KONTRIBUSI PESANTREN SALAF DALAM MEMPERK

Forum Bahtsul Masa’il Pondok Pesantren (FBMPP) Pare Kediri)

Khamim*

Abstract

Three pesantren salaf joining in Bahtsul Masa’il Forum of Pesantren Pare, those are Pesantren Fathul ‘Ulum Kwagean, Darussalam Sumbersari and Mahir ar-Riyadh Ringinagung, are engaged in composing “Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kiai NU”as a review for “Buku Putih Kiai NU” by Afrakhi, a book that has arisen unrest and slander among the Muslim. In this book, hadith is used and comprehended employing method and approach of understanding hadith. This study is examining the contribution of pesantren salaf in strengthening Islam ahl al-sunnah wa a al-jama’ah related to the review and usage of hadith, as well as the underlying background. This qualitative ield research uses phenomenological approach. The results show that the contribution of pesantren salaf in strengthening Islam ahl al-sunnah wa a al-jama’ah are providing hadith that is comprehended as the source of jurisprudence or, related to a problem, examining, reviewing, and synthesizing the hadith with other hadith or relating it with Al-Qur’an. Such contribution was underlied by a view that hadith constitutes a source of Islamic jurisprudence, by societal demand and the appeal of religious institution to put hadith at the results of Bahthul Masa’il decision, and by the necessity of hadith contextualization as well.

Keywords; Bahtsul Masa’il, Ijtihad, Hadits, Pesantren Salaf, Ahlussunnah wal Jama’ah

I. PENDAHULUAN

bandongan, para kiai selain membacakan dan

A. Latar Belakang Masalah

menerjemahkan kitab, juga memberikan pandangan-pandangan pribadi (interpretasi), baik

Di antara fungsi pesantren salaf adalah mengenai isi teks maupun bacaannya. Sementara

sebagai lembaga pendalaman pengetahuan santri hanya memberi arti dengan makna gandul

agama ( tafaqquh i al-din), 1 selain juga sebagai pada setiap kata yang belum dimengerti artinya

“cagar masyarakat” yang kental dalam mewarnai kehidupan kelompok masyarakat. 2

dan mencatat beberapa keterangan tambahan

guru. Dalam menggunakan hadis dari kitab-kitab Sebagai lembaga tafaqquh i al-din, pesantren sumber hadis, para santri belum melakukannya

salaf selain mengajarkan kitab-kitab kuning dalam BM, karena mereka hanya mengambil

dengan menggunakan sistem sorogan, bandongan ta’bir (ungkapan) dari kitab-kitab mu’tabar

maupun wetonan, 3 juga melaksanakan kegiatan sebagai jawaban terhadap persoalan. Mereka

bahts al-masa’il (selanjutnya disebut dengan tidak mencoba mempertemukan ta’bir kitab

BM) sebagai sebuah kajian terhadap masalah keagaman terutama hukum Islam. 4

dengan dasar al-Qur’an atau hadis. Bahkan dalam

tradisi amaliah sehari-hari terutama amalan- Dalam mempelajari kitab kuning termasuk

amalan sunnat yang utama, di pesantren salaf kitab hadis dan ‘ulum al-hadith, pada sistem

banyak digunakan hadis-hadis lemah (da’if), palsu

* Dosen Jurusan Syari’ah STAIN Kediri.

(mawdu’) atau bahkan bukan hadis (la asl lah). 5

1“Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional di Indonesia”, http://blog.re.or.id/pendidikan-pondok-pesantren-tradisional- di-indonesia.htm (2 April 2012).

5 Sebagai indikasi penggunaan hadis da’if dan mawdu’,

2Nunu Ahmad an-Nahidl, “Pesantren dan Dinamika pesantren mengkaji kitab Fath al-Mu’in bi Sharh Qurrat al-‘Ayn Pesan Damai” dalam Edukasi Vol. 4 Nomor 3 (2006), hlm. 16.

karya al-Malibari, Durrat al-Nasihin i al-Wa’z wa al-Irshad karya

3Zamakhsyari Dhoier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Uthman al-Khawburi, dan kitab Tanbih al-Gailin karya Abu Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 41 dan 50-51.

al-Layth al-Samarqandi. Pada kitab terakhir itu dijelaskan, 4“Bahts al-Masa’il”, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 1, ed. Abdul

pahala puasa hari ‘Ashura seperti 10.000 melakukan haji dan Azis Dahlan et.al. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm.175.

sebagainya.

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

Beberapa uraian di atas menunjukkan, Buku ini mendapat tanggapan dan reaksi bahwa kebanyakan pesantren salaf tidak keras dari berbagai pihak. Hasil investigasi menggunakan hadis dalam menetapkan hukum “Densus 99 Anti Teroris Aqidah” 10 terhadap Islam pada kegiatan BM, karena kebanyakan Afrokhi menyebutkan, bahwa Afrokhi dengan menggunakan qawl ulama. Namun pada tiga buku batilnya telah menimbulkan keresahan, pesantren salaf di wilayah eks Kawedanan itnah dan perpecahan di kalangan umat Islam

Pare Kediri, 6 yaitu Pesantren Fathul ‘Ulum bahkan dakwahnya mengajak orang untuk Kwagean, Pesantren Darus Salam Sumbersari, mencaci maki sesama umat Islam. 11 Menurut dan Pesantren Mahir ar-Riyadl Ringin Agung penilaian FBMPP, secara keseluruhan isi telah digunakan hadis dalam kajian hukum “Buku Putih Kyai NU” itu terdapat banyak Islam dan telah dilakukan penyusunan buku penyimpangan dan tuduhan dusta terhadap

dalam persoalan tertentu yang dikuatkan amaliyah warga NU. 12 FBMPP menyusun dengan dalil al-Qur’an dan hadis.

buku “Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kiai Pesantren merupakan salah satu sarana NU” sebagai bentuk tanggung jawabnya

isik Nahdlatul Ulama’ (NU). 7 Kedekatan untuk memberikan jawaban atas pernyataan- hubungan warga NU dengan pesantren pernyataan yang penuh dengan tuduhan dusta.

sering digambarkan dalam sebuah adagium Kajian pada buku itu dilengkapi dengan dasar “pesantren adalah NU kecil dan NU adalah al-Qur’an dan hadis setelah mengkaji ulang

pesantren besar”. 8 NU sebagai salah satu terhadap pemahaman hadis dan teks-teks organisasi sosial keagamaan, menganut faham sumber yang digunakan oleh Afrokhi. 13 ahl al-sunnah wa al-jama’ah (aswaja). Jika NU

Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengikuti faham aswaja, maka bisa dipastikan melakukan studi tentang kontribusi pesantren pesantren juga mengikuti faham yang sama, salaf di Kediri dalam pemahaman dan bahkan pesantren akan melakukan pembelaan- penggunaan hadis. Penelitian itu menjadi pembelaan terhadap hal-hal yang menyimpang penting, karena sangat terkait dengan upaya dari faham aswaja, karena sesuai dengan memahami syari’ah, terutama persoalan fungsinya sebagai “cagar masyarakat”. Tiga hukum yang bersumber dari al-Qur’an dan pesantren salaf di atas, di samping pesantren hadis hukum. Kecuali itu, penelitian ini salaf lain di kecamatan-kecamatan eks bermaksud mempelajari hal-hal yang melatar Kawedanan Pare yang bergabung pada Forum belakangi kontribusi di atas.

Bahtsul Masa’il Pesantren Pare (FBMPP), 9

terlibat dalam penyusunan buku “Meluruskan

B. Masalah Penelitian

Kesalahan Buku Putih Kiai NU” yang merupakan Berdasarkan latar belakang penelitian di hasil kajian terhadap buku “Buku Putih Kyai atas, permasalahan dalam penelitian adalah:

NU” karya K. Afrakhi Abdul Ghani.

6 Di Kabupaten Kediri terdapat 220 pesantren. “Direktori 10 Team yang disebut dengan Team Sarkub itu terdiri Pesantren Kementerian Agama RI tahun 2008/2009”, (diakses

dari KH. Thobari Syadzili, Ust. Daid Fuadi, Mbah Aqil Fikri, tanggal 19 Maret 2014).

Pengemis Makam, Ka Kanda, Sedot WC & Saifullah (wartawan 7 Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU : Lajnah Bahtsul Aula) mengadakan kunjungan ke tempat tinggal Afrokhi untuk

Masa’il 1926-1999, (Yogyakarta: LkiS, 2004), hlm. 25-26. silaturrahim dan tabayun (kalriikasi) pada hari Ahad tanggal Kebanyakan pesantren, seperti kebanyakan pesantren salaf

13 Februari 2011.

di Kediri berailiasi pada NU dan sekaligus berkultur NU, 11 “Kisah Ngumpetnya Afrokhi: Hasil Investigasi Terhadap karena pesantren-pesantren itu bertipe pesantren moderat Penulis “Buku Putih Kyai NU” dalam http://annangws.

tradisional. www.alkhoirot.net/2011/07/3-tipe-pondok- blogspot.com/2013/03/kisah-ngumpetnya-afrokhi-hasil.html. pesantren.html (diakses 11 Maret 2014).

(Diakses tanggal 22 Maret 2014).

8 Ahmad Munjin Nasih, Kaum Santri Menjawab Problematika 12 “Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kyai NU” dalam Sosial (Fenomena Bahsul Masail Pesantren Lirboyo Kediri), (Malang:

(Diakses tanggal 22 Maret 2014).

Penerbit Universitas Negeri Malang, 2005), hlm. 64-65. 13 Tim Penyusun, “Pendahuluan”, dalam Ahmad Shodiq 9 LPJ Pengurus FBMPP-PARE Masa Khidmah 2009-2012, dkk., Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kiai NU (Surabaya: Bina 47-48 dan ADART FBMPP, pasal 15.

ASWAJA, 2011), hlm. 3-5.

2 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

1. Bagaimanakah kontribusi pesantren salaf kehujjahan kandungannya sekaligus hadis dalam memperkuat Islam ahl al-sunnah wa sebagai sumber hukum Islam. Dari situ dapat al-jama’ah terkait dengan pemahaman dan dimengerti, bahwa pemaknaan penggunaan penggunaan hadis dalam kajian Islam?

hadis sebagai sumber hukum Islam ternyata

2. Apakah yang melatar belakangi kontribusi digunakan secara langsung (ta’sili) ketika pesantren salaf dalam memperkuat Islam berhadapan dengan persoalan. Namun lebih ahl al-sunnah wa al-jama’ah terkait dengan dari itu terdapat kemungkinan penggunaan pemahaman dan penggunaan hadis dalam hadis sebagai sumber hukum Islam secara kajian Islam?.

tidak langsung, karena melalui ta’bir-ta’bir dalam kitab-kitab salaf yang diyakini sebagai

hasil pemahaman dari al-Qur’an dan hadis Penelitian ini bertujuan untuk :

C. Tujuan Penelitian

(ta’kidi). Kesimpulan kedua itu didasarkan pada

1. Menganalisa kontribusi pesantren salaf pendapat Ibn Hazm yang mengatakan, setiap dalam memperkuat Islam ahl al-sunnah wa persoalan iqih pasti terdapat dasarnya dalam al-jama’ah terkait dengan pemahaman dan al-Qur’an yang kemudian dipublikasikan oleh penggunaan hadis dalam kajian Islam,

al-Sunnah , sebagaimana irman Allah: ÕÏq Å¿

2. Menganalisa hal-hal yang melatar 16 LBN¸»A Ó¯ BÄŁj¯ B¿. belakangi kontribusi pesantren salaf dalam

2. Metode dan Pendekatan Pemahaman Hadis memperkuat Islam ahl al-sunnah wa al-

(Sharh al-Hadith)

jama’ah terkait dengan pemahaman dan Dari kitab-kitab sharh al-hadith karya para penggunaan hadis dalam kajian Islam.

ulama terdahulu dapat diketahui metode pemahaman hadis yang diklasiikasikan

D. Landasan Teori

menjadi tiga, yaitu metode tahlili (analitis), ijmali

1. Kehujjahan Hadis dalam Syari’ah Islam (global) dan muqarin (perbandingan). 17 Metode Umat Islam menyepakati bahwa hadis tahlili adalah menjelaskan hadis Nabi dengan merupakan sumber ajaran Islam kedua memaparkan semua aspek yang terdapat dalam setelah al-Qur’an. 14 Selain bersumber dari al- hadis. Dalam hal ini ulama yang menjelaskan Qur’an, juga dari hadis-hadis, di antaranya hadis (sharih}) terlebih dahulu menjelaskan riwayat al-Hakim, 15 Abu Dawud, Ahmad bin kalimat demi kalimat hadis secara berurutan Hanbal dan al-Tirmidhi dari Mu’adh bin Jabal menyangkut kosa kata, konotasi kalimat, latar tentang dialognya dengan Nabi seputar dasar belakang hadis (sabab al-wurud), keterkaitan penetapan hukum, yaitu al-Qur’an, hadis jika dengan hadis lain dan pendapat yang beredar tidak terdapat dalam al-Qur’an dan ijtihad sekitar pemahaman hadis, baik berasal dari jika tidak terdapat dalam al-Qur’an dan sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in, maupun para hadis. Otoritas hadis menempati posisi kedua ulama hadis atau para ahli ilmu teologi, iqh, sesudah al-Qur’an dalam tataran validitas bahasa, sastera dan sebagainya. Selain itu,

juga dijelaskan munasabat (hubungan) antara

14 Terdapat empat alasan normatif yang bersumber dari satu hadis dengan hadis lainnya juga dengan

al-Qur’an untuk menopang kesepakatan itu, yaitu keharusan

taat kepada Nabi Muhammad (Qs. Al-Nisa’ ayat 59), sunnah ayat al-Qur’an, bahkan terjadi kecenderungan

Nabi merupakan bentuk penyampaian risalah dari Tuhan (Qs.

dan keberpihakan sharih kepada satu madhhab Al-Nisa’, 113), Muhammad itu berbicara berdasarkan sumber tertentu, sehingga timbul berbagai corak sharh, wahyu dari Tuhan (Qs. Al-Najm ayat 3-4), dan keharusan seperti iqhi dan lainnya.

beriman kepada Nabi saw. Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh (Beirut: Dar al-Fikr al-’Arabi, tth.), hlm. 106-107, dan Abdul

Metode ijmali adalah menjelaskan makna Wahab Khalaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, tth.), literal hadis secara ringkas dari awal sampai

hlm. 44. 15 Nabi saw. bersabda: Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ÉÎJà ÒÄmË "A LBN·

16 Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh….., hlm. 90-91. :fIC A̼zM ż¯ ÉI ÁNÀvN§A ÆG B¿ Á¸Î¯ O·jMf³ ÏÃG. Al-Hakim, al-

17 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). Mustadrak ‘ala al-Sahihayn kitab al-‘ilm.

(Yogjakarta: CESaD YPI Al-Rahman, 2001), hlm. 27-47.

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

E. Metode Penelitian

muqarin adalah memahami hadis dengan cara

1. Jenis Penelitian

membandingkan hadis yang memiliki redaksi Penelitian ini merupakan penelitian yang sama, atau mirip dalam kasus yang sama, lapangan (Field Research), karena secara langsung

atau memiliki redaksi yang berbeda dalam dilakukan di Forum Bahtsul Masa’il Pondok kasus yang sama, dan membandingkan berbagai Pesantren (FBMPP) Se-Eks Kawedanan Pare pendapat ulama dalam menjelaskan hadis. dengan menunjuk 3 pesantren besar, yaitu Perbandingan yang dilakukan, meliputi penilaian Pondok Pesantren Fathul ‘Ulum Kwagean, periwayat, kandungan makna dari masing- Pondok Pesantren Darus Salam Sumbersari dan masing hadis, berbagai aspek yang menimbulkan Pondok Pesantren Mahir Ar-Riyadl Ringin Agung. perbedaan, seperti sabab al-wurud, penggunaan Penelitian ini memfokuskan pada penggalian data kata dan susunannya yang berlainan dalam terkait dengan persoalan kontribusi pesantren hadis, kontek masing-masing hadis dan berbagai salaf melalui penggunaan dan pemahaman hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.

hadis dalam memperkuat Islam ahl al-sunnah wa

Sedang pendekatan yang dibutuhkan al-jama’ah dan hal-hal yang melatar belakangi dalam memahami hadis adalah pendekatan kontribusi tersebut. Penelitian ini bersifat bahasa, historis, sosiologis, sosio-historis, kualitatif dan merupakan studi kasus. 22 antropologis dan psikologis. Pendekatan bahasa

2. Pendekatan Penelitian

adalah pendekatan memahami hadis dengan Penelitian kualitatif ini menggunakan

mengetahui kandungan petunjuk dari matn

pendekatan fenomenologi, untuk memahami hadis, terutama bila terdapat aspek-aspek

peristiwa, dalam hal ini perilaku dan keindahan bahasa (balaghat) yang mungkin

pengalaman warga pesantren salaf terkait

mengandung pengertian majaz (metaforis). 19

dengan kajian dan penggunaan hadis. Pendekatan historis adalah pendekatan dengan

memperhatikan situasi atau peristiwa yang

3. Metode Pengumpulan Data terkait dengan latarbelakang muncul hadis

Metode pengumpulan data dalam (‘ilm asbab al-wurud). 20 Pendekatan sosiologis penelitian ini melalui; (1) Wawancara dengan adalah pendekatan dengan memperhatikan para kiai yang terlibat langsung dalam keterkaitan hadis dengan kondisi dan kegiatan FBMPP maupun para kiai yang tidak situasi masyarakat pada saat muncul hadis. terlibat langsung dan pengurus serta sebagian Pendekatan sosio-historis adalah pendekatan peserta FBMPP pada tiga pesantren di atas; (2) dengan melihat sejarah sosial dan setting- Observasi terhadap pembelajaran dan kajian social ketika dan menjelang hadis disabdakan. hadis, termasuk dalam BM, khususnya yang Pendekatan antropologis adalah pendekatan menggunakan hadis, sebagaimana didapat dengan cara melihat praktik keagamaan yang melalui wawancara; (3) Dokumentasi. tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tradisi dan budaya yang berkembang pada

II. HASIL PENELITIAN saat hadis disabdakan. Pendekatan psikologis A. Proil FBMPP Se-eks Kawedanan Pare

adalah pendekatan dengan memperhatikan FBMPP (Forum Bahtsul Masa’il Pondok kondisi psikologis Nabi dan masyarakat yang Pesantren) didirikan oleh para pengasuh dan

dihadapi Nabi ketika hadis disabdakan. 21 pengurus pondok pesantren se Eks Kawedanan

Pare pada tanggal 29 Dhu al-Hijjah 1421 H / 24 Muh. Tasrif, Kajian Hadith Di Indonesia (Sejarah dan Maret 2001 M. 23 FBMPP merupakan organisasi

Pemikiran). Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007), hlm. 96. 19 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi…, hlm. 58.

Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, 22 Robert K. Yin, terj., Studi Kasus, Desain dan Metode

Asbabul Wurud Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis- (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hlm. 4. 23 Kontekstual (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 27.

Pasal 3 Anggaran Dasar Forum Bahtsul Masa’il Pondok 21 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi…, hlm. 85, 92, 103 dan 108. Pesantren (FBMPP) Se Eks Kawedanan Pare.

4 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17 4 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

33 pondok pesantren di Eks Kawedanan Pare al-Tajrid al-Sarih, Manhaj Dhawi al-Nazar dan al-

Kediri. 24 Kehadiran FBMPP sebagai organisasi Qawa’id al-Asasiyyah i ‘Ilm Mustalah al-Hadith; keagamaan merupakan wujud nyata dari dan Sunan al-Nasa’i. Pada Madrasah Diniyyah usaha mewujudkan peran dan fungsi pondok Futuhiyyah adalah Al-Arba’in al-Nawawi (kelas pesantren sebagai bentuk pengabdiannya

VI Ibtida’iyah), Mukhtasar Abi Jamrah (kelas kepada masyarakat dalam rangka ikut serta

I Tsanawiyah), Bulugh al-Maram (kelas II-III membangun bangsa dan negara selaras dengan Tsanawiyah), Mustalah al-Hadith (cetakan maqasid al-shari’ah. 25 khusus) (kelas III Tsanawiyah), Riyad} al-

Beberapa program kegiatan FBMPP adalah Salihin (kelas I, II, III Aliyah putri), Aliyat al- bahts al-masa’il, yang sekurang-kurangnya dua Suyuti (hanya kelas III Aliyah putra), dan tidak kali dalam satu tahun, pembukuan hasil bahts terdapat mata pelajaran hadis atau ilmu hadis al-masa’il dan kegiatan-kegiatan lain yang bagi kelas I dan kelas II Aliyah putra. 28 dibutuhkan dan tidak bertentangan dengan

Berdasarkan data itu, maka pada sistem tujuan, 26 seperti seminar, bedah buku, debat pengajian kilatan, 4 dari 6 kitab hadis pokok terbuka dan penyusunan buku sanggahan.

telah dipelajari, kecuali Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, karena keduanya diajarkan pada

B. Pembelajaran dan Kajian Hadis pada sistem kilatan berkala, yaitu bulan Ramadlan

Tiga Pesantren Anggota FBMPP:

dan bulan Dhu al-Hijjah. Lebih dari itu, kitab-

1. Kurikulum Pembelajaran dan Kajian Hadis kitab ‘ulum al-hadith juga diajarkan, seperti Pada Pondok Pesantren Fathul ‘Ulum, 27 Manhaj Dhawi al-Nazar karya Shaykh Mahfuz sejak awal berdirinya selalu ada pengajian al-Tarmisi, Al-Jami’ al-Saghir karya Al-Suyuti kitab-kitab hadis dan ‘ulum al-hadith dalam dan al-Qawa’id al-Asasiyyah i ‘Ilm Mustalah al- sistem pengajian kilatan. Pada tahun 2002 Hadith. Namun pada sistem madrasah diniyyah sampai dengan tahun 2014, dipelajari kitab hanya dipelajari kitab-kitab hadis tidak pokok, Sunan Al-Tirmidhi dan Riyad al-Salihin; Sunan Al- yaitu Al-Arba’in al-Nawawi untuk santri kelas Nasa’i dan Al-Jami’ al-Saghir; Sunan Ibn Majah,

6 ibtidaiyah, Mukhtasar Abi Jamrah, Bulugh al- Tajrid al-Sarih, dan Bulugh al-maram; Sunan maram dan Mustalah al-Hadith untuk santri

Al-Tirmidhi dan Manhaj Dhawi al- Nazar; Sunan tingkat tsanawiyah, Riyad al-Salihin untuk Abi Dawud; Sunan Al-Nasa’i, Jawahir al-Bukhari, santri putri kelas 1-3 Aliyah dan Aliyat al- Subul al-Salam, dan Al-Jami’ al-Saghir; Sunan Suyuti untuk santri putra kelas 3 Aliyah. Ibn Majah dan Mukhtasar Ibn Abi Jamrah; Sunan

Pada Pesantren Darus Salam Sumbersari, 29 Al-Tirmidhi, Tanwir al-Hawalik, dan Sharh al- diajarkan beberapa kitab hadis dalam Arba’in al-Nawawiyyah; Sunan al-Nasa’i dan Al-

28 “Kurikulum” dalam Buku Panduan Kerja dan Mengajar 24 LPJ Pengurus FBMPP Pare masa khidmah 2009-2012, (BPKM) Madrasah Diniyyah Futuhiyyah Tahun Pelajaran 1435-1436 hlm. 47-48 dan pasal 15 Anggaran Dasar FBMPP, (Pare: FBMPP,

H., hlm. 11-14.

tth.) dan diperkuat dengan Indik Mukhtar, Wawancara, Kediri, 29 Dusun Sumbersari Desa Kencong Kecamatan Kepung 21 September 2014.

sebagai tempat pesantren ini merupakan perkampungan 25 “Mukaddimah” dalam Anggaran Dasar FBMPP.

kecil yang berjarak 40 km. arah timur kota Kediri Jawa Timur. 26 Pasal 9 Anggaran Dasar dan pasal 2, 3 dan 4 Aturan Awal mulanya, perkampungan ini dirintis oleh K. Nur Aliman,

Rumah Tangga FBMPP. kemudian diteruskan oleh K. Iskandar dan K. Abdurrahman. 27 Pesantren yang berlokasi di Dusun Kwagean Desa Selang beberapa waktu, tepatnya tanggal 13 Maret 1949 datang

Krenceng Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri ini didirikan K. Imam Faqih Asy’ari bersama sang istri, Nyai Munifah Faqih pada tahun 1981 M. oleh KH. Abdul Hannan Ma’shum. Pada bersama 12 santri dari Pondok Pesantren Jombangan Pare Tahun 2014 ini santri berjumlah 1.484, dengan rincian santri Kediri untuk nashr al-‘ilm wa al-din dengan mendirikan lembaga muqim (tinggal di pesantren) 1.458 dan santri nduduk (tinggal pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren Darussalam di rumah) 26. (“Proil Pesantren Fathul ‘Ulum 1435-1436 H”

(Ma’had Islamy Darussalam yang disingkat “MAHISD”). Setelah dalam Buku Pedoman Kerja (BPK), 1-16).

itu, tepatnya pada tahun 1958 didirikan sistem pendidikan klasikal Madrasah Islamiyah Darussalamah.

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

al-maram diajarkan pada kelas 1-2 Madrasah al-Ahkam karya Sayyid al-Maliki. 35 Karenanya, Tsanawiyah putra maupun putri selama dua metode yang diterapkan adalah ceramah, tanya tahun. Sedang pada kelas 3 putra maupun putri jawab, pemberian tugas hafalan, dan diskusi. diajarkan kitab jawahir al-bukhari di samping

Pada Pondok Pesantren Darussalam mustalah al-hadith. Pada tingkat Aliyah, baik Sumbersari, seperti pada Pesantren Mahir putra maupun putri diajarkan kitab al-tajrid al- Arriyadl Ringinagung, digunakan metode

sarih selama tiga tahun, tepatnya kelas 1-3. 30 bandongan, wetonan dan sorogan. Sekelompok

Pada Pesantren Mahir Arriyadl santri pada metode bandongan dan wetonan

Ringinagung, 31 diajarkan beberapa kitab hadis itu mendengarkan dan menyimak apa dalam kurikulum madrasah dan pengajiannya. yang dibaca, diterjemahkan, diterangkan Pada kelas 6 Ibtida’iyah Madrasah Al-Asna dan diulas dari teks-teks kitab. Sehingga PP. Mahir Arriyadl diajarkan kitab al-arba’in standarnya adalah penguasan teks, baik

al-nawawi, kelas 1 tsanawiyah kitab bulugh al- cara bacanya maupun pemahaman isinya. 36 maram, kelas 2 Tsanawiyah kitab bayquniyyah, Sedang proses pembelajaran dan kajian hadis kelas 1 Aliyah kitab aliyat al-suyuti. Sedang melalui sistem bandongan dan wetonan adalah dalam kurikulum pengajian rutin tahunan pembacaan teks kata perkata lengkap dengan tahun 2014, diajarkan kitab bulugh al-maram, artinya, kemudian penjelasan isi teks secara sahih al-bukhari, majalis al-saniyyah bi sharh al- singkat. Bahkan melalui sorogan, santri diberi arba’in al-nawawiyyah, riyad al-salihin, dan al- banyak kesempatan untuk mengembangkan

adhkar al-nawawi. 32 Dalam pengajian khusus kemampuan dirinya dalam membaca teks Ramadlan tahun 2014, diajarkan kitab bulugh dan memahami isinya. Dari uraian itu bisa al-maram, sharh al-arba’in al-nawawiyyah dan disimpulkan, bahwa pembelajaran dan kajian

jawahir al-bukhari. 33 hadis pada Pesantren Darussalam Sumbersari ini difokuskan pada penguasaan teks kitab-

2. Metode dan Proses Pembelajaran dan kitab hadis dan teks kitab-kitab ‘ulum al-hadith.

Kajian Hadis Pembelajaran dan kajian hadis di Pondok

C. Penggunaan dan Pemahaman Hadis

Pesantren Fathul ‘Ulum diawali dengan

pada Kegiatan BM FBMPP.

membacakan matn hadis, memberi arti setiap kata, kemudian memahami inti matn hadis,

1. Dasar Argumen Penjawaban Masalah dan menghafal beberapa matn hadis yang

Dalam Bahts al-Masa’il

telah ditentukan sebagai tugas khusus. Bahkan Dasar yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam bahts al-masa’il FBMPP

30 Proil Pondok Pesantren Darussalam tahun 2014, hlm. 34 Muh. Maghfur dan M. Khoirul Anam, Wawancara, Kediri,

Pesantren yang didirikan pada tahun 1870 ini beralamat 35 Melalui kegiatan diskusi itu, santri menyadari di Dusun Ringinagung Desa Keling Kecamatan Kepung keterkaitan antara satu hadis dengan hadis yang lain dan Kabupaten Kediri. Sekarang diasuh oleh KH. Jali Romlani ( Proil

Pondok Pesantren Salaiyyah Mahir Arriyadl Ringinagung penerapan pendekatan bahasa dalam memahami isi hadis. 36 Jika ini yang menjadi standar, maka terjadi kesamaan Keling Kepung Kediri). Pada pesantren ini terdapat sekitar dengan metode sorogan, hanya saja pada metode sorogan

700 santri, yang tersebar pada tingkat ibtida’iyah, tingkat dilakukan secara individu walaupun terdapat target tsanawiyah dan aliyah Madrasah Al-Asna PP. Mahir Arriyadl pengembangan kemampuan individu dan pada metode ( Mohamad Ghufron, Kepala Pondok, wawancara, Kediri, 4 bandongan serta wetonan dilakukan secara kelompok. Lebih Oktober 2014).

dari itu, dua metode itu sama dengan metode kilatan, karena Jadwal Pengajian Rutin Pondok Pesantren Mahir tiga metode itu sama-sama menekankan pada penguasaan

Arriyadl Ringinagung Keling Kepung Kediri Tahun 2014.

teks dan bahkan target khatam. Hanya saja pada metode kilatan Jadwal Pengajian Ramadlan Pondok Pesantren Mahir dilakukan secara maraton.

Arriyadl Ringinagung Keling Kepung Kediri Tahun 2014.

6 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17 6 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

Haram hukumnya Ta’bir kitab Bughyat

kitab-kitab iqih dan kitab-kitab sharh al- mayat non

menjaga mayat

al-Mustarshidin,

hadith, 37 yang dikuatkan dengan al-Qur’an dan muslim.

non muslim untuk 248, Is’ad al-Raiq

hadis, juz 2, 131, Tuhfat ketika keduanya terdapat dalam ta’bir

mendapatkan

39 upah, karena

al-Muhtaj i Sharh

kitab-kitab ulama salaf, sehingga al-Qur’an

ada unsur

al-Minhaj juz 9, 347,

dan hadis tidak digunakan secara langsung. 40 penghormatan

Hashiyat Qulyubi

Kesimpulan itu diperkuat dengan kajian

pada orang kair. wa ‘Umayrah juz 3,

peneliti terhadap hasil-hasil bahts al-masa’il 67, dan Ihya’ ‘Ulum

al-Din juz 2, 91.

FBMPP, sebagaimana menjadi buku “Sanatir

Pare: Kumpulan Jawaban Problematika Kekinian” Ta’bir di antaranya

41 Upah

Haram bagi

karyawan

pekerja yang

dari kitab al-Fatawa

dan buku “Solusi Masa’il Fiqhiyyah : Majmu’at

perusahaan

berkaitan langsung al-Fiqhiyyah al-

Muqarrarat Bahth al-Masa’il li Nadwah Bahth al- yang haram. dan makruh bagi

Kubra juz 2, 233

Masa’il li al-Ma’ahid al-Islamiyyah bi Fare Mundhu

pekerja yang

yang di dalamnya

Sanah 2001-2009”. Berikut dikemukakan tabel terdapat hadis

tidak berkaitan

langsung.

Nabi saw. ɼa eC

tentang beberapa persoalan yang dijawab

ÁÄÈU LAÌIC éÐC Å¿

berdasarkan ta’bir dari kitab-kitab ulama’ salaf.

½UËl§ "A ¾BJÍ Á» ÉIjr¿ ÅÍC Å¿ÜË

Tabel 2.1

ÉÀ¨ñ¿ ÅÍC Å¿ ¾DnÍ

Dasar Argumen Penjawaban Masalah

Á» Å¿ dan Mughni

al-Muhtaj juz 3 Persoalan

Dari Ta’bir Kitab Ulama’ Salaf

Jawaban

Dasar Penjawaban

halaman 246 setelah terlebih

Pernikahan Boleh, karena

dahulu FBMPP saudara tiri.

Ta’bir dari kitab

bukan mahram.

al-Majmu’ juz 19

memberi-kan

halaman 374.

pengantar dan pertanyaan

Mayit Islam Harus diulang

Ta’bir dari kitab

kemudian dirawat

perawatan

Fath al-Wahhab bi

memberikan secara

janazah, karena

Hamish al-Jamal

jawaban. kristen.

dipandang tidak

juz 2, 142, I’anat

sah, selama masih

Indonesia sebagai ta’bir di antaranya bisa dilakukan.

al-Talibin juz 2,

Status NKRI.

121-122, 125, 129,

dar al-Islam atau

dari kitab Tuhfat

dan 133; Hashiyat

dar al-da’wah bukan al-Muhtaj juz 9, 312

al-Bajuri juz 1, 381

dar al-kair atau dar yang di dalamnya

dan Nihayat al-

al-harb. Karenanya, terdapat hadis

Zayn, 149.

Indonesia tidak

Nabi saw. 42 dan

boleh diperangi

Hashiyat al-Jamal sebagai wujud dari

juz 5 halaman 209 pemaknaan jihad.

setelah terlebih dahulu FBMPP memberikan

37 KH. Abu Musa, KH. Khaidh Ghozali, Ida Anshori dan pengantar, Lukman Hakim, Wawancara, Kediri, 21 September 2014.

pertanyaan dan 38 K. Muharror, Wawancara, Kediri, 4 Oktober 2014.

baru kemudian 39 KH. Zainal Abidin, Wawancara, Kediri, 4 Oktober 2014.

jawaban. Al-Qur’an dan hadis digunakan sebagai penguat terhadap ta’bir kitab-kitab klasik dan tidak digunakan sebagai sumber pokok.

40 Yusuf Nur, wawancara, Kediri, 21 September 2014. Hal itu diperkuat dengan hasil observasi pada kegiatan bahts al-

masa’il FBMPP di PP. Fathul Ulum Kwagean tanggal 25-26 April 2014.

41 Buku ini merupakan karya pengurus FBMPP periode 2010-2012, yang berisi keputusan bahts al-masa’il FBMPP

sejak tahun 2001-2012. Ahmad Shodiq Ihsan, et.al, Sanatir Pare: Kumpulan Jawaban Problematika Kekinian (Kediri: FBMPP Se Eks Kawedanan Pare, 2012).

42 Hadis yang dimaksud adalah: Éμ§ Óò¼¨åÍÜË Ì¼¨äÍ ÂÝmÜA.

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

Uraian buku “Meluruskan Kesalahan Buku

Permintaan boleh, jika terdapat Ta’bir di antaranya

hukuman persetujuan dari

dari kitab al-

Putih Kiai NU” yang diterbitkan pada tahun

mati dalam pihak penuntut

Majmu’ sharh al-

2011 44 juga menunjukkan, bahwa dalam baths

bentuk dan jika terbukti

Muhadhdhab juz 22,

al-masa’il FBMPP telah terjadi penggunaan

hukuman hukuman tembak

735 dan juz 18, 460

hadis dalam menjawab beberapa persoalan.

pancung. bisa mempercepat

yang di dalamnya

kematian.

terdapat hadis

Dalam penyusunan buku itu, para Tim tetap

yang memperkuat,

berangkat dari qawl al-‘ulama’ yang kemudian

juga Tafsir al-Kabir

dilacak hadisnya pada kitab-kitab sumber

juz 3, 60.

hadis, 45 mengkaji ulang atau meluruskan

Penambangan Tidak boleh,

Ta’bir kitab “al-

pemaknaan dan penggunaan ta’bir-ta’bir dan

pasir. karena ada

Sharwani” juz 6,

penggunaan serta pemahaman hadis-hadis

larangan

207, kitab “al-

pemerintah.

Hawi li al-Fatawi”

sebagaimana dilakukan K. Afrokhi, kemudian

juz 1, 129, kitab

mendatangkan hadis lain. 46 Beberapa persoalan

“al-Fiqh al-Islami

itu sebagaimana dalam tabel berikut ini.

wa Adillatuh” juz 6, 400, dan

3. Metode Penggunaan dan Pemahaman

kitab “Bughyat

Hadis dalam Penjawaban Masalah

al-Mustarshidin”, 189.

Metode penggunaan hadis dalam bahts al-masa’il adalah penerapan metode manhaji.

Pembakaran Haram.

Ta’bir di antaranya

Metode ini merupakan pola pengambilan

pelaku

dari kitab Is’ad

curanmor.

al-Raiq, 100-101,

hukum yang menitikberatkan pada upaya

Fath al-Bari juz 6,

pelacakan dasar al-Qur`an dan hadis, bukan

257 dan al-Mughni

sebatas komparasi pendapat-pendapat dalam

Sharh al-Kabir juz 9, 392 yang

teks-teks kitab kuning. Uraian nara sumber

di dalamnya

yang lain menyebutkan, bahwa metode

dikuatkan dengan

penggunaan hadis dalam menjawab persoalan

hadis Nabi saw.

adalah tetap berangkat dari qawl al-‘ulama’ yang

2. Penggunaan dan Pemahaman Hadis Dalam kemudian dilacak hadisnya pada kitab-kitab buku “Meluruskan Kesalahan Buku Putih sumber hadis. 47 Bahkan dengan mengkaji ulang Kyai NU”

Menurut beberapa nara sumber, dalam Oktober 2014). Di samping itu, mereka menilai bahwa ulama

sekarang tidak ada yang mampu menjadi mufti, tetapi hanya

bahts al-masa’il FBMPP selama ini terdapat sebagai mukhbir, karena penggunaan hadis secara langsung beberapa masalah yang dikaji dan diputuskan tidak menjadi kapasitas mereka (KH. Abu Musa, wawancara, berdasarkan hadis, seperti pembatalan Kediri, 21 September 2014). Istilah mukhbir ini tidak peneliti

temukan dalam Ilmu Usul iqih, karena yang dimaksud hanya

terhadap pembagian macam tawhid, sebatas pengertian secara bahasa, yaitu orang yang membawa pengertian shirk yang hanya didasarkan pada atau menyampaikan berita (muballigh) dan yang jelas, tidak makna literal, meluruskan pemahaman hadis seberat persyaratan mufti. tentang bid’at, tawassul, tabarruk, dan ziarah 44 Buku ini merupakan bentuk tanggung jawab Forum kubur. Hanya saja, penggunaan hadis di sini Bahsul Masa’il Pondok Pesantren (FBMPP) Se-Eks Kawedanan

Pare Kediri untuk memberikan jawaban atas pernyataan-

tidak secara langsung, karena hadis sebagai pernyataan Kiai Afrokhi Abdul Ghoni yang penuh dengan pendukung terhadap ta’bir. 43 tuduhan-tuduhan dusta, sebagaimana dalam “Buku Putih Kiai NU” sebagai babak lanjutan dari buku “Mantan Kiai NU

43 KH. Abu Musa, wawancara, Kediri, 21 September 2014. Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik” karya H. Mahrus Ali. Alasan penggunaan hadis tidak secara langsung adalah Tim Penyusun, “Pendahuluan”, dalam Ahmad Shodiq dkk.,

keyakinan warga pesantren, bahwa semua permasalahan yang Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kiai NU (Surabaya: Bina terjadi saat ini sudah dibahas oleh ulama-ulama salaf setelah

ASWAJA, 2011), hlm. 3-5.

memahami terhadap dasar al-Qur’an dan hadis, sehingga ulama 45 KH. Abu Musa, wawancara, Kediri, 21 September 2014. sekarang hanya menggali dan mengkaji ulang putusan ulama

46 KH. Khaidh Ghozali dan Ahmad Shodiq Ihsan, terdahulu, dan dari jawaban itulah kemudian perlu ditelisik wawancara, Kediri, 4 Oktober 2014.

kembali sumber pokoknya (K. Muharror, wawancara, Kediri, 4 47 KH. Abu Musa, wawancara, Kediri, 21 September 2014.

8 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

Tabel 2.2

Dasar Argumen Penjawaban Masalah Dari Hadis Dalam Buku “Meluruskan Kesalahan Buku Putih Kiai NU”

Persoalan Jawaban

Dasar Penjawaban

Pembagian Untuk membatalkan pembagian 3 macam tawhid tawhid

FBMPP mendatangkan hadis tentang pertanyaan "A OJRÍ:¾B³ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ÓJÄ»A ŧ LkB§ ÅI ÕAjJ»A ŧ

rububiyyah, malaikat munkar dan nakir di alam kubur. Pada hadis Å¿ É» ¾B´Î¯ jJ´»A LAh§ Ó¯ O»là ¾B³ OIBR»A ¾Ì´»BI AÌÄ¿E ÅÍh»A

uluhiyyah itu malaikat munkar dan nakir hanya menanyakan ɻ̳ ¹»h¯ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u fÀZ¿ ÏÎJÃË "A ÏIi ¾Ì´Î¯ ¹Ii dan al-asma’

rab dan tidak menanyakan ilah sekaligus tidak ½UËl§ wa al-sifah.

membedakan keduanya. Pengertian

Dalam pandangan FBMPP, apa yang dilakukan warga shirk yang

nahdiyyin sesungguhnya hanya sebagai media dan ?jr»BI jÎb»A ÓMDÍ ½ÇË "A ¾ÌmiBÍ AÌ»B³ <~iÞA PB·jI> :¾B³

hanya Allah tetap diposisikan sebagai tempat meminta, jÎb»A ÓMCÍÜ jÎb»BIÜA jÎb»A ÓMDÍÜ jÎb»BIÜA jÎb»A ÓMDÍÜ> :¾B³ didasarkan

sebagaimana ungkapan hadis “la ya’ti al-khayr illa bi jÎb»BIÜA pada makna

al-khayr : kebaikan tidak bisa datang kecuali dengan literal.

kebaikan”, yang merupakan ungkapan yang bukan haqiqi tetapi majazi, dalam hal ini majaz ‘aqli, karena terdapat penyebutan yang bukan sesungguhnya dan berdasarkan pada qarinat ‘aqli (indikator akal). Karenanya, sesungguhnya yang mendatangkan kebaikan hanyalah Allah.

Meluruskan Menurut FBMPP, setelah menelaah hadis lain, hadis pemahaman

“wa kull bid’ah dalalah” (dan setiap bid’at adalah ëjæUòC 彿Rê¿ åÉò» äKêNå· åÊäfæ¨äI BäÈêI ä½êÀå¨ä¯ çÒäÄänäY çÒìÄåm êÂòÝæmêâA Ïê¯ ìÅäm æÅä¿

hadis sesat) merupakan nas yang maknanya umum namun çÒìÄåm êÂäÝæmêâA Ïê¯ ìÅäm æÅä¿äË èÕæÏäq æÁêÇêiÌåUòC æÅê¿ åwå´æÄäÍ òÜäË BäÈêI ä½êÀä§ æÅä¿ tentang

jangkauannya dibatasi oleh dalil-dalil lain, sehingga åwå´æÄäÍ òÜäË BäÈêI ä½êÀä§ æÅä¿ êiækêË å½æRê¿ êÉæÎä¼ä§ äKêNå· åÊäfæ¨äI BäÈêI ä½êÀå¨ä¯ çÒä×ðÎäm bid’at.

maknanya menjadi “sebagian besar bid’at itu sesat”, .èÕæÏäq æÁêÇ êiAäkæËòC æÅê¿ sebagaimana pernyataan Imam Nawawi dalam sharh

sahih muslim. Persoalan

Menurut FBMPP, bertawassul kepada orang yang Tawassul

mempunyai keistimewaan diperbolehkan sekaligus êÑòÝìv»A äÓ»êG êÉêNæÎäI æÅê¿ è½åUäi äXäjäa Bä¿ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ê"A 便Ìåmäi ä¾Bä³

melemahkan kebohongan Afrokhi dalam bukunya ...,AòhäÇ äÐBäræÀä¿ ð�äZêIäË ,乿Îò¼ä§ äÅÎê¼êÖBìn»A ð�äZêI ä¹ó»òDæmòC ÏðÃêG ìÁåÈì¼»äA ä¾Bä´ä¯

halaman 313. Salah satu lafal pada hadis ini yang menjadi sasaran FBMPP adalah bi haqq al-sa’ilin (dengan hak orang-orang yang meminta) dan lafal wa bihaqq mamshaya yang termasuk lafal ‘amm (universal).

Mencari Dalam pandangan FBMPP, mencari berkah (tabarruk) berkah

dengan Nabi ketika masih hidup dibolehkan berdasar Bä¿äË SäÍæfêZæ»A äjä·ähä¯ êÒäÎêJæÍäfåZæ»A äÅä¿äk Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u íÏêJìÄ»A äXäjäa (tabarruk).

pada hadis ini. ë½åUäi ð±ä· Ïê¯ æO䨳äË ìÜêG çÒä¿Bäbåà Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u íÏêJìÄ»A äÁìbäÄäM .åÉäÈæUäË BäÈêI ä¹ì»äfä¯ æÁåÈæÄê¿

Ziarah Setelah FBMPP mempelajari sejarah, bahwa pada kubur

masa awal Islam, ziarah kubur dilarang oleh Nabi êjæJä³ êÑäiBäÍêk Ïê¯ ëfìÀäZåÀê» äÆêgóC æfä´ä¯ êiÌåJå´ô»A êÑäiBäÍêk æÅä§ æÁå¸åNæÎäÈäà åOæÄå· æfä³

saw. karena dikhawatir kaum muslimin akan äÑäjêaàA åjð·ähåM BäÈìÃêHä¯ BäÇËåiËålä¯ êÉð¿óC terpolarisasikan dalam keshirkan. Namun setelah

kekhawatiran ini hilang, Nabi saw. mencabut larangan tersebut dengan bersabda, “fazuruha” (maka berziarahlah kalian ke kuburan). Dalam perspektif usul iqh, perintah yang terjadi setelah larangan berstatus mubaḥ (boleh) dengan indikasi (qarinat) nilai positif, sebagaimana terdapat pada bagian hadis selanjutnya, yaitu “fa innaha tudhakkiru al-akhirah” (sesungguhnya hal ini mengingatkan pada akhirat).

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

mendatangkan hadis lain. 48 FBMPP menjelaskan, bahwa tawhid rububiyyah Kesimpulannya, metode penggunaan adalah tawhid uluhiyyah. Karenanya, tidak bisa hadis dalam bahts al-masa’il FBMPP adalah dibenarkan pembagian tawhid menjadi tiga

penggunaan qawl al-‘ulama’ yang kemudian macam di atas. 50

dilacak hadis terkait dalam kitab-kitab sumber Apa yang dilakukan FBMPP terkait hadis, penerapan pola manhaji dengan terlebih persoalan pembagian tawhid

dengan dahulu dilakukan pemahaman secara usul iqih mendatangkan hadis tentang pertanyaan dalam penjawaban masalah, dan pengkajian malaikat munkar dan nakir di alam kubur di atas,

ulang terhadap ta’bir yang digunakan untuk sesungguhnya FBMPP telah menghadirkan kemudian diluruskan dan didatangkan dengan hadis yang mempunyai keterkaitan dengan hadis lain.

persoalan yang dibahas. Apa yang dilakukan itu sesungguhnya sesuai dengan teori, bahwa

D. Kontribusi Pesantren Salaf dalam otoritas hadis menempati posisi kedua sesudah

Memahami dan Menggunakan Hadis.

al-Qur’an dalam tataran validitas kehujjahan Beberapa masalah yang dikaji dan kandungannya sekaligus hadis sebagai sumber

diputuskan berdasarkan hadis adalah hukum Islam. 51 Dari situ dapat dimengerti, pembatalan terhadap pembagian tawhid, bahwa hadis sebagai sumber hukum Islam pengertian shirk yang hanya didasarkan pada bisa digunakan secara langsung (ta’sili) ketika makna literal, meluruskan pemahaman hadis berhadapan dengan persoalan. Namun bisa tentang bid’at, tawassul, tabarruk, dan ziarah juga digunakan secara tidak langsung ketika kubur. Uraian tentang penggunaan dan tidak berhadapan dengan persoalan namun pemahaman hadis pada beberapa persoalan terdapat keterkaitan antara persoalan dengan di atas sekaligus analisis untuk menemukan hadis melalui ta’bir-ta’bir dalam kitab-kitab kontribusi pesantren salaf dalam memahami salaf yang diyakini sebagai hasil pemahaman dan menggunakan hadis guna memperkuat dari al-Qur’an dan hadis (ta’kidi). Uraian itu Islam ahl al-sunnah wa al-jama’ah adalah sebagai didasarkan pada pendapat Ibn Hazm, bahwa berikut ini.

setiap persoalan iqih pasti terdapat dasarnya Pembagian

tawhid menjadi tawhid dalam al-Qur’an yang kemudian dipublikasikan rububiyyah, uluhiyyah dan al-asma’ wa al-sifah oleh al-Sunnah , sebagaimana irman Allah : ÕÏq itu terkait dengan penilaian Afrokhi, bahwa Å¿ LBN¸»A Ó¯ BÄŁj¯ B¿. amaliah tawassul, tabarruk, ziarah kubur,

Pengertian shirk yang hanya didasarkan istighathat dan lainnya merupakan bentuk pada makna literal, sebagaimana diikuti Afrokhi

kesyirikan, karena orang yang melakukan melahirkan anggapan, bahwa kebanyakan amaliah itu telah beribadah kepada selain amaliah warga Nahḍiyyat dikatakan shirk. Allah. Untuk membatalkan pembagian 3 Dalam pandangan FBMPP, apa yang dilakukan macam tawhid itu, FBMPP mendatangkan warga nahdiyyin sesungguhnya hanya sebagai hadis tentang pertanyaan malaikat munkar media dan Allah tetap diposisikan sebagai

dan nakir di alam kubur. 49 Pada hadis itu tempat meminta, sehingga tidak bisa dianggap malaikat hanya menanyakan rabb dan tidak shirk. Dalam sebuah hadis yang difahami menanyakan ilah sekaligus tidak membedakan

50 Ahmad Shodiq dkk., Meluruskan….., hlm. 30-31.

KH. Khaidh Ghozali, wawancara, Kediri, 4 Oktober 2014. Muhammad’Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadith ‘Ulumuhu wa

ÅÍh»A "A OJRÍ :¾B³ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ÓJÄ»A ŧ LkB§ ÅI ÕAjJ»A ŧ Mustalahuh (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 34-36; Ali Hasib Allah, Usul al-Tashri’ al-Islami (Kairo: Maktabat Dar al-Fikr al-

ÏIi ¾Ì´Î¯ ¹Ii Å¿ É» ¾B´Î¯ jJ´»A LAh§ Ó¯ O»là ¾B³ OIBR»A ¾Ì´»BI AÌÄ¿E ‘Arabi, 1997), 30-32; dan Muhammad Abu Zahrah, Usul ….., hlm. (Á¼n¿ ÊAËi) ½UËl§ ɻ̳ ¹»h¯ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u fÀZ¿ ÏÎJÃË "A

106-107.

10 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17 10 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

dengan kebaikan”. 52 posisi yang setara dengan posisi-Nya. Orang

Ungkapan yang dimaksud di atas yang tidak memposisikan selain Allah setara merupakan ungkapan yang bukan haqiqi dengan posisi Allah, tidak bisa dihukumi sebagai tetapi majazi, sebagai ungkapan yang orang mushrik. Berdasarkan kajian itu, maka tidak dimaksudkan pada pengertian yang kebanyakan amaliah warga Nahdiyyat yang sesungguhnya, dalam hal ini majaz ‘aqli, karena dikatakan shirk oleh Afrokhi hanya didasarkan didasarkan pada qarinat ‘aqli (indikator akal). pada makna literal, dan sesungguhnya warga Menurut akal yang sehat, sesungguhnya Nahdiyyat hanya memposisikan sebagai yang mendatangkan kebaikan hanyalah Allah media (sebab) dalam memohon pertolongan bukan kebaikan itu. Karenanya hadis itu harus kepada Allah dan sesungguhnya mereka tetap difahami menggunakan pendekatan bahasa, memposisikan Allah sebagai tempat meminta. sehingga menghasilkan pengertian yang

Meluruskan pemahaman hadis tentang kontekstual bukan hanya tekstual. Kecuali itu bid’at. Menurut Afrokhi, “apa yang dilakukan juga digunakan metode tahlili (analitis) dalam warga nahdiyyin adalah bid’at, setiap bid’at adalah

memahami sebuah hadis. 53 Pemahaman hadis sesat dan setiap yang sesat masuk neraka”, dengan pendekatan bahasa adalah pendekatan yang didasarkan pada hadis “wa kull bid’ah dalam memahami hadis dengan mengetahui dalalah”. Menurut FBMPP, setelah menelaah,

kandungan petunjuk dari matn hadis. 54 mengkaji kembali dan mensinergikan dengan

Kajian istilah shirk dalam bahasa, misalnya hadis lain, maka hadis tersebut merupakan nas menurut al-Qasim Ibn Ali al-Hariri, Murtada yang maknanya umum namun jangkauannya al-Zabidi, dan Ibn Manzur sebagaimana dikutip dibatasi oleh dalil-dalil yang lain, sehingga

maknanya menjadi “sebagian besar bid’at itu

sesat”, sebagaimana pernyataan Imam Nawawi dalam sharh sahih muslim. B¿ ²ÌaC> :¾B³ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u "A ¾Ìmi éÆA Ôifb»A fΨm ÓIA ŧ 56 ¾ÌmiBÍ BÎÃf»A ÑjÇk B¿Ë AÌ»B³ .<BÎÃf»A ÑjÇk Å¿ Á¸» "A XjbÍ B¿ Á¸Î¼§ ²BaC

52 sebagaimana hadis secara lengkap adalah:

Berdasar pada hadis di atas bahkan al- :¾B³ ?jr»BI jÎb»A ÓMDÍ ½ÇË "A ¾ÌmiBÍ AÌ»B³ <~iÞA PB·jI> :¾B³ ?"A Qur’an surat al-Hadid ayat 27, 57 maka bid’at éÆA jÎb»BIÜA jÎb»A ÓMDÍÜ jÎb»BIÜA jÎb»A ÓMDÍÜ jÎb»BIÜA jÎb»A ÓMDÍÜ> dibagi menjadi dua, yaitu bid’at hasanah PéfN¿A AgA ÓNY ½·DM BÈÃB¯ jzb»A Ò¼·E ÷ÜA éÁ¼ÍËA ½N´Í ©ÎIj»A OJÃA B¿ ½· (baik) dan bid’at sayyi’ah (jelek), sebagaimana AhÇ éÆA O¼·D¯ PeB§ ÁQ Oñ¼QË O»BIË PjNUA ÁQ oÀr»A O¼J´NmA BÇBMjyBa dalam hadis terdapat suri tauladan yang baik ÊhaC Å¿Ë ÌÇ ÒĄ̃À»A Á¨Ä¯ Éé´Y Ó¯ ɨyËË Éé´ZI ÊhaC ÅÀ¯ Ñ̼Y Ñjza ¾BÀ»A (sunnat hasanah) dan suri tauladan yang buruk

(Á¼n¿ ÊAËi) ©JrÍÜË ½·DÍ Ôh»B· ÆB· É´Y jάI (sunnat sayyi’ah) dalam Islam, lalu diikuti

53 Metode ini menjelaskan hadis Nabi dengan memaparkan

orang-orang sesudahnya. Menurut Imam

semua aspek yang terdapat dalam hadis, termasuk analisis

Shai’i, sebagaimana dikutip FBMPP, 58 bahwa

tentang periwayat, dan menerangkan makna-makna yang

tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan bid’at dibagi menjadi dua, yaitu bid’at dalalah keahlian penulis sharḥ (sharih). Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi

55 Ahmad Shodiq dkk., Meluruskan …., hlm. 44-46. ....., hlm. 27-47.

Di antara hadis yang membatasi jangkauan hadis di atas Muh. Tasrif. Kajian Hadith …., hlm. 96-97 dan Nizar Ali, adalah:

Memahami Hadis Nabi…, hlm. 58. Pendekatan ini digunakan, BäÈêI ä½êÀä§ æÅä¿ êjæUòC 彿Rê¿ åÉò» äKêNå· åÊäfæ¨äI BäÈêI ä½êÀå¨ä¯ çÒäÄänäY çÒìÄåm êÂòÝæmêâA Ïê¯ ìÅäm æÅä¿ bila terdapat aspek-aspek keindahan bahasa (balaghat) yang mungkin mengandung pengertian majaz (metaforis) dan åÊäfæ¨äI BäÈêI ä½êÀå¨ä¯ çÒä×ðÎäm çÒìÄåm êÂòÝæmêâA Ïê¯ ìÅäm æÅä¿äË èÕæÏäq æÁêÇêiÌåUóC æÅê¿ åwå´æÄäÍ äÜäË bukan pengertian yang hakiki, karena salah satu kekhususan

.èÕæÏäq æÁêÇêiAäkæËòC æÅê¿ åwå´æÄäÍ äÜäË BäÈêI ä½êÀä§ æÅä¿ êiækêË å½æRê¿ êÉæÎä¼ä§ äKêNå· hadis Nabi saw. adalah di antaranya matn hadis memiliki

57 "A ÆAÌyi ÕB¬NIA éÜA ÁÈμ§ BÄJN·B¿ BÇ̧fNIA ÒÎÃBJÇiË: bentuk jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat namun padat “Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyat, padahal Kami

maknanya), tamthil (perumpamaan), ramz (bahasa simbolik), tidak mewajibkannya kepada mereka. Akan tetapi (mereka bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridlaan sebagainya. Perbedaan bentuk matn hadis itu menunjukkan Allah” (QS. Al-Hadid, 27). bahwa pemahaman terhadap hadispun harus berbeda-beda.

58 Ahmad Shodiq dkk., Meluruskan …., hlm. 74-76.

Khamim, Kontribusi Pesantren Salaf dalam Memperkuat Islam

(tersesat) dan bid’at ghayr madhmumah (tidak harus dikhususkan (takhsis al-‘amm), atau tercela). Bahkan al-Nawawi membaginya sudah bersifat khusus (‘khass) sehingga tidak menjadi lima, yaitu wajibat (wajib), mandubat perlu lagi dikhususkan. (sunnah), muharramat (haram), makruhat

tawassul yang dilarang (makruh) dan mubahat (mubah).

Persoalan

oleh Afrokhi, menurut FBMPP, justeru

Apa yang dilakukan FBMPP terkait diperbolehkan kepada orang yang mempunyai pemahaman hadis tentang bid’at, sesungguhnya keistimewaan, dengan merujuk pada hadis: FBMPP telah menerapkan metode tahlili êÉêNæÎäI æÅê¿ è½åUäi äXäjäa Bä¿ Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ê"A 徿Ìåmäi ä¾Bä³ (analitis) dalam menjelaskan hadis dengan cara menjelaskan kalimat demi kalimat yang ,乿Îä¼ä§ äÅÎê¼êÖBìn»A ð�äZêI ä¹å»òDæmòC ÏðÃêG ìÁåÈì¼»A ä¾Bä´ä¯ êÑäÝìv»A Óä»êG menyangkut keterkaitan dengan hadis lain dan

...,AähäÇ äÐBäræÀä¿ ð�äZêIäË pendapat-pendapat yang beredar di sekitar

Kata-kata pada hadis itu yang menjadi pemahaman hadis, baik dari sahabat, tabi’in, sasaran analisis FBMPP adalah kata ”bi haqq tabi’ al-tabi’in, maupun para ulama hadis atau para ahli ilmu teologi, iqh, bahasa, sastera al-sa’ilin (dengan hak orang-orang yang

meminta)” dan kata ”wa bihaqq mamshaya dan sebagainya. Bahkan dijelaskan munasabat (dengan hak orang yang berjalan menujuku)”. (hubungan) antara satu hadis dengan hadis

59 lain, juga dengan ayat al-Qur’an. Dua kata itu menurut FBMPP termasuk kata yang ‘amm (universal). Demikian juga,

Lebih dari itu, FBMPP juga telah persoalan mencari berkah (tabarruk) dengan menerapkan pendekatan bahasa dalam Nabi ketika masih hidup dalam pandangan memahami hadis, dengan cara mengetahui FBMPP juga dibolehkan berdasarkan hadis: kandungan petunjuk dari matn hadis yang

bersangkutan. 60 Pendekatan ini digunakan SäÍæfêZæ»A äjä·ähä¯ êÒäÎêJæÍäfåZæ»A äÅä¿äk Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ìÏêJìÄ»A äXäjäa untuk meneliti makna hadis, 61 dengan cara Ïê¯ æOä¨ä³äË ìÜêG çÒä¿Bäbåà Á¼mË Éμ§ "A Ó¼u ìÏêJìÄ»A äÁìbäÄäM Bä¿ äË memahami kata-kata sukar, menguraikan makna kalimat atau ungkapan dalam hadis dan

.åÉäÈæUäË BäÈêI ä¹ð»äfä¯ æÁåÈæÄê¿ ë½æUäi ì±ä· menarik kesimpulan makna hadis. Kata-kata

Dua persoalan itu oleh Afrokhi sering sukar pada hadis itu adalah “kull” dari kalimat dituduhkan sebagai perbuatan shirk kepada “kull bid’ah dalalah”, apakah berarti “setiap” warga Nahdiyyin. Terhadap tuduhan itu, yang akan menghasilkan kesimpulan, “setiap selain FBMPP telah mendatangkan hadis bid’ah adalah sesat” atau “kebanyakan” yang yang difahami sebagai dasar hukum dua akan menghasilkan kesimpulan, “kebanyakan persoalan itu, juga melakukan kajian bahasa bid’ah adalah sesat”. Dalam kajian bahasa dan keterkaitan ayat al-Qur’an dengan dua memang terdapat teori pemaknaan kata, kata persoalan itu. Menurut Ibn al-Manzur dan

“kull”, apakah bermakna “setiap (‘umum al- al-Jawhari, seperti dikutip FBMPP, 62 wasilat salab)” atau bermakna “kebanyakan (salab al- (al-manzilat, al-darajat, al-qurbat, al-wuslat al- ‘umum)”. FBMPP, sebagaimana kebanyakan qurba dan al-shafa’at) berarti media, sebab atau ulama, memilih makna “kebanyakan”, pertolongan. Dalam beberapa ayat al-Qur’an sehingga masih terdapat bid’at-bid’at yang disebutkan, bahwa wasilat boleh terjadi pada tidak terkategorikan pada bid’at yang sesat. segala sesuatu yang mempunyai kelebihan Karenanya, pemaknaan hadis ini harus (dhawat al-fadilah), karena kata “wasilat” pada dipertemukan dengan hadis lain, sehingga surat al-Ma’idah ayat 35 bersifat ‘amm, sehingga akan diketahui status masing-masing hadis, bisa mencakup perbuatan yang baik, seperti apakah bersifat umum (‘amm) yang kemudian salat dan kesabaran, sebagaimana pada Qs. Al-

Baqarat 45, dan orang-orang yang baik ( saliḥ).

59 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi…, hlm. 29-31 dan 37. 60 Tasrif, Kajian Hadis..., hlm. 96. 61 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi…, hlm. 58.

62 Ahmad Shodiq dkk., Meluruskan Kesalahan …., hlm. 91-93.

12 Realita Vol. 13 No. 1 Januari 2015 | 1-17

Langkah FBMPP dengan mendatangkan Apa yang dilakukan FBMPP terkait hadis yang difahami sebagai dasar hukum, dengan hadis tentang persoalan ziarah kubur, melakukan kajian bahasa dan mencari sesungguhnya merupakan penerapan metode keterkaitan persoalan tawassul dan (tabarruk) tahlili (analitis) dalam memahami hadis dengan dengan ayat al-Qur’an, sesungguhnya telah cara menjelaskan konotasi kalimat dalam menerapkan metode tahlili (analitis) dalam hadis terkait dengan hadis lain (munasabat)

menjelaskan hadis. 63 FBMPP dalam hal ini dan pendapat-pendapat yang beredar di menjelaskan konotasi kalimat “bi haqq al-sa’ilin sekitar pemahaman hadis dari para ahli sharh (dengan hak orang-orang yang meminta)” dan al-hadith terutama disiplin ilmu iqh. Bahkan, kata ”wa bihaqq mamshaya (dengan hak orang dan ini yang lebih penting, dikuatkan dengan yang berjalan menujuku)” sebagai kata yang penjelasan tentang latar belakang terjadi hadis