Aktivitas komunikasi Pesantren Salaf (Studi Etnografi Komunitas Mengenai Aktivitas Komunitas Pesantren Salaf Di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta Dalam Mempertahankan Tradisi Soroga Dan Balagan)

(1)

Oleh :

Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083

Skripsi ini dibawah bimbingan :

Inggar Prayoga, M.I.Kom

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui secara mendalam mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan. Untuk menjabarkan Aktivitas tersebut, peneliti memfokuskan kedalam beberapa sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif Pesantren salaf dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan.

Metode Penelitian pada penelitian ini yang digunakan adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori pendukung (subtantif) yaitu interaksi simbolik. Subjek pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang, terdiri dari 4 (empat) informan dan 1 (satu) informan pendukung yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi, internet searching dan studi literatur. Teknik uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (Peer Debriefing), pengecekan anggota (member check), dan diskusi dengan teman sejawat.

Hasil Penelitian menggambarkan bahwa, Situasi komunikatif pesantren salaf dalam

sorogan situasi ramai, dan balagan situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yaitu pada saat kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan dan balagan, kemudian

sorogan dan balagan dikatakan berakhir yaitu ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan

dan balagan diakhiri, dan kegiatan sorogan dan balagan dapat berlanjut yaitu ketika ada pembahasan yang belum selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam. Peristiwa komunikatif, ada beberapa komponen yang peneliti sajikan, yaitu melalui kata SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di majelis dan lingkungan pesantren,

partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act sequence yaitu isi pesan berupa ilmu keislaman, keys yaitu sikap kesopanan/ ta’dzim dan sikap hurmat, instrumentalities yaitu penggunaan bahasa verbal dan non verbal, norms yaitu pengaplikasian kitab Ta’lim Mu’talim dalam aturan etika, Genre yaitu komunikasi kelompok dan personal. Tindakan komunikatif, melihat secara umum komunikasi yang digunakan dominan menggunakan komunikasi verbal yaitu lisan dan tulisan adapun komunikasi non verbal hanya untuk meyakinkan (repletion) apa yang diucapkan kyai pada saat sorogan dan balagan berlangsung.

Simpulan dari penelitian ini adalah keberlangsungan interaksi di pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan tidak terlepas pada interaksi yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri, adapun proses interkasi yang terjadi menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat mempengaruhi perkembangan komunikasi yang menimbulkan suatu aktivitas khas.

Saran dari penelitian ini adalah Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta untuk terus menyelenggarakan tradisi sorogan dan balagan, agar tradisi ini mampu untuk bertahan dan menjadi tonggak keberhasilan pesantren dalam mendidik dan menyebarkan ajaran Islam.

Kata kunci : Etnografi Komunikasi, Aktivitas Komunikasi, Pesantren Salaf, Tradisi Sorogan dan


(2)

AKTIVITAS KOMUNIKASI PESANTREN SALAF

(Studi Etnografi Komunikasi mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikmussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan

dan Balagan)

Situasi Komunikatif Pesantren Salaf dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan. Melihat pada konteks terjadinya komunikasi itu bisa kita ketahui meliputi majelis, masjid, kobong, asrama, dan juga lingkungan sekitar pesantren. Adapun konteks terjadinya komunikasi dalam kegiatan sorogan dan balagan hanya dimajelis saja tapi pada waktu khusus dimana kyai ada keperluan maka dilakukan badal atau pengganti baik itu dimajelis dengan Kyai lain ataupun diasrama masing-masing oleh santri senior, situasi komunikatif sendiri bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, dan situasi tersebut juga akan sama atau bertahan apablia santri dan kyai berada pada tempat lain, dimisalkan kegiatan solat berjamaah yang berlangsung tenang dan dilanjutkan dengan kegiatan kultum (kuliah tujuh menit) maka situasinya akan tetap sama tapi juga bisa berubah manakala sudah kembali ke asrama masing-masing.

Situasi yang memungkinkan setiap orang yang berada di pesantren

salaf dapat diajak berkomunikasi yaitu pada waktu-waktu jadwal pengajian

sorogan dan balagan berlangsung, interaksi yang terjadi antara santri dengan santri lainnya ataupun dengan kyai pada waktu lain adalah diluar jadwal pengajian dalam hal ini yang sering dilakukan santri pada saat di


(3)

mempengaruhi emosinya ketika sorogan dan balagan berlangsung adalah ketika santri merasa lelah dan capek dikarenakan kegiatan lain yang mempengaruhi kehidupannya dipesantren, selain itu kegiatan diluar dari pesantren semisal kegiatan sekolah yang menjadikan santri semakin sibuk dan kurang dalam mengelola waktu untuk kegiatan sorogan dan balagan.

Situasi komunikatif ketika sorogan dan balagan yaitu tenang, tertib, tidak gaduh, hal ini dikarenakan keseriusan dalam mendalami apa yang sedang dipelajari, dan menyangkut juga adab atau etika yang berlaku dipesantren, aadapun interaksinya, santri cenderung pasif hal ini dikarenakan mengacu pada sistem salaf dimana setiap apapun yang guru ajarkan santri hanya perlu untuk menjalankan dan menaati segala perintah dan juga kesejalanan pemikiran.

Situasi komunikatif di lingkungan pesantren salaf diluar jadwal pesantren hubungan yang terjalin antara santri dengan kyai apabila dalam keadaan atau keperluan yang dibutuhkan dari kedua belah pihak, adapun antar santri terjadinya percakapan biasa yang sifatnya sebagai percakapan antar sesama santri dalam pergaulannya selama dipesantren.

Situasi komunikatif yang membuat interkasi dikatakan berakhir pada saat sorogan dan balagan berlangsung adalah ketika santri ataupun


(4)

kyai dalam keadaan keperluan penting yang mendadak, intensitas yang diperlihatkan dalam keadaan seperti ini tidak terlalu seringnya, hal ini juga dikarenakan apapun kepentingan yang menyangkut urusan daripada pribadi atau diluar dari kepentingan pesantern (proses pembelajaran) tidak akan terlalu menjadi penghambat dalam kegiatan yang berlangsung terutama dalam kegiatan sorogan dan juga balagan.

Situasi komunikatif yang membuat interaksi dikatakan berlanjut ketika sorogan dan balagan adalah ketika waktu memang masih ada dan materi yang dipelajari belum dipahami betul, kemudian dapat dikatakan berlanjut juga ketika pembahasan yang membutuhkan waktu lebih dikarenakan kerumitan dan juga tingkat pemahaman yang diharapkan belum sampai pada apa yang diinginkan.

Dari beberapa penjelasan mengenai situasi komunikai yang diamati melalui beberapa tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa, situasi komunikatif Pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan

balagan yaitu

tetap sama walupun lokasinya berubah, selain itu komunikasi bisa saja berubah dalam lokasi yang sama apabila aktivitas-aktivitas yang berbeda berlangsung ditempat itu pada saat yang berbeda tapi dilapangan peneliti melihat tidak terlalu banyaknya perubahan hal ini dikarenakan santri terutamanya mempunyai aturan-aturan yang diyakini bersama ketika berada didalam majelis.


(5)

Setting/ Sxence, Partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre, sebagaimana akan dijabarkan sebagai berikut;

S (setting dan scene) Mengacu pada latar dimana dan lokasi (tempat), waktu terjadinya peristiwa wicara. Pada setting/scene

menjelaskan setiap proses terjadinya interaksi dimana tempat terjadinya semua aktivitas yang terjadi pada saat interaksi tersebut berlangsung. Dalam penelitian ini setting/scene terjadi di majelis, masjid, kobong,

jarambah, asrama pesantren, dalam interkasi utama dalam mepertahankan tradisi sorogan dan balagan terjadi di majelis, namun demikian meskipun interaksi utamanya di majelis, pada interaksi yang berlangsung antara kyai dan santri bisa dimmana saja selama dalam lingkungan pesantren dan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan baik oleh santri ataupun kyai.

P (partisipants) Pada siapa saja yang terlibat. Partisipants

bertujuan untuk menghasilkan siapa saja yang terlibat pada saat interaksi terebut berlangsung, pada partisipants ini menjelaskan siapa-siapa saja yang ikut terlibat pada setiap proses interaksi Pesantren salaf dalam mepertahankan tradisi sorogan dan balagan, siapa yang berbicara atau siapa yang menjadi pendengar, siapa yang menjadi komunikan dan siapa yang menjadi komunikator. Pada interaksinya penelitian ini partisipan


(6)

yang terlibat dalam proses interaksi adalah santri dengan santri dalam lingkungan pesantren, dan santri dengan kyai di pesantren.

E (ends) Pada apa yang ingin dicapai oleh pelibat (tujuan dan fungsi komunikasi). Pada ends ini menjelaskan hal-hal yang ingin dicapai oleh kyai dengan santri pada setiap aktivitas yang telah dilakukan pada setiap proses interaksinya terutama dalam kegiatan sorogan dan balagan

berlangsung. Pada penelitian ini hal yang ingin dicapai dalam proses interaksi atau dapat dikatakan sebagai tujuan berlangsungnya interkasi atau dapat dikatakan sebagai tujuan berlangsungnya aktivitas pesantren salaf

terutama dalam kegiatan mempertahankan tradisi Sorogan dan Balagan

yaitu kepemahaman yang diinginkan oleh kyai terhadap santri pada setiap pembelajaran yang dilakukan, selain itu adanya keinginan untuk menuju tujuan bersama menuju insan kamil, yaitu insan yang kehidupannya sesuai dengan sayriat agama, dengan tidak hidup semena-mena.

Adapun fungsi dari interaksi yang terjadi, santri lebih pada pasif ketika sorogan dan balagan berlangsung, mereka akan lebih berani dalam mempertanyakan apa yang mereka tidak mengerti itu ditanyakan seusai dari kegiatan itu berlangsung, mereka akan menunjukan rasa penasaran terhadap apa yang ditanyakannya kepada santri yang dirasa mampu untuk menjawab pertanyaanya atau bertanya kepada santri senior yang lebih kompeten dalam menajwab setiap pertanyaan yang tidak berani ditanyakan pada kyai pada saat Sorogan dan Balagan berlangsung.


(7)

Squence menjelaskan bagaimana kyai atau santri harus mengatakan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan proses interaksi yang telah direncanakan sebelumnya. Pada penelitian ini juga mengacu pada isi pesan (message content) dalam interaksi yang dilakukan oleh santri dengan kyai, isi pesan dalam interaksi tersebut yaitu lebih kepada ilmu keislaman, berbagai permasalahan yang ditemui oleh santri akan ditanyakan kepada kyai semasih itu masih dalam ranah keilmuan keislaman.

K (keys) bertujuan untuk menjelaskan penggunaan sikap dan perlakuan yang dihasilkan saat melakukan interaksi antara kyai dengan santri dalam kegiatan sorogan dan balagan. Pada keys ini menjelaskan bagaimana kyai dengan santri menggunakan sikap dan perlakuan dalam situasi interaksi berlangsung pada setiap lokasi yang berbeda, pada penelitian ini keys yang digunakan oleh kyai dengan santri dalam setiap interaksi yang berlangsung yaitu menggunakan kesopanan, Ta’dzim dan yang paling terpenting adalah sikap hurmat, dalam artian memberikan penghormatan yang tinggi kepada kyai.

I (instrumentalities) bertujuan untuk menghasilkan saran yang menyangkut saluran (channels) dan cara pemakaian bahasa serta gaya berbicara, pada instrumentalities mejelaskan bahasa yang digunakan serta gaya berbicara yang harus dilakukan oleh kyai dan santri saat proses


(8)

interaksi sedang berlangsung Dalam penelitian ini bahasa dan gaya berbicara yang digunakan pada setiap proses interaksinya yaitu menggunakan bahasa verbal, dan bahasa isyarat/ bahasa tubuh. Adapun bahasa verbal disini adalah bahasa yang mudah untuk dimengerti, ada juga beberapa istilah penyebutan yang digunakan dalam pembahasan yang dilakukan di dalam sorogan dan balagan.

N (norms) Pada norma-norma dan interpretasi (misalnya mengapa orang-orang harus berperilaku seperti ini dan seperti itu), Pada norms menjelaskan mengapa orang-orang harus berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada dilingkungannya, Dalam penelitian ini setiap roses interaksi atau setiap pembelajaran dalam hal ini sorogan dan balagan, dengan diberikannya pengajaran dalam kitab Ta’lim Mu’Talim dimana adab-adab berikut dengan aturan dan tata laku etika ketika muntut ilmu memberikan pemahaman dan arahan bagi santri dalam setiap kegiatan pencapaian ilmu yang nantinya mampu diterapkan ketika bermasyarakat.

G (genre) Pada macam atau jenis peristiwa wicara. Genre bertujuan untuk menghasilkan macam atau jenis peristiwa wicara, pada genre menjelaskan jenis komunikasi yang digunakan pada saat interaksi sedang berlangsung. Dalam penelitian ini, jenis komunikasi yang digunakan pada saat interaksi adalah komunikasi personal (saat Sorogan, dan hubungan komunikasi antara kyai dengan santri secara personal berlangsung), dan jenis komunikasi lain yang digunakan saat interkasi yaitu komunikasi kelompok (saat Balagan, Muhadorohan berlangsung).


(9)

menutup, jangan terlalu sempit dan jangan terlalu luas) dengan fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan referensial, permohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau non verbal. Konteks komunikatif, bahkan diam pun merupakan tindakan komunikatif konvensional.

Definisi dari komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, sentuhan dan sebagainya.

Dalam hal ini peneliti akan membahas serta menganalisis tindakan komunikatif Pesantren Salaf dalam mempertahankan Tradisi sorogan dan balagan, hal ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan gambaran bagaimana sebenarnya komunikasi yang terjadi dipesantren salaf ditintaju dari aktivitas yang terjadi didalamnya.

Proses komunikasi yang terjadi di pesantren salaf tidak selalu disampaikan dengan komunikasi verbal saja, tetapi ada juga komunikasi yang disampaikan dengan menggunakan komunikasi non verbal. Lalu komunnikasi juga bisa berupa lisan ataupun tulisan.

Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan


(10)

Balagan Dari ketiga komponen diatas dapat dilihat Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan meliputi, kegiatan yang berlangsung dalam lingkungan pesantren dimulai dari proses belajar-mengajar, interaksi yang berlangsung antara kyai dengan santri, interaksi yang terjadi dilingkungan pesantren dan terutama peneliti melihat bahwa kegiatan yang berlangsung dalam sorogan dan balagan memberikan pengaruh atau dapat mempengaruhi perilaku komunikasi di pesantren salaf, cukup jelas bagaimana aktivitas komunikasi itu berlangsung baik itu pertukaran pesan yang bersifat verbal ataupun non verbal.

Berdasarkan hasil pengamatan dan juga kesemptan berinterkasi langsung di pesantren salaf yang diteliti melalui situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif, ternyata penggunaan komunikasi dalam berbagai aktivitas rutin dan utamanya pada saat sorogan dan balagan yang merupakan proses interaksi didalamnya yang menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat mempengaruhi perkembangan komunikasi yang terjadi disana.

Peristiwa komunikasi yang khusus, dengan kata lain perubahan komunikasi yang digunakan, akan mengakibatkan perubahan peristiwa komunikasi. Situasi komunikatif pesantren salaf dalam hal interaksi didalamnya bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, dan situasi tersebut juga akan sama atau bertahan apabila santri dan kyai berada pada tempat lain, dimisalkan kegiatan solat berjamaah yang berlangsung tenang dan dilanjutkan dengan kegiatan kultum


(11)

bahwa kecenderungan ini masih dominan menggunakan komunikasi verbal dibandingkan komunikasi non verbal ketika sorogan dan balagan berlangsung, terutama ketika komunikasi terjadibaik itu antara kyai dengan santri, ataupun santri dengan santri, hal ini juga dilatar belakangi oleh sistem salaf dimana interaksi yang berlangsung santri hanya diposisikan sebagai penerima dan kyai sebagai pemberi.

Adapun komunikasi melalui tulisan yang dipraktekan adalah ketika kyai menjelaskan beberapa pembahasan yang memerlukan penggambaran melalui tulisan, hal ini bisa dilihat terutama dalam mempelajari tata bahasa arab yang diajarkan dalam balagan, kyai akan senantiasa menjelaskan melalui tulisan arab dengan disertai beberapa penjelasan yang memperjelas dari setiap pengajaran yang diberikan oleh kyai itu sendiri.

Teori interaksi simbolik bergagasan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka saling membagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tidakan tertentu. Begitu juga yang terjadi di pesantren salaf, dalam setiap kegiatan yang berlangsung didalamnya terdapat pertukaran simbol-simbol yang akan menimbulkan makna sebagai hasil daripada interaksi baik itu secara verbal ataupun secara non verbal.

Berdasarkan hasil penelitian telah diangkat subfokus yang menjelaskan Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah


(12)

Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Keberlangsungan interaksi di pesantren salaf tidak terlepas pada interaksi yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri, adapun untuk dapat mengetahui bagaimana aktivitas komunikasi yang berlangsung dapat dilihat pada situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif yang terjadi di pesantren salaf.

Situasi Komunikatif Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan, dimana ketika Sorogan situasi ramai, sedangkan pada saat balagan

situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi emosi yaitu ketika kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan

dan balagan, interaksi pada saat sorogan dan balagan dikatanan berakhir yaitu ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan dan balagan diakhiri, dan berlanjutnya sorogan dan balagan ketika masih ada pembahasan yang belum selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam.

Peristiwa Komunikatif Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussallafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan yaitu terdapat beberapa komponen yang perlu diuraikan dari kata

SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di mejlis dan lingkungan pesantren, partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act sequence yaitu ini pesan berupa ilmu keislaman, keys yaitu sikap kesopanan/


(13)

Hikamussallafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi sorogan dan balagan, masih didominasi komunikasi Verbal dimana kyai senantiasa memberikan pengajaran melalui komunikasi lisan dan tulisan, adapun yang menjadi lebih aktif dalam melakukan komunikasi ketika sorogan dan balagan

adalah kyai sedangkan untuk santri sendiri lebih pasif, hal ini dilatarbelakangi oleh sistem salaf dimana interaksi yang berlangsung santri hanya diposisikan sebagai penerima dan kyai sebagai pemberi, komunikasi non verbal yang terjadi hanya sebagai penguat sebagaimana fungsi komunikasi non verbal yaitu meyakinkan (repletion) apa yang diucapkan oleh kyai ketika memberikan pembelajaran di dalam sorogan dan balagan


(14)

v ABSTRACT

COMMUNICATIONAL ACTIVITY OF SALAF PESANTREN

(An Ethnographic Study of Communication on Communicational Activity of Salaf Pesantrenat Al-Hikmussalafiyah Pesantrenof Purwakarta in Conserving

Soroganand BalaganTraditions)

By:

Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083

A Mini-Thesis under supervision of: Inggar Prayoga, M.I.Kom

The research objective was to find out deeply the communicational activity of salaf pesantren at Al-Hikmussalafiyah Pesantren of Purwakarta in conserving sorogan and balagan traditions. To describe the activity, the researcher focused on some sub-micro problems, namely: communicative situation, communicative event, and communicative action of salaf pesantren in conserving soroganand balagan traditions.

The research method used was a communication ethnographic tradition qualitative method by a supplementary (substantive) theory of symbolic interaction. The research subject was 5 (five) persons, consisting of 4 (four) informants and 1 (one) supporting informant obtained by a purposive sampling technique. The data collection techniques used were in-department interview, observation, documentation, internet searching, and library study. The data validity test techniques were by increasing persistent observation, triangulation, peer debriefing, member check, and discussion with peers.

The Research Result indicated that, the communicative situation of salaf pesantren in sorogan was noisy, whereas in balagan was calm and silent. An undesired situation was where both kyai and santri were busy beyond sorogan and balagan schedules. Sorogan and balagan were declared as being stopped when the kyai has an interest that made sorogan and balagan ended. The sorogan and balagan activities could be continued if there was any uncompleted discussion and a sufficient time to discuss the material more deeply was available. Communicative event, there were some components the researcher presented, namely through SPEAKING, consisting of: setting/scene, that is, in pesantren council and premise, participants, namely, kyai and santri, ends, that is, politeness attitude/ta’dzim and hurmat attitude, instrumentalities, that is, the use of verbal and nonverbal languages, norms, that is, the application of Ta’lim Mu’talim book in ethic rule, Genre, that is, group and personal communications. Communicative action, in general the communication used predominantly was a verbal communication, i.e., oral and written. Meanwhile, nonverbal communication was used only to ensure (repletion) what the kyai has said during the sorogan and balagan.

Conclusion of the research was the practices of interaction in salaf pesantren in conserving sorogan and balagan traditions could not be separated from the interactions occurring between two crucial elements in a pesantren, namely kyai and santri. The interactional processes that take place became a tradition in salaf pesantren that may influence the development of communication which in turn produce a unique activity.

Suggestion of the research was that Al-Hikmussalafiyah Pesantren of Purwakarta should consistently implement sorogan and balagan traditions for the traditions to survive and to be one of the pillars of the pesantren success in educating and spreading Islamic teachings.

Keywords: Communicative Ethnography, Communicative Activity, Communicative Situation, Communicative Event, Communicative Action, Salaf Pesantren,Tradition, Sorogan, Balagan.


(15)

iv Oleh :

Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083

Skripsi ini dibawah bimbingan :

Inggar Prayoga, M.I.Kom

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui secara mendalam mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan. Untuk menjabarkan Aktivitas tersebut, peneliti memfokuskan kedalam beberapa sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif Pesantren salaf dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan.

Metode Penelitian pada penelitian ini yang digunakan adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori pendukung (subtantif) yaitu interaksi simbolik. Subjek pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang, terdiri dari 4 (empat) informan dan 1 (satu) informan pendukung yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi, internet searching dan studi literatur. Teknik uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (Peer Debriefing), pengecekan anggota (member check), dan diskusi dengan teman sejawat.

Hasil Penelitian menggambarkan bahwa, Situasi komunikatif pesantren salaf dalam

sorogan situasi ramai, dan balagan situasi tenang dan hening, situasi yang tidak diinginkan yaitu pada saat kyai dan santri berada pada kesibukan diluar jadwal sorogan dan balagan, kemudian

sorogan dan balagan dikatakan berakhir yaitu ketika kyai ada kepentingan yang membuat sorogan

dan balagan diakhiri, dan kegiatan sorogan dan balagan dapat berlanjut yaitu ketika ada pembahasan yang belum selesai dan waktu yang mencukupi untuk pembahasan materi lebih mendalam. Peristiwa komunikatif, ada beberapa komponen yang peneliti sajikan, yaitu melalui kata SPEAKING, yang terdiri dari : setting/ scence yaitu di majelis dan lingkungan pesantren,

partisipants yaitu kyai dengan santri, ends yaitu kepemahaman, act sequence yaitu isi pesan berupa ilmu keislaman, keys yaitu sikap kesopanan/ ta’dzim dan sikap hurmat, instrumentalities yaitu penggunaan bahasa verbal dan non verbal, norms yaitu pengaplikasian kitab Ta’lim Mu’talim dalam

aturan etika, Genre yaitu komunikasi kelompok dan personal. Tindakan komunikatif, melihat secara umum komunikasi yang digunakan dominan menggunakan komunikasi verbal yaitu lisan dan tulisan adapun komunikasi non verbal hanya untuk meyakinkan (repletion) apa yang diucapkan kyai pada saat sorogan dan balagan berlangsung.

Simpulan dari penelitian ini adalah keberlangsungan interaksi di pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan tidak terlepas pada interaksi yang terjadi antara dua elemen penting didalam pesantren yaitu kyai dan santri, adapun proses interkasi yang terjadi menjadi suatu kebiasaan di pesantren salaf yang dapat mempengaruhi perkembangan komunikasi yang menimbulkan suatu aktivitas khas.

Saran dari penelitian ini adalah Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta untuk terus menyelenggarakan tradisi sorogan dan balagan, agar tradisi ini mampu untuk bertahan dan menjadi tonggak keberhasilan pesantren dalam mendidik dan menyebarkan ajaran Islam.

Kata kunci : Etnografi Komunikasi, Aktivitas Komunikasi, Pesantren Salaf, Tradisi Sorogan dan


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Aktivitas Komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia dalam kesehariannya menjalankan kehidupan, aktivitas komuniasi muncul berupa gejala dengan memiliki proses komunikasi yang tidaklah sederhana. Aktivitas komunikasi mempunyai ciri khas yang berbeda pada setiap individu, setiap aktivitas mengandung makna yang perlu diterjemahkan berupa situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. hal ini tentulah membutuhkan sebuah pemahaman mendalam untuk bisa membahas setiap aktivitas komunikasi yang mucul ke permukaan.

Bentuk aktivitas komunikasi ini juga bisa dilihat dalam sebuah tradisi, dimana terdapat makna dalam setiap aktivitas yang dijalankan, salah satunya adalah aktivitas komunikasi yang terjadi di pesantren salaf, interaksi dalam kegiatan di pesantren salaf timbul dalam keseharian merupakan bentuk interaksi yang dimunculkan dengan kekhasan karena lingkungan pesantren yang akhirnya menuntut adanya sebuah interaksi yang khas.

Interaksi yang terjadi di pesantren salaf, dimulai dari aktivitas bangun dipagi hari sampai dengan waktu menjelang tidur seperti mana aktivitas kegiatan yang berlangsung di Pesantren Salaf Al-Hikamussalafiyah Cipulus, dalam kegiatannya yang dimulai dari pagi hari untuk persiapan shalat berjamaah bersama kyai dan santri lainnya dilanjutkan dengan kegiatan kultum (kuliah tujuh menit)


(17)

yang disampaikan kyai kepada santri dilanjutkan dengan pengajian rutin yang dilakukan oleh santri, kegiatan pada waktu itu tidak sampai disitu saja, melainkan masih ada serangkaian kegiatan yang terjadi sampai menjelang dzuhur, magrib, isya dan berakhir pada waktu istirahat yang ditujukan untuk aktivitas dikeesokan harinya.

Kegiatan khas dipesantren tidak terlepas pada interaksi antara santri dengan santri, santri dengan kyai, santri dengan pengurus, ataupun interaksi yang terjadi antara kyai, santri, dan pengurus, untuk lebih luasnya kegiatan yang terjadi berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar yang berada di disekitar pesantren.

Hubungan antara santri dengan kyai memiliki keunikan tersendiri dimulai dari pandangan santri kepada kyai yang melihat bahwa kyai dengan penguasaanya terhadap pengetahuan Islam seringkali dipandang sebagai orang yang senantiasa mampu melihat bagaimana kekuasaan tuhan, selain itu pembahaman-pemahaman kyai menampilkan sebuah keagungan yang begitu luar biasa dalam pandangan santri kepada kyai, interaksi dengan kyai mereka santri akan cenderung merasa malu atau biasa mereka mengungkapkannya dengan sebutan isin, rasa malu yang timbul ini bisa terlihat ketika santri lewat didepan, atau sisi samping sekalipun dengan kyai, santri membungkuk atau rengkuh dengan posisi badan yang rendah diiringi dengan ayunan tangan kebawah.

Pada beberapa kalangan santri, interaksi dengan kyai ada yang menunjukan cara salam tangan yang berbeda dari kebiasaan umumnya, jika dikebiasaan cium tangan hanya pada punggung tangan, santri pada beberapa individu menunjukan


(18)

3

cium tangan kepada kyai yang berbeda, yaitu dengan mencium punggung tangan kemudian telapak tangan dan diakhiri dengan mencium punggung tangan kembali, hal ini diungkapkan oleh santri sebagai satu pengharapan barokah atau berkah yang diinginkan oleh santri dari kyai.

Kehidupan di pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta juga melibatkan interaksi antara santri dengan santri, interkasi dalam lingkup wilayah terjadi antara santri tingkatan 1, 2, dan 3 hal ini merujuk kepada lama pembelajaran yang telah ditempuh santri selama satu tahun dan melewati tingkatan yang dimulai dari tingkat dewan (dasar) sampai pada tingkatan santri senior yang telah melewati tahapan 3 kelas yang ditentukan dipesantren.

Pengurus pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta yang terdiri dari tingkatan terendah yaitu ketua kobong yang mengurus santri dalam lingkup satu kamar saja, di tingkatan kedua yitu Ra’is Khos dimana cakupannya melingkupi beberapa kamar dalam satu lantai gedung yang bertanggung jawab juga atas kegiatan yang berlangsung selama di asrama pesantren dan yang terakhir yaitu

Ra’is Am yang mempunyai cakupan yang paling berpengaruh dengan jangkauan interaksi yang paling luas meliputi kyai dan juga santri, dalam interaksi yang terjadi antara pengurus dengan santri berupa pengarahan dan pengawasan yang dilakukan memperlihatkan bentuk kedekatan dan juga pemantauan yang diharapkan santri dapat terkontrol selama di pesantren hal ini memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih intens lagi baik dari pengurus santri itu sendiri ataupun dari santri, begitupun dengan pengurus dengan santri, dengan diangkatnya sebagai dewan


(19)

kepengurusan di santri ini menjadi memperluas dan mempermudah interkasi pengurus dengan kyai.

Interaksi yang terjadi dipesantren terutama kita lihat pada interaksi yang terjadi antara santri dan kyai merupakan yang termasuk kedalam elemen penting dari pesantren itu sendiri, memperlihatkan perbedaan hubungan yang biasa terjadi antara guru dan murid dikelas-kelas formal, atau sebagaimana dosen dengan mahasiswa, jauh dari itu hubungan yang dibangun antara santri dengan kyai sangatlah berbeda, santri yang memposisikan peranan kyai sebagai sesuatu yang sentral dan amat penting dalam keberlangsungan pesantren dan tentunya sebagai santri akan senantiasa taat dan patuh termasuk kesejalanan pemikiran dengan kyai, jika kita melihat pada guru dengan murid atau dosen dengan mahasiswa mereka boleh berargumen dan membeberkan keberlainan pemikiran tapi yang terjadi pada kyai dengan santri hanya sebatas penerimaan dan juga kesejalanan pemikiran seperti yang sudah diungkapkan.

Didalam pengajaran dan pendidikan di pesantren terdapat sistem sorogan

dan balagan sebagaimana dijelaskan oleh Mutohar dalam bukunya ideologi pendidikan pesantren bahwa sorogan artinya belajar secara individual dimana seseorang santri berhadapan dengan seorang kyai untuk mempelajari suatu materi pelajaran, sehingga terjadi interaksi langsung dan saling mengenal di antara keduanya (Mutohar,2007: 26).

Metode pembelajaran ini merupakan metode tradisi pengajaran selama dipesantren yang lebih penting dari seluruh sistem pendidikan pesantren, hal ini


(20)

5

dikarenakan menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari santri. Begitupun menurut Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren; “sistem sorogan ini terbukti efektif sebagai tahap pertama bagi seorang santri untuk melangkah ketahap selanjutnya, tapi dalam hal ini sistem

sorogan menjadi sulit karena sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan juga disiplin pribadi pengajar dan santri itu sendiri.” (Dhofier, 2011: 54)

Lantas dilihat pada interaksi komunikasi yang terdapat didalamnya bukan hanya melibatkan satu orang saja, melainkan lebih kompleks lagi interaksi yang terjadi melibatkan aspek perasaan, ikatan yang kuat antara santri dengan kyai dan juga bagaimana pemahaman dalam setiap interaksi yang terjalin.

Sistem pendidikan lainnya adalah balagan metode ini juga disebut dengan sebutan bandongan atau weton, dalam buku Tradisi Pesantren, Zamakhsyari Dhofier mengungkapkan, sistem ini dilakukan dengan cara sekitar 5 sampai 500 santri mengelilingi kyai dan mendengarkan kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan kitab-kitab dengan kajian tingkat tinggi. (Dhofier, 2011: 54), sementara santri memberikan catatan-catatan pada kitab-kitab yang mereka pelajari dan biasa mereka menyebut teknik ini dengan sebutan ngalogat,

dalam interaksi yang terjadi ketika sistem balagan berlangsung ini menyangkut kepada interaksi yang melibatkan banyak individu. Kyai akan senantiasa memberikan penjelasan-penjelasan sementara santri memaknai setiap pengajran yang diberikan oleh kyai.

Dari sinilah peneliti melihat bagaimana sebuah tradisi dari sorogan dan

balagan yang akhirnya menjadi unsur terpenting dalam sistem pengajaran yang berada di pesantren, interaksi yang dimunculkan akan kekhasan pesantren akan


(21)

terlihat dari metode pengajaran yang diajarkan kepada santri, hal ini akan berbeda dengan pengajaran yang dilakukan pesantren satu dengan lainnya, dimana pesantren akan berpusat pada metode pengjaran yang dianggap efektif dalam hal penyampaian materi yang ditetapkan sebagai tujuan dari pendirian sebuah pesantren.

Berada di pesantren tidaklah hanya ativitas pengajian saja yang dilakukan, dalam keseharian dipesantren berbagai kegiatan dilakukan, baik itu santri ataupun kyai mereka mempunyai peranan dan tempat dalam setiap gerak langkahnya selama dipesantren, kesederhanaan santri dengan berbekalkan tekad untuk mencari ilmu dan semangat cita-citanya membentuk karakter agamis, santri senantiasa melakukan kegiatan yang telah diarahkan oleh kyai, begitupun dengan kyai yang ditempatkan pada elemen paling esensial dari suatu pesantren kyai berusaha menjadi panutan dan memberikan ilmu yang bermanfaat dan nantinya diharapkan mampu untuk diamalkan dan disebarkan kepada masyarakat luas ketika santri bermasyarakat.

Pesantren Salaf sendiri adalah pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa diberikan pengetahuan umum1. Pesantren salaf sendiri diungkapkan oleh H. Hasan

“Pesantren Salaf ya, pesantren yang tradisional, baik itu pelajaran atau kehidupan dipesantren, dulu sebelum pesantren modern muncul segala kebutuhan santri dikerjakan sendiri oleh santri, sementara sekarang ? makan sudah disediakan, baju bisa dicucikan, dalam pelajaranpun santri tidak lagi berpatokan ke kyai melainkan penerjemahan sendiri” (Wawancara H. Hasan, 6 Desember 2014)

1


(22)

7

Dari sini saja kita bisa melihat bagaimana sistem yang diterapkan baik itu pada pesantren salaf ataupun pada pesantren modern (khalaf), interaksi yang terjalin jelas akan berbeda, selain pembentukan lingkungan hal ini juga merupakan hasil bentuk interaksi terutama dalam prosesnya berkomunikasi, pada pesantren

salaf dimana kyai dengan santri yang kemudian digolongkan kepada unsur bagian dari salaf, tetapnya pengelolaan pada pola-pola salaf akan mengarahkan kyai dengan santri kepada satu tujuan yang diinginkan bersama dalam pemeliharaan tradisi pesantren untuk mencetak dan tercetaknya generasi-generasi salafiyah.

Pada sejarahnya Pondok pesantren Al-Hikamussalafiyah merupakan pesantren yang berada di Kabupaten Purwakarta, pesantren ini berdiri pada tahun 1840 M, yang didirikan oleh KH. Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim yang akarab dengan panggilan Ajengan Emed, beliau adalah santri dari Maulana Syeh Yusuf yang merupakan seorang ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad ke 19. Begitu lama pesantren ini bertahan sejak tahun pendiriannya, Pesantren yang sempat bubar karena adanya gangguan keamanan pengacauan DI/TII pada tahun 1957 M yang kemudian pada tahun 1963 M dimulainya kembali perintisan pembangunan pesantren oleh KH. Ijudin. Nilai historis yang begitu panjang dan menyumbangkan cerita pembangunan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah memberikan satu sumbangan yang bermanfaat dalam kelangsungan ajaran Agama Islam.

Nilai historis yang begitu panjang 174 tahun lamanya Pesantren Al-Hikamussalafiyah masih eksis dalam penyebaran ajaran keagamaan, dari sinilah peneliti melihat kelayakan dan kemenarikan penelitian terutama pada fokus


(23)

penelitian bagaimnana aktivitas komunikasi pesantren salaf dalam mempertahankan tradisi sorogan dan balagan.

Aktivitas pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta terdapat unsur komunikasi yang sangat berpengaruh besar dalam setiap kegiatan yang dilakukan di lingkungan pesantren, dalam hal ini kegiatan tersebut erat kaitannya dengan etnografi komunikasi.

Dalam bukunya Engkus Kuswarno mengemukakan etnografi komunikasi “Etnografi komunikasi melihat perilaku dalam konteks sosiokultural, mencoba menemukan hubungan antara bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana peristiwa komunikasi itu berlangsung.” (Kuswarno, 2008:17). Seperti halnya Gumperz dalam Engkus Kuswarno yang menyatakan:

“Perlunya untuk melihat konteks sosial politik yang lebih besar dimana

sebuah proses komunikasi berlangsung, karena itu akan mempengaruhi pola komunikasi yang digunakan. Pemolaan dalam kajian etnografi disebut juga sebagai hubungan antara komponen komunikasi dan

peristiwa komunikasi.” (Kuswarno, 2008:18)

“Etnografi komunikasi sendiri memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integritas tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan linguistic, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya.” (Kuswarno, 2008:18)

“Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku komunikasi menururt ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok, atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi.” (Kuswarno, 2008:35)

Dalam pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa etnografi komunikasi merupkan salah satu dari sekian banyak studi penelitian kualitatif, yang digunakan untuk melihat berbagai gejala komunikasi pada manusia dalam suatu


(24)

9

masyarakat tutur, untuk memahami pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai studi penelitian ataupun landasan teori, bisa kita lihat dari tiga isu dasar yang yang melatari etnografi komunikasi yaitu bahasa, komunikasi, dan kebudayaan seperti mana yang dikemukakan Engkus Kuswarno dalam bukunya etnografi komunikasi. “Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya. Kebudayaan mencakup semua hal yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat. Suatu kebudayaan mengandung semua pola kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat, seperti dalam bidang ekonomi, religi, hukum, kesenian, dan lain sebagainya.” (Kuswarno. 2008:10)

Dalam Penelitian ini komunikasi yang dilakukan di pesantren salaf

menunjukan adanya pertukaran simbol-simbol tertentu yang memperlihatkan adanya sebuah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi ini termasuk kedalam lingkup etnografi komunikasi, dikatakan oleh Hymes dalam buku Engkus Kuswarno aktivitas komunikasi adalah

“Aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa

-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi, adalah peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang.” (Kuswarno. 2008:42)

Menurut Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki bagian-bagian yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif. Situasi yang sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktivitas yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas dalam interaksi yang terjadi disana. Peristiwa komunikatif merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif yaitu sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Kerangka yang dimaksud Dell Hymes menyebutnya sebagai nemonic. Model yang diakronimkan dalam kata SPEAKING,


(25)

yang terdiri dari: setting/scence, partisipants, ends, act sequence, keys, instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan komunikatif yakni fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.

Maka dari itu berdasarkan uraian diatas maka peneliti menganggap bahwa aktivitas komunikasi pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta merupakan sebuah kajian yang menarik untuk diteliti, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana aktivitas komunikasi pesantren salaf di pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam hal ini peneliti melihat kemenarikan penelitian ini dapat diteliti melalui sebuah pendekatan etnografi komunikasi yang akan menguraikan setiap detail makna yang terdapat didalamnya.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pernyataan yang jelas, tegas, dan konkrit mengenai masalah yang akan diteliti, adapun berdasarkan latar belakang masalah diatas yang peneliti kemukakan maka peneliti membuat rumusan masalah yang terdiri dari pertanyaan makro dan pertanyaan mikro, yaitu sebagai berikut :

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Adapun inti dari penelitian ini sebagaimana dirumuskan dari permasalahan dalam penelitian adalah;

Bagaimana Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan Balagan ?


(26)

11

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Untuk memudahkan hasil penelitian, maka inti masalah tersebut peneliti jabarkan kedalam beberapa sub-sub masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana Situasi Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan

Balagan ?

2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan

Balagan ?

3. Bagaimana Tindakan Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan

Balagan ?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti

mengenai “Aktivitas Komunikasi Pesantren salaf di Pesantren

Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan

Balagan” adalah sebagai berikut :

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk analisis, mendeskripsikan menjelaskan tentang Aktivitas Komunikasi Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan


(27)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui jumlah keseluruhan dari rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Situasi Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi

Sorogan dan Balagan.

2. Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan Balagan.

3. Untuk mengetahui Tindakan Komunikatif Pesantren salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan Balagan.

1.4Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik seara teoritis maupun praktis. 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini secara teoritis umumnya diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya yang berkaitan tentang Aktivitas Komunikasi.


(28)

13

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan memberikan suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan, dan kegunaan secara praktis pada penelitian sebagai berikut:

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah pengetahuan tentang ilmu komunikasi secara umum dan menambah wawasan tentang aktifitas komunikasi yang berkaitan dengan etnografi komunikasi secara khusus.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara umum, mahasiswa Ilmu komunikasi secara khusus, sebagai literatur terutama untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kegiatan yang sama yaitu tentang aktivitas komunikasi pesantren salaf di PesantrenAl-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam mempertahankan tradisi Sorogan dan

Balagan.

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Pesantren

Penelitian ini diharapkan berguna bagi kyai dan juga santri salaf di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Purawakarta secara khusus dan pesantren lainnya secara umum sebagai informasi pengetahuan mengenai kajian komunikasi.


(29)

1.4.2.4 Kegunaan Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang ingin mencari informasi dan menambah pengetahuan tentang tradisi yang ada khususnya yang berkaitan dengan pesantren serta mampu untuk dijadikan satu pandangan kearifan sebuah tradisi.


(30)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu yang Sejenis

Tinjauan Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan-rujukan berhubungan dengan informasi penelitian. Penelitian terdahulu ini berupa hasil penelitian yang sudah dilakukan, penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi adalah sebagai berikut :

A. Penelitian dengan judul : Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik Belitung (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Tradisi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik, Belitung)

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik Belitung. Untuk menjabarkannya maka fokus masalah tersebut peneliti dibagi kedalam sub-sub mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif dalam Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik Belitung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitataif dengan studi etnografi Komunikasi dengan teori subtantif yaitu Interaksi Simbolik. Subjek penelitian ini adalah masyarakat Selat Nasik dua (2) orang


(31)

informan kunci dan empat (4) orang informan pendukung yang diperoleh dengan teknik purpossive sampling yang bersifat Snowball sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet searching. Teknik uji keabsahan data dengan cara meningkatkan ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Situasi komunikatif yang terjadi saat aktivitas komunikasi upacara adat maras taun berlangsung sangat sakral. Tempat pelaksanakan prosesi ini di tanah timbun, peristiwa komunikatif upacara adat maras taun merupakan bentuk ritual khusus yang dilaksanakan setiap setahun sekali berdasarkan ketentuan adat dan jatuh tepat pada waktu panen masyarakat Selat Nasik. Sedangkan tindakan komunikatif yang terdapat dalam upacara adat maras taun di Selat Nasik yaitu bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku verbal dan nonverbal.

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik wajib dilaksanakan karena merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi masyarakat Selat Nasik untuk menghormati leluhur dan sudah menjadi tradisi setiap tahunnya.

Saran lebih memfokuskan lagi upacara adat maras taun terutama dalam mendekatkan diri kepada masyarakat untuk mendapatkan sumber informasi yang lebih baik lagi. pemerintah jangan dimanfaatkan sebagai ajang


(32)

17

mencari dukungan atau simpati politik dan permainan uang kepada masyarakat selat nasik. (Anggi Merinda; NIM. 41810155/Ilmu Komunikasi UNIKOM:2014)

B. Penelitian dengan Judul Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka fokus masalah tersebut peneliti dibagi ke dalam beberapa sub-sub masalah mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dalam upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif tradisi etnografi komunikasi dengan teori subtantif yang diangkat yaitu interaksi simbolik dan pemusatan simbolis.

Subjek penelitian adalah masyarakat Kampung Naga yang mengikuti upacara Hajat Sasih sebanyak 5 (lima) orang, terdiri dari 3 (tiga) informan dan 2 (dua) informan kunci yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet searching.

Teknik uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota.


(33)

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, Situasi Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih ini bersifat sakral, tempat pelaksanaannya yaitu Sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang dikeramatkan. Peristiwa Komunikatif dalam upacara Hajat Sasih yaitu perayaan dalam bentuk ritual khusus yang dilaksanakan satu tahun enam kali berdasarkan hari-hari besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhurnya, sedangkan Tindakan Komunikatif yang terdapat dalam upacara Hajat Sasih yaitu berbentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal.

Simpulan dari penelitian ini bahwa aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaannya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula. (Septian Restu Unggara, NIM : 41808037, Ilmu Komunikasi UNIKOM : 2012)


(34)

19

C. Penelitian dengan judul : Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya. Untuk dapat menjawab mengenai Aktivitas tersebut. Peneliti mencoba untuk mengangkat tiga sub fokus, yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dari Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya.

Tipe penelitian ini adalah kualitatif, Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis etnografi komunikasi. Informan penelitian pada penelitian ini berjumlah 4 orang informan, Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, analisis dokumen, studi pustaka, internet searching, dan dokumentasi.

Hasil penelitian pada situasi komunikatif tempat terjadinya peristiwa atau proses komunikasi penyandang tunanetra pada saat di dalam yayasan maupun situasi komunikasi di luar yayasan. Peristiwa komunikatif adalah perubahan kode (code alternation). Tindakan komunikatif adalah ketika penyandang tunanetra dapat menjalankan


(35)

semua program yang direncanakan pada aktivitas komunikasi penyandang tunanetra melalui interaksi tunggal.

Kesimpulan yang diperoleh adalah aktivitas komunikasi penyandang tunanetra, semua program yang telah dijalankan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membuat penyandang tunanetra dapat berinteraksi secara baik dengan orang lain agar dapat mencapai kehidupan yang mandiri dan diterima dilingkungannya.

Saran peneliti kepada Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia sebagai lembaga sosial sebaiknya, penyandang tunanetra diperhatikan dalam pembinaannya secara serius melalui komunikasi terus menerus dan berkesinambungan, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Memperbaiki kualitas materi pendidikan inklusif yang sesungguhnya memiliki peran penting dalam menjalani setiap Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya. (Trivan Andreas Manihuruk, NIM : 4110084, Ilmu Komunikasi UNIKOM : 2014)


(36)

21

Tabel 2.1

Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu yang Sejenis

NAMA Anggi Merinda Septian Restu. U

Trivan Andreas Manihuruk

TAHUN 2014 2012 2014

PERGURUAN TINGGI

UNIKOM UNIKOM UNIKOM

JUDUL

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik Belitung (Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Tradisi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik, Belitung)

Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)


(37)

HASIL

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Situasi komunikatif yang terjadi saat aktivitas komunikasi upacara adat maras taun berlangsung sangat sakral. Tempat pelaksanakan prosesi ini di tanah timbun, peristiwa komunikatif upacara adat maras taun merupakan bentuk ritual khusus yang dilaksanakan setiap setahun sekali

berdasarkan ketentuan adat dan jatuh tepat pada waktu panen masyarakat Selat Nasik. Sedangkan tindakan komunikatif yang terdapat dalam

Aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaanya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.

Hasil penelitian pada situasi komunikatif tempat terjadinya peristiwa atau proses komunikasi

penyandang tunanetra pada saat di dalam yayasan maupun situasi komunikasi di luar yayasan. Peristiwa komunikatif adalah perubahan kode (code alternation). Tindakan komunikatif adalah ketika penyandang tunanetra dapat menjalankan semua program yang direncanakan pada aktivitas komunikasi penyandang tunanetra melalui interaksi tunggal.


(38)

23

upacara adat maras taun di Selat Nasik yaitu bentuk perintah, pernyataan,

permohonan dan perilaku verbal dan nonverbal.

KESIMPULAN

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Maras Taun di Selat Nasik wajib dilaksanakan karena merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilakukan setiap tahunnya bagi masyarakat Selat Nasik untuk menghormati leluhur dan sudah menjadi tradisi setiap tahunnya.

Aktivitas komunikasi ritual dalam upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk menghormati leluhur kampung Naga yang pelaksanaanya dilakukan satu tahun enam kali, namun dalam setiap rangkaiannya mempunyai makna yang sama dan aktivitas khas yang sama pula.

Kesimpulan yang diperoleh adalah aktivitas komunikasi penyandang tunanetra, semua program yang telah dijalankan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membuat

penyandang tunanetra dapat berinteraksi secara baik dengan orang lain agar dapat mencapai kehidupan yang mandiri dan


(39)

diterima

dilingkungannya.

SARAN

Saran lebih

memfokuskan lagi upacara adat maras taun terutama dalam mendekatkan diri kepada masyarakat untuk mendapatkan sumber informasi yang lebih baik lagi.

pemerintah jangan dimanfaatkan sebagai ajang mencari

dukungan atau simpati politik dan permainan uang kepada

masyarakat selat nasik.

Diharapkan dapat menjadi bahan rujukan, tanpa melupakan nilai keaslian dalam penelitian dibidang Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, khususnya Makna Komunikasi Nonverbal dalam Kesenian Debus di Kebudayaan Banten.

Saran peneliti kepada Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia sebagai lembaga sosial sebaiknya, penyandang tunanetra diperhatikan dalam pembinaannya secara serius melalui komunikasi terus menerus dan berkesinambungan, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Memperbaiki kualitas materi pendidikan inklusif yang sesungguhnya

memiliki peran penting dalam menjalani setiap


(40)

25

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya.

Sumber : Peneliti, 2014

2.1.2 Tinjauan tentang Ilmu Komunikasi

Komunikasi merupakan jalur penting yang menghubungkan kita di dunia, sarana kita menampilkan kesan, mengekspresikan diri, mempengaruhi orang lain dan lain-lain, maka melalui komunikasi lah kita membangun hubungan dengan beragam jenisnya, dengan begitulah komunikasi sangatlah mendasar bagi kehidupan kita.

2.1.2.1Pengertian Ilmu Komunikasi

Suatu pemahaman popular mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selembaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi.

Pemahaman komunikasi sebagai sebagai proses searah ini oleh

Michael Burgoon disebut “definisi berorientasi sumber” (

source-oriented-definition). Definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan


(41)

untuk membangkitkan repon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu.

Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut:

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner :

“komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

Carl I. Hovland :

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain (komunikate). Everett M. Rogers :

“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Raymond S. Ross :

“Komunikasi (Internasional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan symbol-symbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator. (Mulyana, 2007: 67)


(42)

27

2.1.2.2 Proses Komunikasi

Secara umum banyak ilmuwan sepakat bahwa komunikasi itu merupakan sebuah proses penymapaian pesan dalam bentuk ide, gagasan, pikiran, emosi, perilaku, dan sebagainya. dalam proses komunikasi terdapat empat kemungkinan jenis pesan (1) Verbal disengaja; (2) Verbal tidak disengaja; (3) Non Verbal disengaja; (4) Non Verbal tidak disengaja. Pesan verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Pesan verbal tidak disengaja adalah sesuatu yang dikatakan tanpa bermaksud mengatakannya. perbedaan antara pesan non verbal disengaja dan tidak disengaja adalah dalam aspek keinginan.

Onong Uchjana Efendi (2001:11) membagi proses komunikasi dalam dua sisi, yaitu proses komunikasi secara primer dan sekunder. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Sementara itu, proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain menggunakan alat dan sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses komunikasi terdiri dari penyebar pesan, pesan, dan penerima pesan.


(43)

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

Harold D. Laswell (1948), memaparkan bahwa fungsi komunikasi sebagai berikut :

1. Menjaga atau mengawasi lingkungan (surveillance of the environment);

2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk lingkungannya (correlation of the part of society in responding to the environtment); dan

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transmission of social heritage).

Fungsi Komunikasi menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, dapat dijelaskan seperti berikut :

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikator itu penting untuk membangun konsep-diri kita, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar daritekanan dan ketegangan, anatar lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain (Mulyana, 2010 : 5).

2. Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspreasif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh


(44)

29

komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita” (Mulyana, 2010:21).

3. Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri, yang bersifat abadi, danbahwa kita diakui dan diterima dalam kelompok kita (Mulyana, 2010 : 25).

4. Komunikasi Instrumental

Mempunyai beberapa tujuan umum : menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen


(45)

untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (Mulyana, 2010 : 30). 2.1.2.4Unsur-unsur Komunikasi

Paradigma Harold D. Lasswell menunjukan bahwa komunikasi

meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan sebagai berikut ”Who

Says What in Which Channel to Whom With What Effect?” yaitu :

1. Komunikator.

“Komunikator adalah pihak yang menyampaikan atau mengirm pesan kepada khalayak karena itu komunikator biasa di sebut pengirim, sumber, source, atau encoder.” (Cangara,2005:81)

2. Pesan.

“Pesan (massage) dalam komunikasi tidak lepas dari simbol dan kode, karena pesan yang di kirim oleh komunikator kepada penerima terdiri atas rangkaian simbol dan kode baik secara verbal maupun non verbal.” (Cangara,2005:93) 3. Media.

“Media adalah alat atau sarana yang di gunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan.” (Cangara,2005:119)

4. Komunikan.

“Komunikan biasa di sebut dengan penerima, sasaran, pembaca, pendengar, penonton, pemirsa, decoder, atau khalayak. Komunikan dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok, dan masyarakat.” (Cangara,2005:135) 5. Efek.

“Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan di lakukan sebelum dan sesudah menerima pesan.” (Cangara,2005:147)


(46)

31

2.1.2.5 Bentuk-bentuk Komunikasi

Bentuk-bentuk komunikasi menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, diantaranya :

1. Komunikasi Intrapribadi (Intapersonal Communication)

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik disadari atau tidak. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin ilmu komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dalam komunikasi dua-orang, tiga-dua-orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan dirisendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri (Mulyana, 2010 :80).

2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan hingga


(47)

kapanpun, selama manusi masih mempunyai emosi (Mulyana, 2010:81).

3. Komunikasi Kelompok (group communication)

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi, kelompok pemecah masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (Mulyana, 2010:82).

4. Komunikasi Publik (public communication)

Komunikasi publik adalah komuniaksi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah (umum). Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit daripada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian, dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Komunikasi publik sering bertujuan memberikan penerangan,


(48)

33

menghibur, memberikan penghormatan, atau membujuk (Mulyana, 2010:82).

5. Komunikasi Oganisasi (Organizational Communication)

Komunikasi organisasi adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan ada kalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni : komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horisontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip (Mulyana, 2010:83).

6. Komunikasi Massa (Mass Commnication)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah), maupun elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan selintas (khususnya media elektronik) (Mulyana, 2010:83).


(49)

2.1.2.6 Konseptualisasi Komunikasi

Menurut John R. Wenburg dan Wiliam W. Wilmot juga Keneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, Konseptualisasi komunikasi dibagi menjadi tiga pandangan pemahaman sebagaimana dikutip oleh Deddy Mulyana dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar diantaranya :

1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Suatu pemahaman popular mengenai komuinkasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari sesorang kepada seseorang lainnya, baik secara langsung (tatap muka) maupun melalui media. Misalnya, seseorang itu mempunyai informasi mengenai suatu masalah, lalu ia menyampaikan kepada orang lain, orang lain mendengarkan, dan mungkin berperilaku sebagai hasil mendengarkan pesan tersebut, lalu dianggap komunikasi sudah terjadi. Jadi komunikasi diabggap suatu proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berkahir pada penerima, sasaran atau tujuannya. Pemahaman komunikasi sebagai proses satu arah boleh di aplikasikan pada komunikasi tidak langsung, seperti pada pidato yang tidak melibatkan banyak Tanya jawab dan komunikasi massa (cetak dan elektronik). (Mulyana, 2010 :67).


(50)

35

2. Komunikasi sebagai interaksi

Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal maupun non verbal, seseorang penerima bereaksi dengan member jawaban verbal atau menganggukan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Pokoknya masing-masing dari kedua pihak berfungsi secara berbeda, bila yang satu sebagai pengirim, maka tang satunya lagi sebagai penerima. Begitu pula sebaliknya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis dari pada komunikasi sebagai tindakan satu arah.

Namun pandangan kedua ini masih membedakan para peserta sebagai pengirim dan pemnerima pesan, karena itu masih tetap berorientasi sumber, meskipun kedua peran tersebut dianggap bergantian. Jadi, pada dasarnya proses interaksi yang berlangsung juga masih bersifat mekanis dan statis. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi kedua ini adalah umpan balik, yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang disampaikan sebelumnya (Mulyana, 2010 : 72).


(51)

3. Komunikasi sebagai transaksi

Dalam konteks ini komunikasi adalah proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati, artinya, komunikasi terjadi apakah para pelakunya mengajak atau tidak, dan bahkan meskipun menghasilkan respons yang tidak dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain (Mulyana, 2010 :74).

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi 2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal ataupun non verbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik (dyadic communication)yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami-istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.(Mulyana, 2010:81)

Sedangkan menurut Miller dan Steinberg (1975) yang dikutif (Muhamad Budyatama, 2011,4) dalam bukunya Teori Komunikasi


(52)

37

Antarpribadi, bahwa komunikasi antarpribadi terdapat tiga tingkatan analilis yaitu, kultural, sosiologi, dan psikologis.

a. Analilis Tingkat Kultural

Kultural merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi: Kata-kata, tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah, pengguna waktu, ruang dan materi, dan cara ia bekerja, bermain, bercinta, dan mempertahankan diri. kesemuanya itu dan lebihnya merupakan system-sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dpata dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku konteks sejarah, sosial, dan kultural.

b. Analisis Tingkat Sosiologis

Prediksi komunikator tentang reaksi penerima atau receiver

terhadap pesan-pesan yang disampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima dalam kelompok social tertentu, maka komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologi.

c. Prediksi mengenai reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analilis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi analilis pada tingkat psikologis.

2.1.3.2 Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan di mana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh


(1)

323

2. Penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik PPA, Kopertis Wilayah IV (Jawa Barat), Universitas Komputer Indonesia 2014-2015

3. Perwakilan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia dalam kegiatan Apresiasi Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Pemuda Indonesia oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2014 4. Founder Dewan Perwakilan Kelas Mahasiswa Ilmu Komunikasi & Dewan

Kehormatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2014

5. Perwakilan Universitas Komputer Indonesia dalam Pembinaan Karakter Mahasiswa Se-Kopertis Jawa Barat – Banten (Wilayah IV) 2014

6. Ketua Pelaksana Study Tour Mass Communication Goes to RCTI TV and NET TV, Jakarta 2013

7. Founder Komunitas Sosial “Komunitas Gotong Royong” Kabupaten Purwakarta 2013

8. Ketua Pelaksana Kuliah Umum Komunikasi Politik, FISIP – UNIKOM Bersama Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Bandung 2013

9. The Winer of Business Creative Plan Entrepreneurship, GMKI & Dongkrak Sukses Bandung 2013

10.Juara ke-1 Debat Bahasa Sunda Tingkat SLTA Se-Kabupaten Purwakarta, 2010 STIE Dr. Khez. Muttaqien

11.10 Besar peserta terpilih dalam Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa I Tingkat SMP/MTs – SMA/MA Se-Kabupaten Purwakarta 2007


(2)

324

12.Juara Umum Lintas Alam III Tingkat MTs Se-Ranting Wanayasa 2007 13.Juara Umum Lintas Alam II Tingkat MTs Se-Ranting Wanayasa 2006 14.Juara ke-1 Puisi Pondok Pesantren Alhidayah Wanayasa, Purwakarta 2005 15.Juara ke-2 Puisi Pondok Pesantren Alhuriyah Wanayasa, Purwakarta 2004 16.Juara ke-1 Puisi MI Alhuriyah Sukadami, Wanyasa, Purwakarta 2004 17.Juara ke-2 Puisi Tingkat SD Sewilayah Taringgul Tonggoh, Sukadami,

Taringgul Tengah, Wanayasa-Purwakarta 2004

18.Juara Ke-1 Puisi Tingkat SD Se-kecamatan Wanayasa Dalam Rangka Porseni tingkat Kabupaten Purwakarta 2004

Karya Tulis

Gerakan Desa Gotong Royong - “Peran Pemerintah untuk Membina Pendidikan Mental dan Karakter agar Terciptanya Partisipasi Masyarakat Mandiri dalam Pengembangan Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar Melalui Usaha Terpadu” – Karya Tulis Ilmiah

Bandung, Februari 2015


(3)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim,

Assalamuallaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur hamba panjatkan kepada Allah SWT. Rabb pemilik alam semesta. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan dan pemberi contoh kebaikan bagi kita yaitu Nabi Muhammad Rasulullah SAW., semoga salam ini tersampaikan pula kepada keluarga, dan para sahabatnya. Allhamdulillah atas pertolongan dan juga kekuatan-Mu ya Allah, Skripsi dengan judul Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf (Studi Etnografi

Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Pesantren Salaf di Pesantren

Al-Hikamussalafiyah Purwakarta dalam Mempertahankan Tradisi Sorogan dan

Balagantelah terselesaikan dengan penuh kebanggaan.

Untuk sepasang malaikat, Peneliti ucapkan terimakasih atas dukungan berupa moril maupun materil yaitu, Ayahanda H. Ade Mulyadi dan Ibunda Hj. Komala kasih yang telah diberikan selalu senatiasa menemani, doanya selalu dirasa mampu memberikan motivasi tersendiri bagi Peneliti sehingga Skripsi yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini dapat terselesaikan.

Banyak sekali pihak yang telah membantu menyelesaikan Skripsi yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini, untuk itu Peneliti sampaikan banyak terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada;


(4)

1. Rektor Universitas Komputer Indonesia, Bapak Dr. Ir. H. Eddy Suryanto Sugoto, yang telah menyediakan institusi pendidikan karenanya Peneliti dapat melanjutkan jenjang pendidikan di Strata – 1 (S1) ini. 2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Prof. Dr. Samugyo

Ibnu Redjo, Drs., M.A., yang telah memberikan izin dan surat dalam skripsi penelitian yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini.

3. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Ibu Melly Maulin P., S.Sos., M.Si., yang telah memberikan arahan dalam Skripsi penelitian yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana.

4. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi, Bapak Sangra Juliano P. M.I.Kom, yang telah memberikan dukungan dalam Skripsi penelitian yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini.

5. Wali Dosen, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Inggar Prayoga, M.I.Kom., yang telah memberikan persetujuan perwalian sehingga Peneliti telah sampai pada SKS yang dicapai untuk melaksanakan penelitian skripsi, dan telah sabar membimbing Peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Khususnya

Konsentrasi Ilmu Humas, yang telah memberikan ilmu dan dukungannya

pada setiap perkuliahan sehingga dapat diaplikasikan dalam penelitian skripsi yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini.

7. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md. selaku Sekretaris Dekan FISIP, dan Ibu Astri Ikawati, A.Md. Kom., selaku Sekretariat Program Studi Ilmu


(5)

viii

Komunikasi yang telah membantu Peneliti dalam pengurusan surat-surat perizinan dalam penelitian skripsi yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini.

8. Saudara, adik tercinta Muhammad Nizar Mustofa dan Seluruh

Keluarga BesarH. Abdul dan H. Ujen yang selalu menyemangati dan

berbagai dukungan dalam penyusunan skripsi penelitian yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini.

9. Untuk sahabat-sahabat ku tercinta Arieska Nabila Kusumadewi, Annisa Ayulia, Raden Dina Chaerunnisa, Kevin Fajar Dinihari, Arum Tresna

Chairunisa, Shendi Rosyian Dwicahya, Marlinah, Dwika Ovelia

Frishkandhi, Shinta Nur Imansari, yang telah memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang, dan semangat kepada Peneliti.

10.Untuk sahabat seperjuangan Nenden Sari Riswanda, dan Seluruh Mahasiswa IK Skripsi Semester Ganjil 2014-2015, terimakasih atas dukungan dan juga motivasi yang selalu diberikan kepada Peneliti.

11.Untuk Sahabat-Sahabat di Purwakarta Vian Supriyanto, Rozan Mutawakkil, Asep Mugni, Irfan Ambari, Dessy Ayu Aliani, terimakasih atas semua pengertian dan kesediaanya dalam bantuan untuk Peneliti.

12.Rekan-rekan kelas IK 3 2011, IK HUMAS 2 2011, dan IK HUMAS 2 2010 terimakasih atas semangat yang diberikan kepada Peneliti.

13.Rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Dewan Perwakilan Kelas Ilmu Komunikasi, Majelis Permusyawaratan


(6)

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Dewan Kehormatan Ilmu Komunikasi,

dan Seluruh Mahasiswa Ilmu Komuniakasi terimakasih atas dukungan

kepada Peneliti selama ini.

14.Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi penelitian yang diajukan untuk memenuhi ujian sarjana ini yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti mendoakan bagi yang telah membantu berupa materil ataupun non-materil semoga semuanya dapat dibalas berupa ganjaran pahala dari Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Aamiin.

Akhirnya Peneliti berharap tulisan yang sederhana ini semoga dapat bermanfaat khususnya bagi Peneliti dan umumnya bagi pembaca dalam upaya menambah khasanah keilmuan. Semoga Allah SWT. senantiasa menyertai segala usaha ini. Amin.

Bandung, Februari 2015 Peneliti

Faisal Abdul Rahman NIM. 41811083