Pengaruh Lama Penahanan Suhu ( Holding Time Temperature ) Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Baja Karbon Menengah NS 1045 Dengan Menggunakan Media Pendingin NaCl

(1)

PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU (HOLDING TIME TEMPERATURE) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS 1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl

SKRIPSI

EFDIANUS SINURAT 050801050

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU (HOLDING TIME TEMPERATURE) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS 1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

EFDIANUS SINURAT 050801050

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU

(HOLDING TIME TEMPERATURE)

TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN

KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS

1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl

Kategori : SKRIPSI

Nama : EFDIANUS SINURAT

NIM : 050801050

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dilaksanakan di :

Medan, September 2012

Diketahui/disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua Pembimbing

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Perdinan Sinuhaji, MS NIP : 195510301980031003 NIP : 1959033101987031002


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU (HOLDING TIME TEMPERATURE) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS 1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2012

EFDIANUS SINURAT 050801050


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat kasih karunianya dan berkat penyertaan Tuhan yang selalu senantiasa menjaga dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.Sungguh Tuhan maha kasih,Maha baik dan Maha murah hati.Terimakasih buat kasih-Mu yang selalu menyertai aku dalam setiap langkahku dalam sepanjang kehidupanku.

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) pada jurusan fisika bidang Material, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tugas akhir ini,penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun material. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Perdinan Sinuhaji,Ms selaku Dosen pembimbing yang telah banyak memberikan banyak bimbingan dan masukan dan juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam tugas akhir ini.

2. Juga untuk Bapak Ir.Sabar Situmorang dan buk Fitri dan juga semua asisten Laboratorium Material Test PTKI yang telah memberi saya masukan-masukan dan berbagai bimbingan yang diberikan kepada penulis selama penelitian.

3. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika FMIPA USU.

4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

5. Bapak/ibu seluruh staf pengajar di jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah membimbing saya mulai dari semester awal semasa perkuliahan sampai pada selesainya Tugas Akhir ini dan seluruh jajaran staf dan pegawai penulis ucapkan terima kasih.

6. Yang terutama dan yang terpenting saya ucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua saya S.Sinurat dan R.Sihotang yang senantiasa membimbing, mendukung dan selalu memberikan penulis motivasi-motivasi yang sangat berguna kepada saya dan segala perhatian baik berupa moril maupun materi dan juga yang tidak henti-hentinya mendoakan saya.

7. Juga untuk kedua abangku Kismer Sinurat, Polmer Sinurat dan kakakku Kandida Ramsi Sinurat dan keluarga dari laeku J. Sitanggang/L. boru Sinurat yang selalu sabar mendukung dan mendoakan saya.

8. Terima kasih juga kepada teman sehidup semati saya Sadrah Tampubolon, Jonathan Hutahaean, Espol Siburian, Zona Benhard H, Alvino Siahaan, Setia Tampubolon, Eko Hartado, Candro Sinaga dan seluruh teman-teman satu stambuk saya FIKOLI yang telah membantu saya dan mendukung saya mulai masuk Fisika USU hingga penyelesaian Tugas Akhir ini.


(6)

9. Tidak lupa saya ucapkan pada Jupento Sinaga.S.Si, Marianto Purba, Fitri, Martin Pipin, Abang/kakak senior maupun alumni Fisika USU dan adik Stambuk Fisika USU terimakasih atas dukungan dan doanya. Semoga Tuhan Memberkati kita semua.

Menyadari akan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis dan juga keterbatasan waktu, saya merasa bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan tugas akhir ini.

Medan, Juli 2012


(7)

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU (HOLDING TIME TEMPERATURE) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS 1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama penahanan suhu terhadap kekuatan tarik dan kekerasan baja karbon NS 1045 dengan hardening temperature 830°C dengan menggunakan media pendingin NaCl 30%.

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan pengujian adalah bahwa nilai kuat tarik dan kekerasan berubah sejalan dengan perubahan lama penahanan suhu.Untuk sampel original nilai rata-rata kekuatan tarik 710,4 MPa dan nilai rata-rata kekerasannya 22,9 HRc. Pada lama penahanan suhu 10 menit sampai 40 menit nilai rata-rata kuat tarik meningkat berbanding lurus dengan penambahan waktu penahanan suhu yaitu 1154,7; 1285,03; 1324,9; 1354,7 MPa dan menurun pada saat penahanan waktu 50 menit yaitu 884,87 MPa. Sedangkan nilai rata-rata kekerasannya pada waktu penahanan suhu 10 sampai 20 menit bertambah berbanding lurus dengan penambahan lama penahanan suhu yaitu 51,8; 60,7 HRc. Namun mengalami penurunan pada lama penahanan suhu 30 sampai 50 menit yaitu 60,6; 57,2; 54,9 HRc. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kuat tarik maksimum baja karbon NS-1045 terjadi pada waktu penahanan suhu 40 menit yakni 1354,7 MPa dan dan kekerasan maksimumnya terjadi pada lama penahanan suhu 20 menit yaitu 60,7 HRc.


(8)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF HOLDING TIME TEMPERATURE TO THE TENSILE STRENGTH AND HARDNESS OF MEDIUM CARBON STEEL NS 1045

USING NaCl COOLING MEDIA.

Has done research on the effect of detention time and temperature on tensile strength of carbon steel hardness NS 1045 with hardening temperature 830°C using cooling media NaCl 30%.

The results obtained after testing is that the tensile strength and hardness values change with changes in holding time temperature. For original sample average value of tensile strength of 710.4 MPa and the average value of hardness is 22.9 HRc. At holding time temperature of 10 minutes to 40 minutes average value of tensile strength increases directly proportional to the increase the holding time temperature. The value is 1154.7; 1285.03; 1324.9; 1354.7 MPa and decreased at the time of the holding time temperature of 50 minutes is 884 , 87 MPa. While the average value of hardness at a holding time temperature increased from 10 to 20 minutes additional time is directly proportional to the holding time temperature is 51.8: 60.7 HRc. But decreased at a holding time temperature of 30 to 50 minutes is 60.6: 57.2: 54.9 HRc. From the research results can be seen that the maximum tensile strength of carbon steel NS-1045 occurred at holding time temperature of 40-minute is 1285.03 MPa and the hardness maximum at holding time temperature of 20-minute is 60.7 HRc.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Rumusan Masalah ... 2

1. 3 Batasan Masalah ... 3

1. 4 Tujuan Penelitian ... 3

1. 5 Manfaat Penelitian ... 3

1. 6 Sistematika Penulisan ... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Baja ………. 5

2.1.1 Baja karbon ………. 6

2.1.2 Baja paduan ……….. 7

2.1.3 Unsur CampuranPada Baja ………. 8

2.2 PerlakuanPanas (Heat Treatment) ………. 9

2.3 Lama WaktuPemanasan (Holding Time Temperature) ………… 12

2.4. Pengerasan (Hardening) ……….. 13

2.4.1 Pengerasan baja ………. 15

2.5 Pendinginan Secara Cepat (Quenching) ……… 17 2.6. Sifat Mekanik Logam ……….. 20

2.6.1. Kekerasan (Hardness) ………. 20

2.6.1.1. MetodeRockwell ……… 21

2.6.2. Kekuatan tarik ……….. 22

2.6.2.1. Prinsip PengujianTarik ………... 23

2.6.2.2. KekuatanTarikMaksimum (Ultimate Tensile Strenght) .. 23

2.6.2.3. Regangan ……… 24

2.6.2.4. Modulus Elastisitas ……….. 24

2.7. PengaruhSuhuTerhadap Benda ……… 24

Bab 3 MetodePenelitian 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 26

3.2 Alat dan Bahan Penitian ……… 26


(10)

3.2.2 Bahan …………... 26

3.3 Diagram Alir Penelitian ……… 27

3.4 Prosedur Penelitian ………. 28

3.4.1 Pembuatan Sampel ………. … 29

3.4.2 Pengujian Sampel ……… 29

3.4.2.1. Uji Kekuatan Tarik ………. 29

3.4.2.1. Uji kekerasan ………. 30

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian ……… 32

4.1.1 Kekerasan (Hardness) ……….. 32

4.1.2 Kekuatan Tarik ………. 34

4.2 Pembahasan ………. 36

4.2.1 Kekerasan(Hardness) ………. 36

4.2.1 Pengujian Kekuatan Tarik ………. 37

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

Daftar Pustaka ... 39


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pengkristalan kembali pada beberapa logam ……… 10 Tabel 2.2 Sifat-sifat dari Natrium Clorida(NaCl) ……… 19 Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kekerasan ……….. 33 Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian danPerhitunganUntukKekuatan Tarik.. 34


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Keseimbangan ………. 14

Gambar 2.2 Hubungan Antara Kandungan Karbon dengan Kekerasan baja.. 16

Gambar 2.3 Hubungan Antara Kandungan Karbon dengan Suhu …………. 16

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ……….. 27

Gambar 3.2 Sampel Bahan Uji Tarik JIS 2201 -8A………... 29

Gambar 3.3 l Alat Uji Tarik ……….. 29

Gambar 3.4 Sampel Bahan Uji Kekerasan ……… 30

Gambar 3.5 Alat Uji Kekerasan ………. 31

Gambar 4.1 Hubungan Antara Holding Time Temperature dengan Kekerasan bajakarbon menengah NS 1045 ……… 33

Gambar 4.2 Hubungan Antara Holding Time Temperature dengan Kuat Tarik baja karbon menengah NS 1045 ……… 35


(13)

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENAHANAN SUHU (HOLDING TIME TEMPERATURE) TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN BAJA KARBON MENENGAH NS 1045 DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PENDINGIN NaCl

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama penahanan suhu terhadap kekuatan tarik dan kekerasan baja karbon NS 1045 dengan hardening temperature 830°C dengan menggunakan media pendingin NaCl 30%.

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan pengujian adalah bahwa nilai kuat tarik dan kekerasan berubah sejalan dengan perubahan lama penahanan suhu.Untuk sampel original nilai rata-rata kekuatan tarik 710,4 MPa dan nilai rata-rata kekerasannya 22,9 HRc. Pada lama penahanan suhu 10 menit sampai 40 menit nilai rata-rata kuat tarik meningkat berbanding lurus dengan penambahan waktu penahanan suhu yaitu 1154,7; 1285,03; 1324,9; 1354,7 MPa dan menurun pada saat penahanan waktu 50 menit yaitu 884,87 MPa. Sedangkan nilai rata-rata kekerasannya pada waktu penahanan suhu 10 sampai 20 menit bertambah berbanding lurus dengan penambahan lama penahanan suhu yaitu 51,8; 60,7 HRc. Namun mengalami penurunan pada lama penahanan suhu 30 sampai 50 menit yaitu 60,6; 57,2; 54,9 HRc. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kuat tarik maksimum baja karbon NS-1045 terjadi pada waktu penahanan suhu 40 menit yakni 1354,7 MPa dan dan kekerasan maksimumnya terjadi pada lama penahanan suhu 20 menit yaitu 60,7 HRc.


(14)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF HOLDING TIME TEMPERATURE TO THE TENSILE STRENGTH AND HARDNESS OF MEDIUM CARBON STEEL NS 1045

USING NaCl COOLING MEDIA.

Has done research on the effect of detention time and temperature on tensile strength of carbon steel hardness NS 1045 with hardening temperature 830°C using cooling media NaCl 30%.

The results obtained after testing is that the tensile strength and hardness values change with changes in holding time temperature. For original sample average value of tensile strength of 710.4 MPa and the average value of hardness is 22.9 HRc. At holding time temperature of 10 minutes to 40 minutes average value of tensile strength increases directly proportional to the increase the holding time temperature. The value is 1154.7; 1285.03; 1324.9; 1354.7 MPa and decreased at the time of the holding time temperature of 50 minutes is 884 , 87 MPa. While the average value of hardness at a holding time temperature increased from 10 to 20 minutes additional time is directly proportional to the holding time temperature is 51.8: 60.7 HRc. But decreased at a holding time temperature of 30 to 50 minutes is 60.6: 57.2: 54.9 HRc. From the research results can be seen that the maximum tensile strength of carbon steel NS-1045 occurred at holding time temperature of 40-minute is 1285.03 MPa and the hardness maximum at holding time temperature of 20-minute is 60.7 HRc.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat – alat dan sarana kehidupan semakin meningkat. Mulai dari peralatan yang paling sederhana sampai pada peralatan yang paling rumit, misalnya perabot rumah tangga, jembatan, bangunan, kendaraan, dan konstruksi pesawat terbang (Amanto, 1999).

Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan teknologi untuk menghasilkan logam dengan kualitas yang lebih baik, terutama baja. Hal ini dikarenakan baja merupakan salah satu elemen terpenting dalam konstruksi dan industri. Tingginya permintaan konsumen akan baja yang berkualitas tinggi mendorong pabrik harus memproduksi baja yang sesuai dengan permintaan konsumen. Kekuatan tarik dan kekerasan baja merupakan kualitas yang mutlak yang tidak bisa diabaikan.

Baja adalah logam campuran yang terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C). Jadi baja berbeda dengan besi (Fe), alumunium (Al), seng (Zn), tembagga (Cu), dan titanium (Ti) yang merupakan logam murni. Secara sederhana, fungsi karbon adalah meningkatkan kualitas baja, yaitu daya tariknya (tensile strength) dan tingkat kekerasannya (hardness). Selain karbon, sering juga ditambahkan unsur chrom (Cr), nikel (Ni), vanadium (V), molybdaen (Mo) untuk mendapatkan sifat lain sesuai aplikasi dilapangan seperti antikorosi, tahan panas, dan tahan temperatur tinggi. Baja juga dapat diartikan sebagai campuran besi, dimana unsur logam menjadi dasar campurannya. Selain itu baja juga mengandung unsur campuran lain, seperti sulfur (S), posfat (P), silikon (Si) dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi (Amanto, 1991).


(16)

Kekuatan tarik dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk menahan deformasi. Deformasi yang akan terjadi jika suatu bahan diberikan uji tarik biasanya perubahan ukuran dan bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan pada benda tersebut. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan secara plastis. Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang segera hilang kembali apabila beban ditiadakan. Deformasi plastis adalah suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun benda yang menyebabkan deformasi ditiadakan

Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi atau kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan indentasi dan penetrasi. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan tarik atau luluh logam karena selama penjejakan, logam mengalami deformasi plastis sehingga terjadi regangan dengan penerasi tertentu. Kekerasan juga berhubungan dengan ketahanan aus dari logam (Smallman, 1991).

Dari penelitian sebelumnya (Dalil dkk, 1999), diperoleh kekerasan baja amutit yang dilakukan dengan lama waktu penahanan suhu untuk menahan suhu supaya pemanasan homogen sehingga kekerasan maksimum dapat diperoleh. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada lama waktu penanahan suhu 10 menit kekerasan naik menjadi 60,08 HRc dari 34,24 HRc sebelum dilakukan proses perlakuan panas kemudian naik menjadi 62,693 HRc pada lama waktu penahanan suhu 20 menit dan meningkat mencapai maksimum pada lama waktu penahanan suhu 40 menit yaitu 65,146 HRc. Sehingga dapat diketahui bahwa tingkat kekerasan logam baja amutit dipengaruhi oleh lama waktu penahanan suhu di samping temperature pemanasan dan laju pendinginan.

Setelah memperhatikan perkembangan dari jurnal yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengamati hal – hal yang terjadi karena perlakuan panas dengan sistem lama waktu penahanan suhu pada baja NS-1045 dilihat dari tingkat kekerasan dan kekuatan tarik karena perlakuan panas tersebut.


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pengerjaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh lama waktu penahanan suhu terhadap kekuatan

tarik dan kekerasan baja karbon menengah NS-1045.

2. Bagaimana pengaruh perlakuan quenching terhadap kekuatan tarik dan kekerasan baja karbon NS 1045

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari kesalahpahaman dan menimbulkan masalah baru yang menyimpang dari tujuan, maka diberikan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Proses perlakuan panas dilakukan dengan lama waktu penahanan dengan waktu yang bervariasi 10, 20, 30, 40 dan 50 menit.

2. Pengujian sampel yang dilakukan adalah uji kekuatan tarik dan uji kekerasan baja NS-1045 (tidak termasuk struktur mikro).

3. Media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl dengan konsentrasi NaCl 30% sebanyak 3 Liter.

4. Baja karbon yang diuji dalam penelitian ini adalah baja karbon menengah NS 1045.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lama penahanan suhu terhadap kekuatan tarik dan kekerasan baja karbon menengah NS-1045.


(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan acuan bagi berbagai pihak seperti merancang suatu alat atau komponen dengan kekerasan dan waktu tertentu sesuai dengan penggunaannya.

2. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan untuk menghasilkan baja dengan kualitas tinggi yang mempunyai kekuatan tarik dan kekerasan yang baik.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang waktu dan tempat penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan pembahasan data yang diperoleh dari hasil penelitian.


(19)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Baja adalah istilah umum yang mempunyai referensi yang luas, termasuk baja-baja ‘lunak’, beberapa di antaranya sangat keras dan yang lain sangat kuat, sedangkan yang lain spesial untuk pembuatan perkakas pemotong; yang lain adalah pegas dan baja-baja dengan kekuatan tarik yang tinggi, baja-baja otomat yang mudah dikerjakan dengan mesin, berbagai jenis baja tahan karat deep-drawing steels untuk pengerjaan kempa (misalnya karoseri mobil) dan sejumlah besar baja khusus, yang semuanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan teknologi modern yang kesemuanya ini mulai dari besi kasar.

Walaupun baja dapat didefinisikan sebagai campuran karbon dan besi, tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu jenis baja pun yang hanya terdiri dari dua elemen ini. Karena proses pembuatan dan sifat-sifat alamiah dari bahan-bahan mentah yang digunakan, semua baja mengandung bahan lain yang tidak murni dalam jumlah kecil yang bervariasi, seperti posfor, belerang, mangan, dan silikon, bercampur dengan elemen-elemen sisa lainnya. Kotoran-kotoran ini tidak mungkin dapat dihilangkan seluruhnya dari logam.

Menurut Suharto, 1991 “Pada 723ºC baja mulai menunjukkan perubahan struktur dan pada 1550ºC baja melebur”.

Menurut Van Vlack, 1991 “mengingat pentingnya peran karbon dalam baja, dalam berbagai cara identifikasi baja dicantumkan kadar karbonnya”. Digunakan penomoran empat digit, dua digit terakhir menyatakan kadar karbon dalam


(21)

perseratusan persen. Dua digit pertama menunjukkan jenis elemen paduan yang ditambahkan pada besi dan karbon.

Kandungan karbon dalam baja sekitar 0,1-1,7% sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Persentase dari unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi sifat dasar dari logam baja yang dihasilkan.

Produk baja sangat banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri. Hal ini meliputi 95% dari seluruh produksi logam baja. Untuk penggunaan tertentu baja merupakan satu-satunya logam yang memenuhi persyaratan teknis maupun ekonomi. Sebelum baja digunakan perlu diketahui komposi dari unsur-unsur baja tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Amanto, 1999).

2.1.1 Baja Karbon

Menurut komposisi kimianya baja dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon masih mengandung sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas-batas tertentu yang tidak banyak berpengaruh pada sifat dasar baja. Unsur-unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari proses pembuatan besi/baja seperti mangan dan silikon dan beberapa unsur pengotoran, seperti belerang, posfor, oksigen, nitrogen dan lain-lain yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil.

Baja dengan kadar mangan kurang dari 0,8%, silikon kurang dari 0,5 dan unsur lain yang sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja ditambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer/ mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat.

Baja karbon dapat digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut. Penggolongan yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(22)

a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Stell)

Baja ini disebut baja ringan (mild stell) atau baja perkakas, baja karbon rendah bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendah berkisar 0,05-0,30%. Baja ini mempunyai sifat seperti lunak, mudah dibentuk, dilas, dan dikerjakan dengan mesin sehingga dapat dijadikan mur, baut, batang tarik dan perkakas silinder (Alexander, 1991).

b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Stell)

Baja karbon menengah mengandung karbon 0,3 – 0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon menengah digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, batang torak, rantai, pegas dan lain-lain.

c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6 – 1,5% dibuat dengan cara mengerindra permukaannya, misalnya bor dan batang dasar. Ini digunakan untuk peralatan mesin-mesin barat, batang pengontrol dan lain-lain (Alexander 1991).

2.1.2 Baja Paduan

Pada umumnya baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan unsur khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran.

Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibden akan menghasilkan baja yang tahan terhadap panas.


(23)

Baja paduan digunakan karena adanya keterbatasan baja karbon saat dibutuhkan sifat-sifat yang spesial dari pada logam khususnya baja. Keterbatasan dari baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifat spesial yang diperoleh dari pencampuran meliputi sifat kelistrikan, magnetis dan koefisien spesifik dan pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto, 1999).

2.1.3 Unsur Campuran Pada Baja

1. Unsur Campuran Dasar (Karbon)

Unsur karbon adalah unsur campuran yang paling penting dalam pembentukan baja. Jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan utama penambahan unsur lain ke dalam baja adalah untuk mengubah pengaruh dari karbon. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secaa perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut :

a) Larut dalam besi untuk membentuk larutan pada ferit yang mengandung karbon di atas 0,006 pada temperatur sekitar 725 ºC. Ferit bersifat lunak, tidak kuat dan kenyal.

b) Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sebagai sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.

2. Unsur Campuran Lain

Di samping campuran kimia dan besi, juga terdapat unsur-unsur campuran lainnya yang jumlah persentasenya dikontrol. Unsur-unsur tersebut adalah posfor, sulfur, mangan dan silikon. Pengaruh unsur tersebut pada baja adalah sebagai berikut :

a) Unsur posfor

Unsur posfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair yang rendah tetap menghasilkan sifat yang keras dan rapuh. Baja mengandung unsur fosfor sekitar 0,05%.


(24)

Unsur sulfur membahayakan sulfida yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Kandungan sulfur harus dijaga agar serendah-rendahnya sekitar 0,05%. c) Unsur Silikon

Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini menghasilkan lapisan grafit yang menyebabkan baja tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 – 0,3%.

d) Unsur Mangan

Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan menghasilkan mangan sulfida dan diikuti pembentukan besi sulfida. Baja mengandung mangan lebih dari 1%.

2.2 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Untuk memperbaiki sifat-sifat mekanis logam, perlu adanya suatu perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah perlakuan panas (Heat Treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Baja dapat dikeraskan seingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat dan dapat juga dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut.

Perlakuan panas (heat treatment) pada baja mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mendapatkan sifat-sifat tertentu yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu dan dipertahankan pada waktu tertentu serta didinginkan pada media tertentu pula. Perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan kuat tarik, kekerasan, keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), dan menghaluskan ukuran butir Kristal. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir.

Untuk meningkatkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui.Hal ini dikarenakan perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (Amstead, 1999).


(25)

Perlakuan panas pada baja dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemanasan pada temperatur rendah

Pengerjaan ini adalah tidak akan menghasilkan suatu perubahan dalam struktur baja. Yang terjadi hanya perubahan kecil pada sifat mekaniknya. Apabila dalam pengerjaan ini dihasilkan suatu permukaan baja yang keras, maka dapat dihilangkan dengan cara penuangan. Pengerjaan penuangan dapat dilakukan di dalam mesin perkakas.

2. Pemanasan dalam suhu tinggi

Apabila baja dipanaskan terus-menerus yang mengakibatkan suhu pemanasan naik dan mencapai suhu tertentu, maka terjadi pembentukan butiran-butiran baru yang bentuk dan ukurannya kecil dan halus. Pembentukan butiran dapat terjadi walaupun ukuran original sebelumnya besar dan kasar, karena perubahan terjadi sebelum pengerjaan dingin. Proses tersebut dikenal dengan proses pengkristalan kembali. Temperatur pengkristalan kembali untuk beberapa logam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pengkristalan kembali pada beberapa logam Jenis Logam Temperatur (ºC)

Pengkristalan kembali

Titik Cair

Wolfram 1.200 3.410

Molibdeum 900 2.620

Nikel 600 1.458

Besi 450 1.535

Kuningan 400 900 - 1.050

Perunggu 400 900 - 1.050

Tembaga 200 1.083

Perak 200 960

Aluminium 150 660

Magnesium 150 651

Seng 70 419

Timbal 20 327

Timah 20 232

3. Pemanasan secara terus-menerus

Pada pemansan baja yang dilakukan secara terus menerus, terjadi penyerapan unsur lainnya (terutama unsur karbon) oleh butiran-butiran besi yang menghasilkan suatu struktur yang berbentuk kasar. Proses tersebut dikenal


(26)

sebagai peoses pertumbuhan butiran (grain grouth). Jadi, pemanasan pada temperatur tinggi akan menyebabkan terjadi pertumbuhan butiran melalui pengkristalan kembali pada baja yang mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran butiran-butiran. Selain itu, pertumbuhan butiran-butiran akan terjadi terus-meners selama dilakukan pendinginan. Pengkristalan kembali dan perumbuhan butiran yang terjadi terhadap baja akibat pengerejaan panas, berpengaruh pada sifat-sifat mekanik baja.

Proses yang dilakukan dalam perlakuan panas terdiri dari pelunakan

(annealing), penormalan (normalising), pengerasan (hardening) dan

menemper (tempering).

a. Pelunakan (annealing) merupakan proses pemanasan yang diikuti dengan pendinginan perlahan-lahan di dalam tungku.

b. Normalisasi dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan butir yang halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan diikuti dengan pendinginan secara bebas didalam udara luar supaya terjadi perubahan ukuran butiran-butiran.

c. Pengerasan (hardening) merupakan perlakuan panas pada baja dari titik kritis atas kemudian dilakukan pendinginan cepat (quenching). d. Menemper (tempering) merupakan pemansan kedua dimana baja

dipanaskan sampai di bawah titik kritis bawah kemudian dilakukan pendinginan.

2.3 Lama Waktu Pemanasan (Holding Time Temperature)

Lama waktu penahanan suhu dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan pada waktu tertentu untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga unsur


(27)

austenitnya homogen. Atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austeit dan difusi karbon dan unsur paduannya.

Pedoman untuk menetukan lama waktu penahanan suhu dari berbagai jenis baja:

1. Baja Kontruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah

Yang mengandung karbida mudah larut, diperlukan lama waktu penahanan suhu yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudh memadai.

2. Baja Kontruksi dari Baja Paduan Menengah

Dianjurkan menggunakan lama waktu penahanan suhu 15 - 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.

3. Alat Baja Campuran Rendah (Low Alloy Tool Steel)

Memerlukan lama waktu penahanan suhu tetap, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda atau 10 – 30 menit.

4. Baja Campuran Kromium Tinggi (High Alloy Chrome Steel)

Membutuhkan lama waktu penahanan suhu yang paling panjang antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 10 jam.

5. Alat Baja Kerja Panas (Hot Work Toll Steel)

Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 1000ºC. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan burit sangat besar, karena itu lama waktu penahanan suhu harus dibatasi 15 – 30 menit.

6. Baja Kecepatan Tinggi (High Speed Steel)

Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi 1200 – 1300ºC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir lama waktu penahanan suhu diambil hanya beberapa menit saja (Dalil dkk, 1999).


(28)

2.4 Pengerasan (Hardening)

Pengerasan biasanya dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi atau kekuatan yang lebih baik. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan baja sampai ke daerah austenit lalu mendinginkanya dengan cepat, dengan pendinginan yang cepat ini terbentuk martensit yang kuat. Temperatur pemanasanya, lama waktu tahan dan laju pendinginan untuk pengerasan banyak tergantung pada komposisi kimia dari baja. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja. Kekerasan yang terjadi pada benda akan tergantung pada temperatur pemanasan, waktu tahan dan laju pendinginan yang dilakukan pada proses laku panas, disamping juga pada harden ability baja yang dikeraskan.

Pengerasan adalah proses pemanasan baja samapai suhu di atas daerah kritis, disusul dengan pendinginan yang cepat. Bila kadar karbon diketahui, suhu pemanasannya dapat dibaca dan diagram keseimbangan seperti gambar 2.1. Akan tetapi, bila komposisi baja tidak diketahui perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui daerah pemanasannya.

Sumber : Love, 1982


(29)

Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada persentasekadar karbon dalam baja. Kekerasan juga tergantung pada temperatur pemanasan (autenintising

temperature), lama waktu penahanan suhu dan laju pendinginan yang dilakukan serta

seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras bergantung pada herdenability.

Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai struktur austenit, karena hanya austenit yang dapat bertransformasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maka pada saat didinginkan akan diperoleh struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit. Bila struktur lain itu bersifat lunak, misalnya ferit maka tentunya kekerasan yang tercapai juga tidak akan maksimum. Untuk menentukan temperatur pemanasan yang baik untuk proses pengerasan yang dilakukan terhadap suatu baja perlu dilakukan suatu percobaan pemanasan dan quenching pada beberapa temperatur dan dianalisis struktur yang terjadi.

Pada beberapa literatur dan juga pada brosur dari pabrik pembuatan baja dapat diperoleh daerah temperatur pemanasan untuk hardening yang jugaakan saling tergantung pada beberapa faktor lain, antara lain lama waktu penahanan suhu (Dalil dkk, 1999

2.4.1 Pengerasan Baja

Pengerasan yang dilakukan secara langsung adalah baja dipanaskan untuk menghasilkan struktur austenit dan selanjutnya didinginkan. Pembentukan sifat-sifat dalam baja bergantung pada kandungan karbon, temperatur pamanasan, sistem pendinginan serta bentuk dan ketebalan bahan.

1. Pengaruh unsur karbon

Supaya dihasilkan suatu perubahan sifat-sifat baja, maka unsur karbon yang larut dalam padat harus secukupnya setelah dilakukan pendinginan untuk menghasilkan perubahan lapisannya. Jika kandungan karbon kurang dari 0,15%, maka tidak terjadi perubahan sifat-sifat baja setelah didinginkan. Kenaikan kandungan karbon berhubungan dengan kenaikan kekuatan dan kekerasan sebagai hasil dari pendinginan. Tetapi kenaikan tersebut akan mengurangi kekenyalan pada baja seperti Gambar 2.2.


(30)

Supaya terjadi palarutan yang lengkap sebagai hasil dari pendinginan, maka penting adanya pelarutan unsur karbon dalam jumlah yang cukup laruatan padat sebgai hasil dari pemanasan. Baja yang mengandung karbon kurang dari 0,83% dipanaskan di atas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja dengan kandungan karbon lebih dari 0,83% biasanya dipanaskan hanya sedikit di atas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini tidak terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit, seperti Gambar 2.3. Sewaktu kandungan karbon di atas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi austenit karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Austenit akan menghasilkan struktur berbentuk kasar tanpa mengalami penambahan yang cukup besar pada kekerasan dan kekuatannya. Akan tetapi menyebabkan baja menjadi lebih rapuh setelah didinginkan. Lamanya pemanasan tergantung pada ketebalan bahan, tetapi bahan tidak berukurn panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar.

Dari jurnal sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap Struktur Mikro Baja C-Mn pada pengelasan busur terendam dengan variasi masukan panas. Besarnya masukan panas (heat input) sangat tergantung pada kecepatan pengelasan, ternyata hal itu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap luasan yang terpengaruh oleh panas, baik luasan di daerah lasan (fusion zone) maupun pada daerah heat affected zone (HAZ). Jika masukan panas terlalu besar, maka laju pendinginan dari proses pengelasan menjadi lambat, dan akibatnya struktur yang terbentuk didominasi oleh ferit batas butir yang bersifat lunak. (Suharno, 2005).


(31)

Sumber : Amanto, 1999

Gambar 2.2. Hubungan antara kandungan karbon dengan kekerasan baja

Sumber :Amanto, 1999

Gambar 2.3 Hubungan antara kandungan karbon dengan suhu pemanasan

3. Pengaruh pendinginan

Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan pendingin kritis, maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Kecepatan pendingin kritis tergantung pada komposisi kimia baja. Bila kecepatan pendingina sedikit lebih rendah dari kecepatan pendingin kritis, akan terbentuk “toorsit”. Toorsit dan sorbit lebih keras dan kuat daripada baja yang mempunyai struktur yang seimbang. Kecepatan pendinginan bergantung pada pendinginan yang digunakan.


(32)

2.5 Pendinginan Secara Cepat (Quenching)

Pendinginan baja secara mendadak dari 700ºC lebih adalah suatu pengerjaan yang sangat drastis dan quenching sering mengakibatkan keretakan dan pergeseran benda kerja. Karena pendinginan itu mulai dari luar sewaktu pencelupan, penyusutan dan pengerasan dengan cepat terbentuk pada lapisan sekitar teras yang tidak terjadi pendinginan dan penyusutan dalam waktu yang sama. Waktu panas merambat keluar teras tersebut mulai dingin dan ketika melalui titikkritis atas, terjadilah ekspansi (berhubungan dengan perubahan dari besi γ ke besi α). Lapisan keras telah dipengaruhi oleh perubahan ini lalu terjadilah penyusutan, sedangkan pada teras sedang berlangsung sedikit ekspansi. Hal inilah yang menyebabkan keretakan.

Sejumlah media digunakan dalam quenching untuk mendapatkan variasi pendinginan. Larutan soda akustik 5% memberikan pendinginan yang sangat dahsyat ditambah dengan air asin dan air dingin. Air hangat, minyak mineral, minyak binatang dan sayur-sayuran memberikan pendinginan yang lambat.

Satu efek pendinginan yang lambat pada teras terutama untuk benda-benda yang besar adalah bagian dalam baja hampir tidak sekeras bagian luarnya. Oleh karena itu akan terjadi pengendapan karbon dan bagian tengah baja akan mengandung

pearlite. Hal ini tidak merugikan karena teras yang sedikit lebih lunak akan mengubah

keadaan menjadi tidak rapuh dan lebih kuat.

Sebagai media pendinginan yang umum dipakai tergantung dari pembentukan sifat serta sesuai proses pemanasan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Udara

Pendinginan di udara adalah merupakan suatu pendinginan serta perlahan-lahan di ruangan terbuka yang bertujuan untuk menormalkan kembali struktur logam karena adanya efek pengerjaan terhadap bahan baja. Pada pendinginan di udara terjadi pada fasa autenisasi, 50ºC samapai 60ºC di dalam daerah austenit murni. Pendinginan di udara mencegah terjadinya segresi proetekrad


(33)

yang berlebihan da terbentuknya struktur mikro perlit yang halus. Proses ini disebut normalising.

Pendinginan secara perahan-lahan dengan media pendinginnya udara terjadi pada proses annealing pendinginan dilakukan pada furnance (tungku) atau di ruangan yang agak tertutup sehingga jumlah udara yang masuk agak terbatas yang akan mempengaruhi kecepatan pendinginan.

b. Oli, NaCl, NaOH dan air.

Pendinginan dengan oli, NaCl, NaOH dan air merupakan suatu pendinginan dengan kecepatan setelah dilakukan pemansan sampai 50ºC di atas temperatur titik kritis selama beberapa waktu. Proses pendinginan ini biasanya juga disebut dengan quenching (celup langsung). Pendinginan dengan kecepatan akan menghasilkan martesit yang keras dan agak rapuh. Pada proses pendinginan ini akan terbentuk austenit yang lebih padat daripada martensit dan juga lebih padat daripada ferit ditambah dengan karbida, hal ini yang merupakan masalah pada pendinginan secara celup langsung dari austenit ke martensit karena bagian tengah yang lebih lambat pendinginannya bertransformasi dan muai. Setelah permukaannya lebih cepat pendinginannya menjadi martensit yang rapuh jadi retak dapat terjadi pada baja dengan ukuran lembaran atau kawat khususnya bila kadar karbon lebih besar dari 0,5%.

Adapun sifat-sifat dari NaCl dapat kita lihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Sifat-sifat dari Natrium Klorida (NaCl)

No Variabel Nilai

1 Titik lebur 800,80ºC

2 Titik didih 1465,00 ºC

3 Massa jenis 2,16 gr/cm³

4 Kekerasan 2,50

5 Indek bias 1,54

6 Panas spesifikasi 0,85 j./gr ºC 7 Panas pembentukan 517,10 j/gr. ºC 8 Panas pelautan (1 kg,25º C) 3,76 kj/mol

Pendinginan dengan menggunakan larutan air dan garam (NaCl) bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik baja yang diuji tersebut. Dengan persentase yang berbeda akan membuktikan sejauh mana pengaruh yang ditimbulkan dan seberapa besar


(34)

perubahan yang terjadi pada bahan uji. Dari perendaman tersebut akan menghasilkan terak-terak di permukaan logam. Jika terak itu rusak dan tidak mampu memperbaiki diri maka korosi akan terjadi pada permukaan logam.

Bahan yang kita gunakan adalah garam dapur yang dapat dituliskan proses kimianya sebagai berikut:

Na Na+ + e+……… 2.1

Cl + e+ Cl- ………. 2.2

Dari proses kimia di atas maka diperoleh keseluruhannya, dimana garam dicampur dengan air maka akan menghasilkan lauran NaCl :

Na + Cl Na+ + Cl- ……….. 2.3

Oleh karena timbulnya korosi tersebut akibat adanya proses perendaman maka perlu dilakukan pengujian tarik pada bahan tersebut. Pengujian tarik merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan.

Setiap bahan-bahan yang akan dilakukan pengujian tarik telah dipengaruhi oleh adanya korosi misalnya : pencampuran air dan garam yang dapat mengakibatkan sifat mekanik bahan tersebut menjadi berkurang. Oleh karena itu permukaan bahan semakin kecil dan mengalami kerusakan. Untuk mengetahui dan mengatasinya perlu dilakukan pengujian mekanik sampai seberapa besar perubahan yang terjadi pada hasil pengujian dan bagaimana hasil grafik yang akan diperoleh baik itu yang mengalami korosi maupun dan tidak mengalami korosi atau standar (Dewi, 2002).

2.6 Sifat Mekanik Logam

Sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk menahan beban yang diberikan baik bebas statis atau dinamis pada suhu kamar, suhu tinggi maupun di bawah suhu 0ºC. Beban statis adalah beban yang tetap besar dan arahnya setiap saat. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya bisa berubah meurut waktu.


(35)

Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban yang tiba-tiba berubah-ubah. Sifat mekanik logam meliputi : kekuatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, aus dan lain-lain.

2.6.1 Kekerasan (Hardness)

Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis, karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan. Sifat ini banyak berhubungan dengan kekuatan, daya tahan aus dan kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan ada tiga yaitu dengan menggores, menjatuhkan dan dengan melakukan penekanan (uji tekan).

Kekerasan suatu bahan dapat berubah bila dikerjakan dengan pengerjaan dingin (cold worked) seperti pengerolan, penarikan, serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas (Surdia, 1995)

Kererasan baja sangat dipengaruhi oleh kerusakan atau kegagalan material yang disebababkan oleh reaksi material tersebut dengan lingkungan. Baja adalah bahan konstruksi yang paling rawan dalam lingkungan atmosfer, air, air laut, dalam tanah yang tidak atau mengandung bakteri. Kekerasan baja yang dipercepat oleh bakteri dapat terjadi pada dasar tangki timbun BBM, dasar dan dinding bak air laut sebagai media pendingin, dan pada struktur yang dilapisi oleh boifilm. Kekerasan baja dapat diantisipasi glutaraldehid sebagai biosida terhadap SRB (Jalaluddin), 2005.

Kekerasan suatu bahan dapat diketahui dengan pengujian kekerasan memakai mesin uji kekerasan (hardness tester) menggunakan tiga cara atau metode yang telahb banyak dilakukan yaitu metode brinel, rockwell dan vickers.

2.6.1.1 Metode Rockwell

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.


(36)

Pengujian kekerasan Rockwell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang cocok digunakan untuk semua material yang keras dan lunak. Dalam pengujian Rockwell dengan standar JIS Z-2245 pada skala C digunakan kerucut intan sebagai indentor.

Pengujian dengan Rockwell C memakai penetrator speroconical diamond (permata berbentuk kerucut) dengan sudut puncak kerucut permata 120º dengan beban minor 10 kg dan beban mayor 150 kg atau beban awal Fo = 10 kg, beban tambahan F1 = 140 kg, sehingga beban total 10 + 140 = 150 kg.

Kekerasan Rockwell C dapat ditulis dengan rumus:

HRc = ( ) ………. 2.4

dimana :

k = 0,2 untuk kerucut diamond dan 0,2 untuk bola baja h1 = kedalaman penetrasi sesudah pembebasan beban (mm) h = kedalaman penetrasi pada beban primer (mm)

C = nilai bagian skala = 0, 002 mm

Mesin uji kekerasan Rockwell dipakai karena:

a. Digunakan untuk mengukur benda kerja yang dikeraskan (di-treatment). b. Mesin uji kekerasan Rockwell dapat memberikan harga kekerasan secara

langsung dari beban kerja yang diset pada petunjuk (indikator) sehingga membuat waktu pengujian relatif cepat (Dalil, 1999).

2.6.2 KekuatanTarik

Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang sangat penting dari suatu logam, terutama untuk perhitungan-perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik.


(37)

Dalam pengujian tarik, batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara berangsur-angsur secara kontinu. Pada saat yang bersamaan dilakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan untuk menentukan besarnya tegangan dan regangan.

Bila suatu logam dibebani beban tarik maka akan mengalami deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan pada benda tersebut. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan secara plastis (Sumanto, 1996).

Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang segera hilang kembali apabila beban ditiadakan. Deformasi plastis adalah suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun benda yang menyebabkan deformasi ditiadakan.

2.6.2.1Prinsip Pengujian Tarik

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen atau batang uji yang standar. Batang uji tarik tersebut dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan mesin tarik pada kedua ujung bahan dan ditarik memanjang secara perlahan-lahan. Selama penarikan setiap saat dicatat dengan grafik yang tersedia dalam mesin tarik. Besarnya gaya pertambahan panjang yang terjadi adalah sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan terus dilakukan sampai benda terputus.

2.6.2.2Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Kekuatan tarik maksimum dinyatakan sebagai beban maksimum yang dapat diterima oleh bahan dibagi luas penampang semula bahan uji tanpa menjadi rusak atau putus. Kekuatan tarik maksimum (UTS) dinyatakan dengan rumus :

UTS =

=

=

……….. 2.5

Dimana :

= kekuatan tarik bahan (N/m²) = beban maksimum (N)


(38)

2.6.2.3Regangan (ϵ)

Akibat tarikan, bagian panjang batang L mengalami ulur atau perpanjangan sebesar ΔL. Perpanjangan relatif yaitu pertambahan panjang persatuan panjang awal,

didefinisikan sebagai regangan (Strain) normal dan dapat ditulis sebagai berikut :

ϵ

=

Δ

=

( – ) ………. .. 2.6

dimana:

ϵ = Regangan

= panjang batang uji mula-mula (m)

L = panjang batang uji setelah menerima beban (m)

2.6.2.4 Modulus Elastisitac (E)

Modulus elastisitas adalah kemiringa kurva dari diagram tegangan dan regangan dalam daerah elastisitas linier. Modulus elastisitas dapat dihitung dengan membagi tegangan ( ) dan regangan ( ) .

E =

є ……… 2.7

Di mana :

E = modulus elastisitas (N/ m²)

= kekuatan tarik (N/ m²) ϵ = Regangan.

2.7 Pengaruh Suhu Terhadap Benda

Suhu atau temperatur merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Benda mempeunyai suhu lebih tinggi dikatakan lebih panas. Benda mempunyai suhu lebih rendah dikatakan lebih dingin. Banyak sifat-sifat zat yang berubah terhadap perubahan suhunya. Sebagai contoh, sebagian besar zat akan memuai bila dipanaskan. Kecuali


(39)

air bila dipanaskan dari 0ºC - 4ºC akan menyusut dan setelah 4ºC memuai. Gejala ini disebut anomali air. Sebatang besi akan lebih panjang ketika panas dari pada saat besi itu dingin (Tim Fisika Dasar, 2002).

Ada beberapa sifat zat yang berubah bila dipanaskan. Di antara sifat-sifatnya yang berubah itu adalah warnanya (besi yang panas pijar), volumnya, tekanannya dan daya hantar listriknya atau hambatannya (Kertiasa, 1994). Sifat-sifat zat yang berubah bila dipanaskan itu disebut sifat termometrik zat. Sifat termometrik ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengukuran suhu. Misalnya, pada besi menggunakan warna pijaran besi sebagai ukuran cukup atau tidak cukupnya suhu besi untuk ditempa.

Sifat suatu bahan akan berubah apabila suhunya berubah. Perlakuan panas pada bahan akan meningkatkan kekerasan pada logam. Perlakuan panas dapat mengubah sifat baja dangan cara mengubah ukuran dan bentuk butiran-butirannya. Bentuk butirannya dapat berubah dengan cara dipanaskan pada suhu di atas suhu pengkristalan kembali. Ukuran butiran dapat dikontrol melalui suhu dan lama pemanasannya. Tetapi pada perlakuan panas, adanya pemanasan tidak sampai pada inti bahan yang dipanaskan sehingga kekerasan yang diperoleh tidak maksimum.

Penahanan suhu dilakukan untuk memperoleh kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses pengerasan dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen. Pemanasan yang homogen menghasilkan struktur austenit yang homogen sehingga dapat dicapai kekerasan yang maksimum pada bahan.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Test PTKI Medan mulai dari 22 April sampai 02 Juni 2012.

3.2Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang dipakai dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.2.1 Alat

1. Tungku pemanas (oven)

2. Jangka sorong dengan ketelitian 0, 02

3. Alat uji tarik (Maekawa Testing Machine MEG.co) 4. Alat uji kekerasan Rockwell

3.2.2 Bahan-bahan

1. Baja karbon NS-1045


(41)

3.3Diagram Alir Penelitian

Berikut ini adalah diagram alir tentang penelitian ini:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Baja KarbonMenengah NS 1045

Pembentukan sampel dengan standar JIS

Sampel uji tarik JIS Z 2001-8A Sampel Uji Kekerasan JIS Z - 2245

Sampel tanpa perlakuan panas Sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 8300C

Holding Time 10, 20, 30, 40,50 menit

Didinginkan di dalam media 3 Liter NaCl 30%

Pengujian

Kekerasan Uji Tarik

Data

Analisis Data


(42)

3.4Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Sampel

1. Menyediakan bahan yang berbentuk silinder dengan ukuran panjang 10 mm, diameter 16 mm, sebanyak 16 buah dan bahan berbentuk test peacee sebanyak 18 buah.

2. Pada benda uji diberi perincian masing-masing 1 bahan berbentuk silinder dan 3 buah berbentuk test peacee diberi tanda dengan penomoran yang sama. Sampel akan dibagi menjadi 6 bagian, dimana penomoran bagian dimulai dari nomor satu sampai lima ( No.1,2,3,4,5,6), dengan perincian sebagai berikut:

1 = Bahan Original

2 = Bahan yang dipanaskan dan suhunya ditahan 10 menit 3 = Bahan yang dipanaskan dan suhunya ditahan 20 menit 4 = Bahan yang dipanaskan dan suhunya ditahan 30 menit 5 = Bahan yang dipanaskan dan suhunya ditahan 40 menit 6 = Bahan yang dipanaskan dan suhunya ditahan 50 menit 3. Sampel dipanaskan pada suhu 8300C.

4. Setelah sampel tersebut dipanaskan dikeluarkan dari oven dan didinginkan di dalam larutan NaCl dengan konsentrasi 30% sebanyak 3 liter.

3.4.2 Pengujian Sampel 3.4.2.1Uji Kekuatan Tarik

1. Sampel berbentuk test peacee diuji dengan menggunakan alat uji kekuatan tarik. 2. Sampel uji tarik diletakkan pada penjepit atas dan bawah yang dikendalikan

dengan control jepit, dengan memutar control dengankelajuan angular 0,2 rpm. Maka penjepit akan bergerak bersamaan dengan bergeraknya penunjuk yang menunjukkan berat beban yang digunakan hingga sampel uji patah ( putus ). 3. Mencatat data yang diperoleh dari uji kekuatan tarik.


(43)

Gambar 3.2 Bahan Uji Tarik JIS 2201-8A


(44)

3.4.2.2Uji Kekerasan

Pengujian metode Kekerasan Rockwell dilakukan dengan menggunakan alat uji Rockwell yang dapat secara langsung membaca kekerasan sampel berdasarkan kedalaman yang diukur oleh alat Rockwell.

Gambar 3.4 Sampel Uji kekerasan

Sampel diuji diletakkan tegak lurus diantara penyangga dan indentor kemudian dengan menekankan indentor kerucut intan kepada sampel uji (logam), maka secara otomatis angka yang menunjukkan harga kekerasan sampel akan terlihat pada skala alat uji Rockwell.


(45)

(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan pengujian kekerasan dan kekuatan tarik dari beberapa bahan uji dengan variasi lama penahanan suhu untuk baja karbon menengah NS-1045. Variasi penahanan suhu yang dilakuakan adalah mulai dari 10, 20, 30, 40 dan 50 menit. Data yang didapat dari hasil pengujian diperoleh dengan melakukan perhitungan dan hasil perhitungan tertera pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

4.1.1 Kekerasan (Hardness)

Nilai kekerasan bahan uji dari hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.1. dimana nilai tersebut dapat dilihat langsung pada alat uji kekerasan yang langsung mengukur kekerasan bahan uji berdasarkan kedalaman yang diukur. Data hasil pengujian di bawah ini dilakukan lima kali pengujian untuk masing-masing uji.


(47)

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Kekerasan Holding Time

Temperatur

Kode Sampel

Kekerasan Rockwell Skala C (HRc)

Hasil Rata

-rata

Tanpa perlakuan panas

A1 22,9; 22,9; 22,9; 22,9; 22,9 22,9 10 menit A2 46; 49,5; 58; 49; 55,5 51,6 20 menit A3 56,5; 61; 60,5; 63,5; 62 60,7 30 menit A4 58; 59,5; 61; 63; 61,5 60,6

40 menit A5 56; 58; 59; 56; 57 57,2

50 menit A6 56,5; 55,5; 54; 55; 53,5 54,9

Diameter bahan uji (d) = 16 mm Tebal bahan uji (h) = 10 mm Heat Treatment = 830ºC

Dari data pada Tabel 4.1 di atas, dapat dibuat hubungan antara lama penahanan suhu dengan kekerasan seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1 Hubungan antara Holding Time dengan Kekerasan Baja karbon Menengah NS 1045.

0 10 20 30 40 50 60 70

0 10 20 30 40 50 60

K e k e r as an (H R c )


(48)

Dari grafik pada Gambar 4.1 diatas, dapat dianalisis bahwa setiap penambahan lama penahanan terjadi perubahan pada kekerasan. Dimana dalam hal ini kekerasan maksimum terjadi pada lama penahanan suhu 20 menit yaitu 60,7 HRc. Dari 0-10 menit berlaku Hukum Hooke, dimana kenaikan lama waktu penahanan suhu berbanding lurus dengan kenaikan kekerasan baja. Dari waktu penahanan 10-20 menit terjadi kelelahan baja karbon. Pada lama penahanan suhu 30-40 terjadi necking (pengecilan), dan pada lama penahanan suhu 50 menit baja mengalami penurunan nilai kekerasan yang lebih kecil dari sebelumnya.

4.1.2 Kekuatan Tarik

Nilai kekuatan tarik ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.5) dan data yang didapat dari hasil pengujian diperoleh dengan melakukan perhitungan (pada lampiran 1), untuk masing variasi dilakukan tiga kali pengujian dan hasil perhitungan tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data hasil Pengujian dan Perhitungan untuk Kekuatan Tarik.

Holding Time Temperatur

Kode sampel

Luas Penampang ( )

( ) (N)

Kekuatan Tarik ( )

Hasil Rata-rata Original B1

B2 B3 50,30 50,30 50,30 47200 36000 34000 739,6 715,7 675,94 710,4 10 menit B4

B5 B6 55,41 53,91 55,60 69000 53200 68400 1245,2 986,8 1230,2 1154,7 20 menit B7

B8 B9 50,24 50,30 55,06 52600 70000 78000 1046,9 1391,6 1416,6 1285,03 30 menit B10

B11 B12 50,30 51,69 50,26 69000 78000 55000 1371,7 1508,9 1094,2 1324,9 40 menit B13

B14 B15 55,10 51,23 52,76 62400 76400 76000 1132,4 1491,3 1440,5 1354,7 50 menit B16

B17 B18 56,14 56,98 54,61 53200 47600 47600 947,6 835,4 871,6 884,8 Diameter bahan uji (d) = 8mm


(49)

Dari data pada Tabel 4.2 di atas, dapat dibuat hubungan antara lama penahanan suhu dengan Kuat Tarik seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara Lama Waktu Penahanan Suhu

dengan Kuat Tarik Baja karbon Menengah NS 1045.

Dari grafik pada Gambar 4.2 diatas, dapat dianalisis bahwa setiap penambahan lama penahanan suhu terjadi perubahan pada kekuatan tarik pada Baja. Dimana dalam hal ini kuat tarik maksimum terjadi pada lama penahanan suhu 40 Menit yaitu 1354,7 MPa. Kuat tarik pada lama penahanan suhu 0-40 menit berbanding lurus. Dimana kuat tarik akan bertambah seiring dengan pertambahan lama waktu penahanan suhu. Namun kuat tarik menurun pada lama penahanan suhu 50 menit. Ini sesuai dengan teori bahwa tidak mungkin semakin lama waktu penahanan suhu kuat tarik akan naik terus-menerus karena adanya keterbatasan lama waktu penahanan suhu.

Dari kedua pengujian dan dari data-data yang dihasilkan dapat diambil hubungan kekerasan dengan kuat tarik yaitu bahwa kekerasan dan kuat tarik akan bertambah seiring bertambahnya waktu penahanan suhu.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

0 10 20 30 40 50

K

e

k

u

atan

Tar

ik

(M

P

a)


(50)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kekerasan (Hardness)

Dari Tabel data 4.1. dapat diketahui bahwa dengan melakukan proses pemanasan dengan lama penahanan suhu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit dan 50 menit diperoleh hasil pengujian kekerasan pada tiap bahan uji yang bervariasi. Pada lama penahanan suhu 10 menit didapat nilai kekerasan baja rata-rata sebesar 51,6 HRc dari 22,9 HRc sebelum dilakukan proses perlakuan panas, dengan lama penahanan suhu 20 menit diperoleh kekerasan maksimum sebesar 60,7 HRc kemudian menurun pada lama penahanan suhu 30 menit yaitu 60,6 HRc, kemudian pada lama penahanan suhu 40 menit nilai kekerasan baja sebesar 57,2 HRc dan pada lama penahanan suhu 50 menit nilai kekerasan baja sebesar 54,9 HRc.

Data di atas menunjukkan bahwa kekerasan baja karbon NS-1045 mengalami kenaikan setelah dilakukan perlakuan panas dengan lama penahanan suhu. Di mana kekerasan tersebut mencapai maksimum pada lama penahanan suhu 20 menit dan mengalami penurunan pada lama penahanan suhu 30,40 dan 50 menit.

Kenaikan kekerasan baja tersebut disebabkan oleh waktu penahanan suhu yang akan memberikan kesempatan kepada atom-atom untuk berdifusi menghomogenkan austenit yang baru terbentuk. Tetapi apabila waktu penahanan suhu yang diberikan terlalu lama maka akan terjadi pertumbuhan butir-butiran yang menyebabkan turunnya kekerasan. Ini sesuai dengan teori bahwa tidak mungkin semakin lama waktu penahanan suhu kekerasan dan kekuatan tarik akan naik terus menerus. Ini disebabkan karena ada keterbatasan lamanya waktu penahanan suhu.


(51)

4.2.2 Pengujian Kekuatan Tarik

Dari data Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa dengan memvariasikan waktu penahanan suhu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit dan 50 menit diperoleh hasil pengujian kuat tarik pada tiap bahan uji yang berbeda. Pada lama penahanan suhu 10 menit di dapat nilai kekuatan tarik baja karbon rata-rata sebesar 1155,7 MPa dari 710,4 MPa sebelum dilakukan proses perlakuan panas. Pada lama penahanan suhu 20 menit diperoleh kekuatan tarik sebesar 1285,03 MPa dan pada lama penahanan suhu 30 menit diperoleh kekuatan tarik 1324,9 MPa dan mencapai maksimum pada lama penahanan suhu 40 menit yaitu 1354,7 MPa. Kemudian pada lama penahanan suhu 50 menit nilai kekuatan tarik baja mengalami penurunan yaitu sebesar 884,8 MPa.

Data di atas menunjukkan bahwa kekuatan tarik baja karbon NS-1045 mengalami kenaikan setelah dilakukan proses perlakuan panas dengan lama penahanan suhu. Di mana kenaikan kekuatan tarik baja tersebut mencapai maksimum pada waktu penahanan suhu 40 menit dan mengalami penurunan kekuatan tarik pada waktu penahanan suhu 50 menit.

Kenaikan kekuatan tarik baja tersebut disebabkan oleh waktu penahanan suhu yang akan memberikan kesempatan kepada atom-atom untuk berdifusi menghomogenkan austeit yang baru terbentuk. Tetapi apabila waktu penahanan suhu yang diberikan terlalu lama, maka terjadi pertumbuhan butiran-butiran. Butiran inilah yang menyebabkan turunnya kekuatan tarik baja. Ini sesuai dengan teori bahwa tidak mungkin semakin lama waktu penahanan suhu kekersan dan kekuatan tarik akan naik terus-menerus karena adanya keterbatasan lama waktu penahanan suhu.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data dan hasil-hasil pengujian kuat tarik dan kekerasan baja karbon menengah NS 1045 yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Proses waktu penahanan suhu berpengaruh terhadap kekerasan dan kekuatan tarik baja karbon NS 1045.

b. Kekerasan maksimum pada baja karbon menengah NS-1045 dicapai pada waktu penahanan suhu 20 menit yaitu 60,7 HRc.

c. Kekuatan tarik maksimum baja karbon menengah NS-1045 dicapai pada waktu penahanan suhu 40 menit yaitu 1354,7 MPa.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan setelah melihat data dan pembahasan maka disarankan :

a. Perlu kiranya dilakukan penelitian selanjutnya dengan skala waktu penahanan suhu diperkecil (kelipatan 5) agar dapat diketahui pada waktu penahanan suhu berapa nilai kekerasan dan kekuatan tarik maksimum.

b. Untuk memperbaiki hasil kekuatan tarik baja karbon NS-1045 (lebih ulet dan kekuatan tarik lebih baik) sebaiknya dilakukan pemanasan kedua (tempering) antara suhu 200ºC sampai 300 ºC, karena pada suhu tersebut difusi lambat dan hanya sebagian karbon yang dilepaskan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, W.O., Davies, Heslop, S., (1991), Dasar Metaluargi untuk

Rekayasawan,terjemahan : Dr.Ir.Sriati Djaprie, M.Met, Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Amanto, H., dan Daryanto, (1999), Ilmu Bahan, penerbit Bumi Aksara, Jakarta

Amstead, B, H., Philip, F.O., dan Myron, L.,B, (1999), Teknologi Melanik, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dalil, M., Prayitno,A., Innou,I., (1999), Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu

Stabil (Holding Time) Terhadap Kekerasan Logam, Jurnal nature Indonesia II,

UNRI.

Dewi Sativa, (2007), Pengaruh Konsntrasi NaCl Terhadap Sifat Mekanik Baja

Karbon Sedang, Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan.

Jalaluddin, (2005) Pengaruh Hardness Pada Baja yang Terendam dalam Air Laut

yang Mengandung Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB), Jurnal Keilmuan dan

Penggunaan terhadap Sistem Teknik Industri, Volume 6, Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

Japanese Standard Association, (1987), JIS Hand Book Ferrous Material and

Metalurgi, JSA, Japan.

Kertiasa, N., (1994), Fisika I, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta

Love,G., (1982), Teori dan Praktek Kerja Logam, edisi ketiga, terjemahan Harun A.R, Penerbit Erlangga, Jakarta.


(54)

Smallman, R.E., (1991), Metalurgi Fisik Modern, Edisi ke empat, Penerbit Gramedia, Jakarta.

Suharno., Ilman M. Noer., Jamasri (2005), Struktur Mikro Las Baja C-Mn Pada

Penegelasan Busur Terendam Dengan Variasi Masukan Panas, Jurnal

Teknosains, Jilid 18, Nomor 1, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta.

Suharto, (1991), Dinamika dan Mekanika untuk Perguruan Tinggi, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Sumanto, (1996), Pengetahuan Bahan, Penerbit Andi Offset, Yokyakarta.

Surdia Tata, (1995), Bahan Teknik Pengetahuan, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta.

Tim FisikaDasar., (2002), FisikaDasar I, FmipaUniversitasNegeri Medan

Van Vlack, L.H., (1991), Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan : Dr.Ir.Sriati Djaprie, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.


(55)

Lampiran 1

Data yang diperoleh dari pengujian kekuatan tarik dapat dillihat pada tabel yang tertera di bawah ini :

Tabel Pengujian Kekuatan Tarik dan Kekerasan Baja Karbon NS 1045

Holding Time Temperatur

Sampel D

(mm) ( ) (mm)

L (mm ) (N) Kuat Tarik (Mpa) Regangan (ε) Original B1 B2 B3 8 8 8 50,30 50,30 50,30 3 3 3 3,5 3,5 3,5 47200 36000 34000 739,6 715,7 675,94 0,16 0,16 0,16 10 menit B4 B5 B6 8,4 8,3 8,4 55,41 53,91 55,60 3 3 3 3,3 3,1 3,1 69000 53200 68400 1245,2 986,8 1230,2 0,10 0,03 0,10 20 menit B7 B8 B9 8 8 8,3 50,24 50,30 55,06 3 3 3 3,4 3,3 3,2 52600 70000 78000 1046,9 1391,6 1416,6 0,13 0,10 0,06 30 menit B10 B11 B12 8 8,1 8,3 50,30 51,69 50,26 3 3 3 3,3 3,1 3,4 69000 78000 55000 1371,7 1508,9 1094,2 0,10 0,03 0,13 40 menit B13 B14 B15 8,3 8 8,1 55,10 51,23 52,76 3 3 3 3,4 3,2 3,3 62400 67400 76000 1132,4 1491,3 1440,5 0,13 0,06 0,10 50 menit B16 B17 B18 8,4 8,4 8,4 56,14 56,98 54,61 3 3 3 3,1 3,4 3,2 53200 47600 47600 947,6 835,4 871,6 0,03 0,13 0,06


(56)

1. Perhitungan untuk sampel Original - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B1

σ = =

, = 739,6 Mpa

b. Untuk kode sampel B2

σ = =

, = 715,7 Mpa

c. Untuk kode sampel B3

σ = =

, = 675,94 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B1

ɛ = = , = 0,16 b. Untuk kode sampel B2

ɛ = = , = 0,16 c. Untuk kode sampel B3

ɛ = =

,

= 0,16

2. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 10 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B4 σ = =

, ² = 1245,2 Mpa

b. Untuk kode sampel B5 σ = =

, ² = 986,8 Mpa

c. Untuk kode sampel B6 σ = =

, ² = 1230,2 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B4 ɛ = =

,


(57)

b. Untuk kode sampel B5 ɛ = =

,

= 0,03 c. Untuk kode sampel B6 ɛ = =

,

= 0,03

3. Perhitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 20 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B7 σ = =

, ² = 1046,9 Mpa

b. Untuk kode sampel B8 σ = =

, ² = 1391,6 Mpa

c. Untuk kode sampel B9 σ = =

, ² = 1416,6 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B7

ɛ= =

,

= 0,13 b. Untuk kode sampel B8

ɛ = =

,

= 0,10 c. Untuk kode sampel B9

ɛ= =

,

= 0,06

4. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 30 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B10 σ = =

, ² = 1371,7 Mpa

b. Untuk kode sampel B11 σ = =


(58)

c. Untuk kode sampel B12 σ = =

, ² = 1094,2 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B10

ɛ = =

,

= 0,10 b. Untuk kode sampel B11

ɛ = =

,

= 0,03 c. Untuk kode sampel B12

ɛ = =

,

= 0,13

5. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 40 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B13 σ = =

, ² = 1132,4 Mpa

b. Untuk kode sampel B14 σ = =

, ² = 1491,3 Mpa

c. Untuk kode sampel B15 σ = =

, ² = 1440,5 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B13

ɛ = =

,

= 0,13 b. Untuk kode sampel B14

ɛ = =

,

= 0,06 c. Untuk kode sampel B15

ɛ = =

,


(59)

6. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 50 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B16 σ = =

, ² = 947,6 Mpa

b. Untuk kode sampel B17 σ = =

, ² = 835,4 Mpa

c. Untuk kode sampel B18 σ = =

, ² = 871,6 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B16

ɛ = =

,

= 0,03 b. Untuk kode sampel B17

ɛ= =

,

= 0,13 c. Untuk kode sampel B18


(60)

Lampiran 2

Gambar 1. Sampel Uji


(61)

Gambar 3. Peneliti sedang melakukan uji Kekuatan Tarik


(1)

1. Perhitungan untuk sampel Original - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B1

σ = =

, = 739,6 Mpa

b. Untuk kode sampel B2

σ = =

, = 715,7 Mpa

c. Untuk kode sampel B3

σ = =

, = 675,94 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B1

ɛ = = , = 0,16 b. Untuk kode sampel B2

ɛ = = , = 0,16 c. Untuk kode sampel B3

ɛ = =

,

= 0,16

2. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 10 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B4 σ = =

, ² = 1245,2 Mpa

b. Untuk kode sampel B5 σ = =

, ² = 986,8 Mpa

c. Untuk kode sampel B6 σ = =

, ² = 1230,2 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B4 ɛ = =

,


(2)

b. Untuk kode sampel B5 ɛ = =

,

= 0,03 c. Untuk kode sampel B6 ɛ = =

,

= 0,03

3. Perhitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 20 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B7 σ = =

, ² = 1046,9 Mpa

b. Untuk kode sampel B8 σ = =

, ² = 1391,6 Mpa

c. Untuk kode sampel B9 σ = =

, ² = 1416,6 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B7

ɛ= =

,

= 0,13 b. Untuk kode sampel B8

ɛ = =

,

= 0,10 c. Untuk kode sampel B9

ɛ= =

,

= 0,06

4. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 30 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B10 σ = =

, ² = 1371,7 Mpa

b. Untuk kode sampel B11


(3)

c. Untuk kode sampel B12 σ = =

, ² = 1094,2 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B10

ɛ = =

,

= 0,10 b. Untuk kode sampel B11

ɛ = =

,

= 0,03 c. Untuk kode sampel B12

ɛ = =

,

= 0,13

5. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 40 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B13 σ = =

, ² = 1132,4 Mpa

b. Untuk kode sampel B14 σ = =

, ² = 1491,3 Mpa

c. Untuk kode sampel B15 σ = =

, ² = 1440,5 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B13

ɛ = =

,

= 0,13 b. Untuk kode sampel B14

ɛ = =

,

= 0,06 c. Untuk kode sampel B15

ɛ = =

,


(4)

6. Penghitungan untuk sampel pada lama penahanan suhu 50 menit. - Kekuatan tarik

a. Untuk kode sampel B16 σ = =

, ² = 947,6 Mpa

b. Untuk kode sampel B17 σ = =

, ² = 835,4 Mpa

c. Untuk kode sampel B18 σ = =

, ² = 871,6 Mpa

- Regangan

a. Untuk kode sampel B16

ɛ = =

,

= 0,03 b. Untuk kode sampel B17

ɛ= =

,

= 0,13 c. Untuk kode sampel B18


(5)

Lampiran 2

Gambar 1. Sampel Uji


(6)

Gambar 3. Peneliti sedang melakukan uji Kekuatan Tarik