

2.1.1. Definisi Menopause

Menopause ialah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang (Sastrawinata, 2007).

WHO mendefinisikan perimenopause sebagai interval yang mendahului berhentinya siklus menstruasi sampai pada masa 1 tahun setelah siklus menstruasi terakhir, yang menurut temuan pada Massachusetts’s Women’s Health Study, jangka waktunya berkisar tiga setengah tahun. Perimenopause ditandai dengan mulai timbulnya gejala vasomotor dan ketidakteraturan haid (Soewondo, 2007).

2.1.2. Fase Klimakterik

Klimakterik (Bahasa Yunani: Tangga) merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun endokrinologik dari ovarium. Klimakterium bukan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa peralihan yang normal, yang berlangsung beberapa tahun sebelum dan sesudah menopause. Dalam menentukan awal dan akhir klimakterium sering dijumpai kesulitan, tetapi dapat dikatakan bahwa klimakterium mulai kira-kira 6 tahun sebelum menopause berdasarkan keadaan endokrinologik (kadar estrogen mulai turun dan kadar hormon gonadotropin naik), dan—jika ada—gejala-gejala klinis (Sastrawinata, 2007).

Klimakterium berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause. Pada saat ini kadar estrogen telah mencapai nilai yang rendah yang sesuai


(22)

dengan keadaan senium dan gejala-gejala neurovegetatif telah terhenti. Dengan demikian, klimakterium lebih kurang 13 tahun (Sastrawinata, 2007).

Klimakterium prekok, yang didefinisikan juga sebagai hipergonadotrop-hipergonadismus, adalah terjadinya menopause pada usia kurang dari 40 tahun. Kadar FSH berada >40 mIU/ml dan kadar estradiol berada <30 pg/ml. Pada 75% wanita telah muncul keluhan vasomotorik dan pada hampir 50% wanita terjadi osteoporosis (Baziad, 2003).

2.1.3. Perubahan Fisiologis pada Menopause

Mengenai dasar klimakterium dapat dikatakan, bahwa jikalau pubertas disebabkan oleh mulainya sintesis hormon gonadotropin oleh hipofisis, klimakterium disebabkan oleh kurang bereaksinya ovarium terhadap rangsangan hormon itu. Hal ini disebabkan oleh karena ovarium menjadi tua. Proses menjadi tua sudah mulai pada usia 40 tahun. Jumlah folikel pada ovarium waktu lahir ±750.000 buah; pada waktu menopause tinggal beberapa ribu buah. Tambahan pula folikel yang tersisa ini rupanya juga lebih resisten terhadap rangsangan gonadotropin. Dengan demikian, siklus ovarium yang terdiri atas pertumbuhan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum lambat laun terhenti. Pada wanita di atas 40 tahun siklus haid untuk 25% tidak disertai ovulasi, jadi bersifat anovulatoar (Sastrawinata, 2007).

Pada klimakterium terdapat penurunan produksi estrogen dan kenaikan hormon gonadotropin. Kadar hormon gonadotropin ini terus tetap tinggi sampai kira-kira 15 tahun setelah menopause, kemudian mulai menurun. Tingginya kadar hormon gonadotropin disebabkan oleh berkurangnya produksi estrogen, sehingga negative feedback terhadap produksi gonadotropin berkurang (Sastrawinata, 2007). Peningkatan kadar FSH dan LH merangsang pembentukan stroma dari ovarium, yang mengakibatkan peningkatan kadar estron dan penurunan kadar estradiol. Tanpa sumber folikel, proporsi terbesar estrogen pada pascamenopause


(23)

berasal dari stroma ovarium dan sekresi adrenal dari androstenedion, dimana akan diaromatisasi di sirkulasi perifer (Curran, 2009).

Dengan berhentinya ovulasi, produksi estrogen oleh aromatisasi androgen di stroma ovarium dan di tempat-tempat ekstragonad masih berlanjut, tanpa berlawanan dengan produksi progesteron dari korpus luteum. Kadar estradiol menurun secara signifikan karena penurunan produksi folikel pada menopause, tetapi estron yang diaromatisasi dari androstenedion yang berasal dari sumber nonfolikel, masih diproduksi dan merupakan sumber utama sirkulasi estrogen pada wanita pascamenopause (Curran, 2009).

Aromatisasi androgen menjadi estrogen dapat terjadi di jaringan adiposa, otot, hati, tulang, sumsum tulang, fibroblas, dan akar rambut. Karena kebanyakan konversi androgen menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa, sering diasumsikan bahwa wanita obes atau berat badan berlebih yang memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen, seharusnya memiliki lebih sedikit keluhan vasomotor (Curran, 2009).

Gambar 2.1. Hormon gonadotropin dan estrogen dalam pramenopause dan pascamenopause

(dikutip dari Ilmu Kandungan, edisi 2, 2007)

-6 -5 -4 -3 -2 -1 49 1 2 3 4 5 6

Tahun

gonadotropin estrogen

M E N O P A U S E

PASCAMENOPAUSE PRAMENOPAUSE


(24)

2.2.Keluhan Menopause

Fungsi ovarium yang tidak teratur dan fluktuasi kadar estrogen—bukan defisiensi estrogen—selama menopause menyebabkan wanita sering mengalami beberapa simptom yang secara keseluruhan disebut sebagai sindrom klimakterik. Lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Seiring dengan bertambahnya usia pascamenopause, disertai dengan hilangnya respon ovarium terhadap gonadotropin, simptom yang berhubungan dengan klimakterium juga semakin menurun (Curran, 2009).

Simptom menopause tersebut berupa:

A. Simptom Vasomotor

Simptom vasomotor mempengaruhi sampai pada 75% wanita perimenopause. Simptom ini berakhir satu sampai dua tahun setelah menopause pada kebanyakan wanita, tetapi dapat juga berlanjut sampai sepuluh tahun atau lebih pada beberapa lainnya. Gejolak panas (hot flashes) merupakan alasan utama wanita untuk mencari pertolongan dan mendapatkan terapi hormon (Shifren, 2007).

Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba disertai dengan keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada malam hari atau menjelang pagi dan lambat laun juga akan dirasakan pada siang hari. Penyebab terjadinya keluhan vasomotorik umumnya pada saat kadar estrogen mulai menurun, dan penurunan ini tidak sampai mencapai kadar yang rendah (Baziad, 2003).

Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan ke kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Meskipun terasa panas, suhu badan tetap normal. Segera setelah timbul semburan panas, daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan keringat banyak. Semburan panas ini akan diikuti dengan rasa sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pengeluaran hormon adrenalin dan


(25)

neurotensin oleh tubuh wanita tersebut. Selain itu, terjadi pula penurunan sekresi hormon noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperatur kulit sedikit meningkat dan timbul perasaan panas. Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang wanita merasa kedinginan. Rata-rata lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi antara beberapa detik sampai satu jam. Berapa kali semburan panas yang muncul per harinya berbeda-beda pada setiap individu. Pada keadaan berat, semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali per hari. Gejolak panas tidak hanya mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, tetapi juga semburan panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Banyak wanita melaporkan sulit konsentrasi dan emosional labil selama transisi menopause. Meskipun terjadi perubahan pada pembuluh darah, tekanan darah tidak meningkat (Baziad, 2003).

Simptom vasomotorik dapat muncul pada pramenopause atau segera sebelum haid muncul. Pada klimakterium prekok, kejadian semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-80%. Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah menopause, dan setelah 5 tahun hanya tinggal 25%. Puncak maksimal keluhan tersebut muncul antara usia 54 dan 58 tahun. Munculnya keluhan semburan panas akan diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, dan makanan-minuman panas. Lingkungan sekitar yang panas dapat memperburuk perjalanan penyakit tersebut (Baziad, 2003). Semburan panas juga dapat terjadi akibat reaksi alergi atau pada hipertiroid, oleh karena itu perlu dilakukan tes jika simptom vasomotor bersifat atipikal atau resisten terhadap terapi (Shifren, 2007).

B. Keluhan Somatik

Estrogen memicu pengeluaran β-endorfin dari susunan saraf pusat.


(26)

sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh nyeri di daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usia peri/pascamenopause. Pemberian TSH (terapi sulih hormon) dapat menghilangkan keluhan tersebut (Baziad, 2003).

Pemberian estrogen dan progesteron dapat memicu pengeluaran β

-endorfin, dan β-endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga mudah terjadi obstipasi. Selain itu, stres juga dapat menimbulkan berbagai jenis keluhan. Stres meningkatkan pengeluaran β-endorfin, dan

zat ini memicu pengeluaran ACTH. β-endorfin dan ACTH berasal dari precursor yang sama, yaitu, prepiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan di dalam nukleus arkuatus. POMC ini merupakan suatu peptida

yang membentuk β-endorfin di hipotalamus dan ACTH di hipofisis

anterior. Β-endorfin dapat meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita mengeluh berat badannya bertambah (Baziad, 2003).

C. Keluhan Psikis

Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat, terutama terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang. Dengan demikian, tidak heran bila terjadi penurunan sekresi steroid seks, timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif. Kurangnya aliran darah ke otak menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mudah lupa. Akibat kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbullah keluhan seperti mudah tersinggung, cepat marah, dan berasa tertekan (Baziad, 2003).

Karena kejadian depresi meningkat pada usia klimakterik dan postpartum dan pemberian estrogen dan progesteron dapat menghilangkan/ mengurangi keluhan tersebut, maka kekurangan steroid seks dapat dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi. Depresi sering


(27)

juga ditemukan beberapa hari menjelang haid pada wanita usia reproduksi. Perasaan tertekan, nyeri betis, mudah marah, mudah tersinggung, stres, dan cepat lelah merupakan keluhan yang sering dijumpai pada wanita usia klimakterik dan wanita usia reproduksi dengan keluhan sindrom prahaid (Baziad, 2003).

Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen menghambat aktivitas enzim monoamine oksidase (MAO). Enzim ini mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO. Terbukti, bahwa wanita pascamenopause yang diberi estrogen menurun aktivitas MAO dalam plasmanya. Pemberian serotonin-antagonis pada wanita pascamenopause dapat menghilangkan keluhan depresi (Baziad, 2003).

D. Gangguan Tidur

Gangguan tidur paling banyak dikeluhkan wanita pascamenopause. Kurang nyenyak tidur pada malam hari menurunkan kualitas hidup wanita tersebut. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian buta ganda menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki periode ‘rapid eye movement’ yang lebih panjang dan tidak memerlukan waktu lama untuk tidur (Baziad, 2003).

E. Fungsi Kognitif dan Sensorik

Kemampuan kognitif, ataupun kemampuan mengingat akan bertambah buruk akibat kekurangan hormon estrogen. Akibat kekurangan estrogen terjadi gangguan fungsi sel-sel saraf serta terjadi pengurangan aliran darah ke otak. Pada keadaan kekurangan estrogen jangka lama dapat menyebabkan kerusakan pada otak, yang suatu saat kelak dapat menimbulkan demensia atau penyakit Alzheimer. Pada wanita yang dilakukan pengangkatan kedua ovarium pada usia muda yang


(28)

menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan androgen secara tiba-tiba, akan terjadi perburukan fungsi kognitif. Pemberian estrogen atau androgen dapat mencegah perburukan tersebut (Baziad, 2003).

F. Seks dan Libido

Semakin meningkat usia, maka makin sering dijumpai gangguan seksual pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak lagi menimbulkan nyeri saat senggama (Baziad, 2003).

Wanita dengan kadar estrogen <50 pg/ml lebih banyak mengeluh masalah seksual seperti vaginanya kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan seks. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan seks makin jarang dilakukan. Pada keadaan kadar estrogen sangat rendah pun, wanita tetap mendapatkan orgasmus. Yang terpenting adalah melakukan hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat dipertahankan (Baziad, 2003).

G. Gangguan Neurologi

Lebih kurang sepertiga wanita menderita sakit kepala dan migrain. Pada 12% wanita keluhan tersebut muncul menjelang atau selama haid berlangsung. Ini menunjukkan adanya hubungan keluhan tersebut dengan perubahan hormonal. Pada sepertiga wanita, sakit kepala atau migrain akan membaik setelah menopause. Namun, terdapat juga wanita yang keluhan sakit kepala dan migrain justru bertambah berat setelah memasuki usia menopause. Migrain yang muncul berhubungan dengan siklus haid diduga berkaitan dengan turunnya kadar estradiol (Baziad, 2003).


(29)

H. Urogenital

Alat genital wanita dan saluran kemih bagian bawah sangat dipengaruhi oleh estrogen. Keluhan genital dapat berupa iritasi, rasa panas, gatal, keputihan, nyeri, berkurangnya cairan vagina, dan dinding vagina berkerut. Keluhan pada saluran kemih berupa sering berkemih, tidak dapat menahan kencing, nyeri berkemih, sering kencing malam, dan inkontinensia (Baziad, 2003).

- Vagina

Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral, akibat penurunan estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi begitu drastis, sedangkan pada menopause alami kelainan yang muncul biasanya tidak begitu parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitif terhadap penurunan kadar estrogen (Baziad, 2003).

Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina meningkat dan pascamenopause pH vagina terus meningkat hingga mencapai nilai 5-8. Vagina mudah terinfeksi dengan trikomonas, kandida albikan, stafilo dan streptokokus, serta bakteri coli atau gonokokus (Baziad, 2003).

Pemberian estrogen dosis rendah saja telah dapat memiliki pengaruh terhadap epitel vagina. Estrogen membuat pH vagina rendah dan pH yang rendah ini memicu sintesis nitrit oksid (NO). NO memiliki sifat bakterisid dan baru dapat disintesis oleh vagina bila pH vagina turun di bawah 4,5 (Baziad, 2003).


(30)

- Saluran Kemih

Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel uretra dan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Matrik yang terdiri dari berbagai jenis kolagen, elastin, fibronektin, dan proteoglikan juga mengalami perubahan. Akibat berkurangnya laju pergantian, pada pascamenopause terjadi peningkatan kadar kolagen dalam jaringan periuretral, sedangkan kadar proteoglikan (asam hialuronid) tidak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini dan penurunan aliran darah menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot polos uretra dan detrusor vesika sehingga mengganggu mekanisme kerja jaringan-jaringan ikat. Akibatnya, pada usia tua mudah terjadi kelemahan pada dasar panggul dan berpengaruh terhadap integritas sistem neuromuskuler (Baziad, 2003).

Atrofi epitel uretra yang disebabkan oleh kekurangan estrogen sering menimbulkan sindrom uretra berupa abakaterialis atau bakterialis ureterits, sistitis, atau kolpitis. Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nokturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tak tertahankan, sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra. Iritabel vesika dan urge inkontinensia juga berhubungan dengan atrofi dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stres inkontinensia lebih erat kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan jaringan ikat (Baziad, 2003).

Kontinen baru dapat terjadi bila tekanan uretra melebihi tekanan intravesika, baik pada keadaan beban fisiologik, maupun beban sensorik. Tekanan penutupan positif ini sangat bergantung pada kompresi yang cukup dari mukosa dan submukosa uretra. Empat lapis dari uretra, yaitu epitel jaringan ikat, kompleks vaskuler, otot polos, dan otot lurik secara bersamaan ikut ambil bagian dalam mencegah terjadinya inkontinensia (Baziad, 2003).

Stres inkontinensia merupakan bentuk inkontinensia yang paling banyak ditemukan dan merupakan inkontinensia yang tidak disebabkan


(31)

oleh kekurangan estrogen, meskipun paling banyak dijumpai pada klimakterium dan pascamenopause. Stres inkontinensia adalah keluarnya urin tanpa dirasa pada keadaan detrusor stabil dan terjadi akibat berkurangnya penutupan vesika, dan uretra tidak mampu menahan tekanan vesika yang meningkat tersebut. Peningkatan tekanan vesika dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat (Baziad, 2003).

Urge inkontinensia yang terjadi adalah kapasitas urin tidak terganggu, tetapi sensitivitas dan rangsangan detrusor meningkat. Sering juga ditemukan tonus vesika yang meningkat. Peningkatan tekanan intravesika, seperti saat batuk, tertawa, perubahan posisi akan menyebabkan kontraksi detrusor, sehingga timbul rasa ingin berkemih yang tidak tertahankan. Untuk membedakan dengan stres inkontinensia, maka perlu dilakukan pengukuran tekanan intravesika (Baziad, 2003).

Iritabel vesika merupakan gejala berupa meningkatnya frekuensi berkemih, polakisuri yang berlebihan dengan rasa ingin berkemih yang hebat (imperatif). Iritabel vesika terjadi berdasarkan tingginya sensitivitas dan rangsangan terhadap detrusor, di mana tekanan vesika biasanya normal, rendah, atau meningkat. Iritabel vesika biasanya disebabkan oleh atrofi vesika dan uretra akibat kekurangan estrogen (Baziad, 2003).

I. Kulit

Estrogen mempengaruhi kulit terutama kadar kolagen, jumlah proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Kolagen dan serat elastin berperan untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah besar. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah (Baziad, 2003).

Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atrofi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen. Kehilangan


(32)

kolagen ini juga berjalan paralel dengan hilangnya massa tulang karena kandungan kolagen tulang yang cukup banyak sehingga mudah terjadi osteoporosis. Kekurangan estrogen juga menyebabkan berkurangnya sintesis dan polimerisasi asam hialuron sehingga terjadi pengurangan pengambilan dan penyimpanan air, yang pada akhirnya terjadi dehidrasi kulit. Hal ini membuat kulit kehilangan elastisitasnya, atopik, tipis, kering, dan berlipat-lipat. Produksi sebum, fungsi kelenjar, dan pertumbuhan rambut menjadi berkurang. Kulit mudah cedera dan penyembuhan luka menjadi tergganggu (Baziad, 2003).

Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan estrogen dapat menyebabkan perburukan sistem pertahanan kulit sehingga mudah terkena penyakit kulit (dermatosis). Kejadian psoriasis dan eksema meningkat pada usia perimenopause (Baziad, 2003).

J. Rambut

Pascamenopause terjadi perubahan terhadap pertumbuhan rambut, yaitu rambut pubis, ketiak, serta rambut di kepala menjadi tipis. Rambut di kepala rontok. Selain itu, estrogen meningkatkan aktivitas enzim tirosinase yang mengkatalisasi sintesis melanin. Oleh sebab itu, kekurangan estrogen dapat menyebabkan aktivitas tirosinase menurun sehingga sintesis melanin berkurang yang selanjutnya menimbulkan ubanan pada rambut (Baziad, 2003).

K. Mulut, Hidung, dan Telinga

Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan mulut dan hidung. Selaput lendirnya berkerut, aliran darah berkurang, terasa kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur juga mengalami perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi keluhan tersebut, kandungan zat-zat dalam air liur menjadi normal. IgA, IgG, dan IgM menjadi berkurang. Flora bakteri dalam air liur tidak mengalami perubahan (Baziad, 2003).


(33)

Akibat kekurangan estrogen dapat meningkatkan resorbsi tulang dagu (osteoporosis) dan gigi mudah rontok. Selaput lendir mulut seperti halnya juga vagina memiliki kemampuan mensintesis NO yang bersifat bakterisid (Baziad, 2003).

L. Mata

Kekurangan estrogen dapat menyebabkan atrofi kornea dan konjungtiva, serta turunnya fungsi kelenjar air mata. Pemakaian lensa kontak akan mendapatkan kesulitan dalam penggunaannya. Keratokonjungtivitis paling sering ditemukan pada wanita pascamenopause, dan sangat efektif diatasi dengan pemberian estrogen (Baziad, 2003).

Perubahan kadar estradiol pada fase peri/pascamenopause mempengaruhi tekanan intraokuler. Kelihatannya turunnya estradiol serum dapat meningkatkan tekanan bola mata (Baziad, 2003).

M.Otot dan Sendi

Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi. Pemeriksaan radiologik umumnya tidak ditemukan kelainan. Sebagian wanita, nyeri sendi erat kaitannya dengan perubahan hormonal yang tejadi. Pemberian TSH dapat mengurangi keluhan-keluhan tersebut. Hal ini terjadi akibat estrogen meningkatkan aliran darah dan sintesis kolagen. Timbulnya osteoartrosis dan osteoartritis dapat dipicu oleh kekurangan estrogen, karena kekurangan estrogen menyebabkan kerusakan matrik kolagen dan dengan sendirinya pula tulang rawan ikut rusak. Kejadiannya meningkat dengan meningkatnya usia (Baziad, 2003).

N. Payudara

Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesteron. Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara. Pada pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran saluran air


(34)

susu, dan fibrotik. Saluran air susu yang melebar ini berisi cairan, salurannya menjadi lebar, timbul laserasi, dan payudara terasa sakit (Baziad, 2003).

2.3.Obesitas

2.3.1. Definisi Obesitas

Secara fisiologis, obesitas didefenisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini (Sugondo, 2007).

2.3.2. Sel Lemak dan Jaringan Lemak

Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan energi yang paling besar bagi mamalia. Tugas utamanya adalah untuk menyimpan energi dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respon terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai respon terhadap kekurangan energi. Pada keadaan normal, kedua proses ini diregulasi dengan ketat (Sugondo, 2007).

Jaringan lemak merupakan jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida. Pada mamalia, jaringan lemak terdapat dalam 2 bentuk: jaringan lemak putih dan jaringan lemak coklat. Keberadaannya, jumlah, dan distribusi tergantung pada spesies. Jaringan lemak putih mempunyai 3 fungsi, yaitu isolasi panas, bantalan mekanik, dan yang paling penting sebagai sumber energi. Jaringan lemak subkutan yang terletak langsung di bawah kulit, merupakan penahan panas bagi tubuh, karena ia mempunyai daya konduksi sebesar 1/3 dibandingkan dengan jaringan lain. Kemampuan menahan panas tergantung pada tebal lapisan lemak. Jaringan lemak juga


(35)

melapisi organ tubuh bagian dalam dan bertindak sebagai pelindung organ tersebut (Sugondo, 2007).

Jaringan lemak coklat berfungsi untuk mempertahankan panas tubuh (termogenesis). Fungsi utama jaringan lemak adalah tempat penyimpanan energi dalam bentuk trigliserida dan melepaskannya sebagai asam lemak bebas dan gliserol yang merupakan sumber energi yang berasal dari lemak (Sugondo, 2007).

2.3.3. Pengukuran

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Pendekatan lain untuk mengukur obesitas termasuk antropometri (tebal lipatan kulit), densitometri (menimbang di bawah air), computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan alat elektrik lainnya (Sugondo, 2007).

IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan dan obes pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih atau obes. Orang yang lebih besar-tinggi dan gemuk, akan lebih berat dari orang yang lebih kecil (Sugondo, 2007).

Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi. IMT dapat memberikan kesan yang umum mengenai derajat kegemukan (kelebihan jumlah lemak) pada populasi, terutama pada kelompok usia lanjut dan pada atlit dengan banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang


(36)

tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass (Sugondo, 2007).

2.3.4. Klasifikasi Obesitas

Tabel 2.1, merupakan klasifikasi yang ditetapkan World Health Organization (WHO), nilai IMT 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m2, sebagai “Pra Obes”.

Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Kisaran Normal 18,5 - 24,9

Berat Badan Lebih >25

Pra-Obes 25,0 – 29,9

Obes Tingkat I 30,0 – 34,9

Obes Tingkat II 35,0 – 39,9

Obes Tingkat III >40

Sumber: WHO technical series, 2000

Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (Tabel 2.2).


(37)

Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Resiko Ko- Morbiditas Lingkar Perut <90 cm

(Laki-Laki)

≥90 cm

(Laki-Laki) <80 cm

(Perempuan)

≥80 cm

(Perempuan)

Berat Badan Kurang <18,5 Rendah (resiko meningkat pada masalah klinis lain)

Sedang

Kisaran normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat

Berat Badan Lebih ≥23,0

• Beresiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25-29,9 Moderat Berat

Obes II ≥30,0 Berat Sangat berat

Sumber: WHO WRP /IASO/ IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)

2.3.5. Konsekuensi Patologis dari Obesitas

Obesitas memiliki pengaruh utama terhadap kesehatan. Distribusi jaringan adiposa pada simpanan anatomi yang berbeda juga memiliki pengaruh penting untuk morbiditas. Secara spesifik, lemak intraabdominal dan lemak subkutan abdominal lebih memiliki arti penting dibanding lemak subkutan yang ada di bokong dan ektremitas bawah. Beberapa komplikasi terpenting dari obesitas, seperti resistensi insulin, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan hiperandrogenisme pada wanita, berkaitan erat dengan lemak intraabdominal dan atau tubuh bagian atas daripada keseluruhan adiposit. Ini mungkin berkaitan dengan fakta bahwa adiposit intraabdominal lebih bersifat lipolitik aktif daripada yang berasal dari simpanan lain (Flier, 2005).


(38)

Obesitas merupakan kondisi medik yang kronik. Angka mortalitas meningkat seiring dengan peningkatan obesitas, terutama pada obesitas yang berhubungan dengan peningkatan lemak intraabdominal. Derajat obesitas mempengaruhi sistem organ tertentu yang bervariasi pada tiap individu tergantung kerentanan dari gen tertentu (Flier, 2005).

A. Resistensi Insulin dan Diabetes Melitus Tipe 2

Hiperinsulinemia dan resistensi insulin merupakan ciri-ciri yang meresap pada obesitas, yang meningkat dengan peningkatan berat badan dan menurun dengan penurunan berat badan. Resitensi insulin berkaitan kuat dengan lemak intraabdominal daripada lemak dari simpanan lain. Obesitas, bagaimanapun, merupakan faktor utama terjadinya diabetes karena sebanyak 80% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah obes. Penurunan berat badan dan olahraga berkaitan dengan peningkatan sensitivitas insulin dan sering memperbaiki kontrol glukosa pada diabetes (Flier, 2005).

B. Gangguan Reproduksi

Gangguan yang mempengaruhi aksis reproduksi berkaitan dengan obesitas baik pada pria maupun wanita. Obesitas berhubungan dengan abnormalitas menstruasi pada wanita, terutama wanita dengan obesitas lemak bagian atas. Penemuan tersering adalah peningkatan produksi androgen, penurunan sex hormone-binding globulin (SHBG), dan peningkatan konversi perifer androgen menjadi estrogen. Kebanyakan wanita obes dengan oligomenorea memiliki sindrom ovarium polikistik (PCOS), berkaitan dengan anovulasi dan hiperandrogenisme ovarium; 40% wanita dengan PCOS adalah obesitas. Kebanyakan wanita non obes dengan PCOS juga menderita resisten insulin, ini menunjukkan bahwa resistensi insulin, hiperinsulinemia, atau kombinasi keduanya merupakan penyebab atau kontribusi terhadap patofisiologi ovarium pada PCOS untuk individu obes dan kurus. Pada


(39)

wanita obes dengan PCOS penurunan berat badan atau pengobatan dengan obat pensensitif insulin sering menghasilkan menstruasi normal. Peningkatan konversi androstenedion menjadi estrogen yang terjadi pada wanita obes tubuh bagian bawah, dapat mengkontribusi peningkatan kejadian kanker uterus pada wanita pascamenopause dengan obesitas (Flier, 2005).

C. Penyakit Kardiovaskular

Obesitas, terutama obesitas sentral, berhubungan dengan profil lemak atherogenik, dengan peningkatan kolestrol low-density lipoprotein (LDL), very low-density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida, serta penurunan kolestrol high-density lipoprotein (HDL). Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi. Obesitas yang menginduks i hipertensi berkaitan dengan peningkatan resistensi perifer dan curah jantung, peningkatan tonus sistem saraf simpatis, peningkatan sensitivitas garam, dan retensi garam yang dimediasi insulin; ini sering berespon terhadap penurunan berat badan sederhana (Flier, 2005).

D. Penyakit Pulmonal

Obesitas berkaitan dengan beberapa abnormalitas pulmonal. Ini termasuk penurunan komplians dinding dada, peningkatan kerja pernapasan, peningkatan menit ventilasi akibat peningkatan kecepatan metabolik, dan penurunan total kapasitas paru dan kapasitas residu fungsional. Obesitas berat dapat mengakibatkan obstructive sleep apnea (OSA) dan “sindrom hipoventilasi obesitas” (Flier, 2005).

E. Batu Empedu

Obesitas berkaitan dengan peningkatan sekresi empedu dari kolestrol, supersaturasi empedu, dan peningkatan insidensi batu empedu (Flier, 2005).


(40)

F. Kanker

Obesitas pada wanita berhubungan dengan peningkatan mortalitas dari kanker kandung empedu, saluran empedu, payudara, endometrium, serviks, dan ovarium. Ini dapat dikarenakan terjadinya peningkatan konversi androstenedion menjadi estron di jaringan adiposa (Flier, 2005).

G. Penyakit Tulang, Sendi, dan Kulit

Obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko osteoarthritis dan gout. Masalah kulit yang berhubungan dengan obesitas adalah acanthosis nigricans, yang dimanifestasikan dengan penghitaman dan penebalan lipatan kulit di leher, siku, dan jarak interfalang dorsal. Kelembaban kulit dapat meningkat, terutama pada lipatan kulit, sehingga meningkatkan resiko infeksi jamur (Flier, 2005).

2.4.Keluhan Menopause dan Berat Badan

Pada menopause konversi terbanyak androgen menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa sehingga sering diasumsikan bahwa wanita dengan obesitas atau berat badan lebih yang memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen seharusnya memiliki keluhan menopause yang lebih rendah (Curran, 2009).

Akan tetapi ada keluhan menopause tertentu yang justru bertambah berat pada wanita obes, seperti gejala vasomotor. Berdasarkan model termoregulator, adipositas yang tinggi, suatu insulator yang poten, akan menghambat kehilangan panas dan meningkatkan gejala vasomotor (Thurston, 2007).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2.Definisi Operasional

3.2.1. Keluhan Menopause

Keluhan menopause adalah gejala-gejala yang tertera di kuesioner yang diambil dari Menopause Rating Scale (MRS) yang dialami responden sekarang ini.

Cara ukur yang digunakan adalah pembagian kuesioner untuk diisi oleh responden. Alat ukur berupa kuesioner yang terdiri atas 4 pertanyaan untuk menyingkirkan kriteria eksklusi terlebih dahulu dan 11 pertanyaan tertutup tentang gejala dengan 3 pilihan jawaban, yaitu: tidak ada gejala (skor 0), gejala ringan (skor 1), dan gejala berat (skor 2).

Hasil skor total kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: keluhan ringan (total skor ≤ 11) dan keluhan berat (total skor 12 -22). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Variabel Independen Variabel Dependen

Wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal

atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas

(IMT≥ 23 kg/m2)


(42)

3.2.2. Kriteria Berat Badan

Wanita dengan berat badan normal atau kurang adalah wanita yang memiliki IMT≤ 22,9 kg/m2, sedangkan wanita dengan berat badan lebih atau obesitas adalah wanita yang memiliki IMT≥ 23 kg/m 2.

Pengukuran dilakukan dengan cara berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2), kemudian hasilnya disesuaikan pada tabel klasifikasi berat badan menurut kriteria Asia Pasifik.

Tabel 3.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT ((kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Kisaran normal 18,5-22,9

Berat Badan Lebih ≥23,0

• Beresiko 23,0-24,9

Obes I 25-29,9

Obes II ≥30,0

Sumber: WHO WRP /IASO/ IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan berupa timbangan jenis bathroom scale merek CAMRY BR9015B dengan kapasitas 120 kg, sedangkan untuk mengukur tinggi badan digunakan meteran gulung dengan kapasitas 500 cm.

Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dan berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2).Skala pengukuran untuk kelompok wanita yang memiliki berat badan normal atau kurang dan wanita yang memiliki berat badan lebih atau obesitas adalah skala ordinal.


(43)

3.3.Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

“Ada perbedaan keluhan menopause pada wanita usia 45-55 tahun yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur.”


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross-sectional. Pada satu saat tertentu, tiap subyek dilakukan sekali pengukuran terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat keluhan menopause. Dari pengukuran tersebut maka dapat diketahui jumlah wanita yang mengalami keluhan menopause ringan atau berat, baik pada kelompok berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2), maupun pada kelompok berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2). Setelah itu dilakukan perbandingan tingkat keluhan menopause dari hasil pengukuran antara kedua kelompok tersebut.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2010 terhadap wanita usia 45-55 tahun yang bertempat di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur. Lokasi ini dipilih dengan alasan karena:

a. Kelurahan tersebut memiliki cukup banyak penduduk wanita yang memasuki usia menopause.

b. Kelurahan Glugur Darat II merupakan tempat kediaman peneliti sehingga didasarkan pada kenyataan praktis yang dapat memudahkan pelaksanaan penelitian.

4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah wanita usia 45-55 tahun. Populasi terjangkaunya adalah wanita usia 45-55 tahun yang tinggal di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur pada tahun 2010.


(45)

4.3.2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia 45-55 tahun yang tinggal di Kelurahan Glugur Darat II Kecamatan Medan Timur yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

Subyek yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a. Wanita usia 45-55 tahun

b. Bersedia menjadi subyek penelitian setelah menandatangani surat persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

c. Bertempat tinggal di lokasi penelitian

Keadaan yang menjadi kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Wanita yang pernah dilakukan histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu operasi pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium

b. Sedang hamil atau menyusui

c. Menggunakan terapi sulih hormon (TSH) d. Sedang menjalani kemoterapi

e. Menderita suatu penyakit kronik seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker, dan penyakit kronik lainnya.

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah pemilihan tidak berdasarkan peluang (non-probability sampling) yang jenis consecutive sampling, dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Jumlah subyek yang diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus perkiraan besar sampel untuk uji hipotesis terhadap dua kelompok independen (Sastroasmoro, 2010). Rumus yang digunakan adalah:


(46)

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Zα = nilai distribusi normal baku (tableZ) pada α tertentu Zβ = nilai distribusi normal baku (tableZ) pada β tertentu P = rata-rata P1 dan P2

Q = 1 – P

P1 = proporsi di populasi Q1 = 1 – P1

P2 = perkiraan proporsi di populasi Q2 = 1 – P2

P1-P2 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Dalam penelitian ini, proporsi di populasi adalah 0,50 dan beda klinis yang dianggap penting 0,20. Bila a (2 arah) = 0,05 dan power = 0,80, maka besar sampel minimum yang diperlukan adalah:

Zα = 1,96; Zβ = 0,842; P1 = 0,50; P2 = 0,70; P = .(0,50+0,70) = 0,60

n = 93,2 n ≈94

Dengan demikian besar sampel minimum yang diperlukan adalah 94 subyek untuk tiap kelompok.

4.4.Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti atau data primer dalam penelitian ini berupa data indeks massa tubuh responden dan tingkat keluhan menopause. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data indeks massa tubuh


(47)

adalah menghitung berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan berupa timbangan jenis bathroom scale merek CAMRY BR9015B dengan kapasitas 120 kg dan untuk mengukur tinggi badan digunakan meteran gulung dengan kapasitas 500 cm. Data indeks massa tubuh ini digunakan untuk membagi responden menjadi dua kelompok, yaitu kelompok berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dan kelompok berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Teknik pengumpulan data tingkat keluhan menopause dilakukan dengan pembagian kuesioner. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner yang berasal dari Menopause Rating Scale (MRS) yang dikembangkan oleh The Berlin Center for Epidemiology and Health Research sehingga pertanyaan tersebut sudah tervalidasi secara isi. Akan tetapi pilihan jawaban dan sistem scoring pada tiap 11 pertanyaan di kuesioner ini telah dimodifikasi menjadi skala yang lebih sederhana, yaitu yang seharusnya berupa skala 0 (tidak ada keluhan) sampai 4 (keluhan berat) diubah menjadi skala 0 (tidak ada keluhan) sampai 2 (keluhan berat). Modifikasi ini dimaksudkan agar responden tidak terlalu sulit membedakan pilihan jawaban tersebut. Data tingkat keluhan menopause ini dibagi menjadi data responden yang mempunyai keluhan ringan (total skor ≤ 11) dan keluhan berat (total skor 12-22).

Pengumpulan data sebelumnya telah mendapatkan persetujuan mengenai ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selain itu peneliti telah mendapat rekomendasi/ izin penelitian untuk mengadakan pengumpulan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Medan, Kecamatan Medan Timur, dan Kelurahan Glugur Darat II.

4.5.Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap ataupun ada kesalahan, dapat dilengkapi dengan bertanya ulang kepada


(48)

responden. Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan untuk siap dianalisis, lalu hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Program statistik yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data penelitian ini berupa SPSS 17.0. Uji hipotesis yang digunakan adalah analisis chi square (x2) yang merupakan analisis bivariat untuk menghubungkan atau membandingkan satu variabel independen dengan variable dependen yang mempunyai skala pengukuran nominal atau ordinal (Wahyuni, 2008).


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Glugur Darat II yang merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Timur. Kelurahan yang dipimpin oleh Bapak Muda Harahap, S.H. ini memiliki luas 76 Ha dan terbagi menjadi 12 lingkungan. Penelitian mencangkup beberapa lingkungan yang ada di Kelurahan Glugur Darat II. Adapun batas-batas letak kelurahan ini secara geografis adalah sebagai berikut:

 Utara : Kelurahan Glugur Darat I – Kecamatan Medan Timur  Selatan : Kelurahan Kampung Durian – Kecamatan Medan Timur  Timur : Kelurahan Tegal Rejo – Kecamatan Medan Perjuangan  Barat : Kelurahan Glugur Kota – Kecamatan Medan Barat

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden penelitian

Karakteristik Responden (N=200)

Frekuensi Persentase

Usia 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 31 11 21 24 13 28 10 22 13 15 12 15,5 5,5 10,5 12,0 6,5 14,0 5,0 11,0 6,5 7,5 6,0 Klasifikasi Berat Badan

- Kurang (<18,5 kg/m2) - Normal (18,5-22,9 kg/m2) - Lebih (23-24,9 kg/m2)

8 86 20 4 43 10


(50)

- Obesitas I (25-29,9 kg/m2) - Obesitas II (≥30 kg/m2)

60 26

30 13 Penggolongan Keluhan Menopause

- Keluhan Ringan - Keluhan Berat

164 36

82 18

Karakteristik responden penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1. Total responden sebanyak 200 orang wanita yang berusia 45 sampai 55 tahun. Rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 49,45 tahun. Dari pengklasifikasian berat badan, jumlah responden yang memiliki berat badan kurang (<18,5 kg/m2) ada sebanyak 8 orang (4%), berat badan normal (18,5-22,9 kg/m2) sebanyak 86 orang (43%), berat badan lebih (23-24,9 kg/m2) sebanyak 20 orang (10%), obesitas I (25-29,9 kg/m2) sebanyak 60 orang (30%), dan obesitas II (≥30 kg/m2) sebanyak 26 orang (13%). Berdasarkan keluhan menopause, jumlah responden yang mengalami keluhan ringan lebih banyak yaitu 164 orang (82%) dibandingkan keluhan berat yang hanya dialami 36 orang (18%).

5.1.3. Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.2. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala badan terasa panas (pertanyaan no.1)

Tipe Berat Badan Badan terasa panas

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

36 49 9 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

52 37 17 106

Total 88 86 26 200

x2 = 6,348 df = 2 p = 0,042

Untuk frekuensi badan terasa panas, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak mengalami gejala ringan (49 orang), diikuti tidak ada gejala (36 orang), dan paling sedikit yang mengalami gejala


(51)

berat (9 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas paling banyak tidak bergejala (52 orang), lalu diikuti gejala ringan (37 orang), dan paling jarang gejala berat (17 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,042. Nilai p yang lebih kecil dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan gejala badan terasa panas pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.3. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala rasa tidak nyaman pada jantung (pertanyaan no.2)

Tipe Berat Badan Rasa tidak nyaman pada jantung

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

53 34 7 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

74 22 10 106

Total 127 56 17 200

x2 = 5,874 df = 2 p = 0,053

Untuk frekuensi rasa tidak nyaman pada jantung, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (53 orang), diikuti gejala ringan (34 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (7 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (74 orang), lalu diikuti gejala ringan (22 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (10 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,053. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala rasa tidak nyaman pada jantung pada responden yang memiliki berat badan


(52)

normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.4. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala masalah tidur (pertanyaan no.3)

Tipe Berat Badan Masalah tidur

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

58 19 17 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

61 25 20 106

Total 119 44 37 200

x2 = 0,419 df = 2 p = 0,811

Untuk frekuensi masalah tidur, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (58 orang), diikuti gejala ringan (19 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (17 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (61 orang), lalu diikuti gejala ringan (25 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (20 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,811. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala masalah tidur pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).


(53)

Tabel 5.5. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala perasaan tertekan (pertanyaan no.4)

Tipe Berat Badan Perasaan tertekan

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

46 33 15 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

62 28 16 106

Total 108 61 31 200

x2 = 2,100 df = 2 p = 0,350

Untuk frekuensi perasaan tertekan, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (46 orang), diikuti gejala ringan (33 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (15 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (62 orang), lalu diikuti gejala ringan (28 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (16 orang). Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,350. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala perasaan tertekan pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.6. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala mudah marah (pertanyaan no.5)

Tipe Berat Badan Mudah marah

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

37 43 14 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

49 35 22 106

Total 86 78 36 200


(54)

Untuk frekuensi mudah marah, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak yang mengalami gejala ringan (43 orang), diikuti yang tidak mengalami gejala (37 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (14 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas paling banyak yang tidak bergejala (49 orang), lalu diikuti gejala ringan (35 orang), dan paling jarang yang bergejala berat (22 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,168. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala mudah marah pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.7. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala rasa resah (pertanyaan no.6)

Tipe Berat Badan Rasa resah

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

60 23 11 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

68 30 8 106

Total 128 53 19 200

x2 = 1,182 df = 2 p = 0,554

Untuk frekuensi rasa resah, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (60 orang), diikuti gejala ringan (23 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (11 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (68 orang), lalu diikuti gejala ringan (30 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (8 orang).


(55)

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,554. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala rasa resah pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.8. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala kelelahan fisik dan mental (pertanyaan no.7)

Tipe Berat Badan Kelelahan fisik dan mental

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

23 56 15 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

48 36 22 106

Total 71 92 37 200

x2 = 13,805 df = 2 p = 0,001

Untuk frekuensi kelelahan fisik dan mental, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak mengalami gejala ringan (56 orang), diikuti tidak bergejala (23 orang), dan paling sedikit yang mengalami gejala berat (15 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas paling banyak yang tidak bergejala (48 orang), lalu diikuti gejala ringan (36 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (22 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,001. Nilai p yang lebih kecil dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan gejala kelelahan fisik dan mental pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).


(56)

Tabel 5.9. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala masalah-masalah seksual (pertanyaan no.8)

Tipe Berat Badan Masalah seksual

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

49 35 10 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

51 36 19 106

Total 100 71 29 200

x2 = 2,135 df = 2 p = 0,344

Untuk frekuensi masalah seksual, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (49 orang), diikuti gejala ringan (35 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (10 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (51 orang), lalu diikuti gejala ringan (36 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (19 orang). Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,344. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala masalah seksual pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.10. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala masalah-masalah pada kandung dan saluran kemih (pertanyaan no.9) Tipe Berat Badan Masalah pada kandung/ saluran kemih

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

81 7 6 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

87 12 7 106

Total 168 19 13 200


(57)

Untuk frekuensi masalah pada kandung dan saluran kemih, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (81 orang), diikuti hampir jarang gejala ringan (7 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (6 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (87 orang), lalu diikuti gejala ringan (12 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (7 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,641. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala masalah pada kandung dan saluran kemih pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.11. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala kekeringan pada vagina (pertanyaan no.10)

Tipe Berat Badan Kekeringan pada vagina

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

75 11 8 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

80 18 8 106

Total 155 29 16 200

x2 = 1,135 df = 2 p = 0,567

Untuk frekuensi kekeringan pada vagina, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak tidak mengalami gejala (75 orang), diikuti gejala ringan (11 orang), dan paling jarang yang mengalami gejala berat (8 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas juga paling banyak yang tidak bergejala (80 orang), lalu diikuti gejala ringan (18 orang), dan paling jarang juga yang bergejala berat (8 orang).


(58)

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,567. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala kekeringan pada vagina pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

Tabel 5.12. Pengelompokan tipe berat badan dengan gejala rasa tidak nyaman pada persendian dan otot (pertanyaan no.11)

Tipe Berat Badan Rasa tidak nyaman di sendi dan otot

Total Tidak ada Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

16 56 22 94

Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

23 53 30 106

Total 39 109 52 200

x2 = 1,856 df = 2 p = 0,395

Untuk frekuensi rasa tidak nyaman pada persendian dan otot, responden dengan tipe berat badan normal-kurang paling banyak mengalami gejala ringan (56 orang), diikuti gejala berat (22 orang), dan paling jarang yang tanpa gejala (16 orang). Sedangkan responden dengan tipe berat badan lebih-obesitas paling banyak juga yang mengalami gejala ringan (53 orang), lalu diikuti gejala berat (30 orang), dan paling jarang juga yang tanpa gejala ini (23 orang).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,395. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan gejala rasa tidak nyaman pada persendian dan otot pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).


(59)

Tabel 5.13. Pengelompokan tipe berat badan dengan tingkat keluhan menopause

Tipe Berat Badan Tingkat Keluhan Menopause

Total

Ringan Berat

Normal-Kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2)

81 [40,5%] 13 [6,5%] 94 [47%] Lebih-Obesitas (IMT≥ 23 kg/m2)

83 [41,5%] 23 [11,5%] 106 [53%]

Total 164

[82%]

36 [18%]

200 [100%]

x2 = 2,090 df = 1 p = 0,148

Dari data tersebut, responden dengan berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) lebih banyak yang mengalami keluhan ringan yaitu 81 orang (40,5%) dibandingkan keluhan berat yang dialami 13 orang (6,5%). Demikian pula responden dengan berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) lebih banyak yang mengalami keluhan ringan yaitu 83 orang (41,5%) dibandingkan keluhan berat yang dialami 23 orang (11,5%).

Dari hasil uji chi square didapat nilai p value (nilai signifikansi) adalah 0,148. Nilai p yang lebih besar dari nilai α (α = 0,05) menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan keluhan menopause pada responden yang memiliki berat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang memiliki berat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2).

5.2. Pembahasan

Keluhan badan terasa panas yang menunjukkan perbedaan antara responden yang berberat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang berberat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2) dapat sesuai dengan


(60)

hipotesis yang menyatakan bahwa peningkatan adipositas berhubungan dengan penurunan gejala vasomotor (Curran, 2009). Hal ini dapat dilihat dari data hasil penelitian yang menunjukkan wanita berberat badan lebih-obesitas lebih banyak yang tidak mengalami gejala vasomotor ini. Ini tidak sesuai dengan model termoregulator yang menyatakan bahwa adipositas tinggi merupakan suatu insulator poten yang akan menghambat kehilangan panas dan meningkatkan gejala vasomotor (Thurston, 2007). Dalam hal ini faktor estrogen lebih berperan terhadap terjadinya gejala vasomotor ini, akan tetapi perlu dipertimbangkan suhu lingkungan yang mempengaruhi.

Keluhan rasa tidak nyaman pada jantung yang tidak menunjukkan perbedaan antara responden yang berberat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m2) dengan yang berberat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m2) tidak sesuai dengan teori kadar estrogen. Perasaan tidak nyaman pada jantung seperti jantung berdebar dapat disebabkan oleh peningkatan pengeluaran hormon adrenalin dan neurotensin akibat penurunan estrogen pada menopause (Baziad, 2003). Akan tetapi, data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang berberat badan normal-kurang maupun lebih-obesitas lebih banyak yang merasa tidak mengalami gejala tersebut. Keluhan ini dapat bersifat subjektif pada tiap individu.

Keluhan masalah tidur yang tidak menunjukkan perbedaan antara responden yang berberat badan normal atau kurang (IMT≤ 22,9 kg/m 2) dengan yang berberat badan lebih atau obesitas (IMT≥ 23 kg/m 2) tidak sesuai dengan teori kadar estrogen. Telah diketahui bahwa reseptor estrogen ditemukan di otak yang mengatur tidur sehingga estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur (Baziad, 2003). Akan tetapi, data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang berberat badan normal-kurang maupun lebih-obesitas lebih banyak yang merasa tidak mengalami masalah tidur. Menurut pendapat peneliti, hal ini juga bersifat subjektif pada tiap individu dan dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti yang dikeluhkan responden, yaitu kebiasaan tidur yang berbeda-beda, banyak masalah yang menyebabkan stres, atau tuntutan aktivitas.


(1)

tipe berat badan * pertanyaan no.10

Crosstab

pertanyaan no.10

Total tidak ada ringan berat

tipe berat badan normal-kurang Count 75 11 8 94

Expected Count 72.9 13.6 7.5 94.0

% within pertanyaan no.10 48.4% 37.9% 50.0% 47.0%

lebih-obesitas Count 80 18 8 106

Expected Count 82.2 15.4 8.5 106.0

% within pertanyaan no.10 51.6% 62.1% 50.0% 53.0%

Total Count 155 29 16 200

Expected Count 155.0 29.0 16.0 200.0 % within pertanyaan no.10 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.135a 2 .567

Likelihood Ratio 1.147 2 .563

Linear-by-Linear Association .150 1 .699

N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.52.

tipe berat badan * pertanyaan no.11

Crosstab

pertanyaan no.11

Total tidak ada ringan berat

tipe berat badan normal-kurang Count 16 56 22 94

Expected Count 18.3 51.2 24.4 94.0

% within pertanyaan no.11 41.0% 51.4% 42.3% 47.0%

lebih-obesitas Count 23 53 30 106

Expected Count 20.7 57.8 27.6 106.0

% within pertanyaan no.11 59.0% 48.6% 57.7% 53.0%

Total Count 39 109 52 200

Expected Count 39.0 109.0 52.0 200.0 % within pertanyaan no.11 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.856a 2 .395

Likelihood Ratio 1.861 2 .394

Linear-by-Linear Association .001 1 .982

N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.

tipe berat badan * keluhan menopause

Crosstab

keluhan menopause

Total ringan berat

tipe berat badan normal-kurang Count 81 13 94

Expected Count 77.1 16.9 94.0

% within keluhan menopause 49.4% 36.1% 47.0%

lebih-obesitas Count 83 23 106

Expected Count 86.9 19.1 106.0

% within keluhan menopause 50.6% 63.9% 53.0%

Total Count 164 36 200

Expected Count 164.0 36.0 200.0

% within keluhan menopause 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.090a 1 .148

Continuity Correctionb 1.591 1 .207

Likelihood Ratio 2.119 1 .146

Fisher's Exact Test .197 .103

Linear-by-Linear Association 2.079 1 .149

N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.92. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Higiene Pengguna Air Sungai Deli Dengan Keluhan Kesehatan Kulit dan Gambaran Tindakan Pencemaran Sungai di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan Tahun 2013

0 39 86

Tingkat Keluhan Berdasarkan Menopause Rating Scale pada Wanita Menopause Kelompok Pengajian di Kelurahan Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015

16 77 66

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT KRIMINALITAS DI KELURAHAN GLUGUR DARAT II KECAMATAN MEDAN TIMUR.

0 2 23

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA WANITA USIA 45 – 60 TAHUN YANG BELUM MENOPAUSE DAN YANG SUDAH MENOPAUSE Perbedaan Tingkat Depresi Pada Wanita Usia 45 – 60 Tahun Yang Belum Menopause Dan Yang Sudah Menopause Di Kartasura.

0 4 13

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA WANITA USIA 45 – 60 TAHUN YANG BELUM MENOPAUSE DAN YANG SUDAH MENOPAUSE Perbedaan Tingkat Depresi Pada Wanita Usia 45 – 60 Tahun Yang Belum Menopause Dan Yang Sudah Menopause Di Kartasura.

0 3 12

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 1 17

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 8

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 24

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 4