Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kekhawatiran akan terjadinya penyelenggaraan pendidikan umum yang disadari ataupun tidak disadari dilandasi oleh filsafat pendidikan yang berakar pada budaya bangsa lain, yang tidak sesuai dengan filsafat dan budaya bangsa Indonesia. Hal ini patut diwaspadai, sebab penyelenggaraan pendidikan umum seperti ini akan mengakibatkan generasi muda kita tercerabut dari akar budayanya, sehingga mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Alasannya, karena pendidikan umum antara lain berkenaan dengan pendidikan karakter, baik pendidikan karakter bagi manusia sebagai individu maupun sebagai bangsa yang dikenal sebagai pendidikan kebangsaan. Sehubungan dengan uraian di atas, dirasakan adanya kebutuhan kita yang sangat urgen amat mendesak secara nasional, ialah keharusan menemukan dan mengembangkan sendiri konsep ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan yang kondusif untuk Indonesia .. .” Waini, dalam Natawidjaja dkk., 2008, hal. 28. 2. Kesenjangan di Lapangan sebagai Dasar Timbulnya Masalah Secara faktual, dewasa ini bangsa Indonesia menghadapi masalah yang bersifat multi dimensi. Ini mengemuka antara lain dengan munculnya berbagai fenomena seperti: pendidikan dalam prakteknya direduksi menjadi pengajaran Samho dan Yasunari, 2010; Kesuma, 2013; Wardhani, 2010; Pendidikan di sekolah cenderung teoretis dan tidak terkait dengan kehidupan sosial budaya di mana peserta didik berada Tim Broad-Based Education Depdiknas, 2002; Terjadinya pengeroposan nasionalisme di kalangan generasi muda, terjadi konflik antar etnis dan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI Alwasilah, dkk., 2009; Di samping itu, sebagaimana sering disiarkan dalam berbagai media massa dan informasi merebak perilaku yang menyimpang dari akhlak mulia, seperti: korupsi, seks bebas, tawuran antar kelompok, pemalsuan dan sebagainya. “Indonesia ... menghadapi dua masalah sekaligus, masalah genting dengan munculnya disintegrasi bangsa dan masalah penting yang berkaitan dengan karakter bangsa” Yamin, 2009, hal. 23. Di dalam fenomena tersebut tampaklah bahwa praktek pendidikan umum yang diselenggarakan belum mengembangkan potensi anak didik secara menyeluruh dan utuh, serta tidak kontekstual dengan lingkungan sosial-budayanya. Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Fenomena lain menunjukkan, banyak pendidik guru belum menginternalisasi landasan filosofis pendidikan yang berdasarkan Pancasila. Mereka kurang menyadari hal tersebut dan karena itu diragukan pula kalau mereka menjadikannya sebagai titik tolak penyelenggaraan pendidikan. Di pihak lain, tampak gejala bahwa pada umumnya fokus orientasi pendidikan masyarakat kita adalah untuk mendapatkan credentials berupa ijazah dan sejenisnya. Sejalan dengan ini, praktek pendidikan umum di sekolah bergeser menjadi pengajaran dan berorientasi akademik, adapun perguruan tinggi menjadi lebih berorientasi untuk menghasilkan tenaga kerja. Pada ujungnya, keberhasilan pendidikan dan keberhasilan hidup cenderung diukur dari besarnya pendapatan finansial. Orientasi ini memang perlu, tetapi keliru apabila menjadi satu-satunya fokus orientasi dan tujuan akhir pendidikan. Fenomena pendidikan sebagaimana dideskripsikan di atas pada hakikatnya berpangkal pada aspek teoretis, yaitu berkenaan dengan pengembangan teori pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan. Ada tuduhan, bahwa teori pendidikan yang dikembangkan di Indonesia berasal dari teori pendidikan yang dikembangkan dari luar Indonesia, atau masih merupakan campuran dari teori-teori yang diterima dari luar Barat. Belum ada pemikiran yang sistematik dan mendalam mengenai filsafat pendidikan nasional yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Implikasinya, praktek pendidikan kita pun cenderung mengacu kepada teori-teori tersebut Engkoswara, dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007, hal. 319. Munculnya fenomena praktek dan hasil pendidikan yang belum sesuai dengan harapan sebagaimana dideskripsikan di atas, pada dasarnya bersumber dari tidak relevannya asumsi-asumsi yang dijadikan titik tolak praktek pendidikan dengan kebudayaan bangsa. Ini oleh Schumacher 1994, hal. 89-90 disebut dengan istilah ”pusat” yang telah dibangun atau terbangun pada diri individu, yaitu berupa sistem idea yang tertib mengenai manusia, dunia dan nilai yang dijadikan acuan dan memberi arah kepada usaha-usaha individu. Apa yang disebut ”pusat” oleh Schumacher hakikatnya sama dengan asumsi, adapun Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ”pusat” atau asumsi yang dipandang paling mendasar adalah filsafat pendidikan. Mengingat filsafat pendidikan yang dikemukakan para filsuf manca negara kemungkinannya ada yang relevan dan ada pula yang tidak relevan untuk diaplikasikan dalam praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional, maka munculnya berbagai permasalahan pendidikan yang kita hadapi, secara mendasar dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang diterima serta diaplikasikan oleh para ahli dan praktisi pendidikan. Pendidikan adalah usaha kultural, sebab itu antara pendidikan dan kebudayaan tak dapat dipisahkan. Pendidikan diselenggarakan di dalam suatu lingkungan sosial budaya, landasan dan tujuannya bersumber dari kebudayaan, demikian juga isi pendidikan – termasuk di dalamnya kurikulum sekolah – dan cara-cara pendidikannya. Apabila hal ini dihubungkan dengan konsep pendidikan nasional, implikasinya bahwa landasan, tujuan, isi pendidikan metode atau cara serta peranan pendidik dan peranan peserta didiknya pun hendaknya terutama bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Secara spesifik, landasan filosofis pendidikan umum pun seharusnya bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Andai pun kita mengadopsi konsep filsafat pendidikan umum dari kebudayaan bangsa lain, kita perlu memfilternya agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai filsafat dan budaya bangsa kita. Ki Hadjar Dewantara yang pada masa kecilnya dan masa mudanya bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat 1889-1959 adalah salah seorang pemikir sekaligus praktisi pendidikan, perintis pendidikan nasional dan pahlawan nasional. Perguruan Nasional Taman Siswa yang dirikannya pada tanggal 3 Juli 1922 tetap eksis dan terus berkembang hingga dewasa ini. Beliau menggagas dan mempraktekkan pendidikan secara terpadu di tiga alam, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Inilah yang disebut tripusat pendidikan. Semboyannya – “tut wuri handayani” – dijadikan semboyan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, “Ki Hadjar Dewantara telah meninggalkan warisan karya keilmuan pendidikan yang tidak terlepas dari kebudayaan dan kepemimpinan bangsa ” Kuswandi, dalam Edutech, 2007, hal. 2. Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia, sangat disesalkan bahwa warisan keilmuan dari Ki Hadjar Dewantara kurang diminati untuk dikaji dan dijadikan asumsi praktek pendidikan. Fikiran dan ajarannya kini nyaris hanya menjadi slogan-slogan tanpa dipahami maknanya. Kita tenggelam dalam teori-teori asing. Padahal ajaran Ki Hadjar Dewantara mengandung kebijakan- kebijakan pendidikan yang sangat dalam yang lahir dari budaya bangsa Indonesia. Ironisnya, belakangan ini ajaran Ki Hadjar Dewantara nyaris tidak diajarkan atau tidak dikaji dan dikembangkan di LPTK, apalagi diterapkan dalam praksis pendidikan.Tilaar, 1995, hal. 507. Dalam hubungannya dengan permasalahan pendidikan yang dihadapi sebagaimana dimaksud di atas, dan mengingat masih kurangnya kajian filsafat pendidikan dari tokoh-tokoh nasional, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevansinya sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional. Ada berbagai penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan praksis pendidikannya. Hasil penelitian tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok kajian. Kelompok kajian pertama yakni penelitian tentang aplikasi fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam praktek pendidikan, sedangkan kelompok kajian kedua yakni penelitian tentang fikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan. Beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi dan menggambarkan teori dan grand theory pendidikan Ki Hadjar Dewantara Kuswandi, dalam Edutech, 2007; Samho dan Yasunari, 2010. Namun demikian, karena penelitian tersebut bersifat saintifik, maka hasil penelitiannya masih membedakan atau memisahkan antara teori kepemimpinan, teori kebudayaan dengan teori pendidikannya. Sehubungan dengan itu, dalam konteks penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara, masih ada ruang yang perlu diisi, yaitu penelitian yang memandang objeknya dari sudut pandang filsafat. Dengan demikian, maka akan terdeskripsikan hubungan implikasi antar konsepnya, sehingga membangun satu kesatuan teori pendidikan yang komprehensif dan mendasar. Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Pentingnya Penelitian Ada beberapa alasan mengenai pentingnya penelitian tentang filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional. Alasan- alasan tersebut berkenaan dengan kerugian-kerugian dan keuntungan- keuntungan yang mungkin timbul atau didapatkan. Kerugian. Kurangnya minat ilmuwan pendidikan untuk mengkaji dan mengembangkan landasan filosofis pendidikan dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia – sebagaimana halnya dari Ki Hadjar Dewantara – yang merupakan perwujudan dari kearifan lokal local wisdom akan menimbulkan berbagai kerugian. Pertama, kita tidak akan mempunyai landasan filosofis pendidikan yang kokoh sebagai titik tolak praktek dan studi pendidikan umum sebagaimana diamanatkan Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini akan berimplikasi terhadap isi kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan LPTK, khususnya bagi mata kuliah landasan pendidikan atau mata kuliah filsafat pendidikan. Kedua, sekalipun dilakukan berbagai perubahan atau inovasi dalam bidang kurikulum, permasalahan pendidikan yang selama ini dihadapi tidak akan terselesaikan dengan baik apabila pemecahan tersebut tidak menyentuh akar permasalahannya, yaitu mengenai landasan filosofis pendidikannnya. Ketiga, praktek pendidikan umum tidak akan sesuai dengan konteks lingkungan sosial dan budaya bangsa, sehingga generasi muda kita akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Keempat, kita akan kehilangan warisan budaya dari tokoh pendidikan nasional. Keuntungan. Keuntungan yang dapat diraih dari penelitian ini antara lain: Pertama, diperoleh perluasan wawasan mengenai relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum. Ini dapat dijadikan asumsi bagi praktek pendidikan dan studi pendidikan umum lebih lanjut, yang akan berimplikasi bagi pemecahan secara mendasar atas berbagai permasalahan penyelenggaraan pendidikan umum, khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan karakter. Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kedua, hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi pengembangan kurikulum mata kuliah dasar profesi MKDP dan mata kuliah keahlian fakultas MKKF pada fakultas ilmu pendidikan FIP di LPTK. Ketiga, penelitian ini merupakan upaya pelestarian dan pengembangan filsafat pendidikan berbasis kearifan lokal sebagai wujud upaya pengembangan etnopedagogik. 4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Bidang Studi Pendidikan Umum Penelitian filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional merupakan penelitian yang berkenaan dengan landasan filosofis pendidikan, khususnya landasan filosofis pendidikan umum. Masalah penelitian ini tergolong ke dalam kajian pedagogik teoretis, yaitu filsafat pendidikan sebagai salah satu konsentrasi kajian pada program studi pendidikan umum Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah Pendidikan dipandang sangat penting bagi kelangsungan eksistensi manusia, baik dalam kedudukannya sebagai individu, anggota masyarakat, warga negara, warga dunia dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sehubungan dengan itu, selain di dalam keluarga dan masyarakat, pendidikan diselenggarakan pula di sekolah. Dalam perjalanan sejarah bangsa kita, pemerintah pun turut bertanggung jawab mengurusi pendidikan bagi warga negaranya. Memang ada perbedaan orientasi dan tujuan penyelenggaraan pendidikan bagi setiap pemerintahan pada setiap zamannya. Bahkan pernah terjadi juga penyelenggaraan pendidikan tersebut justru bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan bangsa kita. Ini terjadi seperti pada pendidikan yang diselenggarakan pemerintahan kolonial Belanda dan pemerintahan pendudukan militerisme Jepang. Respon atas keadaan ini, maka diselenggarakanlah pendidikan oleh kaum pergerakan yang berupaya mewujudkan harapan bangsa. Dalam konteks ini antara lain kita mengenal Ki Hadjar Dewantara dengan Perguruan Nasional Taman Siswa-nya, Mohammad Syafei dengan INS Kayutanam-nya, Dewi Sartika dengan Sakola Kautamaan Istri-nya, juga Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai ormas seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dll. Deskripsi ini menunjukkan bahwa berbagai pihak memandang pendidikan sebagai sesuatu yang penting. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, sejak kemerdekaannya, bangsa Indonesia terus berupaya membangun sistem pendidikan nasionalnya. Berbagai perubahan yang dimaksudkan sebagai inovasi telah diupayakan – baik berkenaan dengan peraturan perundang-undangan, kurikulum, anggaran belanja pendidikan, dsb. – yang ditujukan demi peningkatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan, efisiensi pendidikan dan mutu pendidikan. Tetapi dibalik itu semua, belakangan dan hingga sekarang bangsa kita masih mengalami krisis dalam berbagai aspek kehidupan multi dimensi. Sehubungan dengan ini, boleh jadi ada sesuatu yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional kita, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan umum di sekolah. Apakah akar penyebab permasalahan yang kita hadapi ini, dan bagaimana upaya untuk mengatasinya? Menyimak kesenjangan-kesenjangan faktual sebagaimana telah dideskripsikan pada latar belakang penelitian, permasalahan yang kita hadapi meliputi aspek teoretis dan aspek praksis. Aspek teoretis meliputi pengembangan ilmu pendidikan termasuk landasan filosofis pendidikannya, sedangkan aspek praksis meliputi kebijakan-kebijakan pendidikan yang diambil dan praktek- praktek pendidikan yang diselenggarakan. Dengan asumsi bahwa teori pendidikan seharusnya melandasi praktek pendidikan, maka akar pernyebab permasalahan dalam bidang pendidikan umum yang kita hadapi ini hakikatnya bersumber dari aspek teoretis. Adapun aspek teoretis yang paling mendasar adalah mengenai landasan filosofis pendidikan. Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan pendidikan, perubahan atau “pembaruan” berupa kebijakan dan praktek-praktek pendidikan telah banyak dilakukan, demikian juga upaya pengembangan keilmuan pendidikan. Sampai saat ini pemerintah telah beberapa kali mengambil kebijakan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian kurikulum. “Penyesuaian kurikulum di Indonesia telah dilakukan berkali-kali yang menyangkut pendidikan dasar dan Tatang Syaripudin, 2015 FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menengah bahkan kurikulum di Indonesia dianggap yang paling sering diubah dibandingkan dengan negara ma napun” Suryadi, 2012, hal. 84. Proyek pengadaan buku pelajaran dan peningkatan kualifikasi pendidikan guru telah dan sedang terus dilaksanakan. Demikian pula telah banyak penelitian pendidikan dilakukan di berbagai LPTK. Namun demikian, semua ini belum menyentuh akar penyebab permasalahan yang kita hadapi, karena upaya pemecahan masalah tersebut lebih cenderung berkenaan dengan aspek praksis. Sekalipun riset ilmu pendidikan telah banyak dilakukan, namun riset ini pun lebih berkenaan dengan pedagogik praktis, sebaliknya kurang menyentuh pedagogik teoretis dan bahkan sangat-sangat kurang menyentuh bidang filsafat pendidikan sebagai landasannya yang ideal. Keadaan demikian merupakan fenomena yang umum terjadi, sebagaimana dinyatakan O’neil bahwa: “Ironisnya, kapan saja seseorang menghadapi problema pendidikan yang mendesak dan harus segera ditemukan pemecahannya, cenderung untuk bergerak menjauhi yang ideal … dan berganti arah ke yang praktis …” 2008, hal. xxxiii . Hasil deduksi dari Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional idealnya berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai- nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Namun demikian, para ahli dan praktisi pendidikan – secara langsung atau pun tidak langsung serta disadari maupun tidak disadari – dalam tataran teoretis maupun praksisnya, turut dipengaruhi oleh filsafat pendidikan dengan latar belakang budaya tertentu yang dikemukakan oleh berbagai filsuf dari mana pun asalnya. Aplikasi secara membabibuta metode dan hasil riset kuantitatif dalam bidang pendidikan, merupaka n contoh “penerimaan” filsafat Positivisme dalam pendidikan yang cukup fenomenal terjadi belakangan ini. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sanusi bahwa: “apabila di banyak lingkungan elit politik dan elit pengusaha lebih signifikan berkumandangnya sekularisme, ... sedang di banyak elit terpelajar lebih banyak tafsiran yang positifis-rasional- ilmiyah bebas-nilai value-free ” dalam Natawidjaja, 2008, hal. 53.