Tinjauan Hukum Tentang Efektivitas Pemberlakuan Pidana Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PEMBERLAKUAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA

PERKOSAAN

A. Ruang Lingkup Tentang Anak 1. Pengertian Anak

Anak ditempatkan pada posisi yang mulia sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin generasi bangsa dan negara. Salah satu pertimbangan dibuatnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Konsideran menyebutkan juga bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Peraturan perundang-undangan memberikan definisi dan kriteria tersendiri mengenai batas usia anak. Belum adanya kesepakatan tentang batasan usia anak juga dapat dilihat dalam undang-undang berikut :19

a. Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

19


(2)

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

b. Anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Anak adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

c. Anak menurut Hukum Internasional, yaitu Konvensi Hak-hak anak (telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990)

Pasal 1 Konvensi Hak-hak Anak (KHA) menyebutkan yang dimaksud dengan anak dalam konvensi ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditemukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Hadi Supeno mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak anak.20

20

M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.10.


(3)

Pengertian anak dalam kaitan dengan perilaku anak nakal (juvenile deliquency), biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia, dalam arti tingkat usia berapakah seseorang dikategorikan sebagai anak. Pada hakikatnya, batasan anak dalam kaitan hukum pidana yang berarti melingkupi pengertian anak nakal. Menurut Maulana Hasan Wadong meliputi dimensi pengertian sebagai berikut :21

a. Ketidakmampuan untuk pertanggungjawaban tindak pidana; b. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubstitusikan

hak-hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, taat negara dengan maksud untuk mensejahterakan anak;

c. Rehabilitasi, yaitu anak berhak untuk mendapatkan perbaikan mental spiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri;

d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan; e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.

Dilihat dari tingkatan usia, batasan seseorang dikategorikan sebagai anak dapat dilihat dari beberapa negara di dunia. Berbagai negara di dunia tidak ada keseragaman tentang batasan umur seseorang dikategorikan sebagai anak, seperti :22

a. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan batas umur antara 8-18 tahun, sementara 6 negara bagian lain

21

Maulana Hasan Wadong dikutip dari Nashriana, bukunya Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm.8.

22 Ibid.


(4)

menentukan batas umur antara 8-17 tahun, sementara ada pula negara bagian yang lain menentukan batas umur antara 8-16 tahun;

b. Di Inggris, ditentukan batas umur antara 12-16 tahun;

c. Di Australia, kebanyakan negara bagian menentukan batas umur antara 8-16 tahun;

d. Di Belanda, menentukan batas umur antara 12-18 tahun; e. Di Srilangka, menentukan batas umur antara 8-16 tahun; f. Di Iran, menentukan batas umur antara 6-18 tahun;

g. Di Jepang dan Korea, menentukan batas umur antara 14-20 tahun;

h. Di Taiwan, menentukan batas umur antara 14-18 tahun; i. Di Kamboja, menentukan batas umur antara 15-18 tahun; j. Di negarfa-negara ASEAN lain, antara lain : Filipina (antara

7-16 tahun); Malaysia (antara 7-18 tahun); Singapura (antara 7-18 tahun).

Ditinjau dari batasan dari sudut psikososial, Singgih Gunarso dalam makalahnya yang berjudul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat yang disampaikan dalam seminar Keluarga dan Budaya Remaja di Perkotaan yang dilakukan di Jakarta mengemukakan bahwa klasifikasi perkembangan anak hingga dewasa dikaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaannya terbagi menjadi 5 (lima) tahap, yaitu:23

a. Anak, seseorang yang berusia di bawah 12 tahun;

23


(5)

b. Remaja dini, yaitu seseorang yang berusia antara 12-15 tahun;

c. Remaja penuh, seseorang yang berusia antara 15-17 tahun;

d. Dewasa Muda, yaitu seseorang yang berusia antara 17-21 tahun;

e. Dewasa, yaitu seseorang berusia diatas 21 tahun.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan beberapa faktor seperti kondisi ekonomi, sosial, politik dan budaya masyarakat. Berbagai peraturan perundang-undangan terdapat perbedaan ketentuan yang mengatur tentang anak, hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor yang merupakan prinsip dasar yang terkandung dalam dasar pertimbangan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan berkaitan dengan kondisi serta pelindungan anak.

2. Hak-Hak Anak

Lingkungan sekitar mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. Anak membutuhkan perlindungan dan kasih sayang orang-orang disekitarnya, untuk itu bimbingan, pembinaan dan perlindungan dari orang tua, guru serta orang dewasa lainnya sangat dibutuhkan oleh anak di dalam perkembangannya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka.


(6)

Anak dalam proses pemenuhan haknya tidak dapat melakukannya sendiri disebabkan kemampuan dan pengalamannya yang masih terbatas. Orang tua, khususnya orang dewasa memegang peranan penting dalam memenuhi hak-hak anak.

Hukum positif di Indonesia mengatur tentang perlindungan hukum terhadap hak-hak anak, dapat ditemui di berbagai peraturan perundang-undangan. Upaya perlindungan hak-hak anak di Indonesia telah diakomodir dalam UUD 1945. Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi

Dicantumkannya hak anak tersebut dalam batang tubuh konstitusi, maka bisa diartikan bahwa kedudukan dan perlindungan hak anak merupakan hal penting yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam kenyataan sehari-hari.

Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur yaitu Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990 yang merupakan ratifikasi dari konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang selanjutnya disebut PBB tentang Hak-hak Anak (Convention on the Right of the Child). Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu :24

24

BAPPEDA Kendal, Konvensi Hak-Hak Anak, http://bappeda.kendalkab.go.id/profile/sdm/87-konvensi-hak-hak-anak-kha.html, Diakses pada tanggal 25 Juni 2015, Pukul 00.21 WIB.


(7)

a. Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. b. Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi,

eksploitasi, kekerasan dan keterlantaran.

c. Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. d. Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam

segala hal yang mempengaruhi anak.

Konvensi Hak Anak memuat beberapa hak tentang anak. Hak-hak anak yang dimuat dalam Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut :25

a. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;

b. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan;

c. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;

d. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri;

25


(8)

e. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial; g. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakatnya;

h. Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan.

Menurut Erna Sofyan Syukrie, negara-negara pihak yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak yang selanjutnya disingkat KHA wajib menerapkan dengan melakukan harmonisasi hukum :26

a. Memeriksa dan menganalisis perundang-undangan yang ada dan yang masih dalam proses perencanaan atau pembentukannya;

b. Meninjau ulang lembaga-lembaga yang ada hubungannya dengan pelaksanaan KHA;

c. Mengusulkan langkah-langkah pintas penyelarasan ketentuan KHA dengan perundang-undangan Indonesia;

26

Erna Sofyan Syukrie dikutip dari M. Nasir Djamil, Op.Cit, hlm.13. .


(9)

d. Meninjau ulang bagian pembuatan perundang-undangan yang masih berlaku tapi perlu penyempurnaan atau pelaksanaan yang tepat; dan

e. Memprioritaskan acara pembuatan undang-undang yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan KHA atau penyelarasan KHA dengan perundang-undangan Indonesia.

3. Anak Yang Berkonflik dengan Hukum

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan istilah bahwa anak yang berhadapan dengan hukum disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum. Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu :27

a. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah;

b. Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Sama halnya dengan pengertian anak, pengertian delinkuen juga belum seragam. Istilah delinkuen berasal dari delinquency, yang diartikan dengan kenakalan anak, kenakalan remaja, kenakalan

27


(10)

pemuda dan delinkuensi.28 Kata delinkuensi atau delinquency dijumpai bergandengan dengan kata juvenile, karena delinquency erat kaitannya dengan anak sedangkan kata delinquent act diartikan perbuatan yang melanggar norma dasar dari masyarakat.29

Sebagai perbandingan di Amerika Serikat “Juvenile delinquency” sesuai dengan kitab Undang-Undang Amerika Serikat (U.S Code):30

“Juvenile Delinquency is violation of the law commited by a person under the age of 18 that would be considered a crime if it was commited by a person 18 or older”

(Juvenile Delinquency adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang mana hal tersebut digolongkan sebuah kejahatan jika dilakukan oleh oleh orang yang berumur 18 tahun atau lebih tua).

Kamus hukum Black’s Law Dictionary yang disusun oleh Bryan A. Garner menyatakan bahwa :31

“Delinquency is a failure or omission: a violation of a law or duty, juvenile delinquency is antisocial behavior by a minor, behavior that would be criminally punishable if the actor were an adult, but instead is punished by special laws pertainning only to minors-also termed delinquen minor” (Perbuatan

28

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Jakarta, 2009, hlm. 37.

29 Ibid. 30

Kitab Undang-Undang Amerika Serikat dikutip dari Ibid. 31


(11)

melawan masyarakat yang dilakukan oleh orang yang belum memenuhi umur orang dewasa secara hukum. Khususnya perilaku yang merupakan kejahatan yang dikenakan hukuman bila dilakukan oleh orang dewasa, tapi diperlakukan dengan pengecualian hukum untuk yang belum dewasa). Menurut Anthony M. Platt definisi delinquency adalah perbuatan anak yang meliputi perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, perbuatan melanggar peraturan negara atau masyarakat serta perilaku tidak bermoral yang ganas, pembolosan, perkataan kasar dan tidak senonoh, tumbuh dijalanan dan pergaulan dengan orang yang tidak baik yang memungkinkan pengaruh buruk bagi anak di masa depan.32

Pengertian Juvenile Deliquency menurut Kartini Kartono adalah Perilaku jahat/dursila atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.33 Bimo Walgito merumuskan Juvenile Deliquency ialah tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan oleh anak khususnya anak remaja.34

32

Anthony M. Platt dikutip dari Ibid, hlm.38. 33

Kartini Kartono dikutip dari Ibid, hlm.35. 34

Bimo Walgito dikutip dari Wagiati Soetedjo & Melani, Op.Cit, hlm.142.


(12)

Pada naskah akademis Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak telah mencampuradukkan dua pengertian yang sama sekali berbeda pendekatannya, yakni :35

a. “anak nakal” didefinisikan sebagai anak yang melakukan tindak pidana. Perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum pidana adalah perbuatan yang sesuai dengan asas legalitas, yakni perbuatan yang dilarang undang-undang. Dalam hukum pidana, suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan pidana yang ada.

b. “anak nakal” didefinisikan sebagai pelaku kenakalan (delinquency), yakni melakukan perbuatan selain tindak pidana. Maksudnya, melakukan perbuatan selain tindak pidana yang karenanya tidak terikat dengan asas legalitas. c. Pengertian “anak nakal” ini memberikan pembedaan antara tindak pidana dengan kenakalan anak. Disisi lain, pengertian anak nakal ini sebenarnya adalah kriminalisasi atas kenakalan anak sebagaimana pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Karena ada ketidakjelasan pemaknaan peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam


(13)

masyarakat yang bersangkutan, karena bisa menimbulkan interpretasi.

Teori yang dikemukakan oleh Sutherland yang disebut dengan Teori Association Differential menyatakan bahwa anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya.36 Berdasarkan hal tersebut maka melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak nakal yang masuk kategori dapat dipidana disebut dengan istilah anak yang berkonflik dengan hukum. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa :

“ Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Anak yang berkonflik dengan hukum, lebih memposisikan anak tersebut sebagai tersangka atau terdakwa sedangkan, anak yang berhadapan dengan hukum memposisikan anak sebagai korban dari kekerasan. Keduanya, perlu memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari sistem peradilan dan proses hukum. Advokasi secara yuridis dapat berupa upaya pencegahan agar anak tidak mendapatkan perlakuan kesewenang-wenangan


(14)

dan diskriminasi dari aparat penegak hukum baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh kembangnya secara wajar, secara fisik, mental dan sosial.

Peraturan perundang-undangan tentang anak dibuat untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan hak pada anak, meskipun anak berkonflik dengan hukum. Pemberian sanksi hukum harus dilakukan secara proposionalitas, tidak hanya memberi hukuman pidana penjara tapi juga memberi alternatif hukuman lain dalam bentuk pembinaan yaitu sanksi pidana non-penal (tindakan) dengan menerapkan konsep restorative justice.

4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Anak berhak atas perlindungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Perlindungan terhadap anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil untuk mencapai kesejahteraan anak. Masalah perlindungan anak adalah suatu masalah manusia yang merupakan kenyataan sosial.37 Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materi spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

37


(15)

Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani dan sosial. Perlindungan anak merupakan usha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan yangmenyadari pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari.

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.38


(16)

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ada beberapa pihak yang wajib dan bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada anak, yaitu :39

a. Negara dan Pemerintah b. Masyarakat

c. Orang Tua

Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka koordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :40

a. Menghormati dan menjamin hak-hak setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran dan kondisi fisik dan/atau mentalnya.

b. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak dan rumah tahanan khusus anak.

39

Perlindungan Anak, dicetak ulang oleh BPPKB Disusun oleh Apong Herlina

40 Ibid.


(17)

c. Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua atau wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

d. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Pengertian perlindungan anak juga dapat diartikan sebagai suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang dipandang perlu mendapat perhatian, yaitu :41

a. Luas lingkup perlindungan :

1) Perlindungan pokok yang meliputi antara lain : sandang, pangan, pemukiman, kesehatan, pendidikan dan hukum.

2) Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah.

3) Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang berakibat pada prioritas pemenuhannya.

b. Jaminan pelaksanaan perlindungan :

1) Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui, dirasakan

41


(18)

oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan.

2) Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana tetapi dapat dipertanggungjawabkan serta disebarluaskan secara merata dalam masyarakat. 3) Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi situasi

di Indonesia tanpa mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan negara lain, yang patut dipertimbangkan dan ditiru.

Pelaksanaan perlindungan anak dipandang perlu diterapkan di dalam suatu negara, karena anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh perlindungan. Pelaksanaan perlindungan anak didasari oleh beberapa hal, diantaranya adalah :42

a. Dasar Filosofis

Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak.

b. Dasar Etis

Pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan,

42


(19)

kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak.

c. Dasar Yuridis

Pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.

Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung.43 Secara langsung maksudnya kegiatannya ditunjukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini dapat berupa antara lain dengan cara melindungi anak dar berbagai macam ancaman dari luar dan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak. Perlindungan anak secara tidak langsung yaitu kegiatan tidak langsung ditujukan kepada anak, tetapi orang lain yang melakukan terlibat dalam usaha perlindungan anak.

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Anak 1. Pengertian Tindak Pidana

Moeljatno berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

43


(20)

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar aturan tersebut.44 Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan perbuatan pidana atau tindak pidana merupakan perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum yang disertai suatu sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada orang yang melakukan atau menimbulkan kejadian tersebut.

Tindak pidana menurut wujud atau sifatnya adalah bertentangan dengan atta atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, mereka adalah perbuatan yang melanggar hukum. Tentang penentuan perbuatan pidana mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana menganut asas yang dinamakan asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang atau setidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada dan berlaku sebelum seseorang dapat dituntut untuk dipidana karena perbuatannya.45

2. Tindak Pidana Anak

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang

44

Moeljatno, Op.Cit, hlm.2. 45


(21)

mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Seorang anak yang melakukan kejahatan memiliki banyak faktor pendorong untuk mereka melakukan hal tersebut, diantaranya adalah :

a. Pola pikir anak yang masih labil dan belum mengerti hal yang baik dan benar bisa menjadi salah satu faktor anak untuk melakukan kejahatan yang sebenarnya dikarenakan masalah kecil.

b. Pengaruh pergaulan juga menjadi faktor anak berperilaku menyimpang.

c. Perhatian yang kurang dari orangtua juga bisa membuat anak-anak melakukan tindakan sesuai dengan pola pikir dan kemauan, akibatnya anak melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan seperti mencuri dan yang lainnya.

Masalah anak melakukan tindak pidana yaitu melanggar ketentuan dalam Peraturan Hukum Pidana yang ada. Misalnya melanggar pasal-pasal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Peraturan Hukum Pidana lainnya yang tersebar di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Anak yang berkonflik dengan hukum memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi pola pikir dan perbuatannya, yang


(22)

menyebabkan anak melakukan tindak pidana. Menurut Alexander dan Staub ada 4 (empat) golongan atau tipe kejahatan, yaitu :46

a. The neurotic criminal ialah anak yang melakukan kejahatan sebagai akibat konflik kejiwaan;

b. Normal Criminal ialah anak yang sempurna akalnya namun menentukan jalan hidupnya sebagai penjahat; c. The detective criminal ialah anak yang melakukan

kejahatan sebagai akibat gangguan jasmani dan rohani; d. The acute criminal ialah anak yang melakukan kejahatan

karena terpaksa atau karena akibat khusus.

Faktor kondisi ekonomi yang tidak mampu juga dapat membuat anak berbuat jahat apabila imannya kurang dan keinginannya akan sesuatu tak terpenuhi oleh orang tuanya, tindakan yang dilakukannya bisa berbentuk pencurian benda yang di inginkannya. Adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak Hal yang sama juga diperoleh melalui adegan-adegan kekerasan secara visualisasi, khususnya melalui media elektronik (televisi). Melalui tingginya frekuensi tontonan adegan kekerasan akan melahirkan apa yang di sebut dengan “kultur kekerasan”. Hal ini akan

46

Alexander dan Staub dikutip dari Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, hlm.82.


(23)

menimbulkan penggunaan tindak kekerasan yang mengarah kepada tindak pidana sebagai solusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk anak.

3. Sanksi Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur 2 (dua) jenis sanksi bagi anak yang berkonflik dengan hukum yaitu tindakan dan pidana. Anak yang berkoflik dengan hukum yang belum berusia 14 (empat belas tahun) hanya dapat dikenai sanksi tindakan. Ringannya perbuatan, kepribadian anak atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Salah satu pidana pokok terhadap anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa :

“ Pidana pokok bagi anak terdiri atas : a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat ;

1) Pembinaan di luar lembaga; 2) Pelayanan Masyarakat; 3) Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan di dalam lembaga; e. Penjara.”

Hakim dalam proses penjatuhan hukuman tidak hanya dapat menerapkan pidana pokok, akan tetapi dapat menambahkan dengan pidana tambahan. Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11


(24)

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa :

“ Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.”

Terdapat 2 (dua) sanksi pidana bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang berkonflik dengan hukum dapat dijatuhi hukuman pidana ataupun tambahan dengan upaya pidana penjara merupakan ultimum remedium atau upaya terakhir bagi anak.

C. Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem peradilan pidana bagi anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibuat atas dasar pertimbangan, yaitu :

a. Bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat danmartabat sebagai manusia seutuhnya;

b. Bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan;

c. Bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang


(25)

mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum; d. Bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Perlu adanya perubahan paradigma dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, antara lain didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.47

Peradilan adalan tiang teras dan landasan negara hukum. Peraturan hukum yang diciptakan memberikan faedah apabila ada peradilan yang berdiri kokoh, kuat dan bebas dari pengaruh apapun yang dapat memberikan isi dan kekuatan kepada kaidah-kaidah hukum yang diletakkan didalam undang-undang dan peraturan hukum lainnya.

47

Mohammad Taufik Makarao & Weny Bukarno, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, 2013 hlm.63.


(26)

Pendekatan sistem dan pendekatan fungsional dalam peradilan pidana anak memungkinkan tercapainya suatu keadilan. Pendekatan sistem dalam peradilan pidana mempunyai ciri sebagai berikut :48

1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan);

2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara;

4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkan “the administration of justice”.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam penjelasan umum menyatakan bahwa undang-undang ini menggunakan nama Sistem Peradilan Pidana Anak tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana diatur dalam. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, namun merupakan bagian dari peradilan umum. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi :

48


(27)

“Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25”

Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pengadilan Khusus antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha Negara.

Peradilan anak bertujuan untuk memberikan yang terbaik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan.49 Acara peradilan anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pengadilan Anak adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak. Batas umur anak yang dapat diajukan ke Pengadilan Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Pengadilan Anak merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum yang disahkan pada tahun 2012 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

49


(28)

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara anak adalah Hakim Tunggal, namun dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim Majelis apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya. Acara persidangan anak yaitu berupa :

a. Persidangan dilakukan secara tertutup.

b. Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa tidak menggunakan toga.

c. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) mengenai anak yang bersangkutan.

d. Selama dalam persidangan, Terdakwa wajib didampingi oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan.

e. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Terdakwa dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir.

f. Dalam persidangan, Terdakwa Anak dan Saksi Korban Anak dapat juga didampingi oleh Petugas Pendamping atas izin Hakim atau Majelis Hakim.


(29)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

1. Implementasi Pemberlakuan Pidana terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, yaitu sanksi tindakan dan pidana. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. Sanksi Pidana terbagi menjadi 2 (dua), yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Peraturan pidana pokok yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak peneliti nilai kurang efektif dalam mengatasi kasus yang di alami oleh anak yang berkonflik dengan hukum. Belum adanya penjelasan yang tepat terhadap peraturan pidana pokok dan tambahan yang ada membuat tumpang tindih dari pidana pokok yang satu dan yang lain.


(30)

2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dikenakan Sanksi Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Setiap anak memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh. Pembinaan dan perlindungan anak ini tidak mengecualikan pelaku tindak pidana anak. Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar. Anak yang berkonflik dengan hukum berhak memperoleh perlindungan khusus. Seperti yang diamanatkan oleh Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pertanggungjawaban pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terwujudnya perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum yang sedang menjalani sanksi pidana berhak memperoleh hak dasarnya sebagai anak, hak inilah yang harus dilindungi oleh pemerintah khususnya agar anak tetap tumbuh dan berkembang secara optimal dan terarah.


(31)

B. Saran

1. Regulasi terkait pemberlakuan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum pada Pasal 69 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu diperbaiki kembali serta perlu dijelaskan lebih terperinci dan secara eksplisit agar tidak terjadi tumpang tindih pada saat implementasi peraturan perundang-undangan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut perlu adanya peraturan turunan dari peraturan perundang-undangan seperti yang diamatkan dalam undang-undang tersebut.

2. Diharapkan pada proses penegakan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, harus memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak. Upaya perlindungan hukum terhadap anak dapat dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga lain seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang memang menangani bidang anak, sehingga perlindungan khusus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum seperti yang diamanakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak dapat terealisasikan dan tidak mengesampingkan anak untuk tetap mendapatkan hak-haknya.


(32)

PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN

2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

REVIEW OF IMPLEMENTATION OF THE LAW ENFORCEMENT OF CRIMINAL LAW CHILDREN IN CONFLICT BASED ON UNDANG-UNDANG NUMBER 35 YEAR 2014 CONCERNING THE AMANDEMENT OF UNDANG-UNDANG NUMBER 23 YEAR 2002 ABOUT THE PROTECTION OF CHILDREN JUNCTO UNDANG-UNDANG NUMBER 11

YEAR 2012 ABOUT CHILD CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Pada Ujian Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh

Nama : Jeanis Dewi Nur Santoso

NIM : 31611005

Program Kekhususan : Hukum Pidana

Dibawah Bimbingan : Arinita Sandria, S.H., M.Hum.

NIP. 4127.33.00.006

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(33)

LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Kegunaan Penelitian ... 7 E. Kerangka Pemikiran ... 9 F. Metode Penelitian ... 26

1. Spesifikasi Penelitian ... 26 2. Metode Pendekatan ... 27 3. Tahap Penelitian ... 27 4. Teknik Pengumpulan ... 28 5. Metode Analisis Data ... 28 6. Lokasi Penelitian ... 28


(34)

PIDANA PERKOSAAN

A. Tinjauan Umum Tentang Anak ... 30 1. Pengertian Anak ... 30 2. Hak-hak Anak... 34 3. Anak yang Berkonflik dengan Hukum ... 38 4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak ... 43 B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Anak ... 48 1. Pengertian Tindak Pidana... 48 2. Tindak Pidana Anak ... 49 3. Sanksi Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana ... 52 C. Sistem Peradilan Pidana Anak ... 53 BAB III PEMBERLAKUAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG

BERKONFLIK DENGAN HUKUM PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KELAS II BANDUNG

A. Penerapan Pidana Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum . 58 B. Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Jumlah Anak Pidana di

Lembaga Pemasyarakatan ... 64 BAB IV TINJAUAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI PEMBERLAKUAN

PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG


(35)

TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

A. Implementasi Pemberlakuan Pidana terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 74 B. Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Dikenakan Sanksi Pidana

menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 83 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 89 B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA


(36)

Buku-Buku

Abdoel Djamali, 2007, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers. Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Laksbang

Grafika.

Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung , Alumni. Franz Magnis Suseno, 1995, Kuasa dan Moral, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta,

Franz Magnis-Suseno, 2001, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta, Gramedia pustaka utama.

Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma.

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Jakarta, Refika Aditama.

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta.

Mohammad Taufik Makarao & Weny Bukarno, 2013, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Rineka Cipta.

M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Jakarta, Sinar Grafika.

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers.

Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif : Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Yogyakarta, Genta Publishing.

Wagiati Soetedjo & Melani, 2013, Hukum Pidana Anak, Bandung, Refika Aditama.

Wirjono Prodjodikoro, 2012, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.


(37)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Website

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5e00e0-6bd1 1bd1-913c-313134333039/year/2015/month/7 00.15


(38)

Nama : Jeanis Dewi Nur Santoso Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Desember 1992

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Alamat : Kp. Krajan Desa Cimahi No.12 Kecamatan Klari-Kabupaten Karawang

No. Telephone : 087825312663/08989101320

Pendidikan Formal :

1. SDN Cimahi I Karawang : 1998 - 2004 2. SMP N 1 Klari Karawang : 2004 - 2007 3. SMA KORPRI Karawang : 2007 - 2010 4. Universitas Komputer Indonesia : 2011 - sekarang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Agustus 2015


(39)

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

REVIEW OF IMPLEMENTATION OF THE LAW ENFORCEMENT OF CRIMINAL LAW CHILDREN IN CONFLICT BASED ON UNDANG-UNDANG NUMBER 35

YEAR 2014 CONCERNING THE AMANDEMENT OF UNDANG-UNDANG NUMBER 23 YEAR 2002 ABOUT THE PROTECTION OF CHILDREN

JUNCTO UNDANG-UNDANG NUMBER 11 YEAR 2012 ABOUT CHILD CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

Oleh :

Nama : Jeanis Dewi Nur Santoso

NIM : 31611005

Program Kekhususan : Hukum Pidana

ABSTRAK

Anak merupakan tunas dan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma yang ada dimasyarakat terutama norma hukum juga terjadi pada anak-anak yang merupakan sebagai pelaku tindak pidana. Anak yang Berkonfik dengan Hukum berarti adanya tindakan-tindakan anak yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa karena anak anak dianggap


(40)

implementasi pemberlakuan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang dikenakan sanksi pidana.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah secara yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan dengan norma-norma hukum yang merupakan patokan untuk bertingkah laku atau melakukan perbuatan yang pantas ditunjang dengan alat pengumpul data berupa observasi dalam bentuk catatan lapangan atau catatan berkala.

Implementasi pemberlakuan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum belum efektif dalam penerapannya.Ada beberapa sanksi pidana pokok dan juga tambahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Banyaknya sanksi pidana pokok yang ada membuat saling tumpang tindih implementasinya dari sanksi yang satu dengan sanksi yang lainnya. Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu dengan memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang diantaranya mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak yang sedang menjalankan sanksi pidananya.


(41)

the nation. Violation of values and norms that exist in the community, especially legal norms also occur in children who are as criminals. Children who conflict with the law means the child's actions are contrary to the provisions of applicable law. Deviations behavior or illegal acts committed child caused by various factors, among others, the negative impact of the development of rapid development, globalization in the field of communication and information, the advancement of science and technology and changes in the style and way of life of the majority of parents, has brought fundamental social change in the lives of people who are very influential on children's grades and behavior. Punishment or sanctions and legal proceedings take place in case of violations of the law by a child is different from the case of violations of the law by adults because children are considered have not been able to account for his actions. The problems studied in this research is the how to implementation of criminal enforcement against children in conflict with the law and how to the legal protection of children subject to criminal sanctions.

The method used in the writing of this law is normative juridical, namely the study of the principles of law carried out by legal norms which is a benchmark to behave or perform inappropriate actions supported by the data collection tool in the form of observations in the form of field notes or records periodically.

Implementation of criminal enforcement against children in conflict with the law has not been effective in implementation. Some basic criminal sanctions and also additional regulated in Undang-Undang Number 11 Year 2012 on Child Criminal Justice System. The number of existing criminal sanctions principal


(42)

protection to children who regulated in Undang-Undang Number 23 Year 2002 on Child Protection, which include prioritizing the best interests of children who are running its criminal sanctions.

Latar Belakang

Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Anak adalah bagian hidup yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia, sebuah bangsa dan negara. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrimasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ( selanjutnya disebut UUD 1945).

Pelanggaran terhadap hukum yang berlaku tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi juga melibatkan anak-anak sebagai pelanggar hukum. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengganti istilah kenakalan anak menjadi Anak yang Berkonfik dengan Hukum.

Anak yang Berkonfik dengan Hukum berarti adanya tindakan-tindakan anak yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan sah di Indonesia, sehingga dalam konteks ini dapat didefinisikan bahwa


(43)

bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan sah.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.

Pelanggaran terhadap norma hukum yang dilakukan oleh anak mengakibatkan anak harus berhadapan dengan sistem peradilan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur tentang jenis pidana pokok dan pidana tambahan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Masalah anak melakukan tindak pidana yaitu melanggar ketentuan dalam Peraturan Hukum Pidana yang ada. Misalnya melanggar pasal-pasal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Peraturan Hukum Pidana lainnya yang tersebar di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahkluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Anak merupakan individu


(44)

mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa. Bentuk penanganan terhadap anak yang melanggar hukum harus dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik untuk si anak. Keputusan yang diambil Hakim harus adil dan proporsional, serta tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum, tapi juga mempertimbangkan berbagai faktor lain, seperti kondisi lingkungan sekitar, status sosial anak, dan keadaan keluarga.

Kasus yang peneliti bahas dalam tugas akhir penulisan hukum ini adalah berkaitan dengan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh anak. Kasus yang peneliti angkat dalam tugas akhir penulisan hukum ini berasal dari putusan Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara : 06/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bdg. Perkara tersebut dilakukan oleh terdakwa yang bernama Ripki Hardiansyah alias Iki Bin Asep Dadang, usia 16 tahun. Terdakwa melakukan tindak pidana perkosaan dengan kekerasan atau ancaman memaksa seorang wanita dibawah umur bersetubuh dengan dia di luar perkawinan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah implementasi pemberlakuan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ?


(45)

35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian hukum ini berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada identifikasi masalah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana implementasi pemberlakuan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak .

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap anak yang dikenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Kegunaan Penelitian

Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis bagi masyarakat pada umumnya, para akademisi maupun pemerintah, sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap ilmu hukum pada umumnya, serta hukum


(46)

yang dilakukan oleh anak. 2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Mahasiswa

1) Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan peneliti mengenai penerapan putusan pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

2) Melatih peneliti dalam berpikir secara praktis dan logis untuk memecahkan masalah hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana dan perkembangannya di masyarakat.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai upaya penerapan putusan pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, sehingga hukuman yang akan diberikan tidak membawa pengaruh buruk bagi perkembangan psikis, fisik, mental, dan sosial terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

c. Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pengetahuan bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia pada


(47)

secara ilmiah dalam penerapan penerapan putusan pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. d. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan dan sumber penemuan hukum, sehingga pemerintah khususnya instansi terkait dapat mengembangkan upaya penerapan sanksi pidana yang tepat bagi anak yang berkonflik dengan hukum sehingga konsep penghukuman yang akan diberlakukan tidak memberikan dampak negatif bagi anak yang berkonflik dengan hukum.

Kerangka Pemikiran

Makna yang terkandung dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidup, tidak terkecuali hak anak yang berkonflik dengan hukum. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sedangkan salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Indonesia memakai sistem hukum civil law, hukum adat dan hukum islam. Aliran yang dipakai dalam sistem hukum di Indonesia yaitu aliran hukum


(48)

Kehidupan kenegaraan dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara, tidak terkecuali hak-hak anak. Anak yang melakukan perilaku yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.

Salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh anak terhadap anak lain diantaranya adalah tindak pidana perkosaan. Tindakan perkosaan merupakan tindakan yang melawan hukum dan telah merugikan orang lain yaitu orang yang telah diperkosa tersebut. Tindak pidana perkosaan tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tetapi juga menimpa anak-anak dibawah umur dan dilakukan oleh anak-anak. Dasar hukum terkait dengan anak sebagai pelaku tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00,- (enam puluh juta rupiah)”.


(49)

Anak. Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa :

“ Pidana pokok bagi anak terdiri atas : a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat ;

1) Pembinaan di luar lembaga; 2) Pelayanan Masyarakat; 3) Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan di dalam lembaga; e. Penjara.”

Hakim dalam proses penjatuhan hukuman tidak hanya dapat menerapkan pidana pokok, akan tetapi dapat menambahkan dengan pidana tambahan. Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

“ Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.”

Pengadilan Anak adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak. Batas umur anak yang dapat diajukan ke Pengadilan Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Pengadilan Anak merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum yang disahkan pada tahun 2012 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(50)

Peradilan Pidana Anak

Masih banyaknya fakta di lapangan dari tahun ke tahun jumlah kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelakunya semakin meningkat. Penjatuhan sanksi pemidanaan bagi mereka belum mencapai tujuannya yakni sebagai upaya meresosialisasi ke dalam ruang lingkup bermasyarakat.

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mencabut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak telah mulai berlaku efektif pada tahun 2014. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menempatkan anak sebagai subyek hukum pidana yang tidak lagi diberikan sanksi berdasarkan pada orientasi pembalasan semata, namun lebih mengarahkan kepada sanksi-sanksi yang bersifat restoratif.

Pasal 71 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur tentang pidana pokok dan tambahan bagi anak, yaitu :

“(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas : a. Pidana peringatan

b. Pidana dengan syarat :

1) Pembinaan di luar lembaga; 2) Pelayanan masyarakat atau 3) Pengawasan

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga dan e. Penjara

(2) Pidana tambahan terdiri atas :

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau


(51)

kepada terdakwa dengan memakai dasar hukum pidana pokok yang ada dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan putusan hakim, pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun lalu itu di dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hakim memeriksa perkara tidak dapat begitu saja mengesampingkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Terdakwa melakukan pelanggaran Tindak Pidana Perkosaan yang mana anak melakukan Tindak Pidana Perkosaan dan korbannya masih anak di bawah umur. Perihal perbuatan Perkosaan telah diatur pada Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).

Putusan hakim terkait dengan kasus diatas telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa:

“ Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak “. Minimum khusus adalah sanksi pidana minimum yang dapat dijatuhkan kepada pelaku pidana dan diatur pada pasal-perpasal secara


(52)

oleh hakim menyimpang dari minimum khusus yang diatur tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dikenakan Sanksi Pidana Menurut Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Salah satu persoalan dalam pemidanaan terhadap anak adalah efek buruk pemidanaan terhadap perkembangan anak. Pemidanaan sering mendatangkan cap buruk pada seseorang yang dalam konteks anak akan berpengaruh dalam kehidupannya.

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar. Anak yang berkonflik dengan hukum berhak memperoleh perlindungan khusus. Seperti yang diamanatkan oleh Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Proses pemidanaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tidak boleh merugikan perkembangan jiwa dan mental anak. Perubahan paradigma terhadap penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum perlu diperhatikan , sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berkonflik dengan hukum.


(53)

Anak. Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa :

“ Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :

a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak

b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan

dengan orang tua atau keluarga;

g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.”

Selain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Simpulan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, yaitu sanksi tindakan dan pidana. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. Sanksi Pidana terbagi menjadi 2 (dua), yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Peraturan pidana pokok yang


(54)

yang di alami oleh anak yang berkonflik dengan hukum. Belum adanya penjelasan yang tepat terhadap peraturan pidana pokok dan tambahan yang ada membuat tumpang tindih dari pidana pokok yang satu dan yang lain.

Setiap anak memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh. Pembinaan dan perlindungan anak ini tidak mengecualikan pelaku tindak pidana anak. Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar. Anak yang berkonflik dengan hukum berhak memperoleh perlindungan khusus. Seperti yang diamanatkan oleh Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pertanggungjawaban pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terwujudnya perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum yang sedang menjalani sanksi pidana berhak memperoleh hak dasarnya sebagai anak, hak inilah yang harus dilindungi oleh pemerintah khususnya agar anak tetap tumbuh dan berkembang secara optimal dan terarah.


(55)

berkonflik dengan hukum pada Pasal 69 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu diperbaiki kembali serta perlu dijelaskan lebih terperinci dan secara eksplisit agar tidak terjadi tumpang tindih pada saat implementasi peraturan perundang-undangan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut perlu adanya peraturan turunan dari peraturan perundang-undangan seperti yang diamatkan dalam undang-undang tersebut.

Diharapkan pada proses penegakan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, harus memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak. Upaya perlindungan hukum terhadap anak dapat dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga lain seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang memang menangani bidang anak, sehingga perlindungan khusus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum seperti yang diamanakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak dapat terealisasikan dan tidak mengesampingkan anak untuk tetap mendapatkan hak-haknya.


(56)

Abdoel Djamali, 2007, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers.

Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Laksbang Grafika.

Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung , Alumni.

Franz Magnis Suseno, 1995, Kuasa dan Moral, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Franz Magnis-Suseno, 2001, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta, Gramedia pustaka utama. Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma.

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Jakarta, Refika Aditama.

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta. Mohammad Taufik Makarao & Weny Bukarno, 2013, Hukum

Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Rineka Cipta.

M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Jakarta, Sinar Grafika.

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers.

Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif : Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Yogyakarta, Genta Publishing.


(57)

Wirjono Prodjodikoro, 2012, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Website

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5e00 e0-6bd1 1bd1-913c-313134333039/year/2015/month/7 00.15 http://bappeda.kendalkab.go.id/profile/sdm/87-konvensi-hak-hak-anak-kha.html


(58)

Pada tempat yang pertama dan utama di hati, peneliti panjatkan segala puji serta syukur kepada Allah SWT, kemudian shalawat serta salam mudah-mudahan terlimpah curah ke pangkuan baginda Muhammad SAW , beserta keluarganya, sahabatnya dan umatnya. Berkat Rahmat dan Karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM TENTANG IMPLEMENTASI PEMBERLAKUAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun sistematika pembahasan dan tata Bahasa. Keterbatasan kemampuan serta pengalaman dan peneliti sendiri merupakan salah satu faktor masih kurangnya pembuatan penulisan skripsi ini, sehingga masih banyak yang perlu dipahami dan diperbaiki. Peneliti sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki kekurangan yang ada di kemudian hari.

Pada proses penyusunan skripsi ini peneliti mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum selaku dosen


(59)

diselesaikan. Selain itu, pada kesempatan kali ini peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Yth. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.Si., selaku Wakil Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., M.S., Ak., selaku Wakil Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, Dra., Selaku Wakil Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Dr. Ir. Herman Soegoto, MBA., Selaku Wakil Rektor IV Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Hetty Hassanah, S.H., M.H., Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Arinita Sandria S.H., M.Hum., selaku Dosen dan Dosen Pembimbing Skripsi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Febilita Wulan Sari, S.H., M.H., Selaku Dosen Wali Angkatan 2011 sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(60)

11. Yth. Wita Oktadeanti, S.H., M.H. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12. Yth. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Dr. Farida Yulianti, S.H., S.E., M.M. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Yth. Rika Rosilawati Ruhimat, A.Md., selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Yth. Pak Muray selaku Office Boy Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

16. Yang selalu dan terus peneliti cintai kedua orang tua peneliti Papa dan Mama yang selalu punya spirit dan motivasi untuk membuat anaknya tidak pernah lelah menghadapi kehidupan, yang selalu punya sejuta semangat dan do’a untuk anaknya, yang selalu mendidik anaknya, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, I Love You More;

17. Kakak Futtie Mayang Skhara selaku kakak yang peneliti sayangi, 4 (empat) keponakan terhebat yang sangat peneliti sayangi (Griselda, Leonard, Bryan dan Keysha) serta seluruh keluarga besar peneliti yang selalu memberikan do’a dan semangat untuk peneliti;


(61)

menghadap Sang Pencipta, terima kasih untuk semuanya;

19. In Memoriam Alm. Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. Selaku mantan Dekan Fakultas Hukum Unikom yang telah dipanggil terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta, terima kasih telah menginspirasi pak;

20. Yang saya cintai Pak Dwi Iman Muthaqin, Bu Yani Brilyani Tavipah, Bu Muntadhiroh Alchujjah yang pernah menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Hukum UNIKOM;

21. Rekan-rekan seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 terus berjuang kawan; 22. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Universitas

Komputer Indonesia (HmI Komisariat UNIKOM) yang selalu saya cintai; 23. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Komputer

Indonesia Kabinet “BerGERAK” Masa Juang 2014-2015 (BEM UNIKOM Kabinet “BerGERAK) yang selalu saya cintai;

24. Sahabat dan makhluk super Annisa Nurul Hamidah, Oki Yuliani, Fakhrunissa Khanifa, Putri Damayanti, Wahyu Indah Lestari, Rangky Pria Nanda, Aulia, Mukti M. Rhamdan, Aslam Abdulatif dan Dzaky Rijal; 25. Untuk semua orang yang pernah datang, singgah dan pergi dalam

kehidupan peneliti, terima kasih karena telah mengajarkan banyak hal tentang kehidupan.


(62)

semua. Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan Ilmu, Sampaikan dengan Amal, Yakin Usaha Sampai.

Salam Mahasiswa, Salam Perjuangan.

Bandung, Agustus 2015


(63)

(64)

(1)

ii

pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, kesabaran dan ketulusannya serta pengarahan kepada peneliti sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Selain itu, pada kesempatan kali ini peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Yth. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.Si., selaku Wakil Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., M.S., Ak., selaku Wakil Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, Dra., Selaku Wakil Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Dr. Ir. Herman Soegoto, MBA., Selaku Wakil Rektor IV Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Hetty Hassanah, S.H., M.H., Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Arinita Sandria S.H., M.Hum., selaku Dosen dan Dosen Pembimbing Skripsi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Febilita Wulan Sari, S.H., M.H., Selaku Dosen Wali Angkatan 2011 sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(2)

iii

10. Yth. Dr. RR. Dijan Widijowati, S.H., M.H. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

11. Yth. Wita Oktadeanti, S.H., M.H. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12. Yth. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Dr. Farida Yulianti, S.H., S.E., M.M. Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Yth. Rika Rosilawati Ruhimat, A.Md., selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Yth. Pak Muray selaku Office Boy Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

16. Yang selalu dan terus peneliti cintai kedua orang tua peneliti Papa dan Mama yang selalu punya spirit dan motivasi untuk membuat anaknya tidak pernah lelah menghadapi kehidupan, yang selalu punya sejuta semangat dan do’a untuk anaknya, yang selalu mendidik anaknya, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, I Love You More;

17. Kakak Futtie Mayang Skhara selaku kakak yang peneliti sayangi, 4 (empat) keponakan terhebat yang sangat peneliti sayangi (Griselda, Leonard, Bryan dan Keysha) serta seluruh keluarga besar peneliti yang selalu memberikan do’a dan semangat untuk peneliti;


(3)

iv

18. In Memoriam Alm. Kakek, Nenek, Eyang Putri, Eyang Kakung, Om Budi dan Tante Meida Ningrum yang telah terlebih dahulu dipanggil untuk menghadap Sang Pencipta, terima kasih untuk semuanya;

19. In Memoriam Alm. Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. Selaku mantan Dekan Fakultas Hukum Unikom yang telah dipanggil terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta, terima kasih telah menginspirasi pak;

20. Yang saya cintai Pak Dwi Iman Muthaqin, Bu Yani Brilyani Tavipah, Bu Muntadhiroh Alchujjah yang pernah menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Hukum UNIKOM;

21. Rekan-rekan seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 terus berjuang kawan; 22. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Universitas

Komputer Indonesia (HmI Komisariat UNIKOM) yang selalu saya cintai; 23. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Komputer

Indonesia Kabinet “BerGERAK” Masa Juang 2014-2015 (BEM UNIKOM Kabinet “BerGERAK) yang selalu saya cintai;

24. Sahabat dan makhluk super Annisa Nurul Hamidah, Oki Yuliani, Fakhrunissa Khanifa, Putri Damayanti, Wahyu Indah Lestari, Rangky Pria Nanda, Aulia, Mukti M. Rhamdan, Aslam Abdulatif dan Dzaky Rijal; 25. Untuk semua orang yang pernah datang, singgah dan pergi dalam

kehidupan peneliti, terima kasih karena telah mengajarkan banyak hal tentang kehidupan.


(4)

v

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan Ilmu, Sampaikan dengan Amal, Yakin Usaha Sampai.

Salam Mahasiswa, Salam Perjuangan.

Bandung, Agustus 2015


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban pidana anak menurut hukum pidana islam dan undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak

0 6 169

Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 8 0

Tinjauan Hukum Atas Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Perempuan Di Bawah Umur Dihubungkan Dengan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 8 49

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 3 12

PENDAHULUAN PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 5 17

PENUTUP PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 4

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 0 75

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12