yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti tema, plot, tokoh penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang semuanya tentu saja bersifat imajinatif.
b. Pendekatan Strukturalisme
Secara etimologis struktur berasal dari kata structural bahasa latin, yang berarti bentuk atau bangunan. Strukturalisme adalah
paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, hubungan unsur yang satu dengan yang
lainnya dan hubungan antara unsur dengan totalitasnya. Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis seluruh karya sastra
yang menuntut agar kita harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Struktur yang membangun
sebuah karya sastra sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain alur, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan
amanat Ratna, 2009:19-24.
c. Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Menurut Ratna 2003:1 bahwa sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan
pertumbuhan evolusi
masyarakat, ilmu
pengetahuan yang
mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Kedua ilmu itu
memiliki objek yang sama, yaitu masyarakat.
d. Pengertian Religius
Pada awal mula, segala sastra adalah religius. Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada
“Dunia Atas” dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan
sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan. Religiusitas lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati”, riak getaran hati
nurani pribadi; sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menepaskan
intimitas jiwa, “du coeur” dalam arti Pascal,