Dampak Lingkunagn Belanja Dan Respon Emosi Konsumen Terhadap Pembelian Tidak Terencana Pada Giant Hypermarket-Bandung Supermall

(1)

Environmental Impact Of Consumer Spending And Emotional Responses To Purchase The Giant Hypermarket Unplanned-Bandung Supermall

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam menempuh Jenjang SI

Program Studi Manajemen

Oleh :

Irma Puspa Dewi

21207050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

vi

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir atau Skripsi yang berjudul “DAMPAK LINGKUNGAN BELANJA DAN RESPON EMOSI TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA GIANT HYPERMARKET-BANDUNG SUPERMALL”. sebagai salah satu persyaratan menempuh program studi S1 pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih untuk kedua orangtua tersayang yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil serta doa dan kasih sayang yang tulus dan bimbingannya yang begitu besar untuk dapat menyelesaikan usulun penelitian ini. Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Rahma Wahdiniwaty, M.Si., selaku pembimbing yang telah berkenan dan meluangkan waktunya memberikan bimbingan, membina, mengarahkan dan memberikan petunjuk yang sangat berharga kepada penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

2. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.


(3)

vii

memberi motivasi, perhatian, masukan, arahan dan semangat selama kuliah di UNIKOM,

6. Rizky Zulfikar, SE., M.Si, selaku penguji I yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Hj.Neneng Dewi Indriani, SE., M.Si, selaku penguji II yang telah memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan serta ilmu yang sangat berharga.

9. Seluruh Staff Dosen Pengajar Program Studi Manajemen yang telah memberikan ilmu dan motivasinya.

10.Bapak Alfonsius selaku HRD Giant Bandung Supermall yang sudah mengijinkan penulis melakukan penelitian beserta Bintang terima kasih untuk motivasi, semangat dan informasinya.

11.Laporan ini penulis dedikasikan untuk Ibunda tercinta Wike Maulida dan Ayahanda tersayang Drs. Iwan Gunawan atas doanya serta dukungan yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

12.Untuk adikku tersayang c ndut Ervin Andrian Rustandi terima kasih untuk semangat menyelesaikan laporan ini.


(4)

viii

semua teman-teman MN2, teman-teman MP terima kasih atas doa, dukungan, informasi, bantuannya serta kebersamaanya.

15.Untuk Reza Fandiwie,S.Pd terima kasih untuk doa, motivasi serta bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan,untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca diharapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Bandung, Agustus 2011


(5)

iii

Supermall. Fenomena yang terjadi adalah semakin berkembangnya usaha ritel modern salah satunya munculnya hypermarket, banyak strategi yang dilakukan untuk menarik konsumen yaitu dengan menempatkan ritel modern di dalam mall sehingga dapat dengan mudah terjadinya pembelian impulsif, seperti memelihara lingkungan belanja agar selalu menarik, misalnya bagaimana para manager dapat memanipulasi disain bangunan, ruang interior, tata ruang lorong-lorong, bau, warna, dan suara yang dialami para pelanggan. Namun Giant Bandung Supermall kurang memperhatikan hal itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lingkungan belanjadan respon emsoi terhadap pembelian impulsif pada konsumen Giant Hypermarket-Bnadung Supermall.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelian di Giant Bandung Supermall yang berjumlah 3000 konsumen perbulan dengan sampel sebanyak 98 responden. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi pearson, analisis regresi, korelasi, koefisien determinasi, uji hipotesis, dan juga menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 17.0 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelian impulsif di Giant Bandung Supermall secara keseluruhan termasuk dalam kriteria cukup baik, indikator lingkungan belanja menunujukkan kriteria baik. Sedangkan untuk variabel respon emosi termasuk dalam kriteria cukup baik hal ini dikarenakan fasilitas yang disediakan kurang memadai sehingga konsumen kurang nyaman ketika berada di Giant Bandung Supermall. Pengaruh Lingkungan belanja dan respon emosi berdampak positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif pada konsumen Giant Bandung Supermall. Kemudian dampak secara simultan daripada secara parsial. Hal ini berarti lingkungan belanja dan respon emosi konsumen mampu membangkitkan konsumen untuk melakukan pembelian tak terencana. Kata kunci: lingkungan belanja, respon emosi konsumen, pembelian tak terencana.


(6)

one of the emergence of hypermarkets, many strategies to attract customers is by placing a modern retail in the mall so it can easily be the occurrence of impulsive purchases, such as maintaining a shopping environment that is always interesting, for example, how managers can manipulate the building design, interior space, spatial alleys, smells, colors, and sounds experienced by customers. But Giant Bandung Supermall less attention to it. The purpose of this study was to determine how much influence emsoi shopping environment and the response to impulsive purchases at Giant Hypermarket consumer-Bnadung Supermall.

The method used in this study is qualitative and quantitative methods. The unit of analysis in this study is consumers who make purchases at Giant Bandung Supermall, amounting to 3000 customers per month with a sample of 98 respondents. The test statistic used is the calculation of Pearson correlation, regression analysis, correlation, coefficient of determination, hypothesis testing, and also use the help of an application program SPSS 17.0 for windows.

The results showed that impulsive purchase at Giant Bandung Supermall overall pretty good, including the criteria, indicators of good shopping environment menunujukkan criteria. As for the variables included in the criteria of emotional response is quite good this is due to inadequate facilities provided so that consumers are less comfortable when he was in Giant Bandung Supermall. Environmental influences spending and emotional responses have a positive and significant impact on consumer impulsive buying Giant Bandung Supermall. Then the impact of simultaneous rather than partially. This means that the shopping environment and consumers can evoke emotional responses of consumers to make unplanned purchases.

Key words: environmental shopping, consumer emotional response, unplanned purchases.


(7)

1

1.1 Latar Belakang Penelitia

Seiring perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan timbulnya berbagai macam usaha bisnis yang saling bermunculan, salah satu usaha bisnis yang semakin berkembang pesat saat ini adalah usaha bisnis ritel dengan berbagai macam tipe bisnis. Salah satunya adalah usaha bisnis ritel modern, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya hypermarket,supermarket dan minimarket yang berdiri di berbagai kota yang ada di Indonesia yang dapat dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti halnya bisnis ritel di Indonesia, pengaruh dari globalisasi menyebabkan banyak pengusaha ritel dari luar negeri dengan kemampuan capital yang luar biasa melakukan aktivitasnya di Indonesia. Menurut Utami (2006:12) ada beberapa faktor yang mendorong globalisasi yang dilakukan para peritel internasional tersebut antara lain karena pasar domestik yang semakin dewasa/jenuh, sistem dan keahlian, dan hilangnya batas perdagangan. Dengan semakin terbukanya peluang bisnis bagi pengusaha asing untuk berekspansi mengembangkan bisnis ritelnya di Indonesia dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel akan mengakibatkan tumbuhnya ritel modern yang begitu pesat.

Pertumbuhan gerai modern yang begitu pesat ini memunculkan suatu fenomena baru bagi para pemasok produk yaitu bahwa ritel kini telah berubah


(8)

fungsinya bukan hanya sekedar tempat menyalurkan produk ke konsumen, kini juga menjadi industry tersendiri.. Sehingga ritel kini dianggap menjadi tempat yang strategis, untuk memasarkan barangnya secara tepat waktu, lokasi dan konsumen. Sehinga bagi produsen pasar inilah yang kemudian harus mereka garap karena kemampuan ritel modern mendatangkan konsumen sangat besar.

Meningkatnya jumlah gerai modern dan juga perubahan sosial budaya masyarakat menunjukkan semakin besarnya peluang bisnis ritel di Indonesia sekaligus juga menunjukkan semakin ketatnya persaingan di Industri ini.Pesaing utama ritel modern adalah toko ritel tradisional yang merupakan pesaing dari format yang berbeda namun menjual barang yang sama atau biasa disebut persaingan intertype.

Dengan kondisi saat ini perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat akan diikuti oleh pengembangan pemukiman baru sehingga diperlukan adanya sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain mendirikan sarana tempat berbelanja. Dalam kondisi seperti ini tentunya menjadi peluang bagi pengusaha atau pengembang untuk ikut berperan dalam mengadakan pembangunan gerai ritel modern seperti hypermarket,supermarket dan mini market.

Hypermarket merupakan gerai ritel paling besar, sehingga perlu melakukan strategi yang baik untuk mempertahankan bisnisnya terutama pada masa resesi. Strategi yang tepat bagi toko ritel modern adalah melalui pemahaman pemasaran yang berorientasi pada pasar yang mensyaratkan pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen. Seperti halnya berdasarkan tabel di bawah ini


(9)

merupakan omzet toko modern terbesar di Indonesia yaitu Carrefour,Hypermart dan Giant.

TABEL 1.1

Omzet Ritel Modern Terbesar Di Indonesia Pada Tahun 2008 Nama toko Format Toko US$. Juta

Carrefour Hypermarket 789 Hypermart Hypermarket 385 Giant Hypermarket 357

Sumber: Majalah Ritel Asia, 2008 dalam www.bisnis.com

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa Giant Hypermarket menduduki peringkat terendah dengan omzet nilai penjualan US$. 357 juta di bandingkan dengan Carrefour dan Hypermart. Hal ini membuktikan adanya persaingan ketat di antara perusahaan-perusahaan ritel Hypermarket tersebut, sehingga Giant Hypermarket harus lebih mengembangkan strategi pemasarannya. Salah satu strategi Giant Bandung Supermall yaitu dengan mengalokasikan Giant berada di mall dan tidak di mall, guna untuk meningkatkan nilai penjualannya dan bersaing di pasar agar mampu menarik banyak pengunjung yang datang dan berbelanja ke Giant Bandung Supermall.

Seperti yang di utarakan Engel, et al. (1995) dalam Semuel Hatane (2006:166) “Mayoritas pembelian dipasar swalayan dilakukan dengan cara pembelian impulsive, ”Pernyataan ini di perkuat lewat hasil dari sebuah survey yang dilakukan oleh AC Nielsen terhadap pembelanja di sebagian besar terdapat


(10)

di gerai modern yaitu supermarket atau hypermarket dibeberapa kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya berdasarkan survey tersebut sekitar 85% konsumen melakukan pembelanjaan tidak terencana ( impulse buying). Sedangkan jumlah pembelanja yang melakukan pembelian sesuai dengan rencana dan tidak terdorong untuk membeli item tambahan hanya berkisar 15% saja. Perilaku Belanja Konsumen di Toko Ritel mayoritas melakukan pembeliannya dengan cara tidak terencana.Modern Sumber : Marketing 2006 berdasarkan AC Nielsen Perilaku pembelian yang tidak direncanakan (pembelian impulsive) merupakan sesuatu yang menarik bagi produsen maupun pengecer, karena merupakan pangsa pasar terbesar dalam pasar modern.

Banyak konsumen yang datang ke mall melakukan impulse buying (sumber data manager Giant) atau yang biasa disebut dengan pembelian yang tidak direncanakan. Impulse buying adalah bagian dari sebuah kondisi yang dinamakan “unplanned purchase” atau pembelian yang tidak direncanakan yang kurang lebih adalah pembelanjaan yang terjadi tanpa perencanaan pembelanjaan terlebih dahulu dengan melihat keunikan di dalam toko.

Dengan semakin ketatnya tingkat persaingan dalam dunia usaha dewasa ini, mendorong para pengembang bisnis untuk memahami keinginan konsumen dengan cara mempelajari perilaku konsumen. Berdasarkan pemahaman tentang perilaku konsumen yang baik dan tepat diharapkan akan dapat mengembangkan kegiatan pemasarannya dengan lebih baik lagi. Sebelum merencanakan pemasarannya, pengembang perlu mengenal konsumen, sasaran dan model keputusan yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Sehingga pengembang


(11)

mengetahui motif konsumen secara langsung atau tidak langsung yang besar pengaruhnya dalam menilai, mempersepsikan keberadaan mall yang sesuai dengan konsep yang ada di benak konsumen. Pada dasarnya produk-produk yang ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang diharapkannya.

Mereka mungkin berharap mall, sebagai sarana ritel modern mejadi suatu lingkungan yang bagus dan menyenangkan dan merupakan suatu hiburan. Setelah suasana lingkungan belanja alasan kedua orang memilih mall untuk berbelanja adalah dengan banyaknya alternative pilihan dalam memilih barang yang mereka butuhkan, dengan demikian menjadikan Giant hypermarket merupakan format terbesar toko ritel memilih mall BSM sebagai alokasi sebagai suatu pemenuhan kebutuhan.

Kota Bandung merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dengan banyak fasilitas belanja salah satunya dengan berdirinya mall-mall besar di kota bandung, berbicara mengenai pusat perbelanjaan di kota Bandung, Bandung Supermall (BSM) termasuk salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Bandung yang sering dikunjungi sehingga Giant memilih Bandung Supermall untuk menarik banyak pengunjung yang berbelanja dengan salah satu cara yaitu menciptaka pembelian impulsive pada konsumen sehingga dapat menaikan omzet pendapatan dengan menarik para pelanggan untuk dating ke Giant Bandung Supermall dan melakukan perbelanjaan.

Berdasarkan survey awal terhadap 30 konsumen yang berbelanja ke Giant Hypermarket-Bandung Supermall (BSM), menagatakan bahwa mereka pergi ke


(12)

Giant karena sudah merencanakan pembelanjaan terlebih dahulu apa yang akan mereka beli sebelumnya, namun karena tersedianya banyak produk yang di tawarkan sehingga konsumen dihadapkan pada banyaknya pilihan untuk memenuhi kebutuhan juga melihat dari sisi alokasi yang sangat strategis yaitu giant berada di mall BSM maka para konsumen seringkali melakukan pembelian tidak terencana (impulsive buying). 35% mengatakan sering melakukan pembelian tidak terencana salah satunya karena adanya kebijakan promosi yang menggiurkan di dalam toko yang diberikan guna menarik perhatian konsumen dan berdampak pada peningkatan penjualan, dan 65% membeli produk yang sudah direncanakan. hal ini menyatakan adanya indikasi bahwa konsumen merencanakan pembelian terlebih dahulu sebelum pergi berbelanja ke Giant Bandung Supermall.

Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terdapat perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa lingkungan fisik yang tersedia mempenagruhi perilaku konsumen dan karakteristik lingkungan konsumsi fisik di dalam toko.

Menurut Christin Widya (2010) terdapat penyebab yang mendorong terjadinya pembelian tidak terencana (impulsive buying) yaitu pengaruh stimulus di tempat lingkungan belanja di sebabkan oleh stimulus di tempat belanja untuk mengingatkan konsumen akan apa yang harus di beli, promosi dan usaha usaha yang di lakukan oleh pemilik tempat belanja untuk menciptakan kebutuhan baru. Dalam hal ini kebutuhan konsumen tidak nampak sampai konsumen berada di tempat belanja dan dapat melihat alternative-alternatif yang akan diambil dalam


(13)

pengambilan keputusan terakhir. Berdasarkan hasil wawancara dengan manager Giant Bandung Supermall, untuk menarik konsumen yang berbelanja ke toko mereka, Giant Bandung Supermall selalu memelihara lingkungan belanja agar selalu menarik, misalnya bagaimana para manager dapat memanipulasi disain bangunan, ruang interior, tata ruang lorong-lorong, bau, warna, dan suara yang dialami para pelanggan. Hal ini bertujuan agar konsumen tidak bosan dengan lingkungan belanja yang ada di dalam toko.

Namun, berdasarkan hasil survey terhadap 30 konsumen yang berbelanja ke Giant Bandung Supermall (BSM), 65% mengatakan bahwa lingkungan belanja tidak mempengaruhi konsumen untuk berbelanja, dan 35% mengatakan bahwa lingkungan belanja mempengaruhi konsumen untuk berbelanja. Hal ini menunjukan bahwa lingkungan belanja di Giant BSM tidak optimal.

Secara spesifik, pembelian tidak terencana (impulsive buying) tidak hanya dipengaruhi oleh suasana sebuah lingkungan belanja serta lingkungan ritel tetapi respon emosi pun dapat mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif. Berdasarkan survey terhadap konsumen yang datang ke Giant Bandung Supermall (BSM), 60% mereka yang datang cenderung berprilaku, pleasure yaitu tingkat dimana konsumen merasakan baik, penuh kegembiraan,puas saat berada di dalam toko. arousal,mengacu pada tingkat dimana konsumen merasa tertarik,siaga atau aktif dalam suatu situasi di toko dan, dominance yaitu respon konsumen saat di kendalikan dan mengendalikan tetapi tidak melakukan pembelanjaan. 40% mereka datang untuk berbelanja. Hal ini menunjukan bahwa konsumen yang datang ke Giant Bnadung Supermall (BSM)


(14)

tidak melakukan pembelian produk, mereka hanya mencari kepuasan Emosional mereka saja.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin melihat mana yang lebih dominan yang mempengaruhi pembelian impulsive di Giant Bnadung Supermall (BSM), maka penulis tertarik untuk mengambil judul DAMPAK

LINGKUNGAN BELANJA DAN RESPON EMOSI KONSUMEN

TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA GIANT

HYPERMARKET-BANDUNG SUPERMALL.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang di atas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini , bahwa semakin berkembangnya usaha ritel terutama gerai ritel modern salah satunya yaitu hypermarket , banyak strategi yang dilakukan perusahaan dalam menarik minta beli konsumen dengan melakukan pembelian impulsif seperti Giant Bandung Supermall dalam mendorong konsumen melakukan pembelian impulsif selalu menciptakan lingkungan belanja yang menarik perhatian konsumen.

Konsumen yang datang ke Giant Bandung Supermall mayoritas hanya ingin mencari kesenangan, aktif dalam suatu situasi atau bisa di bilang hanya cuci mata saja tetapi tidak melakukan pembelanjaan.

Konsumen yang datang ke Giant Bandung Supermall mayoritas melakukan pembelian yang sudah direncanakan terlebih dahulu, barang apa yang


(15)

mereka butuhkan dan apa saja yang akan mereka beli, terjadinya pembelian yang tidak direncanakan karena terdapat banyak pilihan produk yang di tawarkan oleh pihak toko.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggapan responden terhadap lingkungan belanja pada Giant Bandung Supermall

2. Bagaimana respon emosi konsumen pada Giant Bandung Suprmall

3. Bagaimana keputusan pembelian konsumen pada Giant Bandung Supermall

4. Sejauh mana pengaruh dampak lingkungan belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif pada Giant Hypermarket-BSM baik secara simultan maupun parsial..

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dampak lingkungan belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif pada Giant Bandung Supermall.


(16)

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui lingkungan belanja terhadap pembelian impulsif.

2. Untuk mengetahui pengaruh dampak respon emosi terhadap perilaku pembelian impulsif

3. Untuk mengetahui dampak lingkungan belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif pada Giant Bnadung Supermall baik secara simultan maupun parsial.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

1. Dapat menjadi bahan masukan yang memberikan informasi tentang lingkungan belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif.

2. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan pembelian produk .

1.4.2. Kegunaan Akademis

Manfaat penelitian ini adalah bagi perusahaan, akademis (perpustakaan), pembaca, dan penulis.

1. Bagi perusahaan

Bagi Perusahaan Giant Hypermarket hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh lingkungan belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif . Informasi tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan strategi yang harus ditempuh perusahaan untuk meningkatkan penjualannya.


(17)

2. Akademis

Manfaat hasil penelitian ini bagi perpustakaan manajemen pemasaran yaitu dapat dijadikan tambahan ilmiah yang dapat berguna bagi yang membutuhkan.

3. Pembaca

Manfaat hasil peneliti ini bagi pembaca yaitu dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan salah satu sumber referensi bagi pembaca yang bermaksud menulis karya ilmiah yang sama.

4. Penulis

Bagi Penulis, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah di lapangan dan untuk mempertajam pengetahuan mengenai dampak lingkungan belanja, respon emosi dan pembelian impulsif penulis untuk dapat menulis karya ilmiah lainya di masa yang akan datang.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian di Giant Bandung Supermall, yang beralamat di Jalan Jl. Gatot Subroto no 120 Bandung. Adapun waktu pelaksanaan penelitiannya yaitu dari bulan februari sampai dengan bulan april 2011.


(18)

Tabel 1.3

Jadwal Penelitian

Keterangan

Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengambilan data

Analisis data

Penulisan laporan

Penyusunan UP

Sidang UP

Revisi UP

Pengumpulan

Data

Analisis Data

Penulisan Skripsi


(19)

13

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Ritel

2.1.1.1 Pengertian Ritel / Pedagang Eceran

Menurut Sopiah (2008:7) pedagang eceraan bisa didefinisikan sebagai suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Pedagang eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai ke konsumen. Sementara itu, pedagang eceran adalah orang-orang yang bekerja utamanya adalah mengecerkan barang.

Menurut Christina Widya Utami (2010:5) kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Terkait dengan aktivitas yang dijalankan, maka ritel menunjukan upaya untuk memecah barang atau produk yang dihasilkan dan didistribusikan oleh manufaktur atau perusahaan dalam jumlah besar dan massal untuk dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhannya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, ritel merupakan aktivitas bisnis yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir. Pada perkembangannya, kini bisnis ritel di Indonesia mulai bertransformasi dari bisnis ritel tradisional menuju bisnis ritel modern. Perkembangan bisnis ritel modern di Indonesia sudah semakin menjamur di


(20)

hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya toko retailer modern yang membuka cabang di berbagai wilayah di Indonesia

2.1.1.2 Karakteristik Bisnis Ritail

Menurut Berman & Evans dalam Asep ST. Sujana (2005:15) terdapat beberapa karakteristik bisnis retail, diantaranya :

1. Penjualan barang / jasa dalam small enough quantity (partai kecil dalam jumlah secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam periode waktu tertentu). Meskipun retailer mendapatkan barang dari supplier dalam bentuk kartonan (cases), namun retailer mendisplay dan menjualnya dalam bentuk pecahan per unit (pieces(s).

2. Impulse buying yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyaknya pilihan dalam proses belanja konsumen. Sering kali konsumen dalam proses belanjanya, keputusan yang diambil untuk membeli suatu barang adalah yang sebelumnya tidak tercantum dalam belanja barang (out of purchase list). Keputusan ini muncul begitu saja tersimulasi oleh variasi bauran produk (assortment) dan tingkat harga barang yang ditawarkan. 3. Store condition (kondisi lingkungan dan interior dalam toko) dipengaruhi

oleh lokasi toko, efektivitas penanganan barang, open hour (jam buka toko), dan tingkat harga yang bersaing.


(21)

2.1.1.3 Tipe-tipe Perusahaan Ritel

Berbagai tipe toko eceran dengan persediaan aneka macam barang, untuk memenuhi berbagai needs dan wants. Toko eceran tumbuh sangat cepat seperti yang diposkan oleh Indra (2011:5) dalam www.google.com, yaitu :

1. Discount stores, adalah toko pengecer yang menjual berbagai macam barang dengan harga yang murah dan memberikan pelayanan yang minimum.

2. Speciality stores, merupakan toko eceran yang menjual barang - barang jenis lini produk tertentu saja yang bersifat spesifik.

3. Departemen stores, adalah suatu toko eceran berskala besar yang pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen - departemen yang menjual macam barang yang berbeda - beda.

4. Convenience stores adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk yang terbatas, bertempat ditempat yang nyaman dan jam buka yang panjang.

5. Catalog stores merupakan suatu jenis toko yang banyak memberikan informasi produk melalui media katalog yang dibagikan kepada para konsumen potensial.

6. Chain stores adalah toko pengecer yang memiliki lebih dari satu gerai dan dimiliki oleh perusahaan yang sama.

7. Hypermarket adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak jenis


(22)

produk. Hypermarket merupakan gabungan antara retailer toko diskon dengan dengan pasar modern.

8. Supermarket adalah toko eceran yang menjual berbagai macam produk makanan dan juga sejumlah kecil produk non-makanan dengan sistem konsumen melayani dirinya sendiri (swalayan).

9. Minimarket merupakan adalah semacam toko kelontong yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak sebesar dan selengkap supermarket. Minimarket menerapkan sistem swalayan.

2.1.2 Perilaku Konsumen

2.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Menurut Sopiah dan Syihabudin dalam bukunya manajemen bisnis ritel (2008:31) mendefinisikan bahwa perilaku konsumen yaitu:

“Perilaku konsumen bukanlah sekedar mengenai pembelian barang. Lebih dari itu, perilaku konsumen adalah suatu hal yang dinamis, yang mencangkup suatu hubungan interaktif antara efektif dan kognitif, perilaku dan lingkungan”

Menurut Sheth & Mittal (2004) dalam bukunya fandy tjiptono (2004) mengenai perilaku konsumen diantaranya adalah :

”Perilaku konsumen adalah aktifitas mental dan fisik yang dilakukan oleh pelanggan rumah tangga (konsumen akhir) dan pelanggan bisnis yang menghasilkan keputusan untuk membayar, membeli dan menggunakan produk dan jasa tertentu”.


(23)

Sedangkan menurut Christina Widya Utami (2010:45) mendefinisikan bahwa “Perilaku konsumen adalah sebagai perilaku yang terlibat dalam hal perencanaan, pembelian, dan penentuan produk serta jasa yang konsumen harapkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen”.

Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu proses memilih, membeli, menggunakan dan menilai suatu produk yang bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman dan dapat dipengaruhi oleh segelintir individu atau kelompok dalam persepsi maupun keputusan pembelian pada suatu produk dengan melibatkan interaksi dan kognisi, serta perilaku dan kejadian sekitar.

Segala sesuatu yang dilakukan konsumen dan alasan mereka dalam melakukan proses pembelian atau respon yang ditimbulkan oleh pihak pemasar terumus dalam perilaku konsumen. Karena perilaku konsumen merupakan hal terpenting yang harus dipelajari terus oleh pihak pemasar guna mengetahui dan mengkaji apa yang sedang dibutuhkan dan diinginkan pihak konsumen. Setelah perusahaan mengetahui apa yang ada dibenak konsumen pada suatu produk, maka perusahaan harus menyusun langkah untuk menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen supaya produk tersebut diterima pasar dengan tangan terbuka sehingga mendatangkan pendapatan bagi perusahaan.


(24)

2.1.2.2 Tiga Perspektif Riset Perilaku Konsumen

Menurut John Mowen, Minor (2002:11) untuk menggeneralisasikan riset perilaku konsumen dilakukan berdasarkan tiga perspektif riset yang berpedoman sebagai pedoman pemikiran dan pengidentifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, antara lain sebagai berikut :

1. Perspektif pengambilan keputusan

Pembelian merupakan hasil dimana konsumen merasa mengalami masalah dan kemudian melalui proses rasional menyelesaikan masalah tersebut.

Perspektif pengambilan keputusan menggambarkan seorang konsumen sedang melakukan serangkaian langkah-langkah tertentu pada saat melakukan pembelian. Langkah-langkah ini termasuk pengenalan masalah, mencari evaluasi alternatif, memilih dan evaluasi pasca perolehan. Akar dari pendekatan ini adalah pengalaman kognitif dan psikologi serta faktor-faktor ekonomi lainnya.

2. Perspektif Pengalaman

Perspektif pengalaman atas pembelian konsumen menyatakan bahwa untuk beberapa hal konsumen tidak melakukan pembelian sesuai dengan proses pengambilan keputusan yang rasional. Namun mereka membeli produk tertentu untuk memperoleh kesenangan, menciptakan fantasi, atau perasaan emosi saja. Pengklasifikasian nerdasarkan perspektif pengalaman menyatakan bahwa pembelian akan dilakukan Karena dorongan hati dan mencari variasi. Persfektif pengalaman akan berfokus kepada identifikasi perasaan emosi.


(25)

3. Perspektif Pengaruh Perilaku

Perspektif pengaruh perilaku mengasumsikan bahwa kekuatan lingkungan memaksa konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus terlebih dahulu membangun perasaan atau kepercayaan terhadap suatu produk. Menurut perspektif ini, konsumen tidak saja melalui proses pengambilan keputusan pembelian rasional, namun juga bergantung pada perasaan untuk membeli produk tersebut. Sebagai gantinya, tindakan pembelian konsumen seara langsung merupakan hasil dari kekuatan lingkungan.

Ketiga perspektif diatas menjelaskan bahwa dalam melakukan keputusan pembelian, konsumen tidak hanya melakukan pembelian dengan melalui proses rasional saja yang sering diawali dengan pencarian informasi tentang produk tertentu atau mencari alternatif produk yang terbaik, namun pemasar juga harus memperhatikan bahwa adanya daya rasa serta emosi dapat membentuk suatu pembelian yang tidak melalui proses pembelian yang rasional, namun justru hanya dipengaruhi oleh dorongan emosi dari dalam diri manusia atau dari lingkungan sekitar.

Pola seperti itu dapat memberi manfaat bagi perusahaan dengan menyusun strategi untuk menciptakan sesuatu yang dapat mendorong emosi manusia untuk melakukan pembelian, meskipun tidak direncanakan sebelumnya. Pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impulsif.


(26)

2.1.3 Lingkungan Belanja

2.1.3.1 Pengertian lingkungan belanja

Menurut Bitner, et.al., dalam Semuel (2005:142) mendefinisikan Lingkungan belanja merupakan suatu keputusan pembelian impulsive karena adanya rangsangan lingkungan belanja , merupakan implikasi yang mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Sedangkan Menurut Paul Peter dan Jerry Olson (2002:146) Lingkungan mengacu pada semua karakteristik fisik dan sosial konsumen, termasuk objek fisik (produk dan toko), hubungan ruang (lokasi toko dan produk dalam toko), dan perilaku sosial dari orang lain (siapa saja yang di sekitar dan apa saja yang mereka lakukan.

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa lingkungan belanja Lingkungan belanja dan suasana hati dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tidak terencana.

2.1.3.3. Aspek-Aspek Lingkungan

Menurut John Mowen, Minor (2002:133)Terdapat dua aspek atau dimensi dimensi pada lingkungan fisik dan lingkungan social. Yaitu :

1) Lingkungan fisik

Lingkungan Fisik (physical surroundings) merupakan aspek fisik dan tempat yang konkrit dari lingkungan yang meliputi suatu kegiatan konsumen. Para peneliti telah menyelidiki dampak lingkunga fisik terhadap persepsi dan perilaku konsumen di beberapa bidang ritel. Studi yang dibahas :


(27)

a. Pengaruh musik terhadap para pembelanja

Salah satu komponen lingkungan fisik dalam toko ritel yang ternyata mempengruhi konsumen adalah musik latar belakang dan mempengaruhi perilaku pembelian.

b. Pengaruh keadaan yang berdesakan terhadap konsumen

Keadaan yang berdesakan terjadi ketika seseorang melihat atau merasa bahwa gerakan tidak leluasa karena ruangan yang terbatas. Pengalaman ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya masyarakat, bidang fisik yang terbatas atau gabungan dari keduanya.konsep ini mempunyai relevansi khusus dengan para retailer yang harus memutuskan bagaimana mengatur lantai ruangan. Secara potensial , keadaan yang berdesakan akan menambah kecemasan orang yang berbelanja, menurunkan kepuasan berbelanja dan secara negative mempengaruhi citra toko.

c. Pengaruh lokasi toko

Lokasi toko mempengaruhi konsumen dari berbagai perspektif. Luas perdagangan yang mengelilingi toko mempengaruhi keseluruhan jumlah masyarakat yang mungkin tertarik pada toko tersebut.

d. Tata raung toko

Toko-toko dirancang untuk memudahkan gerak pelanggan, membanntu para retail dalam menyajikan barang dagangan mereka dan membantu menciptakan suuasana khusus. Tujuan menyeluruh retail adalah meningkatkan laba dengan meningkatkan penjualan melalui disain toko


(28)

efektif baiya.tata ruang (store layout) dapat mempengaruhi reaksi konsumen dan perilaku pembelian.

e. Pengaruh atmospherics

Atmospherics adalalah istilah yang lebih umum dari pada tata ruang toko, atmospherics berhubungan dengan bagaimana para manajer dapat memanipulasi bagaimana disain bangunan, ruang interior, tata ruang, lorong-lorong, tekstur karpet dan dan dinding, bau, warna, bentuk, dan suara yang dialami para pelanggan (semuanya untuk mencapai pengaruh tertentu).

2) Lingkungan Sosial

Konsep lingkungan social (social sorroundings) berhubungan dengan pengaruh orang lain terhadap konsumen dalam situasi konsumsi, misalnya adanya suatu kelompok menyebabkan tekanan kesesuaian atas konsumen.

a. Orang lain mempengaruhi dampak komunitas terhadap konsumen

Riset mengenai penyesuaian menemukan bahwa subjek subjek akan menyesuaikan diri dengan pandangan kelompok meskipun mereka akan mengetahui secara subjektif bahwa kelompok ini salah. Akan tetapi, bila sekurang kurangnya atau anggota lain dari kelompok setuju dari subjek maka pengaruh penyesuaian kelompok akan hilang. Jadi dalam suatu pusat penjualan, bila membawa seorang teman, orang tersebut akan mempengaruhi dampak presentasi penjualan oleh pendukung pandangan.


(29)

b. Motif social menjelaskan jumlah berbelanja tertentu

Berbelanja dapat merupakan pengalaman social yang penting bagi para konsumen, dimana mereka dapat bertemu dengan orang baru bahkan mungkin menjalin persahabatan.Bagi para retailer, baiasanya menguntungkan untuk mendorong aspek aspek social dari berbelanja

2.1.4 Respon Emosi

2.1.4.1 Pengertian Respon Emosi

Respon emosi dalam Samuel Hatane,(2007:34) adalah :

“Respon emosi adalah tingkat perasaan partisipan melalui cara berprilaku dan dapat di ungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri, setelah mengalami perlakuan dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang dipilihnya”.

William James (dalam Nyayu Khodijah,2006) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh”.

Sedangkan menurut Mehrabian dan Russell, 1974; Donavan dan Rossiter, 1982 dalam Samuel (2006:14), respon emosi adalah tingkat perasaan partisipan melalui cara berprilaku dan dapat di ungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri , setelah mengalami perlakuan dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang dipilihnya.

“Perubahan emosi mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi keduanya yaitu perilaku pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen


(30)

semula (Babin, Darden dan Griffin, 1994; Dawson, Bloch dan Ridgway, 1990; Gardner, 1985) dalam jurnal Hanate Samuel 2006. “

2.1.4.2 Teori-Teori Emosi

Menurut Walgito, 1997 (dalam Nyayu Khodijah 2006), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu :

1) Teori Sentral

Menurut teori ini, gejala kejasamanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu;,jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih.

2) Teori Periferal

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.

3) Teori Kepribadian

Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua


(31)

substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.

2.1.4.3 Fungsi Emosi

Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger atau pembawa pesan (Martin dalam. Nyayu Khodijah, 2006)

1) Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri terhadap adanyagangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.

2) Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup.Contohnya : perasaan sedih dan benci. 3) Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita

bagaimana keadaan orang-orang yang berada disekitar kita, terutama orang-orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan


(32)

jika tidak ada emosi, kita tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap empati terhadapnya.

2.1.4.4 Jenis dan Pengelompokkan Emosi

Menurut Hanate Samuel (2006:105) Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu :

1. Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.

2. Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.

2.1.4.5. Faktor-faktor Emosi

Menurut Stern dalam Semuel Hatane (2006:107) dalam pembelian tidak terecana terdapat Emosi Mood terdiri dari tiga faktor, yaitu sebagai berikut : 1. Pleasure

Merupakan tingkat perasaan yang dijabarkan dalam bentuk perasaan seseorang merasa baik, penuh kegembiraan bahagia, atau merasa dipuaskan dengan situasi khusus. mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan suatu situasi. Pleasure diukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih,


(33)

menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai lawan bosan).

2. Arousal

Arousal dijabarkan sebagai tingkatan perasaan yang bervariasi dari perasaan-perasaan kegembiraan (excitement), terdorong (stimulation), kewaspadaan (alertness), atau menunjukan keaktifan (activeness), yang membuat kelelahan (tired), perasaan lelah atau perasaan kantuk (sleepy), atau bosan (bored).

3. Dominance

Mengacu pada tingkat perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan.

2.1.5 Pembelian Impulsif

2.1.5.1 Pengertian Perilaku Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif sering terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Secara garis besarnya, pembelian impulsif terjadi karena pembelian yang dilakukan dengan tanpa perencanaan sebelumnya.

Menurut Engel dan Blacwell dalam Hatane (2006:105) “Pembelian impulsif adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko”.

Sedangkan Xueming Luo (2005:289) mendifinisikan pembelian impulsif atau impulse buying adalah:


(34)

“Pembelian saat itu juga yang tidak direncakan, berdasar pada tindakan yang sangat kuatdan dorongan keras untuk langsung membeli suatu barang.”

Menurut Rook dan Fisher dalam Hatane (2006:105) mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai “a consumers’ tendency to by spontaneusly, immediately and kinetically”. Yaitu kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar.

Menurut Christina Widya Utami (2010:67) mengatakan bahwa pembelian impulsif terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya.

2.1.5.2 Tipe Pembelian Impulsif

Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan empat tipe dari pembelian impulsif. Keempat tipe pembelian impulsif tersebut yaitu; pembelian impulsif murni (pure

impulse), pembelian impulsif karena ingatan (reminder impulsif),pembelian impulsif

secara sugesti (suggestion impulse), dan pembelian impulsif yang direncanakan

(planned impulse). Pembelanja yang merencanakan untuk membeli produk tetapi

belum memutuskan fitur dan merek yang dibutuhkan dapat juga dikelompokkan sebagai pembeli impulsif (Rook dalam Semuel, 2007:32).


(35)

2.1.5.3 Karakteristik Kecenderungan Pembelian Impulsif

Menurut penelitian Rook dalam Engel,et al. (1995), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik ini:

1. Spontanitas.

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas.

Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi.

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan,” “menggetarkan,” atau “liar.”

4. Ketidakpedulian akan akibat.

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

2.1.5.4 Karakteristik produk yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif

Dalam Jurnal Hanate Samuel (2006:56). Mendefinisikan karakteristik produk yang mempengaruhi pembelian impulsive yaitu :

a. Memiliki harga yang murah


(36)

c. Siklus kehidupan produknya pendek d. Ukurannya kecil atau ringan

e. Mudah disimpan

2.1.5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Pembelian Impulsif

Menurut Weinberg dan Gotwald dalam Ellyana Alijan (2008:15) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Emotion

Menurut Gardner dan Rook (1998-160) Emosi didefinisikan sebagai faktor yang sangat mempengaruhi pembelian impulsif. Emosi konsumen juga dapat mempengaruhi pembelian dimana seorang konsumen yang bahagia akan melakukan pembelian lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak bahagia. Mood adalah bagian dari emosi. Mood sangat mudah dipengaruhi. Mood juga datang dan menghilang secara tiba-tiba.

b. Hedonic Pleasure

Menurut Hirschman dalam Rook (1987:195) hasrat berbelanja sering diiringi oleh intensitas keadaan. Pengalaman hedonis konsumen belum diteliti secara meluas. Perilaku Pembelian impulsif konsumen secara individu berhubungan dengan keinginan memenuhi kebutuhan hedonic, yaitu kesenangan, bahagia, puas, hal-hal baru, dan kejutan.


(37)

c. Cognitive

Menurut Peter dan Olson (2005: 41), kognitif lebih mengacu pada proses berpikir dimana didalamnya terdapat pengetahuan (knowledge), arti/ maksud (meaning) dan kepercayaan (belief).

d. Affective

Menurut Peter dan Olson (2005: 42 afektif biasanya segera berpengaruh dan secara otomatis terhadap aspek–aspek dari emosi (emotions) dan perasaan (feeling states).

2. Faktor Eksternal

Sebagian besar konsumen lebih memilih daya fisik suatu toko daripada kualitas barang dan harga. Konsumen akan menghindari sebuah toko jika setting toko tersebut mengundang stress atau tidak indah dipandang mata.

2.1.5.6 Skala Pengukur Pembelian Impulsif

Berdasarkan Beatty dan Ferrel dalam Fandy Tjiptono (2004:213) menjelaskan bahwa hasil riset tentang faktor penentu pembelian impulsif. Hasil riset ini menghasilkan skala pengukuran yang mengukur pembelian impulsif, yaitu:

1. Desakan untuk berbelanja

Menurut Rook (1987:193) Desakan tiba-tiba tampaknya dipicu oleh konfrontasi visual dengan produk atau iklan-iklan promosi, namun hasrat berbelanja tidak selalu bergantung pada stimulasi visual langsung.


(38)

2. Emosi positif

Menurut Freud dalam Rook (1987:190) Psikonanalisis yang menggambarkan kendali hasrat sebagai hal yang dibutuhkan secara social yang melahirkan prinsip kepuasan yang mendorong gratifikasi yang segera namun dinyatakan sebagai seorang yang bereaksi pada kecenderungan prinsip kenyataan terhadap kebebasan rasional

3. Emosi negatif

Menurut Rook (1987: 195) reaksi atau pun konsekwensi negatif yang diakibatkan dari kurang kendali terhadap hasrat dalam berbelanja. Dan membiarkan hasrat belanja memandu konsumen ke dalam masalah yang lebih besar. Misalnya rasa penyesalan yang dikaitkan dengan masalah financial, rasa kecewa dengan membeli produk berlebihan, dan hasrat berbelanja telah memanjakan rencana (non-keuangan).

4. Melihat-lihat toko

Menurut Hatane (2005:145) sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stress, dan kepuasan konsumen secara positif berhubungan terhadap dorongan hati untuk membeli atau belanja yang tidak terencanakan

5. Kesenangan belanja

Menurut LaRose dalam Semuel Hatane (2006:108) adalah sikap pembeli atau pembelanja yang berhubungan dengan memperoleh kepuasan, mencari, bersenang dan bermain, selain melakukan pembelian, diukur sebelum mengikuti perlakuan. Sedangkan menurut Rook (1987: 194)


(39)

kesenangan belanja merupakan pandangan bahwa pembelian impulsif sebagai sumber kegembiraan individu. Hasrat ini datang tiba-tiba dan memberikan kesenangan baru yang tiba-tiba.

6. Ketersediaan waktu

Menurut Babin et.al., dalam Menurut Babin et.al., dalam Semuel Hatane (2005:145) faktor-faktor internal yang terbentuk dalam diri seseorang akan menciptakan suatu keyakinan bahwa lingkungan toko merupakan tempat yang menarik untuk menghabiskan waktu luang.

7. Ketersediaan uang

Menurut Semuel Hatane (2005:145) sebagian orang menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan.

8. Kecenderungan pembelian impulsif.

Menurut Stern dalam Semuel Hatane (2006: 107) adalah tingkat kecenderungan partisipan berperilaku untuk membeli secara spontan, dan tiba-tiba atau ingin membeli karena mengingat apa yang pernah dipikirkan, atau secara sugesti ingin membeli.

2.1.6 Keterkaitan Lingkungan Belanja Dan Respon Emosi Terhadap

Pembelian Impulsif

2.1.6.1 Pengaruh Lingkungan Belanja Terhadap Pembelian Impulsif

Menurut Bitner, et.al., dalam Semuel (2005:142) Keputusan pembelian yang belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan


(40)

(impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik. Dalam jurnal Hanate Samuel (2005:142) menjelaskan Lingkungan belanja dan suasana hati dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tidak terencana.

2.1.6.2Pengaruh Respon Emosi Terhadap Pembelian Impulsif

Menurut Rook dan Fisher dalam Hatane (2006:105) mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar. Thomson et al, dalam Samuel Hatane( 2007:4) menyatakan “respon emosi adalah ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman yang lebih emosional dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan irasional dibanding rasional”.

The perceptual space of high impulse-buying tendency consumers was characterized by the arousal dimension of positive consumption emotions and by considerations that served hedonistic rather than utilitarian considerations (Mano & Oliver, 1993).

Emosi positif secara dan signifikan mempengaruhi pembelian impuls, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Premananto (2007:25) bahwa emosi


(41)

seseorang saat berbelanja memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kecenderungan melakukan pembelian impuls.

Sedangkan menurut Arnould, Linda, dan George, (2002:14) “Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami perasaan tiba-tiba, sering merasakan perasaan yang sangat kuat dan berkeras hati terhadap dorongan emosional untuk membeli sesuatu dengan segera”.

2.1.7 Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung penelitian ini, maka penulis akan paparkan hasil penelitian terdahulu yang ada kaitanya dengan judul penelitian yang penulis angkat. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada

Tabel 2.1

Peneliti Hasil Persamaan

Perbedaan Penelitian Terdahulu Rencana Penelitian Rahma Fitriani,2010,Study tentang impulse buying pada hypermarket di kota Semarang keempat variabel independen emosi positif (X1), respon lingkungan belanja (X2), interaksi antara pelanggan dan pelayan toko (X3), hedonic

- 2 variabel yang sama

- Meneliti di hypermarket - menggunak an 4 variabel independe n yaitu emosi positif (X1), respon lingkungan belanja (X2), - Menggun akan 2 variabel independ en yaitu Lingkunga n belanja (X1) respon emosi(X2) dan


(42)

shopping value (X4), berpengaruh secara signifikan terhadap dependen yaitu impulse buying(Y). interaksi antara pelanggan dan pelayan toko (X3), hedonic shopping

value (X4), dan impulse buying sebagai variabel dependenn ya (Y).

- meneliti di hypermark et carrefour semarang variabel dependen yaitu pembelia n impulsive (Y) - Meneliti di Hypermar ket Giant Bandung Supermall

Hatane

Samuel,2005,Respon lingkungan belanja sebagai stimulasi pembelian tidak terencana pada toko serba ada (TOSERBA)

variabel respons lingkungan belanja dominance berpengaruh positip terhadap pembelian tidak terencana dan variabel pengalaman belanja

resources

Sama-sama Meneliti tentang lingkungan belanja dan pembelian tidak terencana

Variabel respons lingkungan belanja, yang terdiri dari

pleasure,

arousal, dan

dominance

(PAD).

Penelitian ini menggunakan variabel pengalaman belanja hedonic

Variable lingkungan belanja terdiri dari dua aspek atau dimensi dimensi pada lingkungan fisik dan lingkungan social.


(43)

expenditure

merupakan variabel mediator antara respons lingkungan belanja dan variabel pengalaman belanja lainnya, serta berpengaruh negatip terhadap pembelian tidak terencana shopping value, resources expenditure,

dan utilitarian shopping value

sebagai mediator respons lingkungan belanja terhadap pembelian tidak terencana Hatane Samuel,2006,Dampa k respon emosi terhadap perilaku pembelian impulsive pada konsumen online dengan sumber daya yang dikeluarkan dan orientasi belanja sebagai variabel mediasi

Terdapat perbedaan pengaruh stimulus antara format media offline dan online terhadap respon emosi dan

kecenderungan perilaku pembelian impulsif

Terdapat dua variable yang sama yaitu respon

emosi dan

pembelian impulsif

Respon emosi dan perilaku kecenderungan pembelian impulsive di timbulkan karena stimulus dari iklan online

Respon emosi di pengaruhi oleh Emosi Mood terdiri dari tiga factor yaitu pleasure,arous al,dan dominance Astrid G. Herabadi,Bas Verplanken and Advan Knippenberg, 2009. Consumption experience of The results demonstrated a high versus low arousal dimension of positive

Terdapat variabel yang sama yaitu pembelian impulsive, respon emosi. hedonic buying considerations, impulse buying tendency, positive emotional environmental shopping, consumer emotional response, unplanned


(44)

impulse buying in Indonesia:

Emotional arousal and hedonistic considerations.

emotions and a hedonic versus utilitarian dimension of considerations. Emotions and considerations were predicted by general impulse-buying tendency, and were related to the experience of

impulsive purchases. In Study 2, impulse buying tendency was measured 2 months earlier.

arousal,

shopping

experience


(45)

2.2 Kerangka Pemikiran

Manajemen pemasaran (MP) adalah suatu ilmu atau kegiatan bagaimana seharusnya manusia (marketing) untuk menunjukan segala sesuatu yang dimiliki agar seseorang mengerti tentang suatu yang kita miliki dan sebisa mungkin menjadikan seseorang yang tertarik dengan apa yang kita tawarkan. Manajemen pemasaran merupakan salah satu kunci utama dalam perusahaan untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain. Marketing adalah suatu jembatan yang dapat menjadikan seseorang marketing menjadi manajer yang baik.

Salah satunya adalah usaha bisnis ritel modern, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya hypermarket,supermarket dan minimarket yang berdiri di berbagai kota yang ada di Indonesia yang dapat dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja di Bandung banyak ditemui hypermarket yang berada di mall dan tidak. Penempatan lokasi yang strategis digunakan para peritel untuk menarik konsumen agar berbelanja.

Giant hypermarket-Bandung Supermall merupakan salah satu gerai ritel terbesar yang berada di mall yang beralamat di Jl. Gatot Subroto. Giant Bnadung Supermall merancang strategi pemasaran dalam hal lingkungan belanja baik itu itu lingkungan fisik yang berhubungan dengan apa yang di alami konsumen saat berada dalam toko, maupun dalam lingkungan social sehingga mampu menarik konsumen agar mau berbelanja.

Pada dasarnya retail merupakan suatu bisnis usaha yang berkecimpung dalam


(46)

Menurut Buchari Alma (2009:54): “Perdagangan eceran adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir”.

Sedangkan menurut Asep ST. Sujana (2005:5) menyatakan bahwa:

Secara harfiah kata ritel atau retail berarti eceran atau perdagangan eceran, dan peritel / retailer diartikan sebagai pengecer atau pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus, retail ditafsirkan sebagai “selling of goods nd or services to the

publics”; atau penjualan barang dan atau jasa kepada khalayak

Kotler (2003:535) dalam buku Foster (2008:34) mendefinisikan “ritel adalah semua kegiatan yang meliputi penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan sendiri dan bukan bisnis”

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ritel adalah segala sesuatu aktivitas perdagangan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk digunakan sendiri bukan untuk diperdagangkan lagi.

Konsumen seringkali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli sering kali muncul d toko atau di mall. Perilaku konsumen yang menarik di dalam toko ritel modern yaitu adanya perilaku impulse buying atau yang biasa disebut pemasar dengan pembelian yang tidak direncanakan. Impulse buying adalah bagian dari sebuah kondisi yang dinamakan “unplanned purchase” atau pembelian yang tidak direncanakan yang kurang lebih adalah pembelanjaan yang terjadi ternyata berbeda dengan perencanaan pembelanjaan seorang konsumen. Rook dan Fisher (Negara dan Dharmmesta, 2003) mendefinisikan impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, sesuai dengan suasana hati.


(47)

Dalam Samuel,(2007:90) ”Lingkungan belanja adalah Suatu keputusan pembelian impulsive karena adanya rangsangan lingkungan belanja , merupakan implikasi yang mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen”

Menurut Bitner, et.al., dalam Semuel (2005:5) mendefinisikan Lingkungan belanja merupakan suatu keputusan pembelian impulsive karena adanya rangsangan lingkungan belanja , merupakan implikasi yang mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Menurut Kotler dan Armstrong (2003:203), perilaku konsumen dapat dipahami melalui rangsangan pemasaran dan lingkungan yang masuk kesadaran pembeli serta karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya yang kemudian menghasilkan keputusan pembelian tertentu.

Menurut Paul Peter dan Jerry Olson (2002:146) Lingkungan mengacu pada semua karakteristik fisik dan sosial konsumen. Dalam jurnal Hanate Samuel (2005:142) menjelaskan Lingkungan belanja dan suasana hati dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tidak terencana.

Menurut John Mowen, Minor (2002:133)Terdapat dua aspek atau dimensi dimensi pada lingkungan fisik dan lingkungan social. Yaitu :

1. Lingkungan fisik

Lingkungan Fisik (physical surroundings) merupakan aspek fisik dan tempat yang konkrit dari lingkungan yang meliputi suatu kegiatan konsumen.


(48)

Para peneliti telah menyelidiki dampak lingkunga fisik terhadap persepsi dan perilaku konsumen di beberapa bidang ritel. Studi yang dibahas

a. Pengaruh musik terhadap para pembelanja

Salah satu komponen lingkungan fisik dalam toko ritel yang ternyata mempengruhi konsumen adalah musik latar belakang dan mempengaruhi perilaku pembelian.

b. Pengaruh keadaan yang berdesakan terhadap konsumen

Keadaan yang berdesakan terjadi ketika seseorang melihat atau merasa bahwa gerakan tidak leluasa karena ruangan yang terbatas. Pengalaman ini dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya masyarakat, bidang fisik yang terbatas atau gabungan dari keduanya.konsep ini mempunyai relevansi khusus dengan para retailer yang harus memutuskan bagaimana mengatur lantai ruangan. Secara potensial , keadaan yang berdesakan akan menambah kecemasan orang yang berbelanja, menurunkan kepuasan berbelanja dan secara negative mempengaruhi citra toko.

c. Pengaruh lokasi toko

Lokasi toko mempengaruhi konsumen dari berbagai perspektif. Luas perdagangan yang mengelilingi toko mempengaruhi keseluruhan jumlah masyarakat yang mungkin tertarik pada toko tersebut.

d. Tata raung toko

Toko-toko dirancang untuk memudahkan gerak pelanggan, membanntu para retail dalam menyajikan barang dagangan mereka dan membantu menciptakan suuasana khusus. Tujuan menyeluruh retail adalah


(49)

meningkatkan laba dengan meningkatkan penjualan melalui disain toko efektif baiya.tata ruang (store layout) dapat mempengaruhi reaksi konsumen dan perilaku pembelian.

e. Pengaruh atmospherics

Atmospherics adalalah istilah yang lebih umum dari pada tata ruang toko, atmospherics berhubungan dengan bagaimana para manajer dapat memanipulasi bagaimana disain bangunan, ruang interior, tata ruang, lorong-lorong, tekstur karpet dan dan dinding, bau, warna, bentuk, dan suara yang dialami para pelanggan (semuanya untuk mencapai pengaruh tertentu).

2. Lingkungan Sosial

Konsep lingkungan social (social sorroundings) berhubungan dengan pengaruh orang lain terhadap konsumen dalam situasi konsumsi, misalnya adanya suatu kelompok menyebabkan tekanan kesesuaian atas konsumen.

a. Orang lain mempengaruhi dampak komunitas terhadap konsumen

Riset mengenai penyesuaian menemukan bahwa subjek subjek akan menyesuaikan diri dengan pandangan kelompok meskipun mereka akan mengetahui secara subjektif bahwa kelompok ini salah. Akan tetapi, bila sekurang kurangnya atau anggota lain dari kelompok setuju dari subjek maka pengaruh penyesuaian kelompok akan hilang. Jadi dalam suatu pusat penjualan, bila


(50)

membawa seorang teman , orang tersebut akan mempengaruhi dampak presentasi penjualan oleh pendukung pandangan.

b. Motif social menjelaskan jumlah berbelanja tertentu

Berbelanja dapat merupakan pengalaman social yang penting bagi para konsumen, dimana mereka dapat bertemu dengan orang baru bahkan mungkin menjalin persahabatan.Bagi para retailer, baiasanya menguntungkan untuk mendorong aspek aspek social dari berbelanja.

Lingkungan belanja sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Kesadaran dan perilaku konsumen dalam berbelanja berkaitan dengan karakteristik lingkungan belanja, yang ternyata mempengaruhi emosi konsumen. Perubahan emosi mengubah mood konsumen, mempengaruhi perilaku belanja dan evaluasi pasca belanja konsumen. Emosi yang ditimbulkan oleh lingkungan belanja juga mempengaruhi kinerja pembelian konsumen dan dapat berkontribusi pada pengambilan keputusan belanja yang bersifat impulsive.

Definisi emosi dirumuskan secara bervariasi oleh para psikolog, dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :

“William James (dalam Nyayu Khodijah,2006) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh”.

Sedangkan menurut Mehrabian dan Russell, 1974; Donavan dan Rossiter, 1982 dalam Samuel (2006), respon emosi adalah tingkat perasaan partisipan


(51)

melalui cara berprilaku dan dapat di ungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri , setelah mengalami perlakuan dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang dipilihnya.

Respon emosi dalam Samuel Hatane,(2007:34) adalah “respon emosi adalah tingkat perasaan partisipan melalui cara berprilaku dan dapat di ungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri , setelah mengalami perlakuan dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang dipilihny”.

“Perubahan emosi mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi keduanya yaitu perilaku pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen semula (Babin, Darden dan Griffin, 1994; Dawson, Bloch dan Ridgway, 1990; Gardner, 1985) dalam jurnal Hanate Samuel (2006:57). “

Menurut Stern dalam Semuel Hatane (2006:107) dalam pembelian tidak terecana terdapat Emosi Mood terdiri dari tiga faktor, yaitu sebagai berikut :

1. Pleasure

Merupakan tingkat perasaan yang dijabarkan dalam bentuk perasaan seseorang merasa baik, penuh kegembiraan bahagia, atau merasa dipuaskan dengan situasi khusus. mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan suatu situasi. Pleasure diukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih, menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai lawan bosan).


(52)

2. Arousal

Arousal dijabarkan sebagai tingkatan perasaan yang bervariasi dari perasaan-perasaan kegembiraan (excitement), terdorong (stimulation), kewaspadaan (alertness), atau menunjukan keaktifan (activeness), yang membuat kelelahan (tired), perasaan lelah atau perasaan kantuk (sleepy), atau bosan (bored).

3. Dominance

Mengacu pada tingkat perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan.

Engel dan Blacwell (dalam Semuel, 2007) mendefinisikan pembelian impulsif (unplanned buying) adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko.

Cobb dan Hayer (dalam Semuel, 2007), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko.

Betty dan Ferrell (dalam Mai,2008:34) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang terjadi secara tiba-tiba atau segera dengan tidak adanya tujuan untuk membeli produk yang dikategorikan secara khusus sebelum berbelanja atau tidak adanya perilaku yang memenuhi tugas-tugas dalam perilaku membeli secara khusus.

The perceptual space of high impulse-buying tendency consumers was characterized by the arousal dimension of positive consumption emotions and by


(53)

considerations hat served hedonistic rather than utilitarian considerations (Mano & Oliver, 1993).

Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan empat tipe dari pembelian impulsif. Keempat tipe pembelian impulsif tersebut yaitu; pembelian impulsif murni (pure

impulse), pembelian impulsif karena ingatan (reminder impulsif),pembelian impulsif

secara sugesti (suggestion impulse), dan pembelian impulsif yang direncanakan

(planned impulse). Pembelanja yang merencanakan untuk membeli produk tetapi

belum memutuskan fitur dan merek yang dibutuhkan dapat juga dikelompokkan sebagai pembeli impulsif (Rook dalam Semuel, 2007:32).

Indikator yang digunakan untuk mengukur pembelian impulsif menurut Bas Verplanken et., al (2005:433) yaitu:

1. Cognitive: kurangnya perencanaan dan pertimbangan yang masuk kedalam keputusan pembelian.

2. Affective: sikap yang timbul dalam diri konsumen yang terjadi secara spontan dan terdesak dalam melakukan pembelian.

Menurut Bitner, et.al., dalam Semuel (2005:142) Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik.

Menurut Rook dan Fisher dalam Hatane (2006:105) mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai kecenderungan konsumen untuk melakukan


(54)

pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar.

Menurut Thomson et al, dalam Samuel Hatane( 2007:34) menyatakan “respon emosi adalah ketika terjadi pembelian impulsive akan memberikan pengalaman emosiaonal lebih daripada rasional sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti dengan dasar ini maka pembelian impulsive lebih dipandang sebagai keputusan rasional di bandingkan irasional”.


(55)

Berdasarkan kerangka pemikiran dan penelitian terdahulu, maka paradigma dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

-Gambar 2.1 Paradigma Lingkungan Belanja

Lingkungan fisik (physical surrounding) Lingkungan Sosial(social surrounding) Hanate Samuel (2005:142), Mano &

Oliver, 1993 Pembelian impulsive Impulse buying: 1. cognitive 2. affective. Rook&Fisher dalam Hatane (2006:105), Thomson et al, dalam Samuel Hatane( 2007:34),Premant o (2007:25),dan Arnould(2002:14) Respon Emosi kesenangan (pleasure) kegairahan (arousal),dan dominasi (dominance


(56)

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono dalam bukunya penelitian bisnis (2008:221) menyatakan bahwa :

“Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”

Hipotesis Utama adalah :

Terdapat dampak Lingkungan Belanja dan Respon Emosi Berpengaruh Terhadap Pembelian Impulsif Pada Giant Hypermarket-Bandung Supermall.

Sub Hipotesis :

Terdapat pengaruh lingkungan belanja terhadap pembelian impulsive di Giant Bandung Supermall

Terdapat penagruh respon emosi terhadap pembelian impulsive di Giant Bandung Supermall


(57)

52

3.1Objek Penelitian

Sugiyono (2010:41) menjelaskan objek penelitian,yaitu:

“Sebelum peneliti memilih variabel apa yang akan diteliti perlu melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu pada objek yang akan yang diteliti. Jangan sampai terjadi membuat rancangan penelitian dilakukan di belakang meja, dan tanpa mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada di objek penelitian.”

Dalam melakukan penelitian terlebih dahulu harus menentukan objek penelitian.dimana objek penelitian ini merupakan alat yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam suatu penelitian. Penelitian ini menganalisis tentang dampak respon emosi dan lingkungan belanja terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif pada Giant Bandung Supermall.

Focus utama : Dampak Lingkungan Belanja dan Respon Emosi Konsumen

Terhadap Pembelian Impulsif Pada Giant Hypermarket-Bandung


(58)

Di dalam penelitian ini, penulis mengemukakan tiga variabel yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel independent (variabel bebas), yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel dependent (variabel tidak bebas). Variabel independent (variabel X1) dalam penelitian ini adalah lingkungan belanja dan (variabel X2) respon emosi.

2. Variabel dependent (variabel tidak bebas), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent. Variabel dependent (variabel Y) dalam penelitian ini adalah Pembelian Impulsif.

Lingkungan belanja dan Respon emosi merupakan faktor penyebab, sedangkan pembelian impulsif faktor akibat. Objek penelitian ini dilakukan pada konsumen Giant Bandung Supermall.

3.2Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan data, mencatat data, baik primer maupun sekunder yang dapat dipergunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian menganalisis dampak lingkungan belanja dan respon emosi dengan pembelian impulsif yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan.

Menurut Umi Narimawati (2008:9) “Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis”.


(59)

Sugiyono (2010:2) mengemukakan metode penelitian bahwa “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Pengertian metode deskriptif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:29) bahwa “Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian yang menjabarkan hasil penelitian lebih luas dan tidak terikat oleh jumlah angka atau bilangan.

Sedangkan menurut Masyhuri dan M.Zainudin (2009:45) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Adapun tujuan penelitian Deskriptif menurut Husein Umar (2004:47) yaitu “untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu”.

Pendekatan kuantitatif menurut Mudjarad Kuncoro (2001:102) “Pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manejerial dan ekonomi dimana pendekatan ini terdiri atas perumusan masalah, mencari solusi, menguji solusi, menganalisa hasil dan mengimplemasikan hasil”.


(60)

Tujuan dari metode kuantitatif yaitu membuat suatu uraian secara sistematis mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat dari objek yang diteliti kemudian menggabungkan antar variabel yang terlibat didalamnya

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, data yang diperoleh adalah data empiris, tujuannya untuk membuktikan data yang diperoleh terhadap informasi tertentu, dan kegunaannya untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode verifikatif adalah metode yang menguji kembali penelitian yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah serupa di tempat yang berbeda.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap Y yang diteliti. Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau ditolak.

Metode penelitian yang akan digunakan penulis untuk mengumpulkan data adalah metode deskriptif analisis dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010:8) metode penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut:

“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada sample filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu, pengumpulan data menggunkan istrumen


(1)

6. Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara respon emosi konsumen dengan keputusan pembelian konsumen dengan pengaruh sebesar 13,75%.


(2)

159 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai dampak lingkungan belanja belanja dan respon emosi terhadap pembelian impulsif pada Giant Hypermarket-Bandung Supermall, maka penulis akan mengambil kesimpulan sesuai identifikasi masalah yang dicari sebagai berikut :

5.1 Kesimpulan

1. Lingkungan belanja pada Giant Bandung Supermall dinilai baik oleh konsumen (70,6%), yaitu diperoleh skor terbesar terdapat pada lingkungan fisik sebesar 73,37%, dan skor terendah terdapat pada lingkungan sosial sebesar 26.63%.

2. Respon emosi konsumen pada Giant Bandung Suprmall dinilai cukup oleh konsumen (67,7%). Dengan di peroleh skor tertinggi yaitu kesenangan sebesar 68,7%, kegairahan sebesar 67,2% dan skor terendah yaitu dominan sebesar 66,9%.

3. Keputusan Pembelian konsumen pada Giant Bandung Supermall termasuk pada kategori cukup (64,0%), di peroleh skor yaitu cognitive sebesar 62% dan affective sebesar 62%.

4. Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan belanja dan respon emosi konsumen dengan keputusan pembelian konsumen pada pada Giant Bandung Supermall dengan total pengaruh


(3)

160

sebesar 31,1% dan sisanya sebesar 68,9% merupakan variabel lain yang tidak diteliti.

5. Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan belanja dengan keputusan pembelian konsumen dengan pengaruh sebesar 17,3%.

6. Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara respon emosi konsumen dengan keputusan pembelian konsumen dengan pengaruh sebesar 13,75%.

5.2 Saran

Saran yang dapat dijadikan masukan dan kritik dari penulis kepada pihak Giant Hypermarket-Bnadung Supermall yaitu:

1. Meskipun tanggapan konsumen terhadap lingkungan belanja pada Giant Bandung Supermall sudah di nilai baik, tentang bagaimana para manager dapat memanipulasi disain bangunan, ruang interior, tata ruang lorong-lorong, bau, warna, dan suara. Hal ini bertujuan agar konsumen tidak bosan dengan lingkungan belanja yang ada di dalam toko. Namun alangkah baiknya Giant Bandung Supermall lebih memperhatikan kenyamanan konsumen saat berbelanja karena lingkungan berbelanja memaksa konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus terlebih dahulu membangun perasaan atau kepercayaan terhadap suatu produk. 2. Tanggapan konsumen terhadap respon emosi konsumen pada Giant

Bandung Supermall dapat mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi perilaku pembelian saat berada di Giant Hypermarket


(4)

161

Bandung Supermall dinilai cukup baik, namun konsumen yang datang ke Giant Bandung Supermall mayoritas tidak melakukan pembelian produk, mereka hanya mencari kepuasan Emosional mereka saja. Dan alangkah baiknya manajer Giant Hypermarket menyusun strategi untuk menciptakan sesuatu yang dapat mendorong emosi manusia untuk melakukan pembelian, meskipun tidak direncanakan sebelumnya.

3. Pembelin impulsif pada konsumen Giant Hypermarket Bandung Supermall sudah di nilai cukup baik, namun alangkah baiknya diperhatikan pada perilaku konsumen yang sering membeli karena kesenanganya akan suatu produk, secara spontan dan melakukan pembelian dalam keadaan mendesak, misalnya sering mengadakan potongan harga pada saat liburan, hari tertentu maupun pada hari-hari besar.


(5)

163

DAFTAR PUSTAKA

Astrid G. Herabadi,Bas Verplanken and Ad van Knippenberg (2009). Consumption experience of impulse buying in Indonesia: Emotional arousal and hedonistic considerations. Asian Journal of Social Psychology (2009), 12, 20–31

Buchari Alma. 2009. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung:Alfabeta

Christina Widya Utami. 2010. Manajemen Ritel ( edisi 2 ). Jakarta : Salemba Empat.

Darden, Dan Grikin.(1994). Faktor Lingkungan Dengan Keputusan Pembeli. Etal, Engel Dan Blacwell. (1995). Pembelian Impulsif.

Fitriani,Rahma. 2010. Study tentang impulse buying pada hypermarket di kota Semarang. Jurnal Manajemen.

Jhon C. Mowen, Michael Minor; alih bahasa, Dwi Kartini Yahya; editor, Nurcahyo Maharani, Ed. 5 – Jakarta : Erlangga, 2002

Hatane Samuel. 2006. Dampak respon emosi terhadap perilaku pembelian impulsive pada konsumen online dengan sumber daya yang dikeluarkan dan orientasi belanja sebagai variabel mediasi, Jurnal Manajemen.

Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 2008. Prinsip-Prinsio Pemasaran ( edisi 12 ). Jakarta : Erlangga.

Kotler, Philip. 2007. Manajemen Pemasaran Edisi 12. Ahli Bahasa: Benyamin Molan. Jakarta: PT. Indeks.

Luo,Xueming. (2005), “How Does Shopping With Others Influence Impulsive

Purchasing”, JOURNAL OF CONSUMER PSYCHOLOGY, 15(4), 288–

294

Mariri, Tendai and Chipunza Crispen, 2009.Pembelian Impulsif. Journal of Marketing Management Vol. 1(4) pp. 102-108

Nielson, AC. (2006). Prilaku Berbelanja Di Toko Ritel Modern. Sumber : Marketing.

Peter, J. Paul. 2000. Consumer Behavior. Jakarta : Erlangga.

Praktino. (2003). Ancaman – Ancaman Produk – Produk Komoditas. Terjemahan Rust Lemon And Zeltham.

Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of Consumer Research, 14, 189-199.


(6)

164

Semuel,Hatane. (2008), Respons Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Toserba) (Studi Kasus Carrefour Surabaya) Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Semuel,Hatane. Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online dengan Sumberdaya yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi, Jurnal Manajemen Kewirausahaan Vol 8 No 2, 101-115

Sheth & mittal, 2004. “ perilaku konsumen” . www.google.com

Shopiah dan Syahabudin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta: ANDI. Sugiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sutoyo. (2002). Faktor Prilaku Konsumen. Terjemahan : Kleinsteuber.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif : Teori dan Aplikasinya. Bandung : Fakultas Ekonomi UNIKOM

Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia: Aplikasi Contoh dan Perhitungannya : Agung Media