Pandepokan Seni Reog Ponorogo; Culture And Nature In Harmony

(1)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Agus Moh Robbieth Abrory

Umur : 24 Tahun

Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 30 November 1991 Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jln. Raden Tosono, Tosanan, Kauman, Kab. Ponorogo, Prov. Jawa Timur

No. Telepon / HP : 082218127497

E-mail : [email protected]

Menerangkan dengan sebenarnya:

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tamatan : SD Negeri Tosanan, Kab. Ponorogo 1998-2004, Berijasah 2. Tamatan : SMP Negeri 1 Badegan, Kab. Ponorogo , 2004-2007, Berijasah

3. Tamatan : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI Kab. Jombang, 2007-2010, Berijasah

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya:

Saya yang bersangkutan,


(2)

(3)

(4)

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ponorogo adalah salah satu kawasan yang berada di wilayah administratif provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terletak di koordinat 111° 17’ - 111° 52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km². Wilayah yang berada di selatan kota Madiun ini adalah salah satu wilayah bersejarah yang ada di Indonesia. Kota Ponorogo juga dikenal dengan julukan Kota Reog, karena yang terkenal dari daerah ini adalah kesenian Reog Ponorogo. Reog adalah salah satu tari yang sangat terkenal di Indonesia maupun di mancanegara. Tarian ini berupa dadap merak (barongan) dengan berat ± 60 kg yang dimainkan dengan cara digigit oleh seorang pemain. Tarian ini biasanya dimainkan oleh 30 orang yang dibagi atas beberapa kelompok.

Sejarah dan asal usul terjadinya Reog dalam cerita masyarakat Ponorogo terdapat dua versi yaitu;

Pertama, pada masa kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh prabu Brawijaya V, Ki Ageng Kutu atau dikenal juga sebagai Ki Demang Suryo Ngalam, penguasa kerajaan Wengker yang berada di lereng gunung Wilis menyindir sang prabu karena terlalu lemah dan tunduk kepada istrinya yang merupakan putri keturunan Champa, sekarang daerah semenanjung Malaya. Ki Demang berpendapat bahwa raja tidak punya wibawa dan tidak bisa menjadi panutan bagi rakyatnya karena terlalu tunduk terhadap kekuasaan istri. Sindiran Ki Demang Suryo Ngalam ini kemudian dijadikan sebuah karya berupa kepala macan yang diatasnya terdapat burung merak.

Kedua adalah berupa cerita legenda yang mengisahkan tentang usaha Prabu Klono Sewandono, penguasa kerajaan Bantar Angin, sekarang masuk ke wilayah kecamatan Kauman, untuk memperistri


(6)

putri kerajaan Kediri, yaitu Dewi Songgo Langit. Usaha prabu Klono Sewandono ini dibantu oleh patihnya yang sakti namun jenaka yaitu patih Bujang Ganong.

Banyaknya orang yang melamar Dewi Songgo Langit menjadi pendamping hidup, membuat putri kerajaan Kediri ini memberikan syarat kepada orang yang melamarnya. Ada empat syarat yang diajukan oeh Dewi Songgo Langit. Pertama adalah calon suami harus mampu membuat terowongan yang menembus gunung Wilis sehingga Kediri dan Ponorogo dapat terhubung langsung. Kedua adalah harus menyediakan 144 kuda kembar yang ditunggangi oleh pemuda dan pemudi yang rupawan. Ketiga adalah membawa binatang yang berkepala dua dan yang terakhir adalah membuat tontonan yang belum pernah ada di muka bumi ini.

Beratnya syarat yang diajukan oleh sang putri membuat pelamar hanya tersisa dua yaitu Prabu Klono Sewandono dan raja Singo Barong, penguasa gunung Lawu. Wujud raja Singo Barong seperti singa dan selalu membawa merak diatas kepalanya membuatnya terlihat garang. Namun ia melakukan cara yang licik untuk memenuhi syarat tersebut. Ia selalu memata- matai prabu Klono Sewandono. Mengetahui hal tersebut, prabu Klono sangat marah dan akhirnya mengumpulkan prajuritnya untuk berperang melawan raja Singo Barong. Peperangan sengit pun tidak terelakkan. Prabu Klono Sewandono dengan senjatanya berupa pecut Samandiman akhirnya dapat mengalahkan raja Singo Barong. Penguasa gunung Lawu ini akhirnya tunduk setelah prabu Klono Sewandono menjadikan burung merak yang selalu bertengger diatas kepala Singo Barong tidak dapat lepas. Wujud ini akhirnya dijadikan sebagai pelengkap syarat Dewi Songgo Langit yaitu mencari hewan berkepala dua serta tontonan yang belum pernah ada di dunia.

Namun, perkembangan teknologi dan komunikasi pada saat ini membawa banyak perubahan terhadap masyarakat Indonesia dalam mempelajari segala hal yang bersifat budaya termasuk pelajaran pada


(7)

reog itu sendiri. Perkembangan ini malah membuat masyarakat enggan untuk mempelajari kesenian dan budaya yang ada di Indonesia, salah satunya Reog Ponorogo karena dianggap sudah ketinggalan zaman. Hal inilah yang membuat negara lain dengan mudah mengklaim warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia ini menjadi miliknya. Namun seiring perkembangan waktu dan mulai adanya kesadaran masyarakat terhadap penjagaan warisan budaya nenek moyang Indonesia ini, Reog Ponorogo yang dahulunya hanya dipelajari oleh segelintir orang, sekarang mulai dipelajari oleh semua kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, antusias orang yang ingin mempelajari seni tari Reog Ponorogo tidak sebanding dengan fasilitas yang ada.

Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk merancang sebuah bangunan yang dapat menjadikan kesenian Reog Ponorogo dengan mudah dipelajari oleh semua orang, baik dari segi tarian maupun sejarahnya. Rancangan bangunan ini penulis beri judul “Padepokan Seni Reog Ponorogo”


(8)

1.2 Maksud

1. Menambah wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap seni Reog Ponorogo.

2. Mengorganisir kegiatan pelatihan Reog yang berada di Kabupaten Ponorogo

3. Mencetak kader muda yang memiliki wawasan tentang Reog Ponorogo.

1.3 Tujuan

1. Penyebaran informasi dan promosi mengenai berbagai hal yang menyangkut Reog.

2. Menciptakan sarana pendidikan dan latihan bagi pemuda-dan pemudi pilihan untuk mempelajari Tari Reog Ponorogo Secara Intensif.

3. Menyediakan wadah penyelenggaraan kegiatan Reog Ponorogo bagi seniman Reog yang ada di kabupaten Ponorogo.

4. Menyediakan fasilitas hiburan indoor dan fasilitas pendidikan seni tari bagi masyarakat.


(9)

1.4 Kerangka Berpikir

Gambaran tentang kerangka berpikir alur dari rancangan yang dikerjakan sebagai berikut

PROYEK

PADEPOKAN SENI REOG PONOROGO

STUDI BANDING & LITERATUR

ANALISA MASALAH

SKEMATIK PERANCANGAN KONSEP

HASIL PERANCANGAN TEMA

POTENSI

FUNGSI BANGUNAN PENDIDIKAN & PARIWISATA


(10)

1.5 Lingkup Pembahasan

Mengingat luasnya lingkup masalah yang berkaitan dengan seni budaya termasuk seni Reog Ponorogo, maka penulis membatasi masalah tersebut dalam beberapa aspek lingkup pembahasan. Pembahasan tersebut antara lain;

 Lingkup Padepokan Seni Reog Ponorogo secara keseluruhan yang berkaitan dengan ruang serta fungsi secara arsitektural dan hubungannya dengan fungsi wilayah serta lingkungan sekitar area perancangan.

 Lingkup kesenian dalam Padepokan Seni Reog Ponorogo berupa area serta wadah pertunjukkan Reog Ponorogo beserta penunjangnya.

 Lingkup Pendidikan dalam Padepokan Reog berupa tempat berlatih berupa kelas dan juga wawasan mengenai Reog itu sendiri, baik berupa galeri ataupun perpustakaan.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika yang dilakukan dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut;

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, kerangka berfikir, lingkup dan pembahasan, serta kerangka berfikir data dan sistematika penulisan Laporan.

BAB II Deskripsi Proyek

Bab ini berisi uraian tentang uraian tentang lokasi proyek, peraturan-peraturan kawasan proyek serta literatur dan studi banding.


(11)

BAB III Elaborasi Tema

Bab ini berisi deskripsi elaborasi tema pengertian tema yang berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan serta deskripsi analisa kawasan proyek serta daerah yang akan di bangun.

BAB IV Analisa dan Identifikasi Masalah

Bab ini berisi analisis kondisi lingkungan yang berkaitan dengan masalah dan potensi yang ada. Hal ini akan menjadi acuan untuk menerapkan konsep bangunan yang akan dirancang.

BAB V Konsep Perancangan

Bab ini berisi konsep perancangan yang diambil berdasarkan kolaborasi analisa masalah dan potensi lingkungan serta tema perancangan. Konsep ini meliputi konsep arsitektural, konsep lansekap, konsep struktur, konsep utilitas dan konsep arsitektur berkelanjutan.

BAB VI Hasil Perancangan

Bab ini memuat dan menjelaskan hasil perancangan meliputi site plan, blok plan, bentukan massa bangunan, perspektif interior dan eksterior serta foto maket rancangan.


(12)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1 Deskripsi Umum

2.1.1 Lokasi Proyek

Proyek : Padepokan Seni Reog Ponorogo Tema : Culture and Nature in Harmony Sifat Proyek : Fiktif

Fungsi : Pendidikan dan Pariwisata

Lokasi : Jl. Soekarno-Hatta, Kec. Babadan Kab. Ponorogo, Provinsi Jawa Timur KDB : 30 %

KLB : 1

Pemilik : Pemerintah Kota Ponorogo Sumber Dana : APBD dan APBN

Gambar 2.1 Site Sumber : Wikimapia.org


(13)

Gambar 2.1 menjelaskan tentang lokasi proyek yang berada di jalan Soekarno-Hatta yang menjadi jalur utama menuju kabupaten Ponorogo dari jalur lintas provinsi yang melewati Madiun.

2.1.2 Peraturan Kawasan berdasarkan RTRW Kab. Ponorogo

Pasal 58 RTRW Kab. Ponorogo

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sebagaimana dimaksud meliputi :

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; h. kawasan peruntukan cadangan lahan; i. kawasan hutan rakyat; dan

Gambar 2.2 Kawasan Strategis Kab. Ponorogo Sumber : RTRW Kab. Ponorogo


(14)

j. kawasan peruntukan lainnya

Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :

a. kegiatan yang diizinkan adalah kunjungan atau pelancongan, olahraga dan rekreasi, pertunjukan dan hiburan, komersial, menginap/bermalam, pengamatan, pemantauan, pengawasan dan pengelolaan kawasan.

b. untuk kegiatan ekoturisme pengembangan yang dilakukan tidak bertentangan dengan fungsi kawasan terutama pada kawasan lindung;

c. pemanfaatan permukiman, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum maksimum 20% (dua puluh persen) dari luas lahan yang ada dengan KDB yang diizinkan 30% (tiga puluh persen), KLB 30% (tiga puluh persen) dan KDH 70% (tujuh puluh persen).

Pasal 39 RTRW Kab. Ponorogo

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf f meliputi:

a. Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan b. Kawasan peruntukan pariwisata budaya.

(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Kawasan Telaga Ngebel di Kecamatan Ngebel;

b. Kawasan Sendang Tirtowaluyo Jatiningsih di Kecamatan Sooko.

c. Kawasan Air Terjun Toyamarto dan Air Terjun Pelatuk di Kecamatan Ngebel;

d. Kawasan Hutan pada di Kecamatan Pudak; e. Waduk Bendo di Kecamatan Sawoo; dan


(15)

f. Agrowisata di Kecamatan Ngebel dan Kecamatan Ponorogo.

(3) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Kawasan Larungan dan Kirab Pusaka di Kecamatan Ponorogo;

b. Kawasan Pagelaran Wayang Khusus di Kecamatan Ponorogo;

c. Kawasan Reog di Kecamatan Ponorogo;

d. Kawasan Masjid Tegal Sari di Kecamatan Jetis;

e. Kawasan Makam Batoro Kathong di Kecamatan Jenangan;

f. Kawasan Situs purbakala Sukosewu di Kecamatan Sukorejo;

g. Kawasan Makam Raden Jayengrono di Kecamata Pulung. h. Kawasan Astana Srandil di Kecamatan Badegan.

Pasal 54 RTRW Kab. Ponorogo

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 53 huruf a meliputi:

a. Sistem Perkotaan b. Sistem Perdesaan

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi:

a. Kawasan perkotaan diperuntukan bagi kegiatan intensitas tinggi dengan mengutamakan fungsi perdagangan dan jasa, industri, permukiman, dan fasilitas umum sesuai dengan karakter perkotaan di Kabupaten Ponorogo;


(16)

b. Intensitas kegiatan tinggi dengan KDB, KLB dan KDH sesuai dengan peruntukan masing-masing dengan menyediakan RTH minimum 20% sebagai RTH publik dan 10% RTH privat.

c. pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan zonasi dan perkembangan yang ada pada setiap kawasan perkotaan.

2.1.3 Kajian Teori Padepokan Seni Reog Ponorogo

2.1.3.1 Definisi Padepokan Seni

Definisi padepokan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tempat persemadian (pengasingan diri) raja-raja di Jawa pada masa yg lalu. Padepokan adalah tempat di mana pemuda-pemuda “ndepok” (berguru) untuk menimba ilmu dan

berlatih keterampilan pada seorang guru yang dipercaya memiliki ilmu dan keterampilan yang tinggi tentang sesuatu hal. “ndepok

adalah kata kerja bahasa Jawa yang mempunyai arti tinggal di rumah atau di tempat yang disediakan oleh sang guru dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan belajar pada sang guru tersebut. Pengertian lain dari padepokan ini adalah merupakan Tempat Kreatif Seni (sanggar seni tari, seni Lukis, Seni Beladiri, dll ) yang ada hubungannya dengan Budaya Bangsa. Sedangkan seni menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kemahiran menciptakan karya yang berkualitas baik dilihat dari segi keindahan, kehalusan, dan sebagainya; kemampuan akal dalam menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Dilihat dari segi pengertian secara harfiah padepokan seni dapat diartikan sebagai sebuah wadah pelatihan untuk menciptakan suatu karya yang berkualitas baik dilihat dari segi keindahan, kehalusan serta wadah bagi seseorang untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.


(17)

Padepokan seni menurut definisi lain merupakan suatu wadah yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif dan profesional di bidang seni. Dapat juga diartikan sebagai tempat mengajarkan berbagai macam bentuk kesenian. Aktivitas yang terdapat di dalamnya melatih, berlatih, dan mengembangkan salah satu atau beberapa kesenian.

Padepokan seni secara umum merupakan tempat dimana seorang seniman dapat terus berkarya dan mengembangkan karyanya serta mampu berbagi atau bertukar ilmu seni, yang di dalamnya terdapat interaksi yang baik dan saling menguntungkan berhubungan dengan kesenian.

Dengan demikian, padepokan seni Reog Ponorogo adalah tempat untuk mengajarkan, mengembangkan dan melestarikan seni Reog Ponorogo melalui metode pengenalan dan pengajaran.


(18)

2.1.3.2 Arsitektur Tradisional Jawa

Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik- baiknya. Kebudayaan dilihat dari segi bahasa, berasal dari kata budaya yang berarti suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Arsitektur Jawa adalah arsitektur yang lahir, tumbuh dan

berkembang, didukung dan digunakan oleh masyarakat Jawa. Arsitektur Jawa itu lahir dan hidup karena ada masyarakat Jawa, bahkan banyak bangunan-bangunan Jawa yang adi luhung tidak ada yang mengetahui siapa arsiteknya. Dengan demikian Arsitektur Jawa lebih dikenal sebagai arsitektur tanpa arsitek.

Umumnya bangunan atau rumah Jawa selalu berbentuk simetris atau setangkup, dan kalaupun tidak simetris tapi tetap memakai kaidah keseimbangan. Kita dapat melihat bentuk dasar bangunan Jawa yaitu Tajug, Joglo, Limasan, dan Kampung, yang selalu memperlihatkan citra setangkup atau seimbang. Bentuk Tajug dan Joglo seolah-olah memiliki titik sentrum atau titik pusat dan memiliki arah memusat ke atas atau vertikal. Dengan demikian kedua bentuk bangunan ini biasanya digunakan untuk mewadahi aktifitas-aktifitas yang bersifat suci dan sakral atau yang memerlukan kewibawaan atau bersifat monumental.

Sedangkan untuk bangunan yang berbentuk Limasan dan Kampung tidak memiliki titik sentrum dan bahkan lebih menonjol memiliki arah menyamping atau horizontal. Kedua bentuk bangunan ini umumnya justru digunakan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan yang bersifat lebih profan.


(19)

Bentuk bangunan atau rumah Jawa itu hanya ada 5 (lima) jenis yang mudah dihafal dan dikenali, yaitu:

1) Joglo; 2) Limasan; 3) Kampung;

4) Tajug atau Masjidan; 5) Panggang Pe

Namun dari kelima jenis itu masing-masing memiliki varian yang jumlahnya mencapai belasan.

Arsitektur tradisional Jawa juga memiliki ciri ayom. Ayom dapat diartikan sebagai teduh dan terlindung. Dalam hal ini arsitektur Jawa dimaksudkan sebagai:

1) Teduh dan rindang: bagaikan pohon beringin yang kokoh berdiri di alam tropis yang lembab ini. Kehadirannya dapat memberikan keteduhan dan kesegaran udara yang sehat namun tidak membuat masukm angin

2) Terlindung/ terhindar dari kekuatan metafisika: yang merugikan Arsitektur Jawa diciptakan untuk keserasian antara alam jagad raya (macro cosmos) dengan alam manusia (micro cosmos). Kekuatan-kekuatan yang jahat diusahakan untuk ditolak/disingkirkan atau dikendalikan sesuai dengan kodrat dan kemampuan manusia. Dengan demikian arsitektur Jawa itu tanggap terhadap kekuatan alam metafisika.

Lingkungan masyarakat Jawa yang bermata pencaharian bidang agraris itu selalu melihat rumput itu sebagai musuh bagi tanaman budi dayanya, sehingga manfaat rumput hanya digunakan untuk bahan pangan bagi hewan-hewan ternak atau bahan penutup atap. Dengan demikian halaman rumah Jawa diuopayaka untuk terhindar dari tumbuhnya rumput ilalang. Tanah pekarangan biasanya dilapisi dengan pasir urug agar tidak mudah becek dan cepat menghisap air sehingga menjadi cukup keras dan kering. Halaman bangunan sering ditanami pohon-pohon yang rindang


(20)

seperti pohon sawo kecik. Jadi selain memberikan keteduhan, pepohonan itu juga memberikan manfaat lain dan nilai tambah seperti buahnya yang bisa dimakan dan/atau dijual, tampilan pekarangan menjadi elok, beraroma harum, dan lainnya.

Alam lingkungan Jawa yang tropis diselesaikan dengan pemberian atap sebagai mahkota dan banyaknya ruang-ruang terbuka seperti Pendapa, Pringgitan, Kuncung dan Regol sehingga menimbulkan kesan serasi dan menyatu dengan lingkungannya. Penampilan bangunan juga menganut unsur keselarasan dan keserasian. Masyarakat pada umumnya tidak akan berani membuat dan mendiami bangunan yang berbentuk Joglo Pengrawit, Limasan Trajumas, dan Tajug karena takut kuwalat meskipun pemilik bangunan merasa cukup kaya, namun tidak akan bisa menyamai kekayaan raja, maka ia akan cukup puas dengan membangun rumah yang berbentuk Kampung, Limasan biasa dan palig tinggi Joglo Lambang Sari. Hal ini menandakan adanya keselarasan antara tampilan bangunan dengan srtatus pemiliknya. Bangunan untuk raja tidak akan didirikan oleh, dan untuk rakyat kebanyakan, begitu juga sebaliknya.


(21)

2.1.4 Kebutuhan Ruang

FASILITAS NAMA RUANG FASILITAS NAMA RUANG

KESENIAN Galeri

• R. Pamer • Resepsionis Teater

• Hall Persiapan • Panggung • R. Musik • R. Ganti Pria • R. Ganti

Wanita • Toilet Pria • Toilet Wanita • R.Penonton • R. Operasional • Gudang

• R. Rapat

PENDIDIKAN Kelas

• Warok • Klono

Sewandono • Bujang

Ganong • Barongan • Jathilan • Tari

Pengiring R. Staf Pengajar

R. Rapat

Plasa Meditasi


(22)

FASILITAS NAMA RUANG FASILITAS NAMA RUANG

PENUNJANG Pusat Informasi

Pendopo

Asrama Siswa

• kamar tidur • Kamar Mandi • R. Makan • Dapur • Gudang Guest House

• R.Bersama • Kamar Tidur • Kamar Mandi

PENUNJANG Mushola

• Mihrab • Area Sholat • T. Wudhu

Pria • T. Wudhu

Wanita • Toilet Kafe

• Dapur • R. Makan • Toilet • Kasir Souvenir Shop

Gedung Serbaguna

• Hall • Toilet

• Gudang Alat • Gudang


(23)

FASILITAS NAMA RUANG

PENGELOLA

LobbyR. Direktur

R. Wakil DirekturR. Ketua YayasanR. Staf YayasanR. Staf AdministrasiR. Staf KeuanganR. Arsip

Bagian Rumah TanggaToilet

Gudang

Gambar 2.1Kebutuhan Ruang Padepokan Seni Reog Ponorogo


(24)

2.1 Studi Banding Proyek Sejenis

2.1.1 Padepokan Reog Ponorogo

Padepokan Reog Ponorogo terletak di jalan Pramuka, Kota Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Padepokan Reog Ponorogo adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pagelaran berbagai kegiatan tari di daerah Ponorogo. Padepokan ini adalah teater pertunjukkan indoor yang juga menjadi tempat latihan utama tari dari berbagai kelompok tari yang ada disekitar kota Ponorogo. Area padepokan ini hanya terdiri atas satu bangunan utama serta dua bangunan pendukung yang terlekat dibelakang.

Bangunan utama adalah teater pertunjukkan yang memiliki luas ±120 m² serta dikelilingi panggung penonton yang dapat menampung ±500 orang penonton. Bangunan pendukung lainnya adalah bangunan yang digunakan untuk rapat dan juga gudang tempat untuk menyimpan berbagai kelengkapan tari Reog.

Gambar 2.3 Panggung Utama Padepokan Reog Ponorogo


(25)

Arsitektur Padepokan Reog Ponorogo ini memadukan unsur tradisional dan juga unsur modern. Perpaduan ini terletak pada bentuk bangunan dan juga material yang digunakan. Panggung utama yang dipergunakan sebagai tempat untuk pertunjukkan ditutup dengan atap dom dengan struktur bentang lebar.

Gambar diatas menunjukkan Tribun penonton dari Padepokan Reog Ponorogo. Terdapat banyak kolom pada bangunan tribun ini, sehingga pandangan penonton kearah panggung terganggu.

Padepokan Reog Ponorogo ini, walaupun bernama padepokan namun didalamnya tidak terdapat tempat untuk berguru, sebagaimana padepokan pada umumnya yang terdapat asrama maupun fasilitas pendidikan yang lainnya. Padepokan Reog Ponorogo ini hanyalah tempat pertunjukkan dan juga tempat latihan seni tari. Oleh karena itu, setiap harinya padepokan ini sepi dan hanya digunakan jika ada yang ingin berlatih tari ditempat ini.

Gambar 2.4 Tribun Penonton Padepokan Reog Ponorogo


(26)

2.1.2 Padepokan Pencak Silat Nasional

Padepokan Pencak Silat Indonesia sebagai suatu kompleks terdiri dari sembilan bangunan, dengan luas total 8.781,21 m2 dan luas selasarnya : 5.037.94 m2. Masing-masing bangunan mempunyai nama tersendiri, yakni : Pendopo Agung, Pondok Gedeh, Pondok Serbaguna, Pondok Pengobatan, Pondok Pustaka, Pondok Penginapan, Pondok Meditasi, Pondok Pengelola Pencak Silat dan Mushola.

1. Pendopo Agung.

Luas pendopo ini : 359,98 m2 dengan selasarnya seluas 107,25 m2. Pendopo ini berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu VIP PnPSI.

2. Pondok PERSILAT.

Pondok ini terdiri dari 2 lantai. Luas lantai bawah 302,56 m2, luas lantai atas 1.244,56 m2 dan luas

Gambar 2.5 Pendopo Padepokan Pencak Silat TMII Sumber : Data Pribadi


(27)

selasarnya 237,38 m2. Keseluruhan bangunan pondok ini digunakan untuk kantor Pengurus Pusat (PP) PERSILAT, yang terdiri dari ruang kerja Presiden dan ruang kerja Ketua Harian PP PERSILAT serta ruang rapat PP PERSILAT yang berkapasitas 30 orang. Seluruh ruangan di pondok ini ber-AC Pondok ini dilengkapi dengan WC dan urinoir.

3. Pondok IPSI.

Pondok ini terdiri dari 2 lantai dengan luas total : 520 m2. Lantai atas digunakan untuk kantor Ketua Umum dan Ketua Harian PB IPSI serta ruang rapat yang berkapasitas 30 orang. Lantai bawah digunakan untuk kantor Sekum dan Sekretariat PB IPSI serta kantor Pengda IPSI DKI Jakarta. Seluruh ruangan di pondok ini ber-AC serta dilengkapi dengan WC dan urinoir.

4. Pondok Pustaka.

Pondok ini mempunyai 3 lantai. Lantai dasar luasnya 847,02 m2 dan luas selasarnya 35,41 m2, luas lantai I-nya 766,26 m2 dan luas lantai II-I-nya 470,46 m2. Lantai dasar untuk ruang kantor pengelola, termasuk Kepala Pondok Pustaka, ruang pertemuan berkapasitas 30 orang dan perpustakaan berkapasitas 18.000 buku. Fasilitas perpustakaan meliputi ruang baca, ruang referensi dan ruang audio-visual. Lantai I dan II untuk musium yang menyajikan berbagai bukti materiial dan ilustrasi yang menyangkut Pencak Silat. Pondok ini dilengkapi dengan WC dan urinoir.


(28)

5. Pondok Penginapan.

Pondok ini mempunyai 4 lantai. Luas lantai dasarnya 898,40 m2 dengan selasarnya seluas 627,25 m2, luas lantai I-nya 688,45 m2 dengan selasarnya seluas 454,58 m2, luas lantai II-nya 705,25 m2 dengan selasarnya seluas 461,06 m2 dan luas lantai III-nya 705,25 dengan selasarnya seluas 499,94 m2. Pondok ini mempunyai 96 kamar standar untuk 5 orang dan 40 kamar VIP untuk 1 dan 2 orang. Masing-masing kamar mempunyai fasilitas AC, televisi, kamar mandi dan WC.

2.1.3 Padepokan Seni Mayang Sunda

Gambar 2.6 Padepokan Seni Mayang Sunda Sumber : Data Pribadi


(29)

Padepokan Seni Mayang Sunda yang terletak di jalan Peta, Kota Bandung merupakan salah satu tempat pertunjukkan yang sering dikunjungi oleh warga. Tempat ini difungsikan secara gratis menjadi tempat diskusi, aneka seni permalam Minggu dan event-event yang lainnya. Dengan bobot 70% seni tradisi, dan 30% seni kontemporer. Padepokan yang terletak di Jalan Peta No. 209 Bandung ini diharapkan dapat memfasilitasi komunitas masyarakat dalam rangka pemberdayaan seni budaya. UPT Padepokan Seni Mayang Sunda biasanya menyambut wisatawan dengan suguhan

even-even seni tradisional dan kontemporer. Persiapan seni pertunjukan di Padepokan Seni Mayang Sunda

terus dilaksanakan secara intensif. Sebanyak 25 kali gelar pertunjukkan, respon publik sangat antusias. Prioritas di Padepokan Seni Mayang Sunda adalah pada pertunjukkan seni tradisional untuk menarik minat wisatawan. Padepokan seni ini tidak hanya menjadi tempat pagelaran seni belaka, tetapi lebih jauh menjadi wadah yang akhirnya menghasilkan pemikiran-pemikiran soal perkembangan kasundaan. Salah satu cara untuk menjadikan Padepokan Seni Mayang Sunda sebagai pusat kebudayaan, adalah pertunjukan seni pada setiap hari Sabtu dan Minggu. Kreasi seni yang akan digelar di Padepokan Seni Mayang Sunda tersebut, tidak hanya seni tradisional saja, tapi juga menampilkan kreasi seni kontemporer dan modern.


(30)

BAB III

ELABORASI TEMA

3.1 Pengertian Tema

Tema yang diangkat pada proyek yang sedang dikerjakan adalah “Culture and Nature in Harmony”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia harmoni adalah paduan keselarasan, perpaduan antara keyakinan dan tingkah laku, menghormati, menyayangi apa yang ada, merangkum, mensinerjikan dan menyelaraskan segala macam perbedaan di lingkungan.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya adalah hasil dari aktualisasi diri manusia terhadap suatu lingkungan kehidupannya, maka kebudayaan mempunyai banyak ragam sesuai dengan aktualisasi diri masing-masing dalam sebuah daerah.

Nature atau alam dalam arti luas setara dengan dunia fisik atau dunia materi, hal ini berkisar dalam skala subamotik sampai kosmik. Pengertian lain alam adalah lingkungan yang tidak ada didalamnya kegiatan seorang manusiapun. Selain itu arti dari alam adalah permukaaan bumi yang sepi dari aktifitas manusia sehingga dapat melindungi hewan ataupun makhluk yang lain didalamnya.

Dengan demikian arti dari Culture and Nature IN Harmony

adalah keselarasan antara tingkah laku dengan alam sekitarnya yang dapat menghasilkan suatu ketenangan bagi keduanya.


(31)

3.2 Interpretasi Tema

Tema Culture and Nature in Harmony diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang akan dijelaskan pada bagan berikut;

Gambar diatas menjelaskan tentang bagaimana tema ini diambil. Padepokan Seni Reog yang akan dibangun harus menjelaskan secara detail bagaimana dan dimana seni Reog itu lahir. Selain itu, bangunan yang akan dibangun harus mempresentasikan daerah. Dengan demikian, Padepokan seni Reog yang merupakan tempat untuk belajar dan pariwisata harus memakai arsitektur tradisional Jawa, utamanya adalah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan banyak dari wisatawan yang senang terhadap nilai-nilai asli dari suatu daerah.

Padepokan Seni Reog Identitas Daerah Arsitektur Tradisional Solusi permasalahan

Mengembalikan kesakralan budaya Penggabungan Budaya dengan Alam

Culture and Nature in Harmony

Wisata Budaya untuk menarik wisatawan

Bersifat original


(32)

Arsitektur yang akan dirancang tidak hanya berdasarkan pertimbangan budaya, namun bangunan ini dibangun sekaligus sebagai solusi terhadap masalah yang berkaitan dengan keadaan seni Reog Ponorogo itu sendiri. Seni Reog Ponorogo, yang selama ini dikenal karena keangkeran dan kesakralan yang meliputinya semakin terkikis oleh zaman.

Penerjemahan dari tema perancangan ke konsep- konsep perancangan didasarkan pada hal-hal yang berkaitan antara lain dengan arsitektur tradisional Jawa, baik secara filosofis maupun secara sosok bangunan. Selain itu juga penerjemahan tema ke konsep arsitektur berdasarkan konsep arsitektur berkelanjutan (Sustainability) yang mempertimbangkan kelestarian alam sekitar, sehingga timbal balik antara manusia dengan alam, manusia dengan arsitektur, maupun arsitektur dengan alam tetap seimbang.

Dengan demikian, maka dapat diartikan bahwa tema Culture and Nature in Harmony adalah keselarasan antara alam, bangunan dan juga manusia sebagai pelaku budaya. Lebih jauh lagi, pemakaian tema ini dimaksudkan untuk menciptakan ketenangan untuk olah laku, olah rasa maupun olah jiwa utamanya bagi pelaku seni Reog Ponorogo maupun setiap orang yang berada disana.


(33)

3.3 Studi Banding Tema Sejenis

3.3.1 Saung Angklung Udjo

Saung Angklung Udjo (SAU) adalah suatu tempat yang merupakan tempat pertunjukan, pusat kerajinan tangan dari bambu, dan workshop instrumen musik dari bambu. Tujuan utama SAU sebagai laboratorium kependidikan dan pusat belajar untuk memelihara kebudayaan Sunda dan khususnya angklung.

Gambar diatas menjelaskan tentang tata letak massa bangunan dari Saung Angklung Udjo. Massa bangunan di SAU dibangun secara periodik tanpa perencanaan yang matang. Meskipun begitu, bangunan yang ada disana seluruhnya merangkul alam sehingga antara bangunan dengan alam sekitar terlihat dan terasa menyatu.

Gambar 3.2 Siteplan SAU


(34)

Fasilitas Saung Angklung Udjo (SAU) antara lain sebagai berikut;

1. Bale Karesmen, Tempat yang dipakai untuk pentas seni

2. Buruan Sari Asih, Tempat untuk menikmati suasana khas Sunda. 3. Pusat Produksi Angklung

4. Sentra Penyuluhan Kehutanan 5. Saung dan Dapur Udjo

6. Ruang Latihan 7. Guest House

8. Panggung Taman Belakang 9. Souvenir Shop

3.3.2 Padepokan Seni Bagong Kussudiarja

Padepokan Seni Bagong Kussudiarja terletak didusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Padepokan ini didirikan oleh seniman Bagong Kussudiarja pada tanggal 2 oktober 1978 sebagai lembaga pendidikan kesenian non formal yang meliputi tari, karawitan, teater, ketoprak.

Padepokan Seni Bagong Kussudiarja ini merupakan sebuah "rumah" serta "ladang" berkesenian bagi banyak seniman serta pemerhati bidang seni. Di tempat inilah, baik masyarakat Yogyakarta maupun masyarakat dari luar, dapat mengapresiasi berbagai karya seni pertunjukan lewat program-progam yang dihadirkan oleh padepokan ini. Pada mulanya, padepokan yang berdiri di atas tanah seluas 5.000 m² ini berawal dari tempat latihan menari saja dan ia dirikan pada tahun 1958. Semenjak itu, begitu banyak penari hebat yang telah dilahirkan. Kemudian dalam proses berkesenian yang ia jalani serta keterlibatannya secara terus-menerus dalam dunia itu, membuat Bagong ingin meciptakan sebuah tempat dimana siapa saja dapat berlatih berkesenian.


(35)

Gambar diatas menunjukkan salah satu bangunan di padepokan seni Bagong Kussudiarja.

Para pengunjung padepokan seni milik Bagong dapat menyaksikan berbagai kesenian di ruang pertunjukan utama. Ruang pertunjukan utamanya menyerupai pendapa membuat pengunjung merasa tidak lepas dari dunia nyata dalam proses apresiasi. Sejumlah karya seni pertunjukan dari dalam maupun luar negeri pernah menorehkan aksinya di panggung tersebut. Sesuai dengan konsepnya, semua pertunjukan itu terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmatin ya. Salah satu program yang diadakan secara rutin oleh padepokan ini antara lain adalah Jagongan Wagen yaitu program pergelaran dan apresiasi karya seni pertunjukan yang diselenggarakan secara terbuka dan rutin pada

Gambar 3.3 Pdepokan Seni Bagong Kussudiarja bagian belakang


(36)

tiap bulan di rumah budaya Yayasan Bagong Kussudiarja. Pagelaran seni pertunjukan adalah ruang sinergi yang mempertemukan semangat kebersamaan dan energi kreatif, mampu merangsang inspirasi dan imajinasi yang membangkitkan gairah hidup.

Melalui program ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ruang pementasan seni pertunjukan adalahmedia dan sarana untuk saling berbagi pengetahuan, energi kreatif, dan kreativitas yang senantiasa harus dijaga serta ditumbuhkan. Sajian karya seni pertunjukan dan obrolan seputar seni dan karya itu sendiri merupakan hal yang paling ditunggu karena keakraban yang terbangun penuh dengan kehangatan. Kegiatan kreatif ini memanfaatkan seni pertunjukan sebagai sumber pembelajaran dan aktivitas berbasis seni yang mengangkat dan menyertakan masyarakat di sekitar dengan seniman.


(37)

BAB IV

ANALISIS

4.1 Analisa Site

Posisi site terletak pada area hook. Apabila dilihat dari seluruh kawasan, area ini adalah area gerbang masuk utama menuju kota Ponorogo dari jalur provinsi yang melewati kota Madiun. Hal ini dikarenakan jalan yang dilalui kendaraan pada umumnya melewati jalan ini, yaitu jalan Arif Rahman Hakim dan bersambung dengan jalan Soekarno Hatta.

Gambar diatas menunjukkan lokasi site yang berada pada daerah perempatan jalan utama kota Ponorogo. Lokasi tersebut berada pada area yang dikelilingi oleh jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan Soekarno-Hatta yang notabene merupakan jalur penghubung Ponorogo dengan wilayah lainnya, serta jalan Mayjen Sutoyo yang

Gambar 4.1 Lokasi Site Sumber: Wikimapia.org


(38)

merupakan jalur penghubung jalan utama dengan daerah Ponorogo bagian timur dan jalan Letjen S.Parman yang menghubungkan jalur utama dengan wilayah barat Ponorogo serta wilayah Kabupaten Wonogiri.

4.1.1 Analisa Rona Lingkungan

4.1.1.1 Posisi Jalan Raya - Arah Akses

Jl. Letjen S. Parman, merupakan jalan dua arah yang langsung terhubung ke jalan utama menuju alun-alun kota. Alun-alun kota ini merupakan area pusat pemerintahan kabupaten kota Ponorogo. Jalan ini memiliki lebar ± 8 m yang dilalui oleh berbagai kendaraan untuk menuju kota.

Gambar 4.2 menunjukkan salah satu sudut jalan Letjen S.Parman. Disini terdapat lampu lalu lintas yang membuat laju kendaraan berhenti tepat sebelum site. Terlihat pada depan tempat pemberhentian lampu merah terdapat area bundaran perempatan yang dibangun patung raden Batoro Katong yang “menyambut” kedatangan masyarakat dari luar kota yang akan masuk kedalam kota.

Gambar 4.2 Jalan Letjen S.Parman Sumber: Data Pribadi


(39)

Potensi

- Jalan ramai dikarenakan jalur singkat yang menghubungkan Wonogiri dan Madiun.

- Terdapat lampu lalu lintas yang menghentikan laju kendaraan tepat menghadap ke tapak.

Solusi

- Penempatan sign pada area yang menghadap ke jalan ini. Sign ini merupakan tanda yang me- neruskan fungsi patung yang terletak di area bundaran perempatan jalan.

Jl. Soekarno-Hatta, merupakan jalan primer kab. Ponorogo. Jalan ini memiliki lebar ±15 m dan bersambung dengan jalan Arif Rahman Hakim. Jalan ini juga memiliki tingkat keramaian yang tinggi.

Gambar diatas menunjukkan salah satu sudut jalan Soekarno- Hatta. Jalan menghubungkan wilayah luar kota Ponorogo dari arah Madiun dengan pasar legi Songgolangit dan juga Stadion Batoro Katong, yang merupakan tempat penting yang ada pada wilayah Kabupaten Ponorogo.

Gambar 4.3 Jalan Soekarno Hatta Sumber: Data Pribadi


(40)

Potensi

- Jalur ramai. Rata-rata kendaraan yang berasal dari luar Ponorogo yang me- lalui jalur provinsi, menuju pusat kota melalui jalan ini.

Masalah

- Kendaraan biasanya melaju kencang.

- Polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berlalu lalang disini.

Solusi

- Penempatan sign pada area pojok site yang dapat memberikan daya tarik kearah Padepokan Seni. Selanjutnya sign ini diteruskan dengan penempatan pohon yang mengarahkan pandangan kearah Padepokan yang akan dibangun. Jl. Arif Rahman Hakim, Jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Ponorogo dengan jalan provinsi yang melewati kota Madiun.

Gambar diatas menunjukkan jalan utama Arif Rahman Hakim. Jalan ini merupakan jalur dua arah dengan lebar ±15 m. Jalur ini merupakan jalan dua arah yang langsung terhubung ke jalan utama

Gambar 4.4 Jalan Arif Rahman Hakim Sumber: Data Pribadi


(41)

menuju alun-alun kota. Alun-alun kota ini merupakan area pusat pemerintahan kabupaten kota Ponorogo.

Potensi

- Jalur utama yang dilalui untuk menuju kota

- Terdapat lampu lalu lintas yang membuat laju kendaraan berhenti tepat sebelum site.

- Area bundaran perempatan terdapat patung raden Batoro Katong yang “menyambut” kedatangan masyarakat dari luar kota yang akan masuk kedalam kota.

Solusi

- Penempatan sign pada area yang menghadap ke jalan ini. Sign ini merupakan tanda yang meneruskan fungsi patung yang terletak di area bundaran perempatan jalan.

Jalan Mayjen Sutoyo, merupakan jalan yang paling sepi diantara ketiga jalan diatas. Jalan ini mempunyai lebar ± 6 m. Jalan ini juga dua arah yang merupakan jalan menuju makam Raden Batoro Katong.

Gambar 4.5 diatas menunjukkan suasana yang ada pada jalan Mayjen Sutoyo ini. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan wilayah lain dengan makam R. Batoro Katong, pendiri kota

Gambar 4.5 Jalan Mayjen Sutoyo Sumber: Data Pribadi


(42)

Ponorogo yang sekarang dijadikan sebagai wisata relijius bagi warga.

Potensi

- Masih banyak terdapat tumbuhan yang bertajuk besar sehingga terlihat rindang.

- Terdapat lampu lalu lintas yang menghentikan laju kendaraan tepat disamping tapak

Solusi

- Area ini dapat dijadikan sebagai jalur untuk keluar dari site.

4.1.1.2 Zoning Area Sekitar

Ponorogo yang merupakan salah satu kota kabupaten yang masih berkembang, tentunya masih terdapat banyak area yang masih berupa sawah, begitu pula halnya peruntukkan fungsi lahan disekitar area site, yang mana masih didominasi oleh sawah. Walaupun disekitar site juga terdapat banyak perumahan.

Gambar 4.6 Tataguna lahan sekitar site Sumber: wikimapia.org


(43)

Gambar 4.6 menunjukkan zoning area sekita site. Bangunan sekitar tapak terdiri atas pemukiman, fasilitas sosial, area komersil serta masih banyak sawah disekitarnya.

Gambar diatas menunjukkan bangunan pendidikan yang ada disekitar site. Bangunan sekitar tapak terdapat dua sekolah dan satu sekolah tinggi kesehatan. Selain sekolah tersebut sekitar tapak banyak terdapat rumah yang dijadikan toko dan warung makan.

Gambar diatas menunjukkan salah satu sudut kondisi sekitar sita. Terdapat beberapa bangunan yang berfungsi sebagai toko dan warung makan. Biasanya bangunan- bangunan ini di jadikan tempat istirahat sementara bagi pelancong, ataupun pengendara kendaraan berat seperti truk dll serta warga yang ada disekitar.

Gambar 4.7 Bangunan Pendidikan Sumber: Data Pribadi

Gambar 4.8 Bangunan Komersil Sumber: Data Pribadi


(44)

Potensi

- Banyak pelajar dan mahasiswa

- Banyaknya tempat untuk makan ataupun istirahat sejenak. Masalah

Belum ada wadah yang dapat mempertemukan ketiga elemen yang ada dimasyarakat ini.

Solusi

Wadah festival Reog Bulan Purnama bisa dijadikan solusi kegiatan yang mempertemukan ketiganya. Oleh karena itu festival ini diletakkan diarea paling luar yang dapat diakses oleh pedagang, masyarakat dan juga pelajar disana.

Gambar diatas menunjukkan kegiatan Cullinary nightyang sering diadakan di kota Bandung. Acara-acara seperti ini merupakan salah satu solusi cerdas terhadap pemecahan pada masalah yang ada.

Gambar 4.9 Cullinary Night di Bandung


(45)

4.1.1.3 Orientasi Fasade Bangunan Sekitar

Bangunan yang ada disekitar site, sebagian besar merupakan rumah atau bangunan tempat tinggal. Oleh karena itu arah hadap dari bangunan- bangunan ini adalah menyesuaikan dengan arah jalan yang ada didepannya.

Gambar diatas menunjukkan site beserta tatanan massa serta orieantasi bangunan yang mengikuti arah jalan yang ada. Teradapat beberapa potensi serta masalah yang berkaitan dengan hal ini.

Gambar 4.10 Sirkulasi sekitar site Sumber: wikimapia.org

Gambar 4.11 Orientasi bangunan sekitar site Sumber: Data Pribadi


(46)

Gambar 4.11 menunjukkan orientasi bangunan yang ada disekiat site. Orientasi massa bangunan sekitar tapak menghadap umumnya menghadap kearah jalan, baik itu jalan primer maupun jalan sekunder.

Gambar diatas menunjukkan bangunan yang ada di jalan Arif Rahman Hakim dan jalan Mayjen Sutoyo. Orientasi bangunan- bangunan diatas adalah menghadap ke jalur primer kota. hal ini dikarenakan tidak adanya view khusus ditempat itu

Potensi dari tatanan massa bangunan sekitar terhadap site adalah dapat dijadikan sebagai penanda adanya padepokan karena fasade bangunan yang monoton menghadap ke jalan. Oleh karena itu salah satu solusi untuk potensi yang dapat ditangkap ini adalah fasade bangunan padepokan tidak mengikuti jalan raya yang ada didepan tapak. namun fasade bangunan diarahkan ke arah dimana fasade bangunan padepokan ini dapat dilihat langsung dari setiap jalan yang ada.. Selain itu perlu pemunduran massa untuk memberikan ruang cukup bagi penglihatan orang yang ada di sekitar tapak.

Gambar 4.12 Orientasi bangunan sekitar site Sumber: Data Pribadi


(47)

4.1.2 IKLIM

4.1.2.1 Orientasi Matahari

Sebagaimana umumnya wilayah tropis dibelahan dunia. Wilayah Ponorogo juga mengalami panas dan hujan secara terus menerus. Arah datang dan terbenamnya matahari juga berpengaruh terhadap hal tersebut. Site yang terletak diarea hook

dijalan Soekarno- Hatta ini berbentuk trapesium, dimana sebagian besar sisinya menghadap kearah barat laut.

Gambar diatas menunjukkan arah hadap dari site. Sebagian besar tapak menghadap arah barat dan barat laut. Urutan panas wilayah selatan khatulistiwa sesuai dengan arah mata angin adalah Barat, Timur, Utara dan Selatan.

Terdapat beberapa potensi dari bentuk dan arah hadap site serta orientasi matahari terhadapnya, diantara potensi tersebut adalah

Gambar 4.13 Orientasi matahari terhadap site Sumber: Wikimapia.org


(48)

- Panas matahari timur banyak mengandung sinar ultraviolet sedangkan panas matahari barat banyak terdapat sinar infra merah yang kurang baik untuk kesehatan serta keawetan bahan bangunan.

- Pencahayaan alami bangunan yang bagus untuk membunuh bakteri serta bagus untuk kesehatan.

Apabila dilihat dari potensi yang ada maka terdapat beberapa solusi yang dapat dijadikan acuan untuk mendesain, diantaranya adalah

- Pemakaian kisi-kisi pada sisi barat dan timur untuk memecah cahaya matahari.

- Penempatan selasar pada sisi barat.

- Penanaman tanaman lee kwan yu sebagai fasad area barat

Gambar 4.14 diatas menunjukkan beberapa solusi desain yang nantinya dapat diterapkan terhadap rancangan padepokan seni ini.

Gambar 4.14 Solusi desain Sumber:


(49)

4.1.2.2 Temperatur dan Kelembaban

Keberadaan site yang terletak di wilayah tropis tidak akan lepas dari perubahan temperatur dan kelembaban udara sekitar. Ponorogo yang terdapat didaerah Jawa Timur, memiliki tingkat temperatur yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Hal ini tentunya akan berimbas pada solusi desain yang akan diterapkan nantinya.

Gambar diatas menunjukkan data tentang suhu dan juga kelembaban di daerah Ponorogo. Temperatur udara di daerah Ponorogo berkisar antara 23,9 sampai dengan 32 derajat Celcius. Oleh karena itu wajar apabila didaerah ini memiliki temperatur suhu yang relatif tinggi. Berdasarkan data diatas terdapat beberapa potensi yang dapat dikembangkan untuk solusi desain atara lain adalah pengudaraan alami bangunan serta penurunan panas lingkungan dengan kolam air. Selain itu potensi lain yang dapat dikembangkan adalah pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan sehari- hari.

Gambar 4.15 Data Temperatur dan Kelembaban Sumber: BMG


(50)

Solusi yang didapat dari pengembangan potensi tersebut antara lain

- Penempatan kolam pada sekitar bangunan yang dapat di uapkan oleh udara yang mengalir ke arah bangunan. hal ini untuk mengurangi panas yang ada di tapak 32 C 23,9 C Kelembaban pada tapak rata-rata adalah 80 % dan rata-rata hujan adalah 15 hari.

- Desain waterscape pada area tapak.

- Harvesting rainwater untuk pembangunan berkelanjutan. - Desain Rain garden.

Gambar 4.16 diatas menunjukkan salah satu solusi desain berupa kolam yang dapat menampung air hujan berfungsi sebagai pendingin area sekitar yang memiliki temperatur yang relatif tinggi.

Gambar 4.16 Waterscape sebagai salah satu solusi Sumber:


(51)

4.1.2.3 Arah Angin

Arah angin di tapak sama dengan arah angin secara makro, yaitu dari arah tenggara ke barat laut yang menandakan musim kemarau. Arah barat laut- tenggara yang menandakan musim penghujan.

Gambar diatas menunjukkan arah angin yang berhembus di area tapak. Arah angin yang berhembus sebagaimana diatas mempunyai beberapa potensi yang nantinya dapat dimanfaatkan antaralain dapat digunakan untuk pengudaraan alami bangunan dengan menerapkan sistem ventilasi silang. Potensi yang lainnya adalah apabila arah angin ini dikombinasikan dengan kolam yang nantinya akan dibuat maka dapat mempercepat turunya suhu pada lingkungan sekitar.

Oleh karena itu, solusi yang bisa diterapkan dengan cara memanfaatkan hal ini adalah penempatan kolam pada sekitar bangunan yang dapat di uapkan oleh udara untuk dialirkan ke arah bangunan. Hal ini tentunya dapat mengurangi panas yang ada di tapak.

Gambar 4.17 Arah angin pada tapak Sumber: Wikimapia.org


(52)

4.1.3 SENSORY

4.1.3.1 View ke Arah Tapak

Bangunan Padepokan Seni Reog Ponorogo yang dirancang guna dikunjungi oleh banyak orang, maka bangunan harus eye catch jika dilihat dari berbagai arah terutama dari pemberhentian lampu merah dari setiap jalan yang ada.

Gambar diatas menunjukkan view ke arah tapak dari arah jalan Arif Rahman Hakim yang merupakan jalan utama penghubung Ponorogo dengan jalan provinsi yang terletak di Madiun. Apabila dilihat dari sudut ini maka area site terlihat sangat jelas. Selain itu, patung yang berada ditengah perempatan juga mendukung terhadap terarahnya pandangan seseorang kearah site.

Gambar 4.18 View kearah site Sumber: Data Pribadi


(53)

Gambar diatas menunjukkan view ke arah tapak dari arah jalan Mayjen S. Parman yang merupakan jalan pintas menuju ke alun-alun dan jalan utama Ponorogo- Wonogiri.

Potensi

- Site yang terletak di lahan hook sangat mudah terlihat dari arah jalan menuju dan ke arah kota Ponorogo.

- Adanya patung yang menjadi penanda di perempatan

- Terdapat lampu lalu lintas yang dapat menyebabkan kendaraan berhenti terlebih dahulu, sehingga dapat melihat ke arah tapak.

Solusi

Pembuatan sign pada tapak untuk meneruskan pandangan dari patung yang berada di tengah perempatan.

Gambar 4.18 View kearah site Sumber: Data Pribadi


(54)

4.1.3.2 Bising

Bising merupakan yang paling dihindari dari bangunan ini, dikarenakan bangunan yang akan dirancang adalah tempat untuk pertunjukkan dan pelatihan sehingga butuh tingkat kesunyian yang tinggi.

Gambar diatas menunjukkan sumber bising. Bising banyak berasal dari jalan Soekarno-Hatta yang merupakan jalan primer kabupaten Ponorogo. Selain itu bising berasal perempatan yang terdapat lampu lalu lintas.

Masalah yang timbul dari lokasi site ini adalah bising dari luar tapak dapat menyebabkan terganggunya suara gamelan yang berasal dari pertunjukkan Reog yang akan dimainkan. Oleh karena itu solusi yang dapat ditetapkan adalah dengan cara penanaman pohon penahan bising sepanjang jalan utama untuk memecah bunyi.

Gambar 4.19 Sumber Bising Sumber: Wikimapia.org


(55)

4.1.3.3 Polusi

Lokasi site yang berada pada jalur primer kabupaten Ponorogo mempunyai beberapa masalah utamanya adalah dari panasnya suhu dan juga polusi yang ditimbulkan kendaraan.

Gambar diatas menunjukkan sumber polusi banyak berasal dari kendaraan yang berlalu lalang di jalan Soekarno-Hatta, jalan Arif Rahman Hakim dan jalan S.Parman.

Solusi dari masalah yang didapat yaitu dengan cara penanaman pohon peneduh dan memperbanyak tumbuhan hijau yang banyak menyerap Co2 dan memperbanyak O2 seperti bambu, mahoni dll. Dengan demikian semakin banyak tanaman yang ditanam maka kesegaran udara semakin bagus. Hasulnya adalah mendukung kegiatan yang ada dialamnya.

Gambar 4.20 Sumber Polusi Sumber: Wikimapia.org


(56)

4.1.4 KONDISI FISIK ALAMI

4.1.4.1 Topografi

Site merupakan daerah dataran rendah yang berada di Kabupaten Ponorogo. sementara yang merupakan daerah dataran tinggi terletak di tiga kecamatan yaitu Ngrayun, Sooko, Pulung dan Ngebel.

Drainase yang ada di site terdiri atas dua jenis, pertama adalah tertutup, ini yang berada disekitar jalan utama dan perumahan sekitar. Tipe yang kedua adalah terbuka yang berada di perbatasan dengan sawah. Material yang digunakan adalah dinding turap, hal ini berfungsi untuk melancarkan aliran air yang berasal dari hujan

Potensi

- Tanah datar pada site relatif mudah untuk didesain karena tidak perlu memikirkan kontur.

Masalah

- Pembentukan hardscape dan waterscape memerlukan tenaga yang lebih.

- Tanah cenderung kering akibat panas lingkungan sekitar. Solusi

- Peninggian pondasi dari muka tanah untuk menghindari kelem baban tanah dan kemungkinan meluapnya air kedalam area bangunan.


(57)

4.1.4.2 Vegetasi

Vegetasi disekitar tapak banyak didominasi pohon yang memiliki tajuk besar, seperti pohon trembesi. Pohon ini memiliki tajuk ± 5 m. Selain tanaman peneduh, vegetasi lain yang ada di sekitar tapak adalah tanaman pengarah. Selain itu juga daerah sekitar site masih terdapat banyak sawah

Potensi

- Banyaknya pohon disekitar site meringankankan dalam pembentukkan suasana alam yang akan diterapkan ditapak. Masalah

- Walaupun banyak pohon, suhu pada siang hari masih terasa gerah. Hal ini lebih disebabkan banyaknya polusi udara dari kendaraan yang berlalu lalang disana.

Solusi

- Pembentukkan suasana alam pada site dengan memindahkan pohon yang ada didalam site dan menambahkan tanaman yang banyak menghasilkan O2 sesuai dengan tema.

- Banyaknya sawah pada area sekitar site yang pastinya dapat menimbulkan masalah ketika musim panen tiba, seperti bau dan gatal yang dapat terbawa oleh angin.

- Penanaman tanaman yang berfungsi sebagai pohon peneduh, penahan bising dan juga pemecah angin.


(58)

KONSEP PERANCANGAN

5.1 Konsep Arsitektural

5.1.1 Konsep Dasar

Konsep dasar perancangan dari Padepokan Seni Reog Ponorogo ini adalah konsep yang berdasar pada bentuk bangunan tradisional jawa yang banyak mengandung nilai filosofis yang diambil dari kepercayaan lama masyarakat Jawa pada masa dahulu. Arsitektur Tradisional Jawa yang dimaksud disini adalah bentuk arsitektur yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit hingga bentuk arsitektur zaman kerajaan Mataram yang telah mengalami penyederhanaan dan telah masuk nilai-nilai Islam kedalamnya.

Bentuk bangunan adalah persegi dan persegi panjang yang dihadapkan kearah utara-selatan. Hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang akan diterima oleh bangunan. Bentuk bangunan persegi secara filosofis mempunyai bidang yang menghadap ke empat penjuru, hal ini merupakan konsep dari arsitektur Jawa yang menghormati penguasa segala penjuru dan mempunyai satu titik tengah. Istilah dari hal tersebut adalah kiblat papat lima pancer (Kiblat empat dan satu pusat). Bentuk ini berdasarkan kepercayaan Hindu yaitu Nawa Dewata yang kemudian mengalami pernyederhanaan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Bentuk atap dari bangunan adalah bentuk filosofis dari gunung (meru) yang merupakan tempat yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Oleh karena itu atap yang digunakan adalah atap tajug.


(59)

bahwa Reog itu berasal dan ada sejak zaman kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu terbesar di Nusantara. Material bata ekspos ini diambil berdasarkan banyaknya peninggalan kerajaan Majapahit yang dibangun dengan memakai bata merah ekspos.

Gambar diatas menunjukkan model bentuk atap dari arsitektur tradisional Jawa yang berasal dari filosofi bentuk meru yang merupakan tempat bersemayam dewa.

Gambar 5.1 Pendopo Kab. Ponorogo Sumber: Data Pribadi

Gambar 5.2 Ilustrasi Majapahit Sumber: Wikimapia.org


(60)

bata ekspos terekspresikan dari material bangunan yang dipakai.

5.1.2 Konsep Pemintakatan

Penempatan massa bangunan mengikuti tingkat kepentingan yang dibentuk. Area site dibagi atas tiga zona utama yaitu zona profan (publik), zona semiprofan (semi publik) dan sakral (privat), serta satu area servis sebagai area pendukung. Pembagian area menjadi tiga zona ini diambil berdasarkan nilai yang terdapat pada candi Hindu, yaitu Bhrulokha, Bwarlokha dan Swarlokha.

Bhurlokha adalah area yang digambarkan sebagai alam yang masih berhubung dengan keduniaan. Alam ini merupakan alam paling bawah jika diurutkan dari bentuk candi. Bwarlokha

adalah alam tengah dimana manusia sudah mulai mengalami pencerahan atas dirinya. Swarlokha adalah alam atas yang mana penunggunya adalah para dewa dan orang yang telah mengalami pencerahan. Penggunaan ketiga zona ini hanya sebagai wajah saja, dikarenakan proyek yang dirancang bukanlah proyek tempat peribadatan Hindu.

Zona publik atau profan yang merupakan zona terluar dari site terdiri atas beberapa bangunan yang memiliki fungsi, antara lain kafe, area parkir dan pusat informasi. Zona kedua dalah zona semi publik dimana zona ini adalah tempat utama dari pertunjukkan seni Reog Ponorogo. Zona ini berdiri bangunan pendopo yang memiliki fungsi sebagai tempat penerima ataupun tempat pertunjukkan dari seni tari pendukung tari Reog. Selain itu juga


(61)

Bangunan selanjutnya yang berada di zona ini adalah teater indoor. Teater ini adalah tempat utama pertunjukkan tari Reog Ponorogo. Teater indoor ini memiliki daya tampung 300 penonton. Bangunan lain yang terdapat pada zona ini adalah galeri Reog Ponorogo dan perpustakaan. Galeri ini berisi tentang sejarah yang enjelaskan awal lahirnya Reog hingga perkembangannya sampai sekarang. Bangunan ini memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan secara visual. Bangunan terakhir yang ada diarea ini adalah bangunan serbaguna yang dapat digunakan sebgai tempat untuk

workshop, seminar maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan pembelajaran seni Reog Ponorogo.

Zona terakhir dari pembagian site adalah zona privat (sakral). Zona ini adalah tempat dimana seniman Reog menggembleng anak didiknya untuk belajar tari. Area ini memiliki beberapa bangunan yang memiliki fungsi antara lain kelas tari dan juga tempat rapat pengajar. Kelas yang terdiri dari enam ruang ini digunakan sebagai tempat mengajar berbagai tari Reog maupun tari pendukung. Bangunan lain yang terdapat diarea ini adalah asrama siswa. Asrama siswa terdiri atas dua lantai yang dibagi menjadi dua zona, yaitu zona laki- laki dan perempuan. Terdapat delapan kamar pada lantai bawah dari setiap zona dan delapan kamar pada lantai atas. Hal ini menyesuaikan dengan jumlah peserta tari Reog yang mencapai 32 orang yang terdiri dari 16 laiki- laki dan 16 perempuan. Bangunan yang lain adalah guest house

yang memiliki dua massa. Masing- masing bangunan meiliki dua lantai dan empat kamar tidur. Bangunan ini diperuntukkan bagi tamu yang menginap maupun dari seniman yang inginakan mengajarkan seni di padepokan ini. Sedangkan zona yang paling


(62)

Gambar diatas menunjukkan sirkulasi dalam site. Sirkulasi didalam site berupa sirkulasi linear dimana antara satu bangunan dengan bangunan yang lainnya dihubungkan oleh jalur lurus yang sama.

Gambar 5.3 Sirkulasi dalam site

Gateway Entrance Utama Kafe Souvenir Shop Perpus & Galeri Plasa Meditasi

Guest House Asrama

Bagian Rumah Tangga dan Servis Pendopo gedung serbaguna Teater Indoor Pusat Informasi Parkir Pintu Keluar Kelas Tari Mushola Pengelola Padepokan


(63)

disana. Bangunan ini berorientasi terhadap sign yang berada pada perempatan jalan. Orientasi massa bangunan utama kearah ini juga mengacu kepada arsitektur tradisional yang masih terdapat unsur

hinduisme, seperti bangunan keraton yang tegak lurus dengan gung merapi dan pantai selatan dan juga rumah adat bali yang mempunyai orientasi gunung Agung.

Gambar diatas menunjukkan pembagian area berdasarkan tingkatan candi yaitu bhurlokha, bwarlokha dan Swarlokha.

Gambar 5.3 Pembagian Zona

Sakral Servis Semi Profan


(64)

(profan), semi publik (semi profan) dan privat (sakral) dipisahkan oleh gerbang yang memiliki bentuk dan makna yang berbeda. Area pertama yang berbatasan langsung dengan area luar terdapat gerbang yang berbentuk candi bentar dengan ketinggian mencapai 10 m. Gerbang ini berupa dua candi kembar yang diambil dari bentuk filosofi gunung yang dibelah.

Gerbang kedua yang memsisahkan antara are profan dan semi profan berbentuk dua gerbang yang diatasnya ditutup dengan genteng. Hal ini berdasarkan filosofi Jawa kuno, bahwa bentuk ini diambil dari gungung yang dilubangi. Dan gerbang terakhir yang memisahkan antara area semi profan dengan sakral berbentuk gerbang kecil dan sempit.

Gambar diatas menunjukkan gerbang pemisah antar zona serta perbandingan ketinggian masing-masing.Ketiga gerbang tersebut memakai material bata ekspos. Penggunaan material ini menambah kesan kuatnya identitas padepokan


(65)

Gambar 5.5 menunjukkan gerbang padepokan. Penggunaan gerbang dan material sebagaimana diatas menambah kesan kesakralan status padepokan

5.1.3 Konsep Lansekap

Secara umum, tanaman yang ada di padepokan seni Reog Ponorogo ini terbagi atas tiga macam yaitu tanaman peneduh, tamnaman pengarah dan tanaman penahan bising. Tanamana peneduh pada area ini berfungsi sebagai pembuat iklim mikro pada sekitar site. Tanaman peneduh ini dipilih untuk banyak menghasilkan oksigen sehingga dapat menciptakan ketenangan bagi orang yang ada didalamnya.

Tanaman kedua adalah tanaman pengarah. Tanaman pengarah pada padepokan ini terbagi atas dua bentuk, pertama berupa pohon sedangkan kedua berupa tanaman perdu. Pohon yang digunakan adalah palem raja yang ditanam sepanjang sirkulasi didalam site. Keuda adalah tanaman pengarah berupa perdu. Tanaman ini juga ditanam sepanjang jalur didalam site dengan membentuk pola lurik dari Reog Ponorogo. Tanaman jenis

Gambar 5.5 Gerbang Padepokan Sumber: Wikimapia.org


(66)

Tanaman ketiga adalah tanaman dengan fungsi penahan bising. Lokasi site yang terletak pada perempatan tentunya setiap harinya akan banyak kendaraan yang berlalu lalang. Oleh karena itu sepanjang sisi luar dari site ini ditanami tanaman penahan bising dengan penanaman berjarak, sehingga selain mengurangi intensitas kebisingan juga tidak mengurangi view fasade bangunan dari luar site.

5.1.4 Konsep Keberlanjutan

Konsep berkelanjutan yang diterapkan didalam tapak adalah dengan tetap memberi hak kepada alam. Artinya adalah ketika hujan maka air dapat tetap meresap kedalam tanah, udara masih dapat bergerak bebas tanpa ada penghalang yang berarti.

Konsep berkelanjutan yang digunakan disini adalah dengan cara memanfaatkan air hujan yang dapat dipastikan turun dalam setahun. Hujan yang turun dimanfaatkan dengan cara ditampung dalam wadah atau tangki air yang ditanam didalam tanah. Air hujan ini diambil dari setiap atap bangunan yang telah dirancang memakai talang air, sehingga memudahkan untuk mengarahkan air tersebut.

Air yang telah didapat tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk mengisi kolam yang didesain pada sekitar bangunan. pemanfaatan air hujan seperti ini ditujukan untuk mengurangi konsumsi pemakaian air PDAM. Selain itu juga salah satu pemanfaatan air hujan yaitu dengan cara membuat biopori dan juga rain garden didalam tapak.


(67)

BAB VI

HASIL PERANCANGAN

6.1 Gambar Situasi

Gambar 6.1 : Blok Plan

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.2 : Potongan Site A-A

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.3 : Potongan Site B-B


(68)

Gambar 6.4 : Perspektif Mata Burung

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.5 : Perspektif Mata Burung

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.6 : Perspektif Mata Burung


(69)

3.2 Gambar Perancangan

Gambar 6.7 : Tampak Depan

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.8 : Tampak Utara

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.9 : Tampak Selatan


(70)

Gambar 6.10 : Perspektif padepokan dari arah Madiun

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.11 : Perspektif padepokan dari arah pusat kota


(71)

Gambar 6.12 : Perspektif padepokan dari arah Jl. Mayjen Katamso

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.13. : Perspektif padepokan dari arah Wonogiri


(72)

Gambar 6.14 : Perspektif Gerbang entrance semiprofan

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.14 : Perspektif Taman Reog


(73)

Gambar 6.15 : Perspektif Taman Reog

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.16 : Perspektif Interior Kafe


(74)

Gambar 6.17 : Perspektif Pendopo

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.18 : Perspektif Interior Pendopo


(75)

Gambar 6.18 : Perspektif Pendopo

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.19: Perspektif Pendopo


(76)

Gambar 6.20 : Perspektif Teater Tertutup

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.21 : Perspektif Interior Teatr


(77)

Gambar 6.22 : Perspektif area privat

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.22 : Perspektif area privat


(78)

Gambar 6.24: Perspektif Guest House

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.25 : Perspektif kelas tari


(79)

Gambar 6.26: Perspektif kelas tari dari guest house

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.27 : Perspektif kelas tari dari asrama


(80)

Gambar 6.28: Perspektif kelas tari dan asrama

Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.29 : Perspektif interior asrama


(81)

6.3 Foto Maket

Gambar 6.30: Maket Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.31: Maket Sumber : Data Pribadi


(82)

Gambar 6.32 : Maket Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.33 : Maket Sumber : Data Pribadi


(83)

Lembar Persetujuan... i

Abstraksi... ii

Daftar Isi... iii

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Maksud……… 4

1.3 Tujuan………. 4

1.4 Kerangka Berpikir………. 5

1.5 Lingkup Pembahasan……….. 5

1.6 Sistematika Penulisan Laporan……….. 6

Bab II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Deskripsi Umum………. 8

2.1.1 Lokasi Proyek……… 8

2.1.2 Peraturan Kawasan berdasarkan RTRW Kab. Ponorogo.. 9

2.1.3 Kajian Teori Padepokan Seni Reog Ponorogo……… 12

2.1.3.1 Definisi Padepokan Seni……… 12

2.1.3.2 Arsitektur Tradisional Jawa………... 13

2.1.4 Kebutuhan Ruang………. 17

2.2 Studi Banding Proyek Sejenis……….. 18

2.2.1 Padepokan Reog Ponorogo……… 18

2.2.2 Padepokan Pencak Silat Nasional………. 22

2.2.3 Padepokan Seni Mayang Sunda……… 24

Bab III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema………. 26

3.2 Interpretasi Tema……… 27

3.3 Studi Banding Tema Sejenis………. 28

3.3.1 Saung Angklung Udjo……… 28


(84)

4.1 Analisa Site……….. 33

4.1.1 Analisa Rona Lingkungan……….. 34

4.1.1.1 Posisi Jalan Raya - Arah Akses………. 34

4.1.1.2 Zoning Area Sekitar………. 38

4.1.1.3 Orientasi Fasade Bangunan Sekitar………. 41

4.1.2 Iklim... 43

4.1.2.1 Orientasi Matahari……… 43

4.1.2.2 Temperatur dan Kelembaban………. 45

4.1.2.3 Arah Angin………. 47

4.1.3 Sensory……… 48

4.1.3.1 View ke Arah Tapak……….. 48

4.1.3.2 Bising……….. 50

4.1.3.3 Polusi……….. 51

4.1.4 Kondisi Fisik Alami ……….. 52

4.1.4.1 Topografi………. 52

4.1.4.2 Vegetasi……….. 53

Bab V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Arsitektural……… 54

5.1.1 Konsep Dasar……….. 54

5.1.2 Konsep Pemintakatan……….. 56

5.1.3 Konsep Gerbang……… 59

5.1.4 Konsep Lansekap………. 61

5.1.5 Konsep Berkelanjutan……….. 62

Bab VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Hasil Perancangan………. 63

6.2 Gambar Perancangan……… 65


(85)

Neufert, Ernest, 2002, Data Arsitek; alih bahasa, Sunarto Tjahjadi; Ferryanto Chaidir,

Neufert, Ernest, 1992. Data Arsitek Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Joseph de Chiara dan john Callender.1992

Ching, Francis D.K. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Tatanan Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 2000.

Frank, Ching D.K, 2007, Architecture: Form, Space, and Order, John Wiley & Sons; 3rd edition (June 29, 2007)

Hakim, Rustam, 2002, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Jakarta


(86)

Ahamdulillah, Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia – Nya saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “Padepokan Seni Reog Ponorogo”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabat serta Tabi’ut Tabi’in. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Starta (S1) dengan membuat Tugas Akhir berupa desain dan laporan sejak masa persiapan, penyusunan hingga penyelesaian, penulis mendapat banyak bantuan berupa saran, kritik, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Syukur dan terima kasih saya haturkan kepada;

1. Allah SWT.

2. Nabi Muhammad SAW

3. Bapak Heru Wibowo, ST.,M.T Selaku Pembimbing yang telah memberikan nasehat, penyemangat, arahan serta pengalaman dari awal hingga selesai, selama Tugas Akhir ini berlangsung.

4. Bapak yang nasehatnya selalu terpatri dalam hati

5. Ibuku tercinta yang yang tidak pernah berhenti berkirim doa dan semangat walaupun tanpa diminta

6. Kakak, Agus M Nashihin dan adikku, M Sujud Maulana yang selalu memberikan dukungan moril dengan selalu bercanda.

7. Bapak DR. Salmon Martana yang pelajarannya selalu menjadi inspirasi tersendiri

8. Ibu Tri Widianti Natalia,ST.,MT selaku dosen wali serta dosen 9. penguji yang telah memberikan dukungan, arahan serta saran

selama proses perkuliahan dan tugas akhir ini.

10. Ibu Dhini D Tantarto. Ir.,M.,T Selaku Koordinator tugas akhir serta dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran selama tugas akhir.

11. Bapak Rachy Soekardi. Ir., M.T. Selaku dosen Penguji yang telah memberikan arahan dengan tulisannya sejak awal perkuliahan.


(87)

tanpa diminta.

14. Teman- teman seperjuangan Arsitektur 2010, yang selalu memberikan masukan dan saran serta bantuan tenaga dan tempat untuk tetap bisa mengerjakan Tugas Akhir ini

15. Teman-teman santri-santriwati Ponpes Al Falah Dago, yang selalu membuat semangat untuk belajar.

16. Teman sekobong, Aef Saefullah yang sudah S.S, yang selalu siap sedia untuk membantu.

17. Teman-teman kobong Kalijaga dan Siti Hajar

18. Untuk teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini.

19. Seseorang disana yang telah memberikan semangat dari canda serta tawanya.

Bandung, 30 Juli 2015


(1)

PADEPOKAN SENI REOG PONOROGO

Gambar 6.32 : Maket Sumber : Data Pribadi

Gambar 6.33 : Maket Sumber : Data Pribadi


(2)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan... i

Abstraksi... ii

Daftar Isi... iii

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Maksud……… 4

1.3 Tujuan………. 4

1.4 Kerangka Berpikir………. 5

1.5 Lingkup Pembahasan……….. 5

1.6 Sistematika Penulisan Laporan……….. 6

Bab II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Deskripsi Umum………. 8

2.1.1 Lokasi Proyek……… 8

2.1.2 Peraturan Kawasan berdasarkan RTRW Kab. Ponorogo.. 9

2.1.3 Kajian Teori Padepokan Seni Reog Ponorogo……… 12

2.1.3.1 Definisi Padepokan Seni……… 12

2.1.3.2 Arsitektur Tradisional Jawa………... 13

2.1.4 Kebutuhan Ruang………. 17

2.2 Studi Banding Proyek Sejenis……….. 18

2.2.1 Padepokan Reog Ponorogo……… 18

2.2.2 Padepokan Pencak Silat Nasional………. 22

2.2.3 Padepokan Seni Mayang Sunda……… 24

Bab III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema………. 26

3.2 Interpretasi Tema……… 27

3.3 Studi Banding Tema Sejenis………. 28

3.3.1 Saung Angklung Udjo……… 28


(3)

Bab IV ANALISIS

4.1 Analisa Site……….. 33

4.1.1 Analisa Rona Lingkungan……….. 34

4.1.1.1 Posisi Jalan Raya - Arah Akses………. 34

4.1.1.2 Zoning Area Sekitar………. 38

4.1.1.3 Orientasi Fasade Bangunan Sekitar………. 41

4.1.2 Iklim... 43

4.1.2.1 Orientasi Matahari……… 43

4.1.2.2 Temperatur dan Kelembaban………. 45

4.1.2.3 Arah Angin………. 47

4.1.3 Sensory……… 48

4.1.3.1 View ke Arah Tapak……….. 48

4.1.3.2 Bising……….. 50

4.1.3.3 Polusi……….. 51

4.1.4 Kondisi Fisik Alami ……….. 52

4.1.4.1 Topografi………. 52

4.1.4.2 Vegetasi……….. 53

Bab V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Arsitektural……… 54

5.1.1 Konsep Dasar……….. 54

5.1.2 Konsep Pemintakatan……….. 56

5.1.3 Konsep Gerbang……… 59

5.1.4 Konsep Lansekap………. 61

5.1.5 Konsep Berkelanjutan……….. 62

Bab VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Hasil Perancangan………. 63

6.2 Gambar Perancangan……… 65


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Neufert, Ernest, 2002, Data Arsitek; alih bahasa, Sunarto Tjahjadi; Ferryanto Chaidir,

Neufert, Ernest, 1992. Data Arsitek Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Joseph de Chiara dan john Callender.1992

Ching, Francis D.K. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Tatanan Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 2000.

Frank, Ching D.K, 2007, Architecture: Form, Space, and Order, John Wiley & Sons; 3rd edition (June 29, 2007)

Hakim, Rustam, 2002, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Jakarta


(5)

KATA PENGANTAR

Ahamdulillah, Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia – Nya saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “Padepokan Seni Reog Ponorogo”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabat serta Tabi’ut Tabi’in. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Starta (S1) dengan membuat Tugas Akhir berupa desain dan laporan sejak masa persiapan, penyusunan hingga penyelesaian, penulis mendapat banyak bantuan berupa saran, kritik, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Syukur dan terima kasih saya haturkan kepada;

1. Allah SWT.

2. Nabi Muhammad SAW

3. Bapak Heru Wibowo, ST.,M.T Selaku Pembimbing yang telah memberikan nasehat, penyemangat, arahan serta pengalaman dari awal hingga selesai, selama Tugas Akhir ini berlangsung.

4. Bapak yang nasehatnya selalu terpatri dalam hati

5. Ibuku tercinta yang yang tidak pernah berhenti berkirim doa dan semangat walaupun tanpa diminta

6. Kakak, Agus M Nashihin dan adikku, M Sujud Maulana yang selalu memberikan dukungan moril dengan selalu bercanda.

7. Bapak DR. Salmon Martana yang pelajarannya selalu menjadi inspirasi tersendiri

8. Ibu Tri Widianti Natalia,ST.,MT selaku dosen wali serta dosen 9. penguji yang telah memberikan dukungan, arahan serta saran

selama proses perkuliahan dan tugas akhir ini.

10. Ibu Dhini D Tantarto. Ir.,M.,T Selaku Koordinator tugas akhir serta dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran selama tugas akhir.

11. Bapak Rachy Soekardi. Ir., M.T. Selaku dosen Penguji yang telah memberikan arahan dengan tulisannya sejak awal perkuliahan.


(6)

12. Bapak Dr. Andi Harapan yang telah membatu memberikan saran 13. Ustadz Aa Ganda, yang selalu mendoakan muridnya walaupun

tanpa diminta.

14. Teman- teman seperjuangan Arsitektur 2010, yang selalu memberikan masukan dan saran serta bantuan tenaga dan tempat untuk tetap bisa mengerjakan Tugas Akhir ini

15. Teman-teman santri-santriwati Ponpes Al Falah Dago, yang selalu membuat semangat untuk belajar.

16. Teman sekobong, Aef Saefullah yang sudah S.S, yang selalu siap sedia untuk membantu.

17. Teman-teman kobong Kalijaga dan Siti Hajar

18. Untuk teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini.

19. Seseorang disana yang telah memberikan semangat dari canda serta tawanya.

Bandung, 30 Juli 2015