Wacana Landasan Teori Teoretis

Efek perlokusi berdasarkan baik buruknya dampak atau akibat terhadap mitra tutur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah dampak yang bersifat baik bagi mitra tuturnya, sedangkan dampak negatif adalah dampak yang bersifat buruk bagi mitra tutur. Kedua dampak tersebut dapat berupa perasaan atau emosi ataupun berupa tindakan atau perilaku yang merupakan tanggapan atau respon dari tindak tutur perlokusi yang dilakukan oleh mitra tutur. Efek perlokusi berdasarkan keadaan mitra tutur dibagi menjadi efek yang berupa psikologis dan efek yang berupa tindakan. Efek yang berupa psikologis adalah efek berupa perubahan perasaan atau emosi mitra tutur sebagai akibat dari tuturan perlokusi yang dilakukan oleh penutur, sedangkan efek perlokusi berupa tindakan adalah efek atau dampak berupa perubahan perilaku atau tindakan sebagai akibat dari penggunaan tuturan perlokusi oleh penutur kepada mitra tuturnya. Berdasarkan pada klasifikasi tersebut akan dijadikan acuan untuk menganalisis penggunaan efek tindak tutur perlokusi dalam wacana “kumpulan cerkak “Banjire Wis Surut” karya J.F.X Hoery.

2.2.5 Wacana

Menurut Samsuri 19871988:1 wacana yaitu rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi tersebut dapat menggunakan bahasa lisan dapat menggunakan bahasa tulisan, wacana dapat bersifat transaksional apabila yang dipentingkan adalah isi komunikasi itu, dapat pula bersifat interaksional jika merupakan komunikasi timbal balik. Sebuah wacana dalam komunikasi mengasumsikan adanya partisipan yang terlibat aktif di dalamnya, yaitu adanya penyapa addressor dan pesapa addressee. Dalam wacana lisan yang menjadi penyapa adalah pembicara, dan yang menjadi pesapa adalah pendengar. Untuk wacana tulis yang menjadi penyapa adalah penulis dan yang menjadi pesapa adalah pembaca. Menurut Baryadi 2001:3 baik wacana maupun discourse merupakan istilah linguistik yang di mengerti sebagai “satuan lingual linguistic unit s yang berada di atas tataran kalimat”. Lebih lanjut, Baryadi mengungkapkan bahwa analisis wacana mengkaji wacana, baik dari segi internal maupun eksternalnya. Dari segi internal, wacana dikaji dari jenis, struktur, dan hubungan bagian-bagian wacana; sedangkan dari segi eksternal, wacana dikaji dari segi keterkaitan wacana itu dengan pembicara, hal yang dibicarakan, dan mitra bicara. Dengan demikian, tujuan pengkajian wacana adalah untuk mengungkapkan kaidah kebahasaan yang mengonstruksi wacana, memproduksi wacana, pemahaman wacana, dan pelambangan suatu hal dalam wacana. Wacana diklasifikasikan menjadi beberapa golongan. Wedhawati 1979:41- 49 dalam bukunya yang berjudul Wacana Bahasa Jawa menggolongkan macam wacana dalam bahasa Jawa antara lain, 1 macam wacana bahasa Jawa modern menurut R.E. Longacre wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositiri, wacana hortatori, wacana dramatik, wacana epistolari, dan wacana seremonial, 2 macam wacana secara tradisional berdasarkan bahasa yang dipakai, yaitu wacana Jawa kuna, wacana Jawa tengahan dan wacana jawa baru; berdasar bentuk gubahannya, yaitu prosa dan puisi; berdasarkan jenisnya, misal kisah, riwayatbiografi, dll., 3 pemilahan macam wacana bahasa Jawa kuno dan tengahan menurut istilah R.E. Longacre wacana naratif, misal uraian kisah, riwayatbiografi, dongeng fabel, legende, mitos, babad, roman, cerita pendek dan epos atau wiracerita; wacana hortatori, misal primbon, kitab-kitab niti, sasana dan tutur; wacana dramatik, misalnya lakon-lakon wayang, drama, ketoprak, dan sandiwara; wacana ekspositori, misalnya Serat Centhini dan kitab Negarakertagama, 4 perubahan-perubahan yang terdapat dalam wacana bahasa Jawa modern wacana prosedural, misalnya resep masakan dan sebagainya, semula pada bahasa Jawa kuna belum ada, sekarang menjadi banyak; wacana epistolari, bentuk ini pada zaman dahulu mungkin belum ada, dan kalau ada hal itu masih jarang, jadi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

2.2.6 Cerkak “Banjire Wis Surut”