Latar Sistem pakar penentuan pasal-pasal tindakan kesusilaan menggunakan Forward Chaining.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar

Belakang Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang memiliki peraturan hukum pidana yaitu KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Terdapat ratusan pasal yang mengatur hukum pidana di Indonesia. Hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Aturan hukum mengandung larangan dan ancaman pidana yang sudah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Ancaman pidana dapat diberlakukan terhadap seseorang maupun kelompok yang melakukan pelanggaran tindakan pidana. Masing-masing dari tindakan pidana tersebut mempunyai jeratan pasal dan putusan hukuman yang berbeda. Sebelum ditetapkan menjadi tersangka dan dijatuhi dengan hukuman dilakukan terlebih dahulu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik. Pemeriksaan difokuskan terhadap hal yang menyangkut persoalan hukum dan mengarah ke kesalahan tindak pidana yang dilakukan pelaku. Proses pemeriksaan ini masih dilakukan secara konvensional sehingga memakan waktu yang cukup lama. Berdasarkan Badan Pusat Statistik D.I. Yogyakarta jumlah tindakan kriminal konvensional di Polda D.I. Yogyakarta tahun 2010- 2012 mencapai 20.524 kasus. Bahkan berita di KRJogja.com pada tanggal 31 Desember 2013 menjelaskan bahwa crime indeks naik 118 kasus 5,97 persen dari tahun lalu menjadi 2.094 kasus. Secara kualitas pada dasarnya masih terkendali dan kondusif, meskipun secara kuantitas masih ada kasus-kasus yang mengalami peningkatan serta masih adanya permasalahan yang belum terselesaikan. Menurut Kapolda DIY Brigjen Pol Haka Astana, kasus kriminal terbesar didominasi curat, 801 kasus, turun dari tahun lalu, 877 kasus. Sementara yang mengalami kenaikan diantaranya pembunuhan 9 menjadi 12 kasus, aniaya berat 35 menjadi 39, pemerasanpengancaman 42 menjadi 53, narkoba 241 menjadi 305, curanmor 494 menjadi 691, temuan senpi 5 menjadi 17, dan KDRT 86 menjadi 109. Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 4.845 kasus perkosaan di Indonesia pada tahun 1998 hingga 2010. Sedangkan di lingkup DIY, Rifka Annisa sebagai Koordinator Divisi Pendampingan telah menerima 131 laporan pemerkosaan dan 71 laporan pelecehan seksual pada 2009 hingga 2012. Khusus tahun ini, Januari hingga September 2013, ada 32 kasus perkosaan dan 10 kasus pelecehan seksual. Dari angka tersebut, rata-rata usia korban yakni 14-16 tahun, bahkan ada pula yang tiga tahun. Kasus pemerkosaan dan kenakalan remaja selama tahun 2014 di DIY meningkat dari tahun sebelumnya. Wakapolda DIY Kombes Imam Sugianto memaparkan kasus pemerkosaan yang tahun 2013 sejumlah 16 laporan kasus, tahun ini naik menjadi 21 laporan kasus. Sementara kasus kenakalan remaja naik dari 10 kasus menjadi 20 kasus. Berdasarkan data indonesia.go.id perincian kasus kejahatan di wilayah Hukum Mapolda DIY mengalami kenaikan. Tahun 2010 ada 276 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 51 kasus atau sebesar 18,3 . Tahun 2011 terdapat 381 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 138 kasus atau 36,22 . Pelaporan kasus yang masuk ke Polresta Yogyakarta tahun 2010 berjumlah 1.210 kasus dapat diselesaikan sebanyak 466 kasus, tahun 2011 terjadi 1.176 kasus telah dapat diselesaikan 320 kasus. Polres Sleman tahun 2010 laporan yang masuk 877 kasus , diselesaikan 254 dan tahun 2011 terjadi 929 kasus diselesaikan sebanyak 333 kasus. Polres bantul: pada semester I Tahun 2011 laporan yang masuk 387 kasus, diselesaikan 176 kasus. Polres Kulonprogo 176 kasus, dapat diselesaikan sebanyak 112 kasus dan Kabupaten Gunungkidul laporan yang masuk sebanyak 135 kasus dapat diselesaikan sebanyak 88 kasus. Runut Maju Forward Chaining merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan data atau fakta yang menuju konklusi akhir. Penalaran dimulai dari premis-premis atau informasi masukan if dahulu kemudian menuju konklusi atau derived information then. Data atau fakta yang dikumpulkan berupa sangkaan yang didapat oleh penyidik dari pelaku. Sangkaan tersebut diubah menjadi premis untuk mendapatkan pasal yang disangkakan konklusi kepada pelaku. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa banyak kasus tidak terselesaikan. Di sisi lain jumlah kasus kejahatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pendokumentasian kasus dan pasal-pasal yang disangkakan kepada pelaku menjadi penting untuk memudahkan penyidik dalam melakukan proses penyidikan. Sistem pakar penentuan pasal-pasal tindakan kesusilaan menggunakan forward chaining diharapkan dapat membantu penyidik dalam menyelesaikan kasus kesusilaan dengan lebih cepat dan mudah.

1.2. Rumusan Masalah