Bahan Dasar Kain Tenun Ikat dan Jenis Bahan Pewarna
9 Semua ragam hias pada anyaman rotan erat hubungannya dengan ragam hias
yang diterapkan pada tenunan.
Selain dibuat dari pintalan beang kapas juga ada yang membuat kain dari benang yang terbuat dari daun lemba yang disebut serat doyo curculigo
latifolia, yaitu suku Dayak Benuaq di Kalimantan Timur. Hasil tenunnya berbentuk selendang dan jaket yang dihias ragam hias fauna, flora, dan
abstraksi dari bentuk leluhur. Teknik pembuatan ragam hiasnya adalah dengan cara mengikat benang lungsinya sebelumnya dicelupkan pada bahan
warna.
Disamping itu ada yang dibuat dengan teknik songket yaitu penyilangan benang pakan tambahan dalam proses menenun sehingga tampak menonjol
pada permukaan kain. Teknik songket ini disebut pilih. Kain yang dibuat dari teknik ini dipakai sebagai kain penutup dada laki-laki disebut kelambi pilih.
Ragam hiasnya merupakan rangkaian memanjang vertikal motif geometris yang sangat dekoratif berbentuk floral, abstraksi dan bentuk leluhur atau
manusia, burung, serta binatang reptil. Warna yang dipergunakan adalah warna dasar benang kapas dengan ragam hiasnya berwarna kemerah-
merahan.
Suku Dayak yang kebiasaan menenun adalah suku Dayak Iban. Kain tenun suku Dayak Iban sering dipertukarkan diantara suku-suku Dayak sendiri yang
tidak memiliki kebiasaan menenun, dengan hasil alam dan hasil bumi. Walaupun hasil karya tenun menjadi tanda identitas penting, mereka
melakukannya hanya sebagai pekerjaan sambilan. Kehidupan wanita suku Dayak adalah berladang, sehingga menenun dan menganyam rotan
dikerjakan setelah kembali dari ladang.
Pekerjaan menenun yang menghasilkan tenunan rumit dan indah, merupakan pengetahuan yang tidak dengan mudah didapat. Seorang penenun yang baik,
mendapatkan ide desain motif dengan melakukan puasa, doa, bahkan melalui
10 mimpi. Untuk membuat desain ikat yang rumit diperlukan pengalaman yang
lama secara bertahap, hingga mencapai tahap matang dan ahli. Tidak heran apabila keahlian dan kematang itu didapat pada perempuan-perempuan
Dayak berusia tua. Menurut kepercayaan, mereka yang masih muda dilarang meniru motif-motif yang rumit, dan dianggap belum cukup umur untuk
mencapai kematangan atau kemahiran yang setara. Bahkan ada kepercayaan, mereka yang dianggap belum cukup umur mengerjakannya akan pendek
umur.
Pekerjaan menenun dan menganyam dilakukan di serambi rumah panjang, dengan anak-anak yang bermain di sekitarnya. Sambil bermain, anak-anak ini
dapat melihat dan memperhatikan para perempuan bekerja. Berbagai bentuk anyaman rotan dibuat menjadi keranjang dan bakul untuk wadah benih padi
atau untuk mengangkut hasil panen padi dan sayur-mayur dari ladang. Anyaman rotan tersebut mempunyai nilai artistik tinggi karena menuntut
kemampuan khusus untuk mengekspresikan diri melalui hiasan dan aplikasi yang dibuatnya.
Mengukir menjadi pekerjaan sambilan laki-laki setelah kembali ke ladang. Hasil ukiran mereka berupa berbagai bentuk dan motif geometris yang
merupakan abstraksi dari berbagai tokoh dan obyek dongeng rakyat seperti juga yang terdapat pada tenun ikat dan kerajinan. Salah satu ragam hias itu
menggambarkan kebahagiaan dan burung-burung yang melambangkan Dewa yang menguasai Dunia Atas.
Suwati Kartiwa 2007 menjelaskan Ada beberapa macam pakaian dari tenun ikat yang dibuat oleh wanita dari suku Dayak, antara lain:
Pua
Yaitu selimut untuk laki-laki, yang juga berfungsi sebagai kain untuk upacara dengan digantungkan di rumah adat. Pua juga
dipakai oleh shaman tabibdukunpenyembuh untuk mengobati mereka yang sakit. Pemilik Pua kerap digunakan sebagai lambang
11 tingkat status sosial. Pua berupa sehelai kain berukuran besar,
dengan panjang mencapai dua setengah meter dan lebar hampir satu setengah meter. Ragam hias kait dengan berbagai variasinya
membentuk abstrak burung yang melambangkan roh leluhur dan dewa Dunia Atas. Ragam hias lain yang tampak menghiasi pua
adalah motif-motif dengan pakan tambahan atau teknik songket. Salah satu jenis pua disebut pua kombu. Dengan warna dasar
menyerupai karat besi dan kuning kemiri, pua kombu dihiasi garis- garis geometris berwarna cokelat berbentuk kait dan belah ketupat.
Bentuk keseluruhan motif-motif ini berupa lekukan kepala, badan, kaki, dan tangan manusia.
Pua Kombu ini ditenun dari bahan benang kapas dan dicelup dengan bahan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Ragam hiasnya
bermotif abstraksi para leluhur, dan digunakan sebagai lambang kehadiran arwah leluhur, ada pula motif lain yang menyerupai
burung sebagai lambang Dunia Atas ataupun dalam bentuk reptil seperti biawak, buaya, dan sejenisnya yang melambangkan Dunia
Bawah.
Gbr II. 6. Pua Kombu Ragam Kain Tradisional Indonesia Tenun Ikat,
Suwati Kartiwa,2007
Bidang
Yaitu kain sarung untuk wanita yang dihiasi dengan ragam hias ikat atau pakan tambahan dengan teknik songket. Kain sarung ini
berukuran pendek setinggi lutut, berbentuk tabungsarung dengan