Perlindungan Hukum Terhadap Artis Cilik Dalam Perjanjian Kerja Dengan Rumah Produksi Sinetron Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 13 Tahuan 2003 Tentang Ketenagakerjaan

(1)

69 A. BUKU-BUKU

Abdul Khakim, Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung, 2005.

H. R. Otje Salman, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali), Refika Aditama, Bandung 2004.

Hetty Hassanah, Up-Grading Refreshing Cours-Legal Research Methodology, makalah disampaikan dalam Seminar Fakultas Hukum Unikom pada tanggal 12 Februari 2011, Bandung, hlm.6

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan kerja, Djambatan, Jakarta, 1987.

Mariam Darus Badrudzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010

R. Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007.

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2002.


(2)

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007.

Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1972.

White Ben dan Indrasari Chandraningsih, Child Worker in Indonesia, AKATIGA, Bandung, 1998.

Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu


(3)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP 100/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.

C. ARTIKEL

UNICEF-ILO, Children at Work, a report based on the ILO and UNICEF regional Training workshop on programmatic and replication issues related to child labour and street children, 1995

D. LAIN-LAIN

Wawancara Terhadap Orang Tua Artis, Pada Hari Sabtu Tanggal 03 April 2011 Pukul 14.00 WIB


(4)

Veri Suherman 31607007

Abstract

Nowaday, show businesses intensively involve many children in their performance, especially in a cinema electronic (Sinetron). most commercial televisions show many sinetron involving children roles. Children artist as children workers have been a potential human resources to developed their talent. It is regulated by KEPMEN Number 115/2004. However, children workers also have become a problem that have not been overcome. Therefor, researcher is interested to analyze how is low protection on children artists in a work contract with cinema’s home production? and how is a responsibility of the represented in a work contract? And what are the sanctions if the represented violating the law by exploiting the children?

The type of research that conducted is a descriptive analysis by describing the facts of the primary data and secondary data which applying normative juridicial method. The resulting data were analyzed by juridical qualitative, so that the hierarchy of legislation can be considered as well as to guarantee legal certainty.

Generally the responsibility of children are laid on parent, family, society and government. Parent or the respresented as a represented of a child in arranging a work contract and Cinema’s Home Production as a party who requiring employee or the creativity of a child should acknowledge and concern about the regulation relating workforce (Number 13/2003 Relating Workface, Spesificaly on Children workers) and the regulation of children protection (Undang-undang Number 23/2002 Relating Children Protection). Having notice on these statutes, the parents and the home production are expected not to violate these regulation such as exploiting children or talking advantage from the creativity or children talent for commercial purpose that can harm the development of the children.


(5)

vii

UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh:

VERI SUHERMAN 31607007

Abstrak

Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak di meriahkan oleh artis-artis cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Kita dapat menyaksikan hampir setiap hari diberbagai sinetron diperankan oleh artis-artis cilik. Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115 Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen No.115/2004 dan dengan maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas. Namun pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial yang belum pernah tuntas ditanggulangi. Oleh karena itu, penulis berusaha menganalisis perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian kerja dalam pembuatan sinetron serta bagaimana tanggung jawab seorang wali atas perjanjian kerja dan sanksi apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi terhadap anak.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, dengan menggunakan metode ini dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai kasus yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,kemudian dianalisis dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara garis besar yang bertanggung jawab terhadap anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara. Orang tua/wali yang mewakili artis cilik/anak dalam melakukan perjanjian dan rumah produksi sebagai pihak yang membutuhkan tenaga atau kreativitas dari si anak diharapkan dapat mengetahui dan lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Ketenagakerjaan yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 khususnya tentang pekerja anak dan ketentuan yang mengatur tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, dengan lebih memperhatikannya ketentuan-ketentuan tersebut diharapkan Agar tidak terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum seperti eksploitasi terhadap anak atau memanfaatkan tenaga atau kreativitas si anak dengan maksud mencari keuntungan komersial yang pada akhirnya akan merugikan secara fisik, mental dan pertumbuhan si anak.


(6)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak dimeriahkan oleh artis-artis cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Hampir setiap hari diberbagai sinetron diperankan oleh artis-artis cilik. Menyaksikan kemampuan para artis cilik tersebut di layar kaca memang menarik dan menyenangkan, bahkan banyak dari mereka yang menjadi sosok idola bagi para penikmat televisi.

Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115 Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen Nomor 115/2004 dan dengan maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas.

Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang ketenagakerjaan ditegaskan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ketentuan dalam pasal tersebut dapat dikecualikan seperti yang diatur dalam Pasal 96 ayat (1) bahwa bagi anak yang berumur 13 (tiga belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur


(7)

juga bahwa pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ; c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam ;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ; e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”

Perjanjian kerja antara pekerja atau artis cilik yang diwakili oleh wali/orangtua dengan pihak rumah produksi sinetron harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu :

a. Kesepakatan kedua belah pihak ;

b. Kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum ; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(8)

Semua peraturan di atas pada kenyataannya sangat berlawanan dengan kondisi yang ada saat ini, karena banyak juga dari anak-anak yang masih berumur dibawah 13 (tiga belas) tahun melakukan pekerjaan sebagai artis cilik dan dengan waktu kerja yang sangat padat yaitu lebih dari 3 (tiga) jam sehari, untuk artis cilik yang bekerja sebagai pemain sinetron sehingga mengganggu waktu sekolah, fisik, mental, dan sosial artis cilik tersebut.

Akibat perjanjian kerja antara rumah produksi film sinetron dengan artis cilik banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang dialami oleh artis cilik bernama Kemal Fathurrahman, karena terlalu padatnya jadwal pemutaran film maka berdampak langsung dengan terganggunya waktu sekolah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak memiliki asas dan tujuan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi hak-hak Anak yang meliputi :

a. Non diskriminasi ;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak ;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan ; dan d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,


(9)

berakhlak mulia, dan sejahtera. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan

“bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Beradasarkan Undang-undang Perlindungan Anak juga dicantumkan bahwa Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Berdasarkan keadaan beserta masalah yang telah disebutkan di atas, maka penulis memiliki keinginan melakukan penulisan hukum berupa skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS CILIK DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN RUMAH PRODUKSI SINETRON DIHUBUNGKAN DENGAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian kerja pembuatan sinetron ditinjau dari dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian kerja dan sanksi apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan


(10)

Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan hukum ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami perlindungan terhadap artis cilik dalam pembuatan sinetron sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan dan Undang-undang Perlindungan Anak.

2. Mengetahui dan memahami tanggung jawab para pihak dalam perjanjian dan sanksi apa yang dapat diberikan kepada para pihak apabila terbukti melakukan eksploitasi anak

D. Kegunaan Penelitian

Penulisan hukum ini diharapkan dapat diperoleh kegunaan, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Kegunaan teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam berbagai upaya pengembangan ilmu hukum dan pembaharuan hukum nasional dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Aasai Manusia.

2. Kegunaan praktis

Memberikan masukan bagi rumah produksi film/sinetron dan artis cilik yang diwakilkan oleh walinya (orang tua) sebagai para pihak yang melakukan perjanjian kerja.


(11)

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 khususnya Alinea kedua

menyatakan bahwa: “Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur”. Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang merupakan tujauan bangsa Indonesia dinyatakan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 tersebut di atas, jelas bahwa keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia. Agar dapat mewujudkan tujuan tersebut, tentunya harus dilaksanakan melalui suatu proses mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat, karena mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat itu sendiri merupakan suatu perubahan kearah yang lebih baik sebagaimana yang dicita-citakan dan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

Berpijak pada konsep pemikiran yang melekat dalam Alinea II Pembukaan

UUD 1945 (terutama makna “adil dan makmur”), menurut Otje Salman tujuan hukum

pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Makna adil dan makmur, harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia, baik yang


(12)

bersifat ruhani maupun jasmani.1 Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja.

Filsafat yang mendasari alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 ini adalah aliran utility, yang dipelopori oleh John Locke dengan konsepnya hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada orang sebanyak-banyaknya (the greatest happing for the greatest numbers).

Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan telah mengamanatkan bahwa salah satu tujuan nasiaonal adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut terwujud apabila kehidupan masyarakat Indonesia mencapai tingkat kesejahateraan yang wajar, tidak kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan pokok baik sandang, pangan, rumah dan khususnya adalah pendidikan.

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan :

“bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 27 ayat (2) menyebutkan :

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”

1

Otje Salman S, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali),Refika Aditama, Bandung 2004, hlm. 156-157.


(13)

Berdasarkan isi UUD 1945 di atas maka seorang warga Negara berhak bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak. Sedangkan UUD 1945 pasal 28 B ayat (2) menyebutkan bahwa :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 juga menegaskan :

“Bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya

dan demi kesejahteraan umat manusia”

Berdasarkan Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 maka seorang anak berhak untuk mengembangkan diri dan mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta budaya. Anak juga berhak atas kelangsungan hidup serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Seorang anak yang mengembangkan minat dan bakatnya sebagai artis cilik akan membuat perjanjian kerja yang diwakili oleh seorang wali/orangtua dengan pihak perusahaan (rumah produksi) yang akan memperkerjakannya. Oleh karena itu, perjanjian para pihak dapat menentukan segala macam bentuk perikatan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, atau peraturan perundang-undangan, hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam pasal 1338 ayat (1) Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut dengan KUHPerdata.


(14)

Maksud kebebasan berkontrak adalah bebas untuk menentukan atau menetapkan isi dan bentuk perjanjian selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, atau peraturan perundang-undangan, dengan kata lain para pihak pembuat perjanjian tersebut dalam keadaan bebas dalam arti tetap selalu berada dalam ruang lingkup yang dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi.3

Pengertian perjanjian bisa ditemukan pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyebutkan :

“Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”

Pasal 1313 KUHPerdata ini mengatakan bahwa perjanjian tidak dapat dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus ada minimal dua pihak sehingga

terjadi apa yang disebut “perjanjian”.

Setiap perjanjian harus memenuhi syarat sah agar perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dan tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Syarat sahnya perjanjian ini diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana di dalam pasal ini diatur bahwa untuk suatu perjanjian agar dapat dianggap sah maka harus memenuhi empat syarat, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;

2

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum perdata, Alumni, Bandung, 2002, hlm 213

3

Mariam Darus Badrudzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 1


(15)

c. Suatu hal tertentu ; d. Suatu sebab yang halal.

Apabila seseorang yang belum cakap untuk melakukan suatu perikatan atau dengan kata lain seseorang itu belum cakap hukum, maka apabila ingin melakukan perikatan dengan pihak lain harus diwakilkan oleh walinya, misalnya seorang artis cilik akan melakukan kesepakatan dan menandatangani suatu perjanjian kerja dengan suatu rumah produksi sinetron maka umumnya yang mewakilkan artis cilik tersebut adalah orang tuannya.

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak khususnya dalam Bab III diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan kewajiban anak meliputi :

a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”

b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan”


(16)

“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua”

d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”

e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya”

f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan

diri”

h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat perlindungan diri dari diskriminasi, eksploitasi (baik dalam ekonomi


(17)

maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,

ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”

i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika

ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir”

j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan” k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”

l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan

perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak

memihak dalam siding tertutup untuk umum”


(18)

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”

Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian dalam penulisan hukum ini mengenai : 1. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu metode penelitian yang digunakan dengan cara menggambarkan a. Data dan fakta baik berupa : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

b. Data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka.

c. Data sekunder bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang didapat dari majalah, brosur, artikel-artikel, surat kabar dan internet.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara yuridis normatif, yaitu dimana hukum dikonsepsikan sebagai norma, asas atau dogma-dogma.4 Pada penulisan hukum ini, penulis mencoba melakukan penafsiran hukum gramatikal, yaitu penafsiran dilakukan dengan cara melihat

4

Hetty Hassanah, Up-Grading Refreshing Course-Legal Research Methodology, makalah disampaikan dalam Seminar Fakultas Hukum Unikom pada tanggal 12 Februari 2011, Bandung, hlm.6


(19)

arti kata pasal dalam undang-undang yang digunakan dalam penulisan hukum.

3. Tahap penelitian

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan perlindungan terhadap anak dan perjanjian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk menunjang dan melengkapi studi kepustakaan dengan cara wawancara terstruktur dengan pihak-pihak terkait.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut : a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data berupa data

primer, sekunder dan tersier yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis teliti.

b. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dengan cara mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu untuk memperlancar proses wawancara.

5. Metode Analisis Data

Analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan secara yuridis kualitatif, yuridis kualitatif meliputi :

Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan, dimana peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan


(20)

dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi. Kepastian hukum, dalam arti perundang-undangan yang diteliti betul-betul dilaksanakan dan didukung oleh penegak hukum.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan skiripsi ini, yaitu :

1. Perpustakaan, diantaranya :

a) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.112 Bandung.

b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl. Dipati Ukur No.35 Bandung.

2. Instansi / Lembaga terkait :

PT. Lunar Jaya Film di Graha Arteri Mas Jl. Panjang 68, Kav. 38-39 Jakarta Barat.

3. Website :

a) http://wordpress.com b) www.hukum-online.com c) Dan lain-lain.


(21)

16

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata (Burgerlijke Wetboek) menyatakan :

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena

undang-undang”

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian yaitu suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestrasi.1

Isitilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata Overeenkomst. Achmad Ichsan menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian atau Overeenkomst dengan persetujuan. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Verbintenis dengan perutangan dan Overeenkomst dengan perjanjian. Menurut buku III BW mengatur mengenai Overeenkomst yang dikenal dua istilah terjemahan, yaitu :

a. Perjanjian b. Persetujuan

Undang-undang memberikan definisi dari perjanjian yaitu pada Pasal 1313 BW yang menyatakan :


(22)

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Sehubungan dengan adanya perjanjian, maka konsekuensi logis yang timbul adalah adanya ikatan-ikatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian atau umumnya disebut perikatan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu terletak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi. Akibat hukum dari adanya perikatan adalah hukum melekatkan hak pada satu pihak dan meletakan kewajiban pada pihak lainnya.

Peristiwa yang terjadi dimana seseorang saling berjanji kepada orang lain menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan, dalam bentuk perikatan merupakan suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji dan kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Menurut perikatan terdapat 2 (dua) macam pihak, dimana pihak yang satu bertindak sebagai debitur yaitu sebagai orang yang harus menunaikan prestasi dan pihak lain bertindak sebagai kreditur sebagai orang yang berhak atas prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang dapat ditagih yang menjadi objek perikatan, adapaun prestasi harus memenuhi syarat-syarat yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, harus terang dan jelas.

Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa perjanjian itu merupakan perbuatan hukum antara dua belah pihak atau lebih, dimana terjadinya perjanjian ini harus didasari oleh adanya kesepakatan antara para pihak tanpa ada paksaan dan kemudian juga mereka setuju untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.


(23)

2. Asas-asas Dalam Perjanjian

Adapun asas-asas yang terkandung dalam perjanjian adalah : a. Asas Kebebasan Berkontrak

Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri adalah asas yang sangat penting dari hukum perjanjian.

b. Asas konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan pada Pasal 1320 BW dan Pasal 1338 BW, dimana Pasal 1320 telah menjadi dasar diakuinya asas konsensualisme pada hukum perjanjian Indonesia. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. c. Asas Kekuatan Mengikat

Dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat yang mana terikatnya para pihak tidak hanya sebatas pada apa yang diatur dalam perjanjian namun juga pada kebiasaan dan kepatutan serta norma-norma yang hidup dan berlaku di masyarakat.

Dengan adanya suatu keadaan yang saling mempercayai maka pihak-pihak mempunyai keberanian untuk membuat suatu perjanjian dengan harapan bahwa semua pihak akan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diatur dalam perjanjian tersebut. Maka dengan kata lain perjanjian tidak akan lahir jika tidak ada suatu sikap saling mempercayai antar pihak.


(24)

Asas ini merupakan kelanjutan dari asas yang mengharuskan setiap pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di dalam perjanjian. e. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuat harus mengandung kepastian hukum. Hal ini terlihat dari kekuatan mengikat dari perjanjian itu sendiri.

f. Asas Moral

Dalam suatu perikatan bias saja terjadi dimana seseorang melakukan sesuatu bukan karena adanya kewajiban namun oleh dorongan moral, peristiwa ini terjadi pada zaakwaarneming dimana seseorang melakukan perbuatan dengan suka rela (moral) dan yang bersangkutan kemudian mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan perbuatan tanpa menuntut kontraprestasi.

g. Asas Kepatutan

Asas ini berkenaan dengan isi perjanjian yang mengarahkan bawha perjanjian itu juga harus dilaksanakan bersesuaian dengan kepatutan dan rasa keadilan dalam masyarakat.

3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian Pasal 1320 BW menyatakan bahwa :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

a. Sepakat merka yang mengikatkan dirinya ; b. Kecapakan untuk membuat suatu perjanjian ; c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal”.

Dua syarat pertama, dinamakan subyektif, karena mengenai para pihak atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir


(25)

dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Adanya kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, misalnya si penjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli menginginkan sesuatu barang dari si penjual.2

Kesepakatan menyiratkan bahwa di dalam perjanjian tidak boleh ada paksaan, penipuan ataupun kekhilafan yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian seperti yang diatur pada Pasal 1321 BW. Pihak-pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, pada dasarnya setiap orang dewasa atau akil baliq dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Pada Pasal 1330 BW menyebutkan mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa ; b. Mereka yang dibawah pengampuan.

4. Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Salah satu aspek yang sangat penting dalam perjanjian adalah perlaksanaan perjanjian itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perjanjian inilah yang menjadi tujuan orang-orang yang mengadakan perjanjian, karena dengan


(26)

pelaksanaan perjanjian itu para pihak yang membuatnya akan dapat memenuhi kebutuhannya, kepentingannya serta mengembangkan minatnya.

Apabila dilihat dari wujudnya, perjanjian adalah rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang ducapkan atau dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, dalam perjanjian tercantum hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang membuatnya.

Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa yang merupakan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena itu, melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain yakni pihak yang berhak atas pelaksanaan perjanjian tersebut.

Sebelum suatu perjanjian dilaksanakan, sudah tentu pihak-pihak yang akan melaksanakan telah mengetahui dan menyadari sepenuhnya apa yang menjadi kewajibannya di samping apa yang menjadi haknya.

5. Cara-cara Hapusnya Suatu Perjanjian

Hal-hal yang mengakibatkan hapusnya suatu perjanjian dalam BW disebutkan pada Pasal 1381 adalah :

a. Karena pembayaran ;

b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan ;

c. Karena pembaharuan utang

d. Karena perjumpaan utang atau konpensasi ; e. Karena percampuran utang ;


(27)

f. Karena pembebasan utangnya ;

g. Karena musnahnya barang uang terutang ; h. Karena kebatalan dan pembatalan ;

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam BAB kesatu buku ini ;

j. Karena lewatnya waktu.

6. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja merupakan sebuah pernyataan yang sangat penting, yaitu diantaranya berisi tentang setujunya seseorang untuk bergabung dalam perusahaan sebagai pekerja. Sedangkan bagi pegawai, perjanjian kerja lebih berfungsi sebagai pemberi rasa aman. Hal ini dikarenakan dalam perjanjian kerja tersebut termuat pernyataan berupa hak-haknya sebagai pekerja yang akan dijamin.

Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pertama seperti yang disebutkan oleh Pasal 1601 (a) BW, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa :

“perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh,

mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”

Selain itu mengenai perjanjian kerja juga diketengahkan oleh seorang pakar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia yaitu Imam Soepomo yang memberika definisi tentang Perjanjian Kerja. Menurut Imam Soepomo perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan


(28)

menrima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.3

Definisi perjanjian kerja juga diberikan oleh Subekti yang mengatakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yaitu hubungan berdasarkan pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.

Perjanjian kerja dapat dibedakan, diantaranya:4

a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

Adalah suatu perjanjian dimana 1 (satu) pihak menghendaki dari pihak lain agar dilakukan suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk itu salah satu pihak bersedia membayar honorarium atau upah.

b. Perjanjian kerja

Adalah perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan, perjanjian ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain atau pekerja/buruh.

c. Perjanjian pemborongan kerja

3

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan Kerja, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1987. Hlm. 57

4

Abdul Khakim, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 27-28


(29)

Adalah suatu perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain (yang memborong pekerjaan) menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lain, atas suatu pembayaran uang tertentu sebagai harga pemborongan.

Selanjutnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa :

“perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak

dan kewajiban para pihak.”

Perjanjian kerja merupakan hal terpenting bagi seseorang yang bekerja dalam suatu instansi/lembaga/perusahaan, karena dengan perjanjian kerja memberikan legalitas bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan khusus yang berupa hubungan kerja dengan instansi/lembaga/perusahaan tempatnya bekerja.

Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, sebagaimana disebutkan pada Pasal 51 Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa :

“(1) perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan

(2) perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”


(30)

Hubungan kerja merupakan salah satu hubungan hukum yang timbul atau lahir karena perjanjian yakni perjanjian kerja, dengan adanya perjanjian tersebut maka lahir perikatan yaitu perikatan dalam hubungan kerja, yang mewajibkan kepada para pihak untuk menunaikan kewajiban dan menuntut hak masing-masing (prestasi dan kontra prestasi).

Pasal 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan

perintah.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Unsur-unsur perjanjian kerja menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:5

1. Adanya pekerjaan (arbeid) ;

2. Di bawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi) ; 3. Adanya upah tertentu/loan ;

5

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 36-37


(31)

4. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pension atau berdasarkan waktu tertentu).

Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Unsur kedua, yaitu di bawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi (hubungan kerja yang berisfat vertikal, yaitu atas dan bawah).

Unsur ketiga adalah upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Unsur yang keempat adalah waktu (tijd), artinya buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau untuk waktu yang tidak tertentu atau selama-lamanya.


(32)

Syarat sahnya perjanjian kerja mengacu pada syarat sahnya perjanjian (perdata) pada umumnya, yakni :

a. Adanya kesepakatan antara para pihak

b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak dibawah perwalian/pengampuan)

c. Ada (obyek) pekerjaan yang diperjanjikan ; dan

d. (causa) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau halal (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan).

Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi 2 (dua) syarat awal sahnya perjanjian kerja maka perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat tidak memenuhi 2 syarat terakhir sahnya perjanjian kerja yakni obyek pekerjaan dan causanya tidak memenuhi ketentuan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void).

Dalam hal ini, artis cilik yang sudah tentunya belum cukup umur untuk melakukan suatu perjanjian, maka dalam menyepakati dan memberi perjanjian kerja dengan rumah produksi sinetron harus diwakili oleh orang tua atau walinya yang diberi kuasa.

Sebagaimana jenis perjanjian lainnya maka pengakhiran perjanjian kerja dapat disepakati oleh para pihak karena sifatnya yang konsensuil, selain itu perjanjian kerja berakhir karena :


(33)

a. Pekerja/buruh meninggal

b. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila perjanjian kerja berbentuk PKWT/Perjanjian Kerja waktu Tertentu) c. Adanya putusan pengadilan yang inkracht, atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu (telah) tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena :

a. Meninggalnya pengusaha ; atau

b. Beralihnya hak atas perusahaan, menurut Pasal 163 menyebutkan :

”pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh dalam hal ini terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh berhak tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam

pasal 156 ayat (4)”

Terdapat 2 (dua) macam hubungan kerja yakni :

a. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini dapat didasarkan atas jangka waktu tertentu atau selesainya suatu (paket) pekerjaan tertentu.

b. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)


(34)

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 60 Undang-undang Ketenagakerjaan, jika mengacu pada Pasal 59 ayat (1) yang menyebutkan bahwa :

“perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan

tertentu yang menurut jenis dan sifatnya atau kegiatan pekerjaannya akan

selesai dalam waktu tertentu.”

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Pasal 59 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan bersifat musiman, tetapi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu menurut jenis atau sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara ;


(35)

b. Pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun khususnya untuk PKWT berdasarkan selesainnya (paket) pekerjaan tertentu ;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan (yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan pada paket pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara serta pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dibuat hanya untuk paling lama 3 (tiga) tahun dan lama perjanjiannya harus dicantumkan batasan paket pekerjaan dimaksud sampai sejauhmana dinyatakan selesai. Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan tersebut dapat diselesaikan lebih awal dari yang diperjanjikan maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berakhir demi hukum. Dengan kata lain, perjanjian berakhir dengan sendirinya pada saat selesainya pekerjaan.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam Kepmen No.100/2004 bahwa PKWT hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali perpanjangan dalam masa satu tahun,


(36)

kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

Berdasarkan beberapa jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di atas, dalam praktek sehari-hari dikenal juga Perjanjian Kerja Harian Lepas. Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume Pekerjaan-pekerjaan serta pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran, pelaksanaan Perjanjian Kerja Harian Lepas dilakukan apabila pekerja/buruh berkeja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari kerja dalam satu bulan, namun apabila pekerja/buruh bekerja terus menerus melebihi 21 hari kerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka status Perjanjian Kerja Harian Lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Harian Lepas merupakan pengecualian (lex specialis) dari ketentuan khususnya mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian kerja jenis ini terdapat dalam Pasal 1603 q ayat (1) BW, yang menyatakan bahwa lamanya hubungan kerja tidak ditentukan baik dalam perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Dapat diartikan pula bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah


(37)

perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Pada PKWTT ini dapat disyaratkan adanya masa percobaan maksimal 3 bulan, pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam masa percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum yang berlaku.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) terjadi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu ;

b. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap ;

c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu diadakan untuk lebih dari 2 (dua) tahun dan dperpanjang lebih dari satu kali untuk lebih dari satu kali dan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun ;

d. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir tidak memberikan maksudnya secara tertulis kepeda pekerja/buruh yang bersangkutan.

e. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu diadakan tidak melalui masa tenggang waktu selama 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang sebelumnya.


(38)

B. Perjanjian Kerja Dengan Anak Yang diwakili Orang tua/Wali

1. Pengertian Anak

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Begitu pula yang ditegaskan di dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pengertian anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.

Dalam hal ini, Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak tetapi ada pengecualian yaitu yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) yang menegaskan bahwa bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan anak dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya.

2. Syarat Pekerja Anak

Seperti yang telah tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, dan juga telah ditegaskan dalam Pasal 68 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa setiap pengusaha dilarang memperkerjakan anak. Tetapi ketentuan dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1)


(39)

Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 69 ayat (2) yaitu :

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali ;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ; c. Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam ;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ; e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut Pasal 71 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya, pengusaha memperkerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) wajib memenuhi syarat :

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali ; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari ; dan

c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, social dan waktu sekolah.

3. Hak dan Kewajiban Anak Menurut Undang-undang

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak khususnya dalam Bab III diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan kewajiban anak meliputi :

a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”

b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan”


(40)

c. Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua”

d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”

e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya”

f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan

diri”

h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain


(41)

perlindungan diri dari diskriminasi, eksploitasi (baik dalam ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,

ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”

i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan

merupakan pertimbangan terakhir”

j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa

yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan”

k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak

atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”

l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak

memihak dalam siding tertutup untuk umum”


(42)

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam Pasal 20 bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak. Oleh karena itu, untuk melakukan perjanjian kerja yang dalam hal ini melibatkan seorang anak seperti perjanjian artis cilik (diwakili orang tua/wali) dengan rumah produksi sinetron tidak diperkenankan ada unsur pemaksaan karena dapat mengganggu perkembangan anak dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya.


(43)

38

TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN ARTIS

CILIK/ANAKATAS PERJANJIAN KERJA

DENGAN RUMAH PRODUKSI FILM

A. Perlindungan Anak

Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistenti suatu bangsa dan Negara pada masa depan. Setiap anak diharapkan mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi dan bebas dari pekerjaan yang memberatkan suatu anak.

Pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial yang belum pernah tuntas ditanggulangi hingga kini. Persoalan pekerja anak di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak jaman kolonial Belanda dulu.1

1. Hak dan Kewajiban Anak

Keppres Nomor 36 Tahun 1990 dan mengimplementasikan hak-hak anak tersebut, ada 4 macam hak-hak anak yaitu:

1

White, Ben and Indrasari Chandraningsih, Child Work in Indonesia, AKATIGA, Bandung, 1998, hlm. 13


(44)

a. Hak atas Kelangsungan Hidup (Survival Rights)

Hak terhadap kelangsungan hidup yang meliputi hak untuk melestarikan hidup dan mempertahankan hidup serta kesehatan dan perawatan yang baik.

b. Hak atas Perlindungan (Protection Rights)

Hak terhadap perlindungan yang meliputi perlindungan diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran.

c. Hak atas Perkembangan (Development Rights)

Hak untuk tumbuh dan berkembang meliputi pendidikan baik formal amupun non formal serta mencapai perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan social.

d. Hak untuk Berpartisipasi (Participation Rights)

Hak berpartisipasi untuk menyatakan pendapat dalam segala hal..2

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) juga mengatur tentang hak anak, antara lain:

a. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang menyatakan :

“Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak

dalam kandungan”

b. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

2


(45)

“Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”

c. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

“..Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekersaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut..”

d. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan kepribadian sesuai dengan minat, bakat dan kecerdasannya. Setiap anak berhak mencari, menerima dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

e. Pasal 61 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul, dengan anak sebaya,

bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya”

f. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :


(46)

“Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental

spiritualnya”

g. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral,

kehidupan sosial, dan mental spiritualnya”

h. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zak

adiktif lainnya”

2. Perlindungan Anak

Kewajiban orang tua adalah memberikan perlindungan dan bertanggung jawab terhadap perkembangan anak. Tidak hanya orang tua saja yang harus mempersiapkan generasi muda, tetapi masyarakat dan pemerintah juga wajib ikut mempersiapkan.3 Perlindungan anak diatur secara khusus oleh Negara dalam beberapa undang-undang mengenai hal itu, dengan diberikannya perlindungan


(47)

maka anak akan terhindar dari segala bentuk keterlantaran, kekerasan dan eksploitasi.

Berdasarkan Convention on The Rights of The Child dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Perlindungan Anak Tahun 1990 Pasal 32 menyebutkan :

a. Setiap negara anggota mengakui hak anak untuk mendapat perlindungan dari eksploitasi ekonomi, dan dari melakukan pekerjaan yang berbahaya atau menggangu pendidikan anak tersebut, atau berbahaya terhadap kesehatan atau fisik, mental spiritual, moral atau pergaulan sosial ;

b. Setiap negara anggota harus mengambil tindakan legislative, administratif, sosial dan pendidikan untuk memastikan pelaksanaan dari pasal ini.

Perlindungan terhadap hak-hak anak harus dilakukan secara penuh oleh Negara-negara tanpa diskriminasi dalam bentuk ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan, kebangsaan, asal etnik, kekayaan, ketidakmampuan, kelahiran atau kedudukan lain dari anak atau orang tua anak atau pengasuh anak yang sah.

Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang perlindungan anak yang tertuang dalam menyebutkan :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga menegaskan tentang pengertian perlindungan anak yaitu segala kegiatan untuk


(48)

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pekerja anak dilindungi oleh Pasal 68-75 tentang Anak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada BAB X tentang perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan. Pada undang-undang ini disebutkan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ada pengecualian bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Agar dapat melakukan pekerjaan ringan tersebut, pengusaha yang memperkerjakan anak harus memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut. Selain itu, anak juga dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya, pengusaha yang memperkerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari;

c. Kondisi dan lingkungan kerja tindak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

B. Permasalahan Pada Pekerja Anak

Permasalahan anak yang timbul pada saat bekerja persoalannya bukan hanya kerja itu sendiri melainkan juga pada akibat-akibat buruk dari kegiatan bekerja


(49)

dalam usia kanak-kanak terhadap perkembangan emosi, sosial dan fisik mereka. Hal yang timbul adalah adanya eksploitasi terhadap anak.

Secara umum, bentuk-bentuk yang dapat dilihat sebagai indikator dari eksploitasi, misalnya :4

1. Bekerja terlalu muda (misal mulai usia 5 tahun), yang dapat menghambat kesempatan mendapat pendidikan dan menghambat perkembangan sosial dan psikologis mereka;

2. Bekerja dengan waktu yang panjang;

3. Bekerja terlalu lama di satu tempat tertentu tanpa waktu untuk bermain dan rekreasi;

4. Bekerja dalam situasi yang menghambat kepercayaan diri;

Kondisi di atas merupakan sebagian indikator-indikator bentuk eksploitasi terhadap anak, dalam realitasnya juga banyak dijumpai situasi-situasi yang memiliki pengaruh buruk terhadap pekerja anak seperti tindakan kekerasan, penculikan, penyekapan, dan sebagainya.

Disamping itu, dari bentuk dan jenis pekerjaan yang telah disebutkan di atas beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia. Berikut ini merupakan beberapa masalah yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia :

a. Upah rendah; b. Jam kerja panjang;

Mengenai waktu kerja, jika melihat rentang waktu pekerja anak dalam berkerja berdasarkan bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan mereka

4

UNICEF-ILO, Children at Work, a Report Based On The ILO and UNICEF Regional Training Workshop On Programmatic and Replication Issues Related To Child Labour and Street Children, 1995, hlm.14


(50)

bekerja rata-rata antara 5-7 jam perhari, jika mengacu kepada Peratuan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1987 batas waktu yang diperbolehkan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja tidak lebih dari 4 (empat) jam per harinya.

Jenis pekerjaan sangat sering melibatkan anak-anak salah satunya adalah pembuatan sintetron. Artis cilik dibutuhkan untuk mendukung cerita yang skenarionya melibatkan anak dalam ceritanya. Pekerjaan jenis ini sering kali memberikan pendapatan yang besar bagi orang tua dan anak itu sendiri, didasarkan Besarnya pendapatan yang didapatkan oleh orang tua dan anak membuat artis cilik sering melupakan kehidupan layak bagi anak seperti waktu untuk bermain, rekreasi, mengembangkan bakat dan minatnya dan sekolah.

C. Perjanjian Kerja Artis Cilik

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian kerja ini adalah pihak yang mewakili rumah produksi sinetron yakni direktur perusahaan tersebut dan pihak lain dalam perjanjian kerja pembuatan sinetron tiu sendiri. Pemain sinetron adalah artis cilik/anak, maka penandatanganan perjanjian kerja tersebut diwakilkan oleh orang tua/wali. Pengertian artis cilik tersebut adalah anak berusia di bawah 18 tahun yang bekerja dengan perusahaan pembuatan film dengan jangka waktu tertentu.

Salah satu perjanjian kerja antara PT. Lunar Jaya Film Pihak Pertama, perusahaan ini beralamat di Graha Arteri Mas Jl. Panjang 68, Kav. 38-39 Jakarta Barat - 11520 dalam hal ini diwakili oleh TITIN SURYANI yang berkedudukan sebagai direktur, dan Kemal Fathurrahman artis cilik/anak berusia saat ini 15 (lima


(51)

belas) tahun Pihak Kedua mencantumkan YARZAL yang beralamat di Kp. Pekopen RT.001 RW.002 Tambun Selatan Bekasi, sebagai pihak orang tua yang mewakili Kemal Fathurrahman dalam perjanjian kerja pembuatan sinetron.

Berdasarkan perjanjian kerja bahwa Pihak Pertama Rumah Produksi telah menunjuk Pihak Kedua (Pemain Sinetron), dan Pihak Kedua telah menyatakan menerima dengan baik penunjukan Pihak Pertama untuk bekerja dengan baik. Penunjukan Pihak Pertama untuk bekerjasama sebagai pemain pada sinetron yang diproduksi oleh Pihak Pertama, dimana para pihak menyatakan setuju untuk membuat dan menandatangani perjanjian kerja dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:

1. Judul dan Honorarium

Judul sinetron yang diperjanjikan untuk diselesaikan oleh Kemal Fathurrahman adalah Taufik Savalas yang berjumlah 20 (dua puluh) episode dengan durasi setiap episodenya selama 120 (seratus dua puluh) menit.

Perjanjian kerja antara Kemal Fathurrahman dan rumah produksi berlaku hari pertama pengambilan gambar (shooting) pada sinetron tersebut, sampai dengan diselesaikannya proses pengambilan gambar sesuai dengan jumlah episode yang telah diperjanjikan.

Setelah perjanjian ini berakhir Pihak Kedua belum dapat menyelesaikan pekerjaannya, maka Pihak Kedua tetap wajib dan terikan untuk tetap menyelesaikan pekerjaannya tanpa mewajibkan Pihak Pertama untuk memberikan tambahan biaya apapun dan dalam jumlah berapapun kepada Pihak Kedua.


(52)

Honorarium yang diterima oleh Kemal Fathurrahman dalam sinetron ini sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk penyelesaian setiap episode.

2. Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Para Pihak

Pihak kedua berkewajiban senantiasa bersikap profesional dan disiplin dalam melaksanakan pekerjaannya tapi tidak terbatas pada hal-hal sebagaimana disebut di bawah ini :

a. Bersikap disiplin dalam memenuhi jadwal pengambilan adegan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengambilan gambar (shooting).

b. Menghadiri setiap kegiatan promosi atau undangan lainnya yang berkaitan dengan sinetron tersebut.

c. Mengikuti jadwal pengambilan adegan (shooting) yang telah ditetapkan

d. Mematuhi panggilan untuk pengambilan adegan (shooting) dan datang tepat waktu di lokasi.

3. Sanksi-sanksi

Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, apabila telah diberikan teguran tertulis pihak kedua lalai untuk mematuhi peraturan dalam perjanjian kerja ini atau tidak melakukan tugasnya dengan baik menurut penilaian Pihak Pertama, maka Pihak Pertama berhak untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak.

4. Penyelesaian Perselisihan

Menyelesaikan masalah bila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat atau sengketa di antara para pihak mengenai pelaksanaan


(53)

perjanjian kerja ini, maka para pihak akan berusaha menyelesaiakannya dengan cara musyawarah mufakat.

Penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka para pihak sepakat dan setuju untuk memilih tempat kediaman hukum yang tetap Pengadilan Negeri Jakarta Barat di Jakarta.

D. Waktu Kerja Artis Cilik

Menurut keterangan YARZAL (orang tua dari artis cilik)5, pada pengambilan gambar (shooting) Kemal Fathurrahman dapat bekerja dari pukul 14.00 siang sampai dengan pukul 23.00 malam.Kemal Fathurrahman juga memberikan keterangan bahwa Kemal tidak masuk sekolah karena jadwal pengambilan gambar yang sama dengan waktu sekolah, sehingga artis cilik mengorbankan waktu sekolahnya demi waktu pengambilan adengan yang harus artis cilik lakukan.

E. Usia Artis Cilik

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jika melihat dalam perjanjian kerja Kemal Fathurrahman dengan PT. Lunar Jaya Film tidak dicantumkan usia Kemal Fathurrahman, oleh sebab itu Kemal Fathurrahman adalah seorang anak berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Perlindungan Anak, akibat pekerjaan yang dikerjakan oleh Kemal Fathurrahman cukup menganggu sekali waktu sekolah dan perkembangan dalam kehidupan sosialnya.

5 Berdasarkan Wawancara Terhadap Orang Tua Artis Yang Dilakukan Pada Hari Sabtu


(54)

48

PERLINDUNGAN TERHADAP ARTIS CILIK DALAM

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DENGAN

RUMAH PRODUKSI SINETRON

A. Perlindungan terhadap Artis Cilik dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Pembuatan Sinetron Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus di jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan ber Negara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak melangsungkan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.


(55)

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut:

a. nondiskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Oleh karena itu, untuk melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Dengan dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, diharapkan adanya kejelasan tentang batasan bagaimana anak dikatakan sebagai pekerja atau bukan. Batasan tersebut akan membuat permasalahan pekerja anak di Indonesia bisa diminimalisir dan bagi yang mengeksplotasi anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat dipidana dan sanksi administrasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 88 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Maksudnya adalah suatu


(56)

perjanjian merupakan tindakan dari satu orang atau lebih untuk mengikatkan dirinya atau lebih untuk mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih sehingga dengan terikatnya para pihak maka timbul kewajiban dari masing-masing pihak untuk saling memenuhi prestasi.

Salah satu aspek yang sangat penting dalam perjanjian adalah pelaksanaan perjanjian itu sendiri, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perjanjian inilah yang menjadi tujuan orang-orang yang mengadakan perjanjian karena dengan pelaksanaan perjanjian itu para pihak yang membuatnya akan dapat memenuhi kebutuhannya.

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan :

“perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha

atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para

pihak.”

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa :

(1) perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan

(2) perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini, yang melakukan perjanjian adalah Kemal Fathurrahman sebagai artis cilik/anak diwakilkan oleh orang tua/wali dengan rumah produksi sinetron, Kemal Fathurrahman sebagai seorang anak yang merupakan generasi


(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS CILIK DALAM

PERJANJIAN KERJA DENGAN RUMAH PRODUKSI SINETRON

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN

2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

KETENAGAKERJAAN

LAW PROTECTION ON CHILDREN ARTISTS IN A WORK

CONTRACT WITH CINEMA’S HOME PRODUCTION REGARDING

LAW NUMBER 23/2002 RELATING CHILDREN PROTECTION

JUNCTO LAW NUMBER 13/2003 RELATING WORKFORCE

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Pada Program Strata-1 Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

Oleh : Veri Suherman

3.16.07.007

Di Bawah Bimbingan : Farida Yuliaty, S.H., S.E., M.m

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

Nama : Veri Suherman

Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 01 Maret 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Kp.Cibuntu Bojong Cikarang Barat Bekasi Telepon : 085659225541

Email : [email protected] [email protected] Status : Belum Menikah

PENDIDIKAN FOMAL :

SDN Manggis : 1993 - 2000 SMPN 2 Cibitung : 2000 - 2003 SMK YAPIN : 2003 - 2006 Universitas Komputer Indonesia : 2007 - Sekarang


(3)

iii

KATA PENGANTAR

“Bismillahhirahmannirohim”

Segala rasa kerendahan hati dan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunianya yang telah dilimpahkan sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS CILIK DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN RUMAH PRODUKSI SINETRON DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN dengan tujuan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan kelulusan di Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan, dari segi penggunaan tata bahasa maupun dalam pembahasan materi. Semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun kepada Penulis, yang mudah-mudah dikemudian hari Penulis dapat memperbaiki segala kekurangannya.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Farida Yuliaty, S.H., S.E., M.m. selaku pembimbing utama, yang telah memberikan ide serta pemikiran akademis yang sangat berharga yang dapat mendorong penulis untuk menyelesaiakan penulisan skripsi ini.


(4)

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu, memberikan motivasi, dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, Msc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., A.K., M.S selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh. Tajuddin, M.A. selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia

4. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Bapak Waridi, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Bapak Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(5)

v

11. Yth. Bapak Asep Iwan Irawan, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12. Yth. Ibu Febilita Wulan sari S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi., S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Yth. Ibu Rika Rosiliawati, A.Md selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Yth. Bapak Muray Selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Kompter Indonesia;

16. Rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia Angkatan 2007; 17. Sahabat-sahabatku Tjeffy Murdock, Anggun W, Erga Doyok, Andhika Dekok,

Luqman Bachdim, TuanKotta Tigor, Godel, Wawan (Jaksa), Iyong, Tomy, Sofa, Faraz, Riko, Samboza, Ecco, Tigor Bhonbon, Israer, Farah, Oca, Shy, Mirna, Abung, Melvy, uwa Tjeffy, Mang Ujang Memet, Setiawarga Fc dan sahabat-sahabatKu semua.

18. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah mereka berikan.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih untuk yang tercinta kedua orang tua penulis, Bapak Naum Suherman dan Ibu Nurhayati Suherman yang sangat penulis hormati dan sayangi serta adik tercinta Pungki Suherman dan Elisa Nurfadillah Suherman, terima kasih atas limpahan kasih yang tercurah selama ini dan juga doa yang tulus semua ini tak ada bandingnya di dunia. Penulis juga


(6)

mengucapakan terima kasih untuk Fitria Fauziah Yang selalu menghibur dan menemani penulis dalam membuat skripsi.

Akhir kata, semoga Allah SWT yang akan melimpahkan kasih sayang-Nya serta pahala yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Billahitaufiq Wal Hidayah Wassalamualaikum Wr.,Wb.

Bandung, Agustus 2011 Penulis

Veri Suherman 31607007


Dokumen yang terkait

Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Penanggulangan Pekerja Anak dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 21 82

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 6 1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

Tinjauan Hukum Tentang Efektivitas Pemberlakuan Pidana Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 10 64

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 17 86

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA FACTORY OUTLET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.

0 1 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA DIHUNBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK | Hermana | Jurnal Ilmiah Ga

0 0 16

A. Pendahuluan - PERLINDUNGAN ANAK DARI MEDIA TELEVISI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 13

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK SEBAGAI PEMBANTU RUMAH TANGGA (DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN) STUDI KASUS LSM PERISAI SEMARANG - Unika Repos

0 0 10